Analisis beban kerja dan optimasi tata laksana kerja pada aktivitas pemanenan kelapa sawit di PT. Sari Lembah Subur, Riau

ANALISIS BEBAN KERJA DAN OPTIMASI TATA LAKSANA
KERJA PADA AKTIVITAS PEMANENAN KELAPA SAWIT
DI PT. SARI LEMBAH SUBUR, RIAU

NIWAYAN DESI PURWANTINI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Beban Kerja
dan Optimasi Tata Laksana Kerja pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit di PT.
Sari Lembah Subur, Riau adalah benar karya saya dengan arahan dari
pembimbing Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Niwayan Desi Purwantini
NIM F14090002

iii

ABSTRAK
NIWAYAN DESI PURWANTINI. Analisis Beban Kerja dan Optimasi Tata Laksana
Kerja pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit di PT Sari Lembah Subur, Riau.
Dibimbing oleh M. FAIZ SYUAIB.
Hingga saat ini pemanenan kelapa sawit masih dilakukan secara manual sehingga
akan memperbesar kemungkinan timbulnya variasi pada kualitas hasil panen, kelelahan
atau cedera fisik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya laju konsumsi
energi, tingkat kejerihan, dan lama waktu pemulihan sehingga dapat didesain tata laksana
kerja yang optimal baik dari sisi produktivitas kerja maupun kapasitas kerja pemanen.

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan metode pengukuran denyut jantung, waktu
baku panen dan produktivitas kerja. Penelitian ini dilakukan pada 8 orang pemanen yang
telah diobservasi sebagai subjek yang dikelompokkan berdasarkan umur, variasi kondisi
lahan dan penggunaan alat panen. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa laju
konsumsi energi panen pada subjek berumur < 30 tahun memiliki laju konsumsi energi
yang lebih besar dibandingkan dengan subjek berumur > 30 tahun pada hampir semua
kondisi lahan. Berdasarkan variasi kondisi lahan, pemanenan dilahan teras memerlukan
laju konsumsi energi yang lebih besar dibandingkan lahan datar. Pemanenan dengan
menggunakan egrek membutuhkan laju konsumsi energi yang lebih besar dibandingkan
dengan menggunakan dodos. Pelaksanaan panen secara berpasangan menjadi alternatif
yang baik untuk kondisi F-B-D, T-K-E dan F-K-E. Pada kondisi F-B-D panen dilakukan
secara berpasangan yang terdiri dari 2 orang yang berusia > 30 tahun. Sedangkan untuk
kondisi T-K-E dan F-K-E kegiatan panen dilakukan oleh 3 orang yang terdiri dari 1 orang
berusia > 30 tahun untuk mengerjakan subsistem 1 dan 2 orang berusia < 30 tahun
mengerjakan subsistem 2.
Laju konsumsi energi, pemanenan, kelapa sawit, tata laksana kerja

ABSTRACT
NIWAYAN DESI PURWANTINI. Workload Analysis and Optimization of Harvesting
Procedure at Sari Lembah Subur Oil Palm Plantation, Riau. Supervised by M. FAIZ

SYUAIB.
Nowdays, oil palm harvesting process is still done manually which led to many
variations in quality of harvest, workburden or physical disorder. This study aimed to
determine the rate of energy consumption, workburden level and recovery time so that the
best procedure of harvesting can be obtanined based on the productivity and labor’s
capacity. This research was conducted with heart rate analysis approach, the standard
time of harvest and work productivity. This study was conducted at 8 harvesters that have
been observed as subjects that grouped by age, variations in topography and the use of
harvesting equipment. The result showed that the rate of energy consumption for subjects
aged < 30 years was higher than subject aged > 30 years. Based on the topography,
harvesting which is done in terraced area required energy consumption rate more than flat
area. Based on the using of tools, harvesting which is done using “egrek” have energy
consumption rate higher than “dodos”. Working in pairs can be the best alternative for
harvesting oil palm in F-B-D, T-K-E and F-KE. At F-B-D condition harvesting activities
is done by 2 people aged > 30 years old. Then, at T-K-E and F-K-E, harvesting is
conducted by 3 harvesters that consisted of 1 person aged > 30 years for doing the first
subsystem and 2 people aged < 30 years for doing the second subsystem.
Keywords: energy comsumption rate, harvest, palm oil, working procedure

ANALISIS BEBAN KERJA DAN OPTIMASI TATA LAKSANA

KERJA PADA AKTIVITAS PEMANENAN KELAPA SAWIT
DI PT SARI LEMBAH SUBUR, RIAU

NIWAYAN DESI PURWANTINI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

iii

Judul Skripsi


Nama
NIM

: Analisis Beban Kerja dan Optimasi Tata Laksana Kerja pada
Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit di PT. Sari Lembah Subur,
Riau
: Niwayan Desi Purwantini
: F14090002

Disetujui oleh

Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Desrial, M.Eng
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

v

PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karunia-Nya
sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Analisis Beban
dan Optimasi Tata Laksana Kerja pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit di PT.
Sari Lembah Subur, Riau dari bulan Februari hingga Juli 2013.
Dengan diselesaikannya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis
ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Orang tua yang selalu memberikan doa, dorongan, dan semangat hingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
2. Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi, yang selalu
memberikan bimbingan, masukan, dan saran-sarannya dalam menyelesaikan
skripsi ini.
3. Dr. Ir. I Wayan Astika, M.Si dan Dr Liyantono, S.TP, M.Agr selaku dosen
penguji, atas masukan dan saran-sarannya.
4. Departemen Teknik Mesin dan Biosistem dan Fakultas Teknologi Pertanian

yang telah membantu dan memberikan ijin pelaksanaan penelitian.
5. Bani, Stevy, Irvan, kurnia, Haning, Ilham, selaku teman satu bimbingan yang
telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.
6. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin dan Biosistem IPB angkatan 46
(2009) atas kebersamaannya selama di bangku kuliah.
7. Teman-teman (S01, 3RRR, Ikamusi 46, Kabinet Merah|Muda dan Seni
Budaya KM IPB) atas perhatian dan semangatnya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih belum
sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak
sebagai upaya perbaikan selanjutnya, serta penulis berharap semoga karya ilmiah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Januari 2014
Niwayan Desi Purwantini

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1


TINJAUAN PUSTAKA

2

Pemanenan Kelapa Sawit

2

METODE

7

Waktu dan Tempat Penelitian

7

Alat

7


Data

7

Subjek

7

Metode Penelitian

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

15

Observasi Pendahuluan

15


Kalibrasi Subjek Penelitian (Kalibrasi Step test)

16

Pengukuran Konsumsi Energi Kerja

20

Menentukan Total Konsumsi Energi Baku Panen dan Waktu Istirahat

29

Analisis Optimasi Tata Laksana Kerja

31

SIMPULAN DAN SARAN

35

Simpulan

35

Saran

36

DAFTAR PUSTAKA

36

LAMPIRAN

38

RIWAYAT HIDUP

53

vii

DAFTAR TABEL
1 Kegiatan dalam proses pemanenan kelapa sawit
2 Konversi BME ekivalen VO2 berdasarkan luas permukaan tubuh
(mk/menit)
3 Karakteristik fisik subjek dan nilai BME
4 Nilai laju denyut jantung (HR) subjek saat step test
5 Nilai IRHRST dan WECST`
6 Persamaan korelasi nilai IRHRST terhadap WECST
7 Parameter faktor lingkungan kerja
8 Rata-rata nilai laju denyut jantung pada aktivitas pemanenan kelapa
sawit
9 Nilai IRHR pada aktivtas pemanenan kelapa sawit
10 Klasifikasi tingkat kejerihan
11 Kategori tingkat kejerihan pada masing-masing elemen kerja
12 Rata-rata Work Energy Cost (WEC) pada aktivitas pemanenan kelapa
sawit
13 Rata-rata Total Energy Cost pada aktivitas pemanenan kelapa sawit
14 Rata-rata TEC ternormalisasi (TEC’) pada aktivitas pemanenan kelapa
sawit
15 Total energi baku panen kelapa sawit
16 Waktu pemulihan pada masing-masing kondisi
17 Tabel hasil optimasi tata laksana kerja panen kelapa sawit secara
individu
18 Efisiensi untuk masing-masing optimasi tata laksana panen secara
individu
19 Tabel distribusi kebutuhan tenaga pada masing-masing sub sistem
panen kelapa sawit
20 Tabel hasil optimasi tata laksana kerja panen kelapa sawit secara
berpasangan

9
11
16
18
19
20
21
23
24
25
25
27
28
29
30
31
32
33
33
34

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Panen dengan menggunakan dodos dan pisau dodos

3

Panen dengan menggunakan egrek dan pisau egrek

3

Diagram alir tahapan penelitian
Error! Bookmark not defined.8
Rancangan pengumpulan dan pemilihan data
10
Bagan pengolahan data
10
Diagram alir perhitungan waktu recovery
13
Rekaman denyut jantung saat step test
15
Contoh Grafik korelasi IRHRST dengan WECST
19
Elemen kerja pemanenan kelapa sawit
21
Grafik denyut jantung saat pemanenan
22

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Time study sheet
Grafik rekaman denyut jantung saat kalibrasi dengan metode step test
Grafik hubungan antara IRHRST dan WECST
Grafik rekaman denyut jantung saat melakukan aktivitas pemanenan
Waktu Baku (Putranti 2012)
Tabel nilai A TEC (kkal/detik)
Tabel nilai konsumsi energi baku (kkal/tandan)
Contoh perhitungan

38
39
41
43
46
47
48
49

ix

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanenan kelapa sawit merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan
untuk memindahkan tandan buah segar (TBS) dari pohon menuju tempat
pengumpulan hasil (TPH). Proses ini menjadi titik penting dalam kegiatan
budidaya kelapa sawit karena kesuksesan dalam proses panen akan menentukan
tinggi rendahnya kualitas CPO (Crude Palm Oil) yang akan dihasilkan. Oleh
karena itu parameter-parameter yang berpengaruh dalam proses panen ini perlu
mendapat perhatian.
Saat ini kegiatan panen kelapa sawit masih dilakukan secara manual.
Pemanenan kelapa sawit dilakukan oleh manusia dibantu dengan alat berupa
egrek dan dodos dalam memotong TBS serta angkong untuk mengangkut tandan
tersebut ke TPH. Kegiatan ini semakin menantang karena adanya target yang
harus dicapai oleh para pemanen yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Terlebih
pemanen harus menghadapi tantangan berupa kondisi lahan yang bervariasi
seperti lahan teras, rawa atau berbukit yang membuat kegiatan panen menjadi sulit
sehingga menaikkan resiko keselamatan kerja, misalnya terkena duri pelepah dan
tandan yang jatuh, sampai terjatuh saat mengangkong. Hal ini diketahui dari hasil
wawancara kepada 47 pemanen saat Praktik Lapang di PT. Sari Lembah Subur
(PT. SLS), Riau (Purwantini 2012). Oleh karena itu produktivitas kerja menjadi
variabel yang variatif.
Besar beban kerja dan kapasitas kerja seseorang perlu diketahui untuk melihat
produktivitas pemanenan. Pendekatan secara ergonomi menjadi alternatif terbaik
mengingat manusia menjadi subjek utama dalam proses panen kelapa sawit.
Dengan mengetahui parameter tersebut diharapkan dapat dilakukan efisiensi
dalam melakukan kerja sehingga kegiatan yang tidak efektif, memboroskan energi
atau terlalu berat dapat dikurangi bahkan dihilangkan sehingga pekerja dapat
bekerja dalam jangka waktu yang telah ditentukan sesuai dengan kapasitas
kerjanya.
Analisa beban kerja dalam kegiatan pemanenan kelapa sawit dilakukan
dengan pendekatan analisis denyut jantung. Dengan pendekatan analisis denyut
jantung akan diperoleh nilai beban kerja kualitatif dan kuantitatif sehingga dapat
diketahui tingkah kejerihan serta konsumsi energi kerja pada aktivitas panen
kelapa sawit. Berdasarkan data-data tersebut dapat dicari waktu pemulihan yang
dibutuhkan oleh para pemanen sehingga dapat memeprtahakan kapasitas kerjanya.
Optimasi tata laksana kerja juga dilakukan melihat adanya variasi dalam
pelaksanaan kegiatan panen.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui besar tingkat kejerihan pada setiap
sub-sistem kegiatan panen pada lokasi studi dan kelompok umur yang berbeda (>
30 tahun dan < 30 tahun), besar laju konsumsi energi kerja yang dibutuhkan
pemanen pada subsistem kegiatan panen pada lokasi studi dan kelompok umur
yang berbeda (> 30 tahun dan < 30 tahun), mengetahui total konsumsi energi kerja
yang dibutuhkan untuk memanen kelapa pada lokasi studi dan kelompok umur
1

2
yang berbeda, melakukan optimasi tata laksana aktivitas panen pada lokasi studi
dan kelompok umur yang berbeda berdasarkan analisis beban kerja dan penentuan
waktu istirahat.

TINJAUAN PUSTAKA
Pemanenan Kelapa Sawit
Proses pemanenan adalah kegiatan memotong tandan buah segar dengan
menggunakan egrek atau dodos. Tandan buah segar merupakan komoditi utama
dari perkebunan kelapa sawit yang nantinya akan diolah menjadi produk lain
seperti CPO. Proses pemanenan merupakan proses puncak yang menentukan hasil
akhir dari budidaya yang telah dilakukan dan menjadi tolak ukur mutu minyak
kelapa sawit yang akan diproduksi. Pada umumnya tanaman kelapa sawit yang
tumbuh subur sudah dapat menghasilkan buah setelah 2,5 tahun dan masak 5,5
bulan setelah penyerbukan. Tanaman kelapa sawit menghasilkan buah rata-rata
20-22 tandan/tahun. Kriteria Matang panen kelapa sawit dapat dilihat secara
visual dan secara fisiologi. Secara visual dapat dilihat dari perubahan warna kulit
buah menjadi berwarna merah atau orange. Menurut Fauzi et al. (2013) yang
diacu pada Pradikta (2013) secara fisiologi kriteria matang panen dapat dilihat
dari kandungan minyak yang maksimal dan kandungan asam lemak bebas yang
minimal Matang panen juga dapat dilihat dari membrondolnya buah dari
tandannya. Jadi dapat dipastikan jika ada brondolan maka buah tersebut telah
matang, sehingga brondolan buah ini dapat dijadikan dasar untuk memanen
tandan buah.
Pada proses pemanenan kelapa sawit terdapat kriteria buah yang akan
dipanen, yaitu:
a. Fraksi 1: setiap satu kg tandan terdapat satu buah brondolan yang jatuh
ke tanah.
b. Fraksi 2: setiap satu kg tandan terdapat dua buah brondolan yang jatuh ke
tanah.
c. Fraksi 3: setiap satu kg tandan terdapat tiga buah brondolan yang jatuh
ke tanah.
Proses pemanenan dimulai dengan melakukan verifkasi kematangan tandan.
Salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahu tingkat kematangan dari
suatu tandan adalah dengan melihat seberapa banyak berondolan yang jatuh dari
tandan. Sistem tersebut dikenal dengan sistem fraksi. Pada perkebunan PT SLS
fraksi yang digunakan adalah fraksi dua. Dengan sistem fraksi ini setidaknya ada
10 berondolan yang telah jatuh ke tanah. Selain menggunakan sistem fraksi,
kematangan tandan juga dapat diketahui dengan melihat perubahan warna tandan
menjadi orange kemerah-merahan.
Kegiatan panen setelah dilakukannya verifikasi adalah proses pemotongan
tandan dengan menggunakan egrek atau dodos. Untuk memudahkan pemanenan,
pelepah daun yang menyangga buah dipotong terlebih dahulu dan diatur rapi di
tengah gawangan. Pemotongan pelepah juga bertujuan untuk pemeliharaan pohon
kelapa sawit agar hanya ada satu pelepah yang menyangga tandan yang belum

3
matang. Aktivitas tersebut dikenal dengan sebutan “songgo satu”. Setelah
dilakukan pemotongan tandan, dilakukan perapihan pelepah. Pelepah yang telah
jatuh di potong menjadi potongan yang lebih kecil kemudian diletakan di daerah
gawangan. Lalu tandan yang telah dipanen, dipotong tangkainya dengan
menggunakan kapak “tomasun”. Hal tersebut dilakukan untuk mengoptimalkan
rendemen dari TBS. Selanjutnya tandan dan brondolan akan dikumpulkan di TPH
(Tempat Pengumpulan Hasil).
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pemotongan tandan dilakukan
dengan menggunakan alat barupa egrek dan dodos. Penggunaan egrek atau dodos
didasarkan pada tinggi tanaman. Dodos digunakan untuk tanaman yang berumur <
7 tahun. Mata dodos memiliki lebar sebesar 14 cm dan panjang 12 cm. Alat ini
dipasang pada dengan gagang pipa besi atau tongkat kayu sehingga memiliki
panjang total sebesar 1.5 – 3 m.

(a)

(b)

Gambar 1 (a) Panen dengan menggunakan dodos (b) Pisau dodos
Egrek digunakan untuk memotong tandan pada tanaman yang berumur 7
tahun atau lebih. Pisau egrek berbentuk seperti pisau arit dengan panjang pangkal
20 cm, panjang pisau 45 cm dan sudut lengkung dihitung pada sumbu sebesar
135˚. Alat ini dipasangan pada gagang pipa (fiber) sehingga memiliki panjang 4 6 m pada satu sambungan. Gagang pipa ini bisa dipanjangkan hingga 3
sambungan.

(a)

(b)

Gambar 2 (a) Panen dengan menggunakan egrek (b) Pisau egrek

3

4
Ergonomi
Ergonomi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi antara
manusia dengan alat, metode, dan lingkungan dimana mereka melakukan aktivitas
agar tercapai kesesuaian yang optimal (Syuaib 2003). Pada dasarnya ergonomi
mempelajari interaksi antara manusia dengan sistem kerjanya yang diharapkan
terjadi kecocokan agar manusia dapat bekerja secara aman, sehat dan nyaman.
Agar kecocokan tersebut tercapai, interaksi manusia dan sistem kerja harus berada
pada kondisi optimal sehingga produktifitas kerja akan meningkat.
Ergonomi pada dasarnya mermbutuhkan kajian multidisiplin yang secara
langsung ataupun tidak, mendukung dan dapat dijadikan sumber informasi. Kajian
keilmuan yang mendukung studi ergonomika ini dia antaranya Antropomerti,
Biomekanik, Fisiologi, Psikologi dan lingkungan (sosial).
Fisiologi berkenaan dengan fungsi hidup manusia. Dalam pendekatan
Ergonomi, fisiologi terutama diperlukan untuk menganalisis kebutuhan dan
konsumsi energi (Energy Cost) pada suatu aktifitas. Fisiologi kerja dalam
Ergonomi berkenaan dengan kondisi dan reaksi fisiologis yang diakibatkan karena
adanya beban atau tekanan (stress) eksternal saat melakukan suatu aktifitas/kerja.
Menurut Syuaib (2003) kajian fisiologi kerja sangat terkait dengan beberapa
indikator metabolik seperti denyut jantung (Cardiovascular),pernafasan
(Respiratory), suhu tubuh (Body Temperature) dan aktifitas otot (Muscular Act).
Beban Kerja
Beban kerja merupakan beban seseorang ketika melakukan pekerjaan
tertentu. Otot manusia memerlukan energi untuk melakukan kerja fisik. Dalam
tubuh kita terdapat sistem yang mampu mengubah energi kimia yang terkandung
di dalam makanan menjadi energi dan panas. Panas sebagian besar dipergunakan
untuk mempertahakan suhu tubuh. Oksigen yang diperlukan untuk proses oksidasi
diambil dari udara dengan bernafas dan diedarkan oleh darah ke alat gerak.
Rasyani dalam Pramana (2009) menjelaskan bahwa beban kerja akan
diketahui saat subjek menanggapi kerja dengan memberikan respon seperti denyut
jantung yang tinggi atau keluarnya keringat. Apabila beban kerja meningkat,
maka produksi energi juga harus meningkat, volume pernafasan meningkat akibat
kebutuhan oksigen yang juga meningkat, denyut jantung untuk penyaluran
oksigen meningka dan keringat yang dikeluarkanuntuk penyaluran panas juga
meningkat. Salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengkaji beban kerja
adalah pendekatan denyut jantung. Menurut Bridger (2003) denyut jantung
meningkat sesuai fungsi dari beban kerja dan konsumsi oksigen. Hal ini terkait
dengan proses oksidasi karbohidrat, yaitu:
C6H12O6 + O2

CO2 +H2O + Energi

Jumlah denyutan jantung merupakan petunjuk besar-kecilnya beban kerja.
Beban kerja ini menentukan berapa lama seseorang dapat bekerja sesuai dengan
kapasitas kerjanya. Menurut Suma’mur (1996) dalam Rasyani (2001) makin besar
beban, makin pendek waktu seseorang dapat bekerja tanpa kelelahan atau
gangguan.

5
Menurut Syuaib (2003), untuk merepresentasikan beban kerja melalui
pendekatan denyut jantung, terdapat dua terminologi beban kerja yang dapat
dijadikan acuan, yaitu beban kerja kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja
kuantitatif adalah besar total energi yang dikeluarkan seseorang untuk melakukan
suatu aktifitas sedangkan beban kerja kualitatif adalah suatu indeks yang
mengindikasikan berat atau ringan suatu pekerjaan dirasakan oleh subjek. Dalam
penelitian ini digunakan IRHR (Increase Rate of Heart Rate) yang merupakan
suatu indeks dari peningkatan denyut jantung relatif terhadap peningkatan beban
kerja.
Metode Step Test
Pengukuran beban fisik dengan pengukuran denyut jantung merupakan cara
termudah untuk dilakukan dalam kondisi lapang. Namun pengukuran dengan
metode ini memiliki beberapa kelemahan karena hasil pengukuran tidak hanya
dipengaruhi oleh usaha-usaha fisik, melainkan juga oleh kondisi dan tekanan
mental. Kelemahan lainnya adalah bervariasinya karakter denyut jantung pada
setiap orang yang berpotensi menimbulkan penyimpangan (Hayashi, Moriizumi
dan Jin 1997)
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk kalibrasi pengukuran denyut
jantung adalah dengan menggunakan metode Step Test. Metode ini memiliki
keunggulan diantaranya dapat dengan mudah mengatur selang beban kerja dengan
hanya mengubah tinggi bangku dan intensitas langkah. Metode ini dapat
digunakan dalam pengkalibrasian kurva denyut jantung saat bekerja dan denyut
jantung yang ditetapkan sebelum bekerja. Kastarman dan Herodian (1998) dalam
Helmayanti (2011) menjelaskan bahwa dalam metode ini, beberapa faktor
individual seperti umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan harus
diperhatikan sebagai faktor penting untuk menentukan karakteristik individu yang
diukur
Menurut Kastarman dan Herodian (1998) dalam Helmayanti (2011) metode
step test dimaksudkan untuk mengukur karakteristik denyut jantung individual
dari operator. Penggunaan metode step test ini berfungsi untuk mengetahui suatu
pola hubungan antara denyut jantung manusia dalam setiap aktivitas kerjanya
dengan daya yang dikeluarkan melalui penyesuaian-penyesuaian dalam cara
pengukuran maupun kalibrasi data hasil pengukurannya
Konsumsi Energi Kerja
Energi didefinisikan sebagai kapasitas atau kemampuan untuk melakukan
kerja. Hingga saat ini diketahui terdapat enam jenis energi yang mana energienergi tersebut bisa diubah jenisnya dari energi satu ke energi yang lain. Saat
seseorang yang melakukan kerja, maka saat itu di dalam tubuhnya telah terjadi
perubahan energi kimia yang berasal dari makanan yang telah di makan menjadi
energi mekanik yang nantinya akan digunakan untuk melakukan aktivitas.
Proses konsumsi energi diawali pada saat pekerjaan fisik dimulai. Semakin
berat aktivtas yang dilakukan maka makin besar energi yang dibutuhkan dan di
ekspresikan sebagai kalori kerja. Kalori ini didapat dengan cara mengukur

5

6
konsumsi energi pada saat melakukan kerja kemudian dikurangi dengan konsumsi
energi pada saat metabolisme basal (Zander 1972) dalam Grandjean (1986).
Metabolisme basal merupakan konsumsi energi secara konstan pada saat istirahat.
Dalam melakukan aktivitas harian, rata-rata energi yang dikonsumsi bagi pria
adalah 600 kkal dan bagi perempuan sebesar 500-550 kkal (Grandjean 1986).
Pada Nurmianto (2004) dijelaskan bahwa kalori kerja menunjukkan tingkat
ketegangan otot tubuh manusia dalam hubungannya dengan:
a. Jenis kerja berat
b. Tingkat usaha kerja
c. Kebutuhan waktu istirahat
d. Efisiensi dari berbagai jenis peralatn kerja
e. Produktivitas dari berbagai variasi cara kerja
Siklus Fisiologis Kerja dan Istirahat
Beban kerja yang melebihi kondisi maksimal tidak dapat dilaksanakan
dalam kondisi aerobik, disebabkan oleh kandungan oksigen yang tidak mencukupi
untuk suatu proses aerobik. Menurut Grandjean (1969), 5 kkal/menit merupakan
nilai yang termasuk dalam kategori kerja berat untuk pekerja pria. Batas tersebut
merupakan tingkat beban kerja berat yang relatif masih dapat dikerjakan oleh
pekerja pada kondisi fisiologi optimal yaitu pada usia 20 hingga 30 tahun. Tingkat
beban kerja berat untuk kelompok usia lainnya dijelaskan oleh Nurminanto (2004)
dengan pengaturan sebagai berikut:
40 tahun
: dikalikan dengan 96%
50 tahun
: dikalikan dengan 90%
60 tahun
: dikalikan dengan 80%
65 tahun
: dikalikan dengan 75%
Jika seseorang bekerja pada tingkat energi diatas 5 kkal/menit, maka pada
saat itu akan timbul rasa lelah (fatigue yang ditandai dengan meningkatnya
kandungan asam laktat. Menurut Murrel (1965) kita masih memiliki cadangan
energi sebanyak 25 kkal sebelum munculnya Asam Laktat sebagai tanda
dimulainya waktu istirahat. Pada waktu istirahat inilah, cadangan energi ini
dibentuk kembali.
Waktu istirahat merupakan kebutuhan fisioligis yang tidak dapat ditawar
demi untuk mempertahakan kapasitas kerja. Irama antara konsumsi energi dan
pembayaran kembalinya, berlaku sama bagi semua fungsi tubuh. Grandjean
(1969) menjelaskan bahwa setiap fungsi tubuh manusia dapat dilihat sebagai
keseimbangan antara kebutuhan energi yang telah digunakan dan istirahat. Kedua
proses tersebut merupakan bagian integral dari kerja otot, kerja jantung dan
keseluruhan fungsi biologis tubuh. Dengan demikian, diketahui bahwa untuk
memelihara performa dan efisiensi kerja, waktu kerja harus diberikan secukupnya,
baik antara waktu kerja maupun diluar waktu kerja (istirahat pada malam hari).
Jumlah total kebutuhan waktu istirahat untuk suatu periode kerja adalah
penting, namun durasi waktu kerja sebelum istirahat diberikan mungkin bahkan
lebih penting untuk pemulihan yang memadai. Menurut Simonson (1971) dalam
Sanders dan Mc Cormick (1993) pekerjaan dengan waktu kerja yang lebih pendek
yang diikuti waktu istirahat yang lebih pendek menghasilkan pemulihan psikologi
yang lebih baik serta tingkat stres yang lebih rendah dibandingkan pekerjaan

7
dengan waktu kerja panjang yang diikuti dengan waktu istirahat yang panjang
pula. Hal tersebut perlu dipertimbangkan ketika mengatur jadwal kerja dan
istirahat agar kemampuan kerja dan kesegaran jasmani tetap dapat dipertahankan
dalam batas-batas toleransi.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Ergonomika, TMB, FATETA, IPB
mulai dari bulan Februari hingga Juli 2013.
Alat
Alat dan perlengkapan yang diperlukan meliputi:
a. Laptop
d. Time study sheet
b. Video Player
e. Alat tulis
c. Spread sheet program
Data
Data mentah yang digunakan bersumber dari laporan studi yang telah
dilakukan sebelumnya oleh Syuaib (2012) dan Putranti (2012) di PT SLS, Riau,
yang terdiri dari:
a. Video rekaman kegiatan panen kelapa sawit
b. Rekaman denyut jantung panen kelapa sawit sebanyak minimal 5 kali
pengulangan siklus panen dari delapan orang subjek
c. Waktu baku panen kelapa sawit
d. Data Antropometri dan karakteristik subjek
Subjek
Subjek merupakan pemanen kelapa sawit berjenis kelamin laki-laki dengan
jumlah 8 orang yang terdiri dari 4 orang berumur > 30 tahun dan 4 orang berumur
< 30 tahun.
Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan dibagi menjadi beberapa tahap diantaranya adalah
observasi pendahuluan, pengumpulan data sekunder dan pengolahan data. Untuk
lebih jelas kerangka penelitian yang telah dilakukan ditunjukkan pada Gambar 3.

7

8
Mulai
Observasi Pendahuluan
(Mempelajari kegiatan dan sistem kerja, menyusun metode, pengumpulan data subjek: umur, berat badan,
dan tinggi badan)
Pemilihan dan Pengumpulan Data
(Data Rekaman Laju Denyut Jantung (HR) saat Kalibrasi
Step Test, saat Aktivitas Pemanenan dan Waktu Baku)

Pengolahan Data
(Data HRST, HRwork, Waktu Baku, Karakteristik Fisik )

Tingkat Kejerihan
(Beban Kerja Kualitatif)
IRHR Kerja

Konsumsi Energi Kerja
(Beban Kerja Kuantitatif)
WEC (kkal/menit)
TEC (kkal/menit)
TEC’ (kkal/kg bb.menit)
A TEC (kkal/menit)

Siklus Fisiologis
Kerja-Istirahat:
Kebutuhan Waktu
Istirahat (recovery
time)

Analisis dan Optimasi
Sekuensial Kerja

N

Sekuen Kerja Optimal
Y
Rekomendasi Tata Laksana
Kerja Optimal

Selesai

Gambar 3 Diagram alir tahapan penelitian
Prosedur Penelitian
Observasi Pendahuluan
Observasi pendahuluan bertujuan mengamati seluruh proses pemanenan
kelapa sawit yang berlangsung di lokasi observasi. Observasi pendahuluan
dilakukan dengan mengamati data video dari aktivitas pemanenan kelapa sawit di
PT. SLS, Riau. Setelah itu dilakukan pula pemilihan serta pengumpulan
karakteristik fisik subjek yang terdiri dari 8 orang pemanen dimana terdapat 4
orang yang berusia > 30 tahun dan 4 orang yang berusia < 30 tahun. Data
karakteristik yang diperlukan meliputi usia, berat badan dan tinggi badan.

9
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan merupakan data rekaman denyut jantung dari para
pemanen kelapa sawit di afdeling OY, PT. SLS, Riau. Data rekaman denyut
jantung yang dikumpulkan terbagi menjadi dua, yaitu: data rekaman denyut
jantung saat kalibrasi dan saat melakukan aktivitas pemanenan.
a. Kalibrasi Denyut Jantung ( Metode Step Test)
Step test merupakan metode yang digunakan dalam mengkalibrasi
denyut jantung yang telah diperoleh dalam penelitian ini. Kalibrasi diperlukan
karena pada dasarnya karakteristik fisik tubuh masing-masing orang berbedabeda sehingga perlu dilakukan kalibrasi untuk melihat kecenderungan
fisiologis tubuh dalam merespon beban kerja yang diterima. Metode ini
dilakukan dengan cara naik turun bangku setinggi 25-30 cm (Herodian, 1994),
dengan frekuensi 15 siklus per menit, 20 siklus per menit, 25 siklus per menit
dan 30 siklus per menit. Masing-masing siklus dilakukan selama 5 menit
diselingi dengan istirahat selama 5-10 menit.
b. Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit
Data rekaman denyut jantung saat bekerja merupakan data yang diambil
pada saat pemanen melakukan seluruh kegiatan pemanenan kelapa sawit.
Kegiatan panen kelapa sawit terdiri dari beberapa elemen kerja. Menurut
Syuaib et al (2012), adanya pembagian operasi pada kegiatan pemanenan
dapat dijadikan beberapa elemen kerja guna mempermudah menganalisa
aktivitas pemanenan kelapa sawit. Pembagian elemen kerja tersebut
didefinisikan sebagaimana disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kegiatan dalam proses pemanenan kelapa sawit
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Kegiatan
Mencari tandan matang
Persiapan alat
Memotong tangkai tandan dengan egrek
Memotong dan menyusun pelepah
Memotong tangkai menyerupai huruf ‘V’ dengan kampak
Mengambil brondolan
Mengangkat buah ke angkong
Membawa tandan menggunakan angkong
Mendorong angkong kosong
Berjalan
Membongkar tandan dari angkong
Memotong tangkai tandan dengan dodos

Simbol
Ve
Pr
CuE
Ba
Ck
Br
Lo
MoAT
MoA
MoK
Un
CuD

Sumber: Laporan Akhir Kajian Ergonomika untuk Penyempurnaan Sistem dan Produktifitas
Kerja Panen-Muat Kelapa Sawit di Kebun PT. AAL, 2012

Rekaman denyut jantung diperoleh dari 4 orang pemanen berusia diatas 30
tahun (> 30 tahun) dan 4 orang pemanen dibawah 30 tahun (< 30 tahun). Data
denyut jantung yang diambil merupakan data denyut jantung subjek yang
mengerjakan seluruh aktivitas pemanenan yang dimulai dari kegiatan verifikasi
buah hingga kegiatan membongkar muatan tandan dari angkong di TPH. Aktivitas
tersebut dilakukan minimal sebanyak lima kali ulangan siklus panen. Masingmasing ulangan diselingi dengan istirahat selama 5-10 menit. Rancangan

9

10
pemilihan dan pengumpulan data denyut jantung pemanenan disajikan pada
Gambar 4.
A1

> 30
tahuntahu

U1

U2

U3

U4

U5

A2

U1

U2

U3

U4

U5

A3

U1

U2

U3

U4

U5

A4

U1

U2

U3

U4

U5

B1

U1

U2

U3

U4

U5

B2

U1

U2

U3

U4

U5

B3

U1

U2

U3

U4

U5

B4

U1

U2

U3

U4

U5

Subjek

< 30 tahun

Gambar 4 Rancangan pengumpulan dan pemilihan data
Keterangan:
A1, A2, A3,A4 = Subjek berusia > 30 tahun
B1, B2, B3, B4 = Subjek berusia < 30 tahun
U1, U2, …, Un = Ulangan kePengolahan Data
Adapun tahapan pengolahan data disajikan pada Gambar 5.
BME

Rata-rata BB

Karakteristik Subjek
Perekaman HR
Kalibrasi (Metode Step Test)

IRHR

WEC

Aktivitas Kerja

Pemanenan

Istirahat

Plot grafik IRHR dan WEC
IRHR
y=ax+b

WEC
TEC
TEC’
A TEC

Gambar 5 Bagan pengolahan data

11
Keterangan:
BB
: Berat Badan
BME : Bassal Metabolic Energy (kkal/menit)
IRHR : Increase Ratio of Heart Rate
WEC : Work Energy Cost (kkal/menit)
TEC
: Total Energy Cost (kkal/menit)
TEC’ : TEC ternormalisasi (kkal/menit.bb)
A TEC : Average of TEC (kkal/menit)
Pengolahan data dimulai dengan menghitung nilai BME yang
dilakukan dengan menggunakan data karakteristik fisik dari masing-masing
subjek. Pada umumnya setiap individu memiliki karakteristik fisik dan
fisiologis yang berbeda-beda, termasuk besarnya BME. Nilai BME dapat
dicari dengan mengukur dimensi tubuh (tinggi dan berat badan), selanjutnya
diperoleh luasan permukaan tubuh yang kemudian dapat dikonversi kedalam
laju konsumsi oksigen ( O2). Luas permukaan tubuh dapat dihitung dengan
persamaan Du’ Bois (Syuaib 2003) pada Persamaan (2):
A = H 0.725 × w 0.425 × 0.007246 .…………..……..……(1)
= luas permukaan tubuh (m2)
= tinggi badan (cm)
= berat badan (kg)

Dimana : A
H
W

Dari hasil perhitungan luasan tubuh dengan menggunakan Persamaan
(2), nilai BME bisa ditentukan dengan menggunakan tabel konversi yang
ditunjukan pada Tabel 2.
Tabel 2 Konversi BME ekivalen O2 berdasarkan luas permukaan tubuh
(ml/menit)
1/100
m2

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9

136
148
161
173
186
198
210
223
235

137
150
162
174
187
199
212
224
236

138
151
162
176
188
200
213
225
238

140
152
164
177
189
202
214
226
239

141
153
166
178
190
203
215
228
240

142
155
167
179
192
204
217
229
241

143
156
168
181
193
205
218
230
243

145
157
169
182
194
207
219
231
244

146
158
171
183
195
208
220
233
245

147
159
172
184
197
209
221
234
246

*) untuk perempuan, nilai O2 harus dikalikan 0.95
Sumber: Syuaib (2003)

Data rekaman denyut jantung umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor
personal, psikologis dan lingkungan. Hal tersebut perlu dinormalisasi agar
data rekaman denyut jantung tersebut menjadi objektif. Menurut Syuaib

11

12
(2003) normalisasi dapat dilakukan dengan membandingkan nilai denyut
jantung relatif saat bekerja terhadap denyut jantung saat istirahat yang dikenal
dengan istilah IRHR (Increase Ratio of Heart Rate). Perbandingan tersebut
dirumuskan sebagai berikut:
IRHR=
Dimana:

HR work
HRrest

…………………….….…. (2)

= Denyut jantung saat melakukan pekerjaan (bpm)
= Denyut janutng saat istirahat (bpm)

Dengan mengetahui IRHR dapat ditentukan pula tingkat kejerihan dan
besarnya konsumsi energi kerja. Tingkat kejerihan digunakan sebagai
parameter tingkat beban kerja secara kualitatif.
Selain untuk menentukan tingkat kejerihan, IRHR juga digunakan
untuk mengetahui besarnya laju konsumsi energi saat bekerja (Work Energy
Cost). Laju Konsumsi energy kerja (WEC) dicari terlebih dahulu dengan
mengetahui nilai IRHR dan WEC saat kalibrasi step test. Tujuannya agar nilai
denyut jantung yang diperoleh menjadi objektif.
Nilai IRHR step test dapat dicari dengan menggunakan persamaan 2,
sedangkan laju konsumsi energy saat step test (WECST) dicari dengan
menggunakan persamaan 3 (Herodian, et al 2007)
WECST = [w x g x 2f x h] / (4.2x1000) …………………(3)
Keterangan : WECST
w
g
h
f
4.2

= Work Energy Cost saat step test (kkal/menit)
= berat badan (kg)
= percepatan gravitasi
= tinggi bangku step test (m)
= frekuensi step test (siklus/menit)
= faktor kalibrasi satuan dari joule menjadi kalori

Dengan mengetahui konsumsi energi dan IRHR saat step test dapat
dihasilkan grafik kolerasi linier dimana persamaan linier dari grafik tersebut dapat
digunakan untuk mengkonversi nilai IRHRwork menjadi Work Energy Cost
(WEC). Persamaan yang dihasilkan dari hubungan IRHRST dan WECST adalah:
Y= aX + b ……………………………..... (4)
Dimana:

Y
= IRHR
X
= WEC (kkal/min)
Nilai WEC tersebut belum mewakili besarnya laju konsumsi energi kerja
oleh tubuh, karena manusia mempunyai energi yang harus dikeluarkan untuk
melakukan aktivitas basal setiap waktunya (Basal Metabolic Energy). Oleh karena
itu untuk mengetahui energi sebenarnya yang dikeluarkan pada saat melakukan
aktivitas kerja tertentu, maka perlu dihitung TEC (Total Energy Cost). Berikut
adalah persamaan untuk memperoleh nilai TEC (Total Energy Cost) (Syuaib
2003):

13
TEC = WEC+ BME

………………..……… (5)

WEC = Work Energy Cost (kkal/min)
TEC = Total Energy Cost (kkal/min)
BME = Basal Metabolic Energy (kkal/min)

Dimana:

Karena berat badan seseorang mempengaruhi beban kerja yang
diterima, maka untuk mengetahui nilai beban kerja yang sebenarnya yang
diterima oleh subjek pada waktu melakukan aktivitas kerja maka pengaruh
berat badan harus ditiadakan. Untuk mendapatkan nilai WEC’ (Work Energy
Cost per Weight) dapat menggunakan Persamaan (6) sebagai berikut (Syuaib
2003):
TEC’ = TEC / w …...................................... (6)
TEC’ = Total Energy Cost per Weight (kkal / kg.min)
TEC = Total Energy Cost (kkal / min)
W
= berat badan (kg)

Dimana :

A TEC (kkal/menit) dapat dihitung dari TEC’ (kkal/(kg bb.menit)) dengan
mengalikan berat badan pada subjek yang melakukan pemanenan pada kondisi
lahan dan tinggi pohon yang sama, sehingga akan didapatkan A TEC (kkal/menit).
Setelah nilai-nilai beban kerja fisik diketahui, maka untuk mencari waktu
pemulihan yang dibutuhkan dari masing-masing elemen kerja seperti disajikan
pada Gambar 6.
Aktivitas Pemanenan

A TEC (kkal/menit)

Waktu Baku (menit/tandan)

Konsumsi Energi per
elemen (kkal/tandan)

Jam Kerja (menit/hari)

Kapasitas Kerja
(tandan/hari)

JEP
(jam/hari)

Kapasitas Kerja
(tandan/jam)

Batas Max Energi
u/ Kerja Berat

Konsumsi Energi kerja
Efektif (kkal/JEP)

MEP
(menit/JEP)

Waktu Recovery
(menit)

Gambar 6 Diagram alir perhitungan waktu recovery

13

14
Kapasitas kerja dapat dihitung dari A TEC (kkal/menit) dan waktu
baku (menit/tandan) dari aktivitas pemanenan kelapa sawit. Besarnya energi
yang diperlukan pemanen pada setiap tandannya dapat dihitung dengan
Persamaan (7) sebagai berikut:
Energi setiap elemen (kkal/tandan) =

............ (7)

Kapasitas kerja dapat diketahui dengan mengetahui besarnya jam
efektif kerja perhari (JEP). Dalam Pradikta (2013) jam efektif kerja panen
kelapa sawit diasumsikan sebesar 50% dari jam kerja perhari yaitu sekitar 4
jam. Kapasitas kerja dapat dicari dengan persamaan berikut:
Kapasitas Kerja (tandan/hari) =

............. (8)

Dengan mengetahui besarnya JEP dalam jam, kita dapat menetukan
kapasitas kerja perjamnya (tandan/jam) sehingga dapat dicari waktu yang
dibutuhkan untuk memperoleh banyaknya tandan perjamnya (Menit Efektif
Panen). Besaran-besaran tersebut dapat dicari dengan persamaan-persamaan
berikut:
....... (9)

Kapasitas kerja (tandan/jam) =
MEP per elemen (menit/JEP) = waktu baku x kapasitas kerja

... (10)

Kemudian dapat dicari besarnya nilai konsumsi energi per jam efektif
kerja. Nilai konsumsi energi ini dicari pada masing-masing elemen kerja. Nilai
besaran tersebut dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut:
Energi setiap elemen (kkal/JEP) =

....... (11)

Dengan mengetahui efektif per elemen, besarnya waktu yang dibutuhkan
untuk memperoleh banyaknya tandan dalam tiap jamnya, maka dapat
ditentukan besar waktu recovery yang dibutuhkan pada setiap elemen kerja.
Waktu recovery dapat dicari dengan menggunakan persamaan Muller (1965).
....................................... (12)
Dimana:

R
T
W
S

= Waktu istirahat yang diperlukan (menit)
= Total waktu saat bekerja (menit)
= Rata-rata laju konsumsi energi pekerja saat bekerja
(kkal/menit)
= Rata-rata batas laju konsumsi energi yang
terkategori kerja berat (4 kkal/menit atau 5
kkal/menit)

15
Optimasi tata laksana kerja dilakukan dengan mempertimbangkan
besarnya konsumsi energi efektif dan waktu recovery yang dibutuhkan tiap
elemen kerja panen kelapa sawit. Dari alternatif-alternatif yang ada dilakukan
trial and error untuk menentukan mekanisme kerja optimal.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Observasi Pendahuluan
Observasi pendahuluan dilakukan dengan mengamati video pemanenan
kelapa sawit yang berlangsung PT. SLS, Riau. Fokus dari observasi ini adalah
kegiatan pemanenan kelapa sawit yang dilakukan di Afdeling OY serta pihakpihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Aktivitas pemanenan dilakukan
secara manual. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa
egrek dan dodos. Egrek digunakan untuk memotong tangkai tandan pada
ketinggian pohon diatas 3 meter sedangkan dodos digunakan untuk memotong
tangkai tandan pada ketinggian dibawah 3 meter.
Kegiatan pemanenan kelapa sawit dimulai dengan kegiatan apel pagi pada
pukul 6 pagi. Setelahnya para pemanen berangkat menuju ancak masing-masing
dengan membawa perlengkapan panen seperti egrek/dodos, angkong, karung dan
tomasun. Ketika tiba di ancaknya pemanen mulai mempersiapkan peralatan untuk
memanen kelapa sawit di ancak tersebut. Kegiatan panen diancak dimulai dengan
mengidentifikasi tandan yang matang. Identifikasi dilakukan dengan melihat
berondolan yang telah jatuh disekitar piringan. Jika berondolan yang jatuh
mencapai lebih kurang 10 buah, maka tandan pada pohon tersebut siap untuk
dipanen. Selanjutnya para pemanen memotong tangkai tandan yang telah masak,
namun terlebih dahulu dilakukan pemotongan pelepah. Pemotongan pelepah
selain dilakukan untuk mempermudah proses pemotongan tandan namun juga
bertujuan untuk merawat pohon kelapa sawit agar tetap produktif. Meskipun
demikian kegiatan pemotongan pelepah tidak dilakukan ketika ketinggian pohon
kurang dari 3 meter. Aktivitas selanjutnya adalah pengangkutan tandan dan
berondolan yang telah dikumpulkan ke TPH. Pengangkutan dilakukan dengan
menggunakan angkong.
Dalam pelaksanaannya, terdapat variasi dalam melakukan kegiatan panen.
Variasi ini diindikasikan disebabkan oleh perbedaan kondisi lahan dari masingmasing ancak. Lahan yang terdapat pada Afdeling OY adalah lahan dengan
topografi datar dan teras. Pada kondisi lahan datar, pemanen melakukan proses
pemotongan pelepah dan tandan terlebih dahulu kemudian dilakukan
pengangkutan tandan ke TPH dengan menggunakan angkong. Di kondisi lahan
yang berteras pemanen langsung membawa angkongnya saat memasuki ancaknya,
sehingga setelah dilakukan pemotongan tandan, tandan dimuat diangkong. Setelah
angkong penuh, pemanen mengangkut tandan tersebut ke TPH.
Pemilihan subjek yang dihitung beban kerjanya adalah pemanen berjenis
kelamin laki-laki dengan dengan jumlah 8 orang yang 4 diantaranya berumur > 30
tahun dan 4 orang berumur < 30 tahun. Selain itu dilakukan juga pengambilan
karakteristik subjek. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui besarnya basal

15

16
metabolic energy (BME). Data karakteristik fisik dan nilai BME dari masingmasing subjek dapat dilihat pada Tabel 3.
Dari Tabel 3 terlihat bahwa semakin besar luas permukaan tubuh
seseorang maka nilai BME juga semakin meningkat. Semakin besar luas
permukaan tubuh maka semakin besar tinggi dan berat badan seseorang.
Tabel 3 Karakterisik fisik subjek dan nilai BME
Subjek
A1
A2
A3
A4
B1
B2
B3
B4

Usia
(tahun)

> 30

< 30

w (kg)

H (cm)

A (m2)

51
56
57
64
61
48
62
55

156
162
159
160
167
157
170
159

1.50
1.60
1.60
1.68
1.70
1.47
1.73
1.57

VO2
(ml/menit)
186
198
198
208
210
182
214
194

BME
(kkal/menit)
0.93
0.99
0.99
1.04
1.05
0.91
1.07
0.97

Kalibrasi Subjek Penelitian (Kalibrasi Step test)
Kalibrasi step test dimaksudkan untuk mengukur karakteristik denyut
jantung individual dari operator. Penggunaan metode step test ini berfungsi untuk
mengetahui suatu pola hubungan antara denyut jantung manusia dalam setiap
aktivitas kerjanya dengan daya yang dikeluarkan melalui penyesuaianpenyesuaian dalam cara pengukuran maupun kalibrasi data hasil pengukurannya
(Kastaman dan Herodian 1998). Hal ini disebabkan karena denyut jantung tidak
hanya dipengaruhi oleh aktivitas fisik saja, namun juga oleh faktor-faktor
psikologis.
Gambar 7 merupakan hasil rekaman denyut jantung saat dilakukan aktivitas
steptest dengan berbagai frekuensi langkah.

HR (denyut/menit)

17

120

R2

ST1

R1

100

ST2

R3

ST3

R4

ST4

R5

40

45

80
60
40
20
0
0

5

10

15

20

25

30

35

Waktu (menit)

Gambar 7 Rekaman laju denyut jantung saat step test
Keterangan Gambar 7:
R1
: Rest 1
ST1
: Step test 1 (15 langkah/menit)
R2
: Rest 2
ST2
: Step test 2 (20 langkah/menit)
R3
: Rest 3
ST3
: Step test 3 (25 langkah/menit)
R4
: Rest 4
ST4
: Step test 4 (30 langkah/menit)
R5
: Rest 5
Grafik pada Gambar 7 menunjukkan bahwa frekuensi steptest yang dalam
hal ini di analogikan sebagai beban kerja berbanding lurus terhadap frekuensi
denyut jantung. Maknanya semakin besar beban kerja yang diterima maka
semakin besar pula frekuensi denyut jantung sesorang. Hal ini disebabkan karena
otot terus berkontraksi untuk melakukan kerja yang mengakibatkan meningkatnya
kebutuhan oksigen yang harus dipenuhi melalui siklus pernafasan dan peredaran
darah.
Setiap orang memiliki kecenderungan peningkatan denyut jantung masingmasing, hal ini dikarenakan setiap orang memiliki kondisi dan karakteristik fisik
serta psikologis yang berbeda-beda, contohnya umur. Dalam penelitian ini subjek
penelitian dikelompokkan dalam dua kelompok umur yaitu pemanen dengan umur
< 30 tahun dan pemanen dengan umur > 30 tahun. Dari keseluruhan grafik terlihat
bahwa pemanen yang berusia > 30 tahun mempunyai frekuensi denyut jantung
yang lebih kecil dibandingkan dengan pemanen yang berusia < 30 tahun. Secara
umum fungsi fisiologis manusia mencapai batas performa maksimal pada usia 30
hingga 35 tahun, dan setelahnya fungsi fisiologis tubuh mulai menurun perlahan
dan menurun secara drastis setelah mencapai usia 40 tahun (Astrand, Astrand,
Hallback, and Kilbom 1973). Sehingga terlihat frekuensi denyut jantung pada usia
> 30 tahun lebih kecil daripada subjek yang berusia < 30 tahun saat melakukan
steptest dengan frekuensi langkah yang sama. Selain itu perbedaan frekuensi
17

18
denyut jantung pada kedua kelompok usia tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor
psikologis seperti kematangan emosi serta pengalaman dalam melakukan suatu
aktivitas yang relatif lebih lama bagi pemanen dengan usia > 30 tahun.
Tabel 4 Nilai laju denyut jantung (HR) subjek saat step test
Subjek
A1
A2
A3
A4
B1
B2
B3
B4

Usia

> 30

< 30

HRrest
62.18
57.25
47.95
68.11
54.75
68.29
59.00
83.70

HR1
79.24
88.00
71.83
92.63
99.05
97.82
91.89
111.17

HR 2
86.33
92.50
78.57
102.71
108.10
104.33
95.23
113.50

HR3
91.88
107.82
87.86
111.38
116.17
110.10
103.50
119.40

HR4
97.00
110.43
98.71
126.53
123.86
117.45
108.17
125.64

Pada Gambar 7 terlihat bahwa laju denyut jantung yang terekam pada
menit-menit awal tidak beraturan. Hal ini dikarenakan adanya penyesuaian antara
langkah kaki terhadap bunyi metronome. Oleh karenanya dalam pengambilan data
denyut jantung hendaknya tidak mengambil data pada menit-menit awal atau
akhir dari step test. Banyaknya data yang diambil minimal 6 data denyut jantung.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kalibrasi step test digunakan
untuk melihat hubungan peningkatan frekuensi denyut jantung akibat peningkatan
beban kerja. Korelasi ini dapat dilihat dengan menentukan IRHR. IRHR dapat
dicari dengan membandingkan denyut jantung saat beraktivitas dan denyut
jantung saat beristirahat. Denyut jantung istirahat dalam steptest merupakan
denyut jantung terendah yang terukur. Biasanya terdapat pada kegiatan istirahat
yang pertama (R1) karena saat itu subjek belum melakukan aktivitas apapun,
namun tidak menutup kemungkinan untuk mengambil denyut jantung pada
kegiatan R2, R3, R4 atau R5. Sedangkan untuk denyut jantung saat bekerja dipilih
denyut jantung yang tertinggi dan stabil. Denyut jantung yang dipilih hendaknya
denyut jantung pada menit ke-3 karena pada saat itu sel-sel otot telah melakukan
respirasi aerob.
Untuk mengetahui laju konsumsi energi yang diperlukan dalam melakukan
step test maka dihitung nilai WECST dari masing-masing subjek. Nilai WECST
tersebut dihitung dengan pendekatan prinsip energi yang diasumsikan subjek
berjalan menaiki tangga dengan membawa beban tubuhnya sendiri yang
dipengaruhi oleh faktor berat badan, tinggi bangku step test, gaya gravitasi, dan
frekuensi yang digunakan dalam kalibrasi step test.
Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa nilai IRHRST dan WECST meningkat
seiring dengan meningkatknya beban kerja yang diterima. Namun, masing-masing
subjek memiliki nilai IRHRST dan WECST yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan
karena IRHR merupakan suatu angka yang menunjukkan besarnya kecenderungan
fisiologis tubuh dalam merespon beban kerja yang diterima. Masing-masing
subjek mempunyai kemampuan fisiologis yang berbeda-beda. Demikian pula nilai
WECST yang sangat dipengaruhi oleh massa tubuh seseorang sehingga terlihat
pada Tabel 5 bahwa masing-masing subjek memiliki nilai WECST yang berbeda.

19

Tabel 5 Nilai IRHRST dan WECST
Subjek
A1
A2
A3
A4
B1
B2
B3
B4

IRHRST

WECST (kkal/menit)

ST1

ST2

ST3

ST4

WECST1

WECST2

WECST3

WECST4

1.27
1.54
1.50
1.36
1.81
1.43
1.56
1.33

1.39
1.62
1.64
1.51
1.97
1.53
1.61
1.36

1.48
1.88
1.83
1.64
2.12
1.61
1.75
1.43

1.56
1.93
2.06
1.86
2.26
1.72
1.83
1.50

0.95
1.04
1.06
1.19
1.13
0.89
1.15
1.05

1.26
1.39
1.41
1.58
1.51
1.19
1.53
1.40

1.58
1.73
1.76
1.76
1.89
1.48
1.92
1.75

1.89
2.08
2.11
2.37
2.26
1.78
2.30
2.04

Karena perbedaan respon fisiologi dari masing-masing subjek berbeda
maka perlu pemetaan hubungan antara IRHRST dengan WECST. Selanjutnya nilai
IRHRST di masukan dalam grafik sebagai nilai dari sumbu y dan WECST sebagai
nilai dari sumbu x, sehingga dari hubungan tersebut didapatkan grafik yang akan
membentuk garis linier dengan persamaan y = ax + b, dimana nantinya grafik
tersebut dapat digunakan untuk mengkonversi nilai IRHRwork menjadi WEC.
. Grafik hubungan antara IRHRST dan WECST untuk subjek A1 dan B1 dapat
dilihat pada Gambar 8 dan subjek lainnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

2.50

2.50
y = 0.2996x + 0.9999
R² = 0.9986

2.00

1.50

IRHRST

IRHRST

2.00

y = 0.5633x + 1.0686
R² = 0.9744

1.00
0.50

1.50
1.00
0.50

0.00

0.00
0.00

0.50

1.00

1.50

WECST

(a)

2.00

2.50

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

WECST

(b)

Gambar 8 Contoh grafik korelasi IRHRST dengan WECST
(a) Subjek A1 (>30 tahun) ; (b) Subjek B1 (