Analisis Beban dan Kapasitas Kerja pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit Secara Manual di PT. Astra Agro Lestari

ANALISIS BEBAN DAN KAPASITAS KERJA PADA
AKTIVITAS PEMANENAN KELAPA SAWIT SECARA
MANUAL DI PT. ASTRA AGRO LESTARI

IRVAN ANGGIT PRADITA

TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Beban dan
Kapasitas Kerja pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit Secara Manual di PT.
Astra Agro Lestari adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing Dr. Ir.
M. Faiz Syuaib, M.Agr dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Irvan Anggit Pradita
NIM F14090048

ABSTRAK
IRVAN ANGGIT PRADITA. Analisis Beban dan Kapasitas Kerja pada Aktivitas
Pemanenan Kelapa Sawit Secara Manual di PT. Astra Agro Lestari. Dibimbing oleh M.
Faiz Syuaib.
Kelapa sawit adalah komoditas utama perkebunan di Indonesia. Faktor penting
yang harus diperhatikan untuk menghasilkan produk kelapa sawit (CPO dan PKO) yang
berkualitas dan maksimal maka harus diperhatikan cara pemanenan manual yang benar.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi beban kerja dan energi yang
digunakan dalam kegiatan pemanenan, berdasarkan hal tersebut dapat diketahui kapasitas
ideal pekerja. Beban kerja dan energi dianalisis berdasarkan pengukuran denyut jantung.
Subjek yang diamati berjumlah delapan pekerja yang berumur di bawah 30 tahun dan
delapan pekerja berumur lebih dari 30 tahun. Penelitian ini didesain berdasarkan tinggi
pohon dan kondisi lahan. Untuk subjek yang berumur > 30 tahun dapat terlihat bahwa
laju konsumsi energi pemanenan menggunakan egrek di lahan R2 (6.23 kkal/tandan)

mempunyai nilai yang lebih rendah dari pada lahan R3 (7.71 kkal/tandan) begitu juga
pada subjek yang berumur < 30 tahun dengan nilai R2 (6.47 kkal/tandan) dan R3 (7.99
kkal/tandan). Kemudian pada pemanenan menggunakan dodos mempunyai laju konsumsi
energi juga lebih rendah pada subjek yang berumur > 30 tahun (5.33 kkal/tandan)
dibandingkan dengan subjek yang berumur < 30 tahun (5.70 kkal/tandan). Berdasarkan
nilai tersebut dapat dilihat bahwa subjek yang berumur < 30 tahun mempunyai laju
konsumsi energi (beban kerja) yang lebih besar. Besarnya laju konsumsi energi sangat
dipengaruhi oleh keterampilan, sehingga tingkat kejerihan yang dihasilkan akan lebih
besar. Dengan semakin besar laju konsumsi energi maka kapasitas ideal yang dihasilkan
akan semakin rendah.
Kata kunci: kelapa sawit, laju konsumsi energi, pemanenan

ABSTRACT
IRVAN ANGGIT PRADITA. Analysis of Load and Capacity of Work on Manual
Harvesting Activity of Oil Palm in PT. Astra Agro Lestari. Supervised by M. Faiz
Syuaib.
Oil palm is one of the main plantation commodities in Indonesia. The important
factors that must be considered to produce palm oil (CPO and PKO) with a maximum
quality is the manual harvesting method. The aims of this research is to identify the
labour work load and energy cost in the harvesting activities, and based on that to find out

the ideal working capacity of the harvesting worker. The work load and work energy cost
analysis were conducted based on heart rate measurement. Eight workers of under 30
years of age and eight workers of over 30 years of age were observed as the subjects. The
tree height and relief of the land were the main working variables which took a place in
the experimental design. In the case of subjects aged > 30 years old, it can be seen that
the harvesting energy consumption rate using egrek in R2 land (6.23 kcal /stem) has a
lower value than the R3 land (7.71 kcal/stem) as well as in the case of subjects aged < 30
years old with a value of R2 (6.47 kcal/stem) and R3 (7.99 kcal/stem). Moreover, the
energy consumption rate of harvest activity using dodos is also lower for the subjects
aged > 30 years old (5.33 kcal/stem) compared to subjects aged < 30 years old (5.70
kcal/stem). Based on this value, it noteworthly shows that the subject aged < 30 years old
has the greater energy consumption rate (work load). The amount of energy consumption
rate is highly influenced by the skill level of workers which then resulted a greater fatigue
level. Briefly, the greater energy consumption rate, the lower ideal capacity most likely to
be generated.
Keywords: energy comsumption rate, harvest, palm oil

ANALISIS BEBAN DAN KAPASITAS KERJA PADA
AKTIVITAS PEMANENAN KELAPA SAWIT SECARA
MANUAL DI PT. ASTRA AGRO LESTARI


IRVAN ANGGIT PRADITA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Beban dan Kapasitas Kerja pada Aktivitas Pemanenan
Kelapa Sawit Secara Manual di PT. Astra Agro Lestari
Nama
: Irvan Anggit Pradita
NIM

: F14090048

Disetujui oleh

Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Desrial, M. Eng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karunia-Nya
sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Analisis Beban
dan Kapasitas Kerja pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit Secara Manual di
PT. Astra Agro Lestari dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Juni 2012.
Dengan diselesaikannya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis

ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Orang tua yang selalu memberikan doa, dorongan, dan semangat hingga
skripsi ini dapat terselesaikan. Kakakku Nita dan Novi serta adikku Alvin
yang selalu memberikan motivasi dan bantuannya selama menyelesaikan
skripsi ini.
2. Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi, yang selalu
memberikan bimbingan, masukan, dan saran-sarannya dalam menyelesaikan
skripsi ini.
3. Dr. Ir. Desrial, M. Eng dan Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si selaku dosen
penguji, atas masukan dan saran-sarannya.
4. Keluarga Bapak Supri selaku kepala kebun yang telah memberikan bantuan
selama penelitian berlangsung.
5. Departemen Teknik Mesin dan Biosistem dan Fakultas Teknologi Pertanian
yang telah membantu dan memberikan ijin pelaksanaan penelitian.
6. Happy, Stevy, Ni Wayan, kurnia, Haning, Ilham, Bani selaku teman satu
bimbingan yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.
7. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin dan Biosistem IPB angkatan 46
(2009) atas kebersamaannya selama di bangku kuliah.
8. Teman-teman (Adem, Adi, Naufal, Aynal, Fansuri, Faiz, Yuni, Fifa, Baiq,

Aya) atas perhatian dan semangatnya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih belum
sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak
sebagai upaya perbaikan selanjutnya, serta penulis berharap semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Juli 2013
Irvan Anggit Pradita

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

vi

DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR


vii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

2

TINJAUAN PUSTAKA


2

Kelapa Sawit

2

Ergonomika

6

Kapasitas Fisik

7

Metode Step Test

9

Beban Kerja


9

METODOLOGI PENELITIAN

9

Waktu dan Tempat Penelitian

9

Bahan dan Alat

10

Subjek

10

Metode Penelitian


10

Prosedur Analisis Data

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

20

Penelitian Pendahuluan

20

Kalibrasi Subjek Penelitian (Kalibrasi Step Test)

22

Pengukuran Konsumsi Energi Kerja

31

Menentukan Kapasitas Pemanenan

48

Uji Statistik

56

SIMPULAN DAN SARAN

61

DAFTAR PUSTAKA

62

DAFTAR TABEL
1. Kegiatan dalam proses pemanenan kelapa sawit
13
2. Konversi BME ekivalen ̇ O2 berdasarkan luas permukaan tubuh (ml/menit) 17
3. Karakteristik fisik subjek dan nilai BME
23
4. Nilai HR Subjek pada saat istirahat dan step test.
27
5. Nilai IRHRST dan WECST
28
6. Persamaan korelasi nilai IRHRST terhadap WECST
30
7. Parameter Tinggi pohon dan kondisi lahan
31
8. Identifikasi subjek berdasarkan tinggi pohon dan kondisi lahan
32
9. Rata-rata nilai denyut jantung saat aktivitas pemanenan
36
10. Nilai IRHR saat aktivitas pemanenan
39
11. Tingkat Beban Kerja Kualitatif
40
12. Nilai konsumsi energi pada saat pemanenan (WEC)
43
13. Nilai konsumsi energi total pada saat pemanenan (TEC)
44
14. Nilai konsumsi energi pada saat pemanenan yang ternormalisasi (TEC’)
45
15. Uji statistik untuk IRHR
58
16. Uji statistik untuk TEC’
58
17. Uji statistik untuk konsumsi energi kerja (kkal/tandan) dengan pemanenan
menggunakan egrek
59
18. Uji statistik untuk konsumsi energi kerja (kkal/tandan) dengan pemanenan
menggunakan dodos
59
19. Uji statistik untuk jumlah tandan berdasarkan konsumsi energi per hari
(tandan/hari) dengan menggunakan egrek
60
20. Uji statistik untuk jumlah tandan berdasarkan konsumsi energi per hari
(tandan/hari) dengan menggunakan dodos
60

DAFTAR GAMBAR
1. KKS normal dan KKS tidak normal
2. Pemanenan menggunakan dodos dan egrek
3. Sensor HRM, Receiver HRM, dan Heart Rate Interface
4. Tahapan Penelitian
5. Tahapan kalibrasi step test
6. Rancangan pengambilan data di PT. Waru Kaltim Plantation
7. Rancangan pengambilan data di PT. Pasang Kayu
8. Bagan pengolahan data
9. Diagram alir perhitungan kapasitas
10. Grafik denyut jantung saat Step Test
11. Grafik hubungan antara IRHTST dengan WECST
12. Elemen kerja pemanenan kelapa sawit
13. Grafik denyut jantung saat pemanenan

4
6
10
11
13
14
15
16
19
25
29
33
34

14. Grafik denyut jantung subjek A1 pada U1 dan U5
15. Laju konsumsi energi untuk masing-masing elemen kerja pada lahan R2
(egrek) dan R1 (dodos)
16. Laju konsumsi energi untuk masing-masing elemen kerja pada lahan R3
(egrek dan R1 (dodos)
17. Laju konsumsi energi untuk masing-masing elemen kerja pada lahan R4
(kkal/tandan)
18. Laju konsumsi energi untuk masing-masing elemen kerja pada lahan F3
(kkal/tandan)
19. Total laju konsumsi energi (kkal/tandan)
20. Kapasitas kerja (tandan/hari dan tandan/jam)

35
50
50
51
51
53
55

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Time study sheet
Grafik rekaman HR saat kalibrasi dengan metode step test
Grafik hubungan antara IRHRST dan WECST
Garfik rekaman HRwork aktivitas pemanenan
Total konsumsi energi pada saat pemanenan berdasarkan rata-rata berat
badan (A TEC (kal/menit)
Waktu baku
Total laju konsumsi energi(kkal/tandan)
Kapasitas kerja
Perhitungan uji statistik

64
65
70
74
79
80
81
82
84

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada awalnya pembangunan perkebunan kelapa sawit berkembang lambat.
Perkebunan kelapa sawit berkembang spektakuler dalam tiga dekade terakhir ini,
hal ini didukung oleh temuan dari hasil-hasil penelitian pemuliaan sejak tahun
1960-an, serangga penyerbuk tahun 1970-an, dan pengembangan kultur teknis
serta pertumbuhan daya terima konsumen domestik dan dunia atas CPO (Crude
Palm Oil) dan produk turunannya. Indonesia yang semula memiliki 199 ribu ha
pada tahun 1969 dengan produktivitas hanya 2.5 ton CPO/ha/tahun, sekarang
telah memiliki 3.0 juta ha pada tahun 2000 dengan produksi di atas 6.5 juta ton
dan produktivitas rata-rata 4.5 ton CPO/ha/tahun (Fauzi 2012).
Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan unggulan dan utama
Indonesia. Tanaman yang produk utamanya terdiri dari minyak sawit (CPO) dan
minyak inti sawit (KPO) ini memiliki nilai ekonomis tinggi dan menjadi salah
satu penyumbang devisa negara yang terbesar dibandingkan dengan komoditas
perkebunan lainnya. Hingga saat ini kelapa sawit telah diusahakan dalam bentuk
perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit hingga menjadi minyak dan
produk turunannya. Minyak kelapa sawit juga menghasilkan berbagai produk
turunan yang kaya akan manfaat sehingga dapat dimanfaatkan di berbagai industri.
Mulai dari industri makanan, farmasi, sampai industri kosmetik. Bahkan
limbahnya pun masih dapat dimanfaatkan untuk industri mebel, oleokimia, hingga
pakan ternak. Dengan demikian, kelapa sawit memiliki arti penting bagi
perekonomian di Indonesia.
Untuk mendapatkan CPO dan PKO yang maksimal dan berkualitas maka
harus diperhatikan cara pemanenan yang benar. Panen adalah kegiatan puncak
dalam kegiatan budidaya kelapa sawit. Panen merupakan serangkaian kegiatan
mulai dari memotong tandan matang panen sesuai kriteria matang panen,
mengumpulkan dan mengutip brondolan serta menyusun TBS di tempat
pengumpulan hasil (TPH) berikut brondolannya. Tujuan panen adalah untuk
memanen seluruh buah yang sudah matang panen dengan mutu yang baik secara
konsisten sehingga potensi produksi minyak dan inti sawit maksimal dapat dicapai.
Selain memerlukan keahlian khusus pemanenan juga memerlukan tenaga kerja
yang intensif. Dalam proses pemanenan kelapa sawit harus diperhatikan juga
mengenai kematangan tandan dengan melihat brondolan yang jatuh diatas tanah.
Selain harus memperhatikan kematangan tandan pemanen juga harus berjalan
menaiki bukit dengan membawa egrek/dodos dan angkong yang mengingat
kondisi topografi yang tidak rata sehingga mengakibatkan kelelahan fisik pada
pekerja panen. Pekerjaan pemanenan seperti ini yang terlalu berat dan melebihi
kemampuan pekerja sehingga dapat mengakibatkan beban kerja fisik pada pekerja
yang dapat menimbulkan kelelahan yang terakumulasi. Kelelahan inilah yang
pada akhirnya akan menyebabkan seseorang merasa sakit atau bahkan mengalami
cedera. Untuk itu, perlu dilakukan pengukuran besar konsumsi energi atau beban
kerja kuantitatif dan besarnya kejerihan atau beban kerja kualitatif pada pekerja
dengan mengukur denyut jantung saat melakukan pemanenan. Menurut Bridger
(2003) denyut jantung meningkat sesuai fungsi dari beban kerja.

2
Dengan mengetahui besarnya beban kerja pemanen, diharapkan pemanen
dapat lebih memperhatikan lagi kenyamanan saat melakukan pekerjaan, sehingga
tidak menimbulkan kelelahan bahkan cedera. Pendekatan dengan keilmuan
ergonomi dinilai tepat untuk mengkaji permasalahan dan menganalisis tingkat
kelelahan pada pekerja panen dengan pendekatan analisis denyut jantung.
Penerapan ergonomi dalam kerja diharapkan mampu meningkatkan produktivitas
panen melalui peningkatan keselamatan, efektivitas, efisiensi dan kenyamanan
kerja.
Peningkatan produktivitas tenaga kerja dapat terjadi apabila terjadi
kesesuaian antara kemampuan pekerja dengan pekerjaannya. Apabila tuntutan
pekerjaan lebih besar dari pada kemampuan tubuh maka terjadi rasa tidak nyaman,
lelah, kecelakaan, cedera, rasa sakit, dan produktivitas menurun. Sedangkan
apabila tuntutan pekerjaan lebih kecil dari pada kemampuan tubuh maka terjadi
understress antara lain: kejenuhan, kelesuan, dan kurang produktif. Faktor
kemampuan tubuh antara lain: (a) karakteristik seseorang yang berkaitan dengan
faktor usia, jenis kelamin, antropometri, pendidikan, pengalaman, status
kesehatan, dan kesegaran tubuh, (b) kemampuan fisiologis: kemampuan cardiovascular, serat otot, dan panca indra, (c) kemampuan psikologi: kemampuan
mental, waktu reaksi dan kemampuan adaptasi, dan kestabilan emosi. Dari ketiga
faktor tersebut merupakan faktor yang harus diperhatikan dan dianalisis dalam
penelitian ini.

Tujuan Penelitian

1.
2.
3.
4.

Tujuan dari penelitian kali ini adalah:
Mengetahui laju konsumsi energi yang dibutuhkan pemanen pada setiap
elemen proses pemanenan.
Mengetahui tingkat beban kerja pada masing-masing tahap proses
pemanenan.
Menentukan kapasitas kerja ideal pemanenan kelapa sawit.
Membandingkan tingkat beban dan kapasitas kerja ideal pada pekerja yang
berumur diatas 30 tahun (> 30 tahun) dan dibawah 30 tahun (< 30 tahun).

TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa Sawit
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah
kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit
yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam untuk ditanam di Kebun Raya Bogor.
Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial
pada tahun 1911. Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi
pembangunan perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja
yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber perolehan
devisa negara. Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit,

3
bahkan saat ini telah menempati posisi pertama di dunia. Indonesia adalah negara
dengan luas areal kelapa sawit terbesar di dunia, yaitu sebesar 34.18% dari luas
areal kelapa sawit dunia (Fauzi 2012).
Secara umum, tanaman kelapa sawit tumbuh pada daerah tropis dengan
kondisi suhu udara sedang sampai panas dengan kelembaban udara 80% dengan
curah hujan rata-rata 2000-2500 mm/tahun. Temperatur yang cocok berkisar
22oC–33oC dengan lama penyinaran 6 jam/hari. Tanaman kelapa sawit dapat
tumbuh dan berbuah sampai ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut, namun
secara ekonomis tanaman kelapa sawit diusahakan pada daerah sampai ketinggian
400 m dpl. Penanaman kelapa sawit sebaiknya pada daerah dengan kemiringan
lereng 0o-2o (21%). Kelapa sawit tumbuh pada beberapa jenis tanah, tetapi tanah
yang paling cocok adalah tanah jenis latosol. Tekstur tanah yang baik adalah
tekstur lempung atau liat dengan komposisi pasir 20%-60%, debu 10%-40% dan
liat 20%-50% dengan lapisan top soil (solum) yang dalam, lebih dari 80 cm serta
memiliki pH tanah 4.0-6.0 (Fauzi 2012).
Budidaya kelapa sawit dimulai dari persiapan lahan. Metode yang biasa
digunakan dalam persiapan lahan adalah cara mekanis, cara kimiawi, dan cara
manual. Cara mekanis adalah membuka lahan dengan menebang seluruh pohon
dan semak belukar yang ada lalu sisa-sisanya dibakar tiga hingga empat kali
sampai habis, sedangkan cara kimiawi merupakan cara konvensional, cara ini
diambil bila kondisi lahan hanya tertutup ilalang. Metode ini dilakukan dangan
membasmi gulma atau ilalang dengan pestisida. Selain itu terdapat juga cara
manual yang dilakukan dengan peralatan sederhana, dilakukan bila keadaan lahan
masih bersih. Cara ini juga sering dipilih jika terjadi keterbatasan dana serta alat
mekanis. Kemudian setelah persiapan lahan dilakukan dilanjutkan dengan proses
pembibitan. Proses pembibitan ini juga bisa dilakukan bersamaan dengan
persiapan lahan.
Pembibitan adalah suatu proses menumbuhkan dan mengembangkan
benih menjadi bibit yang siap ditanam. Bibit merupakan produk yang dihasilkan
dari suatu proses pengadaan bahan tanaman yang dapat berpengaruh terhadap
pencapaian hasil produksi pada masa selanjutnya. Pembibitan merupakan langkah
awal dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit. Melalui
tahap pembibitan sesuai standar teknis diharapkan dapat dihasilkan bibit yang
baik dan berkualitas. Bibit kelapa sawit yang baik adalah bibit yang memiliki
kekuatan dan penampilan tumbuh yang optimal serta berkemampuan dalam
menghadapi kondisi cekaman lingkungan pada saat pelaksanaan penanaman.
Pembibitan dilakukan dengan metode dua tahap, yaitu pembibitan awal (Pre
Nursery), kemudian dipindahkan ke pembibitan utama (Main Nursery). Pada
pembibitan Pre Nursery, pembibitan dilakukan selama 3 bulan dengan
menggunakan polybag kecil (babybag). Setelah bibit berumur 3 bulan, bibit
kemudian dipindahkan ke pembibitan Main Nursery yang dipelihara selama 9
sampai 12 bulan sampai bibit siap untuk ditanam. Adapun tahap-tahap yang harus
dilakukan dalam pembibitan antara lain:
a. Seleksi Kecambah Kelapa Sawit (KKS)
Sebelum kecambah ditanam ke dalam polybag kecil harus diseleksi
terhadap pertumbuhan plumula (bakal batang berbentuk tajam dan lancip serta
berwarna putih kekuningan) dan radikula (bakal akar berbentuk tumpul dan

4
kasar). Seleksi ini bertujuan agar kecambah yang akan ditanam benar-benar
tumbuh dengan normal. Berikut ini adalah gambar kecambah kelapa sawit
normal dan tidak normal:

(a)

(b)

Gambar 1 (a) KKS normal dan (b) KKS tidak normal
Sebelum dilakukan seleksi KKS dilakukan perendaman selama 10 detik
terlebih dahulu dengan campuran antara 10 liter air dengan fungisida Dithane
M-45 sebanyak satu sendok makan yang diaduk secara merata. Perendaman
ini dilakukan untuk memberikan kekebalan pada kecambah selama 30 menit.
b. Pembibitan Awal (Pre Nursery)
Pembibitan awal (pre nursery) merupakan tempat dimana KKS yang
sudah diseleksi ditanam, dipelihara sampai umur 3 bulan, yang selanjutnya
akan dipindahkan ke pembibitan utama (main nursery). Tanah yang digunakan
sebaiknya tanah lapisan atas yang gembur, subur, bersih, banyak mengandung
bahan organik dan diambil dari lahan yang bebas dari serangan penyakit yang
kemudian diayak/disaring untuk dicampur dengan pupuk Rock Phosphat
dengan dosis 375 gr/ 100 kg tanah. Kecambah yang sudah lolos seleksi
ditanam ditengah kantong dalam lubang yang dibuat dengan jari sedalam 2 cm
dengan posisi plumula berada diatas.
c. Pembibitan Utama (Main Nursery)
Bibit di Main Nursery dipertahankan sampai berusia 9 – 12 bulan untuk
siap dipindahkan / ditanam di lahan. Tanah yang digunakan sebaiknya tanah
lapisan atas yang gembur, subur, bersih, banyak mengandung bahan organik,
bebas dari sisa batuan kecil, kayu, bertekstur baik dan diambil dari lahan yang
bebas dari serangan penyakit. Kemudian tanah yang sudah disiapkan dicampur
dengan pupuk Rock Phosphat secara merata dengan dosis 375 gr/ 100 kg
tanah. Pengisian tanah diusahakan tidak terlalu penuh untuk menjaga agar air
maupun pupuk tidak melimpah keluar. Pembuatan lubang harus sempurna
ditengah agar pertumbuhan akar tanaman merata. Besarnya lubang yang harus
disiapkan adalah lebih besar sedikit dari diameter dan tinggi babybag yang
akan dipindahkan ke polybag besar. Bibit dimasukkan ke dalam lubang
setelah plastik babybag dilepas. Setelah dilakukan penanaman, perlu
dilakukan kegiatan perawatan yang merupakan aspek penting dalam kegiatan
budidaya kelapa sawit. Kegiatan perawatan terdiri dari pemberian pupuk dan
pemberantasan hama dan penyakit tanaman secara bertahap dan tepat waktu
agar pertumbuhan optimal.

5
Kegiatan selanjutnya adalah pemanenan. Pemanenan adalah kegiatan
puncak dalam kegiatan budidaya kelapa sawit. Panen merupakan serangkaian
kegiatan mulai dari memotong tandan matang panen sesuai kriteria matang
panen, mengumpulkan dan mengutip brondolan serta menyusun tandan buah
segar (TBS) di tempat pengumpulan hasil (TPH) dengan brondolannya.
Tujuan panen adalah untuk memanen seluruh buah yang sudah matang panen
dengan mutu yang baik secara konsisten sehingga potensi produksi minyak
dan inti sawit maksimal dapat dicapai.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan pemanenan adalah
sebagai berikut:
a. Kriteria Matang Panen
Kriteria matang panen adalah syarat kondisi tandan yang ditetapkan
untuk layak panen. Matang panen kelapa sawit dapat dilihat secara visual
dan secara fisiologi. Secara visual dapat dilihat dari perubahan warna kulit
buah menjadi berwarna merah atau orange. Sedangkan secara fisiologi
dapat dilihat dari kandungan minyak yang maksimal dan kandungan asam
lemak bebas yang minimal (Fauzi 2012). Matang panen juga dapat dilihat
dari membrondolnya buah dari tandannya. Jadi dapat dipastikan jika ada
brondolan maka buah tersebut telah matang, sehingga brondolan buah ini
dapat dijadikan dasar untuk memanen tandan buah.
Pada proses pemanenan kelapa sawit terdapat kriteria buah yang
akan dipanen, yaitu:
a. Fraksi 1: setiap satu kg tandan terdapat satu buah brondolan yang jatuh
ke tanah.
b. Fraksi 2: setiap satu kg tandan terdapat dua buah brondolan yang jatuh
ke tanah.
c. Fraksi 3: setiap satu kg tandan terdapat tiga buah brondolan yang jatuh
ke tanah.
Dari ketiga kriteria fraksi tersebut yang dipakai biasanya adalah
fraksi 1, selain itu juga ciri buah yang dapat dipanen adalah berwarna
merah muda dan terdapat minimal 10 brondolan yang telah jatuh di
piringan dan ketiak pelepah daun. Apabila sudah terdapat lebih dari
sepuluh brondolan yang jatuh di piringan dan ketiak pelepah daun itu
berarti buah sudah busuk atau terdapat lebih dari 75% brondolan yang
jatuh ke piringan dan ketiak pelepah daun, sedangkan apabila tidak ada
brondolan yang jatuh maka buah tersebut dapat dikatakan buah mentah.
Buah yang dapat dipanen adalah buah matang yang telah membrondol
secara alamiah, yang ditunjukkan dengan adanya brondolan normal di
piringan. Standar ini berlaku untuk kondisi buah yang normal dan sehat.
b. Cara Panen
Cara panen ini dibedakan berdasarkan tinggi tanaman, untuk
tanaman yang tingginya kurang dari empat meter (3 m) maka alat yang digunakan
adalah egrek. Pisau egrek (sickle) ini dipasang pada ujung bambu atau pipa
aluminium yang akan digunakan sebagai gagang egrek, lalu diikat dengan

6
kuat. Gagang egrek dapat diatur sesuai dengan ketinggian pohon yang
akan dipanen buahnya. Pada panen dengan menggunakan alat dodos,
pemotongan pelepah (penyangga buah) harus hati-hati, sangat disarankan
para pemanen melaksanakan curi buah dan membiarkan 2 – 3 pelepah
dibawah buah yang dipanen tetap utuh (tidak dipotong) untuk menjaga
jumlah pelepah 56 – 64 pelepah per pohon. Pada panen dengan
menggunakan egrek karena pohon sudah tinggi, pemanen terpaksa
memotong pelepah di bawah buah yang akan dipanen untuk dapat
memotong buah tersebut. Kemudian setelah TBS dipanen segera
dikumpulkan dan diangkut ke TPH terdekat. TBS disusun secara rapi di
TPH dan disusun berderet lima tandan per baris untuk memudahkan
perhitungan. Penyusunan buah di TPH harus dalam keadaan tangkai yang
sudah terpotong/ berbentuk ‘V’ sehingga tidak ada tangkai yang ikut
terbawa ke pabrik. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan rendemen dari
minyak kelapa sawit yang dihasilkan.

(a)

(b)

Gambar 2 (a) pemanenan menggunakan dodos dan (b) egrek
c. Rotasi Panen dan Sistem Panen
Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan antara panen terakhir
sampai panen berikutnya pada tempat yang sama. Rotasi panen dianggap
baik bila buah tidak lewat matang. Biasanya rotasi ini menggunakan
sistem 6/7 yang artinya bahwa 6 kali panen dalam 7 hari.
Sistem panen yang biasa dilakukan di kebun adalah sistem ancak
giring dan ancak tetap. Sistem pada ancak giring apabila suatu ancak telah
selesai dipanen, pemanenan pindah ke ancak berikutnya yang telah
ditunjuk oleh mandor, dan begitu seterusnya, sedangkan ancak tetap
apabila diterapakan pada areal perkebunan yang sempit, topografi terbuka
atau curam, dan dengan tahun tanam yang berbeda. Pada sistem ini
pemanenan diberi ancak dengan luas tertentu dan tidak berpindah-pindah.
Ergonomika
Pada dasarnya ergonomi mempelajari interaksi antara manusia dengan
sistem kerja dimana mereka beraktifitas atau bekerja. Dapat pula dikatakan bahwa
terdapat dua halyang menjadi pokok bahasan dalam pendekatan ergonomi yaitu
manusia dan sistem kerjanya. Manusia sebagai pelaku kerja tentunya memiliki
kemampuan dan keterbatasan. Amatlah penting mengkaji manusia sebagai elemen

7
yang berinteraksi dengan sistem kerja, secara khusus dengan alat/mesin dan
lingkungan kerja. Agar didapatkan kecocokan tersebut maka interaksi manusia
dan sistem kerja harus berada pada kondisi yang optimal. Apabila tercipta kondisi
kerja yang terdapat kesesuaian maka produktivitas kerja akan meningkat. Istilah
‘ergonomi’ berasal dari bahasa latin yaitu ergon (kerja) dan nomos (hukum alam).
Menurut syuaib (2003) ergonomi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari interaksi antara manusia dengan alat, metode, dan lingkunagan
dimana mereka melakukan aktivitas agar tercapai kesesuaian yang optimal.
Kajian keilmuan yang cukup dekat dengan kajian ergonomi diantaranya
anthtropometri, biomekanik, fisiologi, psikologi, perencanaan kerja, keteknikan,
biologi manajemen, fisika dan lain-lain. Fisiologi berkenaan dengan fungsi hidup
manusia. Dalam pendekatan ergonomi, fisiologi terutama diperlukan untuk
menganalisis kebutuhan dan konsumsi energi pada suatu aktivitas. Fisiologi kerja
dalam ergonomik berkenaan dengan kondisi dan reaksi fisiologis yang
diakibatkan karena adanya beban atau tekanan (stress) eksternal saat melakukan
aktifitas/kerja.
Biomekanik adalah suatu bidang ergonomika yang berhubungan dengan
pengukuran dinamik tubuh manusia, yang di antaranya menyangkut selang gerak
anggota tubuh, kecepatan gerak, kekuatan dan aspek gerak anggota tubuh lainnya.
Dalam sistem otot rangka, otot bekerja menggerakkan tulang untuk berotasi pada
sendinya. Sistem ini dapat dideskripsikan menyerupai tuas sederhana, dengan otot
umumnya beraksi pada jarak yang relatif pendek dari sendi untuk menghasilkan
gaya eksternal pada jarak yang lebih besar. Otot beraksi untuk menghasilkan
keuntungan mekanis dengan hanya berkontraksi untuk menghasilkan gerak pada
anggota gerak tubuh manusia.
Salah satu disiplin ilmu terapan yang banyak digunakan dalam analisis
ergonomi adalah anthropometri. Anthropometri merupakan suatu bidang
ergonomika yang menyangkut masalah pengukuran statik manusia. Kata ini
berasal dari bahasa Yunani yaitu anthropos (manusia) dan metron (pengukuran)
(Herodian 2007). Data-data anthropometri sering kali digunakan untuk optimasi
dimensi berbagai macam alat atau benda yang sering digunakan oleh manusia.
Aplikasi anthropometri dalam pendekatan ergonomi diantaranya digunakan untuk
perancangan ruang kerja, desain produk yang nyaman bagi pengguna, dan lain
sebagainya.
Kapasitas Fisik
Dalam ilmu ergonomika, kerja diartikan sebagai suatu aktivitas untuk
menghasilkan sesuatu. Sedangkan dalam pengertian ilmu fisika kerja diartikan
sebagai hasil dari gaya dikalikan dengan jarak. Manusia menggunakan otot
hampir untuk seluruh jenis pekerjaan, otot manusia sendiri memerlukan energi
untuk melakukan kerja fisik. Energi yang diperlukan otot untuk melakukan kerja
berasal dari proses oksidasi glukosa yang terjadi di dalam tubuh. Konsumsi
oksigen akan meningkat secara linier sesuai dengan beban kerja yang dialami. Hal
ini menunjukkan bahwa semakin berat beban kerja yang dialami maka akan
semakin meningkat penyerapan oksigen. Energi yang diperlukan otot untuk
melakukan kerja berasal dari proses oksidasi glukosa yang terjadi di dalam tubuh.
Prinsipnya terkait dengan proses oksidasi karbohidrat, yaitu :

8
C6H1206 + 6O6

6CO2 +6H2O + Energi

Energi yang dihasilkan dari proses pemecahan makanan (C6H1206) tidak
langsung digunakan untuk melakukan kerja melainkan melalui suatu proses yang
cukup komplek. Menurut Sanders (1993), secara umum konsumsi 1 liter oksigen
ekuivalen dengan konsumsi tenaga sebesar 5 kkal.
Pengukuran beban kerja fisik dapat dilakukan dengan berbagai cara, tetapi
cara yang termudah untuk dilakukan adalah pengukuran denyut jantung. Menurut
Bridger (2003) denyut jantung meningkat sesuai dengan fungsi dari beban kerja
dan konsumsi oksigen. Karena pengukuran denyut jantung lebih mudah untuk
dilakukan dibandingkan dengan mengukur dengan metode oksigen, maka
pengukuran denyut jantung yang sering digunakan untuk mengukur beban
kerja/konsumsi energi.
Menurut Syuaib (2003), fisiologi kerja merupakan salah satu sub disiplin
dalam ilmu ergonomika yang mengkaji tentang kondisi/reaksi fisiologi yang
disebabkan beban/tekanan eksternal saat melakukan aktivitas kerja. Kajian
fisiologi kerja sangat terkait dengan indikator-indikator metabolik, yang
diantaranya adalah:
1. Cardiovascular (Denyut Jantung)
2. Respiratory (Pernafasan)
3. Body Temperature (Suhu Tubuh)
4. Muscular Act ( Aktivitas Otot)
Alat yang digunakan untuk mengukur denyut jantung adalah Heart Rate
Monitor (HRM). HRM ini adalah alat dengan metode pengukuran yang paling
nyaman digunakan untuk mengukur suatu beban kerja fisiologis (physiological
strain). Banyak peneliti ergonomika percaya bahwa meningkatnya tingkat laju
denyut jantung dapat menunjukan beban kerja baik secara fisik maupun mental,
karena terdapat korelasi yang linier terhadap konsumsi energi fisik (physical
energy cost). Oleh karena itu sampel data kontinyu dari laju denyut jantung pada
suatu aktivitas berguna sebagai indikator dari beban kerja psiko-fisiologis.
Menurut syuaib (2003) terdapat dua macam terminologi beban kerja, yaitu
beban kerja kuantitatif dan beban kerja kualitatif. Beban kerja kuantitatif adalah
besarnya total energi yang dikeluarkan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas.
Beban kerja kuantitatif adalah besarnya total energi yang dikeluarkan seseorang
untuk melakukan suatu aktivitas. Dalam penelitian ini digunakan terminologi TEC
(Total Energy Cost), BME (Basal Metabolic Energy), dan WEC (Work Energy
Cost). TEC adalah energi total yang digunakan oleh seseorang untuk melakukan
aktivitas. BME adalah energi yang digunakan oleh seseorang hanya untuk
menjalankan proses metabolisme dalam tubuh sehingga BME ini selalu ada
walaupun seseorang tidak melakukan pekerjaan. WEC adalah energi yang
digunakan oleh seseorang hanya saat melakukan kerja atau dengan kata lain
respon energi dari tubuh kita terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang.
Beban kerja kualitatif adalah suatu indeks yang mengindikasikan berat
atau ringan suatu pekerjaan dirasakan oleh seseorang. Beban kerja kualitatif
dihitung sebagai rasio relatif suatu beban kerja seseorang. Dalam penelitian ini,
terminologi yang digunakan adalah IRHR (Increase Ratio of Heart Rate). IRHR
adalah indeks perbandingan relatif denyut jantung seseorang saat melakukan suatu
aktivitas terhadap denyut jantungnya saat beristirahat.

9
Metode Step Test
Pengukuran beban kerja fisik yang paling mudah untuk dilakukan pada
kondisi lapang adalah dengan menggunakan parameter atau metode denyut
jantung. Namun, pengukuran beban kerja dengan menggunakan metode ini
memiliki kelemahan, yaitu denyut jantung berbeda-beda menurut waktu dan
individunya, serta denyut jantung tidak saja dipengaruhi oleh kerja fisik akan
tetapi juga beban mental sehingga diperlukan metode sistem kalibrasi data yang
akurat (Kastaman dan Herodian 1998).
Salah satu metode yang dipergunakan untuk kalibrasi pengukuran denyut
jantung ini adalah dengan mempergunakan metode step test atau metode langkah,
selain sepeda dari ergometer. Dengan metode step test, dapat diusahakan suatu
selang yang pasti dari beban kerja dengan hanya mengubah tinggi bangku step test
dan intensitas langkah. Metode ini juga lebih mudah karena dapat dilakukan
dimana-mana, terutama di lapang, dibandingkan dengan menggunakan sepeda
ergometer.
Beban Kerja
Kerja dapat juga diartikan sebagai suatu aktivitas untuk menghasilkan
sesuatu. Manusia menggunakan otot mereka hampir untuk seluruh jenis kegiatan
atau pekerjaan, otot manusia sendiri memerlukan energi untuk melakukan kerja
fisik. Jumlah energi yang dibutuhkan manusia untuk melakukan kerja tergantung
dari tingkat pekerjaan yang dikerjakan. Beban kerja fisik dapat dilihat ketika
pekerja melakukan pekerjaannya. Semakin besar beban kerja dalam melakukan
suatu pekerjaan ditandai dengan kebutuhan energi yang semakin besar pula,
dengan demikian sistem pernafasan bergerak lebih cepat, kebutuhan oksigen
meningkat, denyut jantung semakin cepat dan terjadi peningkatan panas pada
seluruh tubuh (Singleton 1972 diacu dalam Hermana 1999).
Kebutuhan bahan bakar bagi tubuh untuk melakukan gerak disalurkan oleh
darah melalui pembuluh-pembuluh darah ke seluruh bagian tubuh. Setiap
peningkatan penggunaan tenaga mekanis akan meningkatkan kebutuhan akan
bahan bakar, hal ini berarti meningkatkan kerja jantung untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Laju denyut jantung yang tinggi tetapi diikuti oleh konsumsi
oksigen yang rendah biasanya akan menunjukan kelelahan pada otot, terutama
untuk pekerjaan statis (Zander 1972 dan Sanders 1987 diacu dalam Herodian
1999).

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan data dilaksanakan di Perkebunan Kelapa Sawit Astra Agro
Lestari (PT. Waru Kaltim Plantation dan PT. Pasang Kayu) dan Laboratorium
Ergonomika, TMB, FATETA, IPB mulai dari bulan Februari hingga Juni 2013.

10
Kegiatan yang dilakukan meliputi pengambilan data di lapangan, studi pustaka,
dan analisis data perhitungan.
Bahan dan Alat
Alat dan perlengkapan yang digunakan meliputi:
a. Heart Rate Monitor (HRM)
b. Heart Rate Monitor Interface
c. digital metronome
d. stop watch
e. time study sheet
f. bangku step test
g. alat tulis, perangkat komputer, dan beberapa perlengkapan yang
mendukung.
c
a
b

Gambar 3 (a) Sensor HRM, (b) Receiver HRM, dan (c) Heart Rate
Interface
Subjek
Subjek yang diukur untuk memperoleh denyut jantung adalah pekerja
yang melakukan pekerjaan pemanenan kelapa sawit. Subjek terdiri dari 16 orang
yang semuanya berjenis kelamin laki-laki. Dari 16 orang tersebut 8 diantaranya
adalah berumur > 30 tahun dan 8 orang pemanen berumur < 30 tahun.
Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan dibagi menjadi beberapa tahap, tahapan itu terdiri
dari penelitian pendahuluan, pengambilan data dilapangan, dan pengolahan data.
Pengambilan data di lapang bertujuan untuk mendapatkan data primer, meliputi
denyut jantung dan beberapa pengukuran fisik tubuh dan kapasitas pemanenan.
Sedangkan data sekunder yang diperlukan akan diperoleh melalui literatur, seperti
tabel konversi Basal Metabolic Energy (BME) ekuivalen ( ̇ O2) berdasarkan luas
tubuh (ml/menit). Pengukuran denyut jantung pekerja dilakukan dengan
menggunakan HRM. Untuk pengolahan data bertujuan untuk melihat nilai atau
hasil beban kerja serta nilai konsumsi energi dalam kkal/tandan dan tandan/hari.
Untuk lebih jelas kerangka penelitian yang akan dilakukan ditunjukan pada
Gambar 4.

11
Mulai
Observasi pendahuluan
(mempelajari kegiatan dan sistem kerja, menyusun metode, pengumpulan
data subjek: umur, berat badan, dan tinggi badan)
Pengambilan data
(pengukuran denyut jantung saat step
testdan saat aktivitas pemanenan)
Pengolahan Data
(perhitungan IRHR, perhitungan BME)

Beban kerja kualitatif
(kejerihan):
- IRHR kerja

Beban kerja kuantitatif
(besar konsumsi energi):
- WEC (kkal/menit)
- TEC (kkal/menit)
- TEC’ (kkal/kg bb.menit)

Kapasitas Kerja:
- (kkal/tandan)
- (tandan/hari)
- (tandan/jam)
Analisis
dan
Analisis
dan Kesimpulan
Kesimpulan
Selesai
Gambar 4 Tahapan penelitian
Prosedur Analisis Data
Observasi Pendahuluan
Observasi pendahuluan ini mempunyai tujuan mengamati proses
pemanenan kelapa sawit untuk menyesuaikan metode pengambilan data yang
tepat dengan mengamati proses pemanenan hingga pengumpulan buah di TPH
(Tempat Pengumpulan Hasil) terdekat. Selain mengamati proses pemanenan juga
melakukan wawancara yang berisi tentang keluhan sakit/kecelakaan yang pernah
diderita oleh pemanen. Pada tahapan ini akan dipilih 16 orang pemanen, yang
terdiri dari 8 orang pemanen yang berumur dibawah 30 tahun (< 30 tahun) dan 8
orang pemanen yang berumur diatas 30 tahun (> 30 tahun). Setelah itu dilakukan

12
pengukuran karakteristik fisik subjek yang meliputi usia, berat badan, dan tinggi
badan yang nantinya akan digunakan untuk mengetahui nilai Basal Metabolic
Energy (BME).
Pengumpulan Data
Pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan menggunakan alat HRM
yang dilengkapi juga dengan stopwatch dan time study sheet yang digunakan
untuk mencatat setiap kegiatan yang dilakukan oleh pekerja panen berdasarkan
waktu, seperti pada lampiran 1. Alat HRM ini diatur untuk merekam denyut
jantung pekerja setiap 5 detik sekali selama pekerja melakukan pemanenan. Heart
Rate ini terdiri dari (1) rubber belted electrode, sebagai sensor dan transmitter
yang diikatkan pada dada subjek, dan (2) digital data receiver and memory, yang
dipasangkan pada pergelangan tangan subjek. Pemasangan rubber belted
electrode dan digital data receiver and memory dilakukan sebelum subjek
melakukan aktivitas pemanenan. Pengambilan data dilapangan terdiri dari
beberapa kegiatan, antara lain:
a. Step Test
Step Test dilakukan dengan cara naik turun bangku setinggi 30 cm
(Herodian 1994). Ritme kecepatan langkah yang diukur menggunakan digital
metronome yaitu 15 siklus/menit, 20 siklus/menit, 25 siklus/menit, dan 30
siklus/menit. Pembebanan tersebut dimulai dari frekuensi yang paling ringan
sampai berat. Dalam pengukuran masing-masing frekuensi step test dilakukan
selama 5 menit dengan diselingi istirahat selama 5-10 menit. Dengan
memperhitungkan faktor-faktor berat badan subjek (w), frekuensi step test (f),
dan tinggi bangku step test (h), maka konsumsi energi untuk masing-masing
step test dapat dihitung menggunakan Persamaan 1 (Herodian 2007):
WECST =[w x g x 2f x h] / (4.2x1000) ………….………(1)
Keterangan : WECST
w
g
h
f
4.2

= Work Energy Cost saat step test (kkal/menit)
= berat badan (kg)
= percepatan gravitasi
= tinggi bangku step test (m)
= frekuensi step test (siklus/menit)
= faktor kalibrasi satuan dari joule menjadi kalori

13
Mulai
Istirahat (Rest) 1 : 5-10 menit
Step Test 1 : 5 menit, 15 langkah/menit
Istirahat (Rest) 2 : 5-10 menit
Step Test 2 : 5 menit, 20 langkah/menit
Istirahat (Rest) 3 : 5-10 menit
Step Test 3 : 5 menit, 25 langkah/menit
Istirahat (Rest) 4 : 5-10 menit
Step Test 4 : 5 menit, 30 langkah/menit
Istirahat (Rest) 5 : 5-10 menit
Selesai
Gambar 5 Tahapan kalibrasi step test
b. Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit
Setelah melakukan step test pekerja panen langsung melakukan
aktivitas pemanenan kelapa sawit. Menurut Syuaib et al. (2012), aktivitas
pemanenan kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 1.

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Tabel 1 Kegiatan dalam proses pemanenan kelapa sawit
Kegiatan
Simbol
Mencari tandan matang
Ve
Persiapan alat
Pr
Memotong tangkai tandan dengan egrek/dodos
CuE/CuD
Memotong dan menyusun pelepah
Ba
Memotong tangkai tandan
Ck
Mengambil brondolan
Br
Mengangkat buah ke angkong
Lo
Membawa tandan menggunakan angkong
MoAT
Mendorong angkong kosong
MoA
Berjalan
MoK
Membongkar tandan dari angkong
Un

14
Untuk pengukuran denyut jantung di PT. Waru Kaltim Plantation
dilakukan sampai pemanen melakukan pengumpulan buah ke TPH sebanyak
empat kali ulangan untuk pemanenan menggunakan egrek dan satu kali
ulangan untuk pemanenan menggunakan dodos dengan kapasitas angkong
sampai terisi penuh yang tergantung dari ukuran dan berat kelapa sawit yang
dipanen, dengan setiap kali ulangan diselingi istirahat selama ± 10 menit atau
sampai kondisi denyut jantung benar-benar dalam kondisi stabil yaitu sekitar
60-80/menit. Setiap ulangan terdiri dari seluruh elemen kerja mulai dari Ve
hingga Un di TPH. Adapun rancangan pengambilan data dan diagram alir
pengukuran denyut jantung dapat dilihat pada Gambar 6.

>30
tahunta

A1

U1

U2

U3

U4

U5

A2

U1

U2

U3

U4

U5

A3

U1

U2

U3

U4

U5

A4

U1

U2

U3

U4

U5

B1

U1

U2

U3

U4

U5

B2

U1

U2

U3

U4

U5

B3

U1

U2

U3

U4

U5

Subjek

30
A2 = umur > 30
A3 = umur > 30
A4 = umur > 30
B1 = umur < 30
B2 = umur < 30
B3 = umur < 30
B4 = umur < 30

tahun ke 1
tahun ke 2
tahun ke 3
tahun ke 4
tahun ke 1
tahun ke 2
tahun ke 3
tahun ke 4

U1 = pengulangan 1
U2 = pengulangan 2
U3 = pengulangan 3
U4 = pengulangan 4
U5 = pengulangan 5

Pengambilan data denyut jantung di PT. Pasang Kayu di mulai dengan
melakukan aktivitas mencari tandan matang, persiapan alat dan memotong
tangkai dengan menggunakan egrek terlebih dahulu dalam satu blok kemudian
diikuti dengan memotong pelepah dan menyusunnya. Setelah dalam satu blok
dipanen semua kemudian dilanjutkan dengan aktivitas mengambil brondolan
dan membawa TBS yang di panen ke TPH. Dalam melakukan aktivitas

15
pemanenan juga diselingi istirahat selama ± 10 menit atau sampai kondisi
denyut jantung benar-benar dalam kondisi stabil yaitu sekitar 60-80/menit.
Subjek
< 30

>30
A5

A6

A7

A8

B5

B6

B7

B8

Ve
Pr
CuE
Ck

Belum

Ba
Selesai
Mo
MoAK
Lo
Br

MoAT
Un
Selesai
Gambar 7 Rancangan pengambilan data di PT. Pasang Kayu
Keterangan Gambar 7:
A5 = umur > 30
A6 = umur > 30
A7 = umur > 30
A8 = umur > 30

tahun ke 5
tahun ke 6
tahun ke 7
tahun ke 8

B5 = umur < 30
B6 = umur < 30
B7 = umur < 30
B8 = umur < 30

tahun ke 5
tahun ke 6
tahun ke 7
tahun ke 8

16
Sebagai tambahan, sebaiknya dua jam sebelum melakukan kalibrasi
maupun aktivitas pemanenan, subjek diharapkan makan terlebih dahulu dan
ketika pengambilan data subjek tidak diperkenankan untuk melakukan
pekerjaan lain, seperti: banyak bicara, jalan-jalan, makan maupun minum. Jika
hal itu terjadi maka ditakutkan data yang terekam pada HRM kurang baik.
Ketika istirahat subjek diusahakan berada ditempat yang teduh dengan posisi
senyaman mungkin. Hal ini dilakukan agar proses recovery berlangsung secara
optimal.
c. Pengolahan Data
Pada tahap ini dilakukan pengolahan data yang dimulai dengan
menghitung nilai BME dan nilai IRHR yang selanjutnya dapat digunakan
untuk menghitung besarnya beban kerja kuantitatif dan beban kerja kualitatif.
Adapun tahapan pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 8.
BME

Rata-rata BB

Karakteristik
Subjek

Kalibrasi (Metode Step Test)

IRHR

WEC

Aktivitas Kerja

Istirahat

Pemanenan

Plot grafik IRHR dan WEC

IRHR

y=ax+b

WEC
TEC
TEC’
A TEC

Gambar 8 Bagan pengolahan data
Pengolahan data untuk menghitung nilai BME dilakukan dengan
menggunakan data karakteristik fisik dari masing-masing subjek. Pada
umumnya setiap individu memiliki karakteristik fisik dan fisiologis yang
berbeda-beda, termasuk besarnya BME. Nilai BME dapat dicari dengan
mengukur dimensi tubuh (tinggi dan berat badan), selanjutnya diperoleh
luasan permukaan tubuh yang kemudian dapat dikonversi kedalam laju
konsumsi oksigen ( ̇ O2). Luas permukaan tubuh dapat dihitung dengan
persamaan Du’ Bois (Syuaib 2003) pada Persamaan (2):
A = H 0.725 × w 0.425 × 0.007246 .…………..……..……(2)

17
Dimana : A
H
W

= luas permukaan tubuh (m2)
= tinggi badan (cm)
= berat badan (kg)

Dari hasil perhitungan luasan tubuh dengan menggunakan Persamaan
(2), nilai BME bisa ditentukan dengan menggunakan tabel konversi yang
ditunjukan pada Tabel 2.
Tabel 2 Konversi BME ekivalen ̇ O2 berdasarkan luas permukaan tubuh
(ml/menit)
1/100
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
m2
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9

136
148
161
173
186
198
210
223
235

137
150
162
174
187
199
212
224
236

138
151
162
176
188
200
213
225
238

140
152
164
177
189
202
214
226
239

141
153
166
178
190
203
215
228
240

142
155
167
179
192
204
217
229
241

143
156
168
181
193
205
218
230
243

145
157
169
182
194
207
219
231
244

146
158
171
183
195
208
220
233
245

147
159
172
184
197
209
221
234
246

*) untuk perempuan, nilai ̇ O2 harus dikalikan 0.95
Sumber: Syuaib (2003)

Untuk menghindari objektivitas nilai denyut jantung (HR) perlu
dinormalisasi agar diperoleh nilai HR yang subjektif karena pada umumnya
nilai HR sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor personal, psikologis, dan
lingkungan. Untuk menormalisasi nilai denyut jantung maka dilakukan
perbandingan antara HR relatif saat kerja terhadap HR pada saat istirahat
(Syuaib 2003). Nilai perbandingan HR tersebut dinamakan IRHR (Increase
Ratio of Heart Rate). Perbandingan tersebut dirumuskan sebagai berikut:
IRHR=
Dimana:

HR work
HRrest

…………………….….…. (3)

= Denyut jantung saat melakukan pekerjaan (bpm)
= Denyut janutng saat istirahat (bpm)

Tingkat beban kerja secara kualitatif dapat diketahui dengan
melakukan perbandingan denyut jantung maksimal (HRmax) dengan denyut
jantung minimal (HRmin) dari masing-masing subjek. Perbandingan tersebut
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Tingkat beban kerja kualitatif=

…………….... (4)

Denyut jantung maksimal (HRmax) dari masing-masing subjek dicari
dengan mempertimbangkan umur dan faktor keamanan dari masing-masing
subjek. Penggunaan faktor keamanan bertujuan untuk menghindari hal-hal

18
yang tidak diinginkan (misalnya: pingsan). Besarnya faktor keamanan yang
digunakan adalah 90%. Berikut ini adalah persamaan untuk mencari HRmax
dari masing-masing subjek:
HRmax= (220 - Umur) x Faktor Keamanan …….……. (5)
Setelah mendapatkan nilai IRHR pada saat step test maka dapat
diperoleh persamaan hubungan beban kerja dengan nilai IRHR. Untuk
mendapatkan nilai beban kerja harus dilakukan perhitungan WECST (Work
Energy Cost Step Test) yaitu energi yang digunakan pada saat step test dengan
menggunakan Persamaan (1).
Untuk mengkonversi nilai IRHR menjadi WEC (Work Energy Cost)
pada saat melakukan aktivitas yaitu dengan cara membuat fungsi korelasi
antara WECST terhadap IRHR. Fungsi korelasi tersebut didapat dari rangkaian
kalibrasi step test. Dengan membuat grafik korelasi antara WECST dengan
IRHR maka diperoleh persamaan dengan bentuk umum bagi seorang subjek
adalah sebagai berikut:
Y= aX + b ……………………………..... (6)
Dimana:

Y
X

= IRHR
= WEC (kkal/min)

Dengan membalikan persamaan tersebut dengan X (WEC) sebagai
daerah hasil maka dengan memasukan nilai IRHR subjek saat melakukan
kerja kedalam persamaan korelasi tersebut maka diperoleh nilai daya yang
dikeluarkan oleh subjek tersebut. Secara umum setiap orang memiliki
karakteristik fisik dan fisiologi yang berbeda dan spesifik. Termasuk
didalamnya BME (Basal Metabolic Energy). Oleh karena itu untuk
mengetahui energi sebenarnya yang dikeluarkan pada saat melakukan aktivitas
kerja tertentu, maka perlu dihitung TEC (Total Energy Cost). Berikut adalah
persamaan untuk memperoleh nilai TEC (Total Energy Cost):
TEC = WEC+ BME ………………….……… (7)
Dimana:

WEC = Work Energy Cost (kkal/min)
TEC = Total Energy Cost (kkal/min)
BME = Basal Metabolic Energy (kkal/min)

Karena berat badan seseorang mempengaruhi beban kerja yang
diterima, maka untuk mengetahui nilai beban kerja yang sebenarnya yang
diterima oleh subjek pada waktu melakukan aktivitas kerja maka pengaruh
berat badan harus ditiadakan. Untuk mendapatkan nilai WEC’ (Work Energy
Cost per Weight) dapat menggunakan Persamaan (8) sebagai beriku:
TEC’ = TEC / w …...................................... (8)
Dimana :

TEC’ = Total Energy Cost per Weight (kkal / kg.min)
TEC = Total Energy Cost (kkal / min)
W
= berat badan (kg)

19
Setelah nilai-nilai beban kerja fisik telah diketahui, maka untuk
mendapatkan nilai kapasitas kerja dari masing-masing subjek dapat dilihat
pada Gambar 9.
Aktivita