Analisis faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri di provinsi jawa timur 2001-2011

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI
DI PROVINSI JAWATIMUR 2001-2011

PRADILA MAULIA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-Faktor
Yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Provinsi
JawaTimur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantukan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Pradila Maulia
H14100003

ABSTRAK
PRADILA MAULIA. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyerapan
Tenaga Kerja Sektor Industri di Provinsi Jawa Timur 2001-2011. Dibimbing oleh
DEDI BUDIMAN HAKIM.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
penyerapan tenaga kerja sektor industri di Provinsi JawaTimur dengan
menggunakan data panel 37 kabupaten di Jawa Timur dari tahun 2001-2011.
Variabel bebas yang digunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
riil sektor industri, Upah minimum Kabupaten (UMK), dan jumlah industri di
setiap kabupaten yang dianalisis. Sedangkan variabel terikat adalah jumlah tenaga
kerja sektor industri. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif
dan analisis regresi berganda data panel dengan Fix Effect Model (FEM). Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa UMK dan jumlah industri berpengaruh
signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri di Jawa Timur,

sedangkan PDRB riil sektor industri tidak berpengaruh signifikan. UMK
berhubungan negatif dengan jumlah tenaga kerja sektor industri, sedangkan
jumlah unit industri berhubungan positif.
Kata kunci: Fix Effect Model (FEM), PDRB riil, sektor industri, tenaga kerja,
UMK

ABSTRACT
PRADILA MAULIA. The Analysis of factors Affecting Employment of
Industries Sector in East Java Province 2001-2011. Supervised by DEDI
BUDIMAN HAKIM.
The aim of this reasearch is to anlyze the factors affecting Employment of
Industries Sector in East Java Province using panel data from 37 regencies in east
java from 2001 to 2011. The independent variable used the real Regional Gross
Domectic Product (GDP) of industries sector, minimum wages, and the total of
industries in east java. The employment of industries sector were used as
dependent variable. The methode used descriptive analysis and regression of panel
data using Fixed Effect Model (FEM). The result indicate that minimum wage and
the total of industries influence the employment of Industries Sector in East Java
Province significantly, while the real regional GDP of industries sector
unsignificantly. Minimum wage has negatif relation and the total of industries has

positive relation to dependent variable.
Keywords: Fixed Effect Model (FEM), Real Regional GDP, Industries sector,
Employment, Minimum wage

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI
DI PROVINSI JAWATIMUR 2001-2011

PRADILA MAULIA

Skripsi
sebagai salahsatu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

PRAKATA
Segala puji dan syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala atas karunia dan
anugerah-Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan skripsi
ini dengan baik. Penulisan skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi salahsatu
persyaratan untuk menyelesaikan Program Studi Strata Satu (S1) di Institut
Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah memberikan beasiswa
Bidik Misi kepada penulis, sehingga penulis dapat menempuh pendidikan
Program Studi Strata Satu (S1) di Institut Pertanian Bogor sampai selesai.
2. Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. yang telah memberikan
bimbingan dari awal hingga akhir dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini.
3. Seluruh petugas Pusat Data dan Informasi Badak Pusat Statistik (BPS) Jawa
Timur, BPS Jakarta, Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan
(Disnakertransduk) Jawa Timur yang telah banyak membantu dalam proses
pengumpulan data.
4. Bapak (M. Syafii), Ibu (Sari Sini), Nenek (Leama), kakak (Sri Yuhana dan
Ina Maryana), adik (Pradita Maulia) dan seluruh keluarga atas doa, dukungan

dan kasih sayangnya selama ini.
5. Teman-teman Genetika, Forces, Formasi, Inovasia, Wisma Sari, Tim PKM
dan seluruh pihak yang telah banyak memberikan semangat dan motivasi bagi
saya untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Akhir kata penulis berharap Allah Subhanahu Wata’ala berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu dimasa yang akan datang.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014
Pradila Maulia

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Rumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3


Manfaat Penelitian

3

Hipotesis dan Kerangka Pemikiran

3

TINJAUAN PUSTAKA

4

Industri

4

Penyerapan Tenaga Kerja

5


PDRB

8

Upah Minimum

9

Penelitian Terdahulu
METODE

11
12

Jenis dan Sumber Data

12

Metode Analisis


12

Definisi Variabel Operasional

18

PEMBAHASAN

19

Tenaga Kerja Sektor Industri di Provinsi JawaTimur

19

Pertumbuhan Ekonomi Sektor Industri di Provinsi JawaTimur

22

Perkembangan Investasi Sektor Industri di Jawa Timur


24

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor
Industri di Provinsi JawaTimur
25
SIMPULAN DAN SARAN

32

Simpulan

32

Saran

32

DAFTAR PUSTAKA


33

LAMPIRAN

35

RIWAYAT HIDUP

48

DAFTAR TABEL
1. Kondisi Ketenagakerjaan Jawa Timur 2011 – 2013
2. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan
Kerja Utama 2011 – 2013 (Ribu Orang)
3. Peranan Provinsi dalam Pembentukan PDB Nasional (persen)
4. Perkembangan Realisasi Investasi PMA dan PMDN Jawa Timur
2010-2012
5. Hasil Uji Multikolinearitas
6. Hasil Uji-t

19
20
22
24
27
28

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kerangka Pemikiran
Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Tetap
Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Menurun
Keseimbangan Pasar tenaga kerja
Kriteria pengujian autokorelasi dengan uji Durbin Watson
Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi JawaTimur
Jumlah Penduduk Miskin Menurut Provinsi (Ribu), tahun 2004 dan
2012
8. Perbandingan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dengan nasional
(%) tahun 2004-2013
9. Pertumbuhan sektor industri Jawa Timur 2006-2013
10. Perbandingan nilai investasi sektor industri Provinsi JawaTimur 2010
11. Hasil Uji Normalitas

4
6
7
10
15
21
22
23
23
25
26

DAFTAR LAMPIRAN
1. Data yang Digunakan
2. Hasil Estimasi Penyerapan Tenaga Kerja dengan e-views 6
3. Hasil Uji menggunakan e-views 6

36
46
47

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jawa Timur merupakan salahsatu provinsi yang memiliki letak strategis di
pulau jawa. Hal ini dikarenakan letak Jawa Timur yang menjadi pintu gerbang
perdagangan antara kawasan barat dengan kawasan timur Indonesia. Posisi
strategis ini menjadikan kegiatan perekonomian di Jawa Timur berkembang
dengan baik. Hal ini dibuktikan oleh tingkat Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) Jawa Timur yang tinggi dan menjadi penyumbang terbesar ke-2 terhadap
Produk Domestik Briuto (PDB) Nasional tahun 2013 setelah Provinsi DKI Jakarta.
Jawa Timur berkontribusi sebesar 15,02% sedangkan Jakarta sebesar 16,58%
(BPS 2013).
Selain memiliki tingkat PDRB yang tinggi, Jawa Timur juga memiliki
tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, bahkan melebihi pertumbuhan
ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada tahun 2011, 2012, dan
2013 berturut-turut tumbuh sebesar 7.22%, 7.27%, dan 6.97%. sedangkan
pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2011, 2012, dan 2013 tumbuh sebesar
6.46%, 6.3%, dan 5.78% (BPS 2014). Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada
tiga tahun terakhir selalu lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi nasional.
Table 1 Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi-provinsi di Pulau Jawa
dan Nasional Tahun 2009 – 2013
Provinsi

Tahun

2009

2010

2011

2012

2013

DKI Jakarta

5,02

6,50

6,73

6,53

5,63

Jawa Barat

4,19

6,20

6,48

6,21

6,06

Jawa Tengah

5,14

5,84

6,03

6,34

5,80

Jawa Timur

5,01

6,68

7,22

7,27

6.97

Banten

4,71

6,11

6,39

6,15

5,86

Nasional

4,77

6,14

6,35

6,30

5.78

Sumber: Badan Pusat Statistik RI 2014

Sektor industri merupakan sektor utama (leading sector) yang memiliki
kontribusi terbesar kedua setelah sektor perdagangan terhadap PDRB Jawa Timur.
Data BPS Jawa Timur (2013) menyebutkan bahwa sektor industri berkontribusi
sebesar 26,24% terhadap PDRB Jawa Timur, sedangkan sektor perdagangan
berkontribusi sebesar 31,08%.
Hukum Okun menyebutkan bahwa terdapat hubungan negatif antara PDB
atau PDRB dengan pengangguran (Mankiw, 2007). Artinya, semakin tinggi
tingkat PDRB suatu daerah maka tingkat pengangguran di daerah tersebut akan
semakin menurun. Tingkat PDRB yang semakin tinggi menggambarkan
pertumbuhan ekonomi suatu daerah yang semakin meningkat. Pertumbuhan

2
ekonomi yang semakin tinggi akan meningkatkan penyediaan lapangan pekerjaan
dengan meningkatnya kegiatan investasi, sehingga peningkatan investasi ini dapat
menurunkan jumlah pengangguran di Jawa Timur. Akan tetapi, berdasarkan data
statistik sosial BPS Jawa Timur disebutkan bahwa pada kurun waktu antara
agustus 2012 sampai agustus 2013 terjadi peningkatan pengangguran terbuka
sebesar 0,21%.
Sektor industri yang memiliki kontribusi besar terhadap PDRB Jawa Timur
diharapkan mampu menyerap banyak tenaga kerja dan menurunkan tingkat
pengangguran. Namun, tingginya kontribusi sektor industri terhadap PDRB Jawa
Timur belum diimbangi dengan penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut. sektor
industri ternyata hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 14.4% dari total
tenaga kerja di Jawa Timur. Penyerapan tenaga kerja terbesar di Jawa Timur
masih didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan. Menurut Haryani
(2002) Jumlah tenaga kerja yang diminta di pasar tenaga kerja ditentukan oleh
faktor-faktor seperti: tingkat upah, teknologi, produktivitas, kualitas tenaga kerja,
fasilitas modal, produk domestik regional bruto, dan tingkat suku bunga. Terdapat
banyak faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri,
khususnya di daerah Jawa Timur.
Oleh karena itu, relevan dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang
memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri di Jawa Timur. Hasil yang
diperoleh diharapkan dapat menjadi acuan dalam upaya meningkatkan penyerapan
tenaga kerja di sektor industri Provinsi JawaTimur.
Rumusan Masalah
Provinsi JawaTimur terdiri dari 29 Kabupaten dan 9 kota dengan 662
Kecamatan dan 8.503 Desa/Kelurahan, provinsi ini merupakan salahsatu provinsi
besar di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk terbesar kedua setelah Jawa
Barat yakni sebanyak 37.476.757 jiwa (BKPM Jawa Timur 2013). Besarnya
jumlah penduduk menjadi indikator tersedianya tenaga kerja yang memadai,
namun apabila jumlah tenaga kerja yang besar ini tidak diimbangi dengan
tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai akan menimbulkan masalah
pengangguran. Oleh karena itu, penyediaan kesempatan kerja melalui sektor
perekonomian yang ada menjadi hal yang sangat penting guna mengatasi
permasalahan pengangguran di Provinsi JawaTimur.
Jawa Timur menjadi barometer perekonomian nasional karena besarnya
kontribusi PDRB Jawa Timur terhadap PDB nasional dengan ditopang tiga sektor
utama, yakni pertanian, perdagangan dan industri. Sektor industri merupakan
sektor yang menjadi perhatian utama pemerintah Provinsi JawaTimur, dimana visi
pembangunan industri Jawa Timur adalah menjadikan Jawa Timur sebagai pusat
industri dan perdagangan terkemuka dengan salahsatu misinya adalah
meningkatkan pembinaan dan pengembangan industri. Ketersediaan infrastruktur,
Sumber Daya Manusia, dan kejelasan administrasi menjadi faktor penting penentu
pertumbuhan sektor industri di Jawa Timur.
Kontribusi sektor industri yang besar terhadap perekonomian Jawa Timur
belum mampu menyerap tenaga kerja yang tersedia secara optimal. Hal ini tidak
terlepas dari pola kinerja sektor industri di Jawa Timur dan faktor yang

3
mempengaruhinya. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, terdapat
beberapa rumusan masalah dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran perkembangan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi dan
investasi pada sektor industri di Jawa Timur?
2. Faktor apa sajakah yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor
industri di Jawa Timur?
Tujuan Penelitian
1.
2.

Tujuan dari penelitian ini antara lain:
Menganalisis gambaran perkembangan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi
dan tingkat investasi sektor industri di Jawa Timur.
Menganalisis berbagai faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja
sektor industri di Jawa Timur.
Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi sumber referensi bagi pemerintah
daerah Provinsi JawaTimur dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan
penyerapan tenaga kerja sektor industri. Bagi peneliti selanjutnya, Dapat menjadi
sumber referensi untuk melakukan penelitian sejenis dengan objek tempat yang
berbeda, atau untuk penelitian lanjutan dengan data terbaru dan metode yang lebih
akurat.
Hipotesis dan Kerangka Pemikiran
Hipotesis dari penelitian ini antara lain:
1. PDRB riil sektor industri berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga
kerja sektor industri di Provinsi JawaTimur
2. UMK berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri di
Provinsi JawaTimur
3. Jumlah industri berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja sektor
industri di Provinsi JawaTimur
Sektor industri merupakan sektor unggulan yang juga menjadi salahsatu dari
tiga penyumbang utama terhadap PDRB jawa timur bersama sektor pertanian dan
sektor perdagangan. Sektor industri merupakan penyusun 26.24% PDRB Provinsi
Jawatimur. Tingginya jumlah angkatan kerja sebagai akibat dari tingginya Jumlah
penduduk di Jawa Timur diharapkan mampu diserap secara optimal pada sektor
industri. Sehingga Tingkat Pengangguran Terbuka di Jawa Timur yang cukup
tinggi (4.33%) dapat diatasi melalui penciptaan lapangan kerja di sektor unggulan
ini.
Berdasarkan latar belakang permasalahan dijelaskan bahwa banyak faktor
yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri, antara lain tingkat
PDRB riil sektor industri, tingkat upah minimum, dan investasi. PDRB riil sektor
industri menggambarkan total seluruh output yang dihasilkan pada sektor industri
atas dasar harga konstan. Semakin tinggi tingkat PDRB riil sektor industri
menjelaskna bahwa total output yang dihasilkan semakin banyak, sehingga tingkat

4
penyerapan tenaga kerja juga akan semakin tinggi. Upah yang semakin tinggi
dapat menurunkan tingkat penyerapan tenaga kerja. Hal ini disebabkan karena
kenaikan tingkat upah akan meningkatkan biaya produksi perusahaan dan dapat
menurunkan tingkat keuntungan perusahaan. Kondisi ini akan menyebabkan
penyerapan tenaga kerja akan semakin menurun.
Kegiatan investasi pada sektor industri dapat digambarkan melalului jumlah
total perusahaan yang bergerak dalam sektor ini. semakin banyak jumlah
perusahaan yang bergerak dalam bidang industri, maka akan semakin banyak pula
jumlah pekerja yang dibutukan pada kegiatan industri dalam perusahaan tersebut.
Sehingga semakin banyak jumlah industri akan semakin meningkatkan
penyerapan tenaga kerja. Apabila diketahui faktor-faktor yang memengaruhi
penyerapan tenaga kerja sektor industri di Jawa Timur, rekomendasi kebijakan
kepada pemerintah Provinsi JawaTimur terkait penyerapan tenaga kerja sektor
industri dapat diberikan. Alur kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
PDRB Jawa Timur

Sektor Pertanian

Sektor Industri

Sektor Perdagangan

Penyerapan Tenaga Kerja

PDRB Riil

UMK

Jumlah Industri

Analisis Regresi Data Panel

Rekomendasi kebijakan Pemerintah Prov.Jatim
Gambar 1 Kerangka Pemikiran

TINJAUAN PUSTAKA
Industri
Secara mikro, industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang
menghasilkan barang-barang yang homogen, atau barang-barang yang
mempunyai sifat saling mengganti yang erat. Secara makro, industri adalah

5
kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah yakni semua produk, baik
barang maupun jasa. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian industri secara luas
adalah suatu unit usaha yang melakukan kegiatan ekonomi yang mempunyai
tujuan untuk menghasilkan barang dan jasa yang terletak pada suatu bangunan
atau lokasi tertentu serta mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai
produksi dan struktur biaya serta ada seseorang atau lebih yang bertanggungjawab
atas resiko usaha tersebut (Hasibuan, 1993).
Menurut Dumairy (1996) istilah industri memiliki dua arti, yaitu: pertama,
industri dapat berarti himpunan perusahaan-perusahaan sejenis, dan kedua,
industri dapat pula merujuk ke suatu sektor ekonomi yang didalamnya terdapat
kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang
setengah jadi. Sektor industri digolongkan menjadi industri besar, sedang dan
kecil serta industri rumah tangga dilihat dari jumlah tenaga kerja yang
dipekerjakan. Apabila tenaga kerja yang digunakan diatas 99 orang maka
termasuk dalam industri besar, antara 20-99 orang termasuk dalam industri sedang,
dan untuk industri kecil tenaga kerja yang digunakan antara 5-19 orang,
sedangkan untuk industri rumah tangga maka jumlah tenaga kerja yang digunakan
ialah kurang dari 5 orang (BPS, 2000).
Negara-negara berkembang berkeyakinan bahwa sektor industri mampu
mengatasi masalah perekonomian, dengan asumsi bahwa sektor industri dapat
memimpin sektor-sektor perekonomian lainnya menuju pembangunan ekonomi.
Oleh karena itu selain akan mendorong perkembangan industri yang terkait
dengannya, di Indonesia sektor industri perlu dipersiapkan agar mampu menjadi
sektor pemimpin dan penggerak terhadap perkembangan sektor perekonomian
lainnya. (Saragih, 2004).
Penyerapan Tenaga Kerja
Tenaga kerja menurut BPS (2010) adalah Penduduk usia 15 tahun ke atas
yang sedang bekerja, yang memiliki pekerjaan namun sementara tidak bekerja,
seseorang yang tidak memiliki pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan
dikategorikan bekerja. Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan
tujuan memperoleh nafkah atau membantu memperoleh nafkah paling sedikit satu
jam secara terus menerus selama seminggu yang lalu.
Penduduk yang terserap dalam lapangan pekerjaan biasanya tersebar di
berbagai sektor perekonomian. Sektor yang memengerjakan banyak orang
umumnya menghasilkan barang dan jasa yang relatif besar. Akan tetapi setiap
sektor mengalami laju pertumbuhan yang berbeda. Demikian pula dengan
kemampuan setiap sektor dalam menyerap tenaga kerja. Perbedaan laju
pertumbuhan tersebut mengakibatkan dua hal. Pertama, terdapat perbedaan laju
peningkatan produktivitas kerja di masing-masing sektor. Kedua, secara
berangsur-angsur terjadi perubahan sektoral, baik dalam penyerapan tenagakerja
maupun dalam kontribusinya dalam pendapatan nasional (Simanjuntak, 1998).
Teori permintaan tenaga kerja adalah teori yang menjelaskan seberapa
banyak suatu perusahaan akan memengerjakan tenaga kerja dengan berbagai
tingkat upah pada suatu periode tertentu. Fungsi permintaan tenaga kerja biasanya
didasarkan kepada teori neoklasik, dimana dalam ekonomi pasar diasumsikan
bahwa seorang pengusaha tidak dapat mempengaruhi harga (price taker). Dalam

6
hal memaksimalkan laba, pengusaha hanya dapat mengatur berapa jumlah
karyawan yang dapat dipekerjakan.
Fungsi permintaan suatu perusahaan akan tenaga kerja didasarkan pada : (1)
tambahan hasil marjinal yaitu tambahan hasil (output) yang diperoleh pengusaha
dengan penambahan seorang pekerja. Tambahan hasil tersebut dinamakan
tambahan hasil marjinal atau marjinal physical product dari tenaga kerja (MPPL),
(2) penerimaan marjinal yaitu jumlah uang yang akan diperoleh pengusaha
dengan tambahan hasil marjinal tersebut. Jumlah uang ini dinamakan penerimaan
marjinal atau marjinal revenue (MR). Penerimaan marjinal disini merupakan
besarnya tambahan hasil marjinal dikalikan dengan harga per unit, sehingga MR =
VMPPL = MPPL . P, dan (3) biaya marjinal yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan
pengusaha dengan memengerjakan tambahan seorang karyawan, dengan kata lain
upah karyawan tersebut. Apabila tambahan penerimaan marjinal lebih besar dari
biaya marjinal, maka memengerjakan orang tersebut akan menambah keuntungan
pengusaha, sehingga pengusaha akan terus menambah jumlah karyawan selama
MR lebih besar dari tingkat upah (w) (Simanjuntak, 1998).
Peningkatan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja tergantung dari
pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang dikonsumsinya.
Semakin tinggi permintaan masyarakat akan barang-barang yang dihasilkan oleh
sektor industri, maka jumlah tenaga kerja yang diminta oleh suatu perusahaan
akan semakin meningkat dengan asumsi tingkat upah tetap. Hal ini dapat dilihat
pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2 Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Tetap
Keterangan :
VMPP = Value Marginal Physical Product (Nilai Pertambahan Hasil Marjinal
Tenaga Kerja)
P
= Harga jual barang per unit
DL
= Permintaan tenaga kerja
W
= Upah
L
= Tenaga Kerja
Peningkatan jumlah tenaga kerja oleh perusahaan tidak dilakukan untuk
jangka pendek, walaupun permintaan masyarakat terhadap produk yang dihasilkan
tinggi. Dalam jangka pendek, perusahaan akan lebih mengoptimalkan jumlah
tenaga kerja yang ada dengan penambahan jam kerja atau penggunaan mekanisasi,

7
sedangkan dalam jangka panjang, kenaikan jumlah permintaan masyarakat akan
direspon oleh perusahaan dengan menambah jumlah tenaga kerja yang
dipekerjakan. Hal ini berarti terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja baru.
Suatu perusahaan akan melakukan penyesuaian penggunaan tenaga kerja
tergantung dari tingkat upahnya. Jika w mengalami penurunan, maka perusahaan
akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Penurunan tingkat upah
ini dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.

Gambar 3 Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Menurun
Pada Gambar 3, kurva DL melukiskan besarnya nilai hasil marjinal tenaga
kerja (VMMPL) untuk setiap penggunaan tenaga kerja. Artiya, menggambarkan
hubungan antara tingkat upah (W) dan penggunaan tenaga kerja yang ditunjukkan
oleh titik L1, dan L*. Pada Gambar 3, terlihat bahwa pada kondisi awal tingkat
upah berada pada W1 dan jumlah tenaga kerja yang digunakan adalah L1. Apabila
tingkat upah di suatu perusahaan diturunkan menjadi W*, maka jumlah tenaga
kerja yang diminta meningkat menjadi L*.
Hukum Permintaan tenaga kerja pada hakikatnya adalah semakin rendah
upah dari tenaga kerja maka semakin banyak permintaan terhadap tenaga kerja
tersebut. Apabila upah yang diminta besar, maka perusahaan akan mencari tenaga
kerja lain yang upahnya lebih rendah dari yang pertama. Hal ini karena
dipengaruhi oleh banyak faktor, yang diantaranya adalah besarnya jumlah
penduduk, harga dari tenaga kerja (upah) dan skill yang dimiliki oleh tenaga kerja
tersebut. Selain itu, faktor-faktor eksternal seperti terjadinya krisis moneter juga
sangat mempengaruhi struktur penyerapan tenaga kerja dalam suatu
perekonomian (Galbraith dan Darity dalam Fudjaja, 2002).
Menurut Fudjaja (2002), jumlah perusahaan industri menjadi salahsatu
faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat ketika
setiap terjadi peningkatan jumlah perusahaan yang bergerak di bidang industri
akan menyebabkan terjadinya peningkatan penyerapan tenaga kerja untuk sektor
industri itu sendiri. Berdasarkan teori yang telah disebutkan sebelumnya maka
variabel-variabel yang dianggap memengaruhi penyerapan tenaga kerja dalam
penelitian ini adalah besarnya Upah mimimum yang diterima pekerja, besarnya
PDRB riil sektor industri, dan Jumlah perusahaan industri yang ada di
Kabupaten/Kota di Jawa Timur untuk setiap tahunnya.

8
PDRB
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salahsatu indikator
untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu daerah dalam periode tertentu. Baik atas
dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB merupakan jumlah
nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkna oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas
dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun. Sedangkan PDRB atas dasar
harga konstan menunjukka nilai tambah barang dan jasa tersebut dihitung
menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar.
PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran
struktur ekonomi, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk
mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Untuk menghitung angkaangka PDRB, ada tiga pendekatan yang digunakan, yaitu:
a. Pendekatan produksi
PDRB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan
oleh unit-unit produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu
(biasanya dalam satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dikelompokkan
menjadi 9 lapangan usaha (sektor), antara lain: 1. Pertanian; 2. Pertambangan
dan penggalian; 4.listrik, gas dan air bersih; 5. Konstruksi; 6. Perdagangan,
hotel dan restoran; 7. Pengangkutan; 8. Keuangan, Real Estat dan jasa
perusahaan; 9. Jasa-jasa. Setiap sektor tersebut dirinci lagi menjadi sub-sub
sektor.
b. Pendekatan Pendapatan
PDRB merupakan balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi
yang ikut serta dalam proses produksi pada jangka waktu tertentu (dalam satu
tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa
tanah, bunga modal dan keuntungan. Semuanya sebelum dipotong pajak
penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB mencakup
juga penyusutan dan pajak tidak langsung neto.
c. Pendekatan Pengeluaran
PDRB adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari: 1.
Pengeluarab konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, 2.
Pengeluaran konsumsi pemerintah, 3. Pembentukan modal tetap domestik
bruto, 4. Perubahan inventori, 5. Ekspor neto (ekspor dikurangi impor).
Secara konsep, ketiga pendekatan tersebut akan menghasilkan angka yang
sama. Jadi, jumlah pengeluaran akan sama dengan jumlah barang dan jasa akhir
yang akan dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah pendapatan untuk
faktor-faktor produksi. PDRB yang dihasilkan dengan cara ini disebut sebagai
PDRB atas dasar harga pasar, karena di dalamnya sudah dicakup pajak tak
langsung neto.
Penelitian Okun (1980) membuktikan bahwa tingkat pengangguran akan
turun sebesar 0,4 persen setiap laju pertumbuhan PDB riil sebesar 1 persen per
tahun. Hukum Okun ini merupakan hasil dari penelitian empiris sehingga hukum
tersebut bukan merupakan hukum yang tetap, karena angka estimasi atas
hubungan antara trend laju pertumbuhan output dan tingkat pengangguran akan
berubahdari waktu ke waktu.

9
Pertumbuhan ekonomi yang meningkat memerlukan tenaga kerja tambahan
sebagai faktor produksi untuk memenuhi permintaan agregat yang meningkat.
Kondisi seperti ini terutama akan terjadi pada struktur perekonomian yang
memiliki corak padat karya (labour intensive). Apabila struktur perekonomian
suatu wilayah adalah capital intensive (padat modal), maka pertumbuhan ekonomi
hanya akan meningkatkan kebutuhan modal dan tidak akan menyerap banyak
tenaga kerja.
Upah Minimum
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan proses penentuan upah dan
faktor-faktor yang mempengaruhi upah pekerja yang terdapat dalam buku
berjudul “Labor Market, Unions and Government Policies” yang ditulis oleh
Burtt (1963), diantaranya yaitu:
1. Teori Kebutuhan Hidup (Subsistence Theory)
Teori yang dikemukakan David Ricardo ini secara sederhana mengemukakan
bahwa tingkat upah yang diterima oleh tenaga kerja yang tidak memiliki
keterampilan (unskilled worker) hanya dipengaruhi oleh kepentingan untuk
menutup biaya hidup kebutuhan pekerja dan keluarganya. Keadaan upah di
pasar tenaga kerja akan berfluktuasi di sekitar subsistence level. Penawaran
tenaga kerja tidak akan meningkat atau menurun dalam hubungan jangka
panjang (long run). Jika tingkat upah naik diatas biaya hidup minimum
pekerja, maka akan meningkatkan penawaran tenaga kerja dan akan
menurunkan tingkat upah. Apabila tingkat upah berada di bawah biaya hidup
minimum maka hal ini akan menurunkan kekuatan penawaran tenaga kerja
(labor force) dan kemudian tingkat upah akan naik menuju subsistence level
kembali.
2. Teori Upah Besi (Iron Wage Theory)
Teori yang dikemukakan oleh Ferdinand Lassalle ini menyatakan bahwa
dengan adanya subsistence theory kepentingan pekerja tidak terlindungi. Oleh
karena itu peran serikat pekerja dalam melindungi kepentingan pekerja
menjadi hal yang sangat penting. Dengan adanya serikat pekerja tersebut,
pekerja akan berusaha menuntut upah yang melebihi kebutuhan hidup dirinya
dan keluarganya. Teori iron wage ini cenderung merugikan kepentingan
pengusaha dan pekerja yang belum mendapatkan pekerjaan. Kenaikan upah
akibat desakan serikat pekerja akan menurunkan permintaan tenaga kerja
sehingga para penganggur akan semakin sulit mendapatkan pekerjaan dan
para pengusaha akan disulitkan dengan kenaikan biaya produksi.
3. Wage Fund Theory
Menurut teori yang dikemukakan oleh John Stuart Mill ini tingkat upah
tergantung pada permintaan dan penawaran tenaga kerja. Penawaran tenaga
kerja tergantung pada jumlah dana upah yaitu jumlah modal yang disediakan
perusahaan untuk pembayaran upah. Peningkatan tabungan akan
meningkatkan nilai investasi pada sektor-sektor ekonomi sehingga sektorsektor ekonomi tersebut berupaya meningkatkan kapasitsas produksinya,
yaitu dengan meningkatkan jumlah tenaga kerja. Peningkatan modal (capital)

10
ini berakibat meningkatnya upah pekerja karena permintaan tenaga kerja
semakin meningkat.
Teori ini juga menjelaskan bahwa peningkatan jumlah penduduk akan
mendorong tingkat upah cenderung turun, karena tidak sebanding antara
jumlah tenaga kerja dengan penawaran tenaga kerja. Menurut teori ini tingkat
upah dapat ditingkatkan hanya dengan mengurangi penawaran tenaga kerja
dan dengan meningkatkan tabungan.
4. Marginal Productivity Theory
Teori ini menyatakan bahwa dalam rangka memaksimumkan keuntungan,
tiap-tiap pengusaha menggunakan faktor-faktor produksi sedemikian rupa
sehingga tiap faktor produksi yang dipergunakan menerima atau diberi
imbalan sebesar nilai pertambahan hasil marginal dari faktor produksi
tersebut. Pengusaha memengerjakan sejumlah karyawan sedemikian rupa
sehingga nilai pertambahan hasil marginal seorang pekerja sama dengan upah
yang diterima pekerja tersebut. Teori ini menyatakan bahwa karyawan
memperoleh upah sesuai dengan produktivitas marginalnya terhadap
pengusaha.
Kegagalan upah dalam melakukan penyesuaian sampai penawaran tenaga
kerja sama dengan permintaannya merupakan indikasi adanya kekakuan upah
(wage rigidity). Kekakuan upah merupakan salahsatu penyebab terjadinya
pengangguran. Untuk memahami kekakuan upah dan pengangguran struktural,
maka penting untuk memahami mengapa pasar tenaga kerja tidak berada pada
tingkat keseimbangan penawaran dan permintaan. Hal ini dapat dilihat
berdasarkan Gambar 4, saat upah riil melebihi tingkat ekuilibrium dan penawaran
pekerja melebihi permintaannya, maka perusahaan-perusahaan diharapkan akan
menurunkan upah yang akan dibayar kepada para pekerja. Namun pada
kenyataannya, hal ini tidak terjadi. Pengangguran struktural kemudian muncul
sebagai implikasi karena perusahaan gagal menurunkan upah akibat kelebihan
penawaran tenaga kerja (Mankiw 2007).

Gambar 4. Keseimbangan Pasar tenaga kerja
Sumber: Mankiw 2007

Menurut Mankiw (2007) kekakuan upah riil menyebabkan penjahatan
pekerjaan. Jika upah riil tertahan di atas tingkat ekuilibrium (pada W1), maka
penawaran tenaga kerja melebihi permintaannya akibatnya adalah pengangguran.
Kekakuan upah ini terjadi sebagai akibat dari undang-undang upah minimum atau

11
kekuatan monopoli serikat pekerja. Berbagai faktor tersebut berpotensi
menjadikan upah tertahan di atas tingkat upah keseimbangan. Hal ini pada
akhirnya mengakibatkan pengangguran. Undang-undang upah minimum
menetapkan tingkat upah minimal yang harus dibayar perusahaan kepada para
karyawannya. Kebijakan upah minimum ditengarai akan lebih banyak berdampak
pada penganggur dengan usia muda (Mankiw 2007). Alasannya yaitu pekerja
dengan usia lebih muda termasuk anggota angkatan kerja yang kurang terdidik
dan kurang berpengalaman, maka mereka cenderung memiliki produktivitas
marginal yang rendah.
Penelitian Terdahulu
Ferdinan (2011) menganalisis bahwa faktor yang memengaruhi
penyerapan tenaga kerja di sumatera barat antara lain adalah pengeluaran
pemerintah, PDRB, dan upah riil. Faktor yang paling dominan dalam
memengaruhi penyerapan tenaga kerja di sumatera barat adalah PDRB yang
dianalisis sebagai pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang semakin
tinggi akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja akan
semakin meningkat apabila jumlah output meningkat, atau sektor-sektor yang
memengerjakan banyak orang tumbuh dengan baik.
Tambunan (2011) menyatakan bahwa disamping sisi permintaan
(konsumsi), dari sisi penawaran, pertumbuhan penduduk juga membutuhkan
pertumbuhan kesempatan kerja (sumber pendapatan). Pertumbuhan ekonomi
tanpa disertai dengan penambahan kesempatan kerja akan mengakibatkan
ketimpangan dalam pembagian dalam pembagian dari penambahan pendapatan
tersebut (ceteris paribus), yang selanjutnya akan menciptakan suatu kondisi
pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan kemiskinan. Pemenuhan kebutuhan
konsumsi dan kesempatan kerja itu sendiri hanya bisa dicapai dengan peningkatan
output agregat (barang dan jasa) atau PDRB yang terus-menerus. Dalam
pemahaman ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDRB.
Dimas dan Woyanti (2009) dalam penelitiannnya yang berjudul
Penyerapan Tenaga Kerja di DKI Jakarta menyatakan bahwa tingkat upah secara
signifikan berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja. Peningkatan
tingkat upah tanpa disertai peningkatan pendapatan perusahaan akan direspon oleh
perusahaan dengan mengurangi jumlah tenaga kerja. Sehingga jumlah
pengangguran akan semakin meningkat.
Teori yang signifikan untuk menjelaskan keadaan perekonomian di suatu
daerah khususnya di Indonesia adalah mengenai teori kekakuan upah. Kekakuan
upah (Wage rigidity) adalah gagalnya upah melakukan penyesuaian sampai
penawaran tenaga kerja sama dengan permintaannya. Dalam hal ini aspek upah
menjadi penting, karena penghargaan (upah) akan menjadi efektif jika
dihubungkan dengan kinerja secara nyata. Strategi upah yang efektif diharapkan
dapat memberikan sumbangan pada terpeliharanya kelangsungan hidup satuan
kerja, terwujudnya visi dan misi dan untuk pencapaian sasaran kerja melalui
produktivitas yang tinggi yang pada akhirnya akan mengurangi tingkat
pengangguran yang ada.
Prihartanti (2007) menjelaskan tentang pengaruh jumlah unit usaha industri
terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri di kota bogor. Dalam

12
penelitiannya dijelaskan bahwa peningkatan jumlah perusahaan baru di sektor
industri akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut.
Peningkatan jumlah perusahaan dapat tercapai melalui kegiatan investasi.
Investasi dapat dilakukan melalui investasi Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA). Teori Harord Domar tentang
investasi menjelaskan bahwa kenaikan tingkat output dan kesempatan kerja dapat
dilakukan dengan adanya akumulasi modal (investasi) dan tabungan.
Penelitian ini menganalisis tentang faktor-faktor yang memengaruhi
penyerapan tenaga kerja sektor industri di Provinsi Jawa Timur pada periode
tahun 2001-2011. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak
pada penggunaan data panel yang terdiri dari data cross section dan time series
dalam jumlah besar. Data cross section terdiri dari 37 kabupaten dan time series
selama 10 tahun dari tahun 2001-2011. Penelitian ini juga lebih mengkhususkan
pada satu sektor analisis, yakni sektor industri. Jumlah data cross section dan time
series yang besar serta pengkajian pada satu sektor dapat menghasilkan analisis
yang semakin akurat dan mendekati kondisi yang sebenarnya terjadi.

METODE
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari 37
kabupaten/kota di Jawa Timur tahun 2011-2011 yang berasal dari BPS RI, BPS
Jawa Timur dan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan
(Disnakertransduk) Jawa Timur . Data yang bersumber dari BPS adalah data
tenaga kerja sektor industri, PDRB riil, dan jumlah industri tahun 2001-2011.
Data upah minimum kabupaten diperoleh dari Disnakertransduk Jawa Timur.
Cakupan wilayah yang diteliti adalah Provinsi JawaTimur.
Metode Analisis
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan analisis sederhana yang digunakan untuk
memaparkan perkembangan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi, upah minimum
provinsi dan investasi di Provinsi JawaTimur.
Analisis Regresi untuk Data Panel
Data panel menurut Gujarati (2004) merupakan suatu data cross-section
(individu/sektor) yang disusun berdasarkan runtun waktu (time series). Struktur
data panel menggabungkan antara data sektoral atau individu dan runtun waktu
yang biasanya berdiri sendiri menjadi sebuah satu kesatuan data. Beberapa
keuntungan yang diperoleh dengan data panel antara lain:
1. Semakin banyak jumlah observasi akan memperbesar derajat kebebasan
(degree of freedom) dan menurunkan kemungkinan kolinearitas antar variabel
bebas.

13
2.

Penggunaan data panel memberikan kemungkinan untuk menganalisis
karakteristik baik antar sektor atau individu maupun menurut waktu secara
terpisah dengan proses estimasi yang simultan. Dengan kata lain, secara
simultan akan dapat diestimasi karakteristik individu yang mencerminkan
dinamika antar waktu dari masing masing variabel yang dianalisis. Analisis
terhadap hasil estimasi menjadi lebih komprehensif dan mencakup hal-hal
yang lebih mendekati realita.
Bentuk Model Regresi dengan Data Panel

Data panel adalah satu set observasi yang terdiri dari beberapa individu pada
suatu periode tertentu. Observasi tersebut merupakan pasangan yit (variabel
terikat) dengan xit (variabel bebas) dimana i menunjukkan individu, t
menunjukkan waktu, dan j menunjukkan variabel bebas yang dinyatakan dalam
sebuah persamaan berikut:
yit = α + βxjit + εit ....................................................... (1)
i = urutan kabupaten
t = tahun
Selain harus memenuhi asumsi klasik seperti non-autokorelasi,
homoskedastisitas, dan non-multikolinearitas, terdapat beberapa asumsi tambahan
untuk model regresi data panel, yaitu tidak terdapatnya hubungan (korelasi)
antara: (1) Individu satu dengan individu lainnya; (2) α dan εit; dan (3) εit dan xit.
Ada tiga macam model estimasi data panel yaitu Pooled Model, Fixed Effect
Model, Random Effect Model.
1. Pooled Model
Jika semua asumsi tersebut terpenuhi maka metode Ordinary Least
Square (OLS) dapat digunakan untuk mengestimasi model untuk data panel
yang disebut dengan Pooled Estimation. Metode ini mengasumsikan bahwa
intersept a dan slope ß konstan, berlaku untuk seluruh individu. Persamaan
pada estimasi menggunakan pooled least square dapat dituliskan dalam
bentuk sebagai berikut:
yit = α + βj xjit + μit .......................................................
(2)
i = urutan kabupaten
t = tahun
j = urutan variabel independen
2. Fixed Effect Model
Fixed Effects Model memasukkan unsur variabel dummy sehingga
intersept α bervariasi antar individu maupun antar unit waktu. Fixed effects
model lebih tepat digunakan jika data yang diteliti ada pada tingkat individu
atau apabila syarat (3) dilanggar, yaitu terdapat korelasi antara εit dan xit.
Spesifikasi Fixed effects model yang dibahas pada penelitian ini yaitu:
yit = β1t + β2 X2it + β3 X3it + μit ......................................
(3)
yang menggambarkan bahwa intercept dari individu berbeda-beda,
tetapi model masih memiliki koefisien slope sama
3. Random Effect
Pada Random Effect, intersept a diintegrasikan ke dalam komponen
error εit sehingga menjadi cross section error ctime series error (αt), dan
combination error (αit). Random effect akan lebih tepat digunakan jika

14
memang benar bahwa tidak ada hubungan antara εit dan xit.. Karena jika εit
dan xit berkorelasi maka estimasi menggunakan random effect model akan
bias. (Judge, 1998). Model ini sering disebut sebagai juga Error Correction
Model (ECM) dengan ide dasar:
yit = β1t + β2 X2it + β3 X3it + μit ...................................................
(4)
β1i = β1 + εit i = 1,2,3,.... N ....................................................
(5)
yit = β1 + β2 X2it + β3 X3it + εi + μit = β1 + β2 X2it + β3 X3it + wit
(6)
wit = εi + μit ..................................................................................
(7)
εi ~ N(0, δε2) = komponen cross section error
μit ~ N(0, δµ 2) = komponen time series error
E(uituis) = E(uitujt) = E(uitujs) = 0 (i ≠ j; t ≠ s)
Error secara individual dan error secara kombinasi diasumsikan tidak
berkolerasi.
Penyimpangan terhadap Asumsi Model Regresi
Tiga masalah yang seringkali muncul sehingga mengakibatkan asumsi dasar
model regresi tidak terpenuhi yaitu multikolinearity, heteroskedastisity, dan
autocorrelation.
1. Multikolinearity
Salahsatu asumsi dasar model regresi adalah tidak ada hubungan linear
antara variabel-variabel bebas dalam model. Cara untuk mendeteksi
multicolinearity adalah dengan menghitung korelasi-korelasi antara dua
variabel bebas. Jika korelasi lebih besar dari 0,8 maka multicolinearity
merupakan masalah.
2. Heteroskedastisity
Asumsi dasar lainnya adalah varians dari error yang dihasilkan adalah
konstan. Dampak heteroskedastisity adalah hasil uji t dan F dapat menjadi
tidak berarti (tidak ada gunanya). Mendeteksi adanya heteroskedastisitas
dapat dilakukan melalui paket program Eviews 6.0 dengan membandingkan
sum square resid pada hasil estimasi weighted dan unweighted. Masalah
heteroskedastisitas dapat diatasi dengan menggunakan metode whiteheteroskedastisity.
Pada paket program Eviews 6.0 juga terdapat opsi yang
memungkinkan untuk menghasilkan penduga yang dapat mengatasi masalah
heteroskedastisity dan korelasi error antar individu dalam data yaitu opsi
Cross Section SUR. Cross Section SUR akan melakukan koreksi terhadap
keberadaan heteroskedastisity dan korelasi error antar individu (Zellner’s
dalam Hecth dan Haye, 2009).
3. Autocorrelation
Asumsi yang terakhir adalah tidak adanya korelasi antar error yang
dihasilkan. Autocorrelation dapat memengaruhi efisiensi model. Cara
mendeteksi Autocorelation adalah dengan uji Durbin Watson.
Hipotesis dalam pengujian autokorekasi adalah:
H0 : tidak ada Otokorelasi positif atau negatif
H1 : terdapat masalah Otokorelasi positif atau negatif.
Kriteria pengujian:
Tolak H0 bila

15


Nilai d hitung atau nilai Durbin Watson Model lebih besar daripada nilai
Durbin Watson table batas bawah (dL) yang berarti terdapat masalah
otokorelasi positif (dw < dL)
 Atau, nilai d hitung ataunilai Durbin Watson Model terletak antara nilai
(4–dL < dw < 4) yang berarti terdapat masalah otokorelasi negatif
Tidak tolak H0 bila
Nilai d hitung atau nilai Durbin Watson Model terletak antara nilai (dU
< dw < 4-dU)

Gambar 5 Kriteria pengujian autokorelasi dengan uji Durbin Watson
Sumber: Yamin 2010

Pemilihan Model Terbaik
Berdasarkan asumsi model yang sudah dijelaskan sebelumnya akan
dilakukan pemilihan model terbaik dengan menggunakan Uji Chow untuk
memilih antara Pooled Model dan Fixed Effects Model (FEM) serta Uji Hausman
untuk menentukan apakah Random Effects Model (REM) atau Fixed Effect
Model yang lebih tepat digunakan.
1. Chow Test
Chow Test atau beberapa buku menyebutnya pengujian F Statistics
adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least
Square atau Fixed Effect. Seperti yang kita ketahui, terkadang asumsi bahwa
setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak
realistis mengingat dimungkinkan saja setiap unit cross section memiliki
perilaku yang berbeda. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesa
sebagai berikut:
H0 : Model Pooled Least Square
H1 : Model Fixed Effect
Dasar penolakan terhadap hipotesa nol adalah dengan menggunakan FStatistik seperti yang dirumuskan oleh Chow:
.................................
Dimana:
RRSS
URSS
N
T
K

= Restricted Residual Sum Square
= Unrestricted Residual Sum Square
= Jumlah data cross section
= Jumlah data time series
= Jumlah variabel penjelas

(8)

16
Chow Test ini mengikuti distribusi F-statistik yaitu FN-1, NT-N-K. Jika
nilai CHOW Statistics (F-Stat) hasil pengujian lebih besar dari F Tabel, maka
cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga
model yang digunakan adalah fixed effect model, begitu juga sebaliknya.
Pengujian ini disebut sebagai Chow Test karena kemiripannya dengan Chow
Test yang digunakan untuk menguji stabilitas dari parameter (stability test).
2. Hausman Test
Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan
kita dalam memilih apakah menggunakan fixed effect model atau random
effect model. Seperti yang kita ketahui bahwa penggunaan model fixed effect
model mengandung suatu unsur trade off yaitu hilangnya derajat kebebasan
dengan memasukkan variabel dummy. Namun, penggunaan metode random
effect model pun harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari
setiap komponen galat.
Hausman Test dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut:
H0 : Random Effects Model
H1 : Fixed Effects Model.
Sebagai dasar penolakan Hipotesa nol maka digunakan statistik
hausman dan membandingkannya dengan chi square. Statistik hausman
dirumuskan dengan:
m = (β – B) (M0 – M1)-1 (β – b) ~ X2 (K)....................... (9)
dimana β adalah vektor untuk statistik variabel fixed effect, b adalah vektor
statistik variabel random effect, (M0) adalah matriks kovarians untuk dugaan FEM
dan (M1) adalah matriks kovarians untuk dugaan REM.
Uji Statistik
Pengujian Koefisien Regresi Secara Simultan (Uji F-Statistik)
Uji-F digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh variabel
bebas secara serentak terhadap variabel tidak bebas. Adapun pengujiannya
dilakukan dengan rumus sebagai berikut (Gujarati, 2004):
................................................ (10)
F = Nilai F hitung
R2 = Koefisien determinan (R-Square)
k = Banyaknya variabel dalam penelitian
n = Banyaknya sampel
Dengan derajat kebebasan (df) = (k-1)(n-1) dan tingkat keyakinan 95% atau
α=0,05.
Hipotesis Statistik:
a.
Ho: bi = 0 (i = 0,1,..., n)
artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara bersamasama tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (dependent
variable)
b.
Ho : bi ≠ 0 (i = 0,1,..., n) atau sekurang-kurangnya satu koefisien variabel
bebas tidak sama dengan nol
artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara bersamasama berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable)

17
a.

b.

Kriteria Pengujian:
H0 diterima jika F hitung = F tabel, artinya variabel bebas (independent
variable) yang bekerja secara bersama-sama tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable)
H0 ditolak jika F hitung > F tabel, artinya variabel bebas (independent
variable) yang bekerja secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable)

Pengujian Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji t-Statistik)
Uji-t digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh dari
masing-masing variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Adapun
pengujiannya dilakukan dengan rumus sebagai berikut (Gujarati, 2004):
.................................................

(11)

t
= nilai t hitung
bi = koefisien regresi variabel bebas ke-i
Sbi = Kesalahan baku regresi/standar eror koefisien regresi variabel
bebas ke-i Dengan derajat kebebasan (df) = (n-k) dan tingkat keyakinan 95%
(α = 0,05).
Hipotesis Statistik:
a. H0: bi = 0 (i = 0,1,...,n)
artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara parsial atau
individu tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (dependent
variable)
b. H0: bi ≠ 0 (i = 0,1,...,n),
atau sekurang-kurangnya satu koefisien variabel bebas tidak sama dengan nol,
artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara parsial atau
individu berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable)
Kriteria Pengujian:
a. H0 diterima jika t hitung negatif = t tabel = t hitung positif, artinya variabel
bebas (independent variable) yang bekerja secara parsial atau individu tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebasnya (dependent
variable)
b. H0 ditolak jika t hitung negatif = t tabel atau t hitung positif = t tabel, artinya
varibel bebas (independent variable) yang bekerja secara parsial atau individu
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebasnya (dependent
variable)
Spesifikasi Model
Rancangan model yang akan diajukan adalah model regresi linear
berganda dengan empat variabel bebas. Variabel independennya adalah jumlah
tenaga kerja terserap pada sektor industri. Data yang diperoleh pada variabelvariabel tersebut memiliki satuan yang berbeda. Oleh karena itu, untuk
memudahkan dalam mengolah data dan interpretasi hasil akhirnya, keempat
variabel ini akan diubah bentuknya sehingga menjadi bentuk satuan yang sama,
yaitu dalam persentase. Beberapa variabel akan diubah menjadi bentuk log natural
sehingga koefisien hasil regresi diinterpretasikan sebagai elastisitas. Dengan

18
model tersebut, diharapkan bahwa hasil regresi yang diperoleh akan lebih efisien
dan mudah untuk diinterprestasikan.
Sesuai dengan keterangan di atas, maka model tersebut secara
ekonometrika akan

Dokumen yang terkait

Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan di Provinsi Jawa Timur Tahun 2000-2012

0 3 11

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2000-2012

5 51 20

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Di Pulau Jawa

1 6 156

Faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat (periode 2008-2012)

0 2 76

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pada Subsektor Industri Alas Kaki Dan Implikasi Kebijakan Bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur

0 6 51

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI JAWA TENGAH ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI JAWA TENGAH.

2 9 17

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI JAWA TENGAH ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI JAWA TENGAH.

0 2 15

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI BESAR DAN Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Besar Dan Sedang Di Kota-Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010-2014.

0 2 15

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI BESAR DAN Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Besar Dan Sedang Di Kota-Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010-2014.

0 5 17

ANALISIS BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SEKTOR INDUSTRI DAN PERDAGANGAN DI JAWA TIMUR.

0 0 137