Pendekatan CFD untuk Optimasi Keseragaman Aliran Udara pada Pengering Gabah Tipe Bak

PENDEKATAN CFD UNTUK OPTIMASI KESERAGAMAN
ALIRAN UDARA PADA PENGERING GABAH TIPE BAK

AHMAD FANSURI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendekatan CFD untuk
Optimasi Keseragaman Aliran Udara pada Pengering Gabah Tipe Bak adalah benar
karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Ahmad Fansuri
NIM F14090127

ABSTRAK
AHMAD FANSURI. Pendekatan CFD untuk Optimasi Keseragaman Aliran
Udara pada Pengering Gabah Tipe Bak. Dibimbing oleh LEOPOLD OSCAR
NELWAN.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah mencari desain pengering yang
memiliki keseragaman aliran udara yang optimum. Pendekatan CFD digunakan
untuk menganalisis pola aliran udara pada tiga bentuk penampang bak yaitu bujur
sangkar, lingkaran, dan persegi panjang. Porositas tumpukan pada CFD
ditentukan secara trial and error. Penentuan porositas tersebut berdasarkan nilai
koefisien korelasi yang terbaik pada kurva pressure drop hasil simulasi dengan
persamaan Shedd sehingga nilai porositas yang diperoleh ialah 30%. Kapasitas
bak yang dirancang dapat menampung gabah sebanyak 150 kg pada tingkat
ketebalan 50 cm. Berdasarkan simulasi CFD diperoleh kecepatan udara lebih
merata pada bentuk penampang lingkaran. Koefisien korelasi pressure drop antara
simulasi CFD dengan pengukuran ialah sebesar 0.9957. Koefisien korelasi

kecepatan udara antara pengukuran dan simulasi CFD ialah 0.87 sementara nilai
error ialah 14.9%. Uji kinerja pengeringan gabah sebanyak 128.5 kg dengan bulk
density 555 kg/m3 dimana kadar air awal 28.3% b.b. dilakukan selama 12 jam
hingga mencapai kadar air keseimbangan rata-rata 14% b.b.
Kata kunci: CFD, gabah, pengering

ABSTRACT
AHMAD FANSURI. CFD Approach for Optimization Airflow Uniformity
on Flat-Bed Dryer for Paddy. Supervised by LEOPOLD OSCAR NELWAN.
The main purpose of this research was to find a dryer design that has the
optimum airflow uniformity. CFD approach was used in analyzing the model of
airflow on three kinds of chamber shape of flat-bed dryer involving square, circle,
and rectangle. The porosity used in CFD was changed by using trial and error
method. It’s value was determined based on the best coefficient of determination
(COD) between pressure drop resulted from simulation and Shedd equation where
the result was 30%. The capacity of flat-bed dryer was designed to accomodate
150 kg paddy with a thickness of 50 cm. The CFD simulation result showed that
the circle-shape chamber provided the most uniform airflow pattern. The COD
between experimental and simulated pressure drop value was 0.9957. The COD
between experimental and simulated air velocity value was 0.87 while the error

value was 14.9%. The drying process of 128.5 kg paddy with a bulk density of
555 kg/m3 from the moisture content of 28.3% w.b. to 14% w.b. was carried out
for 12 hours.
Keywords: CFD, dryer, rice

PENDEKATAN CFD UNTUK OPTIMASI KESERAGAMAN
ALIRAN UDARA PADA PENGERING GABAH TIPE BAK

AHMAD FANSURI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2013

Judul Skripsi : Pendekatan CFD untuk Optimasi Keseragaman Aliran Udara pada
Pengering Gabah Tipe Bak
Nama
: Ahmad Fansuri
NIM
: F14090127

Disetujui oleh

Dr Leopold Oscar Nelwan, STP, MSi
Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, MEng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah
merancang dengan pendekatan computational fluid dynamics, dengan judul
Pendekatan CFD untuk Optimasi Keseragaman Aliran Udara pada Pengering
Gabah Tipe Bak.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Leopold Oscar Nelwan,
STP, MSi selaku dosen pembimbing, yang telah memberikan bimbingan, arahan,
dan motivasi kepada penulis, Dr Ir Usman Ahmad, MAgr dan Dr Muhamad
Yulianto, ST, MT sebagai dosen penguji yang telah memberikan arahan dan saran
kepada penulis.
Penelitian ini adalah bagian dari penelitian Kerja sama Kemitraan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian Nasional (KKP3N) No. 715/LB.620/I.1/2/2013
berjudul Pengembangan Sistem Pengeringan Gabah Mandiri Energi
Menggunakan Sistem Heat Pump Absorpsi dan Pengoperasian Terkendali
Berenergi Gasifikasi Sekam yang dipimpin oleh Dr Leopold Oscar Nelwan, STP,
Msi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (H. Rojalih Hasan),
ibu (Rohimah), kakak (Lina dan Rini), adik (Eli dan Sari) atas segala doa,

dukungan, dan kasih sayangnya. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada
teman-teman satu bimbingan (Dziyad, Kala, dan Angela), teman-teman yang telah
membantu selama penelitian (Pijar, Desi, Dian, Tika, Adi SN, dll), para teknisi
Departemen TMB (Pak Parma, Pak Darma, Pak Harto dan Mas Firman) serta
segenap teman-teman TEP Orion 46 atas semangat dan dukungan yang telah
diberikan. Khusus untuk seseorang yang terkasih, terima kasih untuk semua
semangatnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2013
Ahmad Fansuri

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii


DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2


Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Pengeringan

2

CFD

4


METODE

5

Waktu dan Tempat

5

Bahan

5

Alat

5

Prosedur Penelitian

5


HASIL DAN PEMBAHASAN

16

Simulasi Kecepatan Udara

16

Pemilihan Desain

23

Validasi Pressure Drop

25

Validasi Kecepatan Aliran Udara

28


Hasil Uji Kinerja Pengeringan Gabah

29

SIMPULAN DAN SARAN

32

Simpulan

32

Saran

32

DAFTAR PUSTAKA

32

LAMPIRAN

33

RIWAYAT HIDUP

53

DAFTAR TABEL
1

Data pressure drop CFD, pengukuran dan kurva Shedd

26

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34

Gambar skematik simulasi 1
Gambar skematik simulasi 2
Gambar skematik simulasi 3
Tahapan pelaksanaan penelitian
Domain dan mesh pengering penampang bujur sangkar
Domain dan mesh pengering penampang lingkaran
Domain dan mesh pengering penampang persegi panjang
Skematik lokasi pengukuran kadar air
Gambar skematik manometer pipa U
Kontur kecepatan udara pada simulasi 1
Vektor distribusi kecepatan udara pada simulasi 1
Vektor distribusi kecepatan udara sisi bawah plenum pada simulasi 1
Vektor kecepatan udara arah sumbu-y posisi outlet simulasi 1
Kontur kecepatan udara pada simulasi 2
Vektor distribusi kecepatan udara pada simulasi 2
Vektor distribusi kecepatan udara sisi bawah plenum pada simulasi 2
Vektor kecepatan udara arah sumbu-y posisi outlet simulasi 2
Kontur kecepatan udara pada simulasi 3
Vektor distribusi kecepatan aliran udara pada simulasi 3
Vektor distribusi kecepatan udara sisi bawah plenum pada simulasi 3
Vektor kecepatan udara arah sumbu-y posisi outlet simulasi 3
Profil kecepatan aliran udara simulasi 1
Profil kecepatan aliran udara simulasi 2
Profil kecepatan aliran udara pada 3 ketinggian simulasi 3
Perbandingan standar deviasi kecepatan udara dalam lapisan tumpukan
pada simulasi CFD
Standar deviasi rata-rata pada ketiga simulasi CFD
Validasi pressure drop CFD dengan kurva Shedd (1953)
Validasi pressure drop CFD dengan pressure drop Pengukuran
Kontur tekanan pada simulasi 2
Validasi kecepatan aliran udara hasil simulasi CFD dengan hasil
pengukuran
Penurunan kadar air rata-rata dalam tumpukan gabah
Penurunan kadar air rata-rata dalam tiga lapisan tumpukan
Suhu udara dalam tiga lapisan tumpukan gabah terhadap waktu
RH udara pada tiga lokasi pengukuran terhadap waktu

6
7
8
9
10
10
10
14
15
17
17
18
18
19
19
20
20
21
21
22
22
23
24
24
25
25
27
27
28
28
29
30
31
31

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Hasil simulasi 1 CFD
Hasil simulasi 2 CFD
Hasil simulasi 3 CFD
Perbandingan keragaman kecepatan aliran udara dan tekanan dalam
pengering pada ketiga simulasi CFD
5 Data validasi kecepatan aliran udara hasil pengukuran dan simulasi
CFD serta nilai error dan standar deviasinya
6 Hasil pengukuran kadar air bijian selama 16 jam
7 Data kecepatan aliran udara hasil pengukuran dan simulasi CFD pada
beberapa variasi kecepatan udara
8 Data pengukuran suhu uji kinerja pengeringan gabah
9 Gambar teknik pengering gabah tipe bak
10 Sistem pengering tipe bak lingkaran yang diujicoba dalam penelitian
11 Alat-alat ukur yang digunakan dalam penelitian

33
35
37
39
40
41
44
45
47
50
52

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gabah merupakan komoditas pertanian yang sangat penting. Gabah
dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang diolah menjadi beras. Oleh karena itu,
gabah menjadi komoditas perdagangan yang sangat penting sehingga perlu
diperhatikan salah satu aspek penting dalam proses pasca panen yakni
pengeringan.
Pengeringan dilakukan untuk mencegah perkecambahan biji, untuk
mempertahankan kualitas bijian, dan untuk mencapai level kadar air dimana tidak
memungkinkan bateri dan jamur berkembang (Hall 1970). Proses pengeringan
dapat dilakukan menggunakan mesin pengering. Berbagai macam bentuk mesin
pengering beredar di masyarakat. Mesin pengering tipe bak adalah salah satu tipe
pengering yang sering digunakan dalam proses pengeringan gabah. Salah satu
parameter penting dari optimalnya kinerja mesin pengering ialah bentuk bak
pengering. Bentuk bak pengering sangat menentukan sebaran aliran udara
sehingga berpengaruh pada keseragaman kadar air pada tumpukan bahan. Salah
satu permasalahan dalam pengeringan tumpukan ialah keseragaman kadar air
yang sulit tercapai. Keseragaman kadar air pada pengeringan tumpukan tebal sulit
tercapai antara lapisan bawah, tengah dan atas. Pada penelitian ini akan dirancang
bentuk bak pengering yang dapat memberikan sebaran kecepatan udara dan suhu
yang seragam pada posisi tengah dan pinggiran bak berdasarkan simulasi CFD
(Computational Fluid Dynamics).
CFD memprediksi aliran berdasarkan model matematika melalui persamaan
diferensial parsial, metode numerik dan tools perangkat lunak (solvers, tools predan postprocessing). CFD adalah alat untuk memprediksi apa yang akan terjadi
pada alat atau sistem dengan satu atau lebih kondisi batas. CFD sebenarnya
mengganti persamaan-persamaan diferensial parsial dari kontinuitas, momentum,
dan energi dengan persamaan-persamaan aljabar. CFD merupakan pendekatan
dari persoalan yang asalnya kontinum (memiliki jumlah sel tak terhingga) menjadi
model yang diskrit (jumlah sel terhingga) (Tuakia 2008). CFD dijadikan tahap
desain skala laboratorium menggunakan software analisis CFD. Desain yang
terpilih ialah yang memiliki sebaran kecepatan udara yang lebih merata pada
model tumpukan gabah.
Pada penelitian ini dibuat suatu model pengeringan gabah tipe bak. Model
pengering yang dianalisis diantaranya pengering tipe bak berpenampang bujur
sangkar, lingkaran dan persegi panjang. Kapasitas pengering yang dirancang dapat
menampung gabah sebanyak 150 kg. Pola keseragaman kecepatan udara menjadi
hal yang ingin dicapai pada desain pengering gabah. Melalui analisis CFD dapat
diketahui pendekatan kondisi yang sebenarnya jika desain tersebut digunakan
untuk pengeringan gabah. Validasi perlu dilakukan untuk mengetahui ketepatan
data simulasi dengan data pengujian lapang. Diharapkan dengan simulasi dan
rancangan yang dibuat dapat menduga pola sebaran kecepatan udara dalam
tumpukan gabah pada pengering sehingga dapat ditentukan desain yang paling
baik.

2
Perumusan Masalah
Salah satu tahapan yang memerlukan banyak waktu dan biaya dalam
pembuatan pengering buatan ialah menentukan bentuk dan analisis
perhitungannya. Tujuan yang ingin dicapai dalam desain pengering ialah
keseragaman aliran udara pada tumpukan bahan. Namun metode perhitungan
biasa tidak dapat menduga bagaimana pola aliran yang terjadi dalam desain
pengering. CFD digunakan untuk menganalisis pola dan sebaran aliran udara pada
berbagai bentuk penampang bak pengering rancangan. Proses analisis CFD
dimulai dengan pembuatan geometri untuk menentukan domain selanjutnya
dilakukan komputasi. Hasil yang diperoleh dari analisis ini diantaranya kecepatan
udara di titik yang ingin diketahui nilainya serta pola aliran yang terjadi di dalam
domain rancangan.

Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menentukan desain bak
pengering gabah tipe bak yang memiliki keseragaman aliran udara yang optimum
berdasarkan simulasi CFD.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini ialah diperoleh desain dan model pengering gabah
tipe bak yang memiliki pola dan sebaran kecepatan aliran udara yang seragam.
Kecepatan aliran udara yang seragam berakibat pada penyebaran suhu udara
pengering yang merata di seluruh tumpukan.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan bentuk
rancangan pengering gabah yang memiliki pola aliran udara yang seragam dari
tiga bentuk penampang yang disimulasikan. Validasi dilakukan terhadap bentuk
penampang yang dipilih untuk membandingkan hasil yang diperoleh dari simulasi
dengan hasil pengukuran.

TINJAUAN PUSTAKA
Pengeringan
Periode pengeringan terdiri dari dua periode utama yaitu periode
pengeringan konstan dan periode pengeringan menurun. Dalam periode
pengeringan konstan, pengeringan terjadi pada permukaan bijian dan sama dengan
penguapan dari kandungan permukaan air bebas. Titik yang menandai akhir dari
periode konstan terjadi ketika difusi kelembaban dalam produk menurun di bawah
yang diperlukan untuk mengembalikan kelembaban di permukaan. Besarnya

3
tingkat pengeringan periode ini tergantung pada area yang terkena, perbedaan
kelembaban permukaan, koefisien transfer massa dan kecepatan udara
pengeringan. periode pengeringan menurun masuk setelah periode pengeringan
konstan. Kadar air kritis terjadi antara periode konstan dan periode menurun.
Kadar air kritis adalah kadar air minimum dari biji-bijian yang mempertahankan
aliran air bebas ke permukaan biji-bijian yang sama dengan laju maksimum
penguapan uap air dalam biji-bijian di bawah kondisi pengeringan (Hall 1957).
Pada pengeringan lapisan tebal penambahan kadar air akan dihilangkan dari
lapisan kering hingga tercapai keseimbangan kadar air. Sedikit kadar air akan
dihilangkan dan beberapa dapat bertambah ke zona basah sampai zona
pengeringan tercapai (Hall 1957).
Parameter-parameter pengeringan yang berpengaruh terhadap waktu yang
dibutuhkan untuk mengurangi kadar air biji-bijian hingga kadar air yang
diinginkan adalah (Hall 1957) :
a. Suhu udara pengering
Suhu udara pengering yang diukur terdiri dari suhu bola kering dan
suhu bola basah. Suhu bola kering adalah suhu udara atau produk yang
ditunjukkan oleh termometer yang tidak terpengaruh oleh kandungan uap air
dari udara. Suhu bola basah adalah suhu yang ditunjukkan oleh termometer
dengan bagian sensor yang ditutupi dengan lapisan tipis air dan udara
bergerak melaluinya sampai diperoleh suhu yang stabil selama penguapan.
Perbedaan antara suhu bola kering dan bola basah disebut depresi bola basah
(Hall 1957).
b. Kelembaban relatif udara pengering
Kelembaban relatif udara adalah rasio tekanan parsial uap air terhadap
tekanan uap jenuh pada suhu bola kering tertentu, biasanya dinyatakan
sebagai persentase (Hall 1957). Jika suhu ditingkatkan saat kadar air terjaga
konstan maka kelembaban relatif akan menurun. Udara yang memiliki
kelembaban relatif rendah paling efektif digunakan untuk pengeringan (Hall
1970).
c. Porositas
Porositas didefinisikan sebagai fraksi volume dari ruang kosong udara
dan disajikan sebagai perbandingan dari volume kosong udara terhadap
volume total (Champ 1996).
d. Kadar air bahan
Jumlah uap air di produk ditetapkan berdasarkan berat air dan biasanya
dinyatakan dalam persen. Ada dua metode yang menunjuk kadar air bahan
yaitu basis basah dan basis kering. Kandungan uap air pada basis basah
diperoleh dengan membagi berat air yang terkandung dalam bahan dengan
berat keseluruhan materi. Untuk menghitung kadar air basis basah digunakan
persamaan 1 (Hall 1957).
Kadar Air (basis basah) =

w

w

keterangan :
Ww
: berat dari air
Wd
: berat dari bahan kering

d

x 100% .......................................... (1)

4
Persen kelembaban pada basis kering ditentukan dengan membagi berat
air dengan berat bahan kering. Untuk menghitung kadar air basis kering
digunakan persamaan 2 (Hall 1957).
w

Kadar Air (basis kering) =
x 100% ............................................... (2)
d
Basah basis digunakan untuk penunjukan komersial dan juga digunakan
oleh Federal Grain Standard. Kadar air basis kering digunakan terutama pada
penelitian dan dalam persamaan yang berhubungan dengan variasi kadar air.
Oleh karena itu, metode basis kering untuk mengungkapkan kadar air yang
digunakan dalam persamaan pengeringan. Kadar air pada basis kering selalu
lebih besar daripada basis basah (Hall 1957).

CFD
Computational Fluid Dynamics atau CFD adalah analisis sistem yang
melibatkan aliran fluida, perpindahan panas dan fenomena terkait seperti reaksi
kimia dengan cara simulasi berbasis komputer (Versteeg dan Malalasekera 1995).
CFD sebenarnya mengganti persamaan-persamaan diferensial parsial dari
kontinuitas, momentum, dan energi dengan persamaan-persamaan aljabar (Tuakia
2008). Pada umumnya terdapat tiga tahapan yang harus dilakukan dalam simulasi
CFD menurut Tuakia (2008), yaitu :
1. Preprocessing
Preprocessing merupakan langkah pertama dalam membangun dan
menganalisis sebuah model CFD. Teknisnya adalah membuat model dalam
paket CAD (Computer Aided Design), membuat mesh yang sesuai, kemudian
menerapkan kondisi batas dan sifat-sifat fluidanya.
2. Solving
Solvers (program inti pencari solusi) CFD menghitung kondisi-kondisi yang
diterapkan pada saat preprocessing.
3. Postprocessing
Postprocessing adalah langkah terakhir dalam analisis CFD. Hal yang
dilakukan pada langkah ini adalah mengorganisasi dan menginterpretasi data
hasil simulasi CFD yang bisa berupa gambar, kurva, dan animasi.
Prosedur yang terdapat pada semua pendekatan program CFD (Tuakia
2008), yaitu :
1. Pembuatan geometri dari model/problem.
2. Bidang atau volume yang diisi oleh fluida dibagi menjadi sel-sel kecil
(meshing).
3. Pendefinisian model fisik.
4. Pendefinisian kondisi-kondisi batas.
5. Persamaan-persamaan matematika yang membangun CFD diselesaikan
secara iteratif, bisa dalam kondisi tunak (steady state) atau transien.
6. Analisis dan visualisasi dari solusi CFD.

5

METODE
Waktu dan Tempat
Kegiatan penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2013 sampai dengan
Agustus 2013. Pengambilan data uji kinerja pengering dilakukan di Laboratorium
Teknik Energi Terbarukan, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabah varietas IR 64
dengan kadar air rata-rata 28.33%b.b. sebanyak 128.5 kg.

Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah notebook ASUS K42J
(Operating System dan Microsoft Office), software design (Solidworks 2011 dan
Gambit 2.4.6), software analisis CFD (Ansys Fluent v12.1), hybrid recorder
Yokogawa, termokopel tipe CC (Copper Constanta), timbangan digital EK-1000,
anemometer Kanomax tipe 6011, blower 1 phase, satu unit pengering hasil
rancangan, kawat kasa, sampel picker, oven drying.

Prosedur Penelitian
Pengering yang akan didesain memiliki komponen yakni bak, plenum, dan
lantai pengering. Kapasitas bak pengering yang dirancang dapat menampung 150
kg gabah dengan ketebalan gabah 50 cm. Bulk density gabah ialah 577 kg/m3
(Hall 1957). Tinggi plenum yang dirancang ialah 18 cm, diameter lubang
pemasukan udara ialah 10 cm.
m ss
V=
=
≈ 0.25 m3
l
m
. m
vo ume
=
= 0.5 m2
L=
. m
t
Keterangan :
V
: Volume bak (m3)
L
: Luas alas (m2)
Bentuk dasar penampang pengering yang akan dirancang yaitu :
1. Bujur sangkar
Skenario simulasi 1 dilakukan pada bentuk penampang bujur sangkar.
Gambar skematik rancangan pengering simulasi 1 disajikan pada Gambar 1.
Dimensi penampang ditentukan melalui perhitungan dibawah ini :
s = √ = √ . m ≈ 0.7 m = 70 cm

6

Keterangan :
s : Panjang sisi bujur sangkar (cm)

Gambar 1 Gambar skematik simulasi 1
2. Lingkaran
Skenario simulasi 2 dilakukan pada bentuk penampang lingkaran.
Gambar skematik rancangan pengering simulasi 2 disajikan pada Gambar 2.
Dimensi penampang ditentukan melalui perhitungan dibawah ini :
=√

x

=√

Keterangan :
: Diameter lingkaran (cm)

= . 9 m ≈ 80 cm

7

Gambar 2 Gambar skematik simulasi 2
3. Persegi panjang
Skenario simulasi 3 dilakukan pada bentuk penampang persegi panjang.
Asumsi yang digunakan ialah sisi panjangnya berukuran 2 kali sisi lebarnya.
Gambar skematik rancangan pengering simulasi 3 disajikan pada Gambar 3.
Dimensi penampang ditentukan melalui perhitungan dibawah ini :
p=2xƖ
L = p x Ɩ = 2 x Ɩ x Ɩ = 2Ɩ2
Keterangan :
. m
p
: panjang sisi (cm)
Ɩ =√ =√
= 0.5 m = 50 cm
Ɩ
: lebar sisi (cm)
p = 2 x Ɩ = 2 x 50 cm = 100 cm

8

Gambar 3 Gambar skematik simulasi 3
1.

2.

3.
4.

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi 4 tahapan yaitu :
Menggambar geometri model menggunakan perangkat lunak Gambit. Tahap
selanjutnya ialah melakukan simulasi aliran udara dengan menggunakan
perangkat lunak Ansys Fluent.
Pembuatan rancang bangun (pabrikasi) pengering. Desain yang dipabrikasi
dipilih dari hasil simulasi CFD yang memiliki pola aliran udara yang seragam.
Dalam penelitian ini tidak melakukan simulasi CFD mengenai perubahan kadar
air yang terjadi pada bahan.
Pengujian kinerja pengering meliputi kadar air bahan, kecepatan aliran udara,
pressure drop, suhu dan lama pengeringan.
Analisis data kecepatan udara dilakukan untuk melihat hasil yang diperoleh
dari pengujian lapang dan simulasi CFD. Validasi data bertujuan untuk melihat
keakuratan hasil uji lapang dan simulasi CFD. Adapun tahapan perancangan
hingga validasi data ditunjukkan oleh Gambar 4.

9

Gambar 4 Tahapan pelaksanaan penelitian
1. Simulasi CFD
Parameter yang diukur dalam simulasi CFD ialah kecepatan aliran udara.
Simulasi difokuskan pada sebaran pola aliran udara pada tumpukan sehingga
asumsi tumpukan berpori gabah dalam simulasi tidak mengandung kadar air.
Oleh sebab itu suhu tidak menjadi parameter yang diukur dalam simulasi CFD.
Penentuan rancangan pengering menggunakan CFD melalui tahap-tahap
sebagai berikut :
a. Pembuatan Geometri, Meshing dan Boundary Conditions
Geometri yang telah dibuat akan dilakukan proses pembuatan
Grid/Mesh. Pembuatan mesh dilakukan menggunakan perangkat lunak
Gambit 2.4.6. Mesh/Grid menggunakan element yang tidak terstruktur
dengan model tet/hybrid dan tipe Tgrid, interval size : 2. Mesh model
tet/hybrid dengan tipe Tgrid sebagian besar terdiri dari elemen tetrahedral,
heksahedral, piramida dan wedge. Sebagian besar volume dapat langsung

10
di-mesh dengan tipe ini tanpa harus dipisah menjadi beberapa volume
tertentu. Sehingga tahap pemberian mesh dapat menjadi lebih mudah.
Selanjutnya grid tersebut dilengkapi dengan kondisi batas. Bentuk domain
dan mesh setiap pengering disajikan pada Gambar 5, Gambar 6 dan Gambar
7.

Gambar 5 Domain dan mesh pengering penampang bujur sangkar

Gambar 6 Domain dan mesh pengering penampang lingkaran

Gambar 7 Domain dan mesh pengering penampang persegi panjang
Proses selanjutnya penentuan kondisi batas simulasi. Penentuan
kondisi batas simulasi bertujuan untuk membatasi bagian yang akan
dianalisis oleh perangkat lunak. Kondisi batas yang diterapkan ialah sebagai
berikut :
1) Wall atau dinding yakni kondisi batas dinding berfungsi untuk
memisahkan antara regional fluida dan solid.

11
2)
3)
4)
5)

Velocity inlet pada lubang pemasukan udara dari blower.
Pressure outlet yaitu posisi pengeluaran udara diatas tumpukan.
Porous jump pada lantai berlubang.
Pembagian dua cell zone yakni cell zone gabah sebagai asumsi tumpukan
gabah dan cell zone udara. Pengaturan tentang cell zone dijelaskan pada
tahap selanjutnya.

b. Penyelesaian dengan Ansys Fluent
Proses pembuatan simulasi dilakukan menggunakan perangkat lunak
Ansys Fluent v12.1. Proses analisis terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut :
1) General setting
Pengaturan diawali dengan memasukkan mesh model lalu
penskalaan mesh model dalam cm, mengatur solver type pressure-based,
velocity formulation absolute, time steady, nilai gravitasi pada sumbu y =
-9.81 m/s2. Skala unit dalam satuan cm.
2) Pemilihan model
Model simulasi yang diaktifkan ialah model persamaan energi dan
model viskos. Model viskos yang dipilih yaitu model viscous k-epsilon (2
eqn) standard dan near-wall treatment standard wall functions. Model kepsilon dikembangkan oleh Launder & Spalding. Alasan pemilihan
model ini karena dinilai cukup stabil, cukup ekonomis, memiliki akurasi
yang cukup memadai untuk berbagai jenis aliran turbulen membuat
model ini sering digunakan pada simulasi aliran fluida dan perpindahan
panas (Tuakia 2008). Parameter model constants pada k-epsilon dipilih
default.
3) Penambahan material
Material yang ditambahkan ialah gabah yang dimasukkan secara
manual berdasarkan rujukan pustaka. Nilai yang dimasukkan ialah :
 Material type
: solid
 Material name
: gabah
 Density
: 577 kg/m3 (Hall 1957)
4) Pengaturan cell zone conditions
Zona dalam domain dibagi menjadi dua bagian, yaitu zona udara
dan zona gabah (porous zone). Zona gabah merupakan cell fluida yang
diasumsikan memiliki porositas tertentu dengan mengaktifkan porous
zone pada panel Fluid. Porous formulation dipilih physical velocity agar
diperoleh hasil simulasi yang lebih akurat. Input pada porous media
ialah :
 Memilih material fluida yakni udara yang melewati media berpori.
 Memilih relative velocity resistance formulation.
 Memasukkan nilai viscous resistance coefficients ( α) d inertial
resistance coefficients (C2).
 Memasukkan nilai porositas dari media berpori.
 Memilih material media berpori yakni gabah.
Penentuan parameter input cell zone gabah ialah sebagai berikut :
 Viscous resistance coefficients (1/ α) de
pers m
(F UENT
ver.12.1) :

12
( - . )

= 119,642,868.5 1/m2
p
.
.
 Inertial resistance coefficients (C2) dengan persamaan (FLUENT
ver.12.1) :

1/α =

=

- .
. ( - . )
.
=
= 19,023.2 1/m
p
.
.
Keterangan :
: porositas material
Dp
: diameter rata-rata gabah = 0.477 cm = 0.00477 m
(Margana 2010)
 Nilai porositas gabah ini ditentukan secara trial and error dengan
bertolok ukur pada nilai korelasi kurva pressure drop antara
simulasi CFD dengan persamaan pressure drop kurva Shedd
(persamaan 8).
5) Pengaturan boundary conditions
Zona pada boundary conditions meliputi inlet, outlet, porous jump,
interior dan wall. Simulasi menggunakan velocity inlet dan pressure
outlet.
Inlet dianggap sebagai velocity inlet dengan kecepatan udara masuk
13.2 m/detik. Metode spesifikasi kecepatan yang dipilih ialah
components dimana memasukkan nilai kecepatan fluida di sisi masuk dan
arah sumbu koordinat (sumbu negatif z). Selanjutnya data thermal
dengan nilai temperatur udara masuk sebesar 40oC.
Outlet dianggap sebagai pressure outlet. Data yang dimasukkan
pada outlet ialah data thermal dengan nilai Backflow Total Temperatur
sebesar 30oC, sedangkan nilai tekanan gauge adalah 0 pascal.
Lantai berlubang pengering dianggap sebagai porous jump.
Pengaturan Porous Jump dengan memasukkan data face permeability
(m2), porous medium thickness (cm), dan pressure-jump coefficient (C2)
(1/m). Persen lubang pada lantai diasumsikan sebesar 70%. Perhitungan
parameter input porous jump ialah sebagai berikut :
 Permeabilitas permukaan (α) dihitung dengan persamaan
(FLUENT ver.12.1) :

C2 =

α =

p

=

.

.

= 2.289x10-7 m2

( - )
( - . )
 Koefisien porous jump (C2) dihitung dengan persamaan (FLUENT
ver.12.1) :
. ( - . )

=

.

- .

= 1,020.4 1/m
.
p
.
keterangan :
: Asumsi persen lubang pada plat lantai = 0.7
Dp : Asumsi diameter lubang pada plat = 3 mm = 0.003 m

C2 =

13

6)

7)

8)

9)

Udara lingkungan dianggap konstan selama simulasi, yaitu pada 30oC.
Suhu inlet : 40oC
Suhu Outlet : 30oC
Suhu fluida operasi : (40+30)/2 = 35oC
Tekanan udara
: 1 atm = 101.325 kPa
Pengaturan solution methods dan solution controls
Pengaturan metode solusi digunakan untuk memilih pola
interpolasi yang dilakukan pada node mesh. Skema pressure-velocity
coupling ialah SIMPLE dengan pengaturan default pada spatial
discretization. Dalam skema ini dipilih first-order upwind scheme
dimana merupakan skema interpolasi yang paling ringan dan cepat
mencapai konvergen. Pengaturan solution controls menggunakan nilai
default.
Pengaturan solution monitors
Pengaturan monitors pada residuals meliputi penentuan kriteria
konvergensi. Kriteria konvergensi menggunakan nilai 0.001 untuk semua
persamaan residual dan 10-6 pada persamaan energi. Kriteria konvergensi
adalah perbedaan antara tebakan awal dan hasil akhir hasil iterasi.
Pengaturan solution initialization
Proses inisialisasi dilakukan sebagai langkah awal dengan
menghitung semua nilai dari kondisi batas yang telah dimasukkan.
Langkah yang dilakukan ialah memilih compute from-inlet.
Pengaturan solution run calculation
Proses perhitungan dari persamaan dan model yang dipilih dan berhenti
hingga tercapai konvergen atau sesuai waktu iterasi yang telah ditentukan.
Iterasi dilakukan maksimum sebanyak 1000 kali.

c. Tahapan Penyajian Data
Tampilan hasil yang didapat berasal dari Ansys CFD-Post v12.1,
meliputi :
1) Hasil geometri yang terbentuk
2) Plot kontur kecepatan dan tekanan
3) Plot vektor kecepatan dan tekanan
4) Nilai titik sampel kecepatan dan tekanan
2. Pembuatan Pengering
Pembuatan pengering merupakan proses rancang bangun (pabrikasi).
Desain yang dibuat merupakan desain yang memiliki sebaran aliran udara yang
paling merata dari ketiga simulasi CFD ditandai dengan nilai standar deviasi
rata-rata yang paling kecil. Pembuatan gambar teknik pengering menggunakan
software SolidWorks 2011. Gambar teknik pengering disajikan pada Lampiran
9.
3. Uji Kinerja Pengering
a. Kadar air bahan
Kadar air bahan diukur meliputi kadar air awal dan penurunannya tiap
dua jam. Alat yang digunakan untuk mengambil sampel gabah ialah sampel
picker. Metode yang digunakan ialah metode langsung dengan oven drying

14
pada suhu konstan 105oC. Berat rata-rata sampel gabah yang diambil ialah
5-6 gram. Massa padatan gabah diperoleh dengan mengeringkan sampel
gabah selama 24 jam. Lokasi pengukuran kadar air bahan ialah pada
tumpukan bawah, tengah dan atas dengan masing-masing 5
titik
pengukuran yang ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8 Skematik lokasi pengukuran kadar air, suhu, RH dan pressure gauge
Kadar air produk selama pengeringan dihitung berdasarkan :
Kadar air (%bb) =

m r
m r mp d t

x

Kadar air (%bk) =

m r
mp d t

............................................... (4)

x

b. Kecepatan aliran udara
Titik pengukuran aliran udara yaitu :
1) Lubang pemasukan udara (inlet),

................................... (3)

15
2) Tumpukan bagian bawah dan tengah sebanyak 4 titik yaitu dengan jarak
15 cm dari tepi bak, serta lapisan atas sebanyak 5 titik pengukuran
termasuk diantaranya posisi tengah.
c. Suhu
Suhu udara masuk diatur pada kisaran 39-45oC. Bagian-bagian yang
diukur suhunya ialah udara lingkungan sekitar pengering, inlet, plenum dan
di dalam tumpukan gabah. Alat yang digunakan untuk mengukur suhu ialah
termokopel. Hybrid recorder digunakan untuk menampilkan data
pengukuran termokopel. Penempatan termokopel yaitu :
1) Lubang pemasukan udara (inlet).
2) Tumpukan gabah bagian bawah, tengah, dan atas masing-masing 5 titik
pengukuran. Koordinat pengukuran ialah sama seperti lokasi
pengambilan sampel kadar air.
3) Udara lingkungan.
d. RH
Lokasi pengukuran relative humidity (RH) ialah :
1) Plenum.
2) Di atas tumpukan gabah.
3) Udara lingkungan sekitar pengering.
Alat yang digunakan untuk mengukur RH ialah termokopel bola basah
dan bola kering. Termokopel bola basah dibuat dengan menyelubungi ujung
sensor termokopel menggunakan kain yang dijaga agar tetap basah.
e. Pressure drop
Lokasi pengukuran tekanan udara ialah pada plenum. Alat yang
digunakan untuk mengukur tekanan udara ialah manometer pipa U. Nilai
tekanan udara pada plenum diukur berdasarkan perbedaan ketinggian
permukaan air pada kolom pipa U seperti ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 9 Gambar skematik manometer pipa U

16
Perbedaan ketinggian ( h dikonversi ke nilai tekanan menggunakan
persamaan :
p=
h................................................................................................. (5)
keterangan :
p : tekanan gauge (Pascal)
: massa jenis fluida (kg/m3)
: percepatan gravitasi (m/s2)
h : beda ketinggian permukaan fluida di dalam pipa (m)
4. Analisis data
Data kecepatan udara dan tekanan yang diperoleh dari hasil pengujian
kinerja dibandingkan dengan data hasil simulasi CFD. Validasi dilakukan pada
desain yang terpilih dari simulasi CFD. Tujuan dari validasi ini ialah untuk
melihat keakuratan data simulasi terhadap data pengujian. Data-data tersebut
dibuat korelasi antara kecepatan udara ukur dan kecepatan udara CFD, tekanan
udara ukur dan tekanan udara CFD. Perhitungan terhadap nilai kesalahan
(error) dilakukan untuk membandingkan pengukuran dan simulasi CFD.
Persamaan yang akan digunakan untuk mengukur error sebagai berikut :
u ur F
x 100% .................................................................... (6)
Error =
u ur
Standar Deviasi : S = √



( -̅)

............................................................ (7)

Keterangan :
v ukur
: kecepatan udara pengukuran (m/s)
v CFD
: kecepatan udara simulasi CFD (m/s)
: kecepatan udara ke-i (m/s)
̅
: kecepatan udara rata-rata (m/s)
n
: jumlah data

HASIL DAN PEMBAHASAN
Simulasi Kecepatan Udara
1. Aliran kecepatan udara simulasi 1
Distribusi kecepatan udara dalam pengering pada simulasi ditunjukkan
pada kontur kecepatan (Gambar 10) dan vektor kecepatan (Gambar 11). Nilai
hasil simulasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

17

Gambar 10 Kontur kecepatan udara pada simulasi 1

Gambar 11 Vektor distribusi kecepatan udara pada simulasi 1
Udara dengan suhu 40oC dihembuskan melalui lubang inlet menuju
plenum kemudian melewati lantai berlubang disebarkan ke seluruh bagian bak
tumpukan. Kecepatan aliran udara tertinggi terdapat di bagian lubang inlet,
yaitu pada kisaran 13.2 m/s yang ditunjukkan oleh warna merah. Aliran udara
ini mengalami turbulensi di dalam plenum sebelum melewati lantai pengering
yang berlubang. Kecepatan udara di dalam plenum mengalami penurunan yaitu
pada kisaran 10.57 m/s yang diambil pada titik tengah plenum. Saat melewati
lantai berpori kecepatan udara mengalami penurunan berkisar pada 0.669 m/s
pada lapisan bawah, 0.687 m/s pada lapisan tengah dan 0.185 m/s pada lapisan
di atas tumpukan.

18

Gambar 12 Vektor distribusi kecepatan udara sisi bawah plenum pada simulasi 1
Berdasarkan Gambar 12, vektor kecepatan aliran udara pada plenum
terjadi turbulensi yang tinggi saat aliran masuk dari inlet membentur dinding
plenum sisi belakang. Arah aliran kemudian berputar ke arah sisi kanan dan
kiri plenum mengikuti bentuk penampang plenum berbalik ke arah datangnya
aliran. Kecepatan aliran udara setelah melewati lantai berlubang mengalami
penurunan. Hal itu ditandai dengan perubahan warna yang menandai
penurunan kecepatan. Arah vektor saat melewati lantai berlubang bergerak
miring ke samping. Arah vektor aliran kecepatan udara pada tumpukan gabah
tampak lurus ke atas. Arah vektor aliran kecepatan udara di atas tumpukan
gabah sedikit tidak beraturan. Hal tersebut terlihat dari adanya aliran yang
mengarah ke atas, ke samping dan sedikit ke arah bawah. Pada posisi outlet sisi
belakang terlihat arah vektor aliran udara yang lebih tinggi dibanding sisi
lainnya. Pada posisi outlet tengah terjadi cekungan karena arah vektor pada
lokasi ini terdistribusi ke arah belakang dan sedikit ke arah bawah. Pada posisi
tengah seperti ada tekanan aliran dari atas yang bertemu dengan aliran dari
bawah sehingga aliran terdesak ke sisi belakang. Hal tersebut dapat dilihat pada
Gambar 13.

Gambar 13 Vektor kecepatan udara arah sumbu-y posisi outlet simulasi 1

19
2. Aliran kecepatan udara simulasi 2
Distribusi kecepatan udara dalam pengering pada simulasi ditunjukkan
pada kontur kecepatan (Gambar 14) dan vektor kecepatan (Gambar 15). Nilai
hasil simulasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

Gambar 14 Kontur kecepatan udara pada simulasi 2

Gambar 15 Vektor distribusi kecepatan udara pada simulasi 2
Udara dengan suhu 40oC dihembuskan melalui lubang inlet menuju
plenum kemudian melewati lantai berlubang disebarkan ke seluruh bagian bak
tumpukan. Kecepatan aliran udara tertinggi terdapat di bagian lubang inlet,
yaitu pada kisaran 13.5 m/s yang ditunjukkan oleh warna merah. Aliran udara
ini mengalami turbulensi di dalam plenum sebelum melewati lantai pengering
yang berlubang. Kecepatan udara di dalam plenum mengalami penurunan yaitu
pada kisaran 10 m/s yang diambil pada titik tengah plenum. Saat melewati
lantai berpori kecepatan udara mengalami penurunan berkisar pada 0.610 m/s

20
pada lapisan bawah, 0.685 m/s pada lapisan tengah dan 0.243 m/s pada lapisan
di atas tumpukan.

Gambar 16 Vektor distribusi kecepatan udara sisi bawah plenum pada simulasi 2
Berdasarkan Gambar 16, vektor kecepatan aliran udara pada plenum
terjadi turbulensi yang tinggi saat aliran masuk dari inlet membentur dinding
plenum sisi belakang. Arah aliran kemudian berputar ke arah sisi kanan dan
kiri plenum mengikuti bentuk plenum dimana kecepatan aliran pada dinding
plenum yang paling tinggi. Kecepatan aliran udara setelah melewati lantai
berlubang mengalami penurunan. Hal itu ditandai dengan perubahan warna
yang menandai penurunan kecepatan. Arah vektor saat melewati lantai
berlubang bergerak miring ke samping cenderung tidak beraturan. Arah vektor
aliran kecepatan udara pada tumpukan gabah tampak lurus ke atas. Arah vektor
aliran kecepatan udara di atas tumpukan gabah sedikit tidak beraturan. Hal
tersebut terlihat dari adanya aliran yang mengarah ke atas, ke samping dan
sedikit ke arah bawah. Pada posisi outlet belakang terlihat arah vektor aliran
udara yang lebih tinggi dibanding sisi lainnya. Pada posisi outlet tengah terjadi
cekungan karena arah vektor pada lokasi ini terdistribusi ke arah belakang dan
sedikit ke arah bawah. Pada posisi tengah seperti ada tekanan aliran dari atas
yang bertemu dengan aliran dari bawah sehingga aliran terdesak ke sisi
belakang. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17 Vektor kecepatan udara arah sumbu-y posisi outlet simulasi 2

21
3. Aliran kecepatan udara simulasi 3
Distribusi kecepatan udara dalam pengering pada simulasi ditunjukkan
pada kontur kecepatan (Gambar 18) dan vektor kecepatan (Gambar 19). Nilai
hasil simulasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Gambar 18 Kontur kecepatan udara pada simulasi 3

Gambar 19 Vektor distribusi kecepatan aliran udara pada simulasi 3
Udara dengan suhu 40oC dihembuskan melalui lubang inlet menuju
plenum kemudian melewati lantai berlubang disebarkan ke seluruh bagian bak
tumpukan. Kecepatan aliran udara tertinggi terdapat di bagian lubang inlet,
yaitu pada kisaran 13.2 m/s yang ditunjukkan oleh warna merah. Aliran udara
ini mengalami turbulensi di dalam plenum sebelum melewati lantai pengering
yang berlubang. Kecepatan udara di dalam plenum mengalami penurunan yaitu
pada kisaran 6.78 m/s yang diambil pada titik tengah plenum. Saat melewati
lantai berpori kecepatan udara mengalami penurunan berkisar pada 0.706 m/s

22
pada lapisan bawah, 0.673 m/s pada lapisan tengah dan 0.183 m/s pada lapisan
di atas tumpukan.

Gambar 20 Vektor distribusi kecepatan udara sisi bawah plenum pada simulasi 3
Berdasarkan Gambar 20, vektor kecepatan aliran udara pada plenum
terjadi turbulensi yang tinggi saat aliran masuk dari inlet. Namun aliran tidak
sampai membentur sisi ujung plenum. Arah aliran kemudian menyebar ke arah
sisi dinding kanan dan kiri plenum mengikuti bentuk plenum dimana kecepatan
aliran pada dinding plenum yang paling tinggi. Kecepatan aliran udara setelah
melewati lantai berlubang mengalami penurunan. Kecepatan aliran pada posisi
dekat dengan inlet lebih tinggi dibanding di ujung. Arah vektor saat melewati
lantai berlubang bergerak miring ke samping cenderung tidak beraturan. Arah
vektor aliran kecepatan udara pada tumpukan gabah tampak lurus ke atas. Arah
vektor aliran kecepatan udara di atas tumpukan gabah sedikit tidak beraturan.
Hal tersebut terlihat dari adanya aliran yang mengarah ke atas, ke samping dan
sedikit ke arah bawah. Pada posisi outlet belakang terlihat arah vektor aliran
udara yang lebih tinggi dibanding sisi lainnya. Pada posisi outlet tengah terjadi
cekungan karena arah vektor pada lokasi ini terdistribusi ke arah belakang dan
sedikit ke arah bawah. Pada posisi tengah seperti ada tekanan aliran dari atas
yang bertemu dengan aliran dari bawah sehingga aliran terdesak ke sisi
belakang. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21 Vektor kecepatan udara arah sumbu-y posisi outlet simulasi 3

23
Pemilihan Desain
Tingkat keragaman kecepatan aliran udara dan penurunan tekanan pada
ketiga simulasi didapatkan dari nilai rata-rata hasil simulasi. Nilai keragaman dan
masing-masing standar deviasi tersebut digunakan untuk mengevaluasi pengaruh
bentuk geometri terhadap keseragaman kecepatan aliran udara dan penurunan
tekanan yang terjadi pada kondisi operasi yang sama. Berdasarkan nilai rata-rata
dan standar deviasi hasil simulasi maka dipilih desain yang akan dipabrikasi.
Kontur kecepatan aliran udara pada tiga lapisan ketebalan secara vertikal
dan horisontal dari hasil simulasi untuk simulasi 1, 2 dan 3 dapat dilihat pada
Gambar 22, 23 dan 24. Pada Simulasi 1 kecepatan aliran udara terkecil terdapat
pada ketebalan 20 cm dengan nilai 0.678 m/s, sementara kecepatan terbesar
terdapat pada ketebalan 65 cm dengan nilai 0.688 m/s, sedangkan rata-rata
kecepatan aliran udara adalah sebesar 0.565 m/s. Standar deviasi rata-rata
kecepatan aliran udara pada simulasi 1 sebesar 0.0139 m/s.

Gambar 22 Profil kecepatan aliran udara simulasi 1
Untuk simulasi 2, kecepatan aliran udara terkecil berada pada ketebalan 20
cm sebesar 0.661 m/s, sedangkan kecepatan terbesar berada pada ketebalan 65 cm
sebesar 0.686 m/s. Kecepatan aliran udara rata-rata pada simulasi 2 adalah sebesar
0.560 m/s. Standar deviasi rata-rata kecepatan aliran udara pada simulasi 2 sebesar
0.0131 m/s.

24

Gambar 23 Profil kecepatan aliran udara simulasi 2
Untuk simulasi 3, kecepatan aliran udara terkecil berada pada ketebalan 20
cm sebesar 0.669 m/s, sedangkan kecepatan terbesar berada pada ketebalan 45 cm
sebesar 0.674 m/s. Kecepatan aliran udara rata-rata pada simulasi 3 adalah sebesar
0.556 m/s. Standar deviasi rata-rata kecepatan aliran udara pada simulasi 3 sebesar
0.016 m/s.

Gambar 24 Profil kecepatan aliran udara pada 3 ketinggian simulasi 3
Perbandingan standar deviasi kecepatan aliran udara dalam lapisan
tumpukan pada tiga simulasi disajikan secara grafis pada Gambar 25, sementara
penyajian datanya dapat dilihat pada Lampiran 4.

Stdandar deviasi kecepatan udara
(m/s)

25
0.04
0.035
0.03
0.025
0.02
0.015
0.01
0.005

0
20
Simulasi 1

45
65
Ketinggian (cm)
Simulasi 2

70

Simulasi 3

Gambar 25 Perbandingan standar deviasi kecepatan udara dalam lapisan
tumpukan pada simulasi CFD

Standar deviasi rata-rata

0.0160
0.0150
0.0140

0.0130
0.0120
0.0110
simulasi 1

simulasi 2

simulasi 3

Simulasi CFD
Gambar 26 Standar deviasi rata-rata pada ketiga simulasi CFD
Pada Gambar 26 disajikan perbandingan nilai standar deviasi kecepatan
udara pada ketiga simulasi. Berdasarkan Gambar 26, simulasi 1 memiliki nilai
standar deviasi rata-rata sebesar 0.0139, simulasi 2 sebesar 0.031 dan simulasi 3
sebesar 0.0155. Simulasi 2 memiliki standar deviasi rata-rata yang paling kecil.
Hal tersebut menunjukkan bahwa simulasi 2 memiliki tingkat keseragaman
kecepatan udara yang lebih baik dibandingkan simulasi 1 dan 3.
Validasi Pressure Drop
Validasi pressure drop dilakukan dua tahap yaitu pada awal penentuan nilai
porositas model tumpukan gabah dan pada pengukuran saat uji kinerja pengering
gabah. Validasi yang dilakukan diawal yakni bertolok ukur pada nilai korelasi

26
kurva pressure drop antara simulasi dengan persamaan airflow resistance (ASAE
D272.3 Mar 1996). Persamaan airflow resistance yang digunakan ialah :

=

................................................................................... (8)
o e(
)
nilai a dan b merupakan konstanta dalam airflow resistance. Nilai a ialah 2.57x104
Pa.s2/m3 dan nilai b ialah 13.2 m2.s/m3 (Shedd 1953).
Validasi data pressure drop CFD dan data pressure drop berdasarkan
persamaan airflow resistance dilihat pada Gambar 27. Berdasarkan trial and error
yang dilakukan dalam simulasi ditetapkan nilai porositas pada model simulasi
tumpukan gabah yaitu 30%. Adapun nilai porositas dari padi dan beras
berdasarkan data penelitian ASAE Wratten et al (1969) dalam Champ (1996)
ialah antara 46 sampai 60% tergantung pada varietas dan kadar air. Nilai porositas
yang diperoleh pada pendekatan CFD cukup berbeda dengan data literatur. Hal ini
dapat disebabkan oleh varietas padi dan kadar air yang berbeda serta pendefinisian
bentuk porous pada cell zone gabah yang tidak sama persis pada bentuk porous
tumpukan gabah yang sebenarnya.
Beberapa peneliti menemukan bahwa laju aliran udara, permukaan dan
karakteristik bentuk dari bijian, ukuran dan konfigurasi kekosongan tumpukan,
kadar air, variasi ukuran partikel, ketebalan bahan, tingkat pengemasan, dan
jumlah dari material asing mempengaruhi pressure drop dari laju aliran udara
yang melewati biji-bijian (Champ 1995). Pada ketebalan bahan dan kadar air yang
sama, terlihat bahwa laju aliran udara mempengaruhi pressure drop yang terjadi
pada tumpukan gabah. Laju aliran yang tinggi menunjukkan pressure drop yang
terjadi juga tinggi. Sedangkan semakin rendah laju aliran udara menunjukkan
pressure drop yang terjadi juga semakin rendah. Hal tersebut dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1 Data pressure drop CFD, pengukuran dan kurva Shedd
airflow
(m3/s m2)

pressure drop
CFD (Pa/m)

pressure drop
ukur (Pa/m)

pressure drop kurva
Shedd (Pa/m)

0.21
0.2
0.1
0.05
0.03

899.2
782.1
292.4
131.8
72.4

882.9
804.4
333.5
157.0
58.9

830.3
795.7
305.4
126.8
69.3

pressure drop Shedd, Pa/m

27

1000.0
y = 0.9544x + 9.776
R² = 0.9936

800.0
600.0
400.0
200.0
0.0
0.0

200.0 400.0 600.0 800.0 1000.0
pressure drop CFD, Pa/m

Gambar 27 Validasi pressure drop CFD dengan kurva Shedd (1953)

Pressure drop plenum ukur
(Pa/m)

Berdasarkan grafik yang ditunjukkan oleh Gambar 27, nilai korelasi yang
dimiliki oleh validasi tersebut ialah sebesar 0.9936 dan persamaannya
mendekati 1. Sehingga asumsi pada simulasi CFD telah cukup baik digunakan
sebagai prediksi kondisi yang sebenarnya. Nilai pressure drop hasil simulasi
CFD selanjutnya divalidasi dengan pressure drop yang diperoleh dari hasil
pengukuran. Validasi pressure drop hasil simulasi CFD dengan hasil
pengukuran dilihat pada Gambar 28.
1000.0

y = 0.9855x + 18.08
R² = 0.9957

800.0
600.0
400.0
200.0
0.0
0.0

200.0 400.0 600.0 800.0 1000.0
Pressure drop CFD (Pa/m)

Gambar 28 Validasi pressure drop CFD dengan pressure drop pengukuran
Berdasarkan grafik yang ditunjukkan oleh Gambar 28, nilai korelasi yang
dimiliki oleh validasi tersebut ialah sebesar 0.9957 dan persamaannya mendekati
1. Sehingga hasil simulasi CFD memiliki nilai yang mendekati hasil pengukuran.
Profil kontur distribusi tekanan pada simulasi secara vertikal disajikan pada
Gambar 29. Pada Gambar 29 terlihat bahwa tekanan udara yang paling tinggi
berada pada plenum. Tekanan terlihat semakin menurun setelah melewati plat
berlubang dan terus menurun sepanjang tumpukan.

28

Gambar 29 Kontur tekanan pada simulasi 2

Validasi Kecepatan Aliran Udara
Hasil validasi kecepatan aliran udara CFD berupa kontur distribusi
kecepatan aliran udara, menunjukkan besar dan arah aliran udara sebagai media
pengering yang digunakan dalam pengering gabah. Validasi model dilakukan
dengan membandingkan data pengukuran dan data simulasi CFD pada 13 titik
pengukuran. Nilai hasil simulasi dan hasil pengukuran kecepatan udara pada
bidang-xz dengan ketinggian-y dapat dilihat pada Lampiran 5.

Gambar 30 Validasi kecepatan aliran udara hasil simulasi CFD dengan hasil
pengukuran

29
Berdasarkan Gambar 30 terlihat bahwa kecepatan aliran udara hasil simulasi
hampir mengikuti data pengukuran, walaupun secara garis besar memiliki nilai
yang berbeda cukup signifikan. Perbedaan ini salah satunya disebabkan oleh
penentuan asumsi media berpori tumpukan pada simulasi CFD. Pendefinisian
bentuk pori oleh CFD berbeda dengan kondisi yang sebenarnya sehingga
menyebabkan perbedaan hasil yang diperoleh.
Gambar 30 menunjukkan penyajian grafis hasil validasi kecepatan udara
dengan membandingkan kecepatan udara hasil pengukuran dan hasil simulasi
pada tiga ketebalan dalam tumpukan. Berdasarkan Gambar 33 terlihat bahwa
kecepatan udara pada ketinggian 70 cm atau tepat di atas tumpukan gabah sangat
rendah dibanding kedua lapisan lainnya. Pada lapisan 20 dan 45 cm atau di dalam
tumpukan gabah, laju aliran udara yang tinggi dikarenakan adanya pori dalam
tumpukan gabah. Pori tumpukan gabah tersebut berupa cell zone gabah yang
menggunakan porous formulation physical velocity sehingga terjadi peningkatan
kecepatan aliran udara pada seluruh wilayah berpori. Pada lapisan 70 cm atau di
luar cell zone gabah, kecepatan lebih rendah karena secara default terpilih opsi
superficial velocity. Pada superficial velocity, kecepatan aliran udara tidak
mengalami peningkatan seperti kecepatan udara ya