Identifikasi Penyakit Tanaman Kubis Menggunakan Gaussian Filter dan Wavelet Transformation

IDENTIFIKASI PENYAKIT TANAMAN KUBIS
MENGGUNAKAN GAUSSIAN FILTER DAN WAVELET
TRANSFORMATION

FARADINA VIDYANI

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Penyakit
Tanaman Kubis Menggunakan Gaussian Filter dan Wavelet Transformation
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Faradina Vidyani
NIM G64090083

ABSTRAK
FARADINA VIDYANI. Identifikasi Penyakit Tanaman Kubis Menggunakan Gaussian
Filter dan Wavelet Transformation. Dibimbing oleh YENI HERDIYENI dan AUNU
RAUF.
Penurunan tingkat produksi tanaman kubis di Indonesia disebabkan oleh adanya
hambatan pertanian seperti serangan penyakit. Serangan penyakit pada tanaman kubis
ini sulit diidentifikasi. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan
menggunakan teknik pengolahan citra digital. Penggunaan teknik pengolahan citra
digital dapat mempermudah identifikasi jenis penyakit tanaman kubis. Penelitian ini
menggunakan metode Gaussian Filter dan Wavelet Transformation untuk
mengidentifikasi jenis penyakit tanaman kubis berdasarkan citra helai daunnya. Metode
Gaussian Filter digunakan untuk mereduksi noise pada citra kubis berpenyakit. Metode
Wavelet Transformation digunakan sebagai teknik ekstraksi ciri citra. Penelitian ini
fokus kepada 3 jenis penyakit tanaman kubis, yaitu bercak daun Alternaria, busuk hitam

(Black rot), dan embun bulu (Downy mildew). Hasil identifikasi jenis penyakit kubis
pada penelitian ini menunjukkan akurasi sebesar 85%. Hal ini menunjukkan bahwa
metode Gaussian filter dan Wavelet Transformation dapat diterapkan untuk identifikasi
jenis penyakit kubis.
Kata kunci: penyakit kubis, gaussian filter, wavelet transformation

ABSTRACT
FARADINA VIDYANI. Cabbage Disease Identification using Gaussian Filter and
Wavelet Transformation. Supervised by YENI HERDIYENI and AUNU RAUF.
Decreased levels of cabbage production in Indonesia is caused by agricultural
barriers such as diseases. Diseases on cabbage is difficult to identify. One solution that
can be done is by using a digital image processing techniques. The use of digital image
processing techniques is to facilitate the identification of cabbage diseases. This study
uses Gaussian Filter and Wavelet Transformation to identify the type of cabbage
diseases based on the image of its leaves. Gaussian filter method is applied to reduce
noise in the image of diseased cabbage. Wavelet Transformation method is used as a
feature extraction technique to the image. This study only focused on three types of
cabbage diseases namely, leaf spot Alternaria, Black rot, and Downy mildew. In this
study, identification of cabbage disease showed an accuracy of 85%. This suggests that
the combination of these two methods can be applied to the identification of an image of

cabbage diseases.
Keywords: cabbage diseases, gaussian filter, wavelet transformation

IDENTIFIKASI PENYAKIT TANAMAN KUBIS
MENGGUNAKAN GAUSSIAN FILTER DAN WAVELET
TRANSFORMATION

FARADINA VIDYANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komputer
pada
Departemen Ilmu Komputer

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Penguji:
Aziz Kustiyo, SSi MKom

Judul Skripsi : Identifikasi Penyakit Tanaman Kubis Menggunakan Gaussian Filter dan
Wavelet Transformation
Nama
: Faradina Vidyani
NIM
: G64090083

Disetujui oleh

Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom
Pembimbing I

Prof Dr Ir Aunu Rauf, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh


Dr Ir Agus Buono, MSi MKom
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 ini ialah penyakit kubis
dengan judul Identifikasi Penyakit Tanaman Kubis Menggunakan Gaussian Filter dan
Wavelet Transformation.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini, yaitu:
1
2

3
4


5

6

Ayahanda Emir Faisal Rachman, Ibunda Juliati Junde, serta adikku Endi Rahmat
yang selalu memberikan kasih sayang dan doa.
Ibu Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom dan Bapak Prof Dr Ir Aunu Rauf, MSc selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dengan kepada
penulis.
Bapak Aziz Kustiyo, SSi MKom selaku dosen penguji.
Nurul Azizah, Dody Tri Hutomo, Muhammad Ichsan, Kak Kholis, Kak Dedi, Kak
Trio, Kak Ismi sebagai teman satu bimbingan yang selalu memberikan masukan,
saran, dan semangat kepada penulis.
Hanna, Luksie, Iis, Rini, Wulan, Erwin, Ari, Rangga, Haqqi, serta rekan-rekan di
Departemen Ilmu Komputer IPB angkatan 46 atas kebersamaan, canda tawa, dan
kenangan indah selama di kampus.
Teman-teman asrama dan kostan Wisma Jelita Yaomi, Ariya, Lola, Mba Elvi,
Feni, Sorong, Yeni, dan Tasya.

Terima kasih atas bantuan, semangat, dan doa dari pihak tersebut yang

mempermudah penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, September 2013
Faradina Vidyani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

3


Penyakit Kubis

3

Filter Gaussian

4

Transformasi Wavelet

5

Probabilistic Neural Network (PNN)

7

METODE

8


Data Citra Daun

9

Praproses

9

Ekstraksi Ciri

10

Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network (PNN)

12

Evaluasi Hasil Klasifikasi

12


Spesifikasi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

12

Ekstraksi Ciri

12

Model Klasifikasi Citra

17

Evaluasi

21

Implementasi Sistem

22

SIMPULAN DAN SARAN

23

Simpulan

23

Saran

24

DAFTAR PUSTAKA

25

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR TABEL
1
2

Hasil klasifikasi penyakit kubis
Nilai akurasi setiap jenis penyakit

18
21

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

26

27
28
29
30

Daun kubis yang terserang penyakit bercak daun Alternaria
Daun kubis yang terserang penyakit busuk hitam
Daun kubis yang terserang penyakit embun bulu
Filter Gaussian dengan �=1
Ilustrasi distribusi Gaussian dengan nilai �=1
Ilustrasi Filter Bank
Subbagian frekuensi citra
Arsitektur PNN
Metode penelitian
Proses pemotongan citra
Citra hasil penerapan filter Gaussian
Contoh citra hasil grayscale
Citra subbagian LL dari dekomposisi level 3
Proses dekomposisi transformasi Wavelet
Pembentukan sinyal vektor ciri
Grafik informasi global dan detail citra
Letak penyakit busuk hitam pada citra dan sinyal
Letak penyakit bercak daun Alternaria pada citra dan sinyal
Bentuk "V" dari bercak kuning pada penyakit busuk hitam
Bentuk "V" dari bercak kuning pada penyakit busuk hitam beserta pola
sinyal yang terbentuk
Citra busuk hitam hasil pemotongan yang tidak tepat pada bagian
penyakitnya
Letak penyakit di sekitar tulang daun
Letak penyakit embun bulu pada citra dan sinyal
Perbandingan pola sinyal bercak daun Alternaria yang terklasifikasi ke
dalam penyakit busuk hitam dengan pola sinyal penyakit busuk hitam
Perbandingan pola sinyal bercak daun Alternaria yang terklasifikasi ke
dalam jenis penyakit embun bulu dengan pola sinyal jenis penyakit
embun bulu
Perbandingan pola sinyal jenis penyakit busuk hitam yang terklasifikasi
ke dalam jenis penyakit embun bulu dengan pola sinyal jenis penyakit
embun bulu
Kemiripan data citra uji dengan data citra latih jenis penyakit embun bulu
Citra penyakit busuk hitam yang blur dan citra yang terpotong dengan
kurang tepat.
Halaman home sistem
Halaman identifikasi penyakit kubis pada sistem

3
4
4
5
5
6
7
7
9
9
10
10
11
11
11
13
14
14
15
15
16
17
17
18

19

20
21
21
22
22

31 Hasil identifikasi dari citra yang diunggah
32 Pop-up window penyakit yang dipilih
33 Halaman penjelasan jenis penyakit kubis

22
23
23

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kubis (Brassicea oleracea var. capitata L.) merupakan jenis
tanaman sayuran yang berasal dari daerah subtropis. Tanaman ini memiliki nilai
ekonomis yang tinggi, karena hampir seluruh bagiannya seperti, daun, kuncup,
dan bunga dapat diolah untuk dijadikan sumber makanan bagi manusia. Hal ini
didukung dengan data dari Direktorat Jenderal Hortikultura (Ditjen Hortikultura
2011) yang menyatakan bahwa pada tahun 2011 ekspor kubis di Indonesia
mencapai 23 941 ton.
Selain itu, berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik
(BPS 2011), peningkatan jumlah produksi kubis di Indonesia terjadi dari tahun
2009 ke tahun 2010 yaitu sebanyak 1 358 113 ton menjadi 1 385 044 ton. Namun,
terjadi pula penurunan tingkat produksi kubis di Indonesia dari tahun 2010 ke
tahun 2011 yaitu sebesar 21 303 ton. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya
hambatan faktor abiotik, biotik, maupun sosial-ekonomi.
Salah satu faktor biotik yang dapat memengaruhi pertumbuhan tanaman
kubis ialah adanya serangan penyakit tanaman. Jenis penyakit yang dapat
menyerang tanaman kubis antara lain akar gada, busuk hitam, busuk lunak, bercak
daun Alternaria, embun bulu, dan rebah kecambah. Serangan penyakit ini dapat
menurunkan hasil panen.
Kebijakan pengendalian hama dan penyakit tanaman yang dianut
pemerintah saat ini mengacu pada konsep pengelolaan hama terpadu (PHT).
Menurut Rauf (komunikasi personal, 11 September 2013) terdapat 4 unsur
kegiatan PHT, yaitu penangkalan, pencegahan, pemantauan, dan penanggulangan.
Pelaksanaan PHT harus diawali dengan penangkalan, yaitu upaya agar
pertanaman yang diusahakan terbebas dari hama dari sejak awal, misalnya dengan
menggunakan bibit yang bebas hama dan penyakit. Tahap kedua adalah
pencegahan, yaitu kegiatan budidaya tanaman untuk mencegah atau mengekang
perkembangan hama agar tetap di bawah tingkat yang merugikan. Tahap ketiga
adalah pemantauan, yaitu kegiatan pengamatan yang dilakukan secara terjadwal,
misalnya seminggu sekali, dengan tujuan memantau kecenderungan
perkembangan populasi atau tingkat serangan hama dan penyakit. Bila hasil
pemantauan menunjukkan bahwa populasi hama telah melampaui batas yang
merugikan, maka perlu dilakukan tindakan penanggulangan. Pada kegiatan
pemantauan diperlukan kemampuan mengidentifikasi penyakit secara benar.
Pada penelitian ini, identifikasi penyakit tanaman kubis dilakukan
berdasarkan citra digital. Valiammal dan Geethalakshmi (2012) telah melakukan
penelitian mengenai pengolahan citra digital menggunakan metode transformasi
Wavelet sebagai metode ekstraksi ciri untuk segmentasi citra daun. Metode
tersebut digunakan karena tidak terpengaruh terhadap noise pada citra. Penelitian
tersebut menghasilkan segmentasi citra daun yang lebih baik dibandingkan
dengan metode segmentasi lainnya.
Proses identifikasi penyakit pada penelitian ini diterapkan pada citra daun
tanaman kubis dengan menggunakan metode perbaikan citra filter Gaussian
(Gaussian filter) dan metode ekstraksi ciri menggunakan transformasi Wavelet

2
(Wavelet transformation). Metode filter Gaussian digunakan untuk perbaikan citra
dengan mereduksi noise pada citra. Metode transformasi Wavelet digunakan
untuk mendekomposisi citra serta menghasilkan pola sinyal sebagai penciri
penyakit kubis. Selain itu, penelitian ini juga menerapkan metode probabilistic
neural network (PNN) sebagai model klasifikasi. Penggunaan metode PNN
ditujukan untuk mengklasifikasikan citra daun tanaman kubis yang terserang
penyakit bercak daun Alternaria, busuk hitam (black rot), dan embun bulu (downy
mildew).

Perumusan Masalah
Beberapa penyakit tanaman yang menyerang daun kubis memerlihatkan
gejala bercak yang tidak mudah untuk dibedakan. Kekeliruan dalam
mengidentifikasi gejala penyakit ini berimplikasi pada tidak tepatnya upaya
pengendalian yang dilakukan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengimplementasikan metode perbaikan citra
menggunakan filter Gaussian (Gaussian filter) dan metode ekstraksi ciri citra
menggunakan transformasi Wavelet (Wavelet transformation) dalam
mengidentifikasi penyakit bercak daun Alternaria, busuk hitam, dan embun bulu
pada tanaman kubis.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini yaitu memberikan kemudahan dalam
mengidentifikasi tiga jenis penyakit kubis, yaitu bercak daun Alternaria, busuk
hitam, dan embun bulu. Selain itu, sistem identifikasi yang dibuat ini diharapkan
dapat membantu para petani dan petugas pengamat hama dan penyakit tanaman
dalam mengenali ketiga jenis penyakit ini secara lebih akurat, sehingga upaya
pengendalian yang dilakukan dapat lebih tepat sasaran.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian yang dilakukan mencakup pengklasifikasian tiga jenis penyakit
kubis, yaitu bercak daun Alternaria, busuk hitam, dan embun bulu.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Kubis
Beberapa penyakit pada tanaman kubis memiliki arti yang penting. Selain
dapat menurunkan kuantitas hasil panen, dapat pula menurunkan kualitas kubis.
Penyakit tersebut di antaranya adalah busuk hitam, busuk lunak, akar gada, bercak
daun Alternaria, embun bulu, dan rebah kecambah. Tinjauan pustaka ini dibatasi
pada jenis penyakit yang menjadi fokus penelitian, yaitu bercak daun Alternaria,
busuk hitam, dan embun bulu.
Bercak Daun Alternaria
Penyakit bercak daun Alternaria (Alternaria leaf spot) disebabkan oleh
cendawan Alternaria brassicae (Berk.) dan Alternaria brassicicola (Schw.).
Kedua penyakit ini umumnya menyerang daun tua dan menimbulkan gejala
bercak-bercak bulat coklat dan lingkaran konsentris (Gambar 1). Kadangkala
jaringan daun yang terserang dapat mati sehingga tampak berlubang-lubang. Pada
musim hujan, serangannya lebih tinggi dibandingkan dengan musim kemarau.
Selain itu, tanaman yang lemah akibat pemupukan yang berlebih mengalami
serangan yang lebih tinggi (Djatnika 1993; Soeroto et al. 1994).

Gambar 1

Daun kubis yang terserang penyakit
bercak daun Alternaria

Busuk Hitam
Penyakit busuk hitam (black rot) disebabkan oleh bakteri Xanthomonas
campestris pf. campestris (Pam.). Penyakit ini kerap kali berjangkit pada tanaman
kubis dengan kondisi lingkungan yang hangat dan kelembaban udara yang tinggi,
dan dijumpai hampir di seluruh pertanaman kubis di Indonesia. Gejala khas pada
daun kubis yang terserang X. campestris yaitu adanya bercak kuning yang
menyerupai huruf “V” di sepanjang tepi daun yang mengarah ke tengah daun
(Gambar 2). Penyakit busuk hitam dapat pula menyerang bibit kubis di pesemaian.
Pada daun-daun kubis yang terserang tampak bintik-bintik dan dalam waktu
singkat tanaman mati secara serentak (Djatnika 1993). Umumnya, penyakit ini
berjangkit pada kondisi lingkungan dengan kelembaban tinggi dan suhu optimal
30-32 ˚C (Soeroto et al. 1994).

4

Gambar 2 Daun kubis yang terserang penyakit
busuk hitam
Embun Bulu
Penyakit embun bulu (downy mildew) disebabkan oleh cendawan
Perenospora parasitica (Pers.). Gejala penyakit embun bulu tampak pada daun
dengan muncul bercak-bercak pucat di sekitar tulang daun seperti gejala
kekurangan unsur hara (Gambar 3). Pada kubis dewasa, gejala yang ditimbulkan
yaitu terdapat bercak abu-abu sampai hitam, bahkan akan menjadi busuk ketika
berada di tempat penyimpanan. Penyakit ini banyak terjadi di pesemaian pada
kondisi lingkungan yang panas dengan kelembaban tinggi (Soeroto et al. 1994).

Gambar 3 Daun kubis yang terserang penyakit
embun bulu

Filter Gaussian
Filter Gaussian adalah filter yang digunakan untuk proses perbaikan citra
dengan memberikan efek blur yang bertujuan mereduksi noise pada citra (Jain et
al. 1995). Efek blur dari filter Gaussian ditentukan oleh nilai standar deviasi dan
proses konvolusi dengan menggunakan matriks filter berukuran n×n. Persamaan
Gaussian 2D ditunjukkan pada Persamaan 1.
-

e

1)

Keterangan:
G(x,y) : persamaan filter Gaussian 2D.
x
: jarak dari titik asal dalam sumbu horizontal.
y
: jarak dari titik asal dalam sumbu vertikal.

: standar deviasi dari distribusi filter Gaussian.

5
Variabel x dan y menyatakan jarak dari asal (titik tengah matriks filter) dalam
sumbu horizontal dan vertikal (Gambar 4) dengan nilai standar deviasi bernilai 1
(Gambar 5).

Gambar 4 Filter Gaussian dengan �=1

Gambar 5 Ilustrasi distribusi Gaussian dengan
nilai �=1
Transformasi Wavelet
Transformasi Wavelet merupakan metode ekstraksi ciri yang dapat
mengatasi kekurangan yang dimiliki oleh transformasi Fourier. Transformasi
Fourier hanya dapat menganalisis sinyal dengan bentuk stationary signal (Sengur
2009). Pola sinyal tersebut tidak dapat memberikan informasi waktu dari
frekuensi sinyal yang dibentuk. Sementara itu, transformasi Wavelet dapat
menganalisis sinyal berbentuk non-stationary signal, sehingga dapat memberikan
informasi mengenai frekuensi dan waktu dari sinyal. Hal ini menunjukkan bahwa
transformasi Wavelet dapat memberikan informasi yang lebih baik dibandingkan
dengan transformasi Fourier (Liu 2010).
Menurut Sifuzzaman et al. (2009), terdapat 2 jenis transformasi Wavelet,
yaitu Continuous Wavelet Transformation (CWT) dan Discrete Wavelet
Transformation (DWT). Proses CWT dilakukan dengan menggunakan pendekatan
multiresolution analysis, sedangkan DWT menggunakan filter bank untuk analisis
dan sintesis sinyal.
Jika sebuah citra 2 dimensi dianalisis dan disintesis oleh sebuah filter bank,
maka jenis transformasi Wavelet yang digunakan untuk mengolah citra 2 dimensi
tersebut adalah DWT. Persamaan transformasi Wavelet 2 dimensi ditunjukkan
oleh Persamaan 2.


2)

6
Keterangan:
: mother Wavelet 2D berskala waktu.
a
: parameter penskalaan.
b
: parameter translasi.
Menurut Talukder dan Harada (2007), proses transformasi Wavelet sama
dengan proses subband coding, yaitu sinyal didekomposisi menggunakan filter
bank. Filter bank digunakan untuk merekonstruksi citra di berbagai resolusi.
Jenis filter bank yang umum digunakan adalah Haar. Filter Haar Wavelet
merupakan orde pertama dari famili wavelet Daubechies dan merupakan jenis
wavelet yang paling sederhana serta mudah diimplementasikan (Lee dan
Yamamoto 1994). Filter ini terdiri atas 2 fungsi, yaitu fungsi penskalaan 2 dimensi
dan fungsi wavelet 2 dimensi. Persamaan 3 merupakan perhitungan fungsi
penskalaan 2 dimensi yang merepresentasikan komponen frekuensi rendah dari
citra. Selain itu, terdapat 3 bagian perhitungan dari fungsi wavelet 2 dimensi, yaitu
fungsi wavelet bagian horizontal, bagian vertikal, dan bagian diagonal. Ketiga
bagian tersebut masing-masing dihitung dengan menggunakan Persamaan 4,
Persamaan 5, dan Persamaan 6.

V

Keterangan:
(x,y)
V

3)
4)
5)
6)

: fungsi penskalaan 2D.
: fungsi wavelet 2D bagian horizontal.
: fungsi wavelet 2D bagian vertikal.
: fungsi wavelet 2D bagian diagonal.

Perhitungan keempat fungsi tersebut merepresentasikan rekonstruksi filter
bank 4 channel (Gambar 6) (Talukder dan Harada 2007).

Gambar 6 Ilustrasi Filter Bank
Pada Gambar 6, notasi aL menunjukkan filter low pass. Filter low pass
diaplikasikan untuk memperoleh komponen berfrekuensi rendah dari citra. Notasi
aH menunjukkan filter high pass yang bertujuan memperoleh komponen
berfrekuensi tinggi dari citra (Kaur dan Singh 2011). Output dari setiap filter
berupa nilai frekuensi input beserta setengah nilai frekuensi dari nilai frekuensi
input nya. Hal ini menyebabkan terjadinya redudansi data. Notasi ↓2 merupakan

7
proses downsampling data dengan faktor 2 yang bertujuan untuk mencegah
adanya redudansi data tersebut (Merry et al. 2005).
Sebuah citra akan terdekomposisi menjadi 4 subbagian pada frekuensi dan
orientasi yang berbeda ketika menggunakan filter-filter tersebut dalam satu level.
Subbagian horizontal (LH), vertikal (HL), dan diagonal (HH) merupakan bagian
detail dari citra, sedangkan subbagian LL merupakan bagian aproksimasi citra dan
digunakan sebagai citra penciri (Gambar 7). Proses dekomposisi akan diterapkan
kembali pada subbagian tersebut sesuai dengan batas level yang ditentukan.
LL

LH

HL HH
Gambar 7 Subbagian frekuensi citra
Probabilistic Neural Network (PNN)
Metode klasifikasi probabilistic neural network (PNN) terdiri atas 4
lapisan, yaitu lapisan masukan, lapisan pola, lapisan penjumlahan, dan lapisan
keluaran (lapisan keputusan) (Gambar 8).

Gambar 8 Arsitektur PNN
Menurut Specht (1990), lapisan masukan berupa nilai input x yang terdiri
atas sejumlah nilai yang akan diklasifikasikan ke dalam salah satu kelas dari n
kelas. Pada lapisan pola terdapat perhitungan perkalian titik (dot product) antara
nilai x dan nilai data ke-i pada kelas A ( ). Perhitungan ditunjukkan oleh
Persamaan 7.

8
7)
Setelah itu, dilakukan operasi nonlinear dengan perhitungan yang
ditunjukkan pada Persamaan 8.
g

e p

(

- )

8)

Pada Persamaan 8 jika diasumsikan bahwa nilai x dan xAi sudah
ternormalisasi, maka persamaan tersebut akan ekuivalen dengan Persamaan 9.
g

e p -

( -

) ( -

)

9)

Keterangan:
x
: vektor uji.
: vektor bobot atau vektor latih kelas ke-A urutan ke-i.
: nilai bias.
Pada lapisan penjumlahan terjadi proses penjumlahan masukan dari lapisan
pola dengan menggunakan perhitungan yang ditunjukkan pada Persamaan 10.
p

p |



e p-

-

-

10)

Keterangan:
: peluang kelas A.
p
|
: peluang bersyarat x jika masuk ke dalam kelas A.
p
: vektor latih kelas A urutan ke-i.
d
: dimensi vektor input.
: jumlah pola pelatihan kelas A.
: bias atau faktor pemulus.
Lapisan terakhir adalah lapisan keluaran atau lapisan keputusan. Input x akan
diklasifikasikan ke kelas A jika nilai pA(x) paling besar dibandingkan kelas lainnya.

METODE
Metode penelitian meliputi pengumpulan data citra daun kubis berpenyakit,
praproses citra, ekstraksi ciri citra, model klasifikasi dengan PNN, dan evaluasi
sistem. Alur metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 9.

9

Gambar 9 Metode penelitian

Data Citra Daun
Data citra daun kubis yang digunakan diperoleh dari pemotretan di
pertanaman kubis di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat. Pemotretan dilakukan dengan
menggunakan kamera digital. Citra daun berformat JPG dan berukuran
piksel. Data yang diambil adalah citra daun kubis yang terkena
penyakit. Penelitian ini berfokus pada 3 jenis penyakit kubis, yaitu bercak daun
Alternaria, busuk hitam, dan embun bulu. Sebanyak 10 citra yang diambil dari
setiap jenis penyakit, sehingga total citra daun hasil pemotretan sebanyak 30 buah.
Praproses
Pada tahap praproses, terdapat 4 langkah untuk mengolah citra hasil
pemotretan, yaitu memotong (cropping) citra, melakukan penskalaan citra,
mengubah citra RGB ke bentuk grayscale, dan menerapkan teknik perbaikan citra
menggunakan filter Gaussian.
Teknik cropping dilakukan untuk memotong dan mengambil bagian
penyakit pada citra. Pemotongan dilakukan berdasarkan penciri penyakit dari
setiap jenis penyakit tanaman kubis. Pemotongan pada setiap citra dapat
menghasilkan 5 sampai 10 potongan penyakit seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 10. Setiap jenis penyakit terdiri atas 100 citra hasil pemotongan, sehingga
total data citra menjadi 300 buah.

Gambar 10 Proses pemotongan citra

10
Semua data citra hasil cropping diubah ke dalam skala yang sama yaitu
piksel . Kemudian, citra hasil penskalaan yang masih berbentuk RGB
diubah ke dalam bentuk grayscale. Citra RGB dan citra hasil grayscale
ditunjukkan pada Gambar 11.

a) Citra RGB

b) Citra grayscale

Gambar 12 Contoh citra hasil grayscale
Langkah selanjutnya yaitu perbaikan citra dengan filter Gaussian. Filter
Gaussian menghaluskan citra dengan memberikan efek blur yang bertujuan
mereduksi noise yang terkandung dalam citra. Noise pada citra daun kubis ialah
objek lain selain penyakitnya. Perhitungan filter Gaussian pada penelitian ini
menggunakan matriks filter berukuran 25×25 dan standar deviasi bernilai 1. Hasil
perbaikan citra dengan filter gaussian ditunjukkan oleh Gambar 12.

a) Citra awal

b) Citra setelah diterapkan
filter Gaussian

Gambar 11 Citra hasil penerapan filter Gaussian

Ekstraksi Ciri
Penelitian ini menggunakan metode wavelet transformation sebagai
metode ekstraksi ciri. Tahap ekstraksi ciri bertujuan memperoleh vektor ciri dari
masing-masing jenis penyakit.
Penelitian ini menerapkan 3 level dekomposisi Haar Wavelet
transformation. Proses yang dilakukan pada setiap level dekomposisi
menghasilkan sebuah citra dengan 4 subbagian. Keempat subbagian tersebut
merupakan representasi frekuensi dari citra, yaitu low-low (LL), low-high (LH),
high-low (HL), dan high-high (HH). Gambar 13 menunjukkan proses setiap level
dekomposisi.

11

a) Dekomposisi
Level 1

b) Dekomposisi
Level 2

c) Dekomposisi
Level 3

Gambar 14 Proses dekomposisi transformasi Wavelet
Menurut Merry et al. (2005), informasi global dari citra terletak pada
bagian berfrekuensi rendah yaitu pada subbagian frekuensi LL. Subbagian ini
disebut juga sebagai citra aproksimasi yang merepresentasikan penciri dari citra.
Gambar 14 menunjukkan citra pada subbagian LL dari dekomposisi level 3.
Sementara itu, subbagian HH memiliki informasi paling sedikit, dan subbagian
LH dan HL merepresentasikan edges (Valiammal dan Geethalakshmi 2012).

Gambar 13 Citra subbagian LL dari dekomposisi level 3
Vektor ciri diperoleh dengan mengubah citra subbagian LL ke dalam
bentuk array 1 dimensi. Kemudian, vektor tersebut diformulasikan ke dalam
bentuk sinyal dengan menggunakan toolbox MATLAB yaitu WAVELAB850.
WAVELAB850 diunduh melalui alamat http://www-stat.stanford.edu.
Proses analisis penciri dari setiap jenis penyakit dilakukan dengan melihat
pola sinyal yang terbentuk. Gambar 15 menunjukkan proses pembentukan sinyal
dari vektor ciri yang diformulasikan oleh WAVELAB850.

Gambar 15 Pembentukan sinyal vektor ciri

12

Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network (PNN)
Penelitian ini menggunakan data dari 3 jenis penyakit tanaman kubis, yaitu
bercak daun Alternaria, busuk hitam, dan embun bulu. Total data citra yang
digunakan sebanyak 300 buah dengan perbandingan jumlah data latih dan data uji
sebesar 80% dan 20%. Klasifikasi dilakukan dengan menggunakan vektor ciri
hasil ekstraksi ciri sebagai input.
Hasil dari klasifikasi memiliki 3 target kelas sesuai dengan jenis penyakit
tanaman kubis. Model klasifikasi terbaik dihasilkan dari nilai peluang maksimum
yang mengarah kepada salah satu jenis penyakit tanaman kubis.
Evaluasi Hasil Klasifikasi
Kinerja model PNN akan ditentukan dan dibandingkan berdasarkan besar
nilai akurasi yang dicapai. Akurasi dapat dihitung dengan Persamaan 11.
akurasi

∑ data uji terklasifikasi

∑ jumlah data uji

11)

Spesifikasi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak
Spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak yang dipakai dalam
pengembangan penelitian ini adalah:
 Prosesor Intel (R) Core(TM) i3-2350M CPU @ 2.30GHz,
 Memori 2.00 GB,
 Sistem operasi Windows 7 Ultimate,
 MATLAB 7.7.0 (R2008b),
 OpenCV 2.1.0, dan
 CodeBlocks.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi Ciri
Tahap ekstraksi ciri menggunakan citra hasil praproses berukuran 64×64
piksel. Menurut Merry et al. (2005), informasi global dari citra terletak pada
bagian berfrekuensi rendah yaitu pada subbagian frekuensi LL pada citra,
sedangkan bagian frekuensi lain hanya berupa detail citra. Hal ini ditunjukkan
pada Gambar 16.

13

Gambar 16 Grafik informasi global dan detail citra
Vektor ciri diperoleh dengan mengubah citra aproksimasi tersebut ke
dalam bentuk array 1 dimensi. Vektor ciri kemudian diformulasikan ke dalam
bentuk sinyal. Sinyal yang dihasilkan dari setiap data citra dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Analisis penyakit dilakukan dengan menganalisis pola sinyal yang terbentuk.
Analisis penyakit dilakukan dengan memberikan kotak merah sebagai penanda
letak penyakit dari citra. Penentuan letak kotak merah dilakukan dengan cara
konvensional, yaitu melihat posisi penyakit berdasarkan letak piksel pada citra
terhadap posisi nilai frekuensi pada sinyal waveletnya.
Pola sinyal yang dihasilkan berbeda-beda untuk setiap jenis penyakit
tanaman kubis. Hal ini disebabkan masing-masing penyakit memiliki gejala yang
berbeda.
Gambar 17 menunjukkan salah satu citra penyakit bercak daun Alternaria.
Posisi kotak merah pada sinyal menunjukkan bahwa ciri penyakit ini didominasi
oleh sinyal berfrekuensi rendah. Nilai frekuensi penyakit ini terletak pada rentang
nilai antara 743.75 dan 1346.125 dari rentang nilai frekuensi citra ini yaitu 743.75
dan 1820.25. Nilai tersebut merepresentasikan ciri penyakit bercak daun
Alternaria yaitu bercak bulat coklat.

14

Gambar 18 Letak penyakit bercak daun Alternaria pada citra dan sinyal
Gambar 18 menunjukkan salah satu citra penyakit busuk hitam beserta
sinyalnya. Posisi kotak merah pada sinyal menunjukkan bahwa ciri penyakit ini
didominasi oleh sinyal berfrekuensi tinggi. Nilai frekuensi penyakit ini terletak
pada rentang nilai antara 1416 dan 1998.375 dari rentang nilai frekuensi citra ini
yaitu 890.625 dan 1998.375. Nilai tersebut merepresentasikan ciri penyakit busuk
hitam yaitu bercak kuning.

Gambar 17 Letak penyakit busuk hitam pada citra dan sinyal
Bercak kuning penyakit busuk hitam ditandai dengan ciri yang berbentuk
huruf “V” dan mengarah ke tengah daun seperti yang ditunjukkan pada Gambar
19. Secara tidak langsung, pola sinyal penyakit busuk hitam memerlihatkan
bercak kuning yang berbentuk huruf “V” yang diberi tanda berwarna kuning.

15

Gambar 19 Bentuk "V" dari bercak kuning pada penyakit busuk hitam
Umumnya, pola sinyal ini selalu terletak pada posisi yang sama antara satu
citra busuk hitam dengan citra busuk hitam lainnya (Gambar 20).

Gambar 20 Bentuk "V" dari bercak kuning pada penyakit busuk hitam beserta
pola sinyal yang terbentuk

16
Namun, kemiripan pola sinyal ini tidak berlaku bagi beberapa citra penyakit busuk
busuk hitam. Hal ini disebabkan oleh pemotongan citra yang beragam. Bahkan
terdapat beberapa hasil pemotongan citra yang seluruh bagiannya hanya
merupakan bercak kuningnya saja, sehingga tidak terlihat pola penyakit dan pola
huruf “V” sebagai penciri bercak kuning penyakit busuk hitam seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 21.

Gambar 21 Citra busuk hitam hasil pemotongan yang tidak tepat pada bagian
penyakitnya
Gambar 22 menunjukkan salah satu citra penyakit embun bulu. Posisi kotak
merah pada sinyal menunjukkan bahwa ciri penyakit ini didominasi oleh sinyal
berfrekuensi rendah. Nilai frekuensi penyakit ini terletak pada rentang nilai antara
987.75 dan 1703.875 dari rentang nilai frekuensi citra ini dari 987.75 dan
2007.125. Nilai tersebut merepresentasikan ciri penyakit embun bulu yaitu bercak
pucat di sekeliling tulang daun, dan atau bercak abu-abu sampai berwarna hitam.

17

Gambar 23 Letak penyakit embun bulu pada citra dan sinyal
Sesuai dengan ciri penyakit embun bulu, Gambar 23 menunjukkan letak
penyakit yang posisinya memang berada di sekitar tulang daun yang ditandai
dengan kotak berwarna kuning.

Gambar 22 Letak penyakit di sekitar tulang daun
Berdasarkan hasil analisis melalui pola sinyal yang terbentuk, diketahui
bahwa terdapat ciri-ciri yang menjadi pembeda dari masing-masing penyakit.
Selain itu, dapat dilihat bahwa terdapat keterkaitan antara nilai frekuensi dan
intensitas cahaya. Salah satu contoh ditunjukkan oleh sinyal penyakit bercak daun
Alternaria dan embun bulu yang penciri penyakitnya didominasi oleh nilai
berfrekuensi rendah. Hal ini merepresentasikan ciri penyakit keduanya yaitu
berwarna gelap. Sebaliknya, sinyal penyakit busuk hitam didominasi dengan nilai
berfrekuensi tinggi. Hal ini disebabkan oleh ciri penyakitnya yang berwarna
terang yaitu bercak kuning.

Model Klasifikasi Citra
Penelitian ini menggunakan metode klasifikasi PNN untuk citra hasil
ekstraksi ciri dengan total citra sebanyak 300 buah, dengan perbandingan data
latih dan data uji citra sebesar 80% dan 20%, sehingga jumlah citra data latih dan
data uji masing-masing sebanyak 240 dan 60 buah. Hasil klasifikasi untuk
identifikasi penyakit kubis dapat dilihat pada Tabel 1.

18
Tabel 1 Hasil klasifikasi penyakit kubis
Bercak daun
Busuk hitam
Embun bulu
Alternaria
Bercak daun
Alternaria
Busuk hitam
Embun bulu

16

1

3

0
0

15
0

5
20

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat hasil klasifikasi jenis penyakit tanaman
kubis. Berdasarkan hasil tersebut, data uji yang seluruhnya terklasifikasi benar
adalah citra daun berpenyakit embun bulu.
Pada jenis penyakit bercak daun Alternaria, terdapat 4 dari 20 data uji yang
tidak terklasifikasi dengan benar. Tiga dari empat data tersebut terklasifikasikan
ke dalam jenis penyakit embun bulu. Sisanya terklasifikasikan ke dalam jenis
busuk hitam. Di sisi lain, jenis penyakit busuk hitam memiliki 5 data citra yang
tidak terklasifikasi secara benar yang kelimanya terklasifikasikan ke dalam jenis
penyakit embun bulu.
Salah satu data uji pada jenis penyakit bercak daun Alternaria terklasifikasi
ke dalam jenis penyakit busuk hitam. Pola sinyal data uji jenis Alternaria yang
terklasifikasi ke dalam jenis busuk hitam serupa dengan rataan pola sinyal jenis
penyakit busuk hitam. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 24.

a)
b)

c)
Gambar 24 Perbandingan pola sinyal bercak daun Alternaria yang terklasifikasi
ke dalam penyakit busuk hitam dengan pola sinyal penyakit busuk
hitam

19
Keterangan:
a) Citra bercak daun Alternaria yang terklasifikasi ke dalam jenis penyakit
busuk hitam.
b) Pola sinyal data uji bercak daun Alternaria yang terklasifikasi ke dalam
jenis penyakit busuk hitam.
c) Rataan pola sinyal jenis penyakit busuk hitam.
Penyebab satu data uji pada jenis penyakit bercak daun Alternaria
terklasifikasi ke dalam jenis penyakit busuk hitam ialah tingkat intensitas cahaya
serta noise yang masih belum tereduksi dengan baik. Selain itu, 3 buah data
lainnya terklasifikasi ke dalam jenis penyakit embun bulu. Hal yang sama terjadi
pada ketiga citra yang pola sinyalnya memiliki bentuk yang serupa dengan jenis
penyakit embun bulu. Gambar 25 menunjukkan perbandingan pola sinyal antara
data uji jenis penyakit bercak daun Alternaria dan embun bulu.

a)

b)

c)
Gambar 25 Perbandingan pola sinyal bercak daun Alternaria yang
terklasifikasi ke dalam jenis penyakit embun bulu dengan pola
sinyal jenis penyakit embun bulu
Keterangan:
a) Citra bercak daun Alternaria yang terklasifikasi ke dalam jenis penyakit
embun bulu.
b) Rataan pola sinyal data uji bercak daun Alternaria yang terklasifikasi ke
dalam jenis penyakit embun bulu.
c) Rataan pola sinyal jenis penyakit embun bulu.

20
Pada jenis penyakit busuk hitam, terdapat 5 data uji yang terklasifikasi ke
dalam jenis penyakit embun bulu. Menurut Gambar 26, pola sinyal data uji
penyakit busuk hitam memiliki pola yang sama dengan pola sinyal penyakit
embun bulu.

a)

b)

c)
Gambar 26 Perbandingan pola sinyal jenis penyakit busuk hitam yang
terklasifikasi ke dalam jenis penyakit embun bulu dengan pola
sinyal jenis penyakit embun bulu
Keterangan:
a) Citra busuk hitam yang terklasifikasi ke dalam jenis penyakit embun bulu.
b) Rataan pola sinyal data uji busuk hitam yang terklasifikasi ke dalam jenis
penyakit embun bulu.
c) Rataan pola sinyal jenis penyakit embun bulu.
Pada jenis penyakit embun bulu, seluruh data uji terklasifikasi ke dalam
jenis penyakit embun bulu itu sendiri. Hal ini disebabkan potongan penyakit
embun bulu pada citra ujinya memiliki kemiripan dengan citra yang terdapat pada
bagian data latihnya. Kemiripan ini dibuktikan oleh Gambar 27.

21

a) Citra uji embun bulu

b) Citra latih embun bulu
Gambar 27 Kemiripan data citra uji dengan data citra latih jenis penyakit
embun bulu

Evaluasi
Nilai akurasi sistem dapat dihitung berdasarkan hasil klasifikasi penyakit
kubis yang diperoleh dari tahap sebelumnya. Nilai akurasi didapatkan dengan
menghitung banyaknya data uji yang terklasifikasi benar dibagi dengan
banyaknya data uji. Nilai akurasi pada Tabel 2 merupakan nilai akurasi
berdasarkan hasil klasifikasi pada Tabel 1.
.
Tabel 2 Nilai akurasi setiap jenis penyakit
Jenis Klasifikasi
Akurasi
Bercak daun Alternaria
80%
Busuk hitam
75%
Embun bulu
100%
Rata-rata Akurasi
85%
Menurut Tabel 2, diperoleh nilai rata-rata akurasi sistem sebesar 85%. Pada
jenis penyakit busuk hitam, nilai akurasi yang diperoleh yaitu sebesar 75%. Nilai
tersebut merupakan nilai klasifikasi terkecil di antara kedua jenis penyakit yang
lain. Nilai tersebut dihasilkan karena data uji yang digunakan tidak terklasifikasi
secara benar.
Citra yang tidak terklasifikasi benar dapat dipengaruhi dari teknik
pengambilan citra yang kurang tepat. Beberapa citra dari pemotretan yang kurang
tepat menghasilkan citra yang blur seperti pada Gambar 28. Selain itu, dapat pula
dipengaruhi dari teknik pemotongan (cropping) citra yang kurang tepat dan
kurang memerhatikan letak penyakit dari citra tersebut.

Gambar 28 Citra penyakit busuk hitam yang blur dan citra
yang terpotong dengan kurang tepat.

22
Implementasi Sistem
Tahap implementasi sistem menghasilkan sebuah sistem berbasis web yang
dapat mengidentifikasi penyakit tanaman kubis dari citra helai daunnya. Proses
identifikasi dilakukan dengan mengunggah sebuah citra, dan selanjutnya dapat
mengidentifikasinya dengan menekan tombol identifikasi yang tersedia pada
halaman web tersebut. Gambar 29 merupakan antarmuka sistem pada halaman
home. Pada halaman ini terdapat penjelasan singkat mengenai sistem identifikasi
penyakit kubis berbasis web ini.

Gambar 29 Halaman home sistem
Halaman selanjutnya merupakan halaman utama dari sistem, yaitu halaman
identifikasi yang ditunjukkan pada Gambar 30. Halaman ini terdapat tombol pilih
fail yaitu sebuah citra yang akan diunggah dan kemudian diidentifikasi.

Gambar 30 Halaman identifikasi penyakit kubis pada sistem
Hasil identifikasi dari halaman ini berupa 3 buah peluang kemungkinan
jenis penyakit. Nama penyakit yang memiliki peluang paling besar menyatakan
bahwa citra yang diunggah teridentifikasi sebagai penyakit tersebut, hal ini
ditunjukkan pada Gambar 31.

Gambar 31 Hasil identifikasi dari citra yang diunggah

23
Penjelasan singkat mengenai nama penyakit beserta ciri-ciri, penyebab, dan
penanggulangan dari penyakit yang teridentifikasi dapat dilihat dengan
mengarahkan kursor dan memilih nama penyakit yang ingin diketahui. Ketika
nama penyakit sudah dipilih, akan muncul pop-up window seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 32.

Gambar 32 Pop-up window penyakit yang dipilih
Halaman selanjutnya merupakan halaman penjelasan 3 jenis penyakit yang
disajikan dalam bentuk tabel seperti yang ditunjukkan pada Gambar 33.

Gambar 33 Halaman penjelasan jenis penyakit kubis

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penelitian ini menggunakan metode Gaussian filter dan Wavelet
transformation. Metode Gaussian filter digunakan untuk mereduksi noise yang
terkandung dalam citra tanaman kubis yang berpenyakit dengan memberikan efek
blur pada citra, sehingga hanya penciri penyakitnya yang lebih menonjol. Metode
Wavelet transformation digunakan untuk menghasilkan penciri setiap penyakit
kubis. Penciri yang dihasilkan diilustrasikan ke dalam bentuk sinyal agar lebih
mudah dalam melakukan analisis setiap penyakit.
Kombinasi metode filter Gaussian (Gaussian filter) dan transformasi
Wavelet (Wavelet transformation) memberikan hasil yang baik untuk melakukan
identifikasi penyakit kubis. Hal ini dibuktikan dengan nilai akurasi yang
dihasilkan sebesar 85%. Berdasarkan nilai akurasi tersebut, dapat disimpulkan
bahwa sistem yang dibuat dapat membantu petugas hama dan penyakit untuk

24
mengidentifikasi 3 jenis penyakit kubis yaitu bercak daun Alternaria, busuk hitam,
dan embun bulu.
Kesalahan klasifikasi penyakit dapat dilihat dari pola sinyal yang terbentuk.
Pola sinyal yang beragam terdapat pada setiap jenis penyakit. Salah satu
penyebabnya ialah teknik pengambilan citra dan teknik pemotongan citra yang
kurang tepat yang menghasilkan citra yang blur dan tidak tepat sasaran. Selain itu,
ukuran matriks filter Gaussian yang statis dapat menyebabkan kesalahan
klasifikasi penyakit. Hal ini disebabkan ukuran matriks tersebut tidak selalu sesuai
untuk semua data citra. Hal ini pun berkaitan dengan intensitas cahaya dari sebuah
citra. Ketika sebuah citra memiliki pencahayaan yang kurang dan atau terlalu
terang, maka citra akan menjadi terlalu blur sehingga menyebabkan penciri dari
penyakit tersebut menjadi hilang.

Saran
1

Pada saat pengambilan citra, teknik pengambilan citra lebih diperhatikan
sehingga tidak terdapat citra yang blur.
2 Teknik cropping citra dilakukan secara otomatis, agar penentuan letak
penyakit kubis lebih tepat, dan tidak manual.
3 Perbanyak data latih di setiap jenis penyakit, agar dapat memengaruhi
ketepatan hasil pengklasifikasian penyakit kubis.
4 Teknik penentuan letak penyakit citra dengan pola sinyal dari metode
transformasi Wavelet dibuat secara otomatis, sehingga lebih mudah dalam
melakukan analisis penyakitnya.

25

DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik (ID). Luas panen, produksi dan produktivitas kubis,
2009-2011 [internet]. [diunduh 2012 Nov 11]. Tersedia pada:
http://www.bps.go.id/menutab.php?searchWhat=&tabel=1&id_subyek=55.
[Ditjen Hortikultura] Direktorat Jenderal Hortikultura (ID). Nilai ekspor impor
sayuran segar tahun 2011 [internet]. [diunduh 2012 Nov 12]. Tersedia pada:
http://hortikultura.deptan.go.id/?q=node/391.
Djatnika I. 1993. Penyakit-penyakit tanaman kubis dan cara pengendaliannya. Di
dalam: Permadi AH, Sastrosiswojo S, editor. Kubis. Ed ke-1. Bandung (ID):
BAPPENAS. hlm 51-61.
Jain R, Kasturi R, Schunck BG. 1995. Machine Vision. New York (US): McGrawHill.
Kaur G, Singh B. 2011. Intensity based image segmentation using wavelet
analysis and clustering techniques. IJCSE. 2(3): 379-384.
Lee DTL, Yamamoto A. 1994. Wavelet analysis: theory and applications.
Hewlett-Packard Journal. 44-52.
Liu CL. A tutorial of the wavelet transform [internet]. [diunduh 2012 Nov 26].
Tersedia pada: http://disp.ee.ntu.edu.tw/tutorial/WaveletTutorial pdf.
Merry RJE, Steinbuch M, van do Molengraft MJG. 2005. Wavelet Theory and
Applications: A Literature Study. Eindhoven (NL): University of
Technology, Eindhoven.
Sengur A. 2009. Color texture classification using wavelet transform and neural
network ensembles. AJSE. 34(2B): 491-502.
Sifuzzaman M, Islam MR, Ali MZ. 2009. Application of wavelet transform and its
advantages compared to fourier transform. Journal of Physical Sciences. 13:
121-134.
Soeroto, Hikmat A, Cahyaniati. 1994. Pengelolaan Organisme Pengganggu
Tumbuhan Secara Terpadu pada Tanaman Kubis. Jakarta (ID): Direktorat
Jenderal Pertanian Tanaman Pangan, Direktorat Bina Perlindungan
Tanaman.
Specht DF. 1990. Probabilistic neural network. Neural Network. 3: 109-118.
Talukder KH, Harada K. 2007. Haar wavelet based approach for image
compression and quality assessment of compressed image. IJAM. 36(1).
Valiammal N, Geethalakshmi SN. 2012. Leaf image segmentation based on the
combination of wavelet transform and k-means clustering. IJARAI. 1(3): 3743.

26
Lampiran 1 Ilustrasi Frekuensi Sinyal Citra Data Uji

27
Lanjutan

28
Lanjutan

29

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta, pada tanggal 28 Mei 1991. Penulis merupakan
puteri pertama dari 2 bersaudara dari pasangan Emir Faisal Rachman dan Juliati
Junde. Pendidikan formal ditempuh di TK, SD, SMP An-Nisaa’ dan SMA Negeri
86 Jakarta. Pada tahun 2009, penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian
Bogor melalui jalur USMI dan pada tahun 2010 penulis tercatat sebagai
mahasiswi Departemen Ilmu Komputer. Selama menempuh pendidikan di IPB,
penulis merupakan pengurus HIMALKOM (Himpunan Mahasiswa Ilmu
Komputer) pada tahun 2010-2011 dan 2011-2013 di divisi Internal dan divisi
HRD.
Kegiatan-kegiatan yang pernah penulis ikuti selama berada di IPB di
antaranya Praktik Kerja Lapangan (PKL) di IPTEKnet BPPT Serpong. Sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komputer, penulis
melaksanakan penelitian dengan judul “Identifikasi Penyakit Tanaman Kubis
Menggunakan Gaussian Filter dan Wavelet Transformation “ di bawah bimbingan
Ibu Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom dan Bapak Prof Dr Ir Aunu Rauf, MSc.