The Impact of Gender Inequality on Economic Growth in Indonesia
DAMPAK KETIMPANGAN GENDER TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA
AGNES VERA YANTI SITORUS
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Dampak Ketimpangan
Gender terhadap Pertumbuhan Ekonomi adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Agnes Vera Yanti Sitorus
NIM H151114064
RINGKASAN
AGNES VERA YANTI SITORUS. Dampak Ketimpangan Gender terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Dibimbing oleh D.S.PRIYARSONO dan
NUNUNG NURYARTONO.
Gender adalah perbedaan perlakuan antara lelaki dan perempuan yang tidak
ditentukan oleh perbedaan biologis, akan tetapi oleh lingkungan sosial-budaya,
politik dan ekonomi. Ketimpangan gender masih terjadi pada seluruh aspek
kehidupan di Indonesia, masih terdapat senjang antara capaian manfaat hasil
pembangunan pada perempuan dan laki-laki yang terkait dengan kebutuhan dasar
manusia untuk memperoleh pekerjaan, pendidikan, dan kesehatan. Ini adalah fakta
meskipun ada kemajuan yang cukup pesat dalam kesetaraan gender dewasa ini.
Sifat dan tingkat diskriminasi sangat bervariasi di berbagai wilayah/provinsi.
Menurut United Nations Development Programme (2010), tidak ada satu wilayah
pun di negara dunia ketiga perempuan telah menikmati kesetaraan dalam hak-hak
hukum, sosial dan ekonomi. Ketimpangan gender antara lain terjadi di pendidikan,
pekerjaan, akses atas sumber daya, ekonomi, kekuasaan, dan partisipasi politik.
Perempuan menanggung beban paling berat akibat ketimpangan yang terjadi,
namun pada dasarnya ketimpangan itu merugikan semua orang dan akhirnya
merugikan perekonomian suatu negara.
Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami perkembangan
yang pesat dalam mengurangi ketimpangan di bidang pendidikan antara laki-laki
dan perempuan yang ditandai dengan semakin mengecilnya ketimpangan antara
laki-laki dan perempuan dalam capaian tingkat pendidikan. Walaupun demikian,
tingkat produktivitas dan partisipasi angkatan kerja perempuan masih rendah.
Peran perempuan dalam pembangunan perlu terus diperhatikan dalam kebijakan
pembangunan nasional dan daerah. Karena peningkatan peran perempuan
mempunyai dampak penting dalam memutus lingkaran setan kemiskinan.
Perbaikan kualitas manusia perempuan khususnya pendidikan menjadi isu penting
karena sangat menentukan kualitas hidup generasi mendatang.
Tujuan dari penelitian untuk menganalisis ketimpangan gender di Indonesia
dengan menggunakan Indeks Pembangunan Gender (IPG), menganalisis
ketimpangan gender dalam pendidikan dan ketenagakerjaan (diproksi dengan
ketimpangan gender di rata-rata lama sekolah dan tingkat partisipasi angkatan
kerja) terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini menggunakan data panel 30
provinsi selama tahun 2003-2012. Indeks ketimpangan gender diproksi dengan
rasio IPG terhadap IPM. Hasil analisis deskriptif menunjukkan masih ada
ketimpangan gender, dimana masih ada senjang antara Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) dan Indeks Pembangunan Gender (IPG). Analisis ekonometrika
dengan FEM (Fixed Effect Model) menunjukkan ada dampak positif pendidikan,
rata-rata lama sekolah perempuan terhadap laki-laki, ketenagakerjaan, rasio
tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan terhadap laki-laki, dan indeks
ketimpangan gender terhadap pertumbuhan ekonomi.
Kata kunci: pertumbuhan ekonomi, ketimpangan gender, fixed effect model
SUMMARY
AGNES VERA YANTI SITORUS. The Impact of Gender Inequality on
Economic Growth in Indonesia. Supervised by D.S.PRIYARSONO and
NUNUNG NURYARTONO.
Gender is a difference behaviours between men and women are not
determined by biological differences, but by the socio-cultural environment,
politics and economics. Gender inequality persists in all aspects of life in
Indonesia, there are gaps between the achievement of the benefits of development
on women and men related to basic human needs for jobs, education, and health.
This is despite the fact there is a fairly rapid progress in gender equality today.
The nature and extent of discrimination varies in different regions / provinces.
According to the United Nations Development Programme (2010), there is no one
else in the area of third world countries women have enjoyed equal rights in the
legal, social and economic. Gender inequality in education among other things,
employment, access to resources, economic power, and political participation.
Women bear the heaviest burden due to inequality, but inequality is detrimental
basically everyone and ultimately harm the economy of a country.
Indonesia is one country that is experiencing a rapid development in
reducing disparities in education between men and women that is characterized by
the narrowing gap between men and women in educational attainment levels.
However, the level of productivity and labor force participation of women is still
low. The role of women in development needs to be considered in national and
regional development policies. Because of the increased role of women has a
significant impact in breaking the vicious circle of poverty. Improvement of
human quality of education of women in particular is an important issue because it
determines the quality of life for future generations.
The objectives of this research are to analyze the gender inequality in
Indonesia by using Gender Development Index (GDI), to analyze the effect of
gender gaps in education and employment (proxied by using gender gap in mean
years of schooling and labor force participation) on economic growth. This
research uses panel data from 30 provinces during 2003-2012. Gender inequality
index is represented by a proxy of ratio GDI to HDI. Descriptive analysis results
show that there are gender inequality, there are still distances between Human
Development Index (HDI) and Gender Development Index (GDI). Econometric
analysis with FEM (Fixed Effect Model) determines that there are positive and
significant effect of education, female-male mean years of schooling, employment,
female-male labor force participation, and gender inequality index on economic
growth.
Keywords: economic growth, gender inequality, fixed effect model
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
DAMPAK KETIMPANGAN GENDER TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA
AGNES VERA YANTI SITORUS
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir M. Parulian Hutagaol, MS
Judul Tesis : Dampak Ketimpangan Gender terhadap Pertumbuhan Ekonomi
di Indonesia
: Agnes Vera Yanti Sitorus
Nama
: H151114064
NIM
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir D.S.Priyarsono, MS
Ketua
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi
Dr I
rNnセ
セM
Nuryartono, MSi
Tanggal Ujian: 1 Agustus 20 13
Tanggal Lulus: 2 0
AUG 2013
Judul
Tesis : Dampak Ketimpangan
Nama
NIM
Gender tertradap Pertumbuhan Ekoaomi
di Indonesia
: Agnes Vera Yanti Sitorus
: H151114064
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Df
& $.,S.Pdyarsog(). .U[$
Ketua
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Dekan Sekolah Pascasarj ena
IlmuEkonomi
I
wl a4f4--Furya*oilo,MSi
Tanggal Ujian: 1 Agustus 2013
Dr Ir nahrul Syah, MScAgr
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini berjudul “Dampak
Ketimpangan Gender terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia”.
Pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Dr Ir D.S. Priyarsono, MS selaku ketua komisi pembimbing, Bapak
Dr Ir R. Nunung Nuryartono, MSi selaku anggota komisi pembimbing dan Ketua
Program Studi Ilmu Ekonomi, dan Bapak Dr Ir M. Parulian Hutagaol, MS selaku
Penguji Luar Komisi yang telah banyak memberi bimbingan, pencerahan dan
koreksi. Secara khusus penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Kepala Badan
Pusat Statistik Republik Indonesia, Direktur Neraca Pengeluaran BPS RI, dan
Kasubdit Neraca Rumah Tangga BPS RI yang telah memberikan kesempatan dan
dukungan untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu
Ekonomi di Sekolah Pascasarjana IPB.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada semua dosen yang telah
mengajar penulis selama mengikuti perkuliahan dan seluruh rekan-rekan di Program
Pascasarjana Ilmu Ekonomi BPS Batch 4 atas semua diskusi dan masukannya.
Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada kedua orang tua, Bapak Ronald Sitorus,
SPd dan Ibu Sontina Purba SPd yang selalu memberikan doa dan restu. Ucapan
terima kasih yang tak lupa saya ucapkan kepada Suami D. Fendhi Endarto, MSi dan
anakku Monica Angelina yang telah memberikan dukungannya.
Penulis menyadari dengan waktu dan kemampuan yang terbatas, tesis ini
masih jauh dari sempurna. Namun demikian, penulis tetap mengharapkan tesis ini
dapat menghasilkan penelitian yang bermanfaat bagi semua pihak dan juga
berkontribusi positif bagi dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Bogor, Agustus 2013
Agnes Vera Yanti Sitorus
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
xv
xv
xvi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teori
Konsep Gender
Ukuran Ketimpangan Gender
Definisi Pertumbuhan Ekonomi
Teori Pertumbuhan Neoklasik Solow
Teori Pertumbuhan Endogen
Investasi Modal Manusia
Hubungan Ketimpangan Gender dengan Pertumbuhan Ekonomi
Determinan Pertumbuhan Ekonomi
Tinjauan Empiris
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
3 METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis
Analisis Deskriptif
Analisis Regresi Data Panel
Regresi Data Panel Statis
Pemilihan Model (Hausman Test)
Spesifikasi Model
Definisi Variabel Operasional
4 GAMBARAN UMUM
Ketimpangan Gender dalam Pendidikan
Angka Partisipasi Murni (APM)
Rata-rata Lama Sekolah
Ketimpangan Gender dalam Ketenagakerjaan
Angkatan Kerja Menurut Pendidikan
Keadaan Penduduk Indonesia yang Bekerja
Formal dan Informal
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Indeks Ketimpangan Gender
Indeks Pembangunan Gender (IPG)
Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)
Indeks Ketimpangan Gender (Rasio IPG/IPM)
Determinan Pertumbuhan Ekonomi
1
1
4
7
7
8
9
9
9
11
13
14
16
17
19
20
21
25
26
27
27
27
28
29
30
31
32
33
35
35
35
36
37
38
39
40
43
43
43
45
46
50
Pendidikan dan Ketimpangan Gender di Pendidikan
Angkatan Kerja Perempuan
Tenaga Kerja dan Ketimpangan Gender di Ketenagakerjaan
Indeks Ketimpangan Gender
Keterbukaan Perdagangan
Pertumbuhan Penduduk
Implikasi Kebijakan
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
52
53
53
55
55
57
58
59
59
59
61
63
77
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Gender gap index Indonesia menurut kategori, 2006-2012
Nilai maksimum dan minimum dari setiap komponen IPG
Jenis dan sumber data dalam penelitian
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian
Angka partisipasi murni menurut jenjang pendidikan, 2009-2011
(persen)
Angka partisipasi murni menurut kawasan, 2011 (persen)
Rata-rata lama sekolah perempuan dan laki-laki, 2003-2012 (tahun)
Persentase angkatan kerja menurut jenjang pendidikan, 2008-2012
Persentase penduduk berusia 15 tahun ke atas yang bekerja seminggu
yang lalu menurut lapangan pekerjaan, 2008-2012
Proporsi penduduk bekerja di sektor formal dan informal, 2008-2012
Perkembangan indeks pembangunan manusia (IPM), indeks
pembangunan gender (IPG), dan rasio (IPG/IPM), 2005-2011
Pembagian provinsi menurut growth dan rasio (IPG/IPM), 2011
Dampak ketimpangan gender terhadap pertumbuhan ekonomi
Persentase penduduk usia kerja menurut kegiatan, 2008 dan 2012
3
11
27
33
35
36
37
38
39
40
46
49
51
54
DAFTAR GAMBAR
1 Pertumbuhan PDB, penduduk, angkatan kerja, 2005-2012
2 IPG dan IPM Indonesia, 2005-2011
3 Perkembangan angka melek huruf (AMH), 2005-2011
4 Perkembangan rata-rata lama sekolah, 2003-2012
5 Perkembangan tingkat partisipasi angkatan kerja, 2003-2012
6 Indikator Indeks Pembangunan Gender (IPG)
7 Indikator Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)
8 Equilibrium dalam pasar barang
9 Tingkat pertumbuhan kondisi mapan (Steady State) model Solow
10 Trade Off keuangan dalam pengambilan keputusan untuk
melanjutkan sekolah
11 Hubungan ketimpangan gender dan pertumbuhan ekonomi
12 Kerangka pemikiran
13 Tingkat pengangguran terbuka (TPT), 2005-2011
14 Perkembangan Indeks Pembangunan Gender (IPG) provinsi, 2005-2011
15 Perkembangan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) provinsi, 2005-2011
16 Analisis kuadran IPG dan IDG provinsi, 2011
17 Analisis kuadran growth dan rasio IPG/IPM, 2011
18 Analisis kuadran growth dan IDG, 2011
19 Distribusi keterbukaan perdagangan terhadap PDRB, 2003-2012 (persen)
2
4
5
5
6
12
13
14
15
18
20
25
41
44
45
47
48
50
56
DAFTAR LAMPIRAN
1 Penelitian terdahulu
2 Hasil pengujian dengan metode fixed effect untuk mengistimasi dampak
ketimpangan gender terhadap pertumbuhan ekonomi (model 1)
3 Hasil pengujian dengan metode fixed effect untuk mengistimasi dampak
ketimpangan gender terhadap pertumbuhan ekonomi (model 2)
4 Hasil pengujian dengan metode fixed effect untuk mengistimasi dampak
ketimpangan gender terhadap pertumbuhan ekonomi (model 3)
5 Hasil pengujian dengan metode fixed effect untuk mengistimasi dampak
ketimpangan gender terhadap pertumbuhan ekonomi (model 4)
6 Hasil pengujian normalitas model 1
7 Hasil pengujian normalitas model 2
8 Hasil pengujian normalitas model 3
9 Hasil pengujian normalitas model 4
10 Indeks Pembangunan Gender (IPG) provinsi, 2005-2011
11 Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) provinsi, 2005-2011
65
68
69
70
71
72
72
73
73
74
75
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gender adalah perbedaan perlakuan antara lelaki dan perempuan yang tidak
ditentukan oleh perbedaan biologis, akan tetapi oleh lingkungan sosial-budaya,
politik dan ekonomi. Kesetaraan gender (gender equality) berarti perempuan dan
lelaki menikmati status yang sama, dan memiliki kondisi dan potensi yang sama
untuk merealisasikan hak-haknya sebagai manusia dan berkontribusi pada
pembangunan nasional, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Keadilan gender
merupakan proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki sehingga
dalam menjalankan kehidupan tidak ada pembakuan peran, subordinasi,
marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan dan laki-laki. Dengan demikian,
gender berarti relasi sosial perempuan dan lelaki. Terwujudnya kesetaraan dan
keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan
laki-laki dalam memperoleh akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas
pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan
(Hubeis 2010).
Ketimpangan gender masih terjadi pada seluruh aspek kehidupan di
Indonesia, masih terdapat senjang (gap) antara capaian manfaat hasil
pembangunan pada perempuan terhadap laki-laki yang terkait dengan kebutuhan
dasar manusia untuk memperoleh pekerjaan, pendidikan, dan kesehatan. Ini
adalah fakta meskipun ada kemajuan yang cukup pesat dalam kesetaraan gender
dewasa ini. Sifat dan tingkat diskriminasi sangat bervariasi di berbagai
wilayah/provinsi. Menurut United Nations Development Programme (2010), tidak
ada satu wilayah pun di negara berkembang dimana perempuan telah menikmati
kesetaraan dalam hak-hak hukum, sosial dan ekonomi. Ketimpangan gender
cenderung terjadi antara kaum miskin. Ketimpangan gender antara lain terjadi di
pendidikan, pekerjaan, akses atas sumber daya, ekonomi, kekuasaan, dan
partisipasi politik. Perempuan menanggung beban paling berat akibat
ketidaksetaraan yang terjadi, namun pada dasarnya ketidaksetaraan itu merugikan
semua orang dan akhirnya merugikan perekonomian suatu negara.
Seiring dengan globalisasi, isu kesetaraan gender menjadi isu yang relevan
menyangkut keterpaduan antara kerjasama laki-laki dan perempuan di segala
bidang. Kesetaraan dan keadilan gender merupakan salah satu tujuan dari delapan
tujuan global negara-negara sedunia yang berkomitmen dalam Millenium
Development Goals (MDGs). Pemerintah Indonesia juga sudah berkomitmen
untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dengan bukti dikeluarkannya
INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam
Pembangunan Nasional yang mengintruksikan kepada seluruh pejabat Negara,
termasuk Gubernur dan Bupati/Walikota untuk melaksanakan PUG di seluruh
wilayah Indonesia. PUG yang dimaksudkan adalah melakukan seluruh proses
pembangunan mulai dari penyusunan rencana, pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi yang berperspektif gender dengan melibatkan peran serta warga negara
baik laki-laki maupun perempuan.
Saat ini Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang
masuk dalam G20, ukurannya adalah Produk Domestik Bruto (PDB). Indonesia
2
masuk peringkat ke-16 PDB terbesar di dunia. Pada tahun 2012 PDB Indonesia
sebesar 8242 triliun rupiah dan PDB perkapita sebesar 33.34 juta perkapita.
Perekonomian Indonesia mampu tumbuh sekitar 4-6 persen per tahun selama
dekade terakhir ini, di saat negara-negara maju mengalami krisis. Di sisi lain,
Indonesia adalah negara berkembang yang berpendapatan menengah dengan
populasi penduduk yang sangat besar, menduduki peringkat keempat di dunia.
Laju pertumbuhan penduduk diperkirakan masih akan tetap tinggi (sekitar 1.5
persen per tahun), sedangkan laju penyerapan tenaga kerja cenderung menurun
dari 1.87 persen di tahun 2005 menjadi 0.58 di tahun 2012, walaupun di tahun
2007 sempat mencapai 3.34 persen.
Sumber: BPS, diolah
Gambar 1 Pertumbuhan PDB, penduduk, angkatan kerja, 2005-2012
Populasi penduduk yang sangat besar ini dapat menjadi berkah untuk
perekonomian Indonesia jika dapat memanfaatkan secara optimal momen bonus
demografi, yang hanya dapat dinikmati sekali ini saja. Saat ini Indonesia sedang
menghadapi tantangan menuju tahapan bonus demografi, dimana kondisi struktur
umur penduduk menjadikan dependency ratio berada pada tingkat yang rendah.
Untuk mendapatkan manfaat besar tertinggi dari bonus demografi yang sudah
dimulai dari tahun 2000 dan mencapai puncaknya pada tahun 2025, sumber daya
manusia harus baik dari sisi kesehatan, kecerdasan, dan pendidikan. McKinsey
Global Institute (2012) menyatakan pada 2030 Indonesia diperkirakan dapat
meraih peringkat ke-7 terbesar di dunia dengan mengandaikan kita memiliki
sumber daya manusia terdidik dan perempuan juga masuk ke lapangan pekerjaan.
Jika pemerintah mengabaikan kesetaraan gender, maka Indonesia dapat terjebak
menjadi negara berpendapatan menengah.
Menurut World Economic Forum (2012), Gender Gap Index Indonesia dari
tahun ke tahun menunjukkan ada sedikit peningkatan menuju kesetaraan, tahun
2006 sebesar 0.654 menjadi 0.659 di tahun 2012. Tetapi peringkatnya terus turun
dibanding negara-negara lain di dunia. Gender Gap Index menggambarkan
kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dibagi dalam empat kategori yaitu
partisipasi dan kesempatan ekonomi, pencapaian pendidikan, kesehatan dan
kelangsungan hidup serta pemberdayaan politik. Peringkat Indonesia dalam
kesetaraan pendidikan mengalami penurunan dari 81 (2006) ke 92 (2012), dengan
3
nilai indeks yang terus meningkat dari 0.949 ke 0.973. Demikian juga halnya
dalam bidang ekonomi, peringkat turun dari 67 (2006) ke 104 (2012), dengan nilai
indeks turun dari 0.598 menjadi 0.565.
Tabel 1 Gender gap index Indonesia menurut kategori, 2006-2012
Tahun
2006
Peringkat ke
(dari 115 neg)
2007
Peringkat ke
(dari 128 negara)
2008
Peringkat ke
(dari 130 negara)
2009
Peringkat ke
(dari 134 negara)
2010
Peringkat ke
(dari 134 negara)
2011
Peringkat ke
(dari 135 negara)
2012
Peringkat ke
(dari 135 negara)
Ekonomi
0.598
67
Pendidikan
0.949
81
Kesehatan
0.969
88
Politik
0.101
63
Gap Index
0.654
68
0.599
82
0.949
93
0.972
81
0.101
70
0.655
81
0.571
90
0.945
97
0.972
82
0.101
80
0.647
93
0.572
100
0.966
95
0.972
87
0.122
70
0.658
92
0.575
100
0.964
95
0.966
105
0.141
58
0.661
87
0.564
101
0.967
93
0.966
105
0.140
61
0.659
90
0.565
104
0.973
92
0.966
107
0.132
73
0.659
97
Keterangan: 1 (equality) dan 0 (inequality)
Sumber: World Economic Forum
Dengan demikian, sampai saat ini kualitas hidup penduduk perempuan
masih tertinggal dibanding laki-laki. Hal ini terlihat dari data Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG), dan Indeks
Pemberdayaan Gender (IDG). Pencapaian pembangunan manusia secara
kuantitatif dapat dilihat dari besaran IPM. Besaran angka IPM tidak dapat
menjelaskan berapa besar kesenjangan antara pencapaian kualitas hidup
perempuan dan laki-laki yang diukur melalui gabungan indikator kesehatan,
pendidikan dan kehidupan yang layak. Namun, melalui IPG perbedaan pencapaian
yang menggambarkan kesenjangan pencapaian antara laki-laki dan perempuan
dapat terjelaskan, yakni dengan mengurangkan atau merasiokan nilai IPM dengan
IPG.
Hasil pengurangan/rasio antara IPM dengan IPG mengindikasikan adanya
kesenjangan pencapaian kapabilitas antara laki-laki dan perempuan. Besaran rasio
IPG dengan IPM berada pada kisaran 94-95 persen selama periode 2005-2011. Ini
berarti masih ada kesenjangan gender dalam hal pencapaian kesehatan,
pendidikan dan kehidupan yang layak antara laki-laki dan perempuan.
Perkembangan IPG pada periode 2005-2011 menunjukkan posisi lebih rendah
dibandingkan IPM dan senjang antara capaian antara laki-laki dan perempuan
4
masih terjadi. Selanjutnya, Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) tahun 2012
sebesar 69.40. Indeks ini menunjukkan bahwa masih rendahnya kesetaraan
peranan yang dijalankan laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan
perempuan di Indonesia.
Sumber: BPS, diolah
Gambar 2 IPG dan IPM Indonesia, 2005-2011
Data Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender
(IPG), dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) menunjukkan bahwa sampai saat
ini ketimpangan gender masih terjadi. Kenyataan ini berarti pembangunan daerah
yang telah dilaksanakan belum mampu mengangkat peran dan status perempuan.
Pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil belum dapat memperbaiki ketimpangan
gender, dampaknya tidaklah bisa langsung kelihatan. UNDP (2010) menyatakan
bahwa dampak pertumbuhan ekonomi terhadap kesetaraan gender sebagian besar
tergantung pada hak-hak, akses atas berbagai sumber daya produktif (seperti tanah
dan kredit), dan partisipasi politik. Lebih dari itu, kebijakan-kebijakan sosial yang
memberantas diskriminasi di pasar tenaga kerja atau mendukung perawatan anakanak akan mengurangi ketidaksetaraan gender-sesuatu yang tidak mungkin
dicapai oleh pembangunan ekonomi saja.
Perumusan Masalah
Menurut data Sensus Penduduk BPS 2010, jumlah penduduk sebanyak
237.6 juta, laki-laki sebanyak 119.6 juta (50.34 persen) dan perempuan sebanyak
118 juta (49.66 persen). Jika kehidupan penduduk di semua kelompok umur dan
gender berkualitas bagus maka akan menjadi potensi besar bagi pembangunan dan
sebaliknya jika kualitasnya kurang baik akan menjadi beban pembangunan.
Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami perkembangan
yang pesat dalam mengurangi kesenjangan di bidang pendidikan antara laki-laki
dan perempuan yang ditandai dengan semakin mengecilnya kesenjangan antara
laki-laki dan perempuan dalam capaian tingkat pendidikan. Walaupun demikian,
tingkat produktivitas dan partisipasi angkatan kerja perempuan masih rendah.
5
Sumber: BPS, diolah
Gambar 3 Perkembangan angka melek huruf (AMH), 2005-2011
Capaian tingkat pendidikan dapat dilihat dari Angka Melek Huruf (AMH).
Perkembangan AMH baik laki-laki maupun perempuan selama periode 20052011 terus meningkat. AMH perempuan masih lebih rendah daripada laki-laki.
Pada tahun 2011 AMH perempuan sebesar 90.55 persen sedangkan laki-laki
sebesar 95.73 persen. Angka Partisipasi Sekolah (APS) 2011 di tingkat SD dan
SLTP perempuan sedikit lebih tinggi persentasenya, masing-masing 97.72 persen
berbanding 97.27 persen di tingkat SD, dan 88.94 persen berbanding 86.32 persen
di tingkat SLTP. Pada jenjang SLTA peluang perempuan sedikit menurun, yakni
57.35 persen berbanding 57.78 persen. Rata-rata lama sekolah laki-laki lebih
tinggi sekitar satu tahun dibandingkan rata-rata lama sekolah perempuan. Pada
tahun 2012, rata-rata lama sekolah laki-laki tercatat sebesar 8.47 tahun dan
perempuan sebesar 7.64 tahun.
Sumber: BPS, diolah
Gambar 4 Perkembangan rata-rata lama sekolah, 2003-2012
Data Sakernas, BPS (2012) menunjukkan produktivitas pekerja perempuan
cenderung rendah dibandingkan laki-laki, dan lebih banyak bekerja di sektor
informal. Fenomena ini memberikan petunjuk bahwa aktivitas ekonomi
perempuan masih sangat rendah sehingga menyebabkan sumbangan pendapatan
perempuan terhadap pendapatan rumah tangga secara keseluruhan hanya sebesar
6
35.01 persen. Akses perempuan terhadap sumber daya ekonomi lebih rendah
daripada laki-laki terlihat dari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), 20032012. TPAK perempuan 2012 sebesar 51.39 persen, sedangkan TPAK laki-laki
sebesar 84.42 persen. Rendahnya TPAK perempuan dibanding laki-laki
disebabkan karena di Indonesia khususnya dan negara berkembang umumnya
laki-laki tulang punggung utama pencari nafkah keluarga, sementara perempuan
baru akan terjun ke dunia kerja untuk membantu meringankan beban keluarga jika
kondisi memaksa mereka bekerja. Selain itu, perempuan juga sering terpaksa
harus meninggalkan dunia kerja ketika melahirkan dan harus mengurus anak dan
rumah tangga (Handayani dan Sugiarti 2008).
Sumber: BPS, diolah
Gambar 5 Perkembangan tingkat partisipasi angkatan kerja, 2003-2012
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RJPMN) telah
menggariskan sasaran yang ingin dicapai terkait dengan peningkatan kualitas
hidup perempuan (dan anak). Dalam hal ini, kualitas manusia perempuan menjadi
isu penting karena sangat menentukan kualitas hidup generasi mendatang, terkait
dengan kondisi pendidikan dan kesehatan perempuan saat ini. Hal ini terasa
semakin penting di tengah persaingan antar bangsa, karena negara kita hanya akan
mampu bersaing manakala didukung oleh penduduk yang berkualitas, baik lakilaki maupun perempuan.
Hal ini sesuai dengan penelitian Klasen dan Lamanna (2009) yang
menyatakan bahwa kesenjangan gender di pendidikan dapat berdampak negatif
terhadap pertumbuhan ekonomi baik secara langsung dan tidak langsung melalui
jalur pertumbuhan penduduk, investasi, dan angkatan kerja. Pertama, kesenjangan
gender dalam pendidikan akan mengurangi jumlah rata-rata modal manusia dalam
masyarakat (Dollar dan Gatti 1999). Kesenjangan ini menghalangi bakat-bakat
yang memiliki kualifikasi tinggi yang terdapat pada anak perempuan yang pada
akhirnya akan mengurangi tingkat pengembalian investasi sektor pendidikan
(marginal returns of education). Hal ini terbukti dari berbagai studi yang
menyatakan bahwa tingkat pengembalian investasi pendidikan pada anak
perempuan lebih baik dibandingkan pada anak laki-laki. Mengurangi kesenjangan
gender dalam akses pendidikan secara keseluruhan akan meningkatkan
pembangunan ekonomi.
Kedua, adanya eksternalitas dari pendidikan kaum wanita bagi penurunan
tingkat fertilitas, tingkat kematian anak, dan mendorong pendidikan yang lebih
7
baik bagi generasi mendatang. Ketiga, penurunan fertilitas memberikan
eksternalitas positif bagi penurunan angka beban ketergantungan dalam angkatan
kerja (Bloom dan Williamson 1998). Pemerataan kesempatan dalam sektor
pendidikan dan pekerjaan bagi setiap gender memberikan dampak positif bagi
kemampuan bersaing suatu negara dalam perdagangan internasional. Keempat,
bekal pendidikan dan kesempatan kerja di sektor formal yang lebih besar bagi
kaum wanita akan meningkatkan bargaining power mereka dalam keluarga. Hal
ini penting karena terdapat perbedaan pola antara perempuan dan laki-laki dalam
perilaku menabung dan investasi ekonomi baik non ekonomi seperti kesehatan
dan pendidikan anak yang akan meningkatkan modal manusia generasi mendatang
dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dengan demikian, peran perempuan dalam pembangunan perlu terus
diperhatikan dalam kebijakan pembangunan nasional dan daerah. Karena
peningkatan peran perempuan mempunyai dampak penting dalam memutuskan
lingkaran setan kemiskinan. Perbaikan kualitas manusia perempuan khususnya
pendidikan menjadi isu penting karena sangat menentukan kualitas hidup generasi
mendatang.
Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana dinamika ketimpangan gender di pendidikan dan
ketenagakerjaan?
2. Bagaimana perkembangan indeks ketimpangan gender (rasio IPG/IPM),
Indeks Pembangunan Gender (IPG), dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)
provinsi?
3. Bagaimana dampak variabel makro dan ketimpangan gender terhadap
pertumbuhan ekonomi?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. menganalisis ketimpangan gender di Indonesia dengan menggunakan
indikator pendidikan dan tenaga kerja
2. menganalisis indeks ketimpangan gender di Indonesia dengan menggunakan
rasio (IPG/IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks
Pemberdayaan Gender (IDG)
3. menganalisis dampak variabel makro dan ketimpangan gender terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia
Manfaat Penelitian
1.
2.
Manfaat penelitian ini adalah untuk:
memberikan informasi sebagai dasar pertimbangan, pendukung dan
sumbangan pemikiran kepada pengambil keputusan dalam usaha mengurangi
ketimpangan gender
memperkaya penelitian, khususnya tentang ketimpangan gender di Indonesia
dilihat dari pencapaian pendidikan, partisipasi dan kesempatan ekonomi
8
Ruang Lingkup Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yang bersumber
dari Badan Pusat Statistik (BPS). Wilayah penelitian meliputi 30 provinsi di
Indonesia selama tahun 2003-2012. Data yang dikumpulkan adalah data tahunan
provinsi di Indonesia.
Pendidikan diproksi dengan rata-rata lama sekolah penduduk laki-laki.
Ketimpangan gender di pendidikan diproksi dengan rasio rata-rata lama sekolah
penduduk perempuan terhadap laki-laki. Dengan asumsi, pengurangan
ketimpangan di pendidikan dengan memperluas kesempatan pendidikan kepada
perempuan tanpa mengurangi pendidikan laki-laki (karena tingkat pendidikan
laki-laki dianggap konstan). Tenaga kerja diproksi dengan tingkat partisipasi
angkatan kerja laki-laki. Ketimpangan gender di tenaga kerja diproksi dengan
rasio tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan terhadap laki-laki. Selanjutnya,
menurut United Nations Development Programme (UNDP) tolok ukur
keberhasilan pembangunan melalui formula Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Karena adanya isu kesetaraan gender maka disusun formula baru yang
mengakomodasi perspektif gender, yaitu Indeks Pembangunan Gender (IPG).
Indeks ketimpangan gender diproksi dengan rasio IPG terhadap IPM.
Keterbatasan penelitian ini hanya mengkaji aspek ekonomi makro dan belum
memasukkan aspek variabel ekonomi menurut sektoral. Sosial unit analisis gender
dalam penelitian ini adalah individu bukan rumah tangga.
9
2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teori
Konsep Gender
Menurut Handayani dan Sugiarti (2008), untuk menganalisis ketimpangan
gender perlu didefinisikan terlebih dahulu pengertian gender dengan seks atau
jenis kelamin. Seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara
biologis melekat pada jenis kelamin tertentu. Seks berarti perbedaan laki-laki dan
perempuan sebagai makhluk yang secara kodrati memiliki fungsi-fungsi
organisme yang berbeda. Secara biologis alat-alat biologis melekat pada lelaki dan
perempuan selamanya, fungsinya tidak dapat dipertukarkan. Secara permanen
tidak berubah dan merupakan ketentuan biologi atau ketentuan Tuhan (kodrat).
Kata “gender” sering diartikan sebagai kelompok laki-laki, perempuan, atau
perbedaan jenis kelamin. Konsep gender adalah sifat yang melekat pada kaum
laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya,
sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan
perempuan. Bentukan sosial atas laki-laki dan perempuan itu antara lain: kalau
perempuan dikenal makhluk yang lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan.
Sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Sifat-sifat diatas
dapat dipertukarkan dan berubah dari waktu ke waktu. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa gender dapat diartikan sebagai konsep sosial yang membedakan
(dalam arti: memilih atau memisahkan) peran antara laki-laki dan perempuan.
Perbedaan fungsi dan peran laki-laki dan perempuan itu tidak ditentukan karena
antara keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat, tetapi dibedakan atau
dipilah-pilah menurut kedudukan, fungsi dan peranan masing-masing dalam
berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
Dalam perkembangan gender berikutnya dikenal ada tiga jenis peran gender,
yaitu peran produktif, peran reproduktif, dan peran sosial. Peran produktif adalah
peran yang dilakukan oleh seseorang, menyangkut pekerjaan yang menghasilkan
barang dan jas, baik untuk dikonsumsi maupun untuk diperdagangkan. Peran ini
sering pula disebut dengan peran di sektor publik. Peran reproduktif adalah peran
yang dijalankan oleh seseorang untuk kegiatan yang berkaitan dengan
pemeliharaan sumber daya manusia dan pekerjaan urusan rumah tangga, seperti
mengasuh anak, memasak, mencuci pakaian dan alat-alat rumah tangga,
menyetrika, membersihkan rumah, dan lain-lain. Peran reproduktif ini disebut
juga peran di sektor domestik. Peran sosial adalah peran yang dilaksanakan oleh
seseorang untuk berpartisipasi di dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti
gotong-royong dalam menyelesaikan beragam pekerjaan yang menyangkut
kepentingan bersama.
Persoalannya, jika konstruksi gender dianggap sebagai kodrat, akibatnya
gender mempengaruhi keyakinan manusia serta budaya masyarakat tentang
bagaimana laki-laki dan perempuan berpikir dan bertindak sesuai dengan
ketentuan sosial tersebut. Pembedaan yang dilakukan oleh aturan masyarakat dan
bukan perbedaan biologis itu dianggap sebagai ketentuan Tuhan. Masyarakat
10
sebagai kelompoklah yang menciptakan perilaku pembagian gender untuk
menentukan berdasarkan apa yang mereka anggap sebagai keharusan, untuk
membedakan antara laki-laki dan perempuan. Keyakinan pembagian itu
selanjutnya diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya penuh dengan
proses, negosiasi, restensi maupun dominasi. Akhirnya lama kelamaan pembagian
keyakinan gender tersebut dianggap alamiah, normal dan kodrat sehingga bagi
mereka yang mulai melanggar dianggap tidak normal dan melanggar kodrat. Oleh
karena itu diantara bangsa-bangsa dalam kurun waktu yang berbeda, pembagian
gender tersebut berbeda-beda.
Perbedaan gender dalam beberapa hal akan mengantarkan pada
ketimpangan gender (gender inequalities). Ketimpangan gender termanifestasikan
dalam berbagai bentuk ketidakadilan, misalnya: marginalisasi, subordinasi, beban
kerja lebih banyak, dan stereotype. Marginalisasi atau disebut juga pemiskinan
ekonomi, dari segi sumbernya bisa berasal dari kebijakan pemerintah, keyakinan,
keyakinan tradisi dan kebiasaan atau asumsi ilmu pengetahuan. Subordinasi
adalah anggapan bahwa perempuan tidak penting terlibat dalam pengambilan
keputusan politik. Perempuan tersubordinasi oleh faktor-faktor yang
dikonstruksikan secara sosial. Hal ini disebabkan karena belum terkondisikannya
konsep gender dalam masyarakat yang mengakibatkan adanya diskriminasi kerja
bagi perempuan. Stereotype adalah pelabelan terhadap suatu kelompok atau jenis
pekerjaan tertentu dan biasanya selalu berakibat pada ketidakadilan.
Seperti halnya negara-negara lain di dunia, masyarakat Indonesia, mengenal
pembagian tugas laki-laki dan perempuan, baik peranan dalam masyarakat
maupun dalam keluarga. Laki-laki berperan sebagai kepala keluarga dan pencari
nafkah (bread winner) dan perempuan bertugas untuk melakukan kegiatan
domestik seperti mengatur rumah tangga, mengasuh anak dan sebagainya. Dengan
adanya perbedaan peran ini, orang tua cenderung memprioritaskan anak laki-laki
dibandingkan dengan anak perempuan untuk bersekolah terutama jika keuangan
keluarga terbatas. Kondisi ini kontradiktif terhadap keuntungan yang diperoleh
dari semakin tingginya pendidikan perempuan, walaupun ini tidak berarti bahwa
pendidikan bagi perempuan lebih penting dibandingkan dengan laki-laki.
Menurut Schultz (1995) ada tiga faktor yang menjadi motivasi bagi orang
tua untuk memprioritaskan pendidikan anak laki-laki
dibandingkan dengan anak perempuan:
1. Tingkat pengembalian investasi untuk perempuan lebih rendah dibandingkan
untuk laki-laki. Ini mungkin karena permintaan tenaga kerja terkait dengan
teknologi untuk perempuan lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki.
2. Remittance (uang transfer) dari anak perempuan lebih kecil dibandingkan anak
laki-laki.
3. Kepuasan orang tua melihat kesuksesan anak laki-laki yang lebih besar
dibandingkan dengan anak perempuan.
Dalam perspektif gender, esensi pendidikan bagi perempuan bukan semata
untuk menghasilkan materi, yang kerapkali menjadi dalih untuk berkarir di luar
rumah demi memberikan yang terbaik bagi anak, melainkan sebagai upaya
meningkatkan kapasitas dan potensi diri untuk (1) menaikkan posisi tawar wanita
dalam pengambilan keputusan (baik sebagai istri atau anak dalam keluarga
maupun sebagai anggota/warga negara dalam konteks masyarakat/negara); dan (2)
meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan wanita sebagai ibu di rumah
11
tangga untuk mendidik dan membesarkan anak melalui pengasuhan. Dengan
demikian, pembangunan berprespektif gender bukan hanya besaran materi (barang
dan jasa) untuk mendongrak ekonomi keluarga, melainkan juga terciptanya
kesetaraan dan keadilan gender dalam berbagai aspek kehidupan serta
terbentuknya generasi bangsa yang berkualitas.
Ukuran Ketimpangan Gender
Pemikiran tentang pentingnya kesetaraan dan keadilan gender (gender
equality and equity) ini diterima dan diadopsi, bahkan menjadi kesepakatan
internasional (MDGs) yang mengikat dan wajib dijalankan oleh negara-negara di
dunia serta melahirkan konsep pembangunan berprespektif gender. Kemudian
United Nations Development Program (UNDP) menyusun tolok ukur
keberhasilan pembangunan melalui formula Human Development Index/HDI.
Karena adanya isu kesetaraan gender kemudian menyusun formula baru yang
mengakomodasi perspektif gender, yaitu Gender Development Index (GDI) dan
Gender Empowerment Measure (GEM).
GDI merupakan variasi HDI yang disagregasi menurut jenis
kelamin.Variabel-variabel yang membentuk GDI adalah merupakan variabel
Human Development Index (HDI) yang dikhususkan pada pencapaian kaum
perempuan yaitu angka harapan hidup, pendidikan dan pendapatan per kapita
(PPP). Sedangkan GEM lebih memfokuskan pencapaian perempuan dalam
lingkup sosial ekonomi dan politik. GEM secara eksplisit mengukur aktivitas
pemberdayaan perempuan dalam politik, pemerintahan dan kegiatan ekonomi.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Badan
Pusat Statistik menerbitkan Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks
Pemberdayaan Gender (IDG), yang disesuaikan dengan GDI dan GEM. IPG
mengukur tingkat pencapaian kemampuan dasar yang sama seperti IPM, yakni
harapan hidup, tingkat pendidikan, dan pendapatan sama dengan
memperhitungkan ketimpangan gender. IPG dapat juga digunakan untuk
mengetahui kesenjangan pembangunan antara laki-laki dan perempuan. Apabila
nilai IPG sama dengan IPM, maka dapat dikatakan tidak terjadi kesenjangan
gender, tetapi sebaliknya IPG lebih rendah dari IPM maka terjadi kesenjangan
gender.
Penyusunan indeks IPG melalui tahap-tahap berikut:
1. Menentukan nilai maksimum dan minimum komponen IPG (Tabel 2)
Tabel 2 Nilai maksimum dan minimum dari setiap komponen IPG
Komponen
Angka harapan
hidup (thn)
Angka melek
huruf (persen)
Rata-rata lama
sekolah (tahun)
Konsumsi per
kapita (Rp/bln)
Sumber: BPS
Maksimum
Laki-laki
Perempuan
82.5
87.5
Minimum
Laki-laki
Perempuan
22.5
27.5
100
100
0
0
15
15
0
0
732720
360000 (1999,2002)
12
2. Menghitung nilali Xede dari tiap indeks
Xede = [Pf Xf(1-Ɛ) + Pm Xm(1-Ɛ)]
dimana
Xf
: pencapaian perempuan
Xm
: pencapaian laki-laki
Pf
: proporsi penduduk perempuan
Pm
: proporsi penduduk laki-laki
3. Menghitung IPG dengan rumus
IPG = 1/3 (Xede(1) + Xede(2) + Iinc-dis)
dimana
Xede(1) : Xede untuk harapan hidup
Xede(2) : Xede untuk pendidikan
Iinc-dis : indeks distribusi pendapatan
Pengetahuan
Umur panjang
dan sehat
Angka
harapan
hidup
pr
Angka
harapan
hidup
lk
Indeks
harapan
hidup
pr
Indeks
harapan
hidup
lk
Indeks harapan
hidup dengan
sebaran merata
Angka
melek
huruf
pr
Ratarata
lama
sekolah
pr
Indeks
pendidikan
pr
Angka
melek
huruf
lk
(1)
(2)
Kehidupan
yang layak
Ratarata
lama
sekolah
lk
Indeks
pendidikan
lk
Indeks pendidikan
dengan
sebaran
merata
Perkira
an pen
dapatan
pr
Indeks
pendapat
an pr
Perkira
an pen
dapatan
lk
Indeks
pendapat
an lk
Indeks pendapatan
dengan
sebaran
merata
Indeks pembangunan gender (IPG)
Sumber: BPS
Gambar 6 Indikator Indeks Pembangunan Gender (IPG)
IDG memperlihatkan sejauh mana peran aktif perempuan dalam kehidupan
ekonomi dan politik. Peran aktif perempuan dalam kehidupan ekonomi dan politik
mencakup partisipasi berpolitik, partisipasi ekonomi dan pengambilan keputusan
serta penguasaan sumber daya ekonomi.
Dalam penghitungan Dalam penghitungan IDG, terlebih dahulu dihitung
Equally Distributed Equivalent Persentage (EDEP) yaitu indeks untuk masingmasing komponen berdasarkan persentase yang ekuivalen dengan distribusi yang
merata EDEP. Penghitungan sumbangan pendapatan untuk IDG sama dengan
penghitungan untuk IPG sebagaimana diuraikan di atas. Selanjutnya, masingmasing indeks komponen, yaitu nilai EDEP dibagi 50. Nilai 50 dianggap sebagai
13
kontribusi ideal dari masing-masing kelompok gender untuk semua komponen
IDG.
Partisipasi
politik
Partisipasi ekonomi
dan pengambilan
keputusan
Penguasaan
sumber daya
ekonomi
Proporsi perempuan
dan laki-laki parlemen
Proporsi perempuan dan laki-laki
yang bekerja sebagai
professional, teknisi, pimpinan
dan tenaga ketatalaksanaan
Perkiraan penghasilan
perempuan dan lakilaki
EDEP untuk
keterwakilan di
parlemen
EDEP untuk partisipasi
dalam pengambilan
keputusan
EDEP untuk
penghasilan
INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER (IDG)
Sumber: BPS
Gambar 7 Indikator Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)
1.
2.
3.
4.
Penghitungan IDG dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Indeks keterwakilan di parlemen (Ipar)
EDEP(par) = {(Xf)(Yf)-1 + (Xm)(Ym)-1}-1
(3)
I(par) = {EDEP(par)}/50
(4)
dimana
Xf
: proporsi penduduk perempuan
Xm
: proporsi penduduk laki-laki
Yf
: proporsi keterwakilan perempuan di parlemen
Ym
: proporsi keterwakilan laki-laki di parlemen
Indeks pengambilan keputusan (IDM)
EDEP(DM) = {(Xf)(Zf)-1 + (Xm)(Zm)-1}-1
(5)
I(DM) = {EDEP(DM)}/50
(6)
dimana
Zf
: proporsi perempuan sebagai tenaga profesional
Zm
: proporsi laki-laki sebagai tenaga profesional
Indeks distribusi pendapatan (Iinc-dis)
Sebagaimana disajikan pada penghitungan IPG diatas
Indeks pemberdayaan gender (IDG)
IDG = 1/3 (I(par) + I(DM) + Iinc-dis)
(7)
Definisi Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai penambahan nilai PDB riil dari
waktu ke waktu, atau dapat juga diartikan sebagai meningkatnya kapasitas
perekonomian suatu wilayah. Dalam kerangka regional, konsep PDB identik
dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDB atau PDRB dapat diukur
dengan 3 macam pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan
dan pendekatan pengeluaran. Pendekatan produksi dan pendekatan pendapatan
adalah pendekatan dari sisi penawaran agregat (Aggregate Supply - AS) sedangkan
pendekatan pengeluaran adalah pendekatan dari sisi permintaan agregat
14
(Aggregate Demand - AD). PDRB dengan pendekatan produksi didefinisikan
sebagai penjumlahan Nilai Tambah Bruto (NTB) yang dihasilkan oleh seluruh
aktivitas ekonomi di suatu wilayah tertentu selama periode tertentu (biasanya satu
tahun). PDRB dengan pendekatan pendapatan dihitung berdasarkan jumlah
pendapatan atau balas jasa yang diterima oleh semua faktor produksi yang
digunakan dalam proses produksi di semua sektor, berupa upah/gaji untuk pemilik
tenaga kerja, bunga atau hasil investasi bagi pemilik modal, sewa tanah bagi
pemilik lahan serta keuntungan bagi pengusaha. Dari sisi pengeluaran, PDRB
dihitung sebagai penjumlahan semua komponen permintaan akhir, yakni
konsumsi rumah tangga (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), serta
ekspor bersih (X-M) (Dornbusch et al. 2008). Sampai saat ini perekonomian
Indonesia masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga, dengan proporsi
konsumsi rumah tangga terhadap PDB sebesar 55 persen.
De
ma
nd
Z,
Pr Y
od
uk
si
Y
Produksi
ZZ
Permintaan
A
Titik equilibrium Y=Z
Y
Income, Y
Sumber: Dornbusch et al. 2008
Gambar 8 Equilibrium dalam pasar barang
PDRB atas dasar harga konstan sering disebut sebagai PDRB riil dan
mencerminkan nilai output yang dihitung dengan harga pada tahun dasar tertentu.
Perubahan PDRB riil dari waktu ke waktu mencerminkan perubahan kuantitas dan
sudah tidak mengandung unsur perubahan harga baik inflasi maupun deflasi.
PDRB riil perkapita dihitung dari PDRB riil dibagi jumlah penduduk dalam waktu
yang sama. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan perubahan nilai output
(PDRB riil) dari waktu ke waktu dan diformulasikan sebagai berikut:
(8)
Teori Pertumbuhan Neoklasik Solow
Model Pertumbuhan Neoklasik Solow dirancang untuk menunjukkan
bagaimana pertumbuhan modal, pertumbuhan tenaga kerja, dan kemajuan
teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta bagaimana pengaruhnya
terhadap output barang dan jasa suatu negara secara keseluruhan. Model Solow
15
merupakan pengembangan dari formulasi Harrod-Domar dengan menambahkan
faktor kedua, yakni tenaga kerja, serta memperkenalkan variabel independen yang
ketiga, yakni teknologi, ke dalam persamaan pertumbuhan. Namun, berbeda
dengan Harrod-Domar yang mengasumsikan skala hasil tetap (constant return to
scale) dengan koefisien baku, model Solow berpegang pada konsep skala hasil
yang terus berkurang (diminishing return to scale) dari input tenaga kerja dan
modal jika keduanya dianalisis terpisah; jika keduanya dianalisis secara
bersamaan atau sekaligus, Solow juga memakai asumsi skala hasil tetap tersebut.
Investasi, Break
Even Investment
Break Even Investment,
( + n + g)k
Investasi, sf(k)
Kondisi mapan
k*
Modal per pekerja efektif, k
Sumber: Mankiw (2006)
Gambar 9 Tingkat pertumbuhan kondisi mapan (steady state) model Solow
Fungsi produksi adalah Y = F (K, L), yang menyatakan bahwa output
bergantung pada persediaan modal dan angkatan kerja. Model pertumbuhan
Solow mengasumsikan bahwa fungsi produksi memiliki skala pengembalian
konstan. Persediaan modal adalah determinan output perekonomian yang penting
karena persediaan modal bisa berubah sepanjang waktu, dan perubahan itu bsa
mengarah ke pertumbuhan ekonomi. Biasanya, terdapat dua kekuatan yang
memengaruhi persediaan modal: investasi dan depresiasi. Investasi mengacu pada
pengeluaran untuk perluasan usaha dan peralatan baru, dan hal itu menyebabkan
persediaan modal bertambah. Depresiasi mengacu pada penggunaan modal, dan
hal itu menyebabkan persediaan modal berkurang.
Kondisi mapan (steady-state) menunjukkan ekuilibrium perekonomian
jangka panjang. Tingkat modal kondisi-mapan k* adalah tingkat dimana investasi
sama dengan depresiasi yang menunjukkan bahwa jumlah modal tidak akan
berubah sepanjang waktu. Di bawah k*, investasi melebihi depresiasi, sehingga
persediaan modal tumbuh. Di atas k*, investasi kurang dari depresiasi, sehingga
persediaan modal menyusut.
Model Solow dasar menunjukkan bahwa akumulasi modal tidak bisa
menjelaskan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan: tingkat tabungan yang
tinggi menyebabkan pertumbuhan yang tinggi secara temporer, tetapi
perekonomian pada akhirnya mendekati kondisi mapan dimana modal dan output
konstan. Untuk menjelaskan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, model Solow
harus diperluas agar mencakup dua sumber lain dari pertumbuhan ekonomi, yaitu
16
pertumbuhan populasi dan kemajuan teknologi. Dalam kondisi mapan dengan
pertumbuhan populasi, modal per pekerja dan output per pekerja adalah konstan.
Namun, karena jumlah pekerja bertambah pada tingkat n, modal total dan output
total juga harus bertambah pada tingkat n. Dengan demikian, meskipun tidak
dapat menjelaskan pertumbuhan yang berkelanjutan dalam standar kehidupan
(karena output per pekerja adalah konstan dalam kondisi mapan), pertumbuhan
populasi akan membantu menjelaskan pertumbuhan output total yang
berkelanjutan.
Untuk memasukkan kemajuan teknologi, fungsi produksi adalah Y = F(K,
LxE), dimana K adalah capital, L adalah tenaga kerja, dan E adalah efisiensi
tenaga kerja, yang pertumbuhannya ditentukan secara eksogen. Efisiensi tenaga
kerja mencerminkan pengetahuan masyarakat tentang metode-metode produksi;
ketika teknologi mengalami kemajuan, efisiensi tenaga kerja meningkat. Efisiensi
tenaga kerja juga meningkat ketika ada pengembangan dalam kesehatan,
pendidikan, atau keahlian tenaga kerja. LxE mengukur para pekerja efektif. Jadi,
fungsi produksi ini menyatakan bahwa output total Y bergantung pada jumlah unit
modal K dan jumlah pekerja efektif, LxE.
Inti dari pendekatan terhadap model kemajuan teknologi ini adalah
peningkatan efisiensi tenaga kerja E sejalan dengan peningkatan angk
PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA
AGNES VERA YANTI SITORUS
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Dampak Ketimpangan
Gender terhadap Pertumbuhan Ekonomi adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Agnes Vera Yanti Sitorus
NIM H151114064
RINGKASAN
AGNES VERA YANTI SITORUS. Dampak Ketimpangan Gender terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Dibimbing oleh D.S.PRIYARSONO dan
NUNUNG NURYARTONO.
Gender adalah perbedaan perlakuan antara lelaki dan perempuan yang tidak
ditentukan oleh perbedaan biologis, akan tetapi oleh lingkungan sosial-budaya,
politik dan ekonomi. Ketimpangan gender masih terjadi pada seluruh aspek
kehidupan di Indonesia, masih terdapat senjang antara capaian manfaat hasil
pembangunan pada perempuan dan laki-laki yang terkait dengan kebutuhan dasar
manusia untuk memperoleh pekerjaan, pendidikan, dan kesehatan. Ini adalah fakta
meskipun ada kemajuan yang cukup pesat dalam kesetaraan gender dewasa ini.
Sifat dan tingkat diskriminasi sangat bervariasi di berbagai wilayah/provinsi.
Menurut United Nations Development Programme (2010), tidak ada satu wilayah
pun di negara dunia ketiga perempuan telah menikmati kesetaraan dalam hak-hak
hukum, sosial dan ekonomi. Ketimpangan gender antara lain terjadi di pendidikan,
pekerjaan, akses atas sumber daya, ekonomi, kekuasaan, dan partisipasi politik.
Perempuan menanggung beban paling berat akibat ketimpangan yang terjadi,
namun pada dasarnya ketimpangan itu merugikan semua orang dan akhirnya
merugikan perekonomian suatu negara.
Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami perkembangan
yang pesat dalam mengurangi ketimpangan di bidang pendidikan antara laki-laki
dan perempuan yang ditandai dengan semakin mengecilnya ketimpangan antara
laki-laki dan perempuan dalam capaian tingkat pendidikan. Walaupun demikian,
tingkat produktivitas dan partisipasi angkatan kerja perempuan masih rendah.
Peran perempuan dalam pembangunan perlu terus diperhatikan dalam kebijakan
pembangunan nasional dan daerah. Karena peningkatan peran perempuan
mempunyai dampak penting dalam memutus lingkaran setan kemiskinan.
Perbaikan kualitas manusia perempuan khususnya pendidikan menjadi isu penting
karena sangat menentukan kualitas hidup generasi mendatang.
Tujuan dari penelitian untuk menganalisis ketimpangan gender di Indonesia
dengan menggunakan Indeks Pembangunan Gender (IPG), menganalisis
ketimpangan gender dalam pendidikan dan ketenagakerjaan (diproksi dengan
ketimpangan gender di rata-rata lama sekolah dan tingkat partisipasi angkatan
kerja) terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini menggunakan data panel 30
provinsi selama tahun 2003-2012. Indeks ketimpangan gender diproksi dengan
rasio IPG terhadap IPM. Hasil analisis deskriptif menunjukkan masih ada
ketimpangan gender, dimana masih ada senjang antara Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) dan Indeks Pembangunan Gender (IPG). Analisis ekonometrika
dengan FEM (Fixed Effect Model) menunjukkan ada dampak positif pendidikan,
rata-rata lama sekolah perempuan terhadap laki-laki, ketenagakerjaan, rasio
tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan terhadap laki-laki, dan indeks
ketimpangan gender terhadap pertumbuhan ekonomi.
Kata kunci: pertumbuhan ekonomi, ketimpangan gender, fixed effect model
SUMMARY
AGNES VERA YANTI SITORUS. The Impact of Gender Inequality on
Economic Growth in Indonesia. Supervised by D.S.PRIYARSONO and
NUNUNG NURYARTONO.
Gender is a difference behaviours between men and women are not
determined by biological differences, but by the socio-cultural environment,
politics and economics. Gender inequality persists in all aspects of life in
Indonesia, there are gaps between the achievement of the benefits of development
on women and men related to basic human needs for jobs, education, and health.
This is despite the fact there is a fairly rapid progress in gender equality today.
The nature and extent of discrimination varies in different regions / provinces.
According to the United Nations Development Programme (2010), there is no one
else in the area of third world countries women have enjoyed equal rights in the
legal, social and economic. Gender inequality in education among other things,
employment, access to resources, economic power, and political participation.
Women bear the heaviest burden due to inequality, but inequality is detrimental
basically everyone and ultimately harm the economy of a country.
Indonesia is one country that is experiencing a rapid development in
reducing disparities in education between men and women that is characterized by
the narrowing gap between men and women in educational attainment levels.
However, the level of productivity and labor force participation of women is still
low. The role of women in development needs to be considered in national and
regional development policies. Because of the increased role of women has a
significant impact in breaking the vicious circle of poverty. Improvement of
human quality of education of women in particular is an important issue because it
determines the quality of life for future generations.
The objectives of this research are to analyze the gender inequality in
Indonesia by using Gender Development Index (GDI), to analyze the effect of
gender gaps in education and employment (proxied by using gender gap in mean
years of schooling and labor force participation) on economic growth. This
research uses panel data from 30 provinces during 2003-2012. Gender inequality
index is represented by a proxy of ratio GDI to HDI. Descriptive analysis results
show that there are gender inequality, there are still distances between Human
Development Index (HDI) and Gender Development Index (GDI). Econometric
analysis with FEM (Fixed Effect Model) determines that there are positive and
significant effect of education, female-male mean years of schooling, employment,
female-male labor force participation, and gender inequality index on economic
growth.
Keywords: economic growth, gender inequality, fixed effect model
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
DAMPAK KETIMPANGAN GENDER TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA
AGNES VERA YANTI SITORUS
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir M. Parulian Hutagaol, MS
Judul Tesis : Dampak Ketimpangan Gender terhadap Pertumbuhan Ekonomi
di Indonesia
: Agnes Vera Yanti Sitorus
Nama
: H151114064
NIM
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir D.S.Priyarsono, MS
Ketua
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi
Dr I
rNnセ
セM
Nuryartono, MSi
Tanggal Ujian: 1 Agustus 20 13
Tanggal Lulus: 2 0
AUG 2013
Judul
Tesis : Dampak Ketimpangan
Nama
NIM
Gender tertradap Pertumbuhan Ekoaomi
di Indonesia
: Agnes Vera Yanti Sitorus
: H151114064
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Df
& $.,S.Pdyarsog(). .U[$
Ketua
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Dekan Sekolah Pascasarj ena
IlmuEkonomi
I
wl a4f4--Furya*oilo,MSi
Tanggal Ujian: 1 Agustus 2013
Dr Ir nahrul Syah, MScAgr
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini berjudul “Dampak
Ketimpangan Gender terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia”.
Pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Dr Ir D.S. Priyarsono, MS selaku ketua komisi pembimbing, Bapak
Dr Ir R. Nunung Nuryartono, MSi selaku anggota komisi pembimbing dan Ketua
Program Studi Ilmu Ekonomi, dan Bapak Dr Ir M. Parulian Hutagaol, MS selaku
Penguji Luar Komisi yang telah banyak memberi bimbingan, pencerahan dan
koreksi. Secara khusus penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Kepala Badan
Pusat Statistik Republik Indonesia, Direktur Neraca Pengeluaran BPS RI, dan
Kasubdit Neraca Rumah Tangga BPS RI yang telah memberikan kesempatan dan
dukungan untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu
Ekonomi di Sekolah Pascasarjana IPB.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada semua dosen yang telah
mengajar penulis selama mengikuti perkuliahan dan seluruh rekan-rekan di Program
Pascasarjana Ilmu Ekonomi BPS Batch 4 atas semua diskusi dan masukannya.
Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada kedua orang tua, Bapak Ronald Sitorus,
SPd dan Ibu Sontina Purba SPd yang selalu memberikan doa dan restu. Ucapan
terima kasih yang tak lupa saya ucapkan kepada Suami D. Fendhi Endarto, MSi dan
anakku Monica Angelina yang telah memberikan dukungannya.
Penulis menyadari dengan waktu dan kemampuan yang terbatas, tesis ini
masih jauh dari sempurna. Namun demikian, penulis tetap mengharapkan tesis ini
dapat menghasilkan penelitian yang bermanfaat bagi semua pihak dan juga
berkontribusi positif bagi dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Bogor, Agustus 2013
Agnes Vera Yanti Sitorus
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
xv
xv
xvi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teori
Konsep Gender
Ukuran Ketimpangan Gender
Definisi Pertumbuhan Ekonomi
Teori Pertumbuhan Neoklasik Solow
Teori Pertumbuhan Endogen
Investasi Modal Manusia
Hubungan Ketimpangan Gender dengan Pertumbuhan Ekonomi
Determinan Pertumbuhan Ekonomi
Tinjauan Empiris
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
3 METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis
Analisis Deskriptif
Analisis Regresi Data Panel
Regresi Data Panel Statis
Pemilihan Model (Hausman Test)
Spesifikasi Model
Definisi Variabel Operasional
4 GAMBARAN UMUM
Ketimpangan Gender dalam Pendidikan
Angka Partisipasi Murni (APM)
Rata-rata Lama Sekolah
Ketimpangan Gender dalam Ketenagakerjaan
Angkatan Kerja Menurut Pendidikan
Keadaan Penduduk Indonesia yang Bekerja
Formal dan Informal
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Indeks Ketimpangan Gender
Indeks Pembangunan Gender (IPG)
Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)
Indeks Ketimpangan Gender (Rasio IPG/IPM)
Determinan Pertumbuhan Ekonomi
1
1
4
7
7
8
9
9
9
11
13
14
16
17
19
20
21
25
26
27
27
27
28
29
30
31
32
33
35
35
35
36
37
38
39
40
43
43
43
45
46
50
Pendidikan dan Ketimpangan Gender di Pendidikan
Angkatan Kerja Perempuan
Tenaga Kerja dan Ketimpangan Gender di Ketenagakerjaan
Indeks Ketimpangan Gender
Keterbukaan Perdagangan
Pertumbuhan Penduduk
Implikasi Kebijakan
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
52
53
53
55
55
57
58
59
59
59
61
63
77
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Gender gap index Indonesia menurut kategori, 2006-2012
Nilai maksimum dan minimum dari setiap komponen IPG
Jenis dan sumber data dalam penelitian
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian
Angka partisipasi murni menurut jenjang pendidikan, 2009-2011
(persen)
Angka partisipasi murni menurut kawasan, 2011 (persen)
Rata-rata lama sekolah perempuan dan laki-laki, 2003-2012 (tahun)
Persentase angkatan kerja menurut jenjang pendidikan, 2008-2012
Persentase penduduk berusia 15 tahun ke atas yang bekerja seminggu
yang lalu menurut lapangan pekerjaan, 2008-2012
Proporsi penduduk bekerja di sektor formal dan informal, 2008-2012
Perkembangan indeks pembangunan manusia (IPM), indeks
pembangunan gender (IPG), dan rasio (IPG/IPM), 2005-2011
Pembagian provinsi menurut growth dan rasio (IPG/IPM), 2011
Dampak ketimpangan gender terhadap pertumbuhan ekonomi
Persentase penduduk usia kerja menurut kegiatan, 2008 dan 2012
3
11
27
33
35
36
37
38
39
40
46
49
51
54
DAFTAR GAMBAR
1 Pertumbuhan PDB, penduduk, angkatan kerja, 2005-2012
2 IPG dan IPM Indonesia, 2005-2011
3 Perkembangan angka melek huruf (AMH), 2005-2011
4 Perkembangan rata-rata lama sekolah, 2003-2012
5 Perkembangan tingkat partisipasi angkatan kerja, 2003-2012
6 Indikator Indeks Pembangunan Gender (IPG)
7 Indikator Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)
8 Equilibrium dalam pasar barang
9 Tingkat pertumbuhan kondisi mapan (Steady State) model Solow
10 Trade Off keuangan dalam pengambilan keputusan untuk
melanjutkan sekolah
11 Hubungan ketimpangan gender dan pertumbuhan ekonomi
12 Kerangka pemikiran
13 Tingkat pengangguran terbuka (TPT), 2005-2011
14 Perkembangan Indeks Pembangunan Gender (IPG) provinsi, 2005-2011
15 Perkembangan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) provinsi, 2005-2011
16 Analisis kuadran IPG dan IDG provinsi, 2011
17 Analisis kuadran growth dan rasio IPG/IPM, 2011
18 Analisis kuadran growth dan IDG, 2011
19 Distribusi keterbukaan perdagangan terhadap PDRB, 2003-2012 (persen)
2
4
5
5
6
12
13
14
15
18
20
25
41
44
45
47
48
50
56
DAFTAR LAMPIRAN
1 Penelitian terdahulu
2 Hasil pengujian dengan metode fixed effect untuk mengistimasi dampak
ketimpangan gender terhadap pertumbuhan ekonomi (model 1)
3 Hasil pengujian dengan metode fixed effect untuk mengistimasi dampak
ketimpangan gender terhadap pertumbuhan ekonomi (model 2)
4 Hasil pengujian dengan metode fixed effect untuk mengistimasi dampak
ketimpangan gender terhadap pertumbuhan ekonomi (model 3)
5 Hasil pengujian dengan metode fixed effect untuk mengistimasi dampak
ketimpangan gender terhadap pertumbuhan ekonomi (model 4)
6 Hasil pengujian normalitas model 1
7 Hasil pengujian normalitas model 2
8 Hasil pengujian normalitas model 3
9 Hasil pengujian normalitas model 4
10 Indeks Pembangunan Gender (IPG) provinsi, 2005-2011
11 Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) provinsi, 2005-2011
65
68
69
70
71
72
72
73
73
74
75
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gender adalah perbedaan perlakuan antara lelaki dan perempuan yang tidak
ditentukan oleh perbedaan biologis, akan tetapi oleh lingkungan sosial-budaya,
politik dan ekonomi. Kesetaraan gender (gender equality) berarti perempuan dan
lelaki menikmati status yang sama, dan memiliki kondisi dan potensi yang sama
untuk merealisasikan hak-haknya sebagai manusia dan berkontribusi pada
pembangunan nasional, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Keadilan gender
merupakan proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki sehingga
dalam menjalankan kehidupan tidak ada pembakuan peran, subordinasi,
marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan dan laki-laki. Dengan demikian,
gender berarti relasi sosial perempuan dan lelaki. Terwujudnya kesetaraan dan
keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan
laki-laki dalam memperoleh akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas
pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan
(Hubeis 2010).
Ketimpangan gender masih terjadi pada seluruh aspek kehidupan di
Indonesia, masih terdapat senjang (gap) antara capaian manfaat hasil
pembangunan pada perempuan terhadap laki-laki yang terkait dengan kebutuhan
dasar manusia untuk memperoleh pekerjaan, pendidikan, dan kesehatan. Ini
adalah fakta meskipun ada kemajuan yang cukup pesat dalam kesetaraan gender
dewasa ini. Sifat dan tingkat diskriminasi sangat bervariasi di berbagai
wilayah/provinsi. Menurut United Nations Development Programme (2010), tidak
ada satu wilayah pun di negara berkembang dimana perempuan telah menikmati
kesetaraan dalam hak-hak hukum, sosial dan ekonomi. Ketimpangan gender
cenderung terjadi antara kaum miskin. Ketimpangan gender antara lain terjadi di
pendidikan, pekerjaan, akses atas sumber daya, ekonomi, kekuasaan, dan
partisipasi politik. Perempuan menanggung beban paling berat akibat
ketidaksetaraan yang terjadi, namun pada dasarnya ketidaksetaraan itu merugikan
semua orang dan akhirnya merugikan perekonomian suatu negara.
Seiring dengan globalisasi, isu kesetaraan gender menjadi isu yang relevan
menyangkut keterpaduan antara kerjasama laki-laki dan perempuan di segala
bidang. Kesetaraan dan keadilan gender merupakan salah satu tujuan dari delapan
tujuan global negara-negara sedunia yang berkomitmen dalam Millenium
Development Goals (MDGs). Pemerintah Indonesia juga sudah berkomitmen
untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dengan bukti dikeluarkannya
INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam
Pembangunan Nasional yang mengintruksikan kepada seluruh pejabat Negara,
termasuk Gubernur dan Bupati/Walikota untuk melaksanakan PUG di seluruh
wilayah Indonesia. PUG yang dimaksudkan adalah melakukan seluruh proses
pembangunan mulai dari penyusunan rencana, pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi yang berperspektif gender dengan melibatkan peran serta warga negara
baik laki-laki maupun perempuan.
Saat ini Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang
masuk dalam G20, ukurannya adalah Produk Domestik Bruto (PDB). Indonesia
2
masuk peringkat ke-16 PDB terbesar di dunia. Pada tahun 2012 PDB Indonesia
sebesar 8242 triliun rupiah dan PDB perkapita sebesar 33.34 juta perkapita.
Perekonomian Indonesia mampu tumbuh sekitar 4-6 persen per tahun selama
dekade terakhir ini, di saat negara-negara maju mengalami krisis. Di sisi lain,
Indonesia adalah negara berkembang yang berpendapatan menengah dengan
populasi penduduk yang sangat besar, menduduki peringkat keempat di dunia.
Laju pertumbuhan penduduk diperkirakan masih akan tetap tinggi (sekitar 1.5
persen per tahun), sedangkan laju penyerapan tenaga kerja cenderung menurun
dari 1.87 persen di tahun 2005 menjadi 0.58 di tahun 2012, walaupun di tahun
2007 sempat mencapai 3.34 persen.
Sumber: BPS, diolah
Gambar 1 Pertumbuhan PDB, penduduk, angkatan kerja, 2005-2012
Populasi penduduk yang sangat besar ini dapat menjadi berkah untuk
perekonomian Indonesia jika dapat memanfaatkan secara optimal momen bonus
demografi, yang hanya dapat dinikmati sekali ini saja. Saat ini Indonesia sedang
menghadapi tantangan menuju tahapan bonus demografi, dimana kondisi struktur
umur penduduk menjadikan dependency ratio berada pada tingkat yang rendah.
Untuk mendapatkan manfaat besar tertinggi dari bonus demografi yang sudah
dimulai dari tahun 2000 dan mencapai puncaknya pada tahun 2025, sumber daya
manusia harus baik dari sisi kesehatan, kecerdasan, dan pendidikan. McKinsey
Global Institute (2012) menyatakan pada 2030 Indonesia diperkirakan dapat
meraih peringkat ke-7 terbesar di dunia dengan mengandaikan kita memiliki
sumber daya manusia terdidik dan perempuan juga masuk ke lapangan pekerjaan.
Jika pemerintah mengabaikan kesetaraan gender, maka Indonesia dapat terjebak
menjadi negara berpendapatan menengah.
Menurut World Economic Forum (2012), Gender Gap Index Indonesia dari
tahun ke tahun menunjukkan ada sedikit peningkatan menuju kesetaraan, tahun
2006 sebesar 0.654 menjadi 0.659 di tahun 2012. Tetapi peringkatnya terus turun
dibanding negara-negara lain di dunia. Gender Gap Index menggambarkan
kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dibagi dalam empat kategori yaitu
partisipasi dan kesempatan ekonomi, pencapaian pendidikan, kesehatan dan
kelangsungan hidup serta pemberdayaan politik. Peringkat Indonesia dalam
kesetaraan pendidikan mengalami penurunan dari 81 (2006) ke 92 (2012), dengan
3
nilai indeks yang terus meningkat dari 0.949 ke 0.973. Demikian juga halnya
dalam bidang ekonomi, peringkat turun dari 67 (2006) ke 104 (2012), dengan nilai
indeks turun dari 0.598 menjadi 0.565.
Tabel 1 Gender gap index Indonesia menurut kategori, 2006-2012
Tahun
2006
Peringkat ke
(dari 115 neg)
2007
Peringkat ke
(dari 128 negara)
2008
Peringkat ke
(dari 130 negara)
2009
Peringkat ke
(dari 134 negara)
2010
Peringkat ke
(dari 134 negara)
2011
Peringkat ke
(dari 135 negara)
2012
Peringkat ke
(dari 135 negara)
Ekonomi
0.598
67
Pendidikan
0.949
81
Kesehatan
0.969
88
Politik
0.101
63
Gap Index
0.654
68
0.599
82
0.949
93
0.972
81
0.101
70
0.655
81
0.571
90
0.945
97
0.972
82
0.101
80
0.647
93
0.572
100
0.966
95
0.972
87
0.122
70
0.658
92
0.575
100
0.964
95
0.966
105
0.141
58
0.661
87
0.564
101
0.967
93
0.966
105
0.140
61
0.659
90
0.565
104
0.973
92
0.966
107
0.132
73
0.659
97
Keterangan: 1 (equality) dan 0 (inequality)
Sumber: World Economic Forum
Dengan demikian, sampai saat ini kualitas hidup penduduk perempuan
masih tertinggal dibanding laki-laki. Hal ini terlihat dari data Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG), dan Indeks
Pemberdayaan Gender (IDG). Pencapaian pembangunan manusia secara
kuantitatif dapat dilihat dari besaran IPM. Besaran angka IPM tidak dapat
menjelaskan berapa besar kesenjangan antara pencapaian kualitas hidup
perempuan dan laki-laki yang diukur melalui gabungan indikator kesehatan,
pendidikan dan kehidupan yang layak. Namun, melalui IPG perbedaan pencapaian
yang menggambarkan kesenjangan pencapaian antara laki-laki dan perempuan
dapat terjelaskan, yakni dengan mengurangkan atau merasiokan nilai IPM dengan
IPG.
Hasil pengurangan/rasio antara IPM dengan IPG mengindikasikan adanya
kesenjangan pencapaian kapabilitas antara laki-laki dan perempuan. Besaran rasio
IPG dengan IPM berada pada kisaran 94-95 persen selama periode 2005-2011. Ini
berarti masih ada kesenjangan gender dalam hal pencapaian kesehatan,
pendidikan dan kehidupan yang layak antara laki-laki dan perempuan.
Perkembangan IPG pada periode 2005-2011 menunjukkan posisi lebih rendah
dibandingkan IPM dan senjang antara capaian antara laki-laki dan perempuan
4
masih terjadi. Selanjutnya, Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) tahun 2012
sebesar 69.40. Indeks ini menunjukkan bahwa masih rendahnya kesetaraan
peranan yang dijalankan laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan
perempuan di Indonesia.
Sumber: BPS, diolah
Gambar 2 IPG dan IPM Indonesia, 2005-2011
Data Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender
(IPG), dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) menunjukkan bahwa sampai saat
ini ketimpangan gender masih terjadi. Kenyataan ini berarti pembangunan daerah
yang telah dilaksanakan belum mampu mengangkat peran dan status perempuan.
Pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil belum dapat memperbaiki ketimpangan
gender, dampaknya tidaklah bisa langsung kelihatan. UNDP (2010) menyatakan
bahwa dampak pertumbuhan ekonomi terhadap kesetaraan gender sebagian besar
tergantung pada hak-hak, akses atas berbagai sumber daya produktif (seperti tanah
dan kredit), dan partisipasi politik. Lebih dari itu, kebijakan-kebijakan sosial yang
memberantas diskriminasi di pasar tenaga kerja atau mendukung perawatan anakanak akan mengurangi ketidaksetaraan gender-sesuatu yang tidak mungkin
dicapai oleh pembangunan ekonomi saja.
Perumusan Masalah
Menurut data Sensus Penduduk BPS 2010, jumlah penduduk sebanyak
237.6 juta, laki-laki sebanyak 119.6 juta (50.34 persen) dan perempuan sebanyak
118 juta (49.66 persen). Jika kehidupan penduduk di semua kelompok umur dan
gender berkualitas bagus maka akan menjadi potensi besar bagi pembangunan dan
sebaliknya jika kualitasnya kurang baik akan menjadi beban pembangunan.
Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami perkembangan
yang pesat dalam mengurangi kesenjangan di bidang pendidikan antara laki-laki
dan perempuan yang ditandai dengan semakin mengecilnya kesenjangan antara
laki-laki dan perempuan dalam capaian tingkat pendidikan. Walaupun demikian,
tingkat produktivitas dan partisipasi angkatan kerja perempuan masih rendah.
5
Sumber: BPS, diolah
Gambar 3 Perkembangan angka melek huruf (AMH), 2005-2011
Capaian tingkat pendidikan dapat dilihat dari Angka Melek Huruf (AMH).
Perkembangan AMH baik laki-laki maupun perempuan selama periode 20052011 terus meningkat. AMH perempuan masih lebih rendah daripada laki-laki.
Pada tahun 2011 AMH perempuan sebesar 90.55 persen sedangkan laki-laki
sebesar 95.73 persen. Angka Partisipasi Sekolah (APS) 2011 di tingkat SD dan
SLTP perempuan sedikit lebih tinggi persentasenya, masing-masing 97.72 persen
berbanding 97.27 persen di tingkat SD, dan 88.94 persen berbanding 86.32 persen
di tingkat SLTP. Pada jenjang SLTA peluang perempuan sedikit menurun, yakni
57.35 persen berbanding 57.78 persen. Rata-rata lama sekolah laki-laki lebih
tinggi sekitar satu tahun dibandingkan rata-rata lama sekolah perempuan. Pada
tahun 2012, rata-rata lama sekolah laki-laki tercatat sebesar 8.47 tahun dan
perempuan sebesar 7.64 tahun.
Sumber: BPS, diolah
Gambar 4 Perkembangan rata-rata lama sekolah, 2003-2012
Data Sakernas, BPS (2012) menunjukkan produktivitas pekerja perempuan
cenderung rendah dibandingkan laki-laki, dan lebih banyak bekerja di sektor
informal. Fenomena ini memberikan petunjuk bahwa aktivitas ekonomi
perempuan masih sangat rendah sehingga menyebabkan sumbangan pendapatan
perempuan terhadap pendapatan rumah tangga secara keseluruhan hanya sebesar
6
35.01 persen. Akses perempuan terhadap sumber daya ekonomi lebih rendah
daripada laki-laki terlihat dari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), 20032012. TPAK perempuan 2012 sebesar 51.39 persen, sedangkan TPAK laki-laki
sebesar 84.42 persen. Rendahnya TPAK perempuan dibanding laki-laki
disebabkan karena di Indonesia khususnya dan negara berkembang umumnya
laki-laki tulang punggung utama pencari nafkah keluarga, sementara perempuan
baru akan terjun ke dunia kerja untuk membantu meringankan beban keluarga jika
kondisi memaksa mereka bekerja. Selain itu, perempuan juga sering terpaksa
harus meninggalkan dunia kerja ketika melahirkan dan harus mengurus anak dan
rumah tangga (Handayani dan Sugiarti 2008).
Sumber: BPS, diolah
Gambar 5 Perkembangan tingkat partisipasi angkatan kerja, 2003-2012
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RJPMN) telah
menggariskan sasaran yang ingin dicapai terkait dengan peningkatan kualitas
hidup perempuan (dan anak). Dalam hal ini, kualitas manusia perempuan menjadi
isu penting karena sangat menentukan kualitas hidup generasi mendatang, terkait
dengan kondisi pendidikan dan kesehatan perempuan saat ini. Hal ini terasa
semakin penting di tengah persaingan antar bangsa, karena negara kita hanya akan
mampu bersaing manakala didukung oleh penduduk yang berkualitas, baik lakilaki maupun perempuan.
Hal ini sesuai dengan penelitian Klasen dan Lamanna (2009) yang
menyatakan bahwa kesenjangan gender di pendidikan dapat berdampak negatif
terhadap pertumbuhan ekonomi baik secara langsung dan tidak langsung melalui
jalur pertumbuhan penduduk, investasi, dan angkatan kerja. Pertama, kesenjangan
gender dalam pendidikan akan mengurangi jumlah rata-rata modal manusia dalam
masyarakat (Dollar dan Gatti 1999). Kesenjangan ini menghalangi bakat-bakat
yang memiliki kualifikasi tinggi yang terdapat pada anak perempuan yang pada
akhirnya akan mengurangi tingkat pengembalian investasi sektor pendidikan
(marginal returns of education). Hal ini terbukti dari berbagai studi yang
menyatakan bahwa tingkat pengembalian investasi pendidikan pada anak
perempuan lebih baik dibandingkan pada anak laki-laki. Mengurangi kesenjangan
gender dalam akses pendidikan secara keseluruhan akan meningkatkan
pembangunan ekonomi.
Kedua, adanya eksternalitas dari pendidikan kaum wanita bagi penurunan
tingkat fertilitas, tingkat kematian anak, dan mendorong pendidikan yang lebih
7
baik bagi generasi mendatang. Ketiga, penurunan fertilitas memberikan
eksternalitas positif bagi penurunan angka beban ketergantungan dalam angkatan
kerja (Bloom dan Williamson 1998). Pemerataan kesempatan dalam sektor
pendidikan dan pekerjaan bagi setiap gender memberikan dampak positif bagi
kemampuan bersaing suatu negara dalam perdagangan internasional. Keempat,
bekal pendidikan dan kesempatan kerja di sektor formal yang lebih besar bagi
kaum wanita akan meningkatkan bargaining power mereka dalam keluarga. Hal
ini penting karena terdapat perbedaan pola antara perempuan dan laki-laki dalam
perilaku menabung dan investasi ekonomi baik non ekonomi seperti kesehatan
dan pendidikan anak yang akan meningkatkan modal manusia generasi mendatang
dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dengan demikian, peran perempuan dalam pembangunan perlu terus
diperhatikan dalam kebijakan pembangunan nasional dan daerah. Karena
peningkatan peran perempuan mempunyai dampak penting dalam memutuskan
lingkaran setan kemiskinan. Perbaikan kualitas manusia perempuan khususnya
pendidikan menjadi isu penting karena sangat menentukan kualitas hidup generasi
mendatang.
Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana dinamika ketimpangan gender di pendidikan dan
ketenagakerjaan?
2. Bagaimana perkembangan indeks ketimpangan gender (rasio IPG/IPM),
Indeks Pembangunan Gender (IPG), dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)
provinsi?
3. Bagaimana dampak variabel makro dan ketimpangan gender terhadap
pertumbuhan ekonomi?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. menganalisis ketimpangan gender di Indonesia dengan menggunakan
indikator pendidikan dan tenaga kerja
2. menganalisis indeks ketimpangan gender di Indonesia dengan menggunakan
rasio (IPG/IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks
Pemberdayaan Gender (IDG)
3. menganalisis dampak variabel makro dan ketimpangan gender terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia
Manfaat Penelitian
1.
2.
Manfaat penelitian ini adalah untuk:
memberikan informasi sebagai dasar pertimbangan, pendukung dan
sumbangan pemikiran kepada pengambil keputusan dalam usaha mengurangi
ketimpangan gender
memperkaya penelitian, khususnya tentang ketimpangan gender di Indonesia
dilihat dari pencapaian pendidikan, partisipasi dan kesempatan ekonomi
8
Ruang Lingkup Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yang bersumber
dari Badan Pusat Statistik (BPS). Wilayah penelitian meliputi 30 provinsi di
Indonesia selama tahun 2003-2012. Data yang dikumpulkan adalah data tahunan
provinsi di Indonesia.
Pendidikan diproksi dengan rata-rata lama sekolah penduduk laki-laki.
Ketimpangan gender di pendidikan diproksi dengan rasio rata-rata lama sekolah
penduduk perempuan terhadap laki-laki. Dengan asumsi, pengurangan
ketimpangan di pendidikan dengan memperluas kesempatan pendidikan kepada
perempuan tanpa mengurangi pendidikan laki-laki (karena tingkat pendidikan
laki-laki dianggap konstan). Tenaga kerja diproksi dengan tingkat partisipasi
angkatan kerja laki-laki. Ketimpangan gender di tenaga kerja diproksi dengan
rasio tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan terhadap laki-laki. Selanjutnya,
menurut United Nations Development Programme (UNDP) tolok ukur
keberhasilan pembangunan melalui formula Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Karena adanya isu kesetaraan gender maka disusun formula baru yang
mengakomodasi perspektif gender, yaitu Indeks Pembangunan Gender (IPG).
Indeks ketimpangan gender diproksi dengan rasio IPG terhadap IPM.
Keterbatasan penelitian ini hanya mengkaji aspek ekonomi makro dan belum
memasukkan aspek variabel ekonomi menurut sektoral. Sosial unit analisis gender
dalam penelitian ini adalah individu bukan rumah tangga.
9
2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teori
Konsep Gender
Menurut Handayani dan Sugiarti (2008), untuk menganalisis ketimpangan
gender perlu didefinisikan terlebih dahulu pengertian gender dengan seks atau
jenis kelamin. Seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara
biologis melekat pada jenis kelamin tertentu. Seks berarti perbedaan laki-laki dan
perempuan sebagai makhluk yang secara kodrati memiliki fungsi-fungsi
organisme yang berbeda. Secara biologis alat-alat biologis melekat pada lelaki dan
perempuan selamanya, fungsinya tidak dapat dipertukarkan. Secara permanen
tidak berubah dan merupakan ketentuan biologi atau ketentuan Tuhan (kodrat).
Kata “gender” sering diartikan sebagai kelompok laki-laki, perempuan, atau
perbedaan jenis kelamin. Konsep gender adalah sifat yang melekat pada kaum
laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya,
sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan
perempuan. Bentukan sosial atas laki-laki dan perempuan itu antara lain: kalau
perempuan dikenal makhluk yang lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan.
Sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Sifat-sifat diatas
dapat dipertukarkan dan berubah dari waktu ke waktu. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa gender dapat diartikan sebagai konsep sosial yang membedakan
(dalam arti: memilih atau memisahkan) peran antara laki-laki dan perempuan.
Perbedaan fungsi dan peran laki-laki dan perempuan itu tidak ditentukan karena
antara keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat, tetapi dibedakan atau
dipilah-pilah menurut kedudukan, fungsi dan peranan masing-masing dalam
berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
Dalam perkembangan gender berikutnya dikenal ada tiga jenis peran gender,
yaitu peran produktif, peran reproduktif, dan peran sosial. Peran produktif adalah
peran yang dilakukan oleh seseorang, menyangkut pekerjaan yang menghasilkan
barang dan jas, baik untuk dikonsumsi maupun untuk diperdagangkan. Peran ini
sering pula disebut dengan peran di sektor publik. Peran reproduktif adalah peran
yang dijalankan oleh seseorang untuk kegiatan yang berkaitan dengan
pemeliharaan sumber daya manusia dan pekerjaan urusan rumah tangga, seperti
mengasuh anak, memasak, mencuci pakaian dan alat-alat rumah tangga,
menyetrika, membersihkan rumah, dan lain-lain. Peran reproduktif ini disebut
juga peran di sektor domestik. Peran sosial adalah peran yang dilaksanakan oleh
seseorang untuk berpartisipasi di dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti
gotong-royong dalam menyelesaikan beragam pekerjaan yang menyangkut
kepentingan bersama.
Persoalannya, jika konstruksi gender dianggap sebagai kodrat, akibatnya
gender mempengaruhi keyakinan manusia serta budaya masyarakat tentang
bagaimana laki-laki dan perempuan berpikir dan bertindak sesuai dengan
ketentuan sosial tersebut. Pembedaan yang dilakukan oleh aturan masyarakat dan
bukan perbedaan biologis itu dianggap sebagai ketentuan Tuhan. Masyarakat
10
sebagai kelompoklah yang menciptakan perilaku pembagian gender untuk
menentukan berdasarkan apa yang mereka anggap sebagai keharusan, untuk
membedakan antara laki-laki dan perempuan. Keyakinan pembagian itu
selanjutnya diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya penuh dengan
proses, negosiasi, restensi maupun dominasi. Akhirnya lama kelamaan pembagian
keyakinan gender tersebut dianggap alamiah, normal dan kodrat sehingga bagi
mereka yang mulai melanggar dianggap tidak normal dan melanggar kodrat. Oleh
karena itu diantara bangsa-bangsa dalam kurun waktu yang berbeda, pembagian
gender tersebut berbeda-beda.
Perbedaan gender dalam beberapa hal akan mengantarkan pada
ketimpangan gender (gender inequalities). Ketimpangan gender termanifestasikan
dalam berbagai bentuk ketidakadilan, misalnya: marginalisasi, subordinasi, beban
kerja lebih banyak, dan stereotype. Marginalisasi atau disebut juga pemiskinan
ekonomi, dari segi sumbernya bisa berasal dari kebijakan pemerintah, keyakinan,
keyakinan tradisi dan kebiasaan atau asumsi ilmu pengetahuan. Subordinasi
adalah anggapan bahwa perempuan tidak penting terlibat dalam pengambilan
keputusan politik. Perempuan tersubordinasi oleh faktor-faktor yang
dikonstruksikan secara sosial. Hal ini disebabkan karena belum terkondisikannya
konsep gender dalam masyarakat yang mengakibatkan adanya diskriminasi kerja
bagi perempuan. Stereotype adalah pelabelan terhadap suatu kelompok atau jenis
pekerjaan tertentu dan biasanya selalu berakibat pada ketidakadilan.
Seperti halnya negara-negara lain di dunia, masyarakat Indonesia, mengenal
pembagian tugas laki-laki dan perempuan, baik peranan dalam masyarakat
maupun dalam keluarga. Laki-laki berperan sebagai kepala keluarga dan pencari
nafkah (bread winner) dan perempuan bertugas untuk melakukan kegiatan
domestik seperti mengatur rumah tangga, mengasuh anak dan sebagainya. Dengan
adanya perbedaan peran ini, orang tua cenderung memprioritaskan anak laki-laki
dibandingkan dengan anak perempuan untuk bersekolah terutama jika keuangan
keluarga terbatas. Kondisi ini kontradiktif terhadap keuntungan yang diperoleh
dari semakin tingginya pendidikan perempuan, walaupun ini tidak berarti bahwa
pendidikan bagi perempuan lebih penting dibandingkan dengan laki-laki.
Menurut Schultz (1995) ada tiga faktor yang menjadi motivasi bagi orang
tua untuk memprioritaskan pendidikan anak laki-laki
dibandingkan dengan anak perempuan:
1. Tingkat pengembalian investasi untuk perempuan lebih rendah dibandingkan
untuk laki-laki. Ini mungkin karena permintaan tenaga kerja terkait dengan
teknologi untuk perempuan lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki.
2. Remittance (uang transfer) dari anak perempuan lebih kecil dibandingkan anak
laki-laki.
3. Kepuasan orang tua melihat kesuksesan anak laki-laki yang lebih besar
dibandingkan dengan anak perempuan.
Dalam perspektif gender, esensi pendidikan bagi perempuan bukan semata
untuk menghasilkan materi, yang kerapkali menjadi dalih untuk berkarir di luar
rumah demi memberikan yang terbaik bagi anak, melainkan sebagai upaya
meningkatkan kapasitas dan potensi diri untuk (1) menaikkan posisi tawar wanita
dalam pengambilan keputusan (baik sebagai istri atau anak dalam keluarga
maupun sebagai anggota/warga negara dalam konteks masyarakat/negara); dan (2)
meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan wanita sebagai ibu di rumah
11
tangga untuk mendidik dan membesarkan anak melalui pengasuhan. Dengan
demikian, pembangunan berprespektif gender bukan hanya besaran materi (barang
dan jasa) untuk mendongrak ekonomi keluarga, melainkan juga terciptanya
kesetaraan dan keadilan gender dalam berbagai aspek kehidupan serta
terbentuknya generasi bangsa yang berkualitas.
Ukuran Ketimpangan Gender
Pemikiran tentang pentingnya kesetaraan dan keadilan gender (gender
equality and equity) ini diterima dan diadopsi, bahkan menjadi kesepakatan
internasional (MDGs) yang mengikat dan wajib dijalankan oleh negara-negara di
dunia serta melahirkan konsep pembangunan berprespektif gender. Kemudian
United Nations Development Program (UNDP) menyusun tolok ukur
keberhasilan pembangunan melalui formula Human Development Index/HDI.
Karena adanya isu kesetaraan gender kemudian menyusun formula baru yang
mengakomodasi perspektif gender, yaitu Gender Development Index (GDI) dan
Gender Empowerment Measure (GEM).
GDI merupakan variasi HDI yang disagregasi menurut jenis
kelamin.Variabel-variabel yang membentuk GDI adalah merupakan variabel
Human Development Index (HDI) yang dikhususkan pada pencapaian kaum
perempuan yaitu angka harapan hidup, pendidikan dan pendapatan per kapita
(PPP). Sedangkan GEM lebih memfokuskan pencapaian perempuan dalam
lingkup sosial ekonomi dan politik. GEM secara eksplisit mengukur aktivitas
pemberdayaan perempuan dalam politik, pemerintahan dan kegiatan ekonomi.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Badan
Pusat Statistik menerbitkan Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks
Pemberdayaan Gender (IDG), yang disesuaikan dengan GDI dan GEM. IPG
mengukur tingkat pencapaian kemampuan dasar yang sama seperti IPM, yakni
harapan hidup, tingkat pendidikan, dan pendapatan sama dengan
memperhitungkan ketimpangan gender. IPG dapat juga digunakan untuk
mengetahui kesenjangan pembangunan antara laki-laki dan perempuan. Apabila
nilai IPG sama dengan IPM, maka dapat dikatakan tidak terjadi kesenjangan
gender, tetapi sebaliknya IPG lebih rendah dari IPM maka terjadi kesenjangan
gender.
Penyusunan indeks IPG melalui tahap-tahap berikut:
1. Menentukan nilai maksimum dan minimum komponen IPG (Tabel 2)
Tabel 2 Nilai maksimum dan minimum dari setiap komponen IPG
Komponen
Angka harapan
hidup (thn)
Angka melek
huruf (persen)
Rata-rata lama
sekolah (tahun)
Konsumsi per
kapita (Rp/bln)
Sumber: BPS
Maksimum
Laki-laki
Perempuan
82.5
87.5
Minimum
Laki-laki
Perempuan
22.5
27.5
100
100
0
0
15
15
0
0
732720
360000 (1999,2002)
12
2. Menghitung nilali Xede dari tiap indeks
Xede = [Pf Xf(1-Ɛ) + Pm Xm(1-Ɛ)]
dimana
Xf
: pencapaian perempuan
Xm
: pencapaian laki-laki
Pf
: proporsi penduduk perempuan
Pm
: proporsi penduduk laki-laki
3. Menghitung IPG dengan rumus
IPG = 1/3 (Xede(1) + Xede(2) + Iinc-dis)
dimana
Xede(1) : Xede untuk harapan hidup
Xede(2) : Xede untuk pendidikan
Iinc-dis : indeks distribusi pendapatan
Pengetahuan
Umur panjang
dan sehat
Angka
harapan
hidup
pr
Angka
harapan
hidup
lk
Indeks
harapan
hidup
pr
Indeks
harapan
hidup
lk
Indeks harapan
hidup dengan
sebaran merata
Angka
melek
huruf
pr
Ratarata
lama
sekolah
pr
Indeks
pendidikan
pr
Angka
melek
huruf
lk
(1)
(2)
Kehidupan
yang layak
Ratarata
lama
sekolah
lk
Indeks
pendidikan
lk
Indeks pendidikan
dengan
sebaran
merata
Perkira
an pen
dapatan
pr
Indeks
pendapat
an pr
Perkira
an pen
dapatan
lk
Indeks
pendapat
an lk
Indeks pendapatan
dengan
sebaran
merata
Indeks pembangunan gender (IPG)
Sumber: BPS
Gambar 6 Indikator Indeks Pembangunan Gender (IPG)
IDG memperlihatkan sejauh mana peran aktif perempuan dalam kehidupan
ekonomi dan politik. Peran aktif perempuan dalam kehidupan ekonomi dan politik
mencakup partisipasi berpolitik, partisipasi ekonomi dan pengambilan keputusan
serta penguasaan sumber daya ekonomi.
Dalam penghitungan Dalam penghitungan IDG, terlebih dahulu dihitung
Equally Distributed Equivalent Persentage (EDEP) yaitu indeks untuk masingmasing komponen berdasarkan persentase yang ekuivalen dengan distribusi yang
merata EDEP. Penghitungan sumbangan pendapatan untuk IDG sama dengan
penghitungan untuk IPG sebagaimana diuraikan di atas. Selanjutnya, masingmasing indeks komponen, yaitu nilai EDEP dibagi 50. Nilai 50 dianggap sebagai
13
kontribusi ideal dari masing-masing kelompok gender untuk semua komponen
IDG.
Partisipasi
politik
Partisipasi ekonomi
dan pengambilan
keputusan
Penguasaan
sumber daya
ekonomi
Proporsi perempuan
dan laki-laki parlemen
Proporsi perempuan dan laki-laki
yang bekerja sebagai
professional, teknisi, pimpinan
dan tenaga ketatalaksanaan
Perkiraan penghasilan
perempuan dan lakilaki
EDEP untuk
keterwakilan di
parlemen
EDEP untuk partisipasi
dalam pengambilan
keputusan
EDEP untuk
penghasilan
INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER (IDG)
Sumber: BPS
Gambar 7 Indikator Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)
1.
2.
3.
4.
Penghitungan IDG dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Indeks keterwakilan di parlemen (Ipar)
EDEP(par) = {(Xf)(Yf)-1 + (Xm)(Ym)-1}-1
(3)
I(par) = {EDEP(par)}/50
(4)
dimana
Xf
: proporsi penduduk perempuan
Xm
: proporsi penduduk laki-laki
Yf
: proporsi keterwakilan perempuan di parlemen
Ym
: proporsi keterwakilan laki-laki di parlemen
Indeks pengambilan keputusan (IDM)
EDEP(DM) = {(Xf)(Zf)-1 + (Xm)(Zm)-1}-1
(5)
I(DM) = {EDEP(DM)}/50
(6)
dimana
Zf
: proporsi perempuan sebagai tenaga profesional
Zm
: proporsi laki-laki sebagai tenaga profesional
Indeks distribusi pendapatan (Iinc-dis)
Sebagaimana disajikan pada penghitungan IPG diatas
Indeks pemberdayaan gender (IDG)
IDG = 1/3 (I(par) + I(DM) + Iinc-dis)
(7)
Definisi Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai penambahan nilai PDB riil dari
waktu ke waktu, atau dapat juga diartikan sebagai meningkatnya kapasitas
perekonomian suatu wilayah. Dalam kerangka regional, konsep PDB identik
dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDB atau PDRB dapat diukur
dengan 3 macam pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan
dan pendekatan pengeluaran. Pendekatan produksi dan pendekatan pendapatan
adalah pendekatan dari sisi penawaran agregat (Aggregate Supply - AS) sedangkan
pendekatan pengeluaran adalah pendekatan dari sisi permintaan agregat
14
(Aggregate Demand - AD). PDRB dengan pendekatan produksi didefinisikan
sebagai penjumlahan Nilai Tambah Bruto (NTB) yang dihasilkan oleh seluruh
aktivitas ekonomi di suatu wilayah tertentu selama periode tertentu (biasanya satu
tahun). PDRB dengan pendekatan pendapatan dihitung berdasarkan jumlah
pendapatan atau balas jasa yang diterima oleh semua faktor produksi yang
digunakan dalam proses produksi di semua sektor, berupa upah/gaji untuk pemilik
tenaga kerja, bunga atau hasil investasi bagi pemilik modal, sewa tanah bagi
pemilik lahan serta keuntungan bagi pengusaha. Dari sisi pengeluaran, PDRB
dihitung sebagai penjumlahan semua komponen permintaan akhir, yakni
konsumsi rumah tangga (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), serta
ekspor bersih (X-M) (Dornbusch et al. 2008). Sampai saat ini perekonomian
Indonesia masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga, dengan proporsi
konsumsi rumah tangga terhadap PDB sebesar 55 persen.
De
ma
nd
Z,
Pr Y
od
uk
si
Y
Produksi
ZZ
Permintaan
A
Titik equilibrium Y=Z
Y
Income, Y
Sumber: Dornbusch et al. 2008
Gambar 8 Equilibrium dalam pasar barang
PDRB atas dasar harga konstan sering disebut sebagai PDRB riil dan
mencerminkan nilai output yang dihitung dengan harga pada tahun dasar tertentu.
Perubahan PDRB riil dari waktu ke waktu mencerminkan perubahan kuantitas dan
sudah tidak mengandung unsur perubahan harga baik inflasi maupun deflasi.
PDRB riil perkapita dihitung dari PDRB riil dibagi jumlah penduduk dalam waktu
yang sama. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan perubahan nilai output
(PDRB riil) dari waktu ke waktu dan diformulasikan sebagai berikut:
(8)
Teori Pertumbuhan Neoklasik Solow
Model Pertumbuhan Neoklasik Solow dirancang untuk menunjukkan
bagaimana pertumbuhan modal, pertumbuhan tenaga kerja, dan kemajuan
teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta bagaimana pengaruhnya
terhadap output barang dan jasa suatu negara secara keseluruhan. Model Solow
15
merupakan pengembangan dari formulasi Harrod-Domar dengan menambahkan
faktor kedua, yakni tenaga kerja, serta memperkenalkan variabel independen yang
ketiga, yakni teknologi, ke dalam persamaan pertumbuhan. Namun, berbeda
dengan Harrod-Domar yang mengasumsikan skala hasil tetap (constant return to
scale) dengan koefisien baku, model Solow berpegang pada konsep skala hasil
yang terus berkurang (diminishing return to scale) dari input tenaga kerja dan
modal jika keduanya dianalisis terpisah; jika keduanya dianalisis secara
bersamaan atau sekaligus, Solow juga memakai asumsi skala hasil tetap tersebut.
Investasi, Break
Even Investment
Break Even Investment,
( + n + g)k
Investasi, sf(k)
Kondisi mapan
k*
Modal per pekerja efektif, k
Sumber: Mankiw (2006)
Gambar 9 Tingkat pertumbuhan kondisi mapan (steady state) model Solow
Fungsi produksi adalah Y = F (K, L), yang menyatakan bahwa output
bergantung pada persediaan modal dan angkatan kerja. Model pertumbuhan
Solow mengasumsikan bahwa fungsi produksi memiliki skala pengembalian
konstan. Persediaan modal adalah determinan output perekonomian yang penting
karena persediaan modal bisa berubah sepanjang waktu, dan perubahan itu bsa
mengarah ke pertumbuhan ekonomi. Biasanya, terdapat dua kekuatan yang
memengaruhi persediaan modal: investasi dan depresiasi. Investasi mengacu pada
pengeluaran untuk perluasan usaha dan peralatan baru, dan hal itu menyebabkan
persediaan modal bertambah. Depresiasi mengacu pada penggunaan modal, dan
hal itu menyebabkan persediaan modal berkurang.
Kondisi mapan (steady-state) menunjukkan ekuilibrium perekonomian
jangka panjang. Tingkat modal kondisi-mapan k* adalah tingkat dimana investasi
sama dengan depresiasi yang menunjukkan bahwa jumlah modal tidak akan
berubah sepanjang waktu. Di bawah k*, investasi melebihi depresiasi, sehingga
persediaan modal tumbuh. Di atas k*, investasi kurang dari depresiasi, sehingga
persediaan modal menyusut.
Model Solow dasar menunjukkan bahwa akumulasi modal tidak bisa
menjelaskan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan: tingkat tabungan yang
tinggi menyebabkan pertumbuhan yang tinggi secara temporer, tetapi
perekonomian pada akhirnya mendekati kondisi mapan dimana modal dan output
konstan. Untuk menjelaskan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, model Solow
harus diperluas agar mencakup dua sumber lain dari pertumbuhan ekonomi, yaitu
16
pertumbuhan populasi dan kemajuan teknologi. Dalam kondisi mapan dengan
pertumbuhan populasi, modal per pekerja dan output per pekerja adalah konstan.
Namun, karena jumlah pekerja bertambah pada tingkat n, modal total dan output
total juga harus bertambah pada tingkat n. Dengan demikian, meskipun tidak
dapat menjelaskan pertumbuhan yang berkelanjutan dalam standar kehidupan
(karena output per pekerja adalah konstan dalam kondisi mapan), pertumbuhan
populasi akan membantu menjelaskan pertumbuhan output total yang
berkelanjutan.
Untuk memasukkan kemajuan teknologi, fungsi produksi adalah Y = F(K,
LxE), dimana K adalah capital, L adalah tenaga kerja, dan E adalah efisiensi
tenaga kerja, yang pertumbuhannya ditentukan secara eksogen. Efisiensi tenaga
kerja mencerminkan pengetahuan masyarakat tentang metode-metode produksi;
ketika teknologi mengalami kemajuan, efisiensi tenaga kerja meningkat. Efisiensi
tenaga kerja juga meningkat ketika ada pengembangan dalam kesehatan,
pendidikan, atau keahlian tenaga kerja. LxE mengukur para pekerja efektif. Jadi,
fungsi produksi ini menyatakan bahwa output total Y bergantung pada jumlah unit
modal K dan jumlah pekerja efektif, LxE.
Inti dari pendekatan terhadap model kemajuan teknologi ini adalah
peningkatan efisiensi tenaga kerja E sejalan dengan peningkatan angk