Identifikasi pengaruh alih fungsi lahan pertanian terhadap jenis mata pencaharian masyarakat di Kelurahan Purwawinangun (Kabupaten Kuningan)

(1)

SURAT KETERANGAN

PENYERAHAN HAK EKSLUSIF

Yang bertanda tangan di bawah ini, penulis dan pihak pengelola penelitian menyatakan bersedia:

“Bahwa hasil penelitian dapat di online-kan sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk kepentingan riset dan pendidikan”.

Bandung, 28 Agustus 2013

Mengetahui,

Penulis Pembimbing

Ifan Muhamad Sofyan Dr. Lia Warlina, Ir., M.Si.


(2)

Perihal : Lembar Pernyataan Bukan Plagiat

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Ifan Muhamad Sofyan Nim : 1.06.09.010

Judul TA : Identifikasi Pengaruh Alih Fungsi Lahan Pertanian terhadap Jenis Mata Pencaharian Masyarakat di Kelurahan Purwawinangun (Kabupaten Kuninngan)

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan tindakan meniru, menyalin atau menjiplak Tugas Akhir/Karya Ilmiah yang telah ada. Apabila saya terbukti melakukan kegiatan tersebut, maka saya bersedia menerima sanksi yang diberikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dan berlaku di Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Komputer Indinesia.

Mengetahui,

Yang Memberi Pernyataan

Ifan Muhamad Sofyan NIM. 1.06.09.010


(3)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama : Ifan Muhamad Sofyan Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat, tanggal lahir : Kuningan, 09 Desember 1988

Agama : Islam

Kota/Kab. : Kab. Kuningan Suku Bangsa : Sunda Warga Negara : Indonesia

Alamat Kost : Kel. Cikutra Kec. Cibeunying Kidul-Bandung. Telephone : 081910063634

Email : vanmozo09@yahoo.com

Pendidikan

SD : SDN 3 Citangtu Kuningan (1996 - 2002) SMP : SMP Negeri 7 Kuningan (2002 - 2005) SMU : SMA Negeri 1 Kadugede (2005 - 2008) Perguruan Tinggi : UNIKOM Bandung (2009 - 2013)

(Program Sarjana S1 Perencanaan Wilayah dan Kota)

Pengalaman Organisasi

1) SMP 7 Kuningan : Anggota OSIS 2) SMAN 1 Kadugede : Anggota Paskibra


(4)

(Orang dan Barang) Di Kota Bandung. UNIKOM, Bandung 2010.

Studio Perencanaan Kota : Studi Pengembangan Kawasan Perkotaan Di Kota Banjar. UNIKOM, Bandung, 2011.

Studio Perencanaan Wilayah : Arahan Pengembangan Kecamatan Arjasari Berbasis Agroforestri. UNIKOM, Bandung 2012.

Kerja Praktik Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kabupaten Kuningan.

Pengalaman Seminar

Seminar Pembangunan Berbasis Syari’ah di UNIKOM Tahun 2009;

Seminar Pengelolaan dan Pembiayaan Manajemen Transportasi di UNIKOM Tahun 2010; Seminar Cyber City di UNIKOM Tahun 2011;

Seminar Pemecahan Rekor Muri dengan Peserta Terbanyak dan Waktu Terlama Merakit dan Instalasi PC Lab Hardware UNIKOM, 4 Januari 2013 (bersertifikat).

Kemampuan Komputer :

 Microsoft office (word, excel, powerpoint)

 ArcGIS

 Auto CAD

 Sketchup


(5)

LEMBAR PENGESAHAN

IDENTIFIKASI PENGARUH ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP JENIS MATA PENCAHARIAN MASYARAKAT DI KELURAHAN PURWAWINANGUN (KABUPATEN KUNINGAN)

TUGAS AKHIR

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Strata I Pada Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Ifan Muhamad Sofyan NIM. 1.06.09.010

Telah disetujui dan disahkan di Bandung sebagai Tugas Akhir pada tanggal: 28 Agustus 2013

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Lia Warlina, Ir., M.Si. NIP. 4127 70 17 006


(6)

IDENTIFIKASI PENGARUH ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP JENIS MATA PENCAHARIAN MASYARAKAT DI KELURAHAN PURWAWINANGUN (KABUPATEN KUNINGAN)

TUGAS AKHIR

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Strata I Pada Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Oleh :

IFAN MUHAMAD SOFYAN 1.06.09.010

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(7)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Tugas Akhir yang berjudul “Identifikasi Pengaruh Alih Fungsi Lahan Pertanian terhadap Jenis Mata Pencaharian Masyarakat di Kelurahan Purwawinangun (Kabupaten Kuningan)”. Laporan Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat akademis dalam menempuh ujian sidang sebagai proses penyelesaian studi Program Strata Satu (S1) Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota di Universitas Komputer Indonesia.

Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis menyadari betul bahwa tanpa adanya bantuan dari semua pihak tidak mungkin tugas akhir ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Lia Warlina, Ir., M.Si. yang telah membantu dan membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini, dan tidak lupa penulis juga mengucapkan banyak terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Kedua Orangtuaku tercinta. Terimakasih banyak atas segala bantuan,

dorongan, semangat serta do’a agar bisa menyelesaikan studi di Jurusan

Perencanaan Wilayah dan Kota di Universitas Komputer Indonesia.

2. Buat Kakak-kakakku, My Brother (Dede) dan My Sist (Rahma). Terimakasih atas banyaknya bantuan, dorongan serta doa yang telah diberikan.

3. Bapak Dr. Eddy Soeryanto Soegoto, Ir., M.Sc., selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.

4. Bapak Prof. Dr. H. Denny Kurniadie, Ir., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer.

5. Ibu Rifiati Safariah ST., MT. selaku Ketua Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini.


(8)

6. Bapak Tatang Suheri ST., MT. selaku Dosen Wali Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota angkatan 2009.

7. Ibu Ir. Romeiza Syafriharti, MT. serta seluruh dosen pengajar khususnya jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota yang sudah banyak membagi berbagai ilmu serta pengalaman berharganya kepada penulis.

8. Teh Fitri, yang telah memberi kemudahan dalam mengurus surat-surat izin. 9. My Wife (Indira Panca Dwiguna J.) yang selalu setia dan memberi

dukungan, doa serta semangat. Terimakasih atas semua keikhlasan dan ketulusan yang telah diberikan.

10. Buat sahabat – sahabat kampus khususnya Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota angkatan 2009 (Alfan, Tian, Arif, Ryan, Angga, Ichi, Deni, Rizal, Syarief, Yogi, Ridho, Tommy, Meiske, Marga). Terima kasih untuk kerjasama dan kebersamaannya semoga pertemanan ini semakin erat.

11. Semua alumni dan mahasiswa Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota. Terima kasih untuk kebersamaannya selama kuliah serta doanya.

12. Internet yang telah memberikan berbagai informasi kepada penulis.

13. Segala sumber-sumber terkait yang telah memberikan kecerahan dan pemahaman berarti sehingga membuat penulis lebih mengerti.

Penulis berharap semoga segala niat baik pada semua pihak yang tersebut diatas dibalas setimpal oleh Allah SWT. Penulis menyadari betul bahwa dalam penyusunan laporan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi isi maupun cara penyusunannya. Untuk itu penulis selalu terbuka terhadap saran dan kritik dari berbagai pihak yang bersifat membangun demi penyempurnaan laporan tugas akhir ini. Semoga laporan tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi para mahasiswa Universitas Komputer Indonesia Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota pada khusunya dan dapat memberikan hasil guna untuk para pembaca pada umumnya.

Bandung, Agustus 2013 Penulis

Ifan Muhamad Sofyan NIM: 1.06.09.010


(9)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan dan Sasaran ... 3

1.3.1 Tujuan ... 3

1.3.2 Sasaran ... 3

1.4 Ruang Lingkup ... 3

1.4.1 Lingkup Wilayah ... 3

1.4.2 Lingkup Materi ... 4

1.5 Metodologi Penelitian ... 6

1.5.1 Metodologi Pengumpulan Data ... 6

1.5.2 Kerangka Pemikiran ... 8

1.5.3 Matriks Variabel Penelitian ... 11

1.6 Sistematika Penulisan ... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 16

2.1 Tata Guna Lahan ... 16

2.1.1 Tata Guna Lahan di Wilayah Perkotaan ... 17

2.1.2 Pola Tata Guna Lahan Perkotaan ... 18

2.1.3 Konsolidasi Lahan di Wilayah Perkotaan ... 20

2.2 Lahan Pertanian ... 21

2.2.1 Penguasaan Lahan Pertanian di Indonesia ... 21

2.2.2 Status Penguasaan Lahan Pertanian ... 27


(10)

2.3 Kegiatan Perekonomian ... 33

2.3.1 Prasarana Sosial Ekonomi ... 34

2.3.2 Mata Pencaharian ... 36

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH ... 42

3.1 Kondisi Geografis ... 43

3.1.1 Ketinggian Wilayah ... 43

3.1.2 Jenis dan Kesuburan Tanah ... 43

3.1.3 Iklim ... 43

3.2 Kependudukan ... 43

3.3 Kondisi Perekonomian ... 47

3.3.1 Pertanian ... 47

3.3.2 Sarana Perekonomian ... 49

3.4 Kondisi Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial ... 50

3.4.1 Fasilitas Umum ... 51

3.4.2 Fasilitas Sosial ... 51

3.5 Identifikasi Alih Fungsi Lahan Pertanian Kelurahan Purwawinangun ... 54

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58

4.1 Identifikasi Responden Kelurahan Purwawinangun ... 58

4.1.1 Identifikasi Responden Kelurahan Purwawinangun Berdasarkan Usia ... 58

4.1.2 Identifikasi Responden Berdasarkan Kepemilikan Lahan Pertanian Tahun 2003 dan Tahun 2013 ... 60

4.2 Identifikasi Pengaruh Alih Fungsi Lahan Pertanian Masyarakat Kelurahan Purwawinangun ... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

5.1 Kesimpulan ... 72

5.2 Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74


(11)

74

A. Buku Teks

Jayadinata, T. Johara (1999). Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan dan Wilayah. Institut Teknologi Bandung. Nurmala, dkk (2012). Pengantar Ilmu Pertanian. Graha Ilmu. Yogyakarta. Rosyidi, Suherman (1996). Pengantar Toeri Ekonomi Pendekatan kepada

Teori Ekonomi Mikro dan Makro.PT. Rajagrafindo Persada.Jakarta.

B. Peraturan Perundang-undangan, Laporan dan Buku Rencana

BPS Provinsi (2006, 2009). Kecamatan Kuningan dalan Angka Tahun 2006 dan 2009. Badan Pusat Statistik, Kabupaten Kuningan.

Kantor Kelurahan. 2012.Data Penggunaan Lahan dan Data Ketenagakerjaan Kelurahan Purwawinangun Tahun 2003-2012.Kecamatan Kuningan Kabupaten Kuningan.

Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan (2011). Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan.Buku Rencana.

Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan (2005).Rencana Umum Tata Ruang Kota Kuningan sampai dengan Tahun 2013.Buku Rencana.

Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan (2011). “Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kuningan Tahun 2011-2031”. Buku Rencana.

C. Laporan Akhir

Apriyana, Nana (2011).Kebijakan Pengendalian Konversi Lahan Pertanian dalam Rangka Mempertahankan Ketahanan Pangan Nasional (Studi Kasus: Pulau Jawa).KPPN/Bappenas.

Fauzia, Lily (2004). Pengaruh Alih Fungsi Lahan Pertanian terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat (Studi Kasus di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang). (Tesis) Program Pasca Sarjana Universitas Sumatra Utara.

Iqbal, M dan Sumaryanto (2007). Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Bertumpu Pada Partisipasi Masyarakat.(Laporan Penelitian) Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor.


(12)

Kaeksi Retno W. dan Anna Alif N (2011). Pertumbuhan Penduduk, Alih Fungsi Lahan, dan Perubahan Struktur Mata Pencaharian Penduduk Tahun 1997 dengan 2002 di Daerah Sukoharjo.(Laporan Penelitian) Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Lestari, Tri (2009). Dampak Konversi Lahan Pertanian Bagi Taraf Hidup

Petani. Laporan Penelitian Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor.

Massardy, Egi (2009). Pengaruh Perubahan Struktur Lahan Agraria Akibat Konversi Lahan terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus Desa Tambak, Kecamatan Kibin, Kabupaten Serang, Propinsi Banten).(Laporan Penelitian) Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat IPB.

Munir, Misbahul (2008). Hubungan Antara Konversi Lahan Pertanian dengan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani.(Skripsi) Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Murniningtyas, Endah (2006). Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian. Direktorat Pangan dan Pertanian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.

Puspasari, Anneke (2012). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Dampaknya terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus Desa Kondangjaya, Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang).(Laporan Penelitian) Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Sembiring, Karyawanta (2004). Pengaruh Alih Fungsi Lahan terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Kecamatan Medan Tuntungan.(Tesis) Program Pasca Sarjana Magister Sains Universitas Sumatra Utara.

Sihaloho, Martua (2004). Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Struktur Agraria. (Tesis) Sekolah Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Silitonga, Edward (1997). Perubahan Mata Pencaharian Penduduk Pedesaan Akibat Pembangunan Waduk Kedung Ombo (Studi Kasus Waduk Kedung Ombo, Jawa Tengah).(Tesis) Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Bandung.

D. Media Elektronik:

Amirin, Tatang M. 2011. Populasi dan Sampel Penelitian 4: Ukuran Sampel Rumus Slovin. Tatangmanguny.wordpress.com.


(13)

Mubyarto (1990). Tempo, Volume 20. Badan Usaha Jaya Press Jajasan Jaya Raya. www.googlebooks.com

Soefaat (1997). Kamus Tata Ruang edisi 1. Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia.


(14)

1

Pada bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup yang terbagi menjadi dua yaitu ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi, metode penelitian, dan kerangka pemikiran.

1.1 LATAR BELAKANG

Lahan merupakan salah satu unsur utama bagi manusia beraktivitas dalam menunjang kelangsungan hidupnya. Salah satu aktivitas manusia tersebut yaitu pemanfaatan lahan dalam bercocok tanam. Namun seiring dengan perkembangannya, penggunaan lahan untuk bercocok tanam mulai berkurang terutama di wilayah perkotaan. Lahan pertanian di kawasan perkotaan cepat atau lambat akan berubah fungsinya yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan perdagangan dan jasa.

Kelurahan Purwawinangun merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Kuningan Kabupaten Kuningan yang letaknya berada di tengah perkotaan yang strategis sehingga memiliki daya tarik baik untuk dijadikan kawasan tempat tinggal maupun kawasan komersial. Dengan lokasinya yang strategis itu tentunya akan berpengaruh terhadap lahan pertanian di Kelurahan Purwawinangun yang kondisi lahannya terancam. Berdasarkan hasil wawancara Kepala Kelurahan Purwawinangun luas lahan pertanian akhir-akhir ini semakin berkurang tiap tahunnya bahkan hampir lebih dari 1 Ha lahan pertanian beralih fungsi menjadi lahan permukiman, prasarana umum dan pembangunan infrastruktur jalan.Pada tahun 2006 pemerintah daerah telah menyelesaikan pembangunan jalan kolektor primer yaitu Jl. Ir. Soekarno (jalan lingkar Pramuka-Cirendang-Cijoho) dengan panjang jalan yang melewati Kelurahan Purwawinangun sekitar 2 Km dan lebar jalan sekitar 8 meter. Jalan Kolektor Primer ini yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi serta mempunyai peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan wilayah dengan menghubungkan


(15)

berbagai simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. Pembangunan jalan Ir. Soekarno ini merupakan prasarana transportasi yang memiliki peran penting sebagai akses pendukung terutama dalam bidang perekonomian yang mestinya mendorong masyarakat setempat menjadi berkembang dalam matapencahriannya. Selain itu, pemerintah daerah membangun sarana umum seperti Masjid Islamic Center dan arena pacuan kuda yang lokasinya tidak jauh dari Jl. Ir. Soekarno di Kelurahan Purwawinangun serta adanya perumahan baru yang letaknya berbatasan dengan Kelurahan Cigintung dengan salah satu akses jalannya bisa melewati Jl. Ir. Soekarno (terusan ke arah Cirendang). Pembangunan tersebut tentunya akan berdampak terhadap masyarakat setempat yang bermatapencaharian sebagai petani. Berdasarkan hasil wawancara (Kantor Kelurahan Purwawinangun) bahwa penduduk yang bermatapencaharian sebagai petani semakin berkurang dan sebagian besar beralih menjadi pekerja buruh/swasta.

Alih fungsi lahan pertanian yang terjadi di Kelurahan Purwawinangun bila dilihat dari kebijakan pemerintah daerah mengenai Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kuningan Tahun 2011 ternyata sudah sesuai peruntukannya. Kebijakan tersebut berisi bahwa Kelurahan Purwawinangun merupakan kawasan peruntukan industri kecil (home industry), bisnis regional, jasa pariwisata, dan pendidikan tinggi. Sehingga alih fungsi lahan pertanian di Kelurahan Purwawinangun telah sejalan dengan kebijakan pemerintah setempat.

Oleh karena itu, alih fungsi lahan pertanian di Kelurahan Purwawinangun berpengaruh terhadap mata pencaharian masyarakat setempat terutama masyarakat yang bekerja di bidang pertanian berubah menjadi bidang non-pertanian. Sehingga permasalahan tersebut menarik untuk dijadikan penelitian.

1.2 RUMUSAN MASALAH :

Dengan adanya alih fungsi lahan pertanian di Kelurahan Purwawinangun Kabupaten Kuningan mengakibatkan munculnya permasalahan yaitu :

 Bagaimana karakteristik perubahan guna lahan Kelurahan Purwawinangun.  Bagaimana karakteristik masyarakat sebagai pemilik lahan pertanian.


(16)

 Bagaimana pengaruh terjadinya alih fungsi lahan pertanian di kawasan Kelurahan Purwawinangun terhadap jenis mata pencaharian masyarakat.

1.3 TUJUAN DAN SASARAN

1.3.1 Tujuan

Tujuan dari studi penelitian ini ialah “Mengidentifikasi Pengaruh Alih Fungsi Lahan Pertanian terhadap Jenis Mata Pencaharian Masyarakat” di Kelurahan Purwawinangun Kabupaten Kuningan.

1.3.2 Sasaran

Adapun sasaran yang dapat dilakukan demi mencapai tujuan di atas yaitu:

 Teridentifikasinya karakteristik perubahan guna lahan Kelurahan Purwawinangun.

 Teridentifikasinya karakteristik masyarakat sebagai pemilik lahan pertanian.  Teridentifikasinya pengaruh terjadinya alih fungsi lahan pertanian di kawasan

Kelurahan Purwawinangun terhadap jenis mata pencaharian masyarakat.

1.4 RUANG LINGKUP

Ruang lingkup penelitian akan terbagi menjadi dua bagian yaitu ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi yang akan dijelaskan pada sub bab berikut ini :

1.4.1 Lingkup Wilayah

Ruang lingkup wilayah yang menjadi studi ini yaitu di Kelurahan Purwawinangun yang merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Kuningan Kabupaten Kuningan dengan lokasi penelitian mencakup seluruh wilayah Kelurahan Purwawinangun.

Kelurahan Purwawinangun merupakan salah satu kawasan perkotaan di Kecamatan Kuningan yang terletak dibagian tengah Kecamatan Kuningan dengan luas wilayah mencapai 235,7 Ha. Berdasarkan letak wilayahnya, Kelurahan Purwawinangun berbatasan dengan:

 Sebelah Utara : Kelurahan Cigintung dan Kelurahan Cijoho


(17)

 Sebelah Timur : Kelurahan Awirarangan dan Kelurahan Kuningan

 Sebelah Barat : Kelurahan Winduherang

Secara administratif Kelurahan Purwawinangun terdiri atas 51 Rukun Tetangga, 5 Rukun Warga dan 5 dusun/lingkungan dengan mayoritas mata pencaharian penduduk dari sektor jasa. Untuk lebih jelasnya, lingkup wilayah studi akan dipaparkan pada Gambar I.1 dan Gambar I.2.

1.4.2 Lingkup Materi

Lingkup materi dalam penelitian ini ditekankan pada pengaruh alih fungsi lahan pertanian terhadap matapencaharian masyarakat Kelurahan Purwawinangun Kecamatan Kuningan Kabupaten Kuningan yang dikaji dari beberapa aspek diantaranya:

a. Aspek kependudukan: pertumbuhan penduduk 10 tahun terakhir yang diambil dari tahun 2003 sampai tahun 2013.

b. Aspek tata guna lahan: tingkat perubahan penggunaan lahan 10 tahun terakhir yang diambil tahun 2003 dan tahun 2013.

c. Aspek kondisi perekonomian: jumlah mata pencaharian pokok penduduk setempat 10 tahun terakhir yang diambil tahun 2003 dan tahun 2013.

GambarI.1

Lingkup Wilayah Analisis


(18)

Gambar I.2


(19)

1.5 METODOLOGI PENELITIAN

Untuk mencapai tujuan penelitian diperlukan metode penelitian yang tepat agar dapat memperoleh data yang relevan serta pelaksanaan penelitian yang tepat. Metode yang dimaksud adalah metode pengumpulan data.

1.5.1 Metodologi Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam metode pengumpulan data studi ini yaitu survei data primer dan data sekunder.

a. Survei Data Primer

Survei data primer merupakan informasi yang diperoleh dari sumber-sumber primer atau informasi dari tangan pertama atau responden. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara:

 Observasi Lapangan

Observasi lapangan yaitu peneliti memperoleh data secara langsung dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap kejadian/ persoalan yang ada pada objek penelitian.

 Wawancara

Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi secara langsung dengan tujuan untuk mendapatkan informasi penting yang berhubungan dengan penelitian. Wawancara dilakukan terhadap penduduk atau tokoh masyarakat di lingkungan wilayah penelitian.

 Penyebaran kuisioner

Penyebarankuisioner dilakukan dengan mendatangi langsung dan menyerahkan form isian kepada masyarakat (responden) setempat yaitu di sekitar Kelurahan Purwawinangun. Untuk menentukan berapa jumlah penyebaran quisioner yang akan dilakukan maka diperlukan sampel sebagai wakil dari populasi. Sampel tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan rumus slovin (dalam Amirin, 2011). Rumus Slovin digunakan untuk menentukan berapa minimal sampel yang dibutuhkan jika ukuran populasi telah diketahui dengan pasti. Berikut adalah Rumus Slovin yang digunakan:


(20)

n = Ukuran Sampel N = Ukuran Populasi

e = Persentase kelonggaran ketelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir (e = 0,10).

Tabel I.1

Jumlah Penduduk Kelurahan Purwawinangun

Tahun Jumlah

2013 13.632 Jiwa

Sumber: Kantor Kelurahan Purwawinangun

Berdasarkan Rumus Slovin dengan populasi sebanyak 13.632 jiwa dan nilai kritis atau batas ketelitian yang diinginkan 10%, maka jumlah sampel yang diperoleh adalah:

Maka sampel yang akan dilakukan dalam penyebaran quisioner terhadap masyarakat (responden) setempat dibulatkan menjadi100responden. b. Survei Data Sekunder

Survei data sekunder dilakukan untuk memberikan gambaran secara umum tentang hal hal yang berkaitan dengan objek dari penelitian yang diperoleh dari beberapa Instansi Pemerintahan yang terkait, serta laporan hasil studi terdahulu yang berhubungan dengan penelitian. Survei data sekunder dapat dilakukan antara lain:

 Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan yaitu mencari data yang diperoleh dengan cara membaca buku-buku serta literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian.


(21)

 Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi yaitu peneliti melakukan kajian terhadap data yang diperoleh melalui media gambar, peta, dan dokumen-dokumen lainnya.

1.5.2 Kerangka Pemikiran

Gambar 1.3 Kerangka Pemikiran

 Karakteristik perubahan guna lahan Kelurahan Purwawinangun.

 Karakteristik masyarakat sebagai pemilik lahan pertanian.

 Pengaruh terhadap mata pencaharian masyarakat. Permasalahan Kondisi Awal (2003) Alih Fungsi Lahan Non-Pertanian Kawasan Perkotaan Kondisi Eksisting (2013) Lahan Pertanian Sasaran

 Teridentifikasinya karakteristik perubahan guna lahan Kelurahan Purwawinangun.

 Teridentifikasinya karakteristik masyarakat sebagai pemilik lahan pertanian.

 Teridentifikasinya pengaruh alih fungsi lahan pertanian terhadap mata pencaharian masyarakat.

Kesimpulan Pembangunan Sarana dan

Prasarana (Jl. Kolektor Primer, Masjid Islamic Center dan Permukiman).

 Perda Kab. Kuningan No. 26 Tahun 2011 tentang RTRW Kab. Kuningan Tahun 2011-2031.

 Perda Kab. Kuningan No. 3 Tahun 2005 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota Kuningan s/d Tahun 2013.

 RDTR Kawasan Perkotaan Kuningan Tahun 2011.


(22)

Kelurahan Purwawinangun merupakan bagian dari wilayah perkotaan Kuningan yang sebelumnya yaitu pada tahun 2003 memiliki lahan pertanian yang luas. Namun kondisi eksisting yaitu tahun 2013 terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan bukan pertanian. Beberapa alih fungsi lahan pertanian yang terjadi di Kelurahan Purwawinangun yaitu terbangunnya prasarana dan sarana seperti Jalan Kolektor Primer, Masjid Islamic Center dan perumahan/ permukiman. Hal tersebut tentunya akan berkaitan dengan kebijakan pemerintah setempat yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan No.26 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Kuningan Tahun 2011-2031 dan Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan No. 3 Tahun 2005 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota Kuningan s/d Tahun 2013. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kuningan Tahun 2011-2031 mengenai Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Wilayah yaitu sistem prasarana utama berupa sistem jaringan transportasi darat yangmana salah satu rencana pengembangan jalan yaitu jalan kolektor primer. Jalan kolektor primer ini terkait dengan pembangunan Jalan Kolektor Primer di Kelurahan Purwawinangun (Jl. Ir. Soekarno atau jalan lingkar Pramuka-Cirendang-Cijoho). Selain itu dalam Rencana Umum Tata Ruang Kota Kuningan sampai dengan tahun 2013 bahwa Kelurahan Purwawinangun termasuk dalam Bagian Wilayah Kota I (Pusat Kota) dengan fungsi sebagai kawasan perdagangan dan jasa, perkantoran kecamatan, pelayanan sosial dan pariwisata dan Sub Bagian Wilayah Kota III-2 yang fungsinya mencakup kawasan perumahan, agroindustri, pariwisata dan konservasi. Dengan demikian pembangunan Masjid Islamic Center dan Perumahan/permukiman di Kelurahan Purwawinangun berkaitan dengan Peraturan Daerah tersebut yaitu tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota Kuningan sampai dengan tahun 2013.Alih fungsi lahan pertanian di Kelurahan Purwawinangun sudah sejalan dengan kebijakan pemerintah daerah mengenai Rencana Detai Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kuningan Tahun 2011 bahwa Kelurahan Purwawinangun diperuntukan sebagai kawasan industri kecil (home industry), bisnis regional, jasa pariwisata, dan pendidikan tinggi.

Adapun permasalahan yang ditimbulkan akibat dari alih fungsi lahan pertanian di Kelurahan Purwawinangun seperti karakteristik perubahan guna lahan Kelurahan Purwawinangun, karakteristik masyarakat sebagai pemilik lahan


(23)

pertanian dan pengaruh alih fungsi lahan pertanian terhadap mata pencaharian masyarakat. Adapun sasaran yang diperoleh dari permasalahan tersebut yaitu teridentifikasinya karakteristik perubahan guna lahan Kelurahan Purwawinangun pada tahun 2003 sebagian besar lahan pertanian dan tahun 2013 berubah menjadi lahan permukiman, teridentifikasinya karakteristik masyarakat sebagai pemilik lahan pertanian yang sebagian besar masyarakat mengalihfungsikan lahan pertaniannya untuk dijadikan permukiman dan dijadikan tempat usaha, dan teridentifikasinya pengaruh alih fungsi lahan pertanian terhadap mata pencaharian masyarakat terutama masyarakat yang bekerja di bidang pertanian berubah kebidang non pertanian. Dari sasaran yang diperoleh tersebut maka dapat ditarik kesimpulan.


(24)

1.5.3 Matriks VariabelPenelitian

Karakteristik Variabel Tahun

2003

Tahun 2013

Tujuan dan

Sasaran Sumber Data Pustaka

Responden Identitas Responden

1.Nama 2.Umur

3.Jenis Kelamin 4.Tempat Tinggal 5.Pendidikan Terakhir :

tidak sekolah

tidak tamat SD

tamat SD/sederajat

tamat SMP/sederajat

tamat SMA/sederajat

Sarjana/ pascasarjana

Mengetahui karakteristik masyarakat di Kelurahan Purwawinangun Kec. Kuningan Kab. Kuningan.

Data Primer : penyebaran kuisioner Munir (2008). Penggunaan Lahan Responden

 Luas lahan yang dimiliki

 Jenis pertanian

 Status Lahan

 Alih fungsi lahan

 Alasan tetap atau alih fungsi lahan

1.Apakah responden memiliki lahan (pertanian). Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya alih fungsi lahan pertanian di Kelurahan Purwawinangun.

Data primer : informan (Aparat kelurahan, tokoh masyarakat dan warga setempat dan responden). Data Sekunder : data -data dari instansi terkait (Kantor Kelurahan, BPS dan lainnya). Jayadinata (1999), Nurmala dkk. (2012), Sihaloho (2004),

2.Jenis pertanian:

 lahan pertanian basah; sawah irigasi, sawah tadah hujan, tambak, kolam.

 lahan pertanian kering; pekarangan, tegalan, kebun, ladang, hutan.

3.Berapa luas lahan (pertanian) yang dimiliki responden.

4.Status lahan yang dimiliki responden:


(25)

Karakteristik Variabel Tahun 2003

Tahun 2013

Tujuan dan

Sasaran Sumber Data Pustaka

guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah dan memungut hasil hutan, hak gadai, hak garapan, hak ulayat. 5.Ada atau tidaknya bagian lahan

yang di konversi. 6.Alasan responden tidak

mengkonversi lahan (pertanian):

 sebagai sumber mata pencaharian

 lahan produktif

 tidak ada tawaran dari pihak swasta/ pemerintah

7.Alasan responden

mengkonversi lahan (pertanian):

dijadikan permukiman

dijadikan tempat usaha

dijual untuk kebutuhan hidup

lahan tidak produktif

adanya tawaran dari pihak swasta/ pemerintah

8.Berapa persentase lahan yang di konversi dari total lahan yang dimilki. Jenis Mata Pencaharian Responden  Pekerjaan  Perubahan Pekerjaan

1. Jenis pekerjaan yang dimiliki responden :

 petani

 buruh tani

Mengetahui kondisi Mata Pencaharian Masyarakat Kelurahan

Data Primer : Data primer : informan (Aparat

Mubyarto (1990),


(26)

Karakteristik Variabel Tahun 2003

Tahun 2013

Tujuan dan

Sasaran Sumber Data Pustaka  buruh industri

 usaha industri

 pedagang

 pekerjaan angkutan

 pekerjaanbangunan

 pekerjaan jasa

 profesional (PNS, TNI, polisi, tenaga kesehatan, dll.)

Purwawinangun kelurahan, tokoh masyarakat dan warga setempat dan responden). Data Sekunder : data -data dari instansi terkait (Kantor

Kelurahan, BPS dan lainnya).

(1997).

2. Alasan responden jika mengalami perubahan pekerjaan:

 adanya alih fungsi lahan pertanian

 adanya peluang usaha

 kurang tersedianya lapangan kerja

 tidak memiliki modal untuk usaha sendiri

 sudah tidak memungkinkan bekerja karena faktor usia


(27)

Matriks variabel penelitian ini bertujuan untuk memeperoleh data-data yang dibutuhkan. Adapaun beberapa karakteristik dan variabel-variabel yang digunakan yaitu :

1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden bertujuan untuk mengetahui karakter masyarakat di Kelurahan Purwawinangun dengan melalui variabel identitas responden seperti nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, dan pendidikan terakhir.

2. Karakteristik Penggunaan Lahan

Karakteristik penggunaan lahan bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya alih fungsi lahan pertanian di Kelurahan Purwawinangun dengan melalui beberapa variabel yaituluas lahan pertanian yang dimiliki responden, jenis pertanian apa yang ditanami, status lahan yang dimiliki responden, penyebab terjadi atau tidaknya alih fungsi lahan pertanian beserta alasannya terhadap responden.

3. Karakteristik Jenis Mata Pencaharian Responden

Karakteristik jenis mata pencaharian responden bertujuan untuk mengetahui jenis mata pencaharian masyarakat Kelurahan Purwawinangun dengan melalui variabel dari jenis pekerjaan yang dimiliki dan alasan responden jika mengalami perubahan pada pekerjaannya itu.

1.6 SISTEMATIKA PENULISAN

Dalam pembuatan laporan tugas akhir ini, untuk mempermudah penulisan agar lebih terarah, maka penulis menggunakan kerangka sebagai berikut:

BAB 1 : PENDAHULUAN

Bab ini membahas secara garis besar mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup, metodologi penelitian serta sistematika penulisan.


(28)

BAB II : TNJAUAN PUSTAKA

Bab ini membahas kajian literatur yang dipergunakan untuk mendukung materi dalam penyusunan laporan tugas akhir.

BAB III : GAMBARAN UMUM WILAYAH

Bab ini berisikan tentang gambaran umum wilayah analisis mengenai kondisi geografis, kependudukan, kondisi perekonomian, kondisi fasilitas umum dan sosial serta identifikasi alih fungsi lahan pertanian Kelurahan Purwawinangun.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan mengenai hasil dan pembahasan data yang diperoleh dari responden yang berkaitan dengan judul laporan tugas akhir.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran terhadap isi Laporan Tugas Akhir, saran dan masukan yang diberikan merupakan saran yang bersifat membangun.


(29)

16

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan beberapa kajian teoritis dari literature yang terkait dengan studi ini yaitu tata guna lahan, lahan pertanian, dan kegiatan perekonomian.

2.1 TATA GUNA LAHAN

Guna lahan (land use) merupakan wilayah yang digunakan untuk aktivitas manusia di sebagian permukaan bumi. Tata guna lahan dapat diartikan sebagai suatu upaya dalam merencanakan penggunaan lahan di suata kawasan dengan meliputi pembagian fungsi-fungsi wilayah tertentu, misalnya fungsi permukiman, fungsi peerdagangan dan lain-lain.

Menurut Jayadinata (1999) tata guna lahanialah pengaturan penggunaan lahan yang dalam penggunaannya meliputi penggunaan permukaan bumi di daratan dan penggunaan permukan bumi di lautan. Penggunaan lahan dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yakni:

Nilai keuntungan, dihubungkan dengan tujuan ekonomi yang dapat dicapai dengan jual-beli lahan di pasaran bebas;

Nilai kepentingan umum, berhubungan dengan pengaturan untuk masyarakat umum dalam perbaikan kehidupan masyarakat;

Nilai sosial, merupakan hal yang mendasar bagi kehidupan misalnya sebidang lahan yang dipelihara, pusaka, peninggalan dan sebagainya) dan yang dinyatakan oleh penduduk dengan perilaku yang berhubungan dengan pelestarian, tradisi, kepercayaan, dan sebagainya.

Rosyidi (1996) menambahkan bahwa lahan adalah segala sumber asli yang bisa menjadi faktor produksi dan berasal dan atau tersedia dari alam tanpa usaha manusia yang antara lain meliputi:

₋ Tenaga penumbuh yang ada di dalam lahan, baik untuk pertanian, perikanan, maupun pertambangan;

₋ tenaga air, baik untuk pengairan, pegaraman, maupun pelayaran, termasuk juga air yang dipakai sebagai bahan pokok oleh Perusahaan Air Minum;


(30)

₋ ikan dan mineral, baik ikan dan mineral darat (sungai, danau, tambak, dan sebagainya) maupun ikan dan mineral laut;

₋ lahan yang diatasnya didirikan bangunan;

₋ binatang ternak dan binatang-binatang bukan ternak;

₋ dan lain-lainnya seperti bebatuan dan kayu-kayuan.

Tutupan Lahan (land cover) adalah wilayah vegetasi atau nonvegetasi yang merupakan bagian dari permukaan bumi. Penentuan tipe-tipe tata guna lahan dan tutupan lahan dapat dilakukan dengan cara pengamatan dari citra satelit, foto udara, dan diperlukan juga pengecekan ke lapangan. Landscape adalah bentang alam yg mencakup daerah luas atau terbatas. Bentang alam tersebut bisa berupa alami atau budidaya manusia. Landscape juga bisa diartikan sebagai pemandangan yang dilihat oleh seorang pengamat atau lingkungan yang ditempati manusia dan mahluk hidup lainnya (Soefaat, 1997).

Sihaloho (2004) membedakan penggunaan lahan ke dalam tiga kategori, yaitu:

1. Masyarakat yang memiliki tanah luas dan menggarapkan tanahnya kepada orang lain; pemilik tanah menerapkan sistem sewa atau bagi hasil.

2. Pemilik tanah sempit yang melakukan pekerjaan usaha tani dengan tenaga kerja keluarga, sehingga tidak memanfaatkan tenaga kerja buruh tani.

3. Pemilik tanah yang melakukan usaha tani sendiri tetapi banyak memanfaatkan tenaga kerja buruh tani, baik petani bertanah sempit maupun bertanah luas.

2.1.1 Tata Guna Lahan di Wilayah Perkotaan

Dalam pengertian geografis, kota ialah suatu tempat yang penduduknya rapat, rumah-rumah yang berkelompok dengan mata pencaharian penduduknya bukan pertanian. Dalam pengertian yang lebih umum, yang dimaksud dengan kota ialah tempat yang mempunyai prasaran kota seperti adanya bangunan-bangunan besar, banyaknya perkantoran, jalan yang lebar-lebar, pasar yang luas dan pertokoannya, jaringan listrik dan jaringan pipa air minum, dan sebagainya.

Pada umumnya kota bersifat mandiri sehingga penduduk didalamnya bukan hanya bertempat tinggal saja akan tetapi bekerja mencari nafkah dan berekreasi di kota itu sendiri. Dengan demikian kota dapat menyediakan berbagai


(31)

fasilitas bagi kehidupan sosial maupun ekonomi sehingga penduduk di dalam kota dapat bekerja, bererkreasi dan bertempat tinggal di dalam kota. Selain itu, kota berfungsi sebagai tempat pelayanan pemasaran, kegiatan industri, peribadatan, pendidikan, dan sebagainya (Jayadinata, 1999).

2.1.2 Pola Tata Guna Lahan Perkotaan

Dalam pola tata guna lahan yang berhubungan dengan nilai ekonomi, terdapat beberapa teori diantaranya:

Teori Jalur Sepusat atau Teori Konsentrik (Concentric Zone Theory) E. W. Burgess, mengemukakan bahwa kota terbagi sebagai berikut :

(1) Pada lingkaran dalam terletak pusat kota (central business district atau CBD) yang terdiri atas: bangunan-bangunan kantor, hotel, bank, bioskop, pasar dan toko pusat perbelanjaan;

(2) Pada lingkaran tengah pertama terdapat jalur alih: rumah-rumah sewaan, kawasan industri, perumahan buruh;

(3) Pada Lingkaran tengah kedua terletak jalur wisma buruh, yakni kawasan perumahan untuk tenaga kerja pabrik;

(4) Pada lingkaran luar terdapat jalur wadyawisma, yaitu kawasan perumahan yang luas untuk tenaga kerja halus dan kaum madya (middle class);

(5) Di luar lingkaran terdapat jalur pendugdag (jalur ulang-alik): sepanjang jalan besar terdapat perumahan masyarakat golongan madya (menengah) dan golongan atas.

Gambar II.1 Teori Jalur Terpusat


(32)

Teori Sektor (Sector theory) menurut Humer Hoyt bahwa kota tersusun sebagai berikut:

(1) Pada lingkaran pusat terdapat pusat kota (CBD);

(2) Pada sektor tertentu terdapat kawasan industri ringan dan kawasan perdagangan;

(3) Merupakan kawasan tempat tinggal kaum buruh;

(4) Agak jauh dari pusat kota dan sektor industri serta perdagangan, terletak sektor madyawisma (kaum madya/ kelas menengah)

(5) Sektor adiwisma (kawasan tempat tinggal golongan atas).

GambarII.2 Teori Sektor

Teori Pusat Lipatganda (Multiple Nuclei Concept) menurut R. D Mc-Kenzei menerangkan bahwa kota meliputi: pusat kota, kawasan kegiatan ekonomi, kawasan hunian, dan pusat lainnya. Untuk teori ini umumnya berlaku di kota-kota yang agak besar.

Dalam Teori Pusat Lipatganda (Multiple Nuclei Concept) Kota terdiri atas: (1) Pusat kota atau CBD;

(2) Kawasan niaga dan industri ringan;

(3) Kawasan murbawisma atau tempat tinggal berkualitas rendah;

(4) Kawasan madyawisma, tempat tinggal berkualitas sedang/ menengah; (5) Kawasan adiwisma, tempat tinggal berkualitas tinggi;

(6) Pusat indutri berat;


(33)

(8) Kawasan golongan menengah dan golongan atas; (9) Kawasan industri (sub urban).

Gambar II.3 Teori Pusat Lipat Ganda Sumber: Jayadinata, 1999

2.1.3 Konsolidasi Lahan di Wilayah Perkotaan

Jayadinata (1999) menjelaskan bahwa konsolidasi lahan merupakan salah satu model pembangunan dalam bidang pertanahan yang mencakup wilayah perkotaan dan wilayah pertanian dengan tujuan mengoptimasikan penggunaan lahan dalam hubungan dengan pemanfaatan, peningkatan produktivitas, dan konservasi bagi kelestarian lingkungan. Konsolidasi lahan perkotaan dilakukan melalui pemetakan dan pengaturan kembali lahan yang tersebar dan tidak teratur kemudian mengembalikan kepada pemiliknya dengan kondisi yang sudah teratur dan dilengkapi dengan prasarana. Tujuan dari konsolidasi lahan yaitu mengembangkan kota secara lebih terkontrol dan meningkatkan pengembangan kota secara adil dan bernilai sosial.

Adapun aturan-aturan konsolidasi lahan yaitu:

₋ Pemetakan kembali secara wajib atau penyesuaian kembali yaitu pengturan bentuk dan luas (petak) yang harus sesuai dengan lokasi dan rencana lokal.

₋ Penjualan lahan bertahap secara wajib, maksudnya Pemerintah membeli lahan dari pemilik setelah diadakan pengaturan petak maka tanah itu dijual kembali kepada orang/badan yang membutuhkan.


(34)

₋ Konsolidasi lahan pertanian dan kehutanan bagi pengembangan kota lahan pertanian atau lahan kehutanan dengan persetujuan pemiliknya, dijual dan digunakan bagi fungsi perkotaan.

Keuntungan konsolidasi lahan dari segi sosial yaitu :

₋ Pemilik lahan akan memperoleh kembali tanahnya berupa petak/ kavling yang lebih teratur dan dekat dengan prasarana lingkungan,

₋ Lahan menjadi lebih layak untuk dikembangkan atau dijual,

₋ Mengurangi beban pusat kota karena tersedianya prasarana sosial ekonomi yang memadai,

₋ Pengendalian pengembangan lahan menjadi lebih mudah,

₋ Mencegah terjadinya permukiman liar,

₋ Hemat waktu untuk menghindari terjadinya konflik dan negosiasi yang terkadang memakan waktu lama.

Keuntungan konsolidasi lahan dari segi ekonomi yaitu :

₋ Meringankan pembiayaan pemerintah dalam pengembangan kota,

₋ Usaha untuk tidak mengeluarkan biaya dalam mematangkan lahan secara khusus bagi pemilik lahan,

₋ Memberikan kemungkinan kepada penduduk kota dari berbagai kalangan untuk membangun menurut kemampuannya masing-masing,

₋ Meningkatkan kegiatan ekonomi rakyat karena tersedianya jalan dan saran pengangkutan.

2.2 LAHAN PERTANIAN

2.2.1 Penguasaan Lahan Pertanian di Indonesia

Menurut Nurmala dkk. (2012), bila ditinjau dari ekosistemnya, lahan pertanian dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu: lahan pertanian basah dan lahan pertanian kering. Kedua kelompok ini memiliki karakteristik yang berbeda terutama dalam pengelolaannya agar memberikan hasil yang optimal.


(35)

a. Lahan Pertanian Basah

Lahan pertanian basah lazim disebut dengan sawah. Ciri-ciri umum dari sawah adalah sebagai berikut:

1) Dari setiap petak sawah dibatasi oleh pematang. Pematang tersebut ada yang lurus ada pula yang bengkok;

2) Permukaannya selalu datar meskipun didaerah bergunung-gunung atau berbukit;

3) Biasa diolah atau dikerjakan pada kondisi jenuh air atau berair;

4) Kesuburannya lebih stabil daripada lahan kering sehingga memungkinkan diolah secara intensif tanpa adanya penurunan produktivitas yang drastis; 5) Secara umum produktivitasnya lebih tinggi daripada lahan kering;

6) Sawah umumnya mempunyai sumber perairan yang relatif teratur kecuali sawah tadah hujan. Tanaman yang utama diusahakan adalah padi.

Ditinjau dari sistem irigasinya lahan pertanian basah (sawah), dapat dibedakan menjadi beberapa tipe sebagai berikut:

1) Sawah irigasi teknis

Sawah tipe ini airnya tersedia sepanjang tahun. Sumber airnya berasal dari waduk, danau buatan atau danau alami. Air yang masuk ke petakan-petakan sawah sudah terukur, karena pengaturannya menggunakan peralatan yang cukup baik sehingga air yang masuk ke saluran-saluran tersier dan sekunder sudah terhitung jumlah atau debitnya. Pola tanam pada sawah tipe ini umumnya padi-padi-padi atau padi-padi-palawija.

2) Sawah irigasi setengah teknis

Sawah tipe ini sumber airnya sama seperti sawah tipe irigasi teknis hanya persediaannya tidak selalu ada sepanjang tahun. Air yang masuk ke saluran primer dan sekunder saja yang terukur sedangkan air yang masuk ke saluran tersier dan kuarter biasanya tidak terukur lagi karena saluran tidak dilengkapi alat pengukur air yang lengkap seperti pada irigasi teknis. Pola tanam pada sawah tipe ini kebanyakan padi-padi, atau padi-palawija. Selain dari pola tanam itu ada pula yang melaksanakan pola tanam padi-padi-palawija.


(36)

Sawah tipe ini sumber airnya berasal dari mata-mata air yang ada di lembah-lembah bukit yang ditampung di bak kolam penampung air yang tidak permanen atau permanen. Sawah tipe ini biasanya pada areal yang terbatas di daerah-daerah lembah bukit. Pada musim hujan ditanami padi sedangkan pada musim kemarau (MK) sebagian ditanami padi dan sebagian ditanami palawija atau diberakan (dibiarkan tidak ditanami). Pola tanamnya adalah padi-palawija atau padi-bera.

4) Sawah tadah hujan

Sawah tipe ini sumber airnya hanya mengandalkan dari curah hujan. Umumnya diusahakan atau ditanami padi pada musim hujan (MH), sedangkan pada musim kemarau diberakan. Pola tanamnya adalah padi-bera atau palawija-padi.

5) Sawah rawa

Sawah rawa biasanya terdapat pada daerah-daerah cekungan yang biasanya tidak ada untuk pemasukan dan pembuangan air. Sawah rawa biasanya ditanami pada menjelang musim kemarau dan panen menjelang musim hujan. Pola tanamnya padi-bera atau hanya satu kali ditanami padi rawa.

6) Sawah rawa pasang surut

Sawah tipe ini sistem pengairannya sangat dipengaruhi pasang naik dan pasang surut air laut. Sawah tipe ini hanya ditanami padi satu kali dalam setahun. Menanam padi menjelang musim kemarau dan panen menjelang musim hujan, tidak ada pengolahan tanah tetapi hanya dibersihkan rerumputannya kemudian dibiarkan beberapa hari (atau satu hingga dua bulan) baru ditanami.

7) Sawah lebak

Sawah tipe ini biasa terdapat di muara-muara sungai yang lebar seperti Bengawan Solo, sungai Brantas dan sungai Musi. Sawah tipe ini ditanami padi pada awal musim kemarau dan dipanen menjelang musim kemarau. Apabila musim hujan cepat tiba kadang-kadang panennya harus menggunakan perahu.


(37)

8) Tambak

Tambak termasuk lahan pertanian basah tetapi biasanya dipakai untuk memelihara ikan bandeng, udang atau ikan nila dan mujair. Airnya terdiri dari campuran air laut dan air tawar yang dicampur dengan bantuan pompa atau tercampur secara alami seperti di Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Pola pemeliharaan ikan di tambak dilakukan secara tunggal atau secara campuran, yang ditanam secara tunggal adalah udang atau ikan.

9) Kolam

Kolam termasuk lahan pertanian karena digunakan untuk usaha perikanan, tetapi ada di lingkungan lahan kering. Kolam biasa dipakai untuk memelihara berbagai jenis ikan seperti ikan mas, mujair, nila, nilem atau ikan tambakan, pola tanamnya secara campuran, tetapi ada pula yang secara tunggal. Kolam ini dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu kolam air deras dan kolam air tenang (air diam). Waduk dikembangkan sebagai sentra usaha pemeliharaan ikan dengan jaring terapung (japung) sedangkan sungai untuk pemeliharaan ikan dalam keramba.

b. Lahan Pertanian Kering

Lahan pertanian kering secara umum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1) Produktivitas tanah umumnya rendah;

2) Topografi bervariasi dari datar, berbukit dan bergunung;

3) Tidak dibatasi oleh pematang antarsatu petak dengan petak lainnya. Batas lahan berupa pohon/tanaman tahunan yang permanen atau batas buatan; 4) Tingkat erosi umumnya tinggi, terutama jika tidak ada upaya pelestarian yang

berupa sengkedan atau tidak ada tumbuhan (vegetasi);

5) Tidak dapat diusahakan secara intensif seperti sawah, karena persediaan air sangat terbatas ketika tidak ada curah hujan, kecuali untuk lahan kering dekat dengan sumber air dapat diusahakan secara terus-menerus;

6) Umumnya hanya diusahakan pada musim hujan sedangkan pada musim kemarau diberakan. Lokasi lahan terfragmentasi dengan unit-unit yang kecil. Tanaman utama yang diusahakan pada lahan kering ini adalah padi gogo,


(38)

palawija, jagung, sayuran dan ubi jalar atau singkong atau dijadikan penggembalaan secara kolektif.

Lahan pertanian kering dapat dibedakan menjadi beberapa tipe sebagai berikut: 1) Pekarangan

Pekarangan adalah lahan pertanian yang ada di sekitar rumah, umumnya ada di depan rumah yang dibatasi oleh pagar tanaman hidup atau pagar mati yang mempunyai hubungan fungsional dengan rumah tempat tinggal. Di pekarangan bisa ditanam bermacam-macam bunga, sayuran, tanaman obat dan juga tanaman buah-buahan atau untuk memelihara ternak.

2) Tegalan

Tegalan umumnya tidak dibatasi oleh pematang tetapi oleh tanaman di sudut-sudut batas petakan tegalan yang bersangkutan. Keadaan topografinya berkisar dari datar sampai bergelombang. Ada yang di terasering dan disengked. Biasanya lahan yang disengked memiliki kemiringan lebih dari 45%. Oleh karena itu, lahan tegalan mudah tererosi. Tegalan hanya ditanam pada musim hujan sedangkan musim kemarau diberakan atau tidak ditanamai. Pola tanam pada lahan tegalan biasanya sistem tanam campuran atau tumpang sari. Tegalan umumnya terdapat di daerah aliran sungai (DAS) mulai dari ketinggian 400 m di atas permukaan laut. Meskipun di dataran rendah pun ada pula tegalan hanya luasnya terbatas.

3) Kebun

Kebun adalah lahan pertanian kering yang umumnya ditanami tanaman tahunan secara permanen, baik yang bersifat monokultur atau campuran. Tanaman yang biasa ditanam secara monokultur atau tunggal adalah karet, coklat, teh, kelapa sawit dan tebu, sedangkan tanaman yang ditanam dalam bentuk kebun campuran adalah buah-buahan, kelapa, kopi dan kayu-kayuan. 4) Ladang (perladangan)

Berladang merupakan cara bertani yang berpindah-pindah atau tidak menetap. Cara pengolahan tanahnya sangat sederhana yaitu: hutan ditebang kemudian dibakar, setelah itu dibiarkan untuk beberapa lama. Apabila dianggap sudah cukup lama baru ditanami padi gogo atau palawija secara tumpang sari.


(39)

Ladang tersebut hanya ditanami untuk masa tanam dua atau tiga kali musim tanam. Setelah ladang tersebut menunjukkan produktivitas rendah maka oleh petani ditinggalkan untuk beberapa tahun yang kemudian hari dibuka kembali. Sistem berladang merupakan sistem bertani yang mengakibatkan pemborosan pemakaian tanah dan mengakibatkan perluasan padang alang-alang dengan cepat dan memperluas lahan pertanian kritis.

5) Penggembalaan ternak (pengangonan)

Penggembalaan ternak ini biasanya dimiliki secara kelompok sebagai tempat penggembalaan atau pengangonan ternak secara individual atau kelompok yang ada di lokasi tertentu biasanya dipinggir hutan dan jauh dari permukiman penduduk.

6) Hutan

Hutan dapat dimasukkan sebagai lahan pertanian kering yang berfungsi sebagai sumber mata pencaharian penduduk atau untuk menjaga kelestarian sumber air di daerah hulu sungai agar debit air sungai tidak terganggu khususnya pada musim kemarau. Ditinjau dari fungsinya, hutan dapat dibedakan menjadi beberapa tipe. Tipe-tipe hutan yang sudah dikenal masyarakat umum adalah sebagai berikut:

a) Hutan lindung, yaitu hutan yang berfungsi sebagai penyelamat tata air suatu wilayah pertanian atau permukiman. Luas hutan lindung yang ideal harus mencapai 30% dari luas wilayah;

b) Hutan produksi adalah hutan yang diusahakan untuk menyediakan bahan baku industri tertentu misalnya industri kayu lapis (triplek) atau industri mebel. Hutan tipe ini biasanya berupa hutan buatan yang hasilnya dipanen secara terprogram dan terjadwal. Contoh hutan produksi adalah hutan jati di daerah Kabupaten Jepara Jawa Tengah.

c) Hutan margasatwa adalah hutan yang diperuntukan melindungi jenis satwa yang perlu dilindungi dari kepunahannya. Contoh hutan ini ada di Ujung Kulon untuk melindungi badak bercula satu dan banteng dan di daerah Jawa Timur adalah Hutan Lawang.

d) Hutan raya atau hutan cagar alam yaitu hutan yang berfungsi untuk melindungi tanaman atau binatang langka dari kepunahan akibat tangan


(40)

usil manusia. Contoh hutan ini adalah kawasan hutan Gunung Gede di Kabupaten Bogor yang sering menelan korban para pendaki gunung, juga Hutan Raya Djuanda Dago Bandung.

e) Hutan rakyat adalah hutan yang dikuasai oleh rakyat sebagai sumber mata pencaharian tambahan selain mata pencaharian pokok penduduk suatu desa. Jenis tanaman biasanya campuran kayu-kayuan atau buah-buahan dengan jarak tanam yang tidak teratur. Waktu panennya tidak teratur dan tidak terjadwal tetapi disesuaikan dengan kebutuhan, demikian juga kayunya apakah untuk bahan perumahan atau untuk dijual.

2.2.2 Status Penguasaan Lahan Pertanian

Menurut Nurmala dkk. (2012), status penguasaan lahan pertanian dinyatakan dengan hak atas lahan tersebut. Hak-hak penguasaan atas lahan ini menyatakan hubungan antarpetani atau seorang atau suatu badan usaha atau suatu institusi dengan lahan yang dikelolanya atau ditempatinya, baik untuk permukiman atau untuk tempat usaha. Hak-hak atas lahan tanah di Indonesia menurut UUPA (Undang-undang Pokok Agraria) No. 5 tahun 1960 pasal 16 ayat 1 adalah sebagai berikut:

a. Hak milik adalah hak turun temurun terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hak ini dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain tetapi mempunyai fungsi sosial.

b. Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu tertentu paling lama 25 tahun ditujukan untuk perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. Jika masanya berakhir bisa diperpanjang lagi paling lama 25 tahun. Orang atau badan yang dapat mempunyai hak ini ialah warga negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

c. Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Hak ini dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Yang dapat mempunyai hak ini adalah warga negara Indonesia dan badan hukum


(41)

yang didirikan menurut hukum dan berkedudukan di Indonesia. Hak ini dapat dijadikan jaminan dengan dibebani hak tanggungan.

d. Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya, atau dalam perjanjiannya dalam dengan pemilik tanahnya bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah.

e. Hak sewa (untuk bangunan) adalah hak menggunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa, pembayaran uang sewa dapat dilakukan satu kali atau tiap-tiap waktu tertentu, sebelum atau sesudah tanahnya digunakan. Dalam sewa-menyewa tanah sawah atau lahan kering, uang sewa dibayar sebelum tanah digarap penyewanya.Alasan-alasan menyewakan tanahnya antara lain: tanah tersebut lokasinya terlalu jauh dari tempat tinggal pemiliknya, pemilik tanah mempunyai pekerjaan lain atau mempunyai keperluan yang mendesak. f. Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan. Menurut pasal 46 UUPA

No. 5 1960 adalah hak untuk membuka tanah hutan dan memungut hasilnya. Hak ini hanya dapat dipunyai oleh warga negara Indonesia dan diatur dengan peraturan pemerintah. Dengan memiliki hak ini secara sah, tidak dengan sendirinya diperoleh hak milik atas semua tanah itu.

g. Hak gadai adalah hak yang dimiliki seseorang atas sebidang tanah karena pemiliknya menggadaikan tanah tersebut kepada seseorang dengan nilai uang tertentu. Masa hak gadai biasanya tidak tertentu tetapi tergantung pada perjanjian antarpemilik tanah dan penggadai.

h. Hak garapan (hak bagi hasil) adalah hak seseorang untuk menggarap tanah orang lain dengan sistem bagi hasil. Pemilik tanah/lahan pertanian memberikan hak garapan biasanya atas kepercayaan pemiliknya terhadap penggarap. Besarnya bagian yang diterima penggarap atau pemiliknya ada yang 50%:50% atau 60%:40%. Biaya tenaga kerja biasanya seluruh ditanggung penggarap. Sedangkan sarana produksi dibagi dua antarpemilik dan penggarap tanah. Pajak tanah biasanya ditanggung pemilik tanah.


(42)

i. Hak ulayat adalah hak kelompok atas sebidang tanah di suatu desa atau satu wilayah tertentu. Hak ini tidak dapat dialihkan menjadi hak milik perorangan, karena milik bersama dalam pemanfaatannya. Hak ini biasanya digunakan sebagai gaji pamong desa yaitu kepala desa dan para pembantunya.

Di antara hak-hak atas tanah seperti diuraikan diatas hak milik, hak sewa, hak garapan dan gadai merupakan hak-hak tanah yang sudah dikenal petani sejak sebelum UUPA lahir sebagai undang-undang tanah yang bersifat nasional, sedangkan hak-hak yang lain hanya dikenal oleh kalangan tertentu saja.

Hubungan antarjenis tanaman yang diusahakan petani dengan hak penguasaan tanah secara umum dapat digambarkan sebagai berikut: pada lahan-lahan pertanian yang berstatus milik, sewa dan sakapan atau hak garapan serta sitem bagi hasil pada pertanian rakyat umumnya ditanami tanaman bahan makanan seperti padi, jagung dan palawija. Sedangkan pada lahan pertanian hak guna usaha biasanya berupa tanaman perkebunan besar negara atau swasta nasional seperti tanaman teh, karet, kopi dan coklat, karena hak tersebut jangka waktunya cukup lama yaitu lebih dari 10 tahun.

2.2.3 Alih Fungsi Lahan Pertanian

Menurut Apriyana (2011), ancaman terhadap lahan-lahan pertanian yang semakin berkurang adalah akibat adanya alih fungsi lahan pertanian terutama di lahan-lahan pertanian sekitar kawasan perkotaan. Pada umumnya alih fungsi lahan terjadi dari kawasan pertanian menjadi penggunaan lahan terutama untuk kegiatan komersial dan perumahan kepadatan tinggi dan alih fungsi lahan ini terus terjadi tanpa bisa dikendalikan yang faktor penyebabnya antara lain:

₋ RTRW Kabupaten/Kota sebelumnya belum mendukung perlindungan terhadap lahan pertanian pangan;

₋ Pertumbuhan sektor industri/manufaktur dan sektor non pertanian lainnya;

₋ Meningkatnya kebutuhan lahan untuk permukiman seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk.

Dilihatdari aspek fisiknya, alih fungsi lahan dipengaruhi oleh aspek kepemilikan lahan dan aspek penataan ruang. Aspek kepemilikan berkaitan dengan hak atas tanah yang sepenuhnya kemudian menyebabkan kepemilikan


(43)

lahan itu terpecah-pecah dan menjadi sangat kecil. Pemilikan yang kecil tersebut menyebabkan rawan terjadinya alih fungsi lahan pertanian karena kesulitan dalam pengendalian pemanfaatan tata ruangnya. Aspek penataan ruang terutama rencana tata ruang yang merupakan satu-satunya alat pengendalian terhadap pemanfaatan ruang yang ada di daerah. Sesuai UU No 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, tujuan RTRW adalah untuk menjaga agar pemanfaatan ruang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Sementara itu berdasarkan UU Penataan ruang dan turunannya PP No 15 tahun 2010 tentang penyelenggaraan penataan ruang disebutkan bahwa dalam RTRW diatur kawasan pertanian produktif. Untuk mengendalikan laju konversi lahan dibuat UU No 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PL2B) yang salah satunya adalah kewajiban untuk menetapkan kawasan pertanian dalam RTRW sehingga diharapkan keberadaannya dapat berkelanjutan.

Menurut Kaeksi dan Anna (2011),daerah yang mengalami perkembangan biasanya ditandai dengan adanya pembangunan yang relatif cepat yaitu dapat dilihat dari kenampakan fisik bangunannya yang berupa perubahan penggunaan lahan dari area terbuka menjadi area terbangun. Perubahan tersebut atau dikenal sebagai konversi lahan umumnya menekan lahan pertanian menjadi lahan bukan pertanian seperti pembangunan permukiman, industri dan jasa, serta sarana umum lainnya. Pemanfaatan lahan yang berlebihan akan menyebabkan gangguan keseimbangan terhadap sumberdaya alam termasuk air. Pembangunan yang dilakukan untuk memenuhi sarana kegiatan masyarakat tersebut, umumnya pembuatan bangunan cenderung menghambat proses meresapnya air dalam tanah.

Menurut Murniningtyas (2006), salah satu lahan pertanian dalam penggunaannya yaitu lahan sawah yang memiliki fungsi utama untuk mendukung pengembangan produksi pangan khususnya padi. Lahan sawah memiliki manfaat ganda (multi fungsi) yaitu:

₋ Nilai penggunaan, mencakup manfaat langsung, baik yang nilainya dapat diukur dengan harga (misalnya keluaran usahatani) maupun yang tidak dapat diukur dengan harga (misalnya tersedianya pangan, wahana rekreasi, penciptaan lapangan kerja), dan manfaat tidak langsung yang terkait dengan


(44)

kontribusinya dalam pengendalian banjir, menurunkan laju erosi, dan sebagainya;

₋ Manfaat bawaan yaitu mempertahankan keanekaragaman hayati, sebagai wahana pendidikan, dan sebagainya.

Alih fungsi lahan sawah dilakukan secara langsung oleh petani pemilik lahan ataupun tidak langsung oleh pihak lain yang sebelumnya diawali dengan transaksi jual beli lahan sawah. Proses alih fungsi lahan sawah bisa berlangsung cepat jika penyebabnya terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan sektor ekonomi lain yang menghasilkan surplus/ kelebihan ekonomi (land rent) jauh lebih tinggi (misalnya untuk pembangunan kawasan industri, kawasan perumahan, dan sebagainya) atau untuk pemenuhan kebutuhan mendasar (prasarana umum yang diprogramkan pemerintah, atau untuk lahan tempat tinggal pemilik lahan yang bersangkutan). Proses alih fungsi lahan sawah cenderung berlangsung lambat jika motivasi untuk mengubah fungsi terkait dengan buruknya fungsi lahan sawah, misalnya akibat kerusakan jaringan irigasi sehingga lahan tersebut tidak dapat difungsikan lagi sebagai lahan sawah. Puspasari (2012), menambahkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian khusunya lahan sawah di tingkat wilayah adalah jumlah industri dan proporsi (perbandingan) luas lahan sawah terhadap luas wilayah.

Sihaloho (2004), membagi alih fungsi lahan ke dalam tujuh pola atau tipologi, antara lain:

1. Alih fungsi lahan gradual berpola sporadis; dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu lahan yang kurang/tidak produktif dan keterdesakan ekonomi pelaku konversi.

2. Alih fungsi lahan sistematik berpola „enclave‟; dikarenakan lahan kurang produktif, sehingga konversi dilakukan secara serempak untuk meningkatkan nilai tambah.

3. Alih fungsi lahan sebagai respon atas pertumbuhan penduduk (population growth driven land conversion); lebih lanjut disebut konversi adaptasi demografi, dimana dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, lahan terkonversi untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal.


(45)

4. Alih fungsi lahan yang disebabkan oleh masalah sosial (social problem driven land conversion); disebabkan oleh dua faktor yakni keterdesakan ekonomi dan perubahan kesejahteraan.

5. Alih fungsi lahan tanpa beban; dipengaruhi oleh factor keinginan untuk mengubah hidup yang lebih baik dari keadaan saat ini dan ingin keluar dari kampung.

6. Alih fungsi lahan adaptasi agraris; disebabkan karena keterdesakan ekonomi dan keinginan untuk berubah dari masyarakat dengan tujuan meningkatkan hasil pertanian.

7. Alih fungsi lahan multi bentuk atau tanpa bentuk; konversi dipengaruhi oleh berbagai faktor, khususnya faktor peruntukan untuk perkantoran, sekolah, koperasi, perdagangan, termasuk sistem waris yang tidak dijelaskan dalam konversi demografi.

Sebagian besar alih fungsi lahan yang terjadi menunjukkan adanya ketimpangan dalam penguasaan lahan yang lebih didominasi oleh pihak kapitalis dengan mengantongi izin mendirikan bangunan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Di Indonesia, terdapat tiga macam ketimpangan (Lestari, 2009), yakni:

1. Ketimpangan dalam hal struktur “pemilikan” dan “penguasaan” tanah.

Kepentingan/keberpihakan pemerintah yakni peran pemerintah mendominasi dalam menentukan kebijakan peruntukan penggunaan lahan dan mendukung pihak bermodal dan penguasaan lahan, sedangkan peran masyarakat rendah. 2. Ketimpangan dalam hal peruntukan tanah.

Terdapatnya tanda-tanda kesenjangan, yakni tanah yang seharusnya diperuntukan bagi pertanian rakyat digusur, sedangkan sektor non pertanian semakin bertambah luas.

3. Ketimpangan dalam hal persepsi dan konsepsi mengenai agraria.

Terjadi perbedaan persepsi dan konsepsi mengenai bermacam hak atas tanah, yakni pemeritah dan pihak swasta yang menggunakan hukum positif dengan penduduk yang berpegang pada hukum normatif/hukum adat.


(46)

Menurut Munir (2008), dari hasil penelitiannya di Desa Candimulyo Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah, dapat diketahui bahwa ada faktor-faktor yang berhubungan dengan konversi lahan. Faktor- faktor tersebut meliputi faktor internal petani dan faktor eksternal. Faktor internal adalah karakteristik petani yang mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan yang dimiliki, dan tingkat ketergantungan terhadap lahan. Sedangkan faktor eksternal mencakup pengaruh tetangga, investor, dan kebijakan pemerintah daerah dalam hal pengembangan pertanian.

Menurut Iqbal (2007) secara umum alih fungsi lahan terjadi karena disebabkan oleh beberapa faktor yang diantaranya yaitu:

₋ Kepadatan penduduk yang semakin bertambah sehingga kebutuhan lahan semakin tinggi;

₋ Daerah pesawahan yang letaknya banyak di daerah perkotaan;

₋ Adanya pembangunan prasarana dan sarana seperti permukiman, industri dan lainnya cenderung lebih cepat terutama di wilayah dataran.

Selain itu, wilayah yang mengalami alih fungsi lahan mengakibatkan kepadatan penduduk yang relatif tinggi dibandingkan dengan wilayah yang belum mengalami perubahan. Terjadinya alih fungsi lahan pada suatu wilayah menyebabkan penyebaran penduduk yang tidak merata (Fauiza, 2004).

2.3 KEGIATAN PEREKONOMIAN

Menurut Jayadinata (1999), kehidupan ekonomi yang penting ialah produksi barang dan jasa, penyaluran dan pertukaran barang dan konsumsinya. Dalam kegiatan sehari-hari kegiatan ekonomi dapat dikenal menjadi beberapa macam yakni:

Kegiatan ekonomi dalam produksi, menurut prosesnya terjadi menjadi empat kelompok yaitu:

(1) Kegiatan produksi rayah (extractive) yaitu segala kegiatan produksi yang mana manusia hanya mengambil/ memindahkan/ mengumpulkan semua barang yang telah tersedia dalam alam. Contoh; perikanan laut, pertambangan dan sebagainya.


(47)

(2) Kegiatan produksi budi daya yaitu segala kegiatan produksi dimana manusia harus mengadakan usaha tertentu dulu sebelum mendapat hasilnya. Contoh; pertanian, peternakan, perikanan darat, dan sebagainya.

(3) Kegiatan produksi industri yaitu kegiatan manusia dalam mengubah barang mentah menjadi barang yang lebih berguna atau barang industri yaitu barang setengah jadi dan barang jadi guna menjadikan barang tersebut yang lebih bernilai (nilai tambah). Contoh; kerajinan tangan yang dikerjakan di rumah. (4) Kegiatan produksi jasa yaitu segala kegiatan produksi dimana manusia

memberikan jasanya baik secara langsung maupun melalui alat tertentu dalam segala kegiatan ekonomi. Contoh; buruh tani, guru, dokter, pemilik hotel dengan hotel dan peralatannya, dan sebagainya.

Kegiatan ekonomi dalam penggunaan sehari-hari terdapat istilah produksi, yakni;

(1) Produksi primer yaitu produksi yang menggunakan sumber daya alam terutama tanah;

(2) Produksi skunder yaitu produksi yang mengubah barang mentah menjadi barang produksi;

(3) Produksi tersier yaitu produksi dalam jasa.

2.3.1 Prasarana Sosial Ekonomi

Prasarana atau infrastruktur merupakan alat yang paling utama dalam perkembangan kegiatan sosial dan ekonomi. Suatu pembangunan tidak akan bisa berjalan dengan lancar bila prasarana tidak baik sehingga prasarana merupakan faktor potensial dalam menentukan masa depan dari perkembangan suatu wilayah perkotaan dan pedesaan. Dalam pengembangan wilayah yang berhubungan dengan prasarana, terdapat kebijakan regional yaitu:

(1) Kebijakan regional langsung yaitu pemerintah mengatur pengembangan regional dengan langsung membatasi (atau mengambil alih) kegiatan ekonomi.

(2) Kebijakan regional tidak langsung yaitu pemerintah membuat serangkaian peraturan dan ikut mengatur tanpa mempengaruhi ekonomi dan tanggungjawab swasta. Hal ini dapat diatur dengan; perpajakan, finansial


(48)

(subsidi dan jaminan kredit), non-finansial yaitu dengan pembangunan prasarana/ infrastruktur atau kebijaksanaan lain.

Prasarana tersebut dapat dianggap sebagai modal pemerintah (umum) yang merupakan dasar bagi kegiatan sosial ekonomi lainnya di suatu wilayah (pedesaan atau perkotaan). Tujuan dari kebijaksanaan sosial ekonomi dalam pengembangan wilayah dapat menurunkan pengangguran, menaikkan pendapatan, dan memperbaiki pelayanan dalam wilayah. Salah satu pendekatan dalam manajemen tata guna lahan perkotaan adalah pendekatan ekonomi.Dalam pendekatan ini kegiatan ekonomi terbagi menjadi 2 yaitu :

 Kegiatan ekonomi dasar (basic activities) yang membuat dan atau menyalurkan barang dan jasa ke tempat lain disekitar kota.

 Kegiatan ekonomi bukan dasar (non basic activities) yang menyalurkan dan memproduksi barang dan jasa untuk keperluan kota itu sendiri.

Adapun kegiatan perekonomian yang menggunakan lahan perkotaan yaitu :

 Industri, terdiri dari : industri berhaluan bahan (bahan mentah) yang berlokasi di tempat terdapatnya bahan mentah tersebut, industri pasar yang berlokasi di tempat pemasaran, industri pekerja yang berlokasi di tempat tenaga kerja yaitu pengerjaan barang industri yang memerlukan keahlian khusus seperti membtik, membordir dan lain-lain.

 Jasa, yang menggunakan lahan kota adalah jalan, terminal, rel kereta api, stasiun dan sebagainya. Selain itu, perdagangan (warung, toko dan yang lainnya), pendidikan, rekreasi, kesehatan, keagamaan, pemerintahan dan lain-lain.

 Sektor informal, menurut ILO (International Labour Organization) sektor informal di negara berkembang menyangkut jumlah penduduk yang banyak, bukan merupakan pekerjaan sementara, meliputi banyak macam kegiatan ekonomi, sektor informal dan formal yang berhimpitan, keberadannya bukan merupakan atas ketertinggalan perkembangan ekonomi.


(49)

2.3.2 Mata Pencaharian

Manusia mempunyai kebutuhan hidup yang sifatnya tidak terbatas. Maka untuk memenuhi kebutuhannya itu diperlukan upaya manusia yang salah satunya yaitu dengan memiliki mata pencaharian atau bekerja. Mata pencaharian bisa juga dikaitkan dengan tenaga kerja, dalam ilmu ekonomi yang dimaksud dengan tenaga kerja manusia bukan semata-mata (sumber daya manusia) dari kekuatan fisiknya saja akan tetapi kemampuan dari mental atau non fisiknya juga (Rosyidi, 1996).

Macam-macam mata pencaharian di Indonesia menurut Mubyarto (1990) meliputi:

1) Petani/nelayan

Meliputi sawah, tegalan, tambak, kebun/perkebunan, peternakan. Petani merupakan jenis mata pencaharian yang mayoritas digeluti oleh masyarakat Indonesia. Petani yang produksinya di bidang pertanian dan tinggal di pedesaan merupakan suatu kolektifitas (desa koorporat) yang kerjanya untuk menjamin suatu “pendapatan minimum” bagi para warganya, serta merupakan suatu unit fungsional fungsi-sungsi internalnya untuk meratakan kesempatan-kesempatan hidup dan resiko-resiko hidup para warganya.

Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Dalam perstatistikan perikanan perairan umum, nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan operasi penangkapan ikan di perairan umum. Orang yang melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat penangkapan ikan ke dalam perahu/kapal motor, mengangkut ikan dari perahu/kapal motor, tidak dikategorikan sebagai nelayan. (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2002).

2) Buruh tani

Meliputi buruh tani ternak, tambak, dan pengemudi traktor. Keberadaan buruh tani dapat diidentifikasi dari jumlah penduduk yang tidak memiliki tanah pertanian. Ciri dari buruh tani bukan pada kepemilikan tanah tetapi pada sikapnya yang menyerahkan diri kepada orang lain, dalam hal ini pemilik tanah. Buruh tani memperoleh penghasilan dari upah bekerja pada tanah pertanian milik orang lain atau petani penyewa tanah. Sebagian besar


(50)

buruh tani bekerja lepas dengan upah harian. Kegiatan ekonomi buruh tani berkisar pada pekerjaan pertanian yang mereka lakukan untuk tuan tanah besar dengan upah harian. Selepas masa panen, buruh tani dibebaskan untuk menanami tanah pertanian tersebut dengan sistem bagi hasil (maro). Sewaktu senggang ketika mereka tidak dipekerjakan sebagai buruh, mereka melakukan usaha perdagangan kecil-kecilan dengan keuntungan yang kecil.

3) Buruh industri

Meliputi buruh kasar industri, buruh pengrajin, operasi mesin, dan buruh pengolahan hasil pertanian. Definisi buruh berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah mereka yang bekerja atau menerima upah/imbalan dalam bentuk lain. Istilah buruh ini kemudian diganti dengan tenaga kerja pada era Orde Baru karena konotasi "buruh" yang dinilai negatif (sosialis/komunis). Tenaga kerja sendiri, adalah "setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat".

4) Usaha industri

Meliputi pengelolaan hasil pertanian, tekstil, batik, jahit, industri plastik, industri makanan dan minuman, dan pandai besi. Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa.

5) Pedagang

Meliputi pemilik toko, pelayan toko, pedagang keliling (hasil pertanian, pedagang es dan pedagang bakso), kios/warung. Pedagang dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu:

a) Pedagang Besar/ Distributor/ Agen Tunggal

Distributor adalah pedagang yang membeli atau mendapatkan produk barang dagangan dari tangan pertama atau produsen secara langsung. Pedagang besar biasanya diberikan hak wewenang wilayah / daerah tertentu dari produsen. b) Pedagang Menengah/ Agen/ Grosir


(1)

Berdasarkan Tabel IV.9 terdapat tiga kondisi responden yang berkaitan dengan pekerjaan tahun 2003 dan tahun 2013 yaitu 29 responden yang lahan pertaniannya habis, 39 responden yang sebagian lahan pertaniannya berkurang dan 32 responden yang lahan pertaniannya tetap.

Untuk kondisi responden yang lahan pertaniannya habis yaitu sebanyak 18 responden sebagai petani di tahun 2003 mayoritas berubah menjadi pedagang di tahun 2013, 7 responden sebagai buruh industri di tahun 2003 mayoritas berubah menjadi pedagang di tahun 2013, 1 responden sebagai pekerja bangunan di tahun 2003 berubah menjadi pekerja angkutan di tahun 2013 dan 3 responden lagi sebagai pedagang yang pekerjaanya tetap.

Untuk kondisi responden yang sebagian lahan pertaniannya berkurang yaitu sebanyak 17 responden sebagai petani di tahun 2003, 6 diantaranya masih tetap sebagai petani di tahun 2013 dan sisanya berubah menjadi pedagang, pekerjaan bangunan, buruh tani, pekerjaan jasa di tahun 2013. Selain itu, 11 responden sebagai buruh industri di tahun 2003 berubah menjadi pedagang, pekerjaan angkutan, pekerjaan bangunan dan pekerjaan jasa. Sedangkan responden yang pekerjaannya tetap di tahun 2003 dan 3012 yaitu 1 responden sebagai petani, 3 responden sebagai pedagang, dan 7 responden sebagai PNS.

Untuk kondisi responden yang lahan pertaniannya tetap ternyata tidak mengalami perubahan pekerjaannya di tahun 2013 yaitu 19 responden sebagai petani, 2 responden sebagai buruh tani, 9 responden sebagai pedagang, dan 2 responden sebagai pekerjaan bangunan.

Merujuk pada Tabel IV.9 bahwa dari tiga kondisi responden tersebut, terdapat dua kondisi responden yang mengalami perubahan pekerjaannya di tahun 2013. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel IV.10.


(2)

69

Tabel IV.10

Perubahan Pekerjaan Responden Tahun 2013 di Kelurahan Purwawinangun

Kondisi Responden

Perubahan Pekerjaan Responden Tahun 2013

P et an i B u ru h T an i B u ru h In d u st ri P ed agan g P ek er jaan Angk u tan P ek er jaan B an gu n an P ek er jaan Jas a P NS Lahan Habis

-18 2 3 11 0 2 0 0

0 -7 2 5 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0

Lahan Sebagian Berkurang

-11 2 0 5 0 3 1 0

0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 -11 8 1 1 1 0

0 0 0 0 0 0 0 0

Lahan

Tetap 0 0 0 0 0 0 0 0

Total

Perubahan -29 -3 -6 29 1 6 2 0 Sumber: Hasil Survei Lapangan

Tabel IV.10 menunjukkan bahwa adanya perubahan pekerjaan yang dialami responden di tahun 2013. Untuk jumlah pekerja yang berkurang di tahun 2013 yaitu sebanyak 29 responden sebagai petani, 3 responden sebagai buruh tani, dan 6 responden sebagai buruh industri. Sedangkan jumlah pekerja yang bertambah di tahun 2013 yaitu sebanyak 29 responden sebagai pedagang, 1 responden sebagai pekerjaan angkutan, 6 responden sebagai pekerjaan bangunan, dan 2 responden sebagai pekerjaan jasa.

Merujuk pada Tabel IV.9 bahwa, sebanyak 29 responden sebagai petani di tahun 2003 mengalami perubahan pekerjaannya di tahun 2013. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel IV.11.


(3)

Tabel IV.11

Perubahan Pekerjaan Responden Bidang Pertanian Tahun 2003 di Kelurahan Purwawinangun

Kondisi Responden

Tahun 2003 Tahun 2013

Pertanian Pertanian Non-pertanian Responden Luas (Ha) Responden Luas (Ha) Responden Luas (Ha) Tahun 2003 memiliki

lahan, tahun 2013 tidak memiliki

18 1,730 2 0,200 16 1,530

Tahun 2013 luas lahan

yang dimiliki berkurang 11 1,695 2 0,145 9 1,083

Jumlah 29 3,425 4 0,345 25 2,613

Sumber: Hasil Survei Lapangan

Tabel IV.11 menunjukkan bahwa sebanyak 29 responden yang bekerja di bidang pertanian pada tahun 2003 dengan luas lahan pertanian mencapai 3,425 (Ha), dan responden yang pekerjaannya berubah dari bidang pertanian ke bidang non-pertanian pada tahun 2013 sebanyak 25 responden dengan luas lahan pertanian yang berkurang mencapai 2,613 (Ha). Sementara itu, sebanyak 4 responden yang tetap bekerja di bidang pertanian dari tahun 2003 sampai tahun 2013 dengan luas mencapai 0,345 (Ha). Maka, dari 29 responden sebagai pemilik lahan sekaligus bekerja di bidang pertanian pada tahun 2003 ternyata sebagian besar responden mengalami perubahan pekerjaannya ke bidang non-pertanian pada tahun 2013 yaitu sebanyak 25 responden dengan luas lahan pertanian yang berkurang mencapai 2,613 (Ha).

Tabel IV. 12

Alih Fungsi Lahan Responden yang Berubah Pekerjaan dari Bidang Pertanian Ke Non-pertanian

Jumlah Responden Luas (Ha)

Luas Lahan Per Responden (Ha) (%)

25 2,613 0,1045 4,00

Sumber: Hasil Survei Lapangan

Tabel IV.12 menunjukkan bahwa dari 25 responden yang mengalami perubahan pekerjaan dari bidang pertanian ke bidang non-pertanian mengalihfungsikan lahan pertaniannya seluas 2,613 (Ha). Sehingga dari setiap responden tersebut luas lahan pertanian yang berkurang sebanyak 0,1045 (Ha) atau 4,00% .


(4)

71

Adapun alasanperubahan pekerjaan yang dialami oleh25 responden pada bidang pertanian tahun 2003 yang berubah menjadi bidang non-pertanian di tahun 2013. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel IV.13.

Tabel IV.13

Alasan Perubahan Pekerjaan Responden

Bidang Pertanian ke Non-pertanian Tahun 2003 dan Tahun 2013 No. Alasan Perubahan Pekerjaan Jumlah %

1 Adanya alih fingsi lahan pertanian 11 44

2 Adanya peluang demi mendapatkan

penghasilan yang lebih dari sebelumnya 7 28

3 Kurang tersedianya lapangan kerja 6 24

4 Tidak memiliki modal untuk usaha

sendiri 1 4

Jumlah Responden 25 100

Sumber: Hasil Survei Lapangan

Merujuk pada Tabel IV.12 dari 25 responden yang memiliki lahan pertanian selama kurun waktu sepuluh tahun dan mengalami perubahan terhadap pekerjaannya ternyata sebagain besar responden beralasan karena adanya alih fungsi lahan pertanian yaitu mencapai 44%.

Hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa, dengan adanya alih fungsi lahan pertanian di Kelurahan Purwawinangun dapat menyebabkan perubahan mata pencaharian penduduk dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian. Sehingga, alih fungsi lahan yang terjadi di Kelurahan Purwawinangun ini telah sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah mengenai Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kuningan Tahun 2011 bahwa Kelurahan Purwawinangun merupakan kawasan peruntukan industri kecil (home industry), bisnis regional, jasa pariwisata, dan pendidikan tinggi.


(5)

72

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2003 sampai tahun 2013, luas lahan pertanian di Kelurahan Purwawinangun semakin berkurang yaitu mencapai 69,304 ha atau 29,40%. Sedangkan guna lahan yang bertambah terjadi pada guna lahan permukiman sebanyak 69,123 ha atau 29,30% dan guna lahan perdagangan dan jasa sebanyak 0,181 ha atau 0,10%. Sehingga guna lahan pertanian di Kelurahan Purwawinangun sebagian besar beralih fungsi menjadi lahan permukiman.

2. Karakteristik masyarakat pemilik lahan pertanian di Kelurahan Purwawinangun terdiri dari; kondisi responden yang lahan pertaniannya habis pada tahun 2013 sebanyak 29 responden dengan luas lahan yang berkurang mencapai 19,42%, kondisi responden yang lahan pertaniannya tetap sebanyak 32 responden dengan luas lahan mencapai 31,61%, dan kondisi responden yang sebagian lahan pertaniannya berkurang sebanyak 39 responden dengan luas lahan yang berkurang mencapai 11,67% dari luas lahan pertanian yang dimiliki pada tahun 2003 sebanyak 37,30%. Maka dari seratus responden yang memiliki lahan pertanian tahun 2003, sebanyak 31,09% lahan yang dialihfungsikan menjadi lahan permukiman, dijual dan sebagiannya lagi dijadikan tempat usaha.

3. Terjadinya alih fungsi lahan pertanian di Kelurahan Purwawinangun tahun 2003 sampai tahun 2013 berpengaruh terhadap mata pencaharian masyarakat setempat terutama yang bekerja di bidang pertanian berubah menjadi bidang non-pertanian dengan lahan pertanian yang dialihfungsikan dari setiap orang mencapai 4%. Selain itu, alih fungsi lahan pertanian ini sudah sejalan dengan kebijakan pemerintah daerah yaitu mengenai RDTR Kawasan Perkotaan Kuningan bahwa Kelurahan


(6)

73

Purwawinangun merupakan kawasan peruntukanindustri kecil (home industry), bisnis regional, jasa pariwisata, dan pendidikan tinggi.

5.2 SARAN

Laporan Tugas Akhir ini masih terdapat kelemahan terutama dalam beberapa aspek lain yang belum diteliti penelitian. Kelemahan tersebut dikarenakan penulis hanya mengidentifikasi pengaruh alih fungsi lahan pertanian terhadap perubahan jenis mata pencaharian masyarakat belum aspek lainnya. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah dengan disertakan aspek tingkat kesejahteraan masyarakat atau pendapatan. Selain itu, supaya bisa mengetahui faktor-faktor penyebab perubahan mata pencaharian maka dibuat korelasi. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya adalah dengan melakukan analisis tiap tahunnya (misalkan dari sepuluh tahun terakhir).