Pembuatan Prototipe Kit Imunokromatografi Untuk Mendeteksi Antigen Edwardsiella Tarda

PEMBUATAN PROTOTIPE KIT IMUNOKROMATOGRAFI
UNTUK MENDETEKSI ANTIGEN Edwardsiella Tarda

SAFRULLAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pembuatan Prototipe Kit
Imunokromatografi Untuk Mendeteksi Antigen Edwardsiella Tarda adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2016
Safrullah
NIM B253130151

RINGKASAN
SAFRULLAH. Pembuatan Prototipe Kit Imunokromatografi untuk mendeteksi
antigen Edwardsiella tarda. Dibimbing oleh FACHRIYAN HASMI PASARIBU
dan AGUSTIN INDRAWATI.
Edwardsiella tarda adalah salah satu agen penyebab penyakit
Edwardsiellosis yang sering menjadi kendala dalam budidaya ikan. Penyakit ini tak
jarang menyebabkan kerugian ekonomi. Untuk penanganan lebih dini serta
mencegah tersebar luasnya penyakit ini, diperlukan sebuah metode uji yang cepat
dan akurat. Selama ini pengujian terhadap Edwardsiella tarda dilakukan secara
konvensional yaitu uji biokimiawi yang memakan waktu dan membutuhkan
peralatan banyak atau melalui uji cepat lain seperti Polymerase Chain Reaction
(PCR), ELISA yang mahal dan membutuhkan personel terlatih.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan Kit Imunokromatografi
pendeteksi antigen Edwardsiella tarda. Kit Imunokromatografi adalah strip uji
yang berbasis pada imunokromatografi dari hasil ikatan antigen-antibodi yang
sudah dilabel dengan pewarna tertentu sehinga dapat dilihat tanpa memerlukan alat

khusus dan personel dengan keahlian khusus. Oleh karena itu diharapkan kit
imunokromatografi ini dapat menjadi alternatif uji yang cepat, murah, mudah dan
akurat.
Antibodi yang digunakan dalam penelitian ini adalah poliklonal antibodi
yang diproduksi melalui immunisasi kelinci dengan antigen somatik (O) dari isolat
Edwardsiella tarda yang diperoleh dari Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu
dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Pontianak. Antibodi tersebut kemudian
dikonjugasikan dengan partikel emas dengan pH 8.0 sebanyak 26µg/ml dan diblock dengan 200 µl 1% BSA yang akan digunakan sebagai konjugat antibodi.
Kit ini terdiri dari 4 bagian yaitu : bantalan sampel, bantalan konjugat,
membran nitroselulosa dan bantalan penyerap. Membran nitroselulosa merupakan
daerah uji yang ditetesi dengan antibodi anti-Etarda pada daerah uji dan IgG
kambing anti-kelinci sebagai daerah kontrol.
Sampel yang terdiri dari isolat Edwardsiella tarda dan 6 Isolat lain yang
diidentifikasi dengan sekuensing pada gen 16s rRNA dan di-BLAST dengan
database yang ada di National Centre of Biotechnology and Information (NCBI)
USA. Sampel dipersiapkan dengan proses pemanasan 100ºC selama 30 menit.
Hasil pengujian terhadap 7 sampel tersebut (Edwardsiella tarda,
Edwardsiella ictaluri, Aeromonas hydrophilla, Escherichia coli, Salmonella
Enterica, Pseudomonas stutzeri dan Plesiomonas shigelloides) tidak menunjukkan
reaksi silang dengan Edwardsiella tarda.

Penelitian ini secara umum menginformasikan bahwa kit
imunokromatografi dengan memanfaatkan poliklonal antibodi terhadap
Edwardsiella tarda yang dikonjugasikan dengan partikel emas dapat mendeteksi
keberadaan antigen Edwardsiella tarda dan tidak terjadi reaksi silang dengan 6
isolat lain. Penelitian lebih lanjut mengenai optimasi preparasi sampel, batas bawah
deteksi (limit of detection), ketahanan kit dalam kondisi penyimpanan tertentu serta
reaksi silang dengan antigen lain yang lebih banyak sangat perlu dilakukan untuk
membuktikan kit ini sebagai alternatif uji yang mudah dan akurat.

Kata knci : Edwardsiella tarda, Kit Imunokromatografi, uji cepat deteksi antigen,
poliklonal antibodi, partikel emas

SUMMARY
SAFRULLAH. Development Immunochromatographic Kit Prototype for
Edwardsiella tarda Antigen Detection. Under direction of FACHRIYAN HASMI
PASARIBU dan AGUSTIN INDRAWATI.
Edwardsiella tarda is one of the causative agents of edwardsiellosis disease
which often become obstacles in fish farming. This disease often causing
economical losses. For early treatment and prevent the spread of this disease, a fast
and accurate detection method is needed. Detection methode against Edwardsiella

tarda has been done trough conventional biochemical tests which time consuming
and require a lot of equipment or through other rapid tests such as Polymerase Chain
Reaction (PCR), Elisa which more expensive and require well trained personnel.
The purpose of this study was to develop Immunochromatographic kit to
detect Edwardsiella tarda antigen. Immunochromatographic kit /strip test is test kit
that based on a immunochromtography of antigen-antibody binding that have been
labeled with a particular dye so that it can be viewed without special tools and well
trained personnel needs. Therefore we expect this Immunochromatographic kit can
be an alternative detection method that is fast, cheap, easy and accurate.
Antibodies that used in this study are polyclonal antibodies produced by
immunization of rabbits with somatic antigen (O) of Edwardsiella tarda obtained
from Fish Quarantine and Inspection Agency Class I Pontianak. These antibodies
were conjugated with gold particles at pH of 8.0 as 26μg / ml and blocked with 200
mL of 1% BSA to be used as antibody conjugate.
This kit consists of four parts: sample pads, conjugate pads, nitrocellulose
membranes and absorbent pads. A nitrocellulose membrane test area drip with antiEdwradsiella tarda in the test area and goat anti-rabbit IgG as a control .
A sample of Edwardsiella tarda isolate and 6 other Isolates were identified
by sequencing the 16S rRNA gene and BLASTed with existing databases at the
National Centre of Biotechnology and Information (NCBI), USA is prepared by
heating 100ºC for 30 minutes.

The test results of 6 samples (Edwardsiella ictaluri, hydrophilla
Aeromonas, Escherichia coli, Salmonella enterica, Pseudomonas stutzeri and
Plesiomonas shigelloides) shown no cross-reaction with Edwardsiella tarda.
This research generally informs that immunochromatografiphic kit using
polyclonal antibodies against Edwardsiella tarda conjugated with gold particles
could detect the presence of Edwardsiella tarda antigen and shown no crossreaction with at least six other isolates. Further research on optimization of sample
preparation, the limit of detection, resistance kit in particular storage conditions
and cross-reactivity with more antigens are needed to prove this kit as an alternative
to rapid test kit and accurate.
Keywords :

Edwardsiella tarda, Immunochromatographic kit , rapid detection
kit, polyclonal antibody, gold particle.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PEMBUATAN PROTOTIPE KIT IMUNOKROMATOGRAFI
UNTUK MENDETEKSI ANTIGEN Edwardsiella Tarda

SAFRULLAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sain
pada
Program Studi Mikrobiologi Medik

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan,
MS.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karuniadan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
tesis penelitian yang berjudul “PEMBUATAN PROTOTIPE KIT
IMUNOKROMATOGRAFI
UNTUK
MENDETEKSI
ANTIGEN
Edwardsiella tarda” , disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Mikrobiologi Medik (MKM), Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas doa, bimbingan, dukungan dan
bantuan dalam penyelesaian tesis ini penulis sampaikan kepada :
1. Prof. Dr. Drh. Fachriyan Hasmi Pasaribu sebagai ketua komisi pembimbing
dan Dr. Drh. Agustin Indrawati, M.Biomed sebagai anggota komisi
pembimbing.
2. Prof. Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS sebagai penguji luar komisi.

3. Prof. Dr. Drh. Retno D. Soejoedono, MS; Dr. Drh. Idwan Sudirman; Dr.
Drh. Eko Sugeng Pribadi, MS; Drh. Surachmi Setiyaningsih, PhD; MSc;
Dr. Drh. Sri Murtini, M.Si; Drh. Ni Luh Putu Ika Mayasari, PhD; Dr. Drh.
Okti Nadya Poetri, M.Si; Drh. Titiek Sunartatie, MS sebagai dosen di
Program Studi Mikrobiologi Medik.
4. Sokhib, S.Pi. MP; Ir. Eka Perdana, MP dan seluruh staf Stasiun Karantina
Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Pontianak.
5. Adeh Isnawati, SE; Roselyn Syaferina, A.Md; Agus Soemantri, S.Pd; Mas
Wahyu, Pak Nur dan seluruh staf Mikrobiologi Medik.
6. Wiwik Susanti, Dina Kartini, Faidah Rachmawati, Triwardhani C, Ronna
CZ, Kusumandari Indah P, Diyantoro, Maiyus Musrianti, Nadhrah Alhan
serta seluruh teman-teman MKM 2012, 2014 dan 2015.

Bogor, November 2016
Safrullah

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI


xiii

DAFTAR GAMBAR

xiv

DAFTAR TABEL

xiv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Hipotesa Penelitian

1
1

2
2
2
2
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Edwardsiella tarda
Kit Imunokromatografi
Partikel Emas
Antibodi

3
3
5
7
9

3 METODE
Waktu dan Tempat

Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Analisa Data

10
10
10
11
13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi dan Produksi Antigen
Produksi Poliklonal Antibodi
Konjugasi Antibodi dengan Partikel Emas
Konstruksi Kit Imunokromatografi
Uji Coba Kit Imunokromatografi

13
13
15
20
23
25

KESIMPULAN DAN SARAN

26

DAFTAR PUSTAKA

27

LAMPIRAN

30

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

34

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Kit Imunokromatografi
Gambar 2. Prinsip Uji Kit Imunokromatografi
Gambar 3. Diagram Yang Menggambarkan Komposisi Dari Partikel Emas
Gambar 4. Gambar TEM dari Partikel Emas yang Dibuat Dengan Metode
Reduksi Sitrat Dengan Diameter Partikel Rata-Rata 15 nm
Gambar 5. Immunoglobulin G
Gambar 6. Isolat E. tarda dan Uji Biokimiawi
Gambar 7. Hasil Identifikasi Edwardsiella tarda Menggunakan Kit API20E
v4.1
Gambar 8. Reaksi Aglutinasi dan Agar Gel Presipitation Test (AGPT)
Gambar 9. Hasil Pengukuran Titer Antibodi
Gambar 10. Hasil Elektroforesis SDS PAGE serum
Gambar 11. Hasil Pengukuran Absorbansi Serum dengan Nanodrop™
ND2000
Gambar 12.Nilai Absorbansi Koloid Emas Pasca Konjugasi dengan Antibodi
pada berbagai tingkatan Keasaman
Gambar 13. Kit Imunokromatografi Hasil Konstruksi
Gambar 12. Hasil Uji Reaksi Slang Kit Imunokromatografi

5
6
8
9
10
13
14
16
16
18
19
21
24
25

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil dan Interpretasi Hasil Pengujian API20 E V.4.1
Tabel 2. Perubahan Warna pada Titrasi Konsentrasi Antibodi Untuk
Menstabilkan Koloid Emas
Tabel 3. Konsentrasi Antibodi Yang Ditambahkan Untuk Menstabilkan
1ml Koloid Emas.
Tabel 4. Hasil BLAST Isolat Bakteri dengan Database NCBI

15
22
22
25

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu kendala dalam usaha budidaya perikanan yang sering dihadapi
adalah ancaman penyakit. Ancaman ini selain menyebabkan kegagalan juga
menyebabkan kerugian secara ekonomi. Intensifikasi lahan akibat dari peningkatan
volume budidaya tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan akan

30

menyebabkan penurunan kualitas lingkungan budidaya sehingga menjadi faktor
pemicu bagi munculnya beberapa penyakit.
Dari beberapa penyakit yang ada, Edwardsiellosis/Emphisemathous
Putrevactus Disease of Catfish (EPDC) yang disebabkan oleh Edwardsiella tarda,
merupakan salah satu penyakit yang sering dihadapi. Gejala penyakit ini meliputi
gejala eksternal yaitu adanya lesi kulit kecil sekitar 3-5 mm, yang terletak di
wilayah postero-lateral tubuh (Austin dan Austin 2012). Lesi ini disebabkan oleh
fistula yang berasal jauh di dalam otot yang muncul sebagai masa subdermal (Noga
2010). Abses akan berkembang menjadi daerah berongga berisi gas. Abses terlihat
seperti pigmen, cembung dan bengkak, jika ditusuk mengeluarkan bau busuk,
sehingga disebut penyakit yang menyebabkan kebusukan (emphysematous) pada
lele (Buller 2014). Pada ikan Turbot di Spanyol menyebabkan adanya tumor mata,
pendarahan, peradangan (ginjal, hati dan limpa) dan ascites (Padrós et al. 2006
dalam Austin dan Austin 2012).
Penyakit yang disebabkan oleh E. tarda ini pernah dilaporkan selain
menyerang Belut (Anguilla japonica) di Jepang (Miyazaki and Egusa 1976 dalam
Noga 2010), juga menyerang Channel Catfish (Ictalurus punctatus) di Amerika
Serikat (Meyer dan Bullock, 1973 dalam Buller 2014) dan beberapa ikan di amerika
seperti Striped Bass liar (Moroxone saxatilis) in Chesapeake Bay dan pada Salmon
Chinook (Oncorhynchus tshawytscha) di sungai Rogue Oregon, pada Largemouth
Bass (Micropterus salmoides) di Florida, USA (White et al. 1973; Amandi et al.
1982; Baya et al. 1997 dalam Buller 2014).
Meskipun data pendukung tentang kerugian yang diakibatkan oleh penyakit
ini di Indonesia masih sangat kurang, tetapi penyebaran penyakit ini telah diketahui
dan sangat luas. Yaitu meliputi : DI Yogyakarta, Kalimantan Barat, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jambi, Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, DKI
Jakarta dan Sumatera Barat (KKP 2013). Untuk itu diperlukan upaya pencegahan
agar penyakit ini tidak menyebar ke daerah lain yang lebih luas lagi.
Salah satu faktor keberhasilan dalam upaya penanganan dan mencegah
penyebaran yang lebih luas, adalah diperlukannya metode uji cepat, mudah dan
akurat yang dapat digunakan sebagai acuan. Hal tersebut akan menjadi pijakan baik
dalam tindakan penanganan yang lebih dini untuk menghindari kerugian yang lebih
besar maupun tindakan melokalisasi wabah agar tidak berpindah atau menyebar ke
daerah lain yang lebih luas.
Penyakit yang disebabkan oleh E. tarda selama ini dideteksi dengan uji
konvensional biokimiawi yang tentunya membutuhkan waktu yang tidak singkat
(3-5 hari), peralatan yang banyak, tempat khusus (laboratorium) serta kompetensi
personel penguji. Sedangkan uji molekuler (Polymerase Chain Reaction (PCR))
dan immunoassay (Elisa, FAT, Aglutinasi dsb) menawarkan keunggulan lebih cepat
tetapi memerlukan kompetensi personel yang memadai, bahan dan peralatan yang
mahal, tempat khusus (laboratorium) serta tidak bersifat portable (mudah
dipindahkan).
Penelitian ini bermaksud untuk mengembangkan kit imunokromatografi
yang biasanya di pasaran berbentuk strip dengan lebar 2-5 mm dan panjang 6-10
cm. Kit ini memanfaatkan antibodi anti-E. tarda terlabel partikel emas sebagai
pendeteksi keberadaan antigen E. tarda. Kit imunokromatografi ini dapat
dioperasikan tanpa memerlukan keahlian khusus, yaitu dengan merendam ke dalam
sampel dan hasilnya akan langsung bisa dibaca melalui warna merah yang timbul

31

secara kasat mata. Kit ini juga bisa dipindahkan tanpa perlu mempertahankan kit
dalam keadaan dingin yang biasanya menjadi hambatan tersendiri untuk
memindahkan bahan-bahan pada metode pengujian yang lain seperti PCR, Elisa
dan Immunoassay yang lain. Selain itu bahan-bahan untuk membuat kit ini bisa
didapatkan dengan murah. Oleh karena itu diharapkan kit ini mampu menjadi
alternatif alat uji yang mudah, cepat, murah dan akurat.
Perumusan Masalah
Penyakit Edwardsiellosis / Emphisemathous Putrevactus Disease of
Catfish(EPDC) atau Edwardsielosis septicemia disebabkan oleh E. tarda.
Penyakit ini merupakan salah satu ancaman dalam usaha budidaya ikan yang perlu
dilakukan pencegahan dan penanganan secara dini. Salah satu faktor keberhasilan
pencegahan dan penanganan dini adalah dibutuhkan uji penapisan yang cepat dan
akurat. Oleh karena itu kit imunokromatografi yang dikembangkan ini diharapkan
menjadi alternatif alat uji penapisan yang bersifat cepat, murah, mudah dan akurat.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan Kit Imunokromatografi
dalam mendeteksi antigen E. tarda sebagai alternatif uji penapisan yang cepat,
murah dan akurat.
Manfaat Penelitian
Memberikan informasi tentang alternatif alat uji penapisan awal yang cepat,
murah dan akurat.
Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini dilakukan serangkaian kegiatan berupa identifikasi
ulang bakteri E. tarda, menyiapkan antigen E. tarda, membuat antibodi poliklonal
terhadap E. tarda pada kelinci, purifikasi antibodi, konjugasi antibodi dengan
partikel emas, konstruksi kit imunokromatografi dan melakukan uji reaksi silang
dari kit imunokromatografi terhadap beberapa isolat bakteri.

Hipotesa Penelitian

H0 :
H1:

Hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Kit Imunokromatografi menggunakan poliklonal antibodi anti-E. tarda
terlabel partikel emas dapat mendeteksi antigen E. tarda.
Kit Imunokromatografi menggunakan poliklonal antibodi anti-E. tarda
terlabel partikel emas tidak dapat mendeteksi antigen E. tarda.

32

2 TINJAUAN PUSTAKA
Edwardsiella tarda
E. tarda merupakan mikroorganisme penyebab penyakit Edwardsiellosis /
Emphisemathous Putrevactus Disease of Catfish(EPDC) atau Edwardsiella
Septicemia (ES).
Etiologi
Sejarah edwardsiellosis, dapat ditelusuri dengan dua jenis perkembangan
paralel, yaitu dari Wakabayashi dan Egusa (1973) di Jepang, dan Meyer dan
Bullock (1973) di Amerika Serikat. Situasi ini semakin rumit oleh laporan
sebelumnya dari Hoshina (1962), yang menggambarkan paracolobactrum
anguillimortiferum sebagai patogen pada budidaya belut. Organisme ini diduga
identik dengan E. tarda (Austin dan Austin 2012).
Genus Edwardsiella pertama kali diungkapkan oleh Sakazaki dan Murata
pada tahun 1962 dan Sakazaki pada tahun 1967. Kemudian didefinisi ulang oleh
King dan Adler pada tahun 1964, dan diangkat sebagai genus oleh Ewing et al. pada
tahun 1965 (Barrow dan Feltham, 2003). Genus ini merupakan satu dari 39 anggota
dari family Enterobacteriaceae (Buller 2014).
E. tarda tumbuh dalam media Tryptic Soy Agar (TSA) atau Brain Heart
Infussion Agar (BHIA) (Amandi et al. 1982 dalam Austin dan Austin 2012). Secara
makroskopis koloni Edwardsiela tarda berbentuk bulat, kecil (diameter 0,5 mm),
cembung, warna transparan dan berkembang dalam waktu 48 jam pada temperatur
24-26°C (Meyer dan Bullock 1973 dalam Buller 2014). Pada media TSA, koloni
E. tarda berukuran 0.5-1 mm, putih keabu-abuan, transparan, bulat, entire, berkilau,
permukaan cembung dan terlihat basah setelah inkubasi 24 jam pada temperatur
25°C sedangkan dalam media Blood Agar, koloni berwarna putih, cembung,
berkilau, lembut dan bulat (Wakabayashi dan Egusa 1973 dalam Buller 2014).
Secara makroskopis E. tarda berbentuk batang gram negatif, aerobik dan fakultatif
aerob, oksidase negatif, memfermentasi gula dan produksi gas, mereduksi nitrat
menjadi nitrite, memproduksi gas H2S pada media Triple Sugar Iron (Barrow dan
Feltham, 2003). Katalase positif, Motil, batang pendek (2x0.6 µm) positif pada
Christensen citrate tetapi negatif pada Simmons Citrate ((Ewing et al. 1965;
Alcaida et al. 2006) dalam Buller 2014).
E.tarda hidup secara alamiah di perairan tawar dan laut khususnya perairan
yang banyak mengandung bahan organik, tetapi juga ditemukan hidup di tanah
berlumpur. Penyakit ini juga dihubungkan dengan kualitas air yang buruk dan
tingginya temperatur air diatas 30°C (Meyer dan Bullock 1973 dalam Buller 2014)
Namun E.tarda juga ditemukan pada ikan nila terjadi pada musim dingin dan
musim semi ketika temperatur berkisar 20º-30ºC (Miyashita 1984 dalam Buller
2014) dan pada temperatur 17ºC untuk kejadian penyakit pada Solea senegalensis
di Spanyol (Castro et al. 2012 dalam Buller 2014).
Bakteri ini juga ditemukan dalam air laut, ginjal dan limpa dari ikan
flounder jepang yang sehat dari populasi yang terkena wabah. Tetapi bakteri dengan
bakteriofag hanya ditemukan pada yang terkena wabah, sehingga diduga
bakteriofag ini sebagai indikator dari serangan E.tarda (Matsouka dan Nakai 2004

33

dalam Austin dan Austin 2012). Selain itu keberadaan dari invertebrata air seperti
Keong dan Bulu Babi serta vertebrata air seperti ular, katak, kura-kura, burung
camar dan manusia dianggap sebagai faktor penting sebagai reservoir dari infeksi
ini, meskipun belum ada gambaran jelas apakah E.tarda berperan sebagai patogen
primer atau oportunis (Austin dan Austin 2012).
Dua Fenotip dilaporkan di Jepang, strain typical yang dicirikan dengan
motil dan strain atypical yang bersifat non motil. Keduanya dilaporkan menyerang
pada Belut (A. japonica), Flounder (Paralichtys olivaceous), Red Seabream
(Pagrus major) dan Yellow Tail (seriola quinquer-adiata) (Nakatsugawa 1983;
Tomomasa et al. 2005 dalam Buller 2014).
National Institute of Helath (NIH) Jepang dan Centers for Disease Control
(CDC) USA berhasil mengelompokkan 61 antigen group O dan 45 antigen H
(Tamura et al. 1988 dalam Buller 2014). Park et al. (1983) dalam Buller (2014)
mengelompokkan menjadi 4 serotipe, A,B,C dan D dimana serotipe A adalah yang
paling virulen.
Gejala Klinis
Gejala penyakit yang disebabkan E. tarda meliputi gejala eksternal yaitu
adanya lesi kulit kecil sekitar 3-5 mm, yang terletak di wilayah postero-lateral tubuh
(Austin dan Austin 2012). Lesi ini disebabkan oleh fistula yang berasal jauh di
dalam otot yang muncul sebagai masa subdermal (Noga 2010). Kemudian dengan
berkembangnya penyakit, terjadi abses di otot tubuh dan ekor. Abses ini dapat
memperbesar, dan berkembang menjadi rongga yang berisi gas dan terlihat
berpigmen, berbentuk cembung yang jika ditusuk akan mengeluarkan bau busuk.
Kondisi ini telah menyebabkan penamaan penyakit ini sebagai penyakit yang
menyebabkan bau busuk (emphysematous) pada lele (Austin dan austin 2012). Pada
Internal organ terjadi petechiae dan berbau busuk (Karena produksi Hidrogen
sulfid) necrosis liquefactif dari organ dalam dengan peritonitis fibrinous (Noga
2010).
Gejala Umum penyakit ini adalah berkurangnya pigmen kulit, perut bengkak
berisi cairan, hemoragi, anus menonjol dan mata keruh. Gejala internal ditunjukkan
dengan adanya nodul pada insang, ginjal dan limfa serta kadang pada usus berisi
bakteri (Kubota et al. 1981 dalam Austin dan Austin 2012).
Meskipun kerugian pada lele belum tercatat, penyakit ini menyebabkan efek
ekonomi yang parah. Yaitu ketika ikan yang terinfeksi masuk ke industri
pengolahan, bau yang busuk efektif akan menghentikan proses produksi karena
diperlukan desinfeksi dan deodorisation. Dengan demikian, kerugian keuangan
yang lumayan besar pada industri pemroses karena keberadaan sebagian ikan yang
terinfeksi penyakit ini (Austin dan austin 2012).
Metode Deteksi
Deteksi E. tarda menggunakan metode Loop-Mediated Isothermal
Amplification (LAMP) didasarkan pada amplifikasi gen haemolysin (ethA).
Backward Iinner Primer (BIP) terdiri dari primer B1, linker dan primer B2 (5’-TTG
GTA CCA TCG GCA AGC CGT TTT GGT ATC GCT GCT GCT CTG C-3’).
Forward Inner Primer (FIP) terdiri dari F1c, linker dan sekuen komplemen dari
F2c (5’-GCC TTT CTT CAC CGC CCC TTT TTT GGC GTT AGC GTC GAC
TAC AG-3’), Primer B3 (5’-TGG ATC TGG GTG GTC GTC-3’) dan Primer F3

34

(5’-AGC CAA CGT ACC CAG GTC-3’). Amplifikasi dilakukan pada 65°C selama
45 menit. Sensitifitas uji berada pada kisaran 10-109 CFU (Buller 2014).
Deteksi E. tarda menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan
target 450 bp dari fragmen gen 16s rRNA menggunakan primer ETF8 (911) (5’CTGTAGAGATATGGGAGTGCCT-3’)
dan
ETR8
(1360)
(5’CTCCCGAAGGTTAAGCTAGCTA-3’). Campuran dari 10 ng template DNA, 50
pmol primer, 100 µmol masing dNTP dan 2 mM MgCl2 di amplifikasi pada 35
siklus (94°C 2 menit, 64°C 1 menit dan 72°C 3 menit). Kemudian 10 µl hasil
amplifikasi dianalisa pada agarose 1.2%. Metode ini dapat mendeteksi E tarda pada
minimum konsentrasi 8 CFU/ml dan maksimal pada 10 6 CFU/ml (Kumar et al.
2008).
Kit Imunokromatografi
Kit Imunokromatografi / lateral flow immunoassay didasarkan pada prinsipprinsip Imunokromatografi. Bahan pembuat Kit terdiri dari bahan berpori empat
zona yang mengandung reagen yang berbeda, yaitu : bantalan contoh, bantalan
konjugat yang mengandung antibodi/antigen konjugat, membran deteksi yang
mengandung protein/antibodi yang terserap sebagai garis uji dan kontrol garis, dan
bantalan penyerap (Gambar 1).

Gambar 1 Struktur Kit Imunokromatografi (O’farrel 2009)
Untuk kemudahan penyimpanan dan penanganan, biasanya bahan berpori
dilaminasi dengan bahan semirigid dengan kekuatan mekanik tertentu. Beberapa
bagian atas ditutupi dengan bahan plastik tipis sehingga meninggalkan sebagian
dari bantalan sampel terbuka untuk memasukkan sampel. Bila sampel ditambahkan,
cairan sampel akan bermigrasi karena adanya proses difusi kapiler melalui bantalan
konjugat, terjadi rehidrasi konjugat emas, dan analit berinteraksi dengan konjugat.
Konjugat emas dan analit komplek kemudian bergerak ke membran menuju target
penangkapan, kemudian berhenti dan terkonsentrasi sehingga menghasilkan sinyal
dalam bentuk garis merah tajam. Baris kedua adalah garis kontrol juga
terbentuk pada membran dengan menangkap konjugat emas yang berlebih sehingga
menandakan bahwa pengujian berjalan dengan baik (Rasooly dan Herold 2009).

35

Dua macam format yang dominan digunakan dalam Kit Imunokromatografi
adalah sandwich dan kompetitif. Ini dapat dijelaskan secara grafis seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Prinsip uji kit imunokromatografi (Rasooly dan Herold 2009)
Keterangan :(A) Format Sandwich: (B) Format Kompetitif.

Format sandwich digunakan untuk pengujian analit yang lebih besar dengan
beberapa situs pengikat (epitope), seperti virus dan antibodi. Dalam kasus
mendeteksi antigen, analit target dalam sampel dikenali oleh konjugat antibodi
membentuk ikatan kompleks analit-antibodi dan tertangkap pada antibodi pada
garis uji sedangkan kelebihan konjugat akan terperangkap oleh anti-IgG antibodi
pada garis kontrol. Pembentukan dua garis berwarna merah pada membran
menunjukkan hasil positif. Dalam kasus mendeteksi antibodi, target dalam sampel
terikat dengan antigen terkonjugasi membentuk ikatan kompleks analit-antigen dan
tertangkap oleh anti-immunoglobulin pada garis uji, sedangkan kelebihan konjugat
akan terperangkap oleh antibodi spesifik terhadap antigen terkonjugasi pada garis
kontrol, pembentukan dua garis berwarna merah pada membran menunjukkan hasil

36

positif (Gambar 2A). Sedangkan format kompetitif paling sering digunakan saat
pengujian untuk molekul kecil dengan determinan antigen tunggal. Analit bebas
dalam larutan sampel akan bersaing dengan analit bergerak di jalur tes untuk
mengikat antibodi terkonjugasi emas koloid pada konsentrasi yang ditetapkan.
ketegasan garis uji tergantung pada konsentrasi analit bebas yang ada dalam sampel
uji (Gambar 2B) (Rasooly dan Herold 2009). Contoh format sandwich adalah tes
strip untuk uji human chorionic gonadotropin (HCG), sedangkan test untuk
penyalah gunaan obat dan narkotika adalah contoh untuk yang format kompetitif .
Selain penggunaan label partikel emas, beberapa label juga telah berhasil
dikomersialisasikan dan dilakukan penelitian. Diantara label lain tersebut yaitu :
liposome, partikel latex, koloid karbon, partikel paramagnetik, enzim, probe
fluerescent (Wong dan Tse 2009). Namun partikel emas adalah yang paling populer
diabanding dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan partikel emas mempunyai
mobilitas yang lebih baik pada membran nitroselulosa dibandingkan latex, tidak
mudah mengendap sebelum kit dipakai dan mudahnya menambahkan prosedur
untuk meningkatkan sensitifitas uji (Chiao et al. 2004) Sedangkan dilihat dari efek
pada protein yang dilabel, penggunaan partikel emas pada ligan tidak menyebabkan
perubahan struktur kimia ligan tersebut (Horisberger 1979 dalam Hayat 1989).
Partikel Emas
Koloid emas telah menarik perhatian para ilmuwan selama lebih dari 400
tahun jauh sebelum konsep zat koloid lyophobic dipahami. Daya tarik dengan
koloid emas berpusat pada sifat kromatik dan manfaanya sebagai obat. Pada tahun
1600an, Parcelsus menjelaskan preparasi minuman emas (oleum auri, quinta
essentia auri) melalui reduksi emas-klorida dengan ekstrak alkohol suatu tanaman
(Weiser, 1933 dalam Hayat 1989). Sampai Abad Pertengahan, koloid emas
digunakan sebagai obat untuk berbagai penyakit seperti jantung, penyakit kelamin,
disentri, epilepsi, dan tumor yang didokumentasikan dalam sebuah buku yang
ditulis oleh Francisci antonii tahun 1618 (Vatjai 2013). Koloid emas ini adalah
salah satu obat sintetis pertama dan dalam bahasa china disebut dengan nama chintau dan dalam pengobatan India disebut makaradhwaja (Mahdihassan 1985 dalam
Hayat 1989). Campuran berwarna merah ini adalah contoh dari koloid emas yang
terbentuk oleh kondensasi dan dapat dengan mudah terkonsentrasi menjadi warna
merah oker sedikit berminyak tanpa flokulasi. Hal ini mungkin karena kehadiran
zat pelindung dalam ekstrak tanaman alkohol yang digunakan dalam persiapannya
(Mahdihassan 1985 dalam Hayat 1989)

37

Gambar 3 Diagaram yang menggambarkan komposisi dari partikel Emas (Weiser
1933 dalam Hayat 1989)
Salah satu sifat unik dari koloid emas adalah bahwa partikel emas dengan
berbagai dimensi (2-150 nm diameter) dapat dipreparasi dengan mudah untuk
beberapa label. Pelabelan ini memungkinkan visualisasi simultan lebih dari satu
makromolekul pada bagian yang sama. Undecagold Cluster dengan inti atom emas
dari diameter 0,82 nm dapat disintesis untuk pelabelan antibodi. beragamnya
Keberagaman ukuran ini memungkinkan untuk kedua studi resolusi rendah dan
tinggi (Hayat 1989).
Ada berbagai cara untuk memproduksi koloid emas di laboratorium
tergantung pada ukuran partikel yang diinginkan. Pada dasarnya, semua metode
menggunakan agen reduksi untuk mengkonversi emas ionik menjadi emas logam
dengan cara yang terkendali. Agen reduksi yang digunakan termasuk natrium
borohidrida, fosfor putih, etil alkohol, asam askorbat, natrium sitrat, dan sitrat
ditambah asam tanat (Wong dan Tse 2009). Dua metode yang paling umum
digunakan untuk sintesis gold nanoparticle (NP) yaitu metode Brust dan rute sitrat.
Metode Brust-Schiffrin (1994) memanfaatkan fase transfer [AuCl4] - dari fase cair
ke fase organik dengan fase transfer reagen, tetraoctyl amonium bromida, dan
reduktan berikutnya adalah dengan NaBH4 dengan thiol, proses ini akan
menghasilkan partikel emas terlapisi thiolat yang memiliki diameter inti yang
sangat kecil (kisaran 1-5 nm). Variasi dari Au dengan thiol digunakan dalam
sintesis dimensi inti yang berbeda. Rasio Au yang dari thiol (konsentrasi thiol yang
lebih tinggi) menghasilkan partikel yang lebih kecil. Keuntungan utama dari proses
ini adalah bahwa partikel emas yang disintesis dapat berulang kali diisolasi dan
terdispersi kembali dalam pelarut organik tanpa agregasi atau dekomposisi. Patikel
emas dapat diambil dari fase tengah dan berwujud kering. Bubuk tersebut dapat
disimpan untuk waktu yang lama dan dapat didispersikan kembali (Vatjai 2013).

38

Rute sitrat dikenal sebagai metode Turkevich (1951) adalah metode untuk
mensintesis partikel emas dengan hasil diameter partikel rata-rata 15 nm. Dalam
pendekatan ini, reduktor yang digunakan adalah natrium sitrat dan atau agen
pereduksi lainnya seperti asam amino yang telah digunakan dengan sukses.
Reduktan ini juga berperan sebagai agen stabilisasi, yaitu mengurangi ion Au3+
untuk membentuk agregasi lagi pada sintesis partikel emas pada suhu tinggi.
Partikel emas yang dihasilkan melalui metode ini sebagian besar monodisperse dan
berbentuk bulat dengan diameter sekitar 10-20 nm (Vatjai 2013). Modifikasi variasi
ukuran partikel emas dapat dilakukan dengan mengatur rasio trisodium sitrat
dengan emas (Frens 1973). Pengurangan jumlah sodium sitrat dapat meningkatkan
ukuran partikel emas yang dihasilkan. Hasil sintesis partikel emas dengan metode
ini bila diamati dengan mikroskop elektron transmisi (TEM) terlihat seperti Gambar
3 (Vatjai 2013).

Gambar 4 Gambar TEM dari Partikel Emas Yang Dibuat Dengan Metode
Reduksi Sitrat Dengan Diameter Partikel Rata-Rata 15 Nm.
Keterangan : (A) Gambar pembesaran rendah dan (b) perbesaran yang lebih
tinggi, kisi diselesaikan (Vatjai 2013).

Antibodi
Salah satu fungsi utama dari sistem kekebalan tubuh adalah produksi
protein larut yang beredar secara bebas yang berkontribusi secara khusus untuk
kekebalan dan perlindungan terhadap benda asing. Protein yang larut tersebut
adalah antibodi, yang termasuk ke dalam kelas protein yang disebut globulin karena
struktur protein tersebut berbentuk globular (Coico dan Sunshine 2015).
Antibodi (Immunoglobulin) terdiri dari lima kelas yang sering
diistilahkan dengan imunoglobulin G (IgG), IgM, IgA, IgD dan IgE. Semua kelas
ini memiliki struktur empat rantai dasar antibodi, tetapi berbeda dalam rantai
beratnya yang masing-masing disebut γ, μ, α, dan . Perbedaan yang paling
menonjol adalah daerah Fc (Fragment Crystalizable) dari antibodi dan ini
mengarah kepada fungsi efektor yang berbeda pada pengikatan antigen, misalnya
pengenalan IgM-antigen yang menyebabkan aktivasi komplemen sedangkan
pengenalan IgE (dari antigen yang sama) akan menyebabkan degranulasi sel mast
dan anafilaksis (peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan kontraksi otot
polos) (Delves et al. 2011).

39

Gambar 5 Immunoglobulin G.
Keterangan : (A) Struktur Molekul IgG Manusia Rantai berat dengan warna ungu dan
rantai ringan berarna coklat - Courtesy of Erica Ollmann Saphire (Delves et al. 2011),
(B) Skema yang menggambarkan Molekul IgG memperlihatkan daerah lipatan
immunoglobulin yang terbentuk dalam rantai ikatan disulfide (Coico dan Sunshine
2015).

Struktur dasar molekul immunoglobulin tunggal seperti pada Gambar
5B. Immunoglobulin terdiri dari empat rantai protein glycosylated yang ditahan
bersama oleh ikatan disulfida dalam konformasi berbentuk Y. Dua dari rantai
adalah massa molekul yang lebih tinggi (rantai berat, sekitar 50 kD) dan dua rantai
yang ukurannya lebih kecil (rantai ringan, sekitar 25 kD). Dalam hal struktur dan
urutan asam amino, dua rantai berat pada satu immunoglobulin adalah identik satu
sama lain, hal yang sama juga terjadi pada dua rantai ringan. Ini berarti bahwa dua
'bagian' dari molekul pada dasarnya bayangan cermin satu sama lain (Day dan
Schultz 2014).

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2015 sampai dengan Agustus
2016. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Ilmu
Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan
IPB.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat E. tarda, Media
Tryptic Soy Agar, Media Blood Agar, Media Oksidatif Fermentatif, Media Triple
Sugar Iron Agar, H202, Oksidade Stick, Kit API20E v4.1, Kelinci New Zealand
White, Ammonium Sulfate, Kit Melon Gel IgG Purification, Koloid Emas, Bufer

40

Borat pH 7.4, Bufer Fosfat pH 7.4, Bovine Serum Albumin (BSA), Tween20,
Sukrosa, Kasein, IgG domba anti Kelinci, Membran Nitroselulosa, Bantalan
sampel, Bantalan konjugat, Bantalan penyerap, Kit PCR Kappa 2G fast. Sedangkan
alat berupa Laminary flow cabinet, Stirrer, Sentrifus, Incubator, Refrigerator,
Shaker dan Thermo Cycler.
Metode Penelitian
Preparasi antigen E. tarda
Isolat E. tarda yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Stasiun
Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu Keamanan Hasil Perikanan Kelas I
Pontianak. Kemudian dilakukan uji ulang secara biokimiawi menggunakan kit
API20E v4.1 untuk memastikan bahwa isolat tersebut adalah E. tarda.
Isolat E. tarda yang telah diuji ulang, dilakukan kultur masal pada media
Triptic Soy Agar (TSA) dan diinkubasi pada temperature 28-30°C selama 18-24
jam (Buller, 2014). Kemudian dilakukan pemanenan dengan cara menambahkan
larutan salin steril pada cawan petri yang berisi biakan E. tarda. Suspensi bakteri
hasil pemanenan kemudian dilakukan pencucian sebanyak 3x dengan Phosphate
Buffer Saline (PBS) dan dilanjutkan pada prosedur penyiapan untuk antigen.
Antigen yang digunakan adalah Antigen Somatic (O) dari E. tarda yang
dipersiapkan melalui pemanasan dalam penangas selama 2.5 jam. Kemudian
disentrifugasi 1 400 g pada suhu 5°C selama 30 menit. Hasil sentrifugasi diambil
peletnya dan ditambahkan 0.3% salin formalin (Justine et al. 1977).
Produksi Antibodi
Sebanyak 0.5 ml Antigen E.tarda 109 sel/ml dalam larutan fisiologis
disuntikkan ke kelinci New Zealand White berat ± 2kg melalui vena auricularis.
Penyuntikan diulang pada awal minggu ke 2, 3 dan 4 untuk meningkatkan respon
antibodi. Pada mingu ke 4 dilakukan pengukuran titer antibodi seperti yang
dilakukan Biller-Takahashi et al. (2014). Antibodi diencerkan setengah secara
berseri kemudian dititrasi dengan suspensi E. tarda aktif (1 × 109 CFU/ml) dan
diinkubasi pada suhu kamar untuk proses aglutinasi selama 16-18 jam. Titik
aglutinasi akhir ditetapkan sebagai pengenceran serum terakhir di mana aglutinasi
terlihat. Titer aglutinasi antibodi dinyatakan dari kebalikan dilusi serum tertinggi
yang menunjukkan aglutinasi.
Purifikasi IgG anti-E.tarda
Purifikasi untuk mendapatkan IgG poliklonal anti-E.tarda dilakukan secara
dua tahap. Tahap yang pertama yaitu presipitasi Amonium Sulfat. Serum yang telah
disentrifugasi 3 000 g selama 30 menit. Supernatan ditambahkan larutan Amonium
Sulfat 4.1 M sebanyak volume serum dan dipresipitasi selama semalam pada 4°C.
Kemudian disentrifugasi 3 000 g selama 30 menit. Pelet diresuspensi dengan PBS
0.3-0.5 dari volume asal dan dipindahkan dalam membran dialisa. Dialisa dilakukan
dengan 3 kali penggantian PBS selama semalam dan disentrifugasi untuk
menghilangkan debris (Harlow dan Lane 1988). Tahap kedua, serum dipurifikasi
menggunakan Melon Gel IgG Purification Kit sesuai dengan protokol.

41

Konsentrasi IgG hasil purifikasi diukur menggunakan Nanodrop™ ND2000
dengan panjang gelombang 280 nm. Extinction coefficient yang digunakan yaitu
1.4 untuk 1mg/ml IgG (Mandy dan Nisonoff 1963 dalam Howard dan Kaser 2013)
kemudian dihitung dengan persamaan Beer-Lambert.

A= ɛ.b.c

A = Nilai Absorbansi
ɛ = Extinction Coefficient
b = Panjang path (cm)
c = Konsentrasi
Konjugasi Antibodi dengan Partikel Emas
Imunoglobulin G poliklonal anti-E.tarda dikonjugasikan dengan partikel
emas sesuai dengan metode Liu et al.(2013) dengan sedikit modifikasi. Koloid
emas 1 ml disesuaikan pHnya menjadi 8.0 menggunakan 0.1 M K2CO3 dan
kemudian dicampur 26 µg IgG poliklonal. Setelah diinkubasi 1 jam pada suhu
ruang dengan adukan pelan, ditambahkan 200 µl 1% BSA dan diinkubasi selama
30 menit. Kemudian disentrifugasi 14 000 rpm selama 30 menit pad 4ºC (Liu et
al. 2013) dan dicuci 2 kali menggunakan 2 mM Buffer borate (pH 7.4). Kemudian
disimpan dalam 10% volume awal dengan buffer penyimpan Phosphate Buffer pH
7.4 (5% Sukrosa, 1% BSA dan 0.5% Tween 20)(Kolosova et al. 2007).
Kontruksi Kit Immunokromatrografi
Membran nitroselulosa dipotong dengan ukuran 25mm x 3mm. IgG kelinci
anti-E.tarda sebanyak 0.5 µl (10µg/ml) diteteskan pada garis test (Test line), dan
0.5 µl (10mg/ml) IgG domba-anti IgG Kelinci diteteskan pada garis kontrol
(Control line). Kemudian membran dikeringkan pada suhu 37°C selama 30 menit
dan direndam dalam 10 mM Buffer Fosfat (pH 7.4) yang mengandung 2% Casein
selama 30 menit dan dicuci 2 kali menggunakan buffer tersebut. Kemudian
membran dikeringkan 37°C selama 30 menit (Kolosova et al. 2007).
Bantalan Konjugat (Conjugate pad) ukuran 10 mm x 3 mm) ditetesi dengan
konjugat antibodi-partikel emas sebanyak 15µl. Bantalan Sampel (Sample pad)
ukuran 15mm x 3mm dan Bantalan Penyerap (Absorbant Pad) ukuran 15mm x
3mm ditempel pada papan penunjang secara menindih 1-2 mm. Kemudian kit
Imunokromatografi disimpan dalam kantong plastik dengan desicant pada suhu
4°C hingga akan dipergunakan (Zhang et al. 2006).
Pengujian menggunakan Kit Imunokromatografi
Pengujian penggunaan kit imunokromatografi dilakukan terhadap isolat
standar E. tarda dan 6 isolat bakteri lain. Isolat Bakteri lain tersebut dilakukan
identifikasi dengan metode sekuensing terhadap gen 16s rRNA. DNA dari 6 isolat
diekstraksi menggunakan metode Atashpaz et al. (2010) dan dilanjutkan PCR
dilakukan dengan primer 27f-1492r (Lane 1991) dengan menggunakan Kit KAPA
2G Fast Ready Mix dan disekuensing menggunakan BigDye® Terminator V3.1

42

Sequencing Kit. Hasil Sekuensing yang telah di-BLAST dengan database yang ada
di NCBI digunakan untuk identifikasi isolat-isolat tersebut.
Persiapan Sampel dilakukan dengan cara mendididihkan selama 30 menit
untuk mendapatkan antigen terlarut. Kemudian sampel diuji dengan Kit
Imunokromatografi untuk menguji reaksi silang dari kit tersebut.
Analisa Data
Seluruh data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisa secara deskriptif.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi dan Produksi Antigen
Pada penelitian ini, isolat E. tarda yang digunakan adalah Isolat yang
diperoleh dari Stasiun Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil
Perikanan Kelas I Pontianak. Isolat tersebut dikultur pada media Tryptic Soy Agar
(TSA) dan Blood Agar (BA) serta diidentifikasi ulang. Hasil pengamatan
morfologi koloni dan uji biokimiawi diperoleh bahwa isolat tersebut benar E. tarda
(Gambar 6 dan 7)

D

Gambar 6 Isolat E. tarda dan Uji Biokimiawi.
Keterangan :(A) Media Tryptic Soy Agar (TSA); (B) Media Blood Agar (BA); (C)
Media OF, bersifat oksidatif fermentatif; (D) H2S pada media Triple Sugar Iron Agar
dan (E) Katalase positif.

Hasil pengamatan morfologi koloni pada media TSA terlihat koloni halus
kecil/halus berukuran sekitar 0,5-1 mm berwarna putih keabua-abuan (Gambar 6a).
sedangkan pada media BA terlihat koloni berwarna putih dengan hemolisis terjadi

43

dibawah koloni. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Buller (2014) bahwa
koloni E tarda pada media TSA berukuran 0,5-1 mm, berwarna putih keabu-abuan,
transparan, bundar, entire, cembung, berkilau dan basah (Gambar 6A). Sedangkan
pada media Blood Agar (Gambar 6B), koloni berwarna putih, naik keatas, berkilau
dan bundar (Hoshina 1962 dalam Buller 2014).
Hasil uji beberapa parameter bikomiawi terlihat bahwa isolat bersifat
fakultatif aerob yaitu terlihat mampu men-fermentasi glukosa dalam kondisi
beroksigen maupun tidak beroksigen (Gambar 6C), pada media TSI terbentuk H2S
berupa warna hitam pada goresan isolat (Gambar 6D), serta adanya aktifitas enzim
katalase yaitu terbentuk oksigen berupa gelembung dari H2O2 (Gambar 6E). Hal ini
sesuai dengan yang diungkapkan oleh Barrow dan Feltham (1993) dan Buller
(2014), bahwa E. tarda bersifat fakultatif aerob, yaitu mampu menfermentasi
glukosa pada media OF dalam kondisi aerob (tanpa parafin) maupun anaerob
(dengan parafin). Kemampuan menfermentasi ditunjukkan dengan berubahnya
warna media menjadi kuning akibat dari produksi asam pada proses fermentasi.
Selain itu E tarda juga menghasilkan Hydrogen Sulfide (H2S) (Buller 2014).
Menurut Barrow dan Feltham (1993) E tarda juga memproduksi H2S seperti bakteri
lain dalam genus E. yang membedakannya dari bakteri Eschericia coli. Produksi
H2S ditandai dengan muculnya warna hitam pada media TSI yang merupakan hasil
metabolisme dari ferrous sulfate. E tarda juga mempunyai enzym katalase (Barrow
dan Feltham 1993) yang ditunjukkan dengan kemampuan memecah molekul
peroksida (H2O2 ) menjadi molekul air dan oksigen(O2).
Selanjutnya isolat E tarda diidentifikasi dengan kit API20E v4.1 seperti
terpapar pada Gambar 7 dan Tabel 1.

Gambar 7 Hasil Identifikasi Edwardsiella tarda Menggunakan Kit API20E v4.1

44

Tabel 1 Hasil dan Interpretasi Hasil Pengujian API20 E V.4.1
No

Interpretasi Hasil

Uji

1
2
3
4
5
6
7
8
9

ONPG
ADH
LDC
ODC
Citrate
H2S
Urea
TDA
Indole

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
-

VP
Gelatin
Glucose
Mannitol
Inositol
Sorbitol
Rhamnose
Sucrose
Mel
Amy
Arabinose
Oksidase

Hasil Profil

Negatif

Positif

Tidak berwarna
Kuning
Kuning
Kuning
Hijau muda/kuning
Tidak berwarna/ abu-abu
Kuning
Kuning
Tidak berwarna/ hijau
muda/kuning
Tidak berwarna
Tidak diffusi
Biru/hijau
Biru/Hijau
Biru/Hijau
Biru/Hijau
Biru/Hijau
Biru/Hijau
Biru/Hijau
Biru/Hijau
Biru/Hijau
-

Kuning
Merah/Orange
Merah/Orange
Merah/Orange
Biru-hijau/biru
Deposit hitam/garis tipis
Merah/Orange
Coklat merah
Merah muda

+
+
+
+
+
+

Merah muda/merah
Diffusi pigment hitam
Kuning/kuning abu
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
-

+
-

6

7

4

4

0

0

0

Hasil pengujian API20E v4.1 seperti pada Gambar 5 kemudian
diinterpretasi sesuai petunjuk Kit API20E (Tabel 1). Hasil interpretasi kemudian
dicocokkan dengan database APIWeb dan diperoleh nomor profil 6744000 (Kolom
terakhir Tabel 1). Nomor profil tersebut dengan taxa E. tarda mempunyai Identic
Persentase sebesar 99.4%. Mengacu pada tipikal koloni pada media TSA dan BA,
uji oksidatif fermentatif, uji H2S pada media TSI, uji Katalase serta pengujian
API20E, maka isolat tersebut diyakini merupakan isolat E. tarda.
Bakteri E. tarda yang telah diidentifikasi selanjutnya dipersiapkan untuk
preparasi antigen. Antigen yang dipersiapkan adalah antigen somatik O yang
mempunyai sifat tahan panas, asam dan alkohol. Antigen ini merupakan salah satu
komponen dari lipopolysakarida (LPS) pada bakteri gram negatif. Unit gula yang
diulang pada rantai polisakarida outer (O) diduga paling bertanggungjawab pada
spesifitas antigen O. Strain salmonella yang sekuens ulangan unit gula O nya tidak
lengkap, diketahui sebagai strain kasar karena berbentuk kasar pada koloni. Strain
ini kurang virulen atau tidak virulen dibanding dengan strain halus yang sekuen unit
gula O nya lengkap (Parija 2014).
Produksi Poliklonal Antibodi
Antibodi poliklonal terhadap anti-E tarda yang digunakan dalam penelitian
ini adalah hasil imunisasi terhadap kelinci yang dilakukan 4 kali berturut-turut
dengan jeda 1 minggu. Hasil pengamatan antibodi pada akhir minggu ke-4

45

diperoleh bahwa telah terbentuk antibodi terhadap E tarda yaitu dilihat dari reaksi
aglutinasi positif terhadap bakteri tersebut (Gambar 8)

Gambar 8 Reaksi Aglutinasi dan Agar Gel Presipitation Test (AGPT)
Keterangan : A) Kontrol Negatif . B) Reaksi Positif Terhadap E. tarda dan C)
Reaksi Agar Gel Presipitation Test (AGPT) positif.

Reaksi spesifik poliklonal antibodi terhadap antigen E. tarda terlihat seperti
pada Gambar 8B. Yaitu terbentuknya aglutinat karena terjadi ikatan antigenantibodi komplek. Ikatan ini akan terlihat seperti butiran-butiran halus yang dapat
dilihat secara langsung. Sedangkan reaksi negatif ditunjukkan pada kontrol negtif
menggunakan bakteri Escherichia coli (Gambar 8A). Tidak terjadi reaksi aglutinasi
antigen dan antibodi, antigen tetap terlihat tersuspensi dalam larutan.
Reaksi positif juga ditunjukkan pada uji AGPT, yaitu terbentuk garis tipis
putih yang merupakan presipitat yang tebentuk dari ikatan antigen-antibodi
(Gambar 8C).
Hasil pengukuran titer antibodi secara quadruplo dengan setengah
pengenceran berseri yang diawali dengan ½ pada periode akhir minggu ke-4 dapat
dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Hasil Pengukuran Titer Antibodi.
Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa serum direaksikan dengan 10 9
sel/ml E. tarda inaktif masih terbentuk aglutinasi hingga pengenceran 2 6, 27, 26 dan
27. Sel E. tarda mengendap karena tidak terjadi aglutinasi yang sempurna mulai
terlihat pada sumur 7,8,7 dan 8. Adapun Penghitungan Titer antibodi sesuai yang
diungkapkan oleh Thrusfield (2005) adalah sebagai berikut :
Arithmatic Mean Titre (AMT) = (6+7+6+7)/4
= 6,5

46

Geometric Mean Titre (GMT) :
Log2 (X +1) = 6,5
(X +1) = anti-Log2 6,5
(X +1) = 26,5
(X +1) = 90,5
X = 90,5 -1
= 89,5
Ikatan spesifik antibodi terjadi pada Satu sisi Fragment Antigen Binding
(Fab) terhadap satu jenis epitope pada antigen multivalen, sedangkan Fab yang lain
berikatan dengan epitope yang lain pada antigen sehingga akan terbentuk ikatan
antibodi-antigen yang komplek (Coico dan Sunshine 2015). Ikatan komplek antara
banyak molekul antibodi dengan banyak molekul antigen inilah yang menyebabkan
ukuran molekulnya menjadi semakin besar sehingga jika dilihat kasat mata akan
seperti butiran butiran halus.
Fitur penting dari antibodi (IgG) ini adalah aktifitas biologi dan spesifitas.
Spesifitas ini dikaitkan dengan daerah yang mempunyai kecocokan tinggi atau
complementarity- determining region (CDR)(Coico dan Sunshine 2015). Interaksi
Antigen-antibodi melibatkan kesesuaian epitop antigen dengan N-terminal variable
pada daerah Fab pada molekul antibodi. Beberapa epitope antigen mempunyai
kecocokan sempurna dengan daerah perlekatan antigen pada antibodi sehingga
berinteraksi seperti ‘gembok dan anak kunci’ untuk menghasilkan ikatan affinitas
tinggi (Day dan Schultz 2014). Alasan Spesifitas inilah sehingga antibodi
dimanfaatkan dalam immunoassay.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa Poliklonal antibodi (Immunoglobulin
Gamma/IgG) merupakan komponen penting dari respon kekebalan spesifik
(Adaptive/Acquired Immunity). Kekebalan ini dimulai dengan paparan antigen ke
dalam tubuh. Antigen dapat berupa protein, karbohidrat, lemak, asam nukleat,
kelompok kimia kecil seperti hapten atau apa saja. Antigen juga bisa berupa
komponen mikroorganisme (Delves et al. 2011).
Antigen tersebut akan ditangkap oleh sel dendrit dan dibawa ke jaringan
lymphoid setempat (Lymph node). Sel dendrit berfungsi sebagai Antigen Presenting
Cell (APC) yang telah memecah molekul-molekul antigen dan dipresentasikan pada
permukaan sel APC. T Cell Receptor (TCR) pada permukaan sel T penolong (T
helper cell) akan mengenali molekul-molekul tersebut dengan bantuan CD4+ (pada
sisi sel T) dan Major Histocompatibility Complex (MHC) II (pada sisi sel
dendrit/APC). Sel T penolong (CD4+ Tcells) tipe 2 akan mensintesis sitokin
(interleukin (IL)-4, IL-5, IL-9 dan IL-13) untuk membantu Sel B berdifferensiasi
menjadi sel plasma yang mampu mensekresi antibodi pada sistem kekebalan
humoral (Day dan Schultz 2014). Pada saat yang sama, sel B juga berdifferensiasi
menjadi sel B mem