Pengaruh Dosis Boron dan Penentuan Ruas Tanaman yang Tepat untuk Produksi Benih Melon Hibrida IPB

PENGARUH DOSIS BORON DAN PENENTUAN RUAS
TANAMAN YANG TEPAT UNTUK PRODUKSI BENIH
MELON HIBRIDA IPB

SARAH FADILA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Dosis Boron
dan Penentuan Ruas Tanaman yang Tepat untuk Produksi Benih Melon Hibrida
IPB adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Sarah Fadila
NIM A24100040

ABSTRAK
SARAH FADILA. Pengaruh Dosis Boron dan Penentuan Ruas Tanaman yang
Tepat untuk Produksi Benih Melon Hibrida IPB. Dibimbing oleh ENDAH
RETNO PALUPI.
Buah melon banyak diminati masyarakat di Indonesia dan memiliki nilai
ekonomis tinggi.Namun produksi buah melon dalam negeri belum dapat
memenuhi permintaan pasar karena ketersedian benih berkualitas yang masih
terbatas. Selain itu, sebagian besar buah melon yang beredar di pasaran adalah
jenis melon hibrida, sehingga sebagian besar benih yang digunakan adalah benih
impor. Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh boron dan posisi
bunga hermaprodit pada ruas tanaman yang tepat untuk produksi benih.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan petak terbagi (split plot)
berdasar rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan 4 ulangan. Petak
utama adalah aplikasi dosis boron terdiri atas 0, 1, 2, dan 3 kg ha-1. Anak petak

adalah posisi bunga hermaprodit pada ruas tanaman yang terdiri atas ruas tanaman
ke-10-15 (bawah), 16-21 (tengah), dan 22-27 (atas). Hasil percobaan
menunjukkan bahwa aplikasi boron tidak memberikan pengaruh terhadap fase
pembungaan, mutu buah, dan produksi benih, namun memberikan pengaruh
terhadap mutu benih. Posisi bunga hermaprodit pada ruas tanaman juga tidak
memberikan pengaruh terhadap mutu buah, namun posisi bunga hermaprodit pada
ruas tanaman ke-22-27 mampu meningkatkan produksi benih melalui peningkatan
benih bernas. Posisi bunga hermaprodit pada ruas tanaman ke-22-27
menghasilkan daya berkecambah yang tinggi berapapun dosis boron yang
diberikan.
Kata kunci: benih bernas, bobot kering kecambah normal, bunga hermaprodit,
daya berkecambah benih, pembentukan biji

ABSTRACT
SARAH FADILA. The Effect of Boron Rates and Position of Hermaphroditic
Flower in the Internodes on Hybrid Seed Production of IPB Melon. Supervised by
ENDAH RETNO PALUPI.
Melon is a populer fruit in Indonesia and has high economic value.
However, domestic melon production does not meet the market demand due to
unavailable high quality seeds. Moreover most of available melon fruit in the

market is of hybrid variety, so that the seeds are imported for fruit production. The
research was aimed to study the effect of boron and position of hermaphroditic
flower in the internodes on hybrid seed production and seed quality of hybrid
melon. The research was arranged in split plot according to randomized complete
block design with 4 replications. The main plot was dosages of boron, i.e. 0, 1, 2,
and 3 kg ha-1 and the subplot was position of hermaphroditic flower in the
internodes, i.e. 10-15th internodes (lower), 16th-21st internodes (middle), and 22nd-

27th internodes (upper). The result showed that boron at 2 kg ha-1 did not affect the
the flowering, fruit quality, and seed yield, but affected seed quality. Additionally,
the position of hermaphroditic flower in the internodes did not affect fruit quality,
but the upper internodes (22nd-27th) resulted in higher seed yield and seed quality.
Hermaphroditic flower in 22nd-27th internodes produced high seed germination
regardlessdosages of boron.
Keywords: filled seed, hermaphroditic flower, seed germination, seed set, seedling
dry weight

PENGARUH DOSIS BORON DAN PENENTUAN RUAS
TANAMAN YANG TEPAT UNTUK PRODUKSI BENIH
MELON HIBRIDA IPB


SARAH FADILA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi: Pengaruh Dosis Boron dan Penentuan Ruas Tanaman yang Tepat
untuk ProduksiBenih Melon Hibrida IPB
Sarah Fadila
Nama
A24100040

NIM

Disetujui oleh

Endah Retno Paluoi. MSc
Pembimbing Skripsi

セ@

Tanggal Lulus:

2 B AUG lU15

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 sampai
bulan Juni 2015 ini adalah peningkatan mutu benih melon hibrida, dengan judul
Pengaruh Dosis Boron dan Penentuan Ruas Tanaman yang Tepat untuk Produksi
Benih Melon Hibrida IPB.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc
selaku pembimbing skripsi, Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, MSc selaku pembimbing
akademik, Dr Willy Bayuardi Suwarno, SP, MSi atas bantuan penyediaan benih
tetua melon yang digunakan dalam penelitian, Pak Awang, Bu Yuyun, serta staf
PKHT lainnya yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian, Bu Jinab dan
Pak Ji atas bantuan tenaga dan waktu untuk membantu kelancaran penelitian ini.
Selain itu, terimakasih pula kepada Pak Sugiharto dari Badan Meteorologi,
Geofisika, dan Klimatologi Sawahan, Nganjuk dan Pak Win selaku staf penyuluh
pertanian Kabupaten Nganjuk atas saran-sarannya yang bermanfaat bagi
kelancaran penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
orang tua dan adik-adik atas segala doa dan dukungan yang tidak bersyarat,
teman-teman terbaik, sahabat Kos Salsabila, dan teman-teman AGH 47 atas
segala dukungan dan bantuannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Sarah Fadila

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Boron
Pembungaan Melon
Penetapan Ruas Tanaman untuk Pembesaran Buah
Produksi Benih Melon
METODE
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Prosedur Percobaan
Pengamatan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Fase Vegetatif Tanaman
Pembungaan

Mutu Buah
Produksi Benih
Mutu Benih
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
2
2
2
3
3

4
4
4
5
5
5
6
8
8
8
9
10
12
15
18
18
19
19
22
23


DAFTAR TABEL
1 Pengaruh perlakuan dosis boron terhadap umur tanaman berbunga
jantan pertama, umur tanaman berbunga hermaprodit pertama, jumlah
bunga hermaprodit pada ruas tanaman ke- 10-27
2 Pengaruh perlakuan dosis boron dan ruas tanaman terhadap bobot,
diameter polar, diameter equatorial, dan ketebalan daging buah
3 Pengaruh perlakuan dosis boron dan ruas tanaman terhadap total benih,
benih bernas, dan benih hampa per buah
4 Pengaruh interaksi perlakuan dosis boron dan ruas tanaman terhadap
daya berkecambah benih dan bobot kering kecambah normal
5 Pengaruh perlakuan dosis boron dan ruas tanaman terhadap indeks
vigor, potensi tumbuh maksimum, dan kecepatan tumbuh

10
11
12
16
16


DAFTAR GAMBAR
6 Bunga hermaprodit yang ditengarai akan mekar pada keesokan hari dan
siap diserbuki (a); pembuangan makhota bunga dan antera (b)
7 Kecambah normal (a); kecambah abnormal (b)
8 Tinggi tanaman pada 7, 14, dan 21(HST)
9 Jumlah daun pada 7, 14, dan 21(HST)
10 Kurva regresi antara jumlah benih bernas dan bobot buah
11 Kurva regresi antara jumlah benih bernas dan diamater polar buah
12 Perbandingan berbagai ukuran buah: buah ukuran besar (a); buah
ukuran sedang (b)
13 Benih bernas (a); benih hampa (b)
14 Letak benih hampa umumnya pada buah melon: di bagian proksimal
buah (a); di bagian distal buah (b)
15 Kurva regresi antara bobot 1000 butir dan daya berkecambah benih
16 Kurva regresi antara jumlah benih bernas dan daya berkecambah benih

6
7
8
9
13
13
14
14
15
17
18

DAFTAR LAMPIRAN
17 Suhu, kelembaban, dan curah hujan rata-rata di Kabupaten Nganjuk,
Jawa Timur pada bulan Februari sampai Mei 2015
18 Hasil analisis tanah pada lahan pertanian Desa Sumberkepuh,
Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur

22
22

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Buah melon banyak diminati masyarakat di Indonesia dan memiliki nilai
ekonomis tinggi. Produksi buah melon di Indonesia dari tahun 2010-2013 masingmasing sebesar 85 161, 103 840, 125 447, dan 112 439 ton (BPS 2014). Produksi
melon tersebut belum dapat mencukupi permintaan melon dalam negeri. Selain itu,
sebagian besar buah melon diproduksi dari benih impor (Sobir et al. 2009).
Volume impor benih melon pada tahun 2009-2012 berturut-turut sebesar 3.5, 0.13,
1.7, dan 0.5 ton tahun-1 (Direktorat Perbenihan Horikultura 2013) yang semuanya
merupakan benih hibrida.
Salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap benih
melon hibrida impor adalah dengan perakitan varietas hibrida lokal. Pusat Kajian
Hortikultura Tropika (PKHT) telah melepas melon hibrida yaitu Sunrise Meta
(persilangan M23 x M13) dan Orange Meta (persilangan M23 x M21) pada tahun
2009 (Sobir et al. 2009), namun ketersediaan benih melon hibrida tersebut di
pasaran masih sangat terbatas.
Peningkatan produksi melon dapat diupayakan salah satunya dengan
penyediaan benih unggul bermutu dalam jumlah yang mencukupi, bersifat kontinu,
dan harga terjangkau. Penggunaan benih bermutu merupakan salah satu syarat
pencapaian produksi yang maksimum. Oleh karena itu, penelitian terkait produksi
benih melon hibrida IPB perlu dilakukan.
Buah dan benih melon hibrida pada umumnya diproduksi dari ruas
tanaman tertentu. Satu tanaman diupayakan hanya menghasilkan satu buah saja
baik untuk konsumsi buah segar maupun untuk produksi benih. Produksi buah
melon umumnya diperoleh dari buah pada ruas tanaman ke-9-12 (Sobir dan
Siregar 2011). Pemilihan ruas tersebut dianggap sebagai ruas yang optimal untuk
mendapatkan kualitas buah yang maksimal baik dari segi rasa maupun ukuran.
Sampai saat ini informasi terkait dengan penetapan ruas tanaman optimal untuk
pembesaran buah dalam rangkaproduksi benih belum banyak tersedia.
Boron merupakan salah satu unsur mikro yang diperlukan tanaman pada
fase vegetatif dan generatif untuk perkembangan reproduktif tanaman. Boron
diperlukan tanaman untuk penguatan dinding sel, pembelahan sel, pembentukan
buah dan biji, serta perkembangan hormonal (Tahir 2013). Boron berperan dalam
keberhasilan penyerbukan dan fertilisasi. Dell dan Huang (1997) mengatakan
bahwa kekurangan boron pada fase fertilisasi dapat menyebabkan gangguan saat
embriogenesis, dan kegagalan pembentukan buah. Agustin et al. (2014)
melaporkan pemberian boron sebanyak 10 kg ha-1 pada tanaman melon tetua
jantan M13 dan M21 cenderung meningkatkan jumlah serbuk sari per anter,
viabilitas serbuk sari, dan total benih per buah. Oleh karena itu, informasi
mengenai pengaruh boron dan ruas untuk produksi benih melon hibrida perlu
diteliti untuk perbaikan budidaya produksi benih melon hibrida.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh dosis boron dan posisi
bunga hermaprodit pada ruas tanaman yang tepat untuk meningkatkan produksi
benih melon hibrida.

TINJAUAN PUSTAKA
Boron
Boron merupakan hara mikro yang diperlukan oleh tanaman baik pada fase
vegetatif maupun generatif. Boron berperan penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan tanaman seperti penguatan dinding sel, pembelahan sel,
pembentukan buah dan biji, serta perkembangan hormonal (Tahir 2013).
Ketersedian boron yang optimal dapat merangsang penyerapan fosfor oleh akar
tanaman yang dapat meningkatkan jumlah bunga (Day 2000).
Pertumbuhan tanaman pada perkembangan reproduktif akan lebih peka
terhadap boron dibandingkan pertumbuhan vegetatif (Lordkaew et al. 2011)
sehingga kebutuhan boron pada beberapa tanaman selama fase generatif lebih
tinggi daripada fase vegetatif (Oyinlola 2007). Selain itu, beberapa jenis tanaman
membutuhkan unsur boron lebih tinggi selama proses pembungaan dan pengisian
biji walaupun kandungan boron yang terkandung dalam daun telah berada pada
batas yang mencukupi (Dordas 2006).
Kekurangan boron dapat menghambat bahkan menghentikan perkembangan
reproduktif tanaman (Ahmad et al. 2009). Boron menentukan keberhasilan
penyerbukan dan fertilisasi (Nyomora et al. 1997). Kekurangan boron pada saat
fase pembungaan dapat mempengaruhi viabilitas serbuk sari, menggugurkan
stamen dan pistil yang berakibat pada rendahnya pembentukan biji (Al-Amery
et al. 2011), serta mengakibatkan organ reproduksi tanaman menjadi steril,
terutama pada organ reproduksi jantan atau serbuk sari (Krudnak et al. 2013).
Kekurangan boron pada saat fase generatif dapat berakibat buruk pada
perkembangan bunga dan buah. Kekurangan boron pada fase fertilisasi dapat
menyebabkan gangguan saat embriogenesis serta kegagalan pembentukan buah
(Dell dan Huang 1997).
Beberapa pengaruh boron terhadap tanaman telah banyak diteliti. Naz et al.
(2012) melaporkan pemberian boron 2 kg ha-1 pada tanaman tomat diketahui
dapat meningkatkan jumlah bunga per ruas tanaman, persentase pembentukan
buah, dan produktivitas total tanaman. Penelitian Krudnak et al. (2013)
menunjukkan pemberian boron yang cukup dalam pertumbuhan dan
perkembangan tanaman mampu meningkatkan pembentukan biji, pemberian
boron 9.38 kg ha-1 pada tanaman bunga matahari (Hellianthus annus L) dapat
meningkatkan persentase viabilitas serbuk saridan pembentukan biji bunga
matahari.
Boron memiliki beberapa peran penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, namun pemberian boron harus optimum. Pemberian

3
boron secara berlebih justru akan merugikan pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Krudnak et al. (2013) menjelaskan kelebihan boron dapat
mengakibatkan penurunan penyerapan tanaman terhadap boron, viabilitas serbuk
sari, dan pembentukan biji pada tanaman bunga matahari.
Pembungaan Melon
Melon merupakan salah satu anggota jenis tanaman dari famili
Cucurbitaceae
yang memiliki keunikan dari struktur bunganya. Melon
merupakan jenis tanaman andromonoecious yaitu tanaman yang menghasilkan
bunga jantan dan sempurna (hermaphrodite) yang terdiri dari organ jantan dan
biseksual sempurna dalam satu tanaman (Boualem et al. 2008).
Bunga jantan merupakan bunga yang pertama kali muncul pada tanaman
melon (Lerner dan Dana 2001). Bunga jantan terletak pada pangkal tangkai ketiak
daun dan berumur relatif singkat. Bunga jantan terbentuk berkelompok 3-5 buah
(Johnson 1964).
Bunga hermaprodit terbentuk secara tunggal atau hanya tumbuh satu di
setiap ruas tanaman. Ciri khas bunga hermaprodit pada tanaman melon adalah
adanya bakal buah di dasar bunga (Johnson 1964) yang akan tumbuh membesar
menjadi buah bila terjadi penyerbukan oleh bunga jantan (Lerner dan Dana 2001).
Lerner dan Dana (2001) menambahkan bahwa bunga hermaprodit yang telah
mekar akan layu dan rontok dalam beberapa hari bila tidak segera dibuahi.
Keberhasilan penyerbukan sendiri tanaman melon tergolong rendah. Serbuk
sariyang dihasilkan bersifat lengket, sehingga kecil kemungkinan terjadinya
penyerbukan oleh angin (Johnson 1964). Periode mekarnya bunga juga relatif
singkat. Oleh sebab itu, penyerbukan buatan dapat mengatasi masalah tersebut.
Penyerbukan buatan yang dibantu manusia merupakan langkah efektif bila jumlah
tanaman yang tumbuh menghasilkan bunga terbatas (George 2009).
Penetapan Ruas Tanaman untuk Pembesaran Buah
Buah melon diperoleh dari penyerbukan sendiri maupun buatan pada
bunga bunga hermaprodit. Menurut Sobir dan Siregar (2011), bunga hermaprodit
pada tanaman melon yang digunakan untuk membesarkan buah dapat berasal
mulai dari ruas tanaman ke-5. Pembesaran buah pada ruas awal (bawah)
memungkinkan untuk diproduksinya buah melon yang lebih manis daripada ruas
akhir (atas) akibat pengisian karbohidrat yang maksimal. Namun ukuran buah
yang dihasilkan akan relatif kecil karena kapasitas pembentukan buah yang belum
optimal. Sebaliknya ruas akhir dapat menghasilkan ukuran buah melon yang besar,
namun rasanya kurang menghasilkan rasa yang manis. Oleh sebab itu, dalam teori
budidaya melon digunakan ruas tanaman ke-9-12 untuk menghasilkan buah
dengan ukuran relatif besar dan rasa yang cukup manis.

4
Produksi Benih Melon
Kontribusi benih melon pada budidaya melon sekitar 32-47 % (Hendri
et al. 2011), artinya diperlukan teknik produksi benih melon yang menghasilkan
benih bermutu tinggi. Teknik produksi benih harus memperhatikan seluruh aspek
dari kegiatan budidaya tanaman, pemanenan benih, hingga proses pengolahan
benih agar diperoleh jumlah benih per buah, presentase benih bernas, dan daya
berkecambah yang tinggi serta presentase benih hampa yang rendah.
Beberapa teknik budidaya dalam produksi benih melon berbeda dengan
teknik budidaya melon untuk konsumsi buah segar, terutama pada teknik
pengairan. Dalam teknik budidaya melon untuk konsumsi buah segar, pengairan
perlu dikurangi pada fase pembesaran buah untuk meningkatkan rasa manis buah.
Namun dalam teknik budidaya melon untuk produksi benih, tanaman perlu diberi
pengairan yang cukup hingga panen (Nerson 2007). Pemanenan buah famili
Cucurbitaceae umumnya dihitung setelah masa penyerbukan (Nerson 2007).
Pemanenan buah melon dapat dilakukan pada 30-40 hari setelah penyerbukan
(HSP). Selain itu, Nerson (2007) menambahkan perlu dilakukannya perendaman
benih melon yang telah diekstrasi ke dalam air selama kurang dari empat hari.
Perendaman tersebut selain untuk memisahkan benih dari daging buah yang masih
menempel juga untuk meningkatkan daya berkecambah benih.
Proses penyerbukan juga merupakan faktor penting dalam produksi benih.
Keberhasilan penyerbukan diperlukan untuk mendapatkan benih dengan produksi
dan mutu yang tinggi. Harliani et al. (2014) menyatakan keberhasilan
penyerbukan dipengaruhi oleh kualitas serbuk sari dan pistil. Selain diperlukannya
viabilitas serbuk sari yang tinggi untuk keberhasilan penyerbukan dan
pembentukan biji, diperlukan pula jumlah serbuk sari yang yang memadai.
Harliani et al.(2014) melaporkan penyerbukan pada tanaman mentimun
menggunakan serbuk sari segar menghasilkan jumlah benih per buah yang lebih
tinggi dibandingkan dengan serbuk sari yang telah disimpan. Selain itu, Gonzalez
(2006) melaporkan pada tanaman Annona cherimola Mill. semakin banyak jumlah
serbuk sari yang diserbukkan pada stigma maka semakin banyak jumlah benih per
buah yang dihasilkan.

METODE
Tempat dan Waktu
Percobaan budidaya tanaman melon dengan berbagai perlakuan dilakukan di
lahan pertanian Desa Sumberkepuh, Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten
Nganjuk, Jawa Timur yang berada pada ketinggian 75 meter di atas permukaan
laut. Pengujian benih yang dihasilkan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan
Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB.
Percobaan dilaksanakan mulai Februari sampai dengan Juni 2015.

5
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan selama percobaan ini adalah benih tetua melon
hibrida varietas Sunrise Meta yaitu M23 sebagai tetua betina dan M13 sebagai
tetua jantan, boron, kapur pertanian, pupuk dasar berupa pupuk kandang, ZA, SP36, serta KCl, NPK 16:16:16, dan fungisida. Alat yang digunakan selama
percobaan ini adalah alat pertanian secara umum, mulsa, ajir, media
pengecambahan benih berupa kertas stensil dan plastik, perlengkapan untuk
pengecambahan benih, seperti alat pengecambah benih IPB 72-1, alat pengepres
kertas merang IPB 75-1, dan lain-lain.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Percobaan ini menggunakan rancangan petak terbagi (split plot) berdasar
rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT). Sebagai petak utama adalah dosis
boron, sedangkan anak petak adalah nomor ruas tanaman yang ditetapkan untuk
pembesaran buah. Dosis boron yang digunakan terdiri atas 4 taraf yaitu 0, 1, 2, 3
kg ha-1 dan anak petak adalah posisi bunga hermaprodit pada ruas tanaman yang
terdiri atas ruas tanaman ke- 10-15, 16-21, dan 22-27. Masing-masing percobaan
akan diulang sebanyak 4 kali dan masing-masing satuan percobaan terdiri atas 4
tanaman, sehingga diperlukan 192 tanaman.
Model rancangan yang digunakan adalah :
Yijk = μ + αi + β + δ + τk +
+ εijk ;
Keterangan
Yijk
: nilai pengamatan dari dosis boron ke-i, posisi bunga hermaprodit
pada ruas tanaman ke-j dan ulangan ke-k
Μ
: nilai rataan umum
: pengaruh dosis boron ke-i
αi
: pengaruh posisi bunga hermaprodit pada ruas tanaman ke-j
β
: interaksi perlakuan dosis boron ke-i dan posisi bunga hermaprodit
pada ruas tanaman ke-j
: pengaruh pengelompokan ke-k
τk
: galat komponen acak pada petak utama (dosis boron)
δ
: galat komponen acak pada anak petak (posisi bunga hermaprodit
εijk
pada ruas tanaman).
Data akan dianalisis dengan uji F, jika perlakuan menunjukkan pengaruh
yang nyata, maka dilakukan uji lanjut menggunakan Duncan’s Multiple Range
Test (DMRT) pada taraf nyata 5% (Gomez dan Gomez 2007).
Prosedur Percobaan
Lahan yang akan digunakan diolah, diberi kapur pertanian 1 ton ha-1 serta
pupuk dasar berupa pupuk kandang 10 ton ha-1, ZA 375 kg ha-1, SP-36 250 kg ha-1,
dan KCl 375 kg ha-1, selanjutnya dibuat bedengan dengan ukuran 25x1 m dan
bedengan dipasang mulsa. Media yang digunakan dalam penyemaian adalah
campuran tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1. Penyemaian ditempatkan

6
di bawah naungan plastik sehingga terhindar dari sinar matahari langsung dan air
hujan. Bibit dipindahkan setelah berumur 10-14 hari atau memiliki 2-3 daun sejati.
Bibit ditanam di lahan dengan jarak tanam 60 cm x 60 cm. Tetua betina dan tetua
jantan ditanam dengan perbandingan 4:1. Melon merupakan tanaman merambat
yang memiliki sulur, sehingga perlu dipasang ajir untuk media perambatan sulur.
Pemasangan ajir dilakukan pada 5 HST pada setiap lubang tanaman.
Aplikasi boron dilakukan sebanyak 2 kali masing-masing setengah dosis
yang diberikan pada umur 14 dan 28 HST dan diaplikasikan sebanyak 100 ml
larutan per tanaman. Pemupukan susulan berupa NPK 16: 16: 16 diberikan
sebanyak 4 kali dengan dosis masing-masing 5, 10, 20, 20 gliter-1 diaplikasikan
sebanyak 200 ml larutan pupuk per tanaman pada umur 7, 14, 21, dan 28 HST
(Sobir et al. 2009, Sobir dan Siregar 2011). Pemeliharaan tanaman meliputi
penyulaman, pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit, pengikatan
batang utama dan buah, pemangkasan daun dan cabang lateral, serta pengairan.
Penyerbukan pada bunga hermaprodit tetua betina M23 di ruas sesuai
perlakuan dilakukan sebelum pukul 10.00 saat bunga hermaprodit sedang antesis
menggunakan serbuk sari segar dari tetua jantan M13. Bunga yang telah
ditengarai akan mekar pada keesokan hari dan siap untuk diserbuki (Gambar 1a),
dikastrasi dan diemaskulasi (pembuangan mahkota bunga dan antera) pada sore
hari sebelum penyerbukan (Gambar 1b). Seleksi buah dilakukan setelah buah

a

b

Gambar 1 Bunga hermaprodit yang ditengarai akan mekar pada keesokan hari
dan siap diserbuki (a); pembuangan makhota bunga dan antera (b)
sebesar bola pingpong didasarkan pada ukuran dan bentuk buah (Sobir dan
Siregar 2011). Buah melon dipanen pada saat masak fisiologis atau sekitar 30-40
hari setelah penyerbukan. Pengolahan benih melon meliputi ekstrasi, pengeringan,
dan pemilahan benih melon.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada tanaman tetua betina saat fase vegetatif,
generatif, dan pasca panen yang meliputi kualitas buah, produksi benih, dan mutu
benih hibrida yang dihasilkan. Peubah yang diamati pada fase vegetatif adalah
tinggi tanaman (cm) yang diukur dari atas permukaan tanah sampai titik tumbuh

7
tertinggi tanaman dan jumlah daun sempurna dan pada umur 7, 14, dan 21 HST.
Peubah yang diamati pada fase pembungaan adalah umur 50 % dari tanaman
berbunga (baik bunga jantan maupun hermaprodit pertama) (HST), serta jumlah
bunga hermaprodit pada ruas ke- 10-27. Pengamatan yang dilakukan pada peubah
komponen fase vegetatif tanaman dan pembungaan hanya pengaruh dosis boron
terhadap peubah komponen tersebut dikarenakan perlakuan posisi bunga
hermaprodit pada ruas tanaman belum dapat diterapkan sehingga tidak
memberikan pengaruh terhadap peubah yang diamati. Peubah mutu buah yang
diamati adalah bobot buah (g), diameter polar buah (cm), diameter equatorial buah
(cm), ketebalan daging buah (cm). Peubah produksi benih yang diamati adalah
total benih, jumlah benih bernas, dan jumlah benih hampa per buah. Sementara
peubah mutu benih yang diamati adalah daya berkecambah benihyang merupakan
hasil perbandingan dari jumlah kecambah normal pada hitungan pertama (4 HST)
(Gambar 2a) dan hitungan kedua (8 HST) dengan jumlah benih yang ditanam (%)
(ISTA 2014), bobot kering kecambah normal (g), bobot 1000 butir (g), indeks
vigor benih yaitu proporsi dari jumlah kecambah normal pada hitungan pertama
(4 HST) dengan jumlah benih yang ditanam (%), potensi tumbuh maksimum yang
dihitung dari perbandingan jumlah kecambah yang tumbuh (normal (Gambar 2a)
dan abnormal (Gambar 2b)) dengan jumlah benih yang ditanam (%), dan
kecepatan tumbuh yaitu penjumlahan persentase kecambah normal setiap hari
selama periode perkecambahan (8 HST) (%/etmal).

a
Gambar 2 Kecambah normal (a); kecambah abnormal (b)

b

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum
Budidaya melon di lahan pertanian dilakukan pada awal bulan Februari
sampai dengan Mei 2015 dengan curah hujan rata-rata sebesar 481.3 mm bulan-1,
suhu harian rata-rata sebesar 23.2 0C, dan kelembapan rata-rata sebesar 88.6 %
(Lampiran 1). Analisis tanah yang dilakukan pada lahan yang digunakan dalam
penelitian di Laboratorium Pengujian Balai Penelitian Tanah Bogor menunjukkan
kandungan boron total dan boron tersedia (Morgan Wolf) dalam tanah masingmasing sebesar 103.12 dan 0.60 ppm serta pH tanah adalah sebesar 5.5-6.5
(Lampiran 2). Tanaman terserang hama kutu kebul (Bemisia tabaci) pada awal
fase pertumbuhan vegetatif tanaman, sehingga dilakukan pengendalian dengan
pemberian berbagai insektisida berbahan aktif abemektin, sipermetrin, dan
dimetoate secara berkala. Selain itu, terdapat pula serangan penyakit busuk
pangkal batang yang disebabkan oleh Mycosphaerella melonisdan dikendalikan
dengan insektisida berbahan aktif mancozeb (Sobir dan Siregar 2011).
Fase Vegetatif Tanaman
Pemberian boron berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun
pada 21 HST. Namun, tinggi tanaman dan jumlah daun dalam penelitian ini telah
bervariasi sebelum diberi perlakuan boron. Aplikasi boron sebanyak 2 kg ha-1
mampu meningkatkan tinggi tanaman hingga 21.78 cm, tertinggi dari perlakuan
dosis boron lainnya (Gambar3). Boron memiliki peranan penting dalam

Tinggi tanaman (cm)

40
35

a

30

b
b
b

25
20
15
10
5
0
7

14

21

Umur tanaman (HST)
Boron 0 kg/ha

Boron 1 kg/ha

Boron 2 kg/ha

Gambar 3 Tinggi tanaman pada 7, 14, dan 21* (HST)
*pengamatan yang sudah dipengaruhi oleh pemberian boron

Boron 3 kg/ha

9

Jumlah daun (helai)

25

20

a

15

b
bc
c

10

5

0
7

14

21

Umur tanaman (HST)
Boron 0 kg/ha

Boron 1 kg/ha

Boron 2 kg/ha

Boron 3 kg/ha

Gambar 4 Jumlah daun pada 7, 14, dan 21*(HST)
*pengamatan yang sudah dipengaruhi oleh pemberian boron

pemanjangan sel, pembelahan sel, dan transpirasi (Azza et al. 2006). Sementara
pertambahan tinggi tanaman yang diberi aplikasi boron 3 kg ha-1 cenderung
menurun yaitu sekitar 13.43 cm. Kondisi serupa terjadi pada pertambahan tinggi
tanaman bunga matahari yang mengalami peningkatan dengan pemberian dosis
boron 8 kg ha-1, namun pertambahan tinggi menurun dengan penambahan dosis
boron 12 kg ha-1 karena diduga dosis boron yang terlalu tinggi mengakibatkan
keracunan dan menghambat aktifitas metabolisme pada tanaman (Oyinlola 2007).
Sama seperti halnya tinggi tanaman, aplikasi boron 2 kg ha-1 meningkatkan
jumlah daun tanaman melon sebanyak 11.7 helai dari sebelum perlakuan boron.
Sementara itu, aplikasi boron dosis 3 kg ha-1 hanya meningkatkan jumlah daun
sebesar 8.1 helai (Gambar 4), kondisi ini diduga dosis boron terlalu tinggi untuk
pertumbuhan vegetatif tanaman karena boron yang tersedia di dalam tanah cukup
memadai. Tinggi tanaman dan jumlah daun yang optimum diperlukan untuk
menunjang fase generatif tanaman yang berpengaruh terhadap pembungaan,
pembentukan serta pengisian buah dan biji.
Pembungaan
Aplikasi boron tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap umur
tanaman berbunga baik jantan maupun hermaprodit pertama (Tabel 1). Umur
tanaman berbunga jantan dan hermaprodit pertama dalam penelitian ini secara
berturut-turut sekitar 20 HST dan 28-29 HST. Umur tanaman berbunga baik
jantan maupun hermaprodit pada tanaman tetua betina melon hibrida dalam
penelitian ini cukup serempak. Sementara penelitian Agustin (2013) pada tetua
jantan melon hibrida menunjukkan bunga jantan pertama muncul pada 19-22 HST,
sementara bunga hermaprodit pertama muncul pada 28-33 HST.

10
Tabel 1

Pengaruh perlakuan dosis boron terhadap umur tanaman berbunga
jantan pertama, umur tanaman berbunga hermaprodit pertama, jumlah
bunga hermaprodit pada ruas tanaman ke- 10-27

Perlakuan

Dosis boron kg ha-1
0
1
2
3
Rata-rata
KK (%)

Umur tanaman
berbunga
jantan pertama
(HST)

Umur tanaman
berbunga
hermaprodit
pertama (HST)

Jumlah bunga
hermaprodit pada
ruas tanaman ke10-27

19.9
19.8
19.6
19.8
19.8
3.84

28.3
28.3
28.5
28.6
28.4
1.75

23.7
21.9
21.6
19.2
21.6
9.54

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut
uji DMRT pada taraf 5%; tn = tidak nyata

Aplikasi boron tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah bunga
hermaprodit yang muncul pada ruas tanaman ke-10-27 (Tabel 1). Rata-rata jumlah
bunga hermaprodit daari ruas ke-10-27 yang dihasilkan adalah sebesar 21.6 buah.
Kondisi ini diduga pembungaan pada tetua betina melon tidak dipengaruhi oleh
aplikasi boron, karena boron yang tersedia di dalam tanah telah memadai untuk
tanaman. Hasil pengujian kandungan boron menunjukkan lahan yang digunakan
dalam penelitian ini mengandung boron sebesar 0.60 ppm dengan pH tanah
sebesar 5.5-6.5. Kline dan Goerge (1991) menggolongkan ketersediaan boron
sebesar 0.41-0.80 ppm di dalam tanah merupakan kategori ketersedian boron
sedang. Decoteau (2005) menjelaskan pH tanah sebesar 6-8 merupakan rentang
pH yang sesuai untuk sebagian besar jenis tanaman karena pada rentang pH
tersebut ketersediaan sebagian besar unsur hara mineral esensial untuk tanaman
dapat dimanfaatkan secara maksimum. Selain itu menurut Steiner dan do Carmo
Lana (2013) tanah dengan pH 6.0 dapat meningkatkan adsorbsi boron di dalam
tanah.
Aplikasi boron kedua dilakukan pada 28 HST atauvsaat tanaman memasuki
fase generatif yaitu saat bunga hermaprodit pertama kali muncul. Pemberian
boron kedua pada fase ini diharapkan dapat meningkatkan fertilitas organ
reproduksi tanaman, memenuhi kebutuhan boron pada organ bunga, dan
memaksimalkan proses pembentukan buah serta biji. Al-Amery et al. (2011)
menyatakan aplikasi boron pada akhir fase vegetatif dan awal fase reproduksi
tanaman memberikan pengaruh signifikan terhadap pembentukan biji dan
produksi benih bunga matahari.
Mutu Buah
Perlakuan boron tidak menunjukkan pengaruh terhadap mutu buah
(Tabel 2). Rata-rata bobot buah, diameter polar, diameter equatorial, dan

11
Tabel 2 Pengaruh perlakuan dosis boron dan ruas tanaman terhadap bobot,
diameter polar, diameter equatorial, dan ketebalan daging buah
Perlakuan
Dosis boron (kg ha-1)
0
1
2
3
Rata-rata
Ruas tanaman
10-15
16-21
22-27
Rata-rata
Boron x ruas
KK (%)

Bobot
buah
(g)

Diameter
polar buah
(cm)

Diameter
equatorial
buah (cm)

Ketebalan
daging buah
(cm)

757.29
668.53
703.17
713.43
710.61

13.95
14.11
13.40
13.33
13.70

10.84
10.42
10.53
10.49
10.57

2.48
2.37
2.38
2.41
2.41

691.93
767.59
675.16
711.56
tn
17.50

13.67
13.93
13.48
13.69
tn
7.92

10.29
10.86
10.58
10.58
tn
8.73

2.38
2.50
2.35
2.41
tn
8.30

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut
uji DMRT pada taraf 5%, tn = tidak nyata

ketebalan daging buah secara berturut-turut adalah 710.61 g, 13.70 cm, 10.57 cm,
dan 2.41 cm. Demikian pula dengan penelitian Agustin (2013) menunjukkan
pemberian boron 10 kg ha-1 pada tanaman tetua jantan melon yang diserbuk
sendiri tidak meningkatkan bobot buah, diameter polar, diameter equatorial, dan
ketebalan daging buah. Perica et al. (2001) juga melaporkan pemberian boron
pada buah zaitun dapat meningkatkan hasil tetapi tidak memengaruhi ukuran buah,
diduga ukuran buah lebih berhubungan dengan meningkatnya kapasitas
fotosintesis atau kekuatan sink mengambil asimilat.
Perlakuan posisi bunga hermaprodit pada ruas tanaman juga tidak
memengaruhi komponen mutu buah (Tabel 2). Menurut panduan teknis budidaya
melon untuk konsumsi, buah dengan kualitas yang baik adalah buah yang
dihasilkan dari penyerbukan bunga hermaprodit pada nomor ruas tanaman ke-9-12.
Sobir dan Siregar (2011) menjelaskan pembesaran buah dapat dilakukan di ruas
mana pun, termasuk ruas bawah hingga atas. Pembesaran buah pada ruas bawah
menghasilkan ukuran buah yang kecil namun rasa yang manis, sedangkan
pembesaran buah pada ruas atas atau ruas di atas ke-13 menghasilkan buah
dengan ukuran yang lebih besar dari ruas bawah karena memungkinkan
pembentukan sel yang maksimal namun memiliki rasa yang kurang manis. Selain
itu, pembesaran calon buah pada ruas atas dikhawatirkan akan mengalami
gangguan pada proses pembesaran buah karena umur tanaman melon yang relatif
singkat. Oleh sebab itu, dipilih ruas ke- 9-12 yang diharapkan dapat menghasilkan
buah dengan ukuran yang relatif besar dan rasa yang manis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas buah dari segi ukuran
tidak dipengaruhi oleh posisi bunga hermaprodit pada ruas tanaman. Pembesaran
buah pada ruas ke-16-21 dan 22-27 menghasilkan buah yang memiliki waktu
panen lebih lama dibandingkan dengan ruas ke-10-15. Penelitian ini tidak memilih

12
ruas tanaman ke- 9-12 karena ruas bawah tanaman (terutama ruas di bawah ruas
ke-10) lebih sering terkena busuk pangkal batang, walaupun ruas bawah memiliki
waktu panen yang lebih singkat.
Produksi Benih
Aplikasi boron tidak memengaruhi total benih per buah, persentase benih
bernas, dan persentase benih hampa (Tabel 3). Rata-rata total benih, benih bernas,
dan hampa per buah yang dihasilkan sebesar 381.5, 253.3, dan 127.2 butir per
buah. Penelitian Agustin et al. (2014) menunjukkan bahwa persilangan tetua
M23 x M13 menghasilkan rata-rata total benih per buah sebanyak 270 butir
dengan jumlah benih bernas 213.8 butir (79.19 %). Walaupun persentase benih
bernas dalam penelitian ini lebih rendah (66.8 %) dari Agustin et al. (2014),
namun rata-rata jumlah benih bernas per buah lebih tinggi (253.5 butir) yang
diduga karena ketersediaan boron pada tanah dalam penelitian ini cukup memadai.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bobot buah berkolerasi nyata
dengan rata-rata jumlah benih bernas yang dihasilkan (Gambar 5; P