Faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat (periode 2008-2012)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENYERAPAN
TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN
DI PROVINSI JAWA BARAT (PERIODE 2008-2012)

YOLA JUWITA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Faktor-Faktor yang
Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan di Provinsi
Jawa Barat (Periode 2008-2012) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Yola Juwita
NIM H14100028

ABSTRAK
YOLA JUWITA. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja
Sektor Industri Pengolahan di Provinsi Jawa Barat (Periode 2008-2012).
Dibimbing oleh ALLA ASMARA.
Jawa Barat merupakan sentra perindustrian nasional karena sebanyak 60
persen industri pengolahan berkembang di daerah ini. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja pada
sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan
metode panel data dengan 26 kabupaten/kota dari tahun 2008 sampai dengan
2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PDRB, laju pertumbuhan industri,
investasi sektor industri, dan jumlah unit usaha industri berpengaruh positif
terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan di Jawa Barat.
Sedangkan, produktivitas tenaga kerja sektor industri dan dummy industri
berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri

pengolahan di Jawa Barat.
Kata kunci: Industri, Panel Data, Penyerapan Tenaga Kerja, Provinsi Jawa Barat

ABSTRACT
YOLA JUWITA. Factors that Affect Labor Absorption in the Manufacturing
Sector in West Java Province (Period 2008-2012). Supervised by ALLA
ASMARA.
West Java is the center of the national industry as much as 60 percent of the
industrial sector developing in this area. The purpose of this study is to analyze
the factors affecting labor absorption in the manufacturing sector in West Java
Province. This study used the panel data with 26 districts/cities from 2008 to 2012.
The results showed that the GDP, the growth rate of the industry, the investment
of the industry, and the number of units of industrial enterprises positively affect
labor absorption in the manufacturing sector in West Java. Meanwhile, labor
productivity of the industrial sector and dummy of industry negatively affect labor
absorption in the manufacturing sector in West Java.
Keywords: Industry, Labor Absorption, Panel Data, West Java Province

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENYERAPAN
TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN

DI PROVINSI JAWA BARAT (PERIODE 2008-2012)

YOLA JUWITA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
kasih, hikmat, dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyerapan

Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan di Provinsi Jawa Barat (Periode 20082012)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1 Ayahanda dan mendiang Ibunda, Ir. Binsar Silalahi dan Rosita Siagian, dan
kepada kedua adik penulis, Yossi Martino dan Yoan Odelia, atas cinta kasih,
doa, bimbingan, dan dukungan baik moril dan materil yang diberikan kepada
penulis.
2 Dr. Alla Asmara, S.Pt., M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan, arahan, masukan baik secara teknis maupun teoritis,
serta waktu yang diluangkan selama proses penulisan skripsi ini sehingga
dapat diselesaikan dengan baik.
3 Dr. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr., selaku dosen penguji utama dan Dr.
Muhammad Findi Alexandi, M.E., yang telah memberikan kritik dan saran
untuk perbaikan skripsi ini.
4 Staf dari BPS Pusat dan BPS Jawa Barat, Dinas Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Jawa Barat, dan bidang PUSDATIN dari BKPM yang telah
membantu selama proses pengumpulan data.

5 Para dosen dan staf Departemen Ilmu Ekonomi, atas pengajaran dan
pelayanan terbaiknya yang diberikan selama penulis menuntut ilmu di IPB.
6 Teman-teman satu bimbingan, Nabilah, Dian Hartati, Trisa Maulidya, dan
Aditya Sari atas dukungan dan kerjasamanya dalam penyusunan skripsi ini.
7 Sahabat-sahabat penulis di Ilmu Ekonomi Angkatan 47: Novia La Prima,
Efita Mey Lina, Laura Cita Febrianti, Vina Oktrina, dan Gina Ratna Suminar
yang senantiasa memberikan doa, sukacita, dan dukungan.
8 Sahabat-sahabat seperjuangan penulis: Winny Faramuli, Lasma Eliezabeth,
Happy Berthalina, dan Regina Novanda atas persahabatan, doa, sukacita dan
dukungannya.
9 Keluarga besar IE 47 yang selama ini telah berjuang bersama-sama menuntut
ilmu di IPB.
10 Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para
pembaca.
Bogor, Juli 2014
Yola Juwita

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah


3

Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian

4

Ruang Lingkup Penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA

5

Konsep Industri Pengolahan


5

Konsep Ketenagakerjaan

6

Teori Permintaan Tenaga Kerja

6

Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja

8

Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Penyerapan Tenaga Kerja

9

Hubungan Produktivitas Tenaga Kerja dengan Penyerapan Tenaga Kerja


10

Hubungan Investasi dan Jumlah Perusahaan Industri dengan Penyerapan
Tenaga Kerja

11

Hubungan Upah dengan Penyerapan Tenaga Kerja

11

Penelitian Terdahulu

12

Kerangka Pemikiran

13


Hipotesis

15

METODE PENELITIAN

15

Jenis dan Sumber Data

15

Metode Analisis Data

16

Uji Pelanggaran Asumsi

18


Uji Hipotesis

19

Perumusan Model

21

Definisi Variabel Operasional

21

GAMBARAN UMUM INDUSTRI DI JAWA BARAT

22

Perkembangan Unit Usaha Sektor Industri di Jawa Barat

23

Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Jawa Barat

24

Laju Pertumbuhan Sektor Industri di Jawa Barat

26

Perkembangan Investasi Sektor Industri di Jawa Barat

28

Perkembangan Produktivitas Tenaga Kerja Sektor Industri di Jawa Barat

30

Perkembangan Upah Minimum Kabupaten di Jawa Barat

32

HASIL DAN PEMBAHASAN

33

Hubungan Laju Pertumbuhan Industri dengan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor
Industri di Jawa Barat
34
Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor
Industri di Jawa Barat
38
SIMPULAN DAN SARAN

45

Simpulan

45

Saran

45

DAFTAR PUSTAKA

46

LAMPIRAN

48

RIWAYAT HIDUP

64

DAFTAR TABEL
1 Peran sektor ekonomi terhadap PDRB dan penyerapan tenaga kerja di
2 Tingkat pengangguran terbuka menurut provinsi di Pulau Jawa tahun
2008-2012
3 Data dan sumber data yang digunakan
4 Selang nilai statistik Durbin-Watson serta keputusannya
5 Hasil estimasi model faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan
tenaga kerja pada sektor industri di Provinsi Jawa Barat tahun 20082012 dengan metode fixed effect model dengan cross section
weighting
6 Matriks korelasi antar variabel pada model persamaan penyerapan
tenaga

2
3
15
19

39
40

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Permintaan tenaga kerja dengan tingkat upah tetap
Permintaan tenaga kerja dengan tingkat upah menurun
Kerangka Pemikiran Operasional
Jumlah unit usaha sektor industri di Jawa Barat tahun 2008-2012
Perkembangan jumlah unit usaha sektor industri kabupaten/kota di
Besaran penyerapan tenaga kerja sektor industri di Jawa Barat tahun
Perkembangan penyerapan tenaga kerja sektor industri kabupaten/
Laju pertumbuhan sektor industri di Jawa Barat tahun 2008Perkembangan laju pertumbuhan sektor industri kabupaten/kota di
Jumlah investasi sektor industri di Jawa Barat tahun 2008-2012
Perkembangan investasi sektor industri kabupaten/kota di Jawa Barat
tahun 2008 dan 2012
Produktivitas tenaga kerja sektor industri di Jawa Barat tahun 20082012
Perkembangan produktivitas tenaga kerja sektor industri kabupaten/
Upah Minimum Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2012
Perkembangan Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Barat tahun
2008 dan 2012
Nilai korelasi laju pertumbuhan sektor industri dengan penyerapan
tenaga kerja pada sektor industri di Jawa Barat tahun 2008-2012
Pemetaan kabupaten/kota berdasarkan laju pertumbuhan dan besaran
Pemetaan kabupaten/kota berdasarkan laju pertumbuhan dan besaran
penyerapan tenaga kerja sektor industri di Jawa Barat tahun 2012
Hubungan jumlah tenaga kerja pada sektor industri dan besaran UMK

7
8
14
23
24
25
26
27
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
43

DAFTAR LAMPIRAN
1 Jumlah perusahaan menurut golongan industri di Jawa Barat (unit)
tahun 2008-2010
2 Jumlah tenaga kerja menurut golongan industri di Jawa Barat (orang)
tahun 2008-2010
3 Penanaman modal asing dan dalam negeri menurut subsektor industri
di Jawa Barat (Rp juta) tahun 2009-2010
4 Variabel panel data
5 Laju pertumbuhan industri dan tingkat penyerapan tenaga kerja
Industri di Jawa Barat (persen) tahun 2008 dan 2012
6 Hasil uji regresi berganda data panel menggunakan Eviews 6.0

48
49
50
51
57
58

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini, industrialisasi telah dijadikan salah satu strategi pembangunan
ekonomi negara-negara sedang berkembang. Perekonomiaan negara berkembang
yang semula bertumpu pada sektor pertanian kini beralih kepada sektor industri
pengolahan. Sektor industri pengolahan dianggap memiliki kapasitas yang
produktif dalam menjamin pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Delima (2011)
menyatakan bahwa sektor industri merupakan sektor pemimpin (leading sector)
karena selain mampu meningkatkan PDRB dan menyerap tenaga kerja, sektor ini
juga dianggap mampu memicu pertumbuhan sektor lainnya, seperti sektor
pertanian dan jasa. Keunggulan potensial lainnya yang dimiliki sektor ini adalah
variasi produknya yang beragam, adanya nilai tambah dari suatu output yang
dihasilkan, serta mampu memberikan marjin yang tinggi. Oleh karena itu, banyak
negara menerapkan industrialisasi dalam pembangunan ekonominya.
Indonesia merupakan salah satu negara yang juga aktif dalam
mengembangkan perindustriannya. Keseriusan negara ini dalam menjalankan
pembangunan industri dapat dilihat dalam visi pembangunan jangka panjang
tahun 2025 yang ditetapkannya yaitu “Membawa Indonesia Menjadi σegara
Industri Tangguh Dunia”. τleh karenanya, sektor industri pengolahan menjadi
sektor prioritas dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Keberhasilan sektor
ini dapat terlihat dari kontribusinya yang besar terhadap PDB nasional selama
tahun 2008-2012. Selama periode tersebut, sektor industri pengolahan menduduki
peringkat pertama dalam pembentukan PDB Indonesia, yaitu sebesar Rp 557.76
triliun, Rp 670.11 triliun, Rp 597.13 triliun, Rp 633.78 triliun, dan Rp 670.19
triliun (BPS 2013). Selanjutnya, peringkat kedua ditempati oleh sektor
perdagangan, hotel, dan restoran dan sektor pertanian menempati peringkat ketiga
dalam kurun waktu yang sama.
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang berkontribusi besar
terhadap pembentukan PDB nasional. Keberhasilan ini tidak terlepas dari peran
sektor industri pengolahan di daerah ini. Sebanyak 60 persen sektor industri
pengolahan berlokasi di Jawa Barat (BPS Jawa Barat 2006). Hal ini menunjukkan
bahwa provinsi ini merupakan sentra perindustrian nasional. Industri nasional dan
multinasional yang berkembang di daerah ini, diantaranya adalah industri tekstil
dan garmen, elektronik, kulit, pengolahan makanan, furnitur, pesawat, mobil,
panas bumi dan gas, obat-obatan, dan petrokimia. Faktor-faktor pendukung
berkembangnya industri di daerah ini adalah sumber daya dan jumlah tenaga kerja
yang cukup, infrastruktur yang memadai, pasar yang potensial, serta letak
geografisnya yang strategis.
Sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar terhadap total
PDRB Jawa Barat dibandingkan dengan sektor lainnya yaitu di atas 40 persen
(Tabel 1). Kontribusi sektor ini terhadap PDRB Jawa Barat selama tahun 20102012 adalah Rp 135.59 triliun, Rp 144.01 triliun, dan Rp 149.67 triliun. Pada
periode yang sama, sektor yang menempati urutan kedua dan ketiga dalam
memberikan kontribusi terhadap total PDRB Jawa Barat adalah sektor

2
perdagangan, hotel, dan restoran dan sektor pertanian. Sementara itu, kontribusi
sektor lainnya hanya di bawah 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sektor
industri, perdagangan, hotel dan restoran, serta pertanian cukup berpengaruh
terhadap perekonomian provinsi ini.
Tabel 1 Peran sektor ekonomi terhadap PDRB dan penyerapan tenaga kerja di
Jawa Barat tahun 2010-2012
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Sektor Ekonomi
Pertanian
Pertambangan dan
Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air
Bersih
Bangunan/Konstruksi
Perdagangan, Hotel, dan
Restoran
Pengangkutan dan
Komunikasi
Keuangan, Real Estate,
dan Jasa Perusahaan
Jasa-Jasa
Total

Pangsa terhadap PDRB
(persen)

Pangsa terhadap
penyerapan tenaga kerja
(persen)
2010
2011 2012
23.40
21.06 21.65

2010
13.08

2011
12.27

2012
11.47

2.32

2.06

1.80

0.67

0.75

1.04

42.08

41.97

41.07

20.00

20.46

21.09

2.27

2.16

2.20

0.35

0.20

0.27

3.67

3.93

4.20

5.94

6.85

7.03

21.75

22.08

23.19

24.83

26.09

25.08

4.76

5.14

5.42

7.13

6.28

5.75

3.28

3.49

3.63

1.99

0.28

2.70

6.80
100

6.88
100

7.01
100

15.68
100

15.46
100

15.38
100

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, 2011-2013 (diolah)

Akan tetapi, kontribusi sektor industri pengolahan yang besar terhadap
total PDRB Jawa Barat nyatanya belum dapat diimbangi dengan kontribusinya
terhadap penyerapan tenaga kerja di daerah ini. Sektor ini hanya mampu
menempati peringkat ketiga setelah sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta
sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja (Tabel 1). Kontribusi sektor
perdagangan, hotel, dan restoran serta sektor pertanian selama periode tersebut
mencapai lebih dari 20 persen. Kontribusi sektor pertanian dalam menyerap
tenaga kerja memang menunjukkan adanya penurunan selama periode tersebut,
namun angka daya serapnya masih lebih tinggi dibandingkan dengan sektor
lainnya yang nilainya di bawah 20 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor
pertanian, perdagangan, hotel, dan restoran serta sektor industri pengolahan
merupakan sektor yang juga cukup berpengaruh dalam mengatasi pengangguran
di Jawa Barat.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa sektor industri
pengolahan memiliki keunggulan yaitu kontribusi yang cukup besar terhadap
pembentukan PDRB dan penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat. Sektor ini
diharapkan mampu menciptakan lebih banyak kesempatan kerja, sehingga dapat
mengatasi masalah pengangguran di daerah ini. Dengan demikian, kesejahteraan
masyarakat dapat tercapai dan pembangunan ekonomi daerah Provinsi Jawa Barat
dapat berjalan efektif.

3
Perumusan Masalah
Peningkatan PDRB yang tinggi pada sektor industri pengolahan di Provinsi
Jawa Barat diharapkan dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih luas,
sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran. Akan tetapi, pada
kenyataannya pengangguran masih menjadi permasalahan yang kompleks di
daerah ini. Angka pengangguran di provinsi Jawa Barat memang mengalami
penurunan selama lima tahun berturut-turut, namun angka ini masih tergolong
cukup tinggi jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di Pulau Jawa, yaitu
12.08 persen pada tahun 2008 dan 9.08 persen pada tahun 2012 (Tabel 2).
Provinsi Banten menduduki peringkat pertama sebagai provinsi dengan angka
tingkat pengangguran terbukanya tertinggi yaitu sebesar 15.18 persen pada tahun
2008 dan 10.13 persen pada tahun 2012. Selanjutnya, peringkat kedua diduduki
oleh Provinsi DKI Jakarta dengan tingkat penganggurannya sebesar 12.16 persen
pada tahun 2008 dan 9.87 persen pada tahun 2012. Tingkat pengangguran terbuka
ketiga provinsi tersebut tidak hanya tertinggi di Pulau Jawa, tetapi juga tertinggi
se-Indonesia. Angka tingkat pengangguran terbuka ketiga provinsi tersebut
melebihi rata-rata tingkat pengangguran terbuka nasional yaitu 8.39 persen pada
tahun 2008 dan 6.14 persen pada tahun 2012.
Tabel 2 Tingkat pengangguran terbuka menurut provinsi di Pulau Jawa tahun
2008-2012
Provinsi
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Indonesia

2008
12.16
12.08
7.35
5.38
6.42
15.18
8.39

2009
12.15
10.96
7.33
6.00
5.08
14.97
7.87

2010
11.05
10.33
6.21
5.69
4.25
13.68
7.14

2011
10.8
9.83
5.93
3.97
4.16
13.06
6.56

2012
9.87
9.08
5.63
3.97
4.12
10.13
6.14

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009-2013

Sektor industri pengolahan yang menjadi kekuatan ekonomi Jawa Barat
pada kenyataannya belum mampu menyerap tenaga kerja secara optimal, sehingga
angka pengangguran di daerah ini masih tinggi. Peningkatan jumlah penduduk
secara terus-menerus berakibat pada jumlah angkatan kerja yang semakin
meningkat. Akan tetapi, kondisi ini belum dapat diimbangi dengan ketersediaan
lapangan kerja yang cukup, sehingga menciptakan adanya sebuah gap yaitu
pengangguran. Fakta ini bertentangan dengan Hukum Okun dalam Mankiw
(2007) yang menyatakan bahwa peningkatan PDRB dapat menurunkan tingkat
pengangguran. Oleh karena itu, kebijakan peningkatan kesempatan kerja di sektor
ini menjadi salah satu solusi untuk mengurangi pengangguran di daerah ini.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah-masalah
sebagai berikut :
1 Bagaimana gambaran umum industri di Provinsi Jawa Barat?
2 Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi tingkat penyerapan tenaga kerja
pada sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat dan seberapa besar

4
pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor
industri di Provinsi Jawa Barat?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:
1
2

Mengkaji gambaran umum industri di Provinsi Jawa Barat.
Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat penyerapan tenaga
kerja pada sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat dan seberapa
besar pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap penyerapan tenaga kerja pada
sektor industri di Provinsi Jawa Barat.

Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat
sebagai berikut:
1

2
3
4

Bagi pemerintah, khususnya Pemerintah Provinsi Jawa Barat, memberikan
masukan kepada pemerintah mengenai pembangunan sektor industri
pengolahan dan penyerapan tenaga kerja sebagai acuan dalam penyusunan
kebijakan.
Bagi masyarakat, memberikan gambaran umum kepada masyarakat mengenai
kesempatan kerja pada sektor industri.
Bagi pembaca, membuka wawasan pembaca dan menjadi rujukan untuk
penelitian selanjutnya.
Bagi penulis, mengaplikasikan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan dalam
disiplin ilmu yang penulis tekuni.
Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan membahas jumlah tenaga kerja yang dapat diserap oleh
sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat. Sektor industri yang diteliti
adalah sektor industri pengolahan gabungan dari berbagai skala industri (besar,
sedang, kecil, dan rumah tangga). Penelitian ini menggunakan panel data dengan
mengambil 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat selama tahun 2008 sampai
tahun 2012. Variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian adalah faktorfaktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja pada sektor industri, seperti
PDRB, laju pertumbuhan industri, produktivitas tenaga kerja, UMK, investasi,
unit usaha, dan dummy industri.

5

TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Industri Pengolahan
Industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan
aktivitas mengubah suatu barang dasar (bahan mentah) secara mekanis, kimia,
atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi, atau suatu
kegiatan mengubah suatu barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih
tinggi nilainya sehingga lebih dekat kepada pemakai akhir untuk tujuan komersial,
termasuk dalam sektor ini adalah perusahaan yang melakukan jasa industri,
rancang bangun perekayasaan serta pekerjaan perakitan (assembling) dari suatu
barang.
Departemen Perindustrian dalam Arsyad (1993) mengelompokkan industri
nasional Indonesia menjadi 3 kelompok besar, yaitu:
1 Industri Dasar yang meliputi kelompok Industri Mesin dan Logam Dasar
(IMLD) dan kelompok Industri Kimia Dasar (IKD). Industri yang termasuk
IMLD, diantaranya adalah industri mesin pertanian, elektronika kereta api,
pesawat terbang, kendaraan bermotor, besi baja, aluminium, tembaga, dan
sebagainya. Sedangkan industri yang termasuk dalam IKD, diantaranya
adalah industri pengolahan kayu dan karet alam, industri pestisida, industri
pupuk, industri semen, industri batu bara, industri silikat, dan sebagainya.
2 Industri Kecil yang meliputi industri pangan (makanan, minuman, dan
tembakau), industri sandang dan kulit (tekstil, pakaian jadi, serta barang dari
kulit), industri kimia dan bahan bangunan (industri kertas, percetakan,
penerbitan, barang-barang karet, plastik, dan lain-lain), industri galian bukan
logam, dan industri logam (mesin-mesin listrik, alat-alat ilmu pengetahuan,
barang dari logam, dan sebagainya).
3 Industri Hilir yaitu kelompok Aneka Industri (AI) yang meliputi: industri
yang mengolah sumber daya hutan, industri yang mengolah hasil
pertambangan, industri yang mengolah sumber daya pertanian secara luas,
dan lain-lain.
BPS dalamArsyad (1993) mengelompokkan industri menurut jumlah
tenaga kerja yang dipekerjakan menjadi empat, yaitu:
1 Industri Besar jika mempekerjakan 100 orang atau lebih.
2 Industri Sedang jika mempekerjakan 20 sampai 99 orang.
3 Industri Kecil jika mempekerjakan 5 sampai 19 orang.
4 Industri Kerajinan Rumah Tangga jika mempekerjakan kurang dari 3 orang
(termasuk tenaga kerja yang tidak dibayar).
Penggolongan industri yang paling universal adalah berdasarkan
International Standard of Industrial Classification (ISIC), yaitu secara komoditas.
Subsektor industri tersebut dibedakan menjadi 9 kegiatan utama dan disajikan
menurut dua dijit kode Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI), yaitu:
industri makanan, minuman dan tembakau (31), industri tekstil, barang kulit, dan
alas kaki (32), industri barang kayu dan hasil hutan lainnya (33), industri kertas
dan barang cetakan (34), industri pupuk, kimia, dan barang dari karet (35),
industri semen dan barang galian bukan logam (36), industri logam dasar besi dan

6
baja (37), industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya (38), dan industri
lainnya (39).

Konsep Ketenagakerjaan
Menurut Mulyadi (2003), beberapa pengertian yang berhubungan dengan
ketenagakerjaan, yaitu :
1 Tenaga Kerja (manpower)
Adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15-64 tahun) atau jumlah seluruh
penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika
ada permintaan terhadap tenaga mereka dan jika mereka mau berpartisipasi
dalam aktivitas tersebut.
2 Angkatan Kerja (labor force)
Adalah bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat atau berusaha
untuk terlibat dalam kegiatan produktif yaitu produksi barang dan jasa.
3 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (labor force participation rate)
Adalah menggambarkan jumlah angkatan kerja dalam suatu kelompok umum
sebagai persentase penduduk dalam kelompok umur tersebut.
4 Tingkat Pengangguran (Unemployment Rate)
Adalah angka yang menunjukkan berapa banyak dari jumlah angkatan kerja
yang sedang aktif mencari pekerjaan. Pengertian menganggur di sini adalah
aktif mencari pekerjaan.
Angkatan kerja yang tumbuh sangat cepat tentu saja akan membawa beban
tersendiri bagi perekonomian, yakni penciptaan atau perluasan lapangan kerja.
Jika lapangan kerja baru tidak mampu menampung semua angkatan kerja baru,
atau dengan kata lain tambahan permintaan akan tenaga kerja lebih sedikit
daripada tambahan penawaran angkatan kerja, maka sebagian angkatan kerja baru
itu akan memperpanjang barisan penganggur yang sudah ada (Dumairy 1996).

Teori Permintaan Tenaga Kerja
Permintaan tenaga kerja juga merupakan suatu hubungan antara harga dan
kuantitas. Akan tetapi, konsep permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja
berlainan dengan permintaan konsumen terhadap barang dan jasa. Konsumen
membeli barang dan jasa karena barang dan jasa tersebut dapat memberikan
manfaat baginya. Sementara itu, pengusaha mempekerjakan seseorang untuk
membantu produksi barang dan jasa yang akan dijual kepada konsumen. Hal ini
menyatakan bahwa pertambahan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja
bergantung pada pertambahan permintaan konsumen terhadap barang dan jasa.
Oleh karena itu, permintaan tenaga kerja merupakan permintaan turunan (derived
demand) dari fungsi produksi suatu barang dan jasa.
Simanjuntak (1998) menyatakan bahwa fungsi permintaan tenaga kerja
biasanya didasarkan kepada teori neoklasik yang dalam ekonomi pasar
diasumsikan bahwa seorang pengusaha tidak dapat memengaruhi harga (price
taker). Dalam hal memaksimalkan laba, pengusaha hanya dapat mengatur berapa

7
jumlah karyawan yang dapat dipekerjakan. Hal yang menjadi dasar dari fungsi
permintaan suatu perusahaan akan tenaga kerja adalah :
1 Tambahan hasil marjinal yaitu tambahan hasil (output) yang diperoleh
pengusaha dengan penambahan seorang pekerja. Tambahan hasil tersebut
dinamakan tambahan hasil marjinal atau marjinal physical product dari
tenaga kerja (MPPL).
2 Penerimaan marjinal yaitu jumlah uang yang akan diperoleh pengusaha
dengan tambahan hasil marjinal tersebut. Jumlah uang ini dinamakan
penerimaan marjinal atau marjinal revenue (MR). Penerimaan marjinal disini
merupakan besarnya tambahan hasil marjinal dikalikan dengan harga per unit,
sehingga MR = VMPPL = MPPL x P .
3 Biaya marjinal yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan pengusaha dengan
mempekerjakan tambahan seorang karyawan, dengan kata lain upah
karyawan tersebut. Apabila tambahan penerimaan marjinal lebih besar dari
biaya marjinal, maka mempekerjakan orang tersebut akan menambah
keuntungan pengusaha, sehingga pengusaha akan terus menambah jumlah
karyawan selama MR lebih besar dari tingkat upah (w) .
Upah

D1

W
DL = MPPL.P
VMPP
Tenaga Kerja
L*

L1

Sumber: Bellante dan Jackson, 1990

Gambar 1 Permintaan tenaga kerja dengan tingkat upah tetap
Value Marginal Physical Product of Labor atau VMPP adalah nilai
pertambahan hasil marjinal dari tenaga kerja. P adalah harga jual barang per unit,
DL adalah permintaan tenaga kerja, W adalah tingkat upah, dan L adalah jumlah
tenaga kerja. Peningkatan permintaan terhadap tenaga kerja bergantung pada
pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang dikonsumsinya.
Semakin tinggi permintaan masyarakat akan barang tertentu, maka jumlah tenaga
kerja yang diminta suatu lapangan usaha akan semakin meningkat dengan asumsi
tingkat upah tetap (Gambar 1).
Peningkatan jumlah tenaga kerja dalam suatu lapangan usaha tidak
dilakukan untuk jangka pendek, walaupun permintaan masyarakat terhadap
produk yang dihasilkan tinggi. Dalam jangka pendek, pengusaha lebih
mengoptimalkan jumlah tenaga kerja yang ada dengan penambahan jam kerja atau
penggunaan mekanisasi, sedangkan dalam jangka panjang kenaikan jumlah
permintaan masyarakat akan direspon dengan menambah jumlah tenaga kerja

8
yang dipekerjakan. Hal ini berarti terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja
baru.
Pengusaha akan melakukan penyesuaian penggunaan tenaga kerja
bergantung pada tingkat upahnya. Jika tingkat upah mengalami penurunan, maka
pengusaha akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Penurunan
tingkat upah dapat dilihat pada Gambar 2. Kurva DL melukiskan besarnya nilai
hasil marjinal tenaga kerja (VMPPL) untuk setiap penggunaan tenaga kerja.
Dengan kata lain, menggambarkan hubungan antara tingkat upah (W) dan
penggunaan tenaga kerja yang ditunjukkan oleh titik L1 dan L*. Pada Gambar 2
terlihat bahwa pada kondisi awal tingkat upah berada pada W1 dan jumlah tenaga
kerja yang digunakan L1. Jika tingkat upah diturunkan menjadi W*, maka tenaga
kerja yang diminta meningkat menjadi L*.
Upah
D1
W1
E

W*

DL = VMPPL (MPPL.P)
Tenaga Kerja
L1

L*

Sumber : Bellante dan Jackson, 1990

Gambar 2

Permintaan tenaga kerja dengan tingkat upah menurun

Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja
Penyerapan tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang terserap pada
suatu sektor dalam waktu tertentu. Penyerapan tenaga kerja diturunkan dari fungsi
produksi suatu perusahaan. Produksi merupakan suatu transformasi dari input
(faktor produksi) menjadi output atau keluaran Menurut Nicholson (1995), fungsi
produksi menggambarkan banyaknya output yang dihasilkan dengan kombinasi
beberapa input yang digunakan. Jika diasumsikan bahwa suatu proses produksi
yang dinyatakan dalam q hanya menggunakan dua jenis faktor produksi yaitu
tenaga kerja (L) dan modal (K) maka fungsi produksinya adalah:
Q = f L,K
..........................................
(1)
Kemudian, untuk menganalisis jumlah permintaan tenaga kerja
diasumsikan bahwa perusahaan akan memaksimumkan keuntungan yang dapat
dirumuskan sebagai berikut :
π = TR-TC
............................................ (2)
dengan:
TR= P . Q
............................................ (3)

9
Tenaga kerja (L) dalam hal ini diukur dengan tingkat upah yang diberikan
kepada para pekerja (w), sedangkan untuk kapital (K) diukur dengan tingkat suku
bunga (r). Jadi, biaya total dalam proses produksi adalah :
TC = r K+ w L ..........................................
(4)
dengan mensubstitusikan persamaan (1), (3), (4) ke persamaan (2) maka
diperoleh :
w L = P . f L, K -rK-π .................................
(5)
P . Q -r K-π

Ld =
..........................................
W
dengan:
Ld
= Permintaan tenaga kerja
w
= Upah tenaga kerja
P
= Harga jual barang per unit
Q
= Output (PDRB)
r
= Tingkat suku bunga
K
= Kapital (investasi)

(6)

Berdasarkan persamaan di atas dapat diketahui bahwa permintaan tenaga
kerja (Lt) merupakan fungsi dari tingkat upah (W). Hukum permintaan tenaga
kerja pada hakekatnya adalah semakin rendah upah tenaga kerja maka semakin
banyak permintaan tenaga kerja tersebut. Apabila upah yang diminta besar, maka
pengusaha akan mencari tenaga kerja lain yang upahnya lebih rendah dari yang
pertama. Hal ini karena dipengaruhi oleh banyak faktor, yang diantaranya adalah
besarnya jumlah angkatan kerja yang masuk ke dalam pasar tenaga kerja, upah
dan skill yang dimiliki oleh tenaga kerja tersebut.

Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Penyerapan Tenaga Kerja
Menurut Mankiw (2007), hukum Okun menyatakan bahwa terdapat kaitan
yang erat antara tingkat pengangguran dengan GDP (Gross Domestic Product) riil,
di mana terdapat hubungan yang negatif antara tingkat pengangguran dengan
GDP riil. Pernyataan ini dapat diartikan bahwa GDP riil memiliki hubungan
positif dengan kesempatan kerja. Pertumbuhan ekonomi merupakan ukuran
performa perekonomian suatu negara. Pertumbuhan ekonomi direpresentasikan
dari nilai output atau Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nominal. Suatu negara
dapat dikatakan perekonomiannya bertumbuh atau berkembang apabila terjadi
perubahan tingkat aktivitas ekonominya dari tahun ke tahun yang dapat
menghasilkan tambahan pendapatan atau kesejahteraan masyarakat. Hal ini
menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan
produksi barang dan jasa dari tahun ke tahun. Rumus laju pertumbuhan ekonomi
pada suatu tahun tertentu dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah
ini:
Gt =

Yt - Yt-1
Yt-1

x 100 persen

10
Gt adalah laju pertumbuhan ekonomi, Yt adalah PDB tahun sekarang, dan Yt-1
adalah PDB tahun sebelumnya (Arsyad 1993). Adanya pertumbuhan ekonomi
mengindikasikan peningkatan daya beli masyarakat, sehingga permintaan agregat
terhadap barang dan jasa juga akan meningkat. Kenaikan permintaan agregat ini
direspon perusahaan dengan menambah penggunaan tenaga kerja untuk
meningkatkan produksinya. Dengan demikian, tingkat pertumbuhan ekonomi
berkorelasi positif dengan tingkat penyerapan tenaga kerja.
Teori pertumbuhan ekonomi neoklasik Solow menyatakan bahwa
perekonomian akan berkembang bergantung pada kuantitas dan kualitas tenaga
kerja, akumulasi kapital, dan kemajuan teknologi. Model pertumbuhan ekonomi
neoklasik Solow memakai fungsi produksi agregat standar, yaitu :
Y = Kα (AL)1-α
di mana Y adalah produk domestik bruto, K adalah stok modal fisik dan modal
manusia, L adalah tenaga kerja, dan A merupakan kemajuan teknologi.
Peningkatan input berupa K (kapital) dan L (tenaga kerja) dan peningkatan
kemajuan teknologi yang tercermin dari kenaikan A akan berdampak pada
peningkatan Y (Todaro 2006).

Hubungan Produktivitas Tenaga Kerja dengan Penyerapan Tenaga Kerja
Secara umum, produktivitas merupakan perbandingan antara output dan
input. Produktivitas tenaga kerja merupakan gambaran tingkat kemampuan tenaga
kerja dalam menghasilkan barang dan jasa. Menurut Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi RI Nomor: PER.16 MEN/XI/2010 Tentang Perencanaan
Tenaga Kerja Makro, produktivitas tenaga kerja merupakan rasio antara nilai
Produk Domestik Bruto (PDB) dengan jumlah penduduk yang bekerja yang
digunakan baik individu maupun kelompok, dalam satuan waktu tertentu yang
merupakan besaran kontribusi penduduk yang bekerja dalam pembentukan nilai
tambah suatu produk dari proses kegiatan ekonomi pada suatu lapangan usaha
secara nasional dan regional. Menurut The Bureau of Labor Statistics in the
United States dalam Yi dan Chan (2012), produktivitas tenaga kerja dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Produktivitas TK=

output riil
jumlah jam kerja

Output riil disini merupakan PDB dan jumlah jam kerja diukur dari jumlah tenaga
kerja.
Produktivitas memiliki arti penting dalam peningkatan pendapatan
nasional karena kegunaannya dalam membantu mengevaluasi keefektivan sektorsektor pembangunan ekonomi. Produktivitas tenaga kerja yang tinggi secara
langsung akan mendorong pertumbuhan ekonomi ke level yang tinggi.
Simanjuntak (1998) menyatakan bahwa kenaikkan permintaan pengusaha
terhadap tenaga kerja tergantung dari kenaikkan permintaan masyarakat akan
barang yang di produksi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut secara
langsung juga akan mendorong tumbuhnya kesempatan kerja secara luas.

11

Hubungan Investasi dan Jumlah Perusahaan Industri dengan Penyerapan
Tenaga Kerja
Investasi adalah kegiatan penanaman modal pada suatu aktivitas ekonomi
untuk memperoleh keuntungan. Dilihat dari sudut pandang makro, investasi
merupakan salah satu faktor yang memengaruhi laju pertumbuhan ekonomi.
Selain dapat mendorong peningkatan output, investasi juga akan meningkatkan
permintaan input yang salah satunya adalah tenaga kerja, sehingga akan
memengaruhi pada penyediaan kesempatan kerja dan penyerapan tenaga kerja pun
tinggi, akhirnya kesejahteraan masyarakat tercapai sebagai akibat dari
meningkatnya pendapatan yang diterima masyarakat. Menurut Sukirno (2004),
kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan
kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan
meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat.
Pola investasi di Indonesia mencakup investasi di sektor industri. Sektor
industri dianggap memiliki kapasitas produktif jangka panjang, sehingga sektor
ini menjadi tujuan utama investor untuk berinvestasi. Baum dan Tolbert dalam
Maryadi (2007), peran investasi di sektor industri adalah mempertahankan
prospek untuk suatu kenaikan produktivitas dan akumulasi modal, menggiatkan
lapangan pekerjaan, meningkatkan jumlah produksi sehingga dapat menggantikan
impor dengan produksi dalam negeri, dan dorongan restrukturisasi industri.
Jumlah perusahaan industri menjadi salah satu faktor yang memengaruhi
penyerapan tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat ketika setiap terjadi peningkatan
jumlah perusahaan yang bergerak di bidang industri akan menyebabkan terjadinya
peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut (Fudjaja 2002).

Hubungan Upah dengan Penyerapan Tenaga Kerja
Dalam teori ekonomi, upah dapat diartikan sebagai pembayaran atas jasajasa fisik maupun mental yang disediakan oleh tenaga kerja kepada pada para
pengusaha (Sukirno 2005). Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan, pengertian dari upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan
dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja
kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian
kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi
pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau
akan dilakukan.
Kegagalan upah dalam melakukan penyesuaian sampai penawaran tenaga
kerja sama dengan permintaannya merupakan indikasi adanya kekakuan upah.
Kekakuan upah merupakan salah satu penyebab terjadinya pengangguran. Untuk
memahami kekakuan upah dan pengangguran struktural, maka penting untuk
memahami mengapa pasar tenaga kerja tidak berada pada tingkat keseimbangan
penawaran dan permintaan. Hal ini ditunjukkan saat upah riil melebihi tingkat
equilibrium dan penawaran pekerja melebihi permintaannya, maka perusahaanperusahaan diharapkan akan menurunkan upah yang akan dibayar kepada pekerja.
Namun pada kenyataannya, hal ini tidak terjadi. Pengangguran struktural

12
kemudian muncul sebagai implikasi karena perusahaan gagal menurunkan upah
akibat kelebihan penawaran tenaga kerja (Mankiw 2007).

Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Prihartanti (2007) menunjukkan bahwa
faktor-faktor yang signifikan memengaruhi penyerapan tenaga kerja pada sektor
industri di Kota Bogor adalah upah riil, investasi rill, jumlah unit usaha, dan
dummy krisis. Upah riil berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja
sektor industri. Peningkatan upah di sektor industri yang tidak disertai dengan
meningkatnya penerimaan yang diperoleh perusahaan akan menyebabkan
penurunan penyerapan tenaga kerja di sektor industri. Investasi, PDRB, jumlah
unit usaha, dan dummy krisis berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga
kerja di sektor industri. Peningkatan nilai investasi akan meningkatkan jumlah
perusahaan yang bergerak pada sektor industri sehingga menimbulkan
peningkatan penyerapan akan tenaga kerja pada sektor industri. Peningkatan
PDRB pada sektor industri akan meningkatkan minat investor untuk berinvestasi
yang berpengaruh terhadap peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor ini.
Bertambahnya jumlah unit usaha yang ada di Kota Bogor mengakibatkan
terjadinya kenaikan jumlah penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut. Adanya
krisis ekonomi pada tahun 1997 memicu banyak karyawan korban PHK mulai
menciptakan lapangan kerja baru seperti Industri Kecil yang berpengaruh pada
peningkatan penyerapan tenaga kerja.
Penelitian yang dilakukan oleh Fridhowati (2011) menunjukkan bahwa
secara keseluruhan upah minimum provinsi riil, PDRB sektor industri, investasi
asing sektor industri, investasi dalam negeri sektor industri berpengaruh signifikan
terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri dengan tingkat kepercayaan
sebesar 95 persen. Secara parsial, PDRB sektor industri dan upah minimum
provinsi berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja
sektor industri. Investasi sektor industri baik dalam negeri maupun luar negeri
tidak signifikan memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri. Penelitian
ini menggunakan metode analisis regresi data panel. PDRB sektor industri dan
upah minimum provinsi berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja
sektor industri. Peningkatan PDRB sektor industri akan berpengaruh pada
peningkatan kesempatan kerja, sehingga dapat meningkatkan penyerapan tenaga
kerja pada sektor ini. Adanya kenaikan upah minimum akan berpengaruh terhadap
daya beli dari tenaga kerja tersebut, sehingga akan meningkatkan permintaan
agregat.
Penelitian yang dilakukan oleh Akmal (2010) menunjukkan bahwa PDRB,
UMP, dan investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan
tenaga kerja di Indonesia. Kenaikan PDRB akan meningkatkan kesempatan kerja,
sehingga akan memicu peningkatan penyerapan tenaga kerja. Peningkatan UMP
akan menyebabkan peningkatan penyerapan tenaga kerja. Hal ini bertolak
belakang dengan hipotesis di mana UMP berpengaruh negatif terhadap
penyerapan tenaga kerja. Kenaikan penyerapan tenaga kerja akibat kenaikan UMP
diduga lebih dirasakan pada kelompok tenaga kerja kerja terdidik. Selain itu juga
diduga akibat tingginya permintaan tenaga kerja di sektor jasa-jasa, industri

13
pengolahan, dan pertanian. Semakin meningkatnya investasi maka semakin
banyak perusahaan, sehingga akan terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja.
Penelitian yang dilakukan oleh Fudjaja (2002) menunjukkan bahwa faktorfaktor yang memengaruhi kesempatan kerja sektor industri adalah kesempatan
kerja sektor pertanian, PDRB sektor industri tahun sebelumnya, jumlah
perusahaan industri, angkatan kerja, dan kesempatan kerja sektor industri tahun
sebelumnya. Variabel kesempatan kerja sektor pertanian berpengaruh positif
terhadap kesempatan kerja sektor industri yang tidak sesuai dengan hipotesis. Hal
ini diduga karena peningkatan kesempatan sektor pertanian diinvestasikan ke
sektor industri yang dianggap lebih menjanjikan. Variabel PDRB sektor industri
berpengaruh negatif terhadap kesempatan kerja sektor industri juga tidak sesuai
dengan hipotesis. Hal ini diperkuat oleh variabel angkatan kerja juga berpengaruh
negatif terhadap kesempatan kerja sektor industri, yang artinya sektor industri
yang ada tidak mampu menampung kelebihan angkatan kerja. Variabel
kesempatan kerja sektor industri tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap
kesempatan kerja sektor industri sekarang. Adapun nilai paramater dugaan antara
nol dan satu menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kesempatan kerja sektor
industri setiap tahun.
Penelitian yang dilakukan oleh Dimas dan Woyanti (2009) menunjukkan
bahwa PDRB, tingkat upah riil, dan investasi riil berpengaruh signifikan terhadap
penyerapan tenaga kerja di DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan analisis
model regresi linier berganda dengan menggunakan OLS (Ordinary Least
Squares). Variabel PDRB berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja.
Variabel upah dan investasi berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga
kerja. Hasil dugaan investasi tidak sesuai dengan teori yang berlaku. Hal ini
disebabkan oleh karakteristik investasi asing yang bersifat padat modal dengan
teknologi tinggi cenderung menggunakan tenaga kerja yang lebih sedikit serta
faktor struktural, kelembagaan, dan politik yang menyebabkan harga pasaran
tenaga kerja menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan harga modal.

Kerangka Pemikiran
Industrialisasi merupakan salah satu strategi pembangunan ekonomi yang
sedang marak dilakukan oleh negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu
contohnya. Sektor industri memiliki banyak keunggulan, diantaranya adalah
variasi produknya yang beragam, adanya nilai tambah dari suatu output yang
dihasilkan, mampu memberikan marjin yang tinggi, sumber devisa negara, serta
mampu menyerap banyak tenaga kerja. Oleh karena itu, sektor industri menjadi
leading sector di Indonesia.
Provinsi Jawa Barat didominasi oleh sektor industri. Sebanyak 60 persen
sektor industri nasional berlokasi di daerah ini. Sektor industri di daerah ini
mampu memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan PDRB yaitu di
atas 40 persen. Namun, dalam hal penyerapan tenaga kerja, sektor ini menempati
peringkat ketiga setelah sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel, dan
restoran dengan kontribusinya sebesar 20 persen. Sementara itu, berdasarkan data
yang ada, angka pengangguran di Jawa Barat masih tergolong cukup tinggi.
Ketidakseimbangan antara jumlah angkatan kerja dan kesempatan kerja yang

14
tersedia menyebabkan adanya pengangguran. Hal ini menunjukkan bahwa sektor
industri belum mampu menyerap tenaga kerja secara optimal.
Berdasarkan uraian tersebut, analisis faktor-faktor yang memengaruhi
penyerapan tenaga kerja di sektor industri diperlukan untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah PDRB, laju
pertumbuhan industri, produktivitas tenaga kerja industri, UMK, investasi industri,
unit usaha, dan dummy industri. Sektor industri yang diteliti adalah sektor industri
pengolahan gabungan dari berbagai skala industri (besar, sedang, kecil, dan rumah
tangga). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah panel data
dengan cross section 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat selama 5 tahun
dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012. Selanjutnya, pengaruh dari masingmasing faktor akan diteliti sebagai bahan rekomendasi kebijakan untuk
meningkatkan penyerapan tenaga kerja di sektor industri.

Sektor industri adalah sektor unggulan di Jawa Barat

Kontribusi terhadap PDRB Jawa Barat menduduki
peringkat pertama

Kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja di Jawa
Barat menduduki peringkat ketiga

Faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga
kerja di sektor industri

PDRB

Laju
Pertumbuhan
Industri

Produktivitas
Tenaga
Kerja Industri

Investasi
Sektor
Industri

Upah
Minimum
Kabupaten

Implikasi Kebijakan

Gambar 3 Kerangka Pemikiran Operasional

Jumlah
Unit
Usaha

Dummy
Industri

15
Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian.
Secara teoretis, hipotesis yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai
berikut :
1 PDRB berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor
industri.
2 Laju pertumbuhan sektor industri berpengaruh positif terhadap penyerapan
tenaga kerja pada sektor industri.
3 Produktivitas tenaga kerja pada sektor industri berpengaruh positif terhadap
penyerapan tenaga kerja pada sektor industri.
4 Investasi pada sektor industri berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga
kerja pada sektor industri.
5 UMK berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor
industri.
6 Jumlah unit usaha industri berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga
kerja pada sektor industri.
7 Variabel dummy industri berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga
kerja pada sektor industri.

METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
berupa data panel terdiri dari dua bagian yaitu: (1) data time series yang berupa
data tahunan Jawa Barat dari tahun 2008 hingga 2012 dan (2) data cross section
sebanyak 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Variabel-variabel ekonomi
yang digunakan adalah jumlah tenaga kerja pada sektor industri pengolahan,
PDRB, laju pertumbuhan industri pengolahan, produktivitas tenaga kerja sektor
industri pengolahan, UMK, investasi industri pengolahan, jumlah unit usaha, dan
dummy industri pengolahan. Sumber data-data yang digunakan dalam penelitian
ini diperoleh dari instansi terkait, buku, jurnal, dan literatur lainnya.
Tabel 3 Data dan sumber data yang digunakan
No
1
2

3
4
5

Data yang digunakan
Perkembangan Beberapa Indikator Utama
Sosial-Ekonomi Indonesia Tahun 2008-2012
Tinjauan Regional Berdasarkan PDRB
Kabupaten/Kota Pulau Jawa dan Bali Tahun
2008-2012
Jawa Barat dalam Angka Tahun 2008-2012
Perkembangan PMA dan PMDN Industri
Pengolahan Tahun 2008-2012
Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Barat
Tahun 2008-2012

Sumber data
Badan Pusat Statistik (BPS)
Badan Pusat Statistik (BPS)

Badan Pusat Statistik (BPS)
Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM)
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Provinsi Jawa Barat

16
Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif.
Analisis kualitatif dalam penelitian ini dilakukan dengan menyajikan data dalam
bentuk tabel dan grafik untuk mengkaji gambaran umum sektor industri
pengolahan di Jawa Barat. Untuk memudahkan analisis perkembangan
penyerapan tenaga kerja sektor industri pengolahan, data laju pertumbuhan
industri dan tingkat pengangguran per kabupaten/kota di Jawa Barat tahun 2008
dan 2012 akan diplot dalam 4 kuadran (analisis pemetaan). Sementara itu, analisis
kuantitatifnya dilakukan dengan regresi panel data statis dengan taraf nyata 5
persen. Analisis ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi
penyerapan tenaga kerja sektor industri pengolahan di Jawa Barat. Pengolahan
data ini dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel dan E-views
6.0. Hasil pengolahan data dan penjelasan analisisnya dipaparkan dalam bab
pembahasan.
Data panel menurut Gujarati (2003) merupakan suatu data cross-section
(individu/sektor) yang disusun berdasarkan runtun waktu (time series). Data cross
section adalah data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu,
sedangkan data time series adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu
terhadap suatu individu (Gujarati 2003). Penggunaan panel data dalam analisis
memberikan beberapa keuntungan, diantaranya adalah:
1 Penggunaan data panel mengombinasikan data cross section dan time series ,
sehingga membuat jumlah observasi menjadi lebih besar. Secara teknis, data
panel dapat memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar
peubah, serta meningkatkan derajat kebebasan yang artinya meningkatkan
efisiensi (Hsiao 2004 dalam Firdaus 2011).
2 Penggunaan data panel lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek
secara sederhana yang tidak dapat diatasi dalam cross section saja atau time
series saja, selain itu juga mampu mengontrol heterogenitas individu (Firdaus
2011).
Data panel merupakan gabungan dari data time series dan cross section,
maka model dapat ditulis sebagai berikut :
Yit = α+ βXit + εit
i = individu kabupaten/kota
t = tahun
Ada tiga metode untuk mengestimasi data panel, yaitu :
1 Pendekatan Pooled Least Square (PLS)
Pada prinsipnya, pendekatan ini adalah menggunakan gabungan dari
selur