The impact of technological growth on economic performance in Indonesia

DAMPAK PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TERHADAP
KINERJA PEREKONOMIAN DI INDONESIA

HERY FERDINAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Dampak Perkembangan
Teknologi terhadap Kinerja Perekonomian di Indonesia adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013
Hery Ferdinan
NIM H151114134

RINGKASAN
HERY FERDINAN. Dampak Perkembangan Teknologi terhadap Kinerja
Perekonomian di Indonesia. Dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI dan
YUSMAN SYAUKAT.
Teknologi terus berkembang dari waktu ke waktu. Tidak dapat dipungkiri
bahwa teknologi sangat dibutuhkan di semua sektor atau aspek perekonomian. Hal
tersebut menuntut para pelaku ekonomi untuk menguasai dan mengembangkan
teknologi. Adanya teknologi, suatu pekerjaan atau proses produksi akan menjadi
cepat selesai, akurat, dan lebih efisien.
Kinerja perekonomian dapat dinilai dengan pertumbuhan ekonomi yang
tinggi dan pengangguran serta kemiskinan yang rendah. Teknologi merupakan
katalisator yang akan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Teknologi juga
berdampak besar terhadap kesejahteraan karena menurunkan pengangguran serta
kemiskinan suatu negara. Namun demikian, teknologi juga memiliki dilema
dimana selain dapat menurunkan pengangguran, teknologi juga dapat
meningkatkan pengangguran jika tidak disertai dengan skill dan sumber daya

manusia yang berkualitas. Perkembangan teknologi tidak selamanya akan
berpengaruh positif terhadap penurunan kemiskinan. Penduduk yang tidak
memiliki skills yang cukup dalam menyerap teknologi akan tersingkir dari pasar
tenaga kerja sehingga kemiskinan akan semakin parah.
Pada tahun 2012, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup tinggi yaitu
sebesar 6.23 persen. Pertumbuhan ekonomi yang dicapai Indonesia sudah hampir
mencapai target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 20102014 dimana sasaran pertumbuhan ekonomi periode 2010-2014 ditetapkan
sebesar 6.3-6.8 persen dan pertumbuhan ekonomi diharapkan akan mencapai 7
persen satu tahun sebelum periode RPJM 2010-2014 berakhir, akan tetapi di lain
sisi tingkat pengangguran dan kemiskinan juga masih tinggi. Pengangguran
terbuka di Indonesia tahun 2012 sebesar 6.14 persen, sedangkan persentase
penduduk miskin mencapai 11.66 persen. Angka yang masih cukup tinggi jika
dibandingkan dengan target dalam RPJM 2010-2014 menurunkan pengangguran
terbuka menjadi sebesar 5-6 persen dan tingkat kemiskinan diharapkan dapat
diturunkan menjadi sekitar 8-10 persen.
Penelitian ini memiliki tiga tujuan; pertama mengidentifikasi besarnya
perkembangan teknologi di Indonesia. Kedua; mengeksplorasi besarnya
kontribusi perkembangan teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Tujuan ketiga yaitu mengeksplorasi pengaruh perkembangan teknologi terhadap
kinerja perekonomian yang diukur melalui pertumbuhan ekonomi, pengangguran,

dan kemiskinan di Indonesia.
Perkembangan teknologi dalam penelitian ini didekati dengan pertumbuhan
total factor productivity (TFP). Hasil estimasi TFP akan diperoleh besarnya
perkembangan teknologi di Indonesia dan kontribusi terhadap pertumbuhan
ekonomi. Analisis regresi berganda digunakan untuk melihat dampak
perkembangan teknologi terhadap kinerja perekonomian di Indonesia yang diukur
melalui pertumbuhan ekonomi, pengangguran, dan kemiskinan.
Hasil estimasi perkembangan teknologi di Indonesia tahun 1981-2012
diperoleh bahwa rata-rata pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah sebesar 5.42

persen, yang terdiri dari pertumbuhan tenaga kerja sebesar 1.08 persen,
pertumbuhan kapital 3.46 persen, perkembangan teknologi sebesar 0.87 persen.
Tingginya laju rata-rata pertumbuhan kapital memperlihatkan bahwa di Indonesia
perkembangan teknologi lebih bersifat hemat tenaga kerja. Selama periode tahun
1981-2012, perkembangan teknologi memberikan kontribusi yang cukup besar
yaitu 30.48 persen. Perkembangan teknologi menempati urutan kedua
penyumbang pertumbuhan ekonomi di Indonesia setelah pertumbuhan kapital
yang memberikan kontribusi 56.10 persen. Pertumbuhan tenaga kerja hanya
memberikan kontribusi sebesar 13.42 persen. Hal ini menunjukkan bahwa
perkembangan teknologi cukup signifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi

di Indonesia. Seiring dengan laju pertumbuhan kapital yang tinggi, kontribusi
pertumbuhan kapital yang tinggi juga menunjukkan bahwa perkembangan
teknologi di Indonesia lebih bersifat kapital intensif atau menghemat tenaga kerja.
Hasil pengujian model regresi menunjukkan bahwa di Indonesia adanya
perkembangan teknologi meningkatkan tingkat pengangguran. Pada dasarnya
setiap perkembangan teknologi memiliki kecenderungan untuk mengurangi
pemakaian faktor-faktor produksi lainnya dalam suatu proses produksi pada
tingkat output berapapun. Perkembangan teknologi memang tidak berpengaruh
terhadap kemiskinan, namun perlu digarisbawahi dan menjadi perhatian bahwa
perkembangan teknologi mempunyai arah yang positif terhadap kemiskinan. Hal
ini berarti bahwa perkembangan teknologi justru dapat memperparah kemiskinan.
Kata Kunci: teknologi, kinerja perekonomian, total factor productivity

SUMMARY
HERY FERDINAN. The Impact of Technological Growth on Economic
Performance in Indonesia. Supervised by WIWIEK RINDAYATI and YUSMAN
SYAUKAT.
Technology continues to evolve over time. It is inevitable that the
technology is needed in all sectors or aspects of the economy. It requires
economic actors to know and develop technology. Using technology, a work or

production process will be completed quickly, accurately, and efficiently.
Production costs could also be reduced.
Economic performance can be assessed with high economic growth and
low unemployment also poverty. Technology is the catalyst that will accelerate
economic growth. It has a large impact on the welfare which could reduce
unemployment and poverty. However, the technology also has the dilemma where
in addition reducing unemployment, it can also increase unemployment if it is not
accompanied by the skill and quality of human resources. Technological growth
not always has a positive impact on poverty reduction. Residents who do not have
skills in absorbing technology will get knocked out of the labor market, so that
poverty will get worse.
In 2012, Indonesia's economic growth is quite high at 6.23 percent. The
growth almost reached the target in the Medium Term Development Plan 2010-2014
where economic growth target is set at 6.3 to 6.8 percent and it is expected to reach 7
percent the year before period 2010-2014 ends. On the other side, unemployment and
poverty levels are still high. Open unemployment in Indonesia in 2012 is 6.14
percent, while the poverty rate reached 11.66 percent. The numbers are still quite high
when compared with the target in the Development Plan 2010-2014 to reduce
unemployment by 5-6 percent and the poverty rate is expected lower to about 8-10
percent.

This study has three objectives: first, identify technological growth in
Indonesia. Second, explore the contribution of technological growth to economic
growth. The third objective is to explore the influence of technological growth on
the economics performance as measured by economic growth, unemployment,
and poverty.
Technological growth in this study was approached by the growth of total
factor productivity (TFP). TFP estimation results will be obtained the growth of
technology in Indonesia and its contribution to economic growth. Multiple
regression analysis is used to see the impact of technological growth on
Indonesian economic performance as measured by economic growth,
unemployment, and poverty.
Over the 1981-2012, the average of economic growth in Indonesia is 5.42
percent. It can be decomposed into three: employment growth by 1.08 percent, 3.46
percent of capital growth, and 0.87 percent of technological growth. The high
average capital growth in Indonesia showed that technological growth is laborsaving. During 1981-2012, technological growth provides a considerable contribution
which is 30.48 percent to Indonesian economic growth. That is the second position
after capital growth which is 56.10 percent. Labor growth contributed only 13.42
percent. This suggests that technological growth significant in spurring economic

growth. High capital growth contribution also showed that the technological

growth in Indonesia is more capital- intensive or labor-saving.
Based on the best regression model found that technological growth will
increase the unemployment rate. Basically every technological growth has a
tendency to reduce the use of other production factors in the production process at
any output level. Technological growth did not affect the poverty, but it should be
underlined and concerned that it has positive direction toward poverty. It means that
technological growth will increase poverty. Conditions that could explain this
phenomenon are the Indonesian people have not been able to accept and follow the
technological growth, and also have a low quality of human resources.

Keywords: technology, economic performance, total factor productivity

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DAMPAK PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TERHADAP
KINERJA PEREKONOMIAN DI INDONESIA

HERY FERDINAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr


Judul Tesis : Dampak Perkembangan Teknologi terhadap Kinerja Perekonomian
di Indonesia
Nama
: Hery Ferdinan
: H151114134
NIM

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Jr.

Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si
Ketua

sman Syaukat. M.Ec
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi

Dr.Ir

rNnセョァ

Dekan Sekolah Pascasarjana

ャO|Aセ@
Nuryartono, M.Si

Tanggal Ujian: 23 September 2013

Tanggal Lulus:

2J

oe T 2013


Judul Tesis : Dampak Perkembangan Teknologi terhadap Kinerja Perekonomian
di Indonesia
Nama
: Hery Ferdinan
NIM
: H151114134

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si
Ketua

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir. R.Nunung Nuryartono, M.Si

Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 23 September 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan tesis berjudul “DAMPAK PERKEMBANGAN TEKNOLOGI
TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN DI INDONESIA”.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moral-spiritual dan
material kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini, khususnya kepada:
1. Dr.Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si dan Dr.Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku
komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
2. Dr. Ir. Dahrul Syah, MscAgr selaku dosen penguji luar komisi atas saran dan
kritik untuk kesempurnaan tesis ini.
3. Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P., M.Si selaku dosen penguji wakil program
studi atas saran dan kritik untuk kesempurnaan tesis ini.
4. Seluruh jajaran pimpinan BPS, khususnya Dr. Suryamin, yang telah
memberikan kesempatan bagi penulis untuk melanjutkan pendidikan Program
Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana IPB.
5. Semua dosen yang telah mengajar penulis selama mengikuti perkuliahan dan
seluruh rekan-rekan di Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi BPS Batch 4
atas semua diskusi dan masukannya.
6. Kedua orang tua, istri, anakku, dan keluarga atas dukungan, doa dan restu
yang setiap saat membantu penulis.
Penulis menyadari dengan waktu dan kemampuan yang terbatas, tesis ini
masih jauh dari sempurna. Namun demikian, penulis tetap mengharapkan tesis ini
dapat menghasilkan penelitian yang bermanfaat bagi semua pihak dan juga
berkontribusi positif bagi dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Bogor, September 2013
Hery Ferdinan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
5
5
6

2

TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teori
Pertumbuhan Ekonomi
Teknologi, Residual Solow dan konsep Total Factor Productivity
Pengangguran
Upah Riil
Kemiskinan
Tinjauan Empiris
Perkembangan Teknologi dan Pengangguran
Perkembangan Teknologi dan Kemiskinan
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian

6
6
6
8
12
13
14
15
15
16
17
18

3

METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis
Estimasi TFP
Analisis Deskriptif
Analisis Regresi Linear Berganda

19
19
20
20
22
23

4

GAMBARAN UMUM
Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi
Keadaan Tenaga Kerja
Keadaan Upah dan Gaji Tenaga Kerja

27
27
29
31

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Perkembangan Teknologi di Indonesia Tahun 1981-2012
Analisis Dampak Perkembangan Teknologi Terhadap Kinerja
Perekonomian Indonesia Tahun 1981-2012
Dampak Perkembangan Teknologi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Dampak Perkembangan Teknologi Terhadap Pengangguran
Dampak Perkembangan Teknologi Terhadap Kemiskinan

32
32
39
40
41
44

6

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

46
46
46

DAFTAR PUSTAKA

47

LAMPIRAN

49

RIWAYAT HIDUP

60

DAFTAR TABEL
1

Laju pertumbuhan PDB Indonesia atas dasar harga konstan 2000
menurut lapangan usaha 1981-2012 (persen)
28
2 Perkembangan jumlah angkatan kerja, penduduk yang bekerja, dan
jumlah pengangguran di Indonesia dirinci menurut fase ekonomi (juta)
30
3 Perkembangan upah nominal dan riil di Indonesia tahun 1981-2012
dirinci menurut fase ekonomi (Rp)
32
4 Pertumbuhan ekonomi, kapital, tenaga kerja, dan perkembangan
teknologi di Indonesia dirinci menurut fase ekonomi
34
5 Kontribusi pertumbuhan kapital, tenaga kerja, & perkembangan teknologi
terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dirinci menurut fase ekonomi 36
6 Perbandingan perkembangan teknologi dan kontrubusi terhadap
pertumbuhan ekonomi di negara-negara Asia tahun 1980-2000
37
7 Perbandingan perkembangan teknologi beberapa negara-negara di benua
Eropa
39
8 Hasil pengolahan regresi linear berganda pertumbuhan ekonomi
40
9 Hasil pengolahan regresi linear berganda pengangguran
41
10 Hasil pengolahan regresi linear berganda kemiskinan
44

DAFTAR GAMBAR
1
2

Produk domestik bruto (PDB) Indonesia tahun 1980-2012
Pengangguran terbuka, pertumbuhan ekonomi, dan persentase penduduk
miskin Indonesia tahun 1980-2012
3 Output dan capital per labor
4 Dampak perkembangan teknologi pada output per labor
5 Dampak perkembangan teknologi terhadap output
6 Diagram ketenagakerjaan
7 Efek akumulasi kapital dan perkembangan teknologi pada pasar tenaga
kerja
8 Keseimbangan pasar tenaga kerja
9 Kerangka pikir
10 Perkembangan jumlah angkatan kerja, penduduk yang bekerja, & jumlah
pengangguran di Indonesia tahun 1980-2012 (juta)
11 Perkembangan upah nominal dan riil di Indonesia tahun 1980-2012
12 Laju pertumbuhan ekonomi, kapital, tenaga kerja, dan perkembangan
teknologi di Indonesia tahun 1981-2012 (persen)

2
4
9
9
11
12
13
14
18
30
31
33

DAFTAR LAMPIRAN

1

Data Penelitian

50

2

Estimasi Total Factor Productivity

51

3

Output regresi linear berganda dampak perkembangan teknologi terhadap
pertumbuhan ekonomi
53

4

Output regresi linear berganda dampak perkembangan teknologi terhadap
pengangguran
55

5

Output regresi linear berganda dampak perkembangan teknologi terhadap
kemiskinan
57

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Teknologi terus berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan
teknologi dapat diartikan ke dalam dua bentuk yaitu penemuan dan inovasi.
Penemuan lebih diartikan sebagai temuan atau gagasan baru, sedangkan inovasi
merupakan implementasi atau penerapan dari gagasan tersebut. Bentuk
perkembangan teknologi dapat berupa peningkatan produktivitas tenaga kerja,
peningkatan produktivitas kapital, maupun peningkatan produktivitas secara
keseluruhan. Bentuk lain dari perkembangan teknologi berupa kebijakan yang
lebih baik, manajemen yang lebih baik, kelembagaan yang lebih baik, dan lain
sebagainya di luar kontribusi dari tenaga kerja maupun kontribusi kapital.
Pertumbuhan ekonomi bersumber pada dua unsur utama, yaitu tenaga
kerja dan kapital. Penggunaan input yang lebih banyak seperti penggunaan tenaga
kerja yang lebih banyak ataupun kapital yang lebih banyak akan menghasilkan
output yang lebih banyak. Dalam jangka panjang, pertumbuhan ekonomi
dimungkinkan dihasilkan oleh kemajuan dalam pengetahuan atau teknologi.
Kemudian muncul ide dasar untuk memisahkan dua sumber pertumbuhan adalah
untuk menemukan berapa banyak pertumbuhan karena input dan berapa banyak
untuk peningkatan efisiensi.
Menurut Pasay (1991), pertumbuhan ekonomi tidak hanya dipengaruhi
oleh perkembangan dari berbagai faktor produksi tradisional, misalnya kapital dan
tenaga kerja, tetapi juga oleh kemajuan yang berhasil diraih karena teknologi kian
berkembang dari masa ke masa. Perkembangan teknologi tersebut merupakan
bagian dari pertumbuhan ekonomi yang tidak dapat diterangkan oleh masingmasing input. Perkembangan teknologi ini tidak lain merupakan residu dari
pertumbuhan ekonomi yang ternyata justru mempunyai peranan yang tidak kecil
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan mempertahankannya lebih lanjut di
masa yang akan datang.
Todaro dan Smith (2006) menyebutkan bahwa kemajuan teknologi
merupakan faktor ketiga penentu pertumbuhan ekonomi setelah kapital dan tenaga
kerja. Teknologi berpengaruh terhadap tingkat output suatu kegiatan produksi.
Produksi domestik merupakan total output semua kegiatan produksi. Maka
teknologi berpengaruh terhadap total produksi domestik. Perkembangan teknologi
berpengaruh terhadap pertumbuhan produksi domestik (pertumbuhan ekonomi).
Betapa pentingnya kemajuan teknologi telah ditunjukkan oleh pengalaman
sejarah negara-negara yang sekarang tergolong ke dalam kelompok negara-negara
maju, seperti Italia, Belanda, Inggris, Jerman, Amerika Serikat, Jepang , bahkan
Korea. Hasil studi empiris Hall dan Jones (1999) dalam Romer (2006)
menyebutkan bahwa lima negara terkaya memiliki teknologi 12.18 kali lipat
dibandingkan dengan lima negara termiskin. Selain itu juga, lima negara terkaya
mengahsilkan output/tenaga kerja yang jauh lebih besar yaitu 31.70 kali lipat
dibandingkan dengan lima negara termiskin.
Perkembangan teknologi memiliki beberapa dimensi, antara lain: jumlah
output yang lebih besar, produk yang lebih baik/unggul, produk-produk baru, dan
variasi produk yang lebih banyak. Adanya perkembangan teknologi akan

2
meningkatkan produktivitas yang kemudian juga akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dengan sejumlah kapital dan tenaga kerja tertentu.
Pertumbuhan ekonomi yang meningkat memerlukan tenaga kerja tambahan
sebagai faktor produksi untuk memenuhi permintaan agregat yang meningkat.
Akan tetapi sampai dengan saat ini belum ada suatu metoda atau ukuran
yang secara akurat dapat menentukan besaran perkembangan teknologi sebagai
sebuah variabel yang berdiri sendiri. Metoda-metoda penghitungan yang banyak
digunakan diberbagai negara adalah menjadikan teknologi sebagai variabel
residual. Salah satu metoda untuk menghitung besarnya peranan teknologi
terhadap pertumbuhan ekonomi adalah dengan pendekatan Total Factor
Productivity (TFP), dimana TFP diidentikkan dengan besaran kontribusi teknologi
terhadap pertumbuhan ekonomi di luar sumbangan dua endogenous variabel yaitu
tenaga kerja dan kapital.
Selama kurun waktu tiga puluh tiga tahun terakhir yaitu dari Tahun 1980
sampai dengan tahun 2012, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atas dasar
berlaku terus mengalami peningkatan. PDB Indonesia atas dasar berlaku tercatat
sebesar Rp 1 389.77 Triliun pada Tahun 2000 meningkat menjadi Rp 8 243.05
Triliun di tahun 2012, sedangkan menurut harga konstan 2000, PDB Indonesia
telah bertambah menjadi Rp. 2 617.24 Triliun dalam periode waktu yang sama.
Kinerja ekonomi yang dicapai cukup tinggi dari tahun ke tahun ini kemudian
memunculkan pertanyaan berapa besar kontribusi dari adanya kemajuan
teknologi, atau memang karena adanya pertumbuhan faktor input yaitu tenaga
kerja dan kapital.
10 000
PDB atas dasar harga berlaku
PDB atas dasar harga konstan 2000

PDB (Triliun Rp)

7 500

5 000
Resesi &
Oil Crisis

Deregulasi &
Debirokratisasi

Krisis
Multidimensi

Kebangkitan
Ekonomi

Krisis
Keuangan
Eropa

2 500

0

1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012

Sumber: BPS, diolah
Gambar 1 Produk domestik bruto (PDB) Indonesia tahun 1980-2012
Suatu hal yang menjadi kekhawatiran adanya perkembangan teknologi
adalah meningkatnya tingkat pengangguran. Memang belum ada teori yang
menjelaskan mengapa perkembangan teknologi dalam hal ini pertumbuhan TFP
berdampak pada tingkat pengangguran. Ball dan Moffitt (2002) dalam Pissarides
dan Vallanti (2007) mengasumsikan bahwa pekerja melakukan penyesuaian

3
perubahan pertumbuhan produktivitas dalam jangka waktu yang lama, sehingga
ketika pertumbuhan TFP berubah juga akan merubah rasio dari upah terhadap
produktivitas. Demikian juga Phelps (1994) dalam Pissarides dan Vallanti (2006)
mengasumsikan bahwa supply dari tenaga kerja tergantung pada rasio income dari
human kapital terhadap nonhuman kapital dalam jangka panjang. Kedua
penjelasan tersebut menerangkan bahwa pertumbuhan produktivitas berdampak
negatif terhadap tingkat pengangguran.
Sebaliknya pada sisi demand tenaga kerja, ketika terdapat teknologi baru
maka perusahaan akan melakukan penyesuaian terhadap tenaga kerja yang ada
dengan tetap mempertahankan tenaga kerja yang lama atau justru akan
mengurangi jumlah tenaga kerja. Pada akhirnya meningkatnya pertumbuhan
produktivitas berdampak pada meningkatnya demand tenaga kerja dan secara
permanen menurunkan tingkat pengangguran karena efek kapitalisasi (Pissarides
dan Vallanti, 2006).
Hampir semua jenis hasil perubahan teknologi dapat meningkatkan
permintaan tenaga kerja di beberapa pasar tenaga kerja dan menurunkan
permintaan tenaga kerja di pasar tenaga kerja lainnya. Pengenalan metode
produksi lini perakitan dan produksi bagian dipertukarkan menghasilkan
peningkatan substansial dalam produktivitas tenaga kerja. Inovasi teknologi ini
juga mengakibatkan peningkatan permintaan untuk pekerja tidak terampil dan
penurunan permintaan untuk pengrajin terampil. Pengenalan proses manufaktur
otomatis, di sisi lain, telah mengakibatkan penurunan permintaan terhadap tenaga
kerja terampil dan peningkatan permintaan untuk kontrol kualitas teknisi dan
programmer komputer. Secara umum, perubahan teknologi akan mengubah
komposisi permintaan tenaga kerja, meningkatkan permintaan untuk beberapa
jenis tenaga kerja dan mengurangi permintaan untuk jenis lain tenaga kerja.
Mereka yang kehilangan pekerjaan sebagai akibat dari perubahan teknologi yang
mengurangi permintaan untuk kategori tenaga kerja dikatakan pengangguran
struktural.
Kinerja perekonomian dinilai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
pengangguran serta kemiskinan yang rendah. Teknologi merupakan katalisator
yang akan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Teknologi juga berdampak besar
terhadap kesejahteraan karena menurunkan pengangguran serta kemiskinan suatu
negara. Namun demikian, teknologi juga memiliki dilema dimana selain dapat
menurunkan pengangguran, teknologi juga dapat meningkatkan pengangguran
jika tidak disertai dengan skill dan sumber daya manusia yang berkualitas.
Perkembangan teknologi tidak selamanya akan berpengaruh positif terhadap
penurunan kemiskinan. Penduduk yang tidak memiliki skills yang cukup dalam
menyerap teknologi akan tersingkir dari pasar tenaga kerja sehingga kemiskinan
akan semakin parah.

Perumusan Masalah
Salah satu indikator dalam mengukur kinerja perekonomian suatu negara
adalah Produk Domestik Bruto (PDB). Disebut domestik karena menyangkut
batas wilayah dan dinamakan bruto karena telah memasukkan komponen

4
penyusutan dalam penghitungannya. PDB secara umum disebut juga agregat
ekonomi, dari agregat ekonomi ini selanjutnya dapat diukur pertumbuhan
ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan syarat
mutlak dan kondisi utama dalam kelangsungan pembangunan ekonomi dan
peningkatan kesejahteraan. Dari tahun ke tahun pertumbuhan ekonomi Indonesia
terus mengalami peningkatan yang cukup tinggi dan stabil, sehingga menjadikan
Indonesia masuk ke dalam negara G20 yaitu kelompok negara-negara dengan
pertumbuhan ekonomi tinggi. Bahkan dalam situasi krisis Eropa yang belum
berakhir Indonesia bersama China dan India mencatat pertumbuhan ekonomi yang
tinggi, yakni lebih dari 6 persen.
Teori-teori atau model-model pertumbuhan klasik ataupun neo-klasik
kurang dapat menjelaskan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Sejak tahun 1950an banyak negara di dunia kenyataannnya bahwa pertumbuhan ekonomi tidak
sepenuhnya didorong oleh penambahan faktor input dalam hal ini akumulasi
modal dan penambahan jumlah tenaga kerja, tetapi juga disebabkan oleh
peningkatan produktivitas dari kedua faktor produksi tersebut. Sebagai contoh
Korea Selatan pada akhir perang tahun 1953 dalam pembangunannya mengalami
kekuraangan modal dan miskin sumber daya alam, namun dalam waktu yang
relatif singkat dapat menghasilkan suatu kinerja ekonomi yang menajubkan
dengan laju pertumbuhan rata-rata per tahun yang tinggi.
Model-model pertumbuhan klasik dan neo-klasik hanya melihat
pertumbuhan ekonomi pada satu sumber pertumbuhan saja, yaitu kontribusi dari
penambahan jumlah dari faktor-faktor input produksi. Padahal pengalaman dari
Korea Selatan menunjukkan bahwa sumber pertumbuhan yang terpenting adalah
peningkatan produktivitas yang mencerminkan adanya suatu progres
perkembangan teknologi.
30
25

Deregulasi &
Debirokratisasi

Pertumbuhan (%)

20
15

Kebangkitan
Ekonomi

Resesi &
Oil Crisis

Krisis
Keuangan
Eropa

Krisis
Multidimensi

10
5

-5
-10

1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

0

TPT
Pertumbuhan Ekonomi
Penduduk Miskin

-15

Sumber: BPS, diolah
Gambar 2 Pengangguran terbuka, pertumbuhan ekonomi, dan persentase
penduduk miskin Indonesia tahun 1980-2012

5
Selain teknologi, tenaga kerja sebagai salah satu dari faktor produksi juga
merupakan unsur yang penting dalam mengelola dan mengendalikan sistem
ekonomi, seperti produksi, distribusi, konsumsi maupun investasi. Adanya
perkembangan teknologi mengharuskan tenaga kerja untuk meningkatkan
kemampuan atau kapabilitasnya agar tidak masuk dalam pengangguran. Di lain
sisi keterlibatannya dalam proses produksi menyebabkan mereka menginginkan
pendapatan yang memadai, tingkat keamanan dan kenyamanan kerja, serta
keuntungan lain yang dapat diperoleh.
Merujuk penelitian Vial (2005) dan Prihawantoro et al. (2012) yang
membagi perekonomian Indonesia menjadi beberapa fase terlihat bahwa
pertumbuhan ekonomi, pengangguran, dan penduduk miskin mengalami fluktuasi
di setiap fase (Gambar 2). Pada tahun 2012, pertumbuhan ekonomi Indonesia
cukup tinggi yaitu sebesar 6.23 persen. Pertumbuhan ekonomi yang dicapai
Indonesia sudah hampir mencapai target dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) 2010-2014 dimana sasaran pertumbuhan ekonomi periode
2010-2014 ditetapkan sebesar 6.3-6.8 persen dan pertumbuhan ekonomi
diharapkan akan mencapai 7 persen satu tahun sebelum periode RPJM 2010-2014
berakhir, akan tetapi di lain sisi tingkat pengangguran dan kemiskinan juga masih
tinggi. Pengangguran terbuka di Indonesia tahun 2012 sebesar 6.14 persen,
sedangkan persentase penduduk miskin mencapai 11.66 persen. Angka yang
masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan target dalam RPJM 2010-2014
menurunkan pengangguran terbuka menjadi sebesar 5-6 persen dan tingkat
kemiskinan diharapkan dapat diturunkan menjadi sekitar 8-10 persen.
Bertolak dari uraian tersebut maka permasalahan yang dikaji dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana perkembangan teknologi di Indonesia?
2. Bagaimana kontribusi perkembangan teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi
di Indonesia?
3. Bagaimana pengaruh perkembangan teknologi terhadap kinerja perekonomian
di Indonesia?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang dan perumusan masalah, maka
tujuan yang ingin dihasilkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi seberapa besar perkembangan teknologi di Indonesia.
2. Mengeksplorasi seberapa besar kontribusi perkembangan teknologi terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
3. Mengeksplorasi bagaimana pengaruh perkembangan teknologi terhadap kinerja
perekonomian yang diukur melalui pertumbuhan ekonomi, pengangguran, dan
kemiskinan di Indonesia.

Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pihak-pihak yang terkait. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

6
bahan penetapan target dalam penyusunan rencana pembangunan nasional
sekaligus rekomendasi mengenai strategi kebijakan yang optimal untuk
mengurangi tingginya pengangguran dan kemiskinan di Indonesia guna
mengimbangi adanya perkembangan teknologi. Sedangkan bagi pembaca
diharapkan bisa menjadi informasi dan bahan acuan untuk melakukan penelitian
sejenis ataupun lebih lanjut. Bagi penulis sendiri penelitian ini dapat dijadikan
sebagai proses pembelajaran dalam penerapan ilmu yang telah dipelajari di bidang
ekonomi.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini meliputi tiga hal. Pertama, mengidentifikasi seberapa besar
perkembangan teknologi di Indonesia dari tahun 1981-2012. Kedua,
mengeksplorasi seberapa besar kontribusi perkembangan teknologi terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia tahun 1981-2012. Ketiga, mengeksplorasi
bagaimana dampak perkembangan teknologi terhadap kinerja perekonomian
Indonesia yang diukur melalui pertumbuhan ekonomi, pengangguran, dan
kemiskinan tahun 1981-2012. Karena keterbatasan data, periode waktu yang
digunakan dalam penelitian ini dari Tahun 1981-2012. Namun, periode tersebut
sudah menggambarkan fase-fase fluktuasi pertumbuhan ekonomi, pengangguran,
dan kemiskinan sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Vial (2005) dan
Prihawantoro et al. (2012). Data diperoleh dari publikasi-publikasi yang
diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS RI).

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teori
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai peningkatan pendapatan per kapita,
yang diperlukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan. Pertumbuhan ekonomi
yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi
kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan (Tambunan
2011).
Teori pertumbuhan ekonomi semakin berkembang dari masa ke masa.
Beberapa teori pertumbuhan ekonomi yang menonjol sebagaimana diuraikan
Todaro dan Smith (2006) adalah model pertumbuhan Harrod-Domar, model
perubahan struktural, model pertumbuhan neoklasik dan model pertumbuhan
endogen. Model pertumbuhan Harrord-Domar dan model perubahan struktural
belum memasukkan peningkatan atau pengaruh teknologi kedalam fungsi
produksinya. Sedangkan model pertumbuhan neoklasik dan model pertumbuhan
endogen sudah memasukkan peningkatan/pengaruh teknologi.

7
Model pertumbuhan neoklasik Solow memakai fungsi produksi agregat
standar, yakni:
� = �(�)� (�)1−�

(2.1)

di mana Y adalah produk domestik bruto, K adalah stok modal (fisik dan
manusia), L adalah tenaga kerja, dan A adalah produktivitas tenaga kerja. Adapun
simbol α melambangkan elastisitas output terhadap modal (atau persentase
kenaikan GDP yang bersumber dari 1 persen penambahan modal fisik dan modal
manusia). Menurut teori pertumbuhan neoklasik tradisional, pertumbuhan output
selalu bersumber dari satu atau lebih dari tiga faktor: kenaikan kualitas dan
kuantitas tenaga kerja, penambahan modal, serta penyempurnaan teknologi.
Model Solow dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan
persediaan modal, angkatan kerja dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam
perekonomian dan bagaimana pengaruhnya terhadap output agregat yang
dihasilkan suatu negara. Model ini merupakan pengembangan teori klasik yang
menekankan proses pertumbuhan ekonomi dari sisi penawaran. Peningkatan
output perkapita terjadi sebagai hasil dari interaksi faktor-faktor produksi yang
digunakan dalam proses produksi. Faktor produksi terdiri dari tanah dan sumber
daya alam, tenaga kerja, modal dan kemajuan teknologi, namun fokus utama dari
model hanya pada peran kapital, tenaga kerja dan kemajuan teknologi. Asumsi
yang mendasari model Solow adalah perkembangan teknologi dianggap konstan
atau tidak ada perkembangan teknologi. Hal tersebut berimplikasi, perekonomian
akan mencapai tingkat output dan modal jangka panjang dalam kondisi mapan
(steady state). Kondisi steady state terjadi pada saat output dan modal perkapita
bersifat konstan atau tidak ada lagi perubahan dalam ouput dan modal per pekerja.
Ketidakpuasan terhadap teori pertumbuhan neoklasik mulai muncul di akhir
dekade 80-an sebagai akibat ketidakmampuannya dalam menjelaskan sumbersumber pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan hanya menekankan pada pada
faktor eksogen yang independen dengan kemajuan teknologi. Dalam pandangan
neoklasik, peningkatan pendapatan perkapita hanya dianggap sebagai fenomena
sementara yang bersumber dari perubahan teknologi atau proses penyeimbangan
jangka pendek dalam cadangan modal atau tenaga kerja selama perekonomian
mendekati keseimbangan jangka panjang. Teori ini juga gagal menjelaskan
bagaimana kemajuan teknologi dapat terjadi serta besarnya perbedaan residual
Solow pada negara yang memiliki teknologi yang serupa (Todaro dan Smith
2006).
Ketidakpuasan tersebut melahirkan sebuah teori pertumbuhan baru yang
lebih menekankan pada aspek endogen, yakni sistem yang mengatur proses
produksi bukan kekuatan di luar sistem. Motivasi teori pertumbuhan endogen
adalah untuk menjelaskan tingkat pertumbuhan antar negara maupun faktor-faktor
yang memiliki kontribusi besar dalam menghasilkan pertumbuhan. Teori
pertumbuhan endogen menganggap perubahan teknologi sebagai sebuah hasil
endogen dari investasi publik dan swasta dalam kualitas sumber daya manusia
sehingga mendorong peran aktif kebijakan publik dalam merangsang
pembangunan ekonomi melalui investasi langsung maupun tidak langsung.
Teori pertumbuhan endogen pada awalnya berkembang dalam dua cabang
pemikiran yang bertumpu pada pentingnya sumber daya manusia sebagai kunci
utama dalam perekonomian. Pemikiran yang pertama dikembangkan oleh Romer

8
(1986) yang menempatkan stok ilmu pengetahuan menjadi sumber utama bagi
peningkatan produktivitas ekonomi karena stok ilmu pengetahuan menjadi faktor
produksi yang memiliki skala pengembalian semakin meningkat. Pemikiran yang
kedua dikemukakan oleh Lucas (1988) yang menekankan pada pentingnya
learning by doing dan human capital melalui model akumulasi human capital.
Model pertumbuhan endogen Romer mengkaji imbasan teknologi yang
mungkin terdapat dalam proses industrialisasi. Model ini mengasumsikan bahwa
proses pertumbuhan berasal dari tingkat perusahaan atau industri. Setiap industri
berproduksi dengan skala hasil yang konstan, sehingga model tersebut konsisten
dengan asumsi persaingan sempurna. Romer mengasumsikan bahwa cadangan
modal dalam keseluruhan perekonomian secara positif mempengaruhi output pada
tingkat industri sehingga terdapat kemungkinan skala hasil yang semakin
meningkat pada tingkat perekonomian secara keseluruhan (Todaro dan Smith
2006).

Teknologi, Residual Solow dan konsep Total Factor Productivity
Ada beberapa ciri yang perlu diketahui mengenai cara pandang teori neoklasik terhadap teknologi. Pertama, teknologi bersifat eksogen yang datang
demikian saja dalam proses produksi. Kedua, teknologi bersifat pure public good,
yang berarti teknologi mempunyai karakteristik sebagai non-rival good dan
sekaligus excudable good. Sebagai non-rival good, manfaat teknologi tidak dapat
dikhususkan hanya untuk sekelompok pengguna saja, atau dalam skala yang lebih
luas hanya untuk suatu negara maju saja. Setiap negara akan mempunyai
kesempatan yang sama untuk memanfaatkan teknologi, dengan biaya rendah atau
bahkan tapa biaya sama sekali. Ketiga, karena sifatnya yang pure public good,
maka teknologi tidak mendapat kompensasi dalam proses produksi. Dengan
teknologi seperti tersebut dalam tiga butir diatas, maka keseimbangan steady state
dalam jangka panjang tetap tercipta.
Sebelum memasukkan pengaruh teknologi, dengan mengasumsikan hanya
terdapat dua input (kapital dan labor), fungsi produksi berupa:
�� = �(�� , �� )

(2.2)

dimana Y adalah output, K merupakan kapital (total seluruh mesin-mesin, pabrik,
dan gedung-gedung perkantoran dalam suatu perekonomian), sedangkan L adalah
labor (seluruh tenaga kerja dalam suatu perekonmian). Fungsi produksi persamaan
(2.2) merelasikan hubungan kuantitatif antara input yang digunakan dalam suatu
proses produksi dengan jumlah output yang dihasilkan.
Gambar 3 menunjukkan bahwa setiap peningkatan input capital per labor
akan meningkatkan output, namun peningkatan output ini semakin lama akan
semakin kecil. Hal ini mengindikasikan terjadinya decreasing return to capital,
keadaan dimana peningkatan kapital menyebabkan peningkatan output yang
semakin lama semakin mengecil. Namun akan berbeda halnya jika terdapat
teknologi. Dampak adanya teknologi akan menggeser fungsi produksi ke atas
yang menyebabkan peningkatan output per labor dengan sejumlah input capital
per labor tertentu (lihat Gambar 4).

9

Output per labor, Y/L

F(K/L, 1)

Capital per labor, K/L

Gambar 3 Output dan capital per labor

Output per labor, Y/L

F(K/L, 1)′

F(K/L, 1)

Capital per labor, K/L
Gambar 4 Dampak perkembangan teknologi pada output per labor
Gambar 3 dan Gambar 4 menunjukkan bahwa pertumbuhan (peningkatan
output) dapat bersumber dari peningkatan input capital per labor, atau dapat
berasal dari adanya perkembangan teknologi yang menggeser fungsi produksi
dengan sejumlah capital per labor tertentu. Akan tetapi, karena sifatnya yang
decreasing return to capital, akumulasi kapital sendiri tidak dapat
mempertahankan pertumbuhan yang berkelanjutan. Dalam jangka menengah dan
jangka panjang, pertumbuhan yang berkelanjutan dimungkinkan berasal dari
perkembangan teknologi.
Menurut Mankiw (2007) kemajuan atau dampak perubahan teknologi
(technological progress) yang disebut total faktor produktivitas merupakan salah
satu sumber pertumbuhan ekonomi selain perubahan jumlah kapital (capital) dan
perubahan jumlah tenaga kerja (labor). Setelah memasukkan dampak perubahan
teknologi, fungsi produksi menjadi:
�� = �� �(�� , �� )

(2.3)

10
Persamaan (2.3) menunjukkan bahwa output (Y) tergantung pada input dan
tingkat perkembangan teknologi (A). Fungsi produksi pada persamaan (2.3) dapat
ditransformasi menjadi hubungan yang lebih spesifik antara pertumbuhan input
dan pertumbuhan output. Pertama adalah dengan melakukan diferensiasi terhadap
waktu maka diperoleh persamaan:
��
��

= �(�� , �� )

��
��

+ ��

�� ��

�� ��

Membagi kedua ruas dengan Y t , akan diperoleh:
��
��

/�� =

��
��

/�� +

�� ��

�� ��

+ ��

/�(�� , �� ) +

Persamaan (2.5) dapat disederhanakan menjadi:

�� ��

(2.4)

�� ��

�� ��
�� ��

�(�� , �� )

(2.5)

g Yt = g At + α g Kt + (1-α) g Lt

(2.6)

g Yt = g At + �� g Kt + �� g Lt

(2.7)

Persamaan (2.6) memperlihatkan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan fungsi
dari perkembangan teknologi, pertumbuhan kapital, dan pertumbuhan tenaga
kerja.

Output
Growth

=

Technological
Growth

+�

Capital
Share

×

Capital
Laborp
Growth �+� Share

×

Laborp
Growth �

Hubungan antara pertumbuhan input terhadap pertumbuhan output diperlihatkan
oleh persamaan (2.7). Share dari setiap input terhadap output mencerminkan
seberapa besar pengaruh dari setiap input tersebut terhadap pertumbuhan output.
Dengan mengasumsikan constant returns to scale, dimana:
�� + �� = 1 ���� �� = 1 − ��

(2.8)

sehingga persamaan (2.7) menjadi:

��� = ��� − (1 − �� ) ��� − �� ���

(2.9)

Persamaan (2.9) disebut sebagai Solow Residual. Faktor perkembangan teknologi
atau faktor residu selanjutnya disebut sebagai Total Factor Productivity (TFP)
yang merupakan faktor sisa sebagai bagian pertumbuhan ekonomi yang tidak
dapat dijelaskan oleh inputnya. Peran TFP ini sangat besar karena dapat
digunakan untuk peningkatan daya saing, peningkatan kesejahteraan pekerja,
penelitian dan pengembangan, pelatihan, investasi, daya tahan terhadap fluktuasi
perekonomian, dan lain lain. Sedangkan bagian pertumbuhan ekonomi yang
disumbangkan masing-masing input berfungsi untuk mempertahankan keberadaan
input itu sendiri.
Konsep Total Factor Productivity (TFP) diperkenalkan pertama kali oleh
Jan Tinberger tahun 1942. Namun, sebagai ukuran produktivitas, konsep ini baru
dapat dijelaskan secara eksplisit oleh Solow pada tahun 1967, dengan
menggunakan kerangka produksi Cobb-Douglas. Solow menjelaskan, terjadinya
selisih residual antara pertumbuhan output riil dengan tingkat pertumbuhan input
tenaga kerja dan modal.
Hubungan antara pertumbuhan TFP mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
mengacu pada fungsi produksi seperti pada persamaan (2.6). Tampak jelas bahwa
bila pertumbuhan TFP sama dengan nol maka tingkat pertumbuhan ekonomi
hanya bergantung pada tingkat penggunaan modal dan tenaga kerja. Tidak ada

11
sinergi dalam kombinasi kedua input tersebut. Jika pertumbuhan TFP lebih kecil
dari nol maka terjadi kondisi the law of diminishing return, yang berarti bahwa
pertambahan penggunaan input justru menurunkan tingkat output. Jika kondisi ini
terjadi maka penambahan input justru merugikan secara ekonomis walaupun
mungkin secara teknis menghasilkan output.
Fungsi produksi menjelaskan bahwa output dapat ditingkatkan melalui tiga
cara: meningkatkan stok kapital, meningkatkan tenaga kerja, atau dengan
mendorong peningkatan total factor prdoductivity (TFP). Permasalahan cara yang
pertama adalah jika ingin meningkatkan stok kapital maka investasi juga harus
ditingkatkan, hal ini akan berimbas pada konsumsi, setidaknya pada jangka
pendek konsumsi harus dikurangi. Demikian halnya cara yang kedua, untuk
meningkatkan output jam kerja harus ditingkatkan. Berbeda dengan cara yang
ketiga, jika kita dapat meningkatkan TFP maka output akan dapat ditingkatkan
tanpa mengurangi konsumsi ataupun menambah jam kerja.
Komponen utama TFP adalah perkembangan teknologi. Adanya
perkembangan teknologi maka output dapat diproduksi lebih besar dengan jumlah
kapital dan tenaga kerja tertentu. Perkembangan teknologi dapat diartikan ke
dalam dua bentuk yaitu penemuan dan inovasi. Penemuan lebih diartikan sebagai
temuan atau gagasan baru, sedangkan inovasi merupakan implementasi atau
penerapan dari gagasan tersebut. Bentuk perkembangan teknologi dapat berupa
peningkatan produktivitas tenaga kerja, peningkatan produktivitas kapital,
maupun peningkatan produktivitas secara keseluruhan. Bentuk lain dari
perkembangan teknologi berupa kebijakan yang lebih baik, manajemen yang lebih
baik, kelembagaan yang lebih baik, dan lain sebagainya di luar kontribusi dari
tenaga kerja maupun kontribusi kapital.
Production function
with new technology

Output

C
Production function
with old technology

B

Depreciation
A

Investment with
new technology
Investment with
old technology
Old steady State

New steady State
Capital

Sumber: Miles dan Scott (2005)
Gambar 5 Dampak perkembangan teknologi terhadap output
Gambar 5 menunjukkan implikasi suatu negara dengan perkembangan
teknologi yang maju. Walaupun suatu negara tidak merubah tingkat investasi,
keadaan steady state yang tinggi dapat dicapai dengan perkembangan teknologi
melalui fungsi produksinya. Perkembangan teknologi dapat mendorong

12
peningkatan output/pertumbuhan ekonomi melalui dua saluran yaitu: efek
langsung dari peningkatan fungsi produksi dengan sejumlah kapital tertentu
(perusahaan dapat menghasilkan output yang lebih besar). Saluran yang kedua
yaitu efek tidak langsung, dimana dengan sejumlah investasi tertentu, peningkatan
teknologi akan meningkatkan keadaan steady state kapital dan output.

Pengangguran
Pengangguran adalah masalah makroekonomi yang memengaruhi manusia
secara langsung (Mankiw 2007). Pengangguran yang berkepanjangan secara
pribadi akan menimbulkan efek psikologis dan secara nasional jika terlalu tinggi
akan berpengaruh terhadap kestabilan politik, keamanan dan sosial. Secara jangka
panjang, tingkat pengangguran yang terlalu tinggi pada akhirnya akan mengurangi
pertumbuhan ekonomi. Masyarakat secara keseluruhan akan menderita kerugian
akibat pengangguran karena output riil di bawah tingkat potensialnya.
Menurut konsep BPS, pengangguran adalah mereka yang mencari pekerjaan,
yang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak
mungkin mendapatkan pekerjaan, dan yang sudah punya pekerjaan tetapi belum
mulai bekerja dan pada waktu yang bersamaan mereka tidak bekerja (jobless).
Pengangguran dengan konsep tersebut biasanya disebut sebagai pengangguran
terbuka (open unemployment).

Sumber : Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2012
Gambar 6 Diagram ketenagakerjaan
Konsep penting dari fungsi produksi pasar tenaga kerja adalah marginal
productivity of labor (MPL) yaitu jumlah tambahan output dari tambahan satu
input labor dengan stok modal dan tingkat teknologi tertentu. Adapun upah riil
mencerminkan seberapa besar perusahaan harus membayar tenaga kerja relatif

13
terhadap harga output. Perusahaan berada pada tingkat keuntungan maksimal
ketika upah riil sama dengan MPL.
Peningkatan baik stok modal ataupun adanya perkembangan teknologi
berarti bahwa setiap pekerja menjadi lebih produktif (pada jumlah tenaga kerja
tertentu), produk marginal tenaga kerja meningkat dan kurva MPL akan bergeser
ke kanan (seperti pada Gambar 7). Sehingga adanya tambahan kapital maupun
perkembangan teknologi yang lebih maju akan membuat MPL meningkat dan
permintaan tenaga kerja juga meningkat pada upah riil tertentu.
Output

Marginal Productivity of Labor
Shifts due to capital
accumulation or
technological progress

Employment
Increase in labor demand
Sumber : Miles dan Scott (2005)
Gambar 7 Efek akumulasi kapital dan perkembangan teknologi pada pasar tenaga
kerja

Upah Riil
Kaum ekonom klasik menyatakan, bahwa tenaga kerja/karyawan
mendasarkan penawaran tenaga kerja atas upah riil (W/P). Oleh karena itu,
kenaikan upah nominal tidak akan mengubah penawaran tenaga kerja apabila
kenaikan upah tersebut disertai dengan kenaikan tingkat harga yang sepadan.
Orang yang merasa lebih kaya karena kenaikan upah nominal dan kenaikan
tingkat harga yang sama dikatakan terkena money illusion. Orang yang rasional
tidak akan mengalami ilusi uang, karena mereka hanya mau mengubah penawaran
tenaga kerja apabila terjadi perubahan dalam upah riil.
Kegagalan upah dalam melakukan penyesuaian sampai penawaran tenaga
kerja sama dengan permintaannya merupakan indikasi adanya kekakuan upah
(wage rigidity). Kekakuan upah merupakan salah satu penyebab terjadinya
pengangguran. Untuk memahami kekakuan upah dan pengangguran struktural,
maka penting untuk memahami mengapa pasar tenaga kerja tidak berada pada
tingkat keseimbangan penawaran dan permintaan. Saat upah riil melebihi tingkat
ekuilibrium dan penawaran pekerja melebihi permintaannya, maka perusahaanperusahaan diharapkan akan menurunkan upah yang akan dibayar kepada para
pekerja. Namun pada kenyataannya, hal ini tidak terjadi. Pengangguran struktural
kemudian muncul sebagai implikasi karena perusahaan gagal menurunkan upah
akibat kelebihan penawaran tenaga kerja (Mankiw 2007).

14
Menurut Mankiw (2007) kekakuan upah riil menyebabkan penjahatan
pekerjaan. Jika upah riil tertahan di atas tingkat ekuilibrium (pada W 1 ) maka
penawaran tenaga kerja melebihi permintaannya akibatnya adalah pengangguran.
Kekakuan upah ini terjadi sebagai akibat dari undang-undang upah
minimum atau kekuatan monopoli serikat pekerja. Berbagai faktor tersebut
berpotensi menjadikan upah tertahan di atas tingkat upah keseimbangan. Hal ini
pada akhirnya mengakibatkan pengangguran. Undang-undang upah minimum
menetapkan tingkat upah minimal yang harus dibayar perusahaan kepada para
karyawannya. Kebijakan upah minimum ditengarai akan lebih banyak berdampak
pada penganggur dengan usia muda (Mankiw 2007). Alasannya yaitu pekerja
dengan usia lebih muda termasuk anggota angkatan kerja yang kurang terdidik
dan kurang berpengalaman, maka mereka cenderung memilki produktivitas
marginal yang rendah.

Sumber: Mankiw (2007)
Gambar 8 Keseimbangan pasar tenaga kerja

Kemiskinan
Kemiskinan memiliki makna yang sangat luas dan bersifat
multidimensional, sehingga definisi kemiskinan juga sangat multitafsir dan selalu
mengalami perluasan seiring dengan kompleksitas faktor penyebab maupun
permasahalan lain yang melingkupinya. Dimensi kemiskinan tidak hanya
menyangkut aspek ekonomi, namun juga menyangkut dimensi sosial, kultural
maupun politik. Kemiskinan dapat diukur melalui dua pendekatan yaitu
pendekatan ekonomi atau in