Taksonomi dan Habitat Pilihan Bintang Laut di Perairan Pulau Hari, Sulawesi Tenggara

TAKSONOMI DAN HABITAT PILIHAN BINTANG LAUT
DI PERAIRAN PULAU HARI, SULAWESI TENGGARA

SYAMSIDAR GAFFAR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Taksonomi dan Habitat
Pilihan Bintang Laut di Perairan Pulau Hari, Sulawesi Tenggara adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2015

Syamsidar Gaffar
NIM C551110214

RINGKASAN
SYAMSIDAR GAFFAR. Taksonomi dan Habitat Pilihan Bintang Laut di
Perairan Pulau Hari, Sulawesi Tenggara. Dibimbing oleh NEVIATY P. ZAMANI
dan PRADINA PURWATI.
Setiap organisme memilih untuk menempati suatu habitat yang
menyediakan sebagian besar kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang. Dalam
suatu habitat, setiap populasi memiliki strategi berbagi ruang dengan populasipopulasi lain, seperti perbedaan pilihan makanan, cara dan ritme makan, serta cara
mempertahankan diri. Di alam, strategi ini dimanifestasikan dalam luasan area
yang ditempati populasinya.
Suatu penelitian mengenai hal tersebut telah dilakukan di Perairan Pulau
Hari, Sulawesi Tenggara. Spesimen bintang laut untuk penelitian dikoleksi pada
bulan Agustus dan Desember 2012, lalu dideskripsikan untuk menentukan
spesiesnya. Cara pengumpulan sampel mengikuti teknik penyusuran (road
sampling) dan koleksi bebas (free handpicking). Posisi koordinat tiap bintang laut
direkam menggunakan GPS (Geographical Position System), dan karakter dasar

perairan (tipe pertumbuhan dan luas tutupan karang, jenis-jenis dan luas tutupan
lamun, tipe pasir) dimana individu bintang laut ditemukan dicatat. Posisi
koordinat semua individu bintang laut kemudian dipetakan menggunakan ArcGIS
10.1 untuk mendapatkan pola sebarannya. Peta ini kemudian ditumpangtindihkan
(overlayed) pada peta habitat untuk menentukan karakter dasar perairan dimana
bintang laut tersebut ditemukan. Dari dua data ini, maka kemudian
diketahui/ditentukan posisi dan karakter habitat setiap populasi. Setelah semua
populasi bintang laut terpetakan, maka dapat digambarkan pembagian ruang di
Perairan Pulau Hari sebagai salah satu konsep strategi hidup bersama sekaligus
mengurangi kompetisi antara populasi bintang laut.
Sembilan spesies ditemukan dalam penelitian ini, dan semuanya
merupakan spesies umum (common species) yang memiliki penyebaran di
perairan tropis, baik di Samudera Hindia maupun Samudera Pasifik (antara 500 LS
dan 500 LU). Spesies-spesies tersebut adalah Linckia laevigata (Linnaeus, 1758)
(Ophidiasteridae: Valvatida), Linckia multifora (Lamark, 1816) (Ophidiasteridae:
Valvatida), Nardoa tuberculata Gray, 1840 (Ophidiasteridae: Valvatida), Nardoa
novaecaledoniae (Perrier, 1875) (Ophidiasteridae: Valvatida), Fromia monilis
(Perrier, 1869) (Goniasteridae: Valvatida), Culcita novaeguineae Műller &
Troschel, 1842 (Oreasteridae: Valvatida), Choriaster granulatus Lütken, 1869
(Oreasteridae: Valvatida), Echinaster luzonicus Gray, 1840 (Echinasteridae:

Spinulosida), Acanthaster planci (Linnaeus, 1758) (Acanthasteridae: Spinulosida).
Terumbu karang berkembang dengan baik di sekeliling Pulau Hari dan
meluas di sisi utara. Di sisi ini, laguna terbentuk di tengah-tengah terumbu karang
dengan luas ± 2.9 ha. Di antara laguna dan daratan pulau terdapat paparan lamun
dengan luas ± 0.40 ha dan pasir terbuka. Sebaran bintang laut terkonsentrasi di
antara sisi utara pulau dan laguna, membentuk gambaran seperti sabuk
memanjang dari barat ke timur.
L. laevigata merupakan spesies dengan jumlah individu cukup banyak (58
ind.) yang menempati area terluas mencakup semua tipe habitat. Spesifikasi

habitat pilihannya tidak spesifik. N. tuberculata lebih memilih area dengan karang
bercabang, baik dari kelompok Acropora maupun non-Acropora. Sementara, C.
novaeguineae cenderung memilih area berdasar pasir, baik di area lamun maupun
di celah-celah terumbu karang. A. planci yang merupakan spesies terumbu karang
lebih memilih area dengan karang tabulate Acropora, walaupun beberapa individu
ditemukan di area dengan massive coral dan paparan pasir di sela-sela karang. C.
granulatus dengan empat individunya hanya ditemukan di paparan pasir di celahcelah terumbu dekat tubir. Dua spesies lainnya, F. monilis dan N.
novaecaledoniae hanya 3 dan 2 individu, ditemukan di dekat tubir dan berjarak
cukup jauh antar individu. Kedua spesies ini belum pernah ditemukan dalam
jumlah individu yang besar di lokasi lain.

Pilihan-pilihan dasar perairan yang ditunjukkan oleh bintang laut di Pulau
Hari, yang kemudian tergambar dalam pola sebaran spasial, sebetulnya
merupakan strategi mengurangi persaingan antar populasi. Strategi berbagi ruang
berhubungan dengan kebutuhan alamiah tiap populasi dan daya adaptasi baik
struktur tubuh (bentuk tubuh, ornamen-ornamen tubuh, dan lain-lain) maupun
fungsi organ (tingkah laku makan, reproduksi, dan lain-lain).
Kata kunci: Bintang laut, habitat pilihan, taksonomi, pembagian habitat, Pulau
Hari.

SUMMARY
SYAMSIDAR GAFFAR. Taxonomy and Habitat Preference of Starfish in the
Hari Island Water, Southeast Sulawesi. Supervised by NEVIATY P. ZAMANI
and PRADINA PURWATI
Organisms prefer habitats which provide most of their requirement for
growing and populating. In order to minimize competition, each population
develops habitat sharing in many ways including diet preference and habit, and
defense mechanism. This habitat sharing is demonstrated as area that is inhabited
by individuals of the population.
Research in habitat sharing of seastars has been conducted in AugustDecember 2012. Seastar specimens were collected from and observed at Hari
Island Waters (South East Sulawesi), applying road sampling and free

handpicking technique. Geography position of each individu of seastar was
remarked in GPS (Geographical Position System), and the characteristics of area
where each individu of seastars was found, growth type and cover area of corals,
species and cover area of seagrass, type of the substrate, was recorded. These
position of seastars were then overlayed on habitat map to develop area inhabiting
by each population of seastars.
Results of research uncovered nine species of seastars that taxonomically
confirmed: Linckia laevigata (Linnaeus, 1758) (Ophidiasteridae: Valvatida),
Linckia multifora (Lamark, 1816) (Ophidiasteridae: Valvatida), Nardoa
tuberculata Gray, 1840 (Ophidiasteridae: Valvatida), Nardoa novaecaledoniae
(Perrier, 1875) (Ophidiasteridae: Valvatida), Fromia monilis (Perrier, 1869)
(Goniasteridae: Valvatida), Culcita novaeguineae Műller & Troschel, 1842
(Oreasteridae: Valvatida), Choriaster granulatus Lütken, 1869 (Oreasteridae:
Valvatida), Echinaster luzonicus Gray, 1840 (Echinasteridae: Spinulosida),
Acanthaster planci (Linnaeus, 1758) (Acanthasteridae: Spinulosida).
Corals grew well surrounding Hari Island, especially in the north side
encircling a 2.9 ha lagoon. Between lagoon and the island, there were seagrass
area (± 0.4 ha) and open sandy area. Most seastars inhabited this area, giving a
distribution of west-east-direction belt.
L. laevigata was found with the largest number of individuals (58 ind.),

distributing widely. The habitat preference did not show specific. N. tuberculata
prefered area with branching corals while C. novaeguineae tended to live in sandy
area both among seagrass and corals. A. planci as coral feeders prefered tubulate
Acropora eventhough some individuals found on massive coral and sandy bottom
among corals. C. granulatus were found in a small area of sandy bottom among
coral closed to reef slope. F. monilis and N. novaecaledoniae were only found 3
and 2 individuals, distantly each other, inhabiting close to reef slope. These two
species have never been reported in large number.
Habitat prefered by each population of seastars which showed in spatial
distribution map, demonstrated a strategy in minimizing competition among
populations. This strategy concerned with live requirement and adaptation
potential (morphology and habits) of each seastar species.
Kata kunci: Seastars, prefered habitat, taxonomy, habitat share, Hari island.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

v

TAKSONOMI DAN HABITAT PILIHAN BINTANG LAUT
DI PERAIRAN PULAU HARI, SULAWESI TENGGARA

SYAMSIDAR GAFFAR

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Suharsono, M.Sc.

vii

Judul Tesis :
Nama
NIM

:
:

Taksonomi dan Habitat Pilihan Bintang Laut di Perairan Pulau
Hari, Sulawesi Tenggara
Syamsidar Gaffar
C551110214
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Dr Ir Neviaty P. Zamani, MSc
Ketua

Dra Pradina Purwati, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Kelautan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Neviaty P. Zamani, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 20 Juni 2014

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Ungkapan syukur kepada Maha Pencipta, Allah swt, atas segala berkah
dan kehidupan yang diberikan, serta segala cerita di dalamnya. Karya ilmiah yang
hadir di hadapan Anda ini tidak akan ada tanpa sumbangan pemikiran, waktu, dan
tenaga dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya terutama kepada kedua pembimbing, Ibu Dr. Ir. Neviaty P.
Zamani, M.Sc. dan Ibu Dra. Pradina Purwati, M.Sc. yang dengan begitu sabar dan
kritis mengarahkan penulis selama proses penelitian dan penulisan, yang telah
mengawal dan menyunting naskah ilmiah ini sejak masih sangat mentah hingga
layak disajikan di tangan pembaca. Terima kasih pula atas pelajaran hidup yang
secara langsung maupun tidak langsung telah diberikan dan mohon maaf bila
selama ini banyak hal tidak baik yang sengaja maupun tidak sengaja telah penulis
timbulkan. Terima kasih juga ditujukan kepada Bapak Prof. Dr. Suharsono, M.Sc
atas berbagai masukannya saat ujian tesis, Bapak Dr. Tri Prartono atas
koreksiannya selama proses perbaikan tesis, Ana Setyastuti, S.Si, M.Si. atas
masukannya dalam penyusunan draft, Dr. Halili (Dosen GIS Unhalu Kendari) dan
kawan-kawan di Club Selam Perikanan Unhalu (Langkoe Diving Club Unhalu)
atas bantuannya saat di lapangan, Muhammad Nasir, S.Kel dan Agus Aris, S.Kel,
M.Sc atas kesediaannya berbagi ilmu dalam pengoperasian software ArcGis 10.1,

dan Andi Haerul, S.Kel, M.Si atas bantuannya, termasuk ilmu-ilmu teknisnya
dalam menyusun karya ilmiah ini.
Terima kasih pula atas segala diskusi, dukungan, kebersamaan, dan
motivasi yang selama ini diberikan rekan-rekan Pascasarjana Ilmu Kelautan IPB
terutama angkatan 2011, Forum Mahasiswa Pascasarjana Sulawesi Selatan IPB
(Rumana IPB), Forum Mahasiswa Pascasarjana Sulawesi Tenggara IPB, Bogor
Science Club Pascasarjana IPB (BSC Pascasarjana IPB), Ikatan Sarjana Kelautan
Unhas (ISLA Unhas), dan Badan Kerohanian Islam Mahasiswa IPB (BKIM IPB).
Terkhusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua (Drs. Abd.
Gaffar T. dan Syamsiah Muhammad, S.Pd.I) atas segala kasih dan dukungannya
selama ini. Tanpa doa yang selalu menyertai penulis, nasehat agar selalu ikhlas
dan sabar, bersyukur, jangan mudah patah asa, selalu belajar dari kesalahan, dan
tetap menikmati setiap proses yang tengah dijalani, mustahil pendidikan ini dapat
terselesaikan dengan baik. Waktu yang bergerak cepat dan menekan akan menjadi
tak tertanggungkan tanpa kasih sayang kalian.
Terima kasih juga kepada semua yang telah turut mewarnai dan
membersamai kehidupanku selama berada di kampus hijau ini, yang telah
meluangkan waktu membaca dan menyebarkan makna dalam corat-coret berpuluh
halaman ini. Kiranya hanya Allah yang dapat membalas segala kebaikan kalian.
Akhirnya, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan tesis ini, maka hanya
penulis yang bertanggungjawab. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Juli 2015
Syamsidar Gaffar

ix

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
2

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Observasi Awal dan Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel
Pengumpulan dan Identifikasi Spesimen Bintang Laut
Perekaman Titik Sebaran Bintang Laut
Pengidentifikasian Tipe Habitat Pilihan Bintang Laut
Analisis Data

3
3
3
4
8
8
12

HASIL
Konfirmasi Spesies Bintang Laut Pulau Hari
Kondisi Dasar Perairan Pulau Hari
Sebaran Bintang Laut di Pulau Hari
Habitat Pilihan Bintang Laut di Pulau Hari

14
14
27
29
40

PEMBAHASAN
Sebaran Bintang Laut
Habitat Pilihan Bintang Laut Pulau Hari
Pola Berbagi Habitat Bintang Laut di Pulau Hari

43
43
45
49

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

56
56
57

DAFTAR PUSTAKA

58

LAMPIRAN

66

RIWAYAT HIDUP

87

DAFTAR GAMBAR

1
2

3
4

5
6

7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29

Peta lokasi penelitian, Pulau Hari
Bintang laut tampak dorsal (abactinal). 1. Lempeng carinal yang
berbaris memanjang, 2. Lempeng-lempeng lateral, 3. Lubang anus
(anal pore) yang dibatasi lempeng-lempeng anus, 4. Deretan lempeng
superomarginal, 5. Lubang popular (papular pore) di antara lempenglempeng aboral, 6. Area antar lengan (interradial area), 7. Madreporit
Bintang laut tampak ventral (actinal). 1. Lempeng actinal, 2. Mulut, 3.
Lempeng dan duri adambulakral yang membatasi alur ambulakral
(ambulacral groove), 4. Kaki tabung di dalam alur ambulakral
Ornamen-ornamen tubuh bintang laut 1. Pedicellaria; 2. Duri (spine);
3. Lubang popular (papular pore); 4. Tubercula; 5. Lapisan kulit
(membrane); 6. Duri-duri halus (spinelet); 7. Granula yang menutupi
lempeng-lempeng tubuh
Bagian-bagian lempeng marginal asteroidea (VandenSpiegel et al.
1998)
A). Ilustrasi site layout pengamatan area lamun; B). Transek sabuk
(belt transect) yang diletakkan secara sistematis tegak lurus garis
pantai; dan C). Transek kuadran yang digunakan dalam melihat
persentase tutupan lamun
Titik-titik lokasi pengambilan data karang
Bentuk-bentuk pertumbuhan di dasar perairan area terumbu karang
(Uychiaoco et al. 2001)
Sebaran Linckia laevigata (Linnaeus, 1758)
Sebaran Linckia multifora (Lamark, 1816)
Sebaran Nardoa tuberculata Gray, 1840
Sebaran Nardoa novaecaledoniae (Perrier, 1875)
Sebaran Fromia monilis (Perrier, 1869)
Sebaran Culcita novaeguineae Műller & Troschel, 1842
Sebaran Choriaster granulatus Lütken, 1869
Sebaran Echinaster luzonicus Gray, 1840
Sebaran Acanthaster planci (Linnaeus, 1758)
Persentase tutupan lamun di sisi utara daratan Pulau Hari
Komposisi komunitas terumbu karang di dasar perairan Pulau Hari
Posisi berbagai populasi bintang laut di Perairan P. Hari
Perkiraan habitat pilihan tiap populasi bintang laut di Perairan P. Hari
Posisi individu-individu L. laevigata di Perairan P. Hari
Perkiraan habitat pilihan L. laevigata di P. Pulau Hari saat penelitian
berlangsung
Posisi individu L. multifora di Perairan P. Hari
Posisi individu-individu N. tuberculata di Perairan P. Hari
Perkiraan habitat pilihan N. tuberculata di Perairan P. Hari
Posisi individu-individu N. novaecaledoniae di Perairan P. Hari
Posisi individu-individu F. monilis di Perairan P. Hari
Posisi individu-individu C. novaeguineae di Perairan P. Hari

4

6
6

7
8

9
10
11
15
16
18
19
21
22
24
25
26
27
28
30
31
32
32
33
33
34
34
35
35

xi

30
31
32
33
34
35
36
37

Perkiraan habitat pilihan C. novaeguineae di Perairan P. Hari
Posisi individu-individu C. granulatus di Perairan P. Hari
Perkiraan habitat pilihan C. granulatus di Perairan P. Hari
Posisi individu-individu E. luzonicus di Perairan P. Hari
Perkiraan habitat pilihan E. luzonicus di Perairan P. Hari
Posisi individu-individu A. planci di Perairan P. Hari
Perkiraan habitat pilihan A. planci di Perairan P. Hari
Persentase keberadaan populasi bintang laut di tiap dasar perairan

36
36
37
37
38
38
39
41

DAFTAR TABEL
1
2

Keberadaan populasi bintang laut di masing-masing zona habitat
Perkiraan luasan area yang ditinggali bintang laut, dan estimasi
densitasnya di Perairan Pulau Hari

39
40

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Bintang laut di berbagai habitat P. Hari dan morfologi tubuhnya
Prediksi pasang surut dan ketinggian air laut di sekitar perairan Pulau
Hari, Sulawesi Tenggara pada saat penelitian
Prediksi kecepatan dan arah arus di sekitar perairan Pulau Hari,
Sulawesi Tenggara pada saat penelitian

66
83
85

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagian besar bintang laut (Echinodermata: Asteroidea) bersifat bentik,
hidup di berbagai lingkungan laut mulai dari pesisir hingga dasar laut dalam
(Juico 2014). Beberapa spesies bersifat cryptic, seperti memiliki kebiasaan
membenamkan diri dalam pasir, bersembunyi di balik pecahan karang atau
bebatuan, dan mempunyai tingkat kamuflase yang tinggi (Bos et al. 2011),
sementara spesies lainnya memilih area yang terpapar di area terbuka, menjelajah
perairan sebagai individu soliter, atau berkelompok (beragregasi) membentuk
suatu populasi (Mueller et al. 2011). Populasi yang cenderung berkelompok dalam
suatu habitat yang sama dapat disebabkan oleh adanya kesamaan morfologi,
makanan, maupun mencari perlindungan dari tekanan fisik lingkungan atau
predator (Iken et al. 2010).
Seperti halnya organisme lain, pemilihan habitat yang sama oleh beberapa
populasi bintang laut dapat menimbulkan suatu persaingan, baik ruang maupun
makanan. Persaingan ini dapat diatasi melalui pemilihan relung (niche) atau
habitat yang lebih spesifik. Perbedaan kebutuhan yang juga lebih spesifik, seperti
cara makan dan jenis makanan, cara gerak, dan pertahanan diri mendorong tiap
populasi memilih tipe dasar yang berbeda sesuai dengan kebutuhannya. Untuk
memahami strategi berbagi habitat ini, penggunaan alat Global Positioning System
(GPS) cukup efektif untuk memetakan habitat pilihan tiap populasi bintang laut
dan mempelajari karakter habitat tersebut. Metode pemetaan ini merupakan
metode penghitungan jumlah individu secara langsung dan sesuai untuk
diterapkan pada biota laut yang bergerak lambat. Metode ini pernah diaplikasikan
pada kelompok lain dalam filum yang sama dengan bintang laut, yaitu timun laut
(Holothuroidea: Echinodermata) di Lombok Barat oleh Purwati et al. (2010),
bintang laut (Asteroidea: Echinodermata) di Pulau Tikus Kepulauan Seribu oleh
Purwati et al. (2012), dan bintang mengular (Ophiuroidea: Echinodermata) di
Pantai Pancur di Perairan Selatan Jawa Timur oleh Setiawan (2013).
Informasi mengenai karakter morfologi suatu spesies yang mendiami suatu
habitat penting untuk diketahui. Informasi ini diperlukan mengingat strategi
berbagi habitat (ruang) bintang laut berhubungan dengan kebutuhan alamiah tiap
populasi dan daya adaptasi struktur tubuh, seperti bentuk cakram (disc) dan lengan
(arm), bentuk kaki tabung (tube feet), keberadaan atau ketiadaan ornamen tubuh
(armor), serta warna tubuh (body colour) (Blake 1990). Informasi ini dapat
diperoleh melalui penelitian taksonomi. Penelitian ini cukup penting dilakukan
karena selain dapat memberikan informasi karakteristik morfologi tubuh yang
lengkap, juga sekaligus menyediakan informasi keanekaragaman hayati bintang
laut di Indonesia yang masih sangat terbatas. Berdasarkan hasil penelusuran
Purwati dan Arbi (2012), selama tiga dekade terakhir, hanya ada dua publikasi
taksonomi bintang laut Indonesia, yaitu dari Perairan Anambas oleh Purwati dan
Lane (2004) dan dari Perairan Ambon oleh Fujita dan Marsh (2004). Padahal,
jumlah spesies bintang laut di Indonesia berdasarkan laporan Aziz (1996)
diperkirakan sekitar 400 spesies atau 22% dari jumlah total 1890 spesies bintang

2

laut dunia (Mah dan Blake 2012). Jumlah spesies ini bisa jadi meningkat atau
menurun seiring dengan terus berubahnya kondisi perairan di Indonesia. Terlebih
lagi, Dubois (2003) pernah mengingatkan bahwa abad 20 merupakan masa krisis
biodiversitas yang menjadi sinyal penting untuk segera menginventarisasi spesies
yang ada di dunia.
Sebagai salah satu pulau wisata yang baru diresmikan pada awal tahun
2013 lalu, Perairan Pulau Hari, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara
dapat mengalami resiko penurunan kualitas mulai dari lingkup populasi,
komunitas, maupun lingkungan secara keseluruhan bilamana peningkatan aktifitas
masyarakat (wisatawan) tidak diiringi dengan pelestarian lingkungan yang baik.
Penurunan kualitas perairan di kawasan wisata pernah dilaporkan oleh Elyazar et
al. (2007) di Pantai Kuta, Muhlis (2011) di Kawasan Wisata bahari Lombok,
Laapo et al. (2012) di di Kawasan Wisata Gugus Pulau Togean, dan Sumariadhi et
al. (2012) di Nusa Lembongan. Oleh karenanya, perairan pulau ini menarik untuk
diteliti, selain untuk menginventarisir dan memonitor keanekaragaman spesies
bintang laut beserta sebarannya sejak dari awal, juga untuk mempelajari
karakteristik habitatnya. Dari sini, pemahaman pemilihan relung (habitat yang
lebih spesifik) sebagai salah salah satu strategi berbagi habitat antar populasi akan
diperoleh.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk memahami konsep strategi hidup bersama
dan mengurangi persaingan antar populasi melalui pembagian ruang. Tujuan
tersebut dicapai melalui:
1. Studi taksonomi untuk mengonfirmasi spesies bintang laut yang ada;
2. Pola sebaran yang digambarkan melalui peta;
3. Penggambaran karakter habitat (tipe habitat yang ditinggali) tiap populasi
bintang laut

Manfaat Penelitian
1.
2.
3.

Hasil dari penelitian ini memberikan beberapa manfaat, yaitu:
Sebagai informasi ilmiah dasar terkait keanekaragaman dan pembagian ruang
bintang laut, khususnya di Perairan Pulau Hari, Sulawesi Tenggara;
Memberikan dasar pemahaman tentang komunitas bintang laut dan hubungan
dengan lingkungannya;
Sebagai rujukan bila terjadi perubahan lingkungan di Perairan Pulau Hari dan
sekitarnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini fokus pada pengenalan spesies bintang laut (taksonomi),
sebaran, dan karakter habitat pilihan tiap populasi bintang laut.

3

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan dalam periode Agustus 2012 - April 2013 di
Perairan Pulau Hari, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Pengambilan sampel bintang laut dan observasi karakter lingkungan dilakukan
pada bulan Agustus dan Desember 2012. Identifikasi dan analisis data lapangan
dilakukan hingga April 2013. Verifikasi spesimen bintang laut dilakukan di
Laboratorium Makrobentos, Pusat Penelitian Oseanografi (PPO) LIPI, Jakarta.
Spesimen bintang laut disimpan di ruang koleksi PPO-LIPI, Jakarta.

Observasi Awal dan Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel
Observasi awal dilakukan guna mendapatkan gambaran umum mengenai
lokasi penelitian dan menentukan teknik yang akan diterapkan. Secara geografis,
Pulau Hari terletak pada posisi 04002‟18.8” LS dan 122046‟38.1” BT. Pulau Hari
memiliki luas ± 5.9 ha. Pulau ini tidak berpenghuni dan relatif jauh dari aktivitas
daratan utama yaitu ± 3 km. Daratan yang terlihat dari sisi selatan pulau
merupakan daratan utama kawasan hutan Suaka Margasatwa Tanjung Peropa dan
Tanjung Amolengo. Sementara yang tampak dari sebelah barat adalah daratan
utama Pulau Sulawesi Tenggara.
Observasi yang dilakukan pada bulan Agustus merupakan akhir dari
musim timur, sementara pengambilan bintang laut pada Desember termasuk
dalam musim barat. Kecepatan arus di sekitar Perairan Pulau Hari saat observasi,
yaitu ± 0.25 m/s dengan arah arus dari barat, sementara saat penelitian
berlangsung diprediksi sedikit melemah, yaitu ± 0.16 m/s dengan arah arus dari
tenggara (Erddap 2015). Kedalaman air saat bulan Agustus dan Desember
diprediksi sekitar ± 0.2 – 2 m.
Selama observasi diketahui bahwa bintang laut ditemukan pada rataan
pasir, padang lamun, dan terumbu karang, di semua sisi pulau, dan pengambilan
sampel dilakukan pada ketiga tipe area tersebut. Secara umum, rataan pasir berupa
hamparan pasir terbuka yang langsung berhubungan dengan tepi pantai dan ada
yang ditumbuhi sedikit lamun Halophila sp.. Rataan pasir juga dijumpai di celahcelah terumbu karang. Padang lamun berupa hamparan lamun heterogen yang
terletak di sisi utara pulau; dan terumbu karang berupa hamparan komunitas
karang yang heterogen. Dari ketiga tipe area tersebut, yang teramati rusak hanya
terumbu karang di sisi utara pulau, kemungkinan akibat pemboman (diperkirakan
luasnya 40 pori/kelompok, dan tersebar merata. Abactinal granula lengan
tersebar merata. Lempeng marginal tidak terlihat jelas saat diamati dari bagian
atas aboral. Pori papulae berkelompok membentuk lingkaran penuh. Lempeng
actinal berbentuk persegi, tersusun rapi ke dalam 4 baris. Pori-pori papulae di
bagian actinal tubuh absen. Granula adambulakral cenderung sama ukurannya.
Kaki tabung silindris, terdapat cakram (sucker) di ujungnya dan tersusun dua
baris.

15

Catatan –– L. laevigata merupakan bintang laut paling umum ditemukan di
perairan Indo-Pasifik. Spesies ini memiliki jumlah individu paling banyak di
Pulau Hari yang tersebar di area intertidal hingga subtidal.
Sebaran –– Pulau Hawaii, Oceania (Guam, Mikronesia (Kosrae, Yap), Samoa,
New Guinea, Madang, Fiji, New Caledonia, Pulau Caroline), Australia
(Kimberley hingga Abrolhos, Ashmore, Cartier, Pulau Scott, Rowley Shoals,
Queensland Utara, Pulau Moorea), Indo-Pasifik (Filipina, Indonesia (Bacan,
Sulawesi, Flores, Timor, Amboina, Kepulauan Anambas, Kepulauan Natuna),
Asia Pasifik (Korea (Pulau Jeju), Cina Selatan, Laut Cina Selatan, Taiwan, Jepang
(Okinawa), Hongkong, Vietnam Selatan), Laut Merah, Gulf Persia, Laut Afrika
Timur-Hindia (Mauritius, Madagaskar, Mozambique, Tanzania), Laut Hindia
(Maldives, India (Pulau Andaman), Madras).

Gambar 9. Sebaran Linckia laevigata (Linnaeus, 1758)

Linckia multifora (Lamark, 1816)
Lamp. 1 Gbr. 3
Asterias multifora Lamarck, 1816: 565
Linckia multifora Clark dan Rowe 1971: 62; Marsh 1974: 86; James 1989: 102,
pic. 6 - 9; Walenkamp 1990: 61, pic. 26; Moosleitner 1997: 10, pic. 16;
Chao 1999: 411, pic. 3A, 15, 16; Coleman 2000: 249-250; Lane et al. 2001:
473; Rowe dan Richmond 2004: 3285; Fujita dan Marsh 2004: 177; Purwati
dan Lane 2004: 95; Ameziane 2007: 340; Pearse 2009: 190; Antokhina dan
Britayev 2012: 896, pl. 7 pic. 25; Lee dan Shin 2014: 110, pic. 2B, C.
Spesimen –– 1 individu. SG1206, kedalaman 1 m (R/r = 8.43/1.14 cm)
Deskripsi –– Lengan berjumlah empat, silinder, ramping, tidak sama panjang.
Ujung lengan mengecil, melengkung ke atas (attenuate), tumpul, dan lempeng

16

terminal absen. Diameter cakram tiga kali lebih pendek dari panjang lengan.
Bagian interradial sempit. Dua madreporit terdapat di bagian interradial dan
berukuran sebesar lempeng cakram yang terbesar. Struktur tubuh kokoh. Axial
tubuh bersudut. Saat masih hidup, berwarna kebiruan di bagian dorsal dan agak
orange di bagian ventral.
Lempeng-lempeng abactinal poligonal, tidak teratur, bergranula
hexagonal. Lempeng carinal absen. Lempeng abactinolateral lebih kecil dari
lempeng cakram. Pori-pori tersebar di bagian abactinal, berkelompok dengan 2550 pori/kelompok. Kelompok pori-pori berbentuk lingkaran penuh dengan ukuran
minimal sebesar lempeng terkecil pada bagian abactinal. Anus di pusat cakram.
Lempeng marginal tidak terlihat jelas saat diamati dari bagian atas aboral,
permukaannya ditutupi granula. Pori-pori teratur. Kaki tabung dua baris, ada
cakram (sucker) di ujungnya. Lempeng-lempeng actinal sama ukurannya, teratur,
dan ditutupi granula. Pori-pori absen di bagian actinal. Bagian actinolateral
berbentuk persegi, teratur, dan rapat. Pada lempeng adambulakral terdapat duriduri ambulakral yang tidak sama besar, 2-3 duri berukuran besar dan 2-4 duri
berukuran kecil. Duri subambulakral satu deret, tiap duri dipisahkan 1-3 baris
granula. Duri ambulakral dan subambulakral dipisahkan oleh 5-8 baris granula.
Catatan –– Morfologi dan warna spesies ini sangat mirip dengan L.laevigata.
Ukuran antar lengan tidak jauh berbeda. Perbedaan menonjol hanya dari jumlah
madreporit.
Sebaran –– Pulau Hawaii, Oceania (Guam, Mikronesia (Kosrae, Yap), Samoa,
Fiji, New Caledonia, Madang), Australia (Kimberley hingga Abrolhos, Ashmore,
Cartier, Pulau Scott, Rowley Shoals, Queensland Utara, Pulau Moorea, Pulau
Society, Pulau Christmas), Indo-Pasifik (Filipina, Indonesia (Kepulauan
Anambas, Kepulauan Natuna, Sulawesi, Amboina)), Asia pasifik (Hongkong,
Cina Selatan, Laut Cina Selatan, Jepang (Okinawa), Taiwan, Vietnam Selatan),
Laut Merah, Laut Afrika Timur-Hindia (Mozambique, Mauritius, Seychelles,
Madagascar), Laut Hindia (Maldives, India (Andaman Selatan), Sri Lanka).

Gambar 10. Sebaran Linckia multifora (Lamark, 1816)

17

Genus Nardoa Gray, 1840
Nardoa tuberculata Gray, 1840
Lamp. 1 Gbr. 4 dan 5
Nardoa tuberculata Clark 1967: 187; Clark dan Rowe 1971: 63; Lane et al. 2001:
473; Fujita dan Marsh 2004: 177; Ameziane 2007: 340; Pearse 2009: 190;
Antokhina dan Britayev 2012: 896, pl. 7 pic. 28; Sadhukhan dan
Raghunathan 2012: 167
Spesimen –– 13 individu. SG1207, kedalaman = 1.5 m (R/r = 6.53/1.55 cm);
SG1208, kedalaman = 1 m (R/r = 5.77/1.3 cm); SG1209, kedalaman = 3 m (R/r =
7.20/1.12 cm); SG1210, kedalaman = 2 m (R/r = 7.70/1.50 cm); SG1211,
kedalaman = 2 m (R/r = 5.36/1.50 cm); SG1212, kedalaman = 2 m (R/r =
7.25/1.18 cm); SG1213, kedalaman = 4 m (R/r = 8.51/1.50 cm); SG1214,
kedalaman = 3 m (R/r = 8.60/1.80 cm); SG1215, kedalaman = 3 m (R/r =
8.67/1.60 cm); SG1216, kedalaman = 1.5 m (R/r = 6.66/1.65 cm); SG1217,
kedalaman = 5 m (R/r = 7.38/1.43 cm); SG1218, kedalaman = 2 m (R/r =
6.34/1.12 cm); SG1219, kedalaman = 2.5 m (R/r = 6.99/1.28 cm);
Deskripsi –– Bentuk tubuh stellate, rangka kokoh. Lengan lima, mengecil ke arah
distal, ujung lengan bengkok ke atas (accute), lengan atas cembung bagian bawah
rata, dua kali lebih panjang dari diameter cakram. Axial tubuh bersudut.
Lempeng cakram abactinal bulat, bergranula, cembung, tidak sama besar,
tersusun tidak teratur, dan berjarak antar satu dengan yang lain. Lempeng carinal
tidak jelas. Lempeng abactinolateral bulat, bergranula, lempengnya dominan
cembung, berukuran lebih besar dari lempeng cakram, ke arah distal lebih kecil,
susunan tidak teratur, dan ada jarak antar lempeng. Madreporit tunggal, sama
besar dengan lempeng yang terbesar pada cakram aboral, beralur. Pori-pori
papulae berkelompok di antara lempeng abactinal, berjarak namun ada pula yang
berhimpit, > 5 pori/kelompok, susunan tidak beraturan. Tuberkula di bagian
abactinal cakram seperti kubah, lima tuberkula mengelilingi lempeng pusat dekat
pangkal lengan, tersusun teratur.
Lempeng-lempeng lateral poligonal sampai prisma, ditutupi granula
seragam, semakin kecil ke arah distal. Lempeng teratur, berhimpitan, dan tidak
ada jarak di antaranya. Pori-pori di antara deretan lempeng berkelompok, 6 – 20
pori/kelompok. Bagian actinal lebih sempit, ditutupi granula yang tersusun teratur.
Duri-duri celah ambulakral lebih panjang dari duri adambulakral. Lempeng
adambulakral dua baris, melebar, dan tumpul. Pada baris ke dua, duri
adambulakral lebih pendek dan berbentuk prisma. Duri adambulakral dan duri
celah ambulakral tersusun rapi di sepanjang lengan. Pori-pori absen pada area
oral. Kaki tabung 2 baris, silinder, dengan cakram (sucker) di ujungnya.
Catatan –– Ornamen tubercula ditemukan pada semua bagian permukaan lengan
aboral. Beberapa spesimen memiliki tuberkula yang menonjol hanya pada
sepertiga bagian distal lengan, baik pada beberapa lengan maupun semua lengan.

18

Sebaran –– Indo-Pasifik (Pulau Ambon, Pulau Filipina,), Asia Pasifik (Cina,
Jepang (Jepang Selatan, Okinawa), Vietnam Selatan), Laut Hindia (India Timur),
New Caledonia, dan Pulau Pasifik Selatan.

Gambar 11. Sebaran Nardoa tuberculata Gray, 1840

Nardoa novaecaledoniae (Perrier, 1875)
Lamp. 1 Gbr. 6 dan 7
Nardoa novaecaledoniae Clark 1967: 187; Clark dan Rowe 1971: 64; Lane et al.
2001: 473; Ameziane 2007: 340; Pearse 2009: 190.
Spesimen –– 2 individu. SG1220, kedalaman = 5 m (R/r = 9.61/1.35 cm);
SG1221, kedalaman = 6