Economic and Risk Analysis of Plant Conversion of Rubber to Oil Palm Plantation in Pemayung District Batang Hari Regency Jambi

ANALIISIS EKO
ONOMI DAN
D
RISIIKO KON
NVERSI TANAMA
AN
KAR
RET MEN
NJADI KELAPA
K
SAWIT DI
D KECA
AMATAN
N
PE
EMAYUN
NG KABU
UPATEN BATANG
G HARI JJAMBI

ACH. FIRMAN

F
WAHYU
UDI

SEKOL
LAH PASC
CASARJA
ANA
I
INSTITUT
T PERTA
ANIAN BO
OGOR
BOGO
OR
2014
4

 


PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Ekonomi dan
Risiko Konversi Tanaman Karet menjadi Kelapa Sawit di Kecamatan Pemayung
Kabupaten Batang Hari Jambi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014

Ach. Firman Wahyudi
NIM H353110031

 

RINGKASAN
ACH. FIRMAN WAHYUDI. Analisis Ekonomi dan Risiko Konversi Tanaman

Karet menjadi Kelapa Sawit di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batang Hari
Jambi. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT dan ARIF IMAM SUROSO.
Karet merupakan komoditas strategis hampir di seluruh kabupaten di
Provinsi Jambi dan telah menjadi bagian dari budaya masyarakat Jambi. Sebagai
tanaman yang sudah menjadi komoditas unggulan dan sudah mengakar di
masyarakat, pemerintah Provinsi Jambi terus berupaya mempertahankan dan
memperluas areal perkebunan karet. Namun, belakangan ini banyak perusahaan
dan petani karet di Provinsi Jambi mengkonversi lahan tanaman karetnya menjadi
kelapa sawit karena dinilai lebih menguntungkan secara ekonomi. Latar belakang
penurunan minat petani terhadap tanaman karet disebabkan oleh harga karet yang
fluktuatif dan rendahnya produktivitas karet yang disebabkan oleh banyaknya
tanaman yang sudah tua, rusak dan tidak produktif, penggunaan bibit yang bukan
klon unggul serta kondisi kebun karet yang menyerupai hutan. Keadaan ini
mendorong petani untuk mengkonversi lahan tanaman karetnya menjadi kelapa
sawit.
Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengestimasi perkembangan laju
konversi lahan tanaman karet di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batang Hari;
(2) menghitung keuntungan usahatani karet dan kelapa sawit; (3) mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi petani untuk mengkonversi tanaman karet
menjadi kelapa sawit; (4) menganalisis risiko produksi dan pendapatan yang

dihadapi petani dalam usahatani karet dan kelapa sawit; (5) menentukan proporsi
penggunaan lahan yang optimal antara tanaman karet dan kelapa sawit
berdasarkan teori risiko portofolio.
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pemayung, Kabupaten Batang
Hari, Provinsi Jambi. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive.
Penelitian dilapangan dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan
Maret 2013. Data yang digunakan adalah data time series dan cross section. Jenis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh
melalui wawancara langsung menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) dengan
petani karet dan petani kelapa sawit yang awalnya adalah petani karet. Selain itu
juga digunakan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Perkebunan Kabupaten
Batang Hari, Kecamatan Pemayung, Bappeda Kabupaten Batang Hari, Kantor
penyuluh Pertanian dan Perkebunan, dan BPS.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Laju konversi lahan karet di
Kecamatan Pemayung Kabupaten Batang Hari, Jambi pada periode tahun 2003
hingga 2011 sebesar 2.214 Ha. Kemudian terjadi penambahan luas lahan karet
dari tahun 2003-2011 sebesar 1903 hektar sehingga konversi bersih lahan karet
dari tahun 2003-2011 sebesar 311 ha. Berdasarkan hasil analisis kelayakan
finansial selama 25 tahun dengan diskon faktor 10%, maka usahatani karet
menghasilkan NPV sebesar Rp 52.478.251, IRR 19%, dan Net B/C 2,59.

Sementara Usahatani Kelapa sawit menghasilkan NPV sebesar Rp 105.982.309,
IRR 29%, dan Net B/C 4,48. Dengan memperhatikan nilai NPV, IRR, dan Net
B/C pada usahatani karet dan kelapa sawit menunjukkan bahwa usatani kelapa
sawit lebih menguntungkan dibandingkan dengan usahatani karet.

 

Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan secara nyata adalah faktor
kendala curahan waktu penyadapan karet yang tinggi, kondisi tanaman karet
rusak, serangan hama karet, dan faktor coba-coba. Analisis risiko berdasarkan
pendapatan, risiko usahatani spesialisasi karet lebih besar dari kelapa sawit.
Selanjutnya berdasarkan analisis risiko portofolio diversifikasi karet dan kelapa
sawit, untuk mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi sekaligus meminimalisir
risiko pada kegiatan diversifikasi karet dan kelapa sawit, maka petani bisa
melakukan kombinasi penggunaan lahan dengan perbandingan fraksi luas lahan
40 persen untuk karet dan 60 persen untuk kelapa sawit.
Perbaikan kualitas karet rakyat dapat dilakukan oleh pemerintah melalui
program penyediaan bibit unggul dan insentif finansial seperti kemudahan akses
terhadap kredit. Pemerintah Kabupaten Batang Hari juga dapat menyediakan
program edukasi dan pelatihan bagi petani agar dapat melakukan diversifikasi

karet dan kelapa sawit dengan perbandingan fraksi luas lahan 40 persen untuk
karet dan 60 persen untuk kelapa sawit untuk meminimalisir risiko dan
meningkatkan pendapatan.
Kata kunci : karet, kelapa sawit, konversi tanaman, risiko, risiko portofolio

SUMMARY
ACH. FIRMAN WAHYUDI. Economic and Risk Analysis of Plant Conversion of
Rubber to Oil Palm Plantation in Pemayung District Batang Hari Regency Jambi
Province. Supervised by YUSMAN SYAUKAT and ARIF IMAM SUROSO.
Rubber is a strategic commodity in almost all of regencies in the province
of Jambi and has become a part of culture of Jambi community. For a plant that
has become a superior commodity and has been rooted in the community, the
government of Jambi province continues expanding and maintaining Rubber
cultivation area. However, lately many companies and rubber farmers in Jambi
Province converted their rubber crop into oil palm crop as it is considered more
profitable economically. The Background of the decline of the interest of the
farmers to the rubber crop is caused by the fluctuating prices and low productivity
of the rubber, a large amount of rubber plants that are old, damaged and
unproductive, the usage of non superior clone seedlings as well as the conditions
of the rubber plantation that resembles forest. These conditions encouraged

farmers to convert the rubber into oil palm plantation.
Objectives of this research are: (1) to estimate the conversion rate from
rubber into oil palm; (2) to evaluate whether economic benefits of oil palm is
greater than that of rubber; (3) to identify some factors affecting farmers in
converting their commodity; (4) to analyze the risks faced by farmers in
implementing such conversion; and (5) to analyze the optimal combination of
land use between rubber and oil palm based on portfolio risk theory.
The research was conducted in the District Pemayung, Batang Hari
Regency, Province of Jambi. The selection of the study site is purposively. The
research was conducted in December 2012 to March 2013. The data used is the
time series and cross section data. The type of data used in this study is primary
data obtained through interviews using a questionnaire with rubber farmers and
oil palm farmers who initially were rubber farmers. It is also used secondary data
obtained from Batang Hari Regency Plantation Office, District Pemayung,
Bappeda Batang Hari Regency, Office of Agriculture and Plantation Extension,
and BPS.
Research results showed the rate of conversion of rubber land in the
District Pemayung Batang Hari regency, during period of 2003 to 2011, rubber
plant conversion was quite high, achieving about 2,214 hectares (ha). However,
there were also a program of new rubber plantation development amounting 1,903

ha in the same period. The net rubber land conversion was only 311 ha in the
period of 2003 to 2011.This became evident that there has been a conversion of
smallholder rubber in 2003-2011 in District of Pemayung Batang Hari. Based on
feasibility analysis, including NPV, IRR, and Net B/C for rubber and oil palm
during the period of 25 years, the value of NPV, IRR, and Net B/C oil palm
plantation are significantly higher than those of rubber i.e., Rp 52.478.251, 19%,
and 2,59 compared to Rp 105.982.309, 29%, and 4,48. Respectively these
confirmed our hypothesis that oil palm is financially more beneficial than rubber.
The factors that significantly affect land conversion is farmers time
allocation, rubber plants damaged condition, rubber pests, and trial and error
factors. Risk analysis indicated that the risk of monoculture rubber plantation is

 

larger than that of monoculture oil palm. Furthermore, based on analysis of
portfolio risk of rubber and oil palm, to get the most optimal combination of land
as well as to minimize the risk of the diversified activities of rubber and oil palm,
the farmers can use their land for rubber with a proportion of 40 percents and 60
percents for oil palm.
Intension of the local government of Batang Hari in keeping the rubber as

farmers’ traditional trees is good, but the problem is: currently it is financially
inferior compared to oil palm. This replanting program actually can be justified,
since there is a positive trend in the price of rubber product, and its demand is
constantly increases over time. To achieve that condition, the government should
provide high quality rubber clone and financial incentives, such as access to
credit, for this replanting program. Government of Batanghari shall provide
education and training program to the farmers to diversify rubber and oil palm
farming with a proportion of 40 percents and 60 percents for oil palm to minimize
risk and increase farm income.
Keywords: rubber, oil palm, plant conversion, risk, portofolio risk

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


ANALISIS EKONOMI DAN RISIKO KONVERSI TANAMAN
KARET MENJADI KELAPA SAWIT DI KECAMATAN
PEMAYUNG KABUPATEN BATANG HARI JAMBI

ACH. FIRMAN WAHYUDI
 

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

 


Dosen Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Kuntjoro

Judul Tesis

:

Nama
NIM

:
:

Analisis Ekonomi dan Risiko Konversi Tanaman Karet
Menjadi Kelapa Sawit di Kecamatan Pemayung Kabupaten
Batang Hari Jambi
Ach. Firman Wahyudi
H353110031

Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Arif Imam Suroso, MSc
Anggota

Dr Ir Yusman Syaukat, MEc
Ketua

Diketahui Oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi Pertanian

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Sri Hartoyo, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 30 Agustus 2013

Tanggal Lulus:

 

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat
dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Tema
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 sampai Maret 2013 ini
adalah konversi tanaman karet menjadi kelapa sawit, dengan judul tesis Analisis
Ekonomi dan Risiko Konversi Tanaman Karet menjadi Kelapa Sawit di
Kecamatan Pemayung Kabupaten Batang Hari Jambi.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan kepada Bapak Dr Ir Yusman Syaukat, M.Ec dan Bapak Dr Ir Arif
Imam Suroso, M.Sc selaku pembimbing, Bapak Prof Dr Ir Kuntjoro dan Bapak
Dr Ir Sri Hartoyo, MS yang telah banyak memberi masukan dan saran dalam
penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih penulis haturkan juga kepada istri,
anak, Bapak, Ibu, Adik-adik, serta seluruh keluarga dan sahabat atas doa,
dukungan, dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014

Ach. Firman Wahyudi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL .................................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xiv
1 PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
Latar Belakang .............................................................................................. 1
Rumusan Masalah .......................................................................................... 4
Tujuan Penelitian........................................................................................... 6
Kegunaan Penelitian ...................................................................................... 7
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ................................................. 7
2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 8
Ekonomi Konversi Lahan.............................................................................. 8
Konversi Tanaman ........................................................................................ 9
Pendapatan Usahatani ................................................................................. 10
Kelayakan Finansial ..................................................................................... 10
Konsep Risiko ............................................................................................. 12
Teori Portofolio ............................................................................................ 15
Strategi Pengelolaan Risiko ......................................................................... 16
Penelitian Terdahulu ................................................................................... 17
Kerangka Pemikiran ..................................................................................... 19
3 METODE PENELITIAN ................................................................................... 22
Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................................... 22
Jenis dan Sumber Data ................................................................................ 22
Metode Pengambilan Sampel ....................................................................... 22
Metode Analisis........................................................................................... 23
4 KONDISI UMUM TEMPAT PENELITIAN ..................................................... 31
Kondisi Administratif dan Geografis ........................................................... 31
Potensi Perkebunan ...................................................................................... 31
Keragaan Petani Responden......................................................................... 32
5 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 34
Proses Konversi Tanaman Karet menjadi Kelapa Sawit .............................. 34
Laju Konversi Lahan Tanaman Karet menjadi Kelapa Sawit ...................... 35
Analisis Usahatani dan Finansial Karet dan Kelapa sawit ........................... 36
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Karet ............ 42
Analisis Risiko ............................................................................................. 49
Analisis Risiko Portofolio ............................................................................ 50
5 SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 53
Simpulan....................................................................................................... 53
Saran .......................................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 54
LAMPIRAN ............................................................................................................. 56

 

RIWAYAT HIDUP ......................................................................................................

xv

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Pertumbuhan Dan Kontribusi PDB Sektor Pertanian (Di Luar Perikanan Dan
Kehutanan ..............................................................................................................
Perkebunan Karet Di Negara Produsen Utama Dunia Pada Tahun 2008...............
Luas Lahan Perkebunan Karet Dan Kelapa Sawit Indonesia (000 Ha)
Tahun 2000-2010 ..................................................................................................
Luas Areal Karet Dan Kelapa Sawit Provinsi Jambi Tahun 2005-2011 ................
Luas Lahan Karet Dan Kelapa Sawit Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi
Tahun 2000-2011 ..................................................................................................
Keragaan Petani Responden ...................................................................................
Distribusi Tahun Konversi Karet Menjadi Kelapa Sawit di Kecamatan
Pemayung Kabupaten Batang Hari.........................................................................
Luas Lahan Karet Yang Dikonversi Menjadi Kelapa Sawit di Kecamatan
Pemayung Kabupaten Batang Hari.........................................................................
Laju Konversi Lahan Karet Kecamatan Pemayung Tahun 2003-2011 ..................
Rata-Rata Biaya Investasi Usahatani Karet ...........................................................
Rata-Rata Penggunaan Sarana Produksi Pada Usahatani Karet Tahun Ke-1
Sampai Ke-5 Di Lokasi Penelitian Per Hektar ......................................................
Rata-Rata Penggunaan Sarana Produksi Pada Usahatani Karet Tahun Ke-6
Sampai Tahun Ke-25 Di Lokasi Penelitian Per Hektar .........................................
Analisis Keuntungan Usahatani Karet Per Hektar Per Tahun ...............................
Rata-Rata Biaya Investasi Usahatani Kelapa Sawit ..............................................
Rata-Rata Penggunaan Sarana Produksi Pada Usahatani Kelapa Sawit Tahun
Ke-1 Dan Ke-2 Di Lokasi Penelitian Per Hektar ..................................................
Rata-Rata Penggunaan Sarana Produksi Pada Usahatani Kelapa Sawit Tahun
Ke-3 Sampai Ke-25 di Lokasi Penelitian Per Hektar ............................................
Analisis Keuntungan Usahatani Kelapa Sawit Per Hektar Per Tahun ..................
Perbandingan Nilai Keuntungan Terdiskonto Usahatani Karet dan Kelapa
Sawit di Lokasi Penelitian .....................................................................................
Hasil Estimasi Koefisien Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konversi
Lahan .....................................................................................................................
Sebaran dan Proporsi Petani Sampel Berdasarkan Kendala Curahan Waktu
Penyadapan Karet di Lokasi Penelitian .................................................................
Sebaran dan Proporsi Petani Sampel Berdasarkan Kondisi Tanaman Karet di
Lokasi Penelitian ...................................................................................................
Sebaran dan Proporsi Petani Sampel Berdasarkan Kendala Hama Tanaman
Karet di Lokasi Penelitian .....................................................................................
Sebaran dan Proporsi Petani Sampel Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja
Keluarga di Lokasi Penelitian ...............................................................................
Sebaran dan Proporsi Petani Sampel Berdasarkan Pengalaman Usahatani
Karet di Lokasi Penelitian .....................................................................................
Sebaran dan Proporsi Petani Sampel Berdasarkan Luas Kepemilikan Lahan di
Lokasi Penelitian ...................................................................................................
Sebaran dan Proporsi Petani Sampel Berdasarkan Faktor Coba-coba ..................

1
2
3
4
5
33
35
35
36
37
38
39
39
40
41
41
42
42
43
44
45
45
46
46
47
47

27 Sebaran dan Proporsi Petani Sampel Berdasarkan Ketersediaan Sarana
Produksi Modal di Lokasi Penelitian ................................................................ 48
28 Sebaran dan Proporsi Petani Sampel Berdasarkan Harga TBS di Lokasi
Penelitian........................................................................................................... 48
29 Risiko Spesialisasi Karet dan Kelapa Sawit Berdasarkan Pendapatan ............. 49
30 Risiko Portofolio Berdasar Pendapatan Kegiatan Diversifikasi Karet dan
Kelapa Sawit ..................................................................................................... 51

DAFTAR GAMBAR

1
2
3

Hubungan Antara Varian Income dan Expected Income .................................. 14
Kerangka Pikir Penelitian .................................................................................. 21
Peta Lokasi Penelitian ........................................................................................ 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis Cashflow Usahatani Karet dari Tahun ke-0 sampai Tahun ke-25 .......
2 Analisis Cashflow Usahatani Kelapa Sawit Tahun ke-0 sampai Tahun ke-25
3 Harga TBS Kelapa Sawit Berdasarkan Umur Tanaman per Februari Tahun
2013 ....................................................................................................................
4 Potensi Produksi Tanaman Kelapa Sawit Menurut Umur Tanaman .................

57
61
65
66

1
 

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam pembangunan
perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari kontribusinya terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, dan kontribusinya terhadap
perolehan devisa. Sebagai salah satu penggerak utama perekonomian,
pembangunan sektor pertanian setidaknya telah mampu memecahkan masalah
masalah sosial ekonomi yang mendasar, khususnya dalam memperluas lapangan
kerja, memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, pemerataan pendapatan dan
mempercepat pengentasan kemiskinan (Jiaravanon 2007).
Sektor pertanian terbagi ke dalam beberapa subsektor. Salah satunya adalah
subsektor tanaman perkebunan. Komoditas perkebunan mempunyai potensi yang
besar untuk dikembangkan dan banyak diperlukan oleh pasar domestik dan pasar
internasional. Peranan subsektor perkebunan dalam perekonomian nasional adalah
melalui kontribusi dalam pendapatan nasional, penyediaan lapangan kerja
pertumbuhan ekonomi, sumber devisa, pengentasan kemiskinan, konservasi
lingkungan serta penerimaan ekspor dan pajak (Direktorat Jenderal Perkebunan
2008).
Subsektor perkebunan memberikan kontribusi yang paling besar dalam
pertumbuhan dan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) Sektor pertanian
(Tabel 1). Perkebunan selama ini memegang peranan yang penting sebagai
sumber penerimaan devisa negara. Tahun 2010 devisa dari perkebunan mencapai
USD 20 miliar yang berasal dari kelapa sawit USD 15,5 miliar, karet USD 7,8
miliar dan kopi USD1,7 miliar (Direktorat Jenderal Perkebunan 2011).
Tabel 1. Pertumbuhan dan Kontribusi PDB Sektor Pertanian (diluar Perikanan dan
Kehutanan) Tahun 2009-2011
Tahun
Sektor / Sub Sektor
2009 (%)

2010 (%)

2011*(%)

Pertumbuhan PDB
Tanaman Bahan Makanan

3,98

2,86

3,07

4,97

1,81

1,93

-

Tanaman Perkebunan

1,84

2,51

6,06

-

Peternakan dan Hasilhasilnya

3,45

4,06

4,23

11,34

11,49

11,88

Kontribusi terhadap PDB Nasional

Sumber : BPS, diolah Pusdatin dalam Laporan Kinerja Kementerian Pertanian
2011
*) sampai triwulan III 2011, dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2010

2
 

Salah satu komoditas perkebunan unggulan yang dimiliki oleh Indonesia
adalah tanaman karet. Karet merupakan salah komoditas ekspor unggulan
Indonesia yang mampu memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan devisa
negara. Hal tersebut didukung dengan data yang menyatakan bahwa Indonesia
merupakan salah satu negara penghasil karet nomor tiga di dunia setelah Thailand
dan Malaysia (Tabel 2).
Tabel 2. Perkebunan Karet di Negara Produsen Utama Dunia pada Tahun 2008
Luas Kebun
Pangsa Produksi Kebun Karet Produktivitas
Negara
Karet (ribu Ha) Dunia (%)
Rakyat (%)
(Kg/Ha/Tahun)
India
650,50
8,07
Indonesia
3.433,89
27,89
Malaysia
1.247,51
10,26
Thailand
2.675,66
30,66
Vietnam
619,34
6,06
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (2009)

89,86
85,13
95,15
95,06
49,91

1.896,48
1.004,20
1.430,31
1.076,46
1.660,89

Indonesia merupakan negara dengan luas kebun karet terbesar di dunia,
yakni seluas 3.433.000 Ha, dengan rata-rata produktivitas sebesar 1.004
Kg/Ha/Tahun (Tabel 2). Produksi karet nasional Indonesia menempati urutan
kedua setelah Thailand, yakni sebesar 27,9 persen dan luas kebun karet rakyat di
Indonesia sebesar 85 persen. Berdasarkan kondisi tersebut, Indonesia berpeluang
untuk menjadi negara penghasil karet terbesar di dunia karena potensi karet
Indonesia lebih besar dibandingkan dengan negara lain dalam hal luas areal
penanaman, yakni mencapai lebih dari tiga juta hektar. Namun demikian,
pengusahaan karet di Indonesia tidak berarti tanpa masalah. Pada kondisi saat ini,
perkebunan karet yang luas ini tidak diimbangi dengan produktivitas yang tinggi.
Produktivitas karet Indonesia secara keseluruhan berkisar 1.004 kilogram
per hektar, jauh di bawah Malaysia yang mampu berproduksi 1.430 kilogram per
hektar dan Thailand dengan produktivitas 1.076 Kilogram per Hektar (Direktorat
Jenderal Perkebunan 2009). Akibat dari rendahnya produktivitas perkebunan
karet, yang memiliki persentase penguasaan lahan terbesar, menyebabkan
produktivitas tanaman karet Indonesia secara keseluruhan juga menjadi rendah.
Hal ini menjadi salah satu penyebab Indonesia belum mampu menjadi produsen
karet terbesar di dunia.
Perkebunan karet Indonesia mengalami permasalahan pokok pada
pemasaran, terutama harga jual yang fluktuatif dan cenderung menurun serta
biaya produksi yang terus meningkat. Hal tersebut menjadi penyebab terjadinya
kecenderungan beberapa perkebunan melakukan konversi tanaman ke tanaman
perkebunan lain, seperti kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman
multiguna dan saat ini mulai menggantikan posisi komoditas tanaman perkebunan
lainnya, salah satunya perkebunan karet (Suwarto dan Yuke 2010). Hal ini dapat
dilihat bahwa dalam rentang tahun 2000-2010 luas lahan perkebunan karet
cenderung menurun dan luas areal kelapa sawit meningkat tajam. (Tabel 3).

3
 

Tabel 3. Luas Lahan dan Pertumbuhan Perkebunan Karet dan Kelapa Sawit
Indonesia Tahun 2000-2010
Tahun

2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010*

Karet
(000 Ha)

549,0
506,6
492,9
517,6
514,4
512,4
513,2
514,0
515,8
482,7
472,2

Pertumbuhan
(%)

-7,72
-2,70
5,01
-0,62
-0,39
0,16
0,16
0,35
-6,42
-2,18

Kelapa
Sawit (000 Ha)

Pertumbuhan
(%)

2.991,3
3.152,4
3.258,6
3.429,2
3.496,7
3.593,4
3.748,5
4.101,7
4.451,8
4.888,0
5.032,8

Pertumbuhan
-1,44
rata-rata (%)
Sumber: Buku Statistik Perkebunan, Direktorat Jenderal Perkebunan (diolah) 2011

5,39
3,37
5,24
1,97
2,77
4,32
9,42
8,54
9,80
2,96
5,38

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan utama sumber
minyak nabati yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Selain
sebagai sumber pendapatan bagi jutaan keluarga petani, sumber devisa negara,
penyedia lapangan kerja, pemicu dari pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru,
kelapa sawit juga berperan dalam mendorong tumbuh dan berkembangnya
industri hilir berbasis minyak sawit di Indonesia.
Indonesia merupakan negara produsen minyak sawit terbesar pertama di
dunia sejak tahun 2006 yang sebelumnya dipimpin oleh Malaysia, sedangkan
dalam ekspor Indonesia berada pada posisi kedua terbesar setelah Malaysia.
Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2009), permintaan domestik terhadap
komoditas minyak sawit terus meningkat dari tahun ke tahun. Hingga tahun 2010
diperkirakan kebutuhan minyak sawit mencapai lebih dari 4 juta ton per tahun.
Sementara itu, di pasar dunia, dalam dua dekade terakhir kebutuhan terhadap
minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya juga semakin
meningkat, menggeser kedudukan minyak nabati lain, seperti minyak kedelai,
minyak kelapa, dan minyak bunga matahari.
Ada beberapa faktor yang melandasi pemikiran bahwa prospek minyak
sawit cukup cerah dalam persaingan dengan minyak nabati lainnya. Faktor
pertama yang mendukung daya saing minyak sawit yang tinggi adalah tingkat
efisiensi yang tinggi dari minyak tersebut. Pasquali (1993) menyebutkan bahwa
minyak sawit merupakan sumber minyak nabati termurah. Rendahnya harga
minyak sawit relatif terhadap minyak lain berkaitan dengan tingginya tingkat
efisiensi produksi minyak sawit (Simeh 2004). Tingginya permintaan minyak
sawit baik lokal maupun dunia sebagai input industri minyak goreng, oleokimia,
biodiesel, dan potensi kelapa sawit lainnya yang besar dalam perekonomian
merupakan peluang dan mendorong pengembangan perkebunan kelapa sawit di
Indonesia.

4
 

Potensi ekonomi kelapa sawit yang besar semakin mendorong petani untuk
melakukan konversi lahan tanaman karetnya menjadi kelapa sawit. Daulay (2003)
mengungkapkan bahwa keuntungan usahatani kelapa sawit lebih tinggi
dibandingkan usahatani karet. Konversi lahan merupakan suatu proses dari
penggunaan tertentu dari lahan menjadi penggunaan lain yang dapat bersifat
sementara maupun permanen yang dilakukan oleh manusia. Konversi lahan
tersebut karena adanya sifat kompetitif hasil dari pilihan manusia. Menurut
hukum ekonomi pasar, konversi lahan berlangsung dari aktivitas dengan land rent
yang lebih rendah ke aktivitas-aktivitas dengan land rent yang lebih tinggi.
Hal ini sejalan dengan pemikiran Todaro (2000) yang mengungkapkan
bahwa pengembangan komoditas pertanian hendaknya memperhatikan beberapa
karakter penting antara lain: (1) berorientasi pada permintaan pasar, (2) berdaya
saing tinggi baik di pasar domestik maupun pasar internasional, (3) mempunyai
pertumbuhan yang nyata, (4) terintegrasi dengan sektor-sektor lainnya, berarti
pengembangan produk primer pertanian tidak terlepas dari sektor-sektor
perekonomian lainnya guna meningkatkan nilai tambah melalui kaitan ke depan
yaitu sektor agroindustri, perdagangan, jasa-jasa dan kaitan ke belakang yaitu
industri sebagai input pertanian. Kelapa sawit memenuhi beberapa karakter
penting komoditas yang telah diungkapkan.
Rumusan Masalah
Provinsi Jambi merupakan salah satu provinsi yang cukup ekspansif dalam
melakukan konversi tanaman perkebunan karet menjadi kelapa sawit. Pada
awalnya, komoditas karet merupakan komoditas strategis hampir di seluruh
kabupaten di Provinsi Jambi dan telah menjadi bagian dari budaya masyarakat
Jambi. Pemerintah terus berupaya memperluas areal perkebunan karet. Namun,
belakangan ini banyak perusahaan dan petani karet di Provinsi Jambi
mengkonversi lahan tanaman karetnya menjadi kelapa sawit karena dinilai lebih
menguntungkan secara ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan luas areal
karet di Provinsi Jambi selama tahun 2005-2011 yang cenderung menurun jika
dibandingkan dengan peningkatan luas areal kelapa sawit (Tabel 4).
Tabel 4. Luas Areal Karet dan Kelapa Sawit Provinsi Jambi, tahun 2005-2011
Komoditas
Tahun
Karet
Pertumbuhan Kelapa Sawit Pertumbuhan
(Ha)
(%)
(Ha)
(%)
2005
429.170
403.477
2006
433.739
1,06
568.751
40,96
2007
440.809
1,63
448.899
-21,07
2008
442.341
0,35
484.137
7,85
2009
440.866
-0,33
489.384
1,08
2010
555.170
25,93
488.911
-0,10
2011
445.507
-19,75
521.579
6,72
Sumber : Buku Statistik Perkebunan, Direktorat Jenderal Perkebunan (diolah) 2011

Salah satu Kabupaten di Provinsi Jambi yang banyak melakukan konversi
tanaman karet menjadi kelapa sawit adalah Kabupaten Batang Hari. Hal ini dapat

5
 

dilihat dari luas areal karet dan kelapa sawit pada tahun 2000-2005 di Kabupaten
Batang Hari (Tabel 5). Pemerintah Kabupaten Batang Hari terus berupaya untuk
sama-sama meningkatkan liuas areal komoditas karet dan kelapa sawit. Akan
tetapi, peningkatan luas areal kelapa sawit lebih tinggi dibandingkan dengan
peningkatan luas areal karet. Hal ini disebabkan adanya konversi tanaman karet
menjadi kelapa sawit yang banyak dilakukan oleh perusahaan dan petani.
Tabel 5. Luas Lahan Karet dan Kelapa Sawit Kabupaten Batang Hari Provinsi
Jambi, tahun 2000-2011
Karet
Kelapa Sawit
Tahun
Luas lahan Pertumbuhan Luas Lahan Pertumbuhan
(Ha)
(%)
(Ha)
(%)
2000
94.761
59.660
2001
96.902
2,26
2002
100.112
3,31
2003
109.331
9,21
2004
109.058
-0,25
2005
108.805
-0,23
2006
108.960
0,14
2007
108.297
-0,61
2008
109.007
0,66
2009
111.523
2,31
2010
111.619
0,09
2011
112.093
0,42
Pertumbuhan rata-rata (%)
1,57
Sumber: BPS Kabupaten Batang Hari (diolah) 2012

59.780
63.934
57.706
61.170
63.199
63.503
62.620
63.511
63.632
66.838
77.748

0,20
6,95
-9,74
6,00
3,32
0,48
-1,39
1,42
0,19
5,04
16,32
2,62

Latar belakang penurunan minat petani terhadap tanaman karet disebabkan
oleh harga karet yang fluktuatif dan rendahnya produktivitas karet yang
disebabkan oleh banyaknya tanaman yang sudah tua, rusak dan tidak produktif,
penggunaan bibit yang bukan klon unggul serta kondisi kebun karet yang
menyerupai hutan. Selain itu, risiko per unit pendapatan usahatani karet lebih
tinggi dari kelapa sawit (Ratnawati 1995). Keadaan ini mendorong petani untuk
mengkonversi lahan tanaman karetnya menjadi kelapa sawit.
Ada beberapa faktor yang menentukan konversi lahan dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu faktor ekonomi, faktor sosial, dan peraturan pertanahan yang
ada (Ilham et al. 2005). Berdasarkan kasus-kasus konversi lahan yang ada dapat
dikatakan bahwa faktor penarik konversi adalah nilai manfaat yang lebih besar
jika lahan diubah fungsinya menjadi penggunaan lain, misalnya dari komoditas
karet menjadi kelapa sawit yang lebih menguntungkan dari sisi ekonomi. Hasil
Penelitian Daulay (2003) bahwa keuntungan usahatani kelapa sawit lebih tinggi
dibandingkan usahatani karet. Hal inilah yang kemudian mendorong petani untuk
mengkonversi tanaman karetnya menjadi kelapa sawit.
Daulay (2003) juga mengungkapkan bahwa petani mengkonversi lahan
tanaman karetnya menjadi kelapa sawit atas alasan coba-coba. Artinya petani

6
 

mencoba menanam kelapa sawit karena melihat tetangga atau petani lain yang
berhasil menanam kelapa sawit. Proses terjadinya konversi lahan tanaman karet
ini dimulai dari pembelian lahan petani oleh pengusaha lokal atau pengusaha luar
Provinsi Jambi, kemudian lahan yang di atasnya ada tanaman karet yang sudah
tidak produktif akhirnya dikonversi dengan menanam kelapa sawit. Keberhasilan
para pengusaha yang menanam kelapa sawit akhirnya mendorong para petani
karet mencoba mengkonversi tanaman karetnya menjadi kelapa sawit. Selain itu,
adanya kebijakan Pemerintah Daerah yang menjadikan kelapa sawit sebagai
komoditas unggulan selain karet, turut mendorong petani untuk menanam kelapa
sawit. Hal ini dapat dilihat dari adanya bantuan bibit kelapa sawit dari pemerintah
kepada petani sehingga petani semakin terdorong untuk menanam kelapa sawit.
Sebagai usaha pertanian, petani karet dan kelapa sawit dihadapkan pada
risiko usahatani, baik risiko produksi maupun risiko pendapatan. Indikasi adanya
risiko terlihat dari hasil produksi yang fluktuatif dan tidak sesuai dengan yang
diharapkan oleh petani. Dalam rangka meminimalisir risiko usahatani dan
mendapatkan keuntungan yang maksimum, maka petani perlu untuk mengukur
risiko yang akan dihadapi baik ketika menanam karet maupun kelapa sawit.
Dengan demikian, penelitian tentang analisis ekonomi dan risiko konversi
tanaman karet menjadi kelapa sawit menjadi penting dilakukan.
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana proses dan perkembangan laju konversi lahan tanaman karet di
Kecamatan Pemayung Kabupaten Batang Hari?
2. Benarkah usahatani kelapa sawit lebih menguntungkan dibanding dengan
usahatani karet di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batang Hari?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi petani untuk mengkonversi
tanaman karet menjadi kelapa sawit?
4. Bagaimana risiko yang dihadapi petani ketika menanam tanaman karet dan
kelapa sawit?
5. Bagaimana kombinasi penggunaan lahan yang optimal antara tanaman karet
dan kelapa sawit berdasarkan teori portofolio?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latarbelakang dan permasalahan di atas, tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengestimasi perkembangan laju konversi lahan tanaman karet di Kecamatan
Pemayung Kabupaten Batang Hari.
2. Menganalisis usahatani karet dan kelapa sawit
3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani untuk mengkonversi
tanaman karet menjadi kelapa sawit.
4. Menganalisis risiko yang dihadapi petani ketika menanam karet dan kelapa
sawit.
5. Menentukan kombinasi penggunaan lahan yang optimal antara tanaman karet
dan kelapa sawit berdasarkan teori risiko portofolio

7
 

Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan pertimbangan
dalam melakukan keputusan investasi di sektor perkebunan. Selain itu, bagi
Pemerintah Kabupaten Batang Hari Provinsi Jambi, penelitian ini diharapkan
dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam membuat kebijakan pengelolaan
perkebunan sebagai sektor yang sangat penting dan berperan besar dalam
perekonomian daerah.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Sesuai dengan latarbelakang, perumusan masalah, dan tujuan penelitian,
maka ruang lingkup penelitian ini adalah analisis ekonomi dan risiko konversi
tanaman karet menjadi kelapa sawit di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batang
Hari Provinsi Jambi. Tanaman yang menjadi objek penelitian di sini adalah karet
dan kelapa sawit yang merupakan komoditas unggulan di Provinsi Jambi.
Perhitungan laju konversi lahan tanaman karet di Kecamatan Pemayung
Kabupaten Batang Hari dihitung per tahun untuk memperoleh laju rata-rata dari
tahun 2003 sampai dengan tahun 2011.
Harga yang dipakai dalam penelitian adalah harga komoditas di tingkat
petani pada saat penelitian. Biaya tenaga kerja dalam satuan Rp per Ha, adalah
jumlah tenaga kerja dalam satuan HOK dikalikan dengan upah harian yang
diterima. Biaya sarana produksi dalam satuan Rp per ha, adalah jumlah seluruh
sarana produksi yang dibutuhkan dikalikan dengan harganya. Analisis kelayakan
karet dan kelapa sawit dihitung selama 25 tahun berdasarkan umur produktif
tanaman karet dan kelapa sawit. Analisis kelayakan hanya menggunakan analisis
finansial usahatani karet dan kelapa sawit. Analisis risiko usahatani dibatasi hanya
pada risiko produksi tanaman karet dan kelapa sawit.
Sampel dalam penelitian ini adalah petani swadaya yang menanam karet
dan petani yang melakukan konversi tanaman karet menjadi kelapa sawit. Pada
penelitian ini, perkebunan yang diteliti adalah perkebunan rakyat di Kecamatan
Pemayung Kabupaten Batang Hari Provinsi Jambi. Hal ini didasarkan bahwa
sebagian besar petani yang melakukan konversi lahan tanaman karet menjadi
kelapa sawit di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batang Hari adalah perkebunan
rakyat.

8
 

2 TINJAUAN PUSTAKA
Ekonomi Konversi Lahan
Sumberdaya lahan sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia
karena sumberdaya lahan merupakan masukan yang diperlukan untuk setiap
bentuk aktifitas manusia untuk memenuhi kebutuhannya, seperti untuk pertanian,
daerah industri, daerah pemukiman, jalan dan juga tempat rekreasi. Secara umum
dapat dikatakan bahwa sumberdaya lahan berkontribusi besar bagi kesejahteraan
suatu bangsa (Suparmoko 1997). Lahan merupakan faktor produksi yang
mempunyai peranan sangat penting. Hal ini dapat dilihat dari besarnya balas jasa
yang diterima dari lahan dibandingkan dengan faktor-faktor produksi lainnya.
Selain itu, status penguasaan lahan juga berkaitan dengan keputusan jenis
komoditas yang akan diusahakan dan juga berkaitan dengan besar kecilnya bagian
yang akan diperoleh dari usahatani yang diusahakan. Lokasi dan akses jalan juga
berdampak pada nilai ekonomi lahan pertanian (Mann et al. 2010)
Sebagai salah satu komoditas ekonomi lahan mengalami peningkatan nilai
sejalan dengan waktu karena sifat keterbatasannya, apalagi tanah mempunyai
manfaat dilihat dari berbagai sudut pandang. Lahan mempunyai nilai keindahan,
nilai politik, nilai fisik, nilai sosial, dan nilai spiritual. Nilai-nilai ini dimiliki
sumberdaya lahan apabila ia mempunyai manfaat/potensi untuk menghasilkan
pendapatan dan kepuasan dimana jumlah yang ditawarkan lebih sedikit daripada
permintaannya serta ia mudah untuk ditransfer (Cahyono 1983).
Lahan dapat diartikan sebagai suatu hamparan milik/dikuasai seseorang dan
dibatasi oleh penguasaan lahan orang lain ataupun batas-batas alam lainnya
seperti sungai, jalan umum, hutan, selokan dan semacamnya. Konversi lahan
dapat diartikan sebagai perubahan penggunaan lahan yang dilakukan secara
sengaja oleh manusia. Konversi lahan dapat bersifat permanen dan sementara,
perubahan penggunaan menjadi kawasan pemukiman atau industri merupakan
perubahan yang bersifat permanen, sedangkan perubahan menjadi perkebunan
tebu bersifat sementara, karena pada tahun berikutnya dapat digantikan komoditas
lainnya. Konversi lahan yang permanen biasanya berdampak lebih besar daripada
konversi lahan sementara.
Menurut Manuwoto (1992) secara umum konversi lahan dipengaruhi oleh
berbagai faktor, diantaranya: a) faktor sosial atau kependudukan yang berkaitan
erat dengan peruntukan lahan bagi pemukiman, b) Kegiatan ekonomi dan
pembangunan, c) perkembangan teknologi. Faktor ini dapat meningkatkan
efisiensi pengelolaan lahan sehingga mempercepat proses konversi lahan, dan d)
kebijakan pembangunan makro. Kebijakan yang diambil oleh suatu pemerintah
akan sangat mempengaruhi seluruh jalannya sistem kehidupan masyarakat dan
lingkungannya
Konversi lahan terjadi akibat pertumbuhan penduduk dan kebutuhan hidup
yang terus meningkat. Kondisi ini akan mendorong pemilik lahan untuk
mengalokasikan milikinya pada usaha yang lebih efisien dengan dapat
memberikan keuntungan lebih besar. Perubahan penggunaan lahan dapat
dibedakan menjadi (a) perubahan dari jenis pertanian yang satu ke jenis pertanian
lainnya, (b) perubahan penggunaan lahan pertanian ke lahan bukan pertanian, (c)
perubahan penggunaan non pertanian menjadi lahan pertanian, dan (d) perubahan

9
 

penggunaan lahan non pertanian yang satu ke penggunaan non pertanin lainnya
(Harini 2003).
Menurut Hamdan (2012), ada dua faktor yang mempengaruhi petani dalam
mengkonversi lahan sawah menjadi kebun kelapa sawit, yaitu faktor pendorong
(push faktor) dan faktor penarik (pull faktor). Faktor pendorong merupakan faktor
yang menjadi penyebab petani meninggalkan usahatani padi sawah, yaitu kendala
irigasi, risiko usahatani padi sawah, dan jumlah tenaga kerja keluarga. Faktor
penarik (pull faktor) adalah faktor yang menyebabkan petani melakukan konversi
padi sawah menjadi kelapa sawit, yaitu tingkat harga tandan buah segar (TBS)
kelapa sawit, dimana semakin tinggi harga TBS, maka peluang petani melakukan
konversi akan lebih besar.
Konversi Tanaman
Produktivitas suatu tanaman pada suatu saat akan mengalami penurunan
yang dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah umur tanaman,
kondisi tanaman, kesuburan lahan, sistem pengelolaan dan keadaan iklim. Untuk
mendapatkan keuntungan maksimum dengan biaya yang seefisien mungkin,
perkebunan harus mempunyai program pengelolaan tertentu (Ratnawati 1995).
Setelah mencapai satu siklus penanaman atau karena pertimbangan tertentu
maka suatu areal tanaman menjadi tidak produktif lagi dan perlu diganti dengan
tanaman baru. Untuk menjaga kelangsungan produksi yang dihasilkan oleh suatu
tanaman, biasanya dilakukan beberapa tindakan seperti peremajaan tanaman dan
konversi ke tanaman lain. Konversi tanaman perkebunan adalah suatu kegiatan
proyek untuk menggantikan tanaman yang sudah rendah produktivitasnya dan
tidak ekonomis lagi dengan tanaman baru. Dengan kata lain, konversi tanaman
merupakan penanaman baru pada lahan yang tadinya merupakan areal penanaman
areal lain.
Tanaman karet mempunyai umur ekonomis antara 25-30 tahun. Kelapa
sawit umur ekonomisnya adalah 25 tahun. Apabila tanaman tersebut telah
mencapai umur ekonomis maka produktivitasnya menurun dan memerlukan biaya
yang tinggi sehingga semakin mengurangi marjin keuntungan, sehingga alternatif
untuk melakukan konversi menjadi penting untuk dilaksanakan dalam mendukung
produksi dan merupakan upaya yang tepat dalam mencapai alternatif investasi
terbaik.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya konversi lahan untuk
suatu komoditas, yaitu: (1) faktor ekonomi; (2) faktor sosial; dan (3) peraturan
pertanahan yang ada. Faktor ekonomi yang menentukan alih fungsi lahan adalah
nilai kompetitif komoditi yang dihasilkan terhadap komoditi lain yang menurun
dan adanya peningkatan respon petani atau pengusaha perkebunan terhadap
dinamika pasar, lingkungan dan dayasaing usahatani yang pada akhirnya akan
merujuk pada tingkat biaya dan pendapatan yang dihasilkan (Ilham et al. 2005).
Biaya pada usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya
tetap yang didefenisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus
dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit, dan biaya
tidak tetap yang didefenisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh
produksi yang diperoleh. Pendapatan adalah total penerimaan dikurangi total

10
 

biaya produksi. Suatu usahatani dikatakan menguntungkan jika total penerimaan
lebih besar dari total biaya produksi (Soekartawi 1995).
Dalam bidang sosial, ada 5 faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan
yaitu: perubahan perilaku, hubungan pemilik dengan lahan, pemecahan lahan,
pengambilan keputusan, dan apresiasi pemerintah terhadap aspirasi masyarakat.
Dua faktor terakhir berhubungan dengan system pemerintahan. Dengan asumsi
pemerintah sebagai pengayom dan abdi masyarakat, seharusnya dapat bertindak
sebagai pengendali terjadinya alih fungsi lahan (Ilham et al. 2005). Peraturan
pertanahan yang ada berfungsi untuk mengendalikan konversi lahan pertanian ke
non pertanian. Pengaturan ini bertujuan untuk memberikan manfaat yang sebesarbesarnya bagi perkembangan perekonomian pada umumnya.
Pendapatan Usahatani
Usahatani sebagai suatu kegiatan untuk memperoleh produksi di lapangan
pertanian, pada akhirnya akan dinilai dari biaya yang dikeluarkan dan penerimaan
yang diperoleh. Pendapatan merupakan balas jasa dari kerjasama faktor-faktor
produksi. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya
yang telah dikeluarkan (Soekartawi 1995). Besarnya pendapatan yang diterima
merupakan balas jasa atas tenaga kerja, modal yang dipakai, dan pengelolaan yang
dilakukan. Balas jasa yang diterima pemilik faktor produksi dihitung untuk jangka
waktu tertentu misalnya satu musim tanam atau satu tahun.
Pendapatan usahatani yang diterima berbeda untuk setiap orang, perbedaan
pendapatan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor ini ada yang masih
dapat diubah dalam batas-batas kemampuan petani atau tidak dapat diubah sama
sekali. Faktor yang tidak dapat diubah adalah iklim dan jenis tanah. Beberapa
faktor yang mempengaruhi pendapatan dan dapat dilakukan perbaikan untuk
meningkatkan pendapatan adalah luas lahan usaha, efisiensi kerja, dan efisiensi
produksi. Luas rata-rata usahatani di Indonesia amat kecil hal ini merupakan salah
satu penghambat untuk mengadakan perubahan dalam memilih jenis tanaman dan
menggunakan alat mekanis.
Efisiensi kerja yang merupakan jumlah pekerjaan produktif yang berhasil
diselesaikan oleh seorang pekerja. Umumnya makin tinggi efisiensi kerja makin
tinggi pendapatan petani. Meningkatkan pendapatan melalui peningkatan efisiensi
produksi dapat dilaksanakan dengan perbaikan cara-cara berusahatani, makin
tinggi efisiensi produksi maka makin tinggi pendapatan usahatani (Soehardjo dan
Patong 1973). Analisis pendapatan usahatani mempunyai kegunaan bagi petani
maupun bagi pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisis
pendapatan usahatani, yaitu menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan
usahatani dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau
tindakan. Analisis pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur keberhasilan
dari usahatani yang dilakukan.
Kelayakan Finansial
Pengembangan komoditas karet maupun kelapa sawit harus dikaji
kelayakannya secara finansial untuk mengetahui secara komprehensif usahatani
komoditas tersebut. Menurut Gittinger (1982) aspek finansial menyangkut

11
 

perbandingan antara pengeluaran dengan pendapatan (revenue earnings), serta
waktu yang digunakan untuk mendapatkan hasil (returns). Dalam rangka
mengetahui secara komprehensif tentang kinerja layak atau tidaknya suatu
aktivitas usahatani karet dan kelapa sawit, maka dikembangkan berbagai kriteria,
yang pada dasarnya membandingkan antara biaya dan manfaat atas dasar suatu
tingkat harga umum yang menggunakan nilai sekarang (present value) yang telah
didiskonto selama umur usahatani karet dan kelapa sawit tersebut. Oleh karena itu
akan dipakai cara penilaian dengan mengunakan Discounted Cash Flow Analysis
(DCF) atau Analisis Aliran Kas yang didiskonto (Gittinger 1982). Analisis ini
memiliki keunggulan yaitu bahwa uang mempunyai nilai waktu. Perbedaan
dengan teknik lain adalah direncanakan untuk menilai harga suatu usahatani karet
dan kelapa sawit dengan memperhitungkan unsur waktu kejadian dan besarnya
aliran pembayaran tunai (cash flow), di mana biaya dipandang sebagai negative
cash flow sedangkan pendapatan/penerimaan sebagai positive cash flow.
Sedangkan faktor untuk mengkonversi nilai masa depan ke nilai sekarang disebut
discount rate sehingga discou