Evaluasi Efektivitas Dan Strategi Pengembangan Program Sarjana Membangun Desa

EVALUASI EFEKTIVITAS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
PROGRAM SARJANA MEMBANGUN DESA

YELLY REFITA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Evaluasi Efektivitas dan
Strategi Pengembangan Program Sarjana Membangun Desa (SMD) adalah benar
karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus2016

Yelly Refita
NIM H152120231

RINGKASAN
YELLY REFITA.Evaluasi Efektivitas dan Strategi Pengembangan Program
Sarjana Membangun Desa. Dibimbing oleh HERMANTO SIREGAR dan ARIF
IMAM SUROSO.
Program Sarjana Membangun Desa (SMD) merupakan suatu program
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian
Pertanian dengan menempatkan para lulusan perguruan tinggi bidang peternakan
dan kesehatan hewan di kelompok ternak guna mengatasi kendala rendahnya
kualitas SDM peternakan di pedesaan melalui transfer ilmu pengetahuan dan
teknologi dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Program SMD sudah
dilaksanakan sejak tahun 2007 dengan total kelompok penerima program 2.694
kelompok SMD.Namun sejauh ini dampak program SMD belum dapat
meningkatkan kesejahteraan anggota kelompoknya.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh
terhadap pelaksanaan program SMD. Evaluasi dilakukan melalui analisis

kesesuaian potensi daerah penerima program SMD, evaluasi efektivitas program
SMD hingga merumuskan strategi pengembangan program SMD.
Analisis kesesuaian potensi daerah penerima program SMD dilakukan
dengan analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA).
Evaluasi Context, Input, Process, Product (CIPP) digunakan untuk mengevaluasi
efektivitas program SMD, sedangkan perumusan strategi pengembangan program
SMD dilakukan dengan Analitical Hierarchy Process (AHP).
Hasil analisis LQ dan SSA menunjukkan bahwa program SMD
dilaksanakan belum sesuai dengan potensi daerah penerimanya. Sebanyak
55,48% kabupaten penerima program SMD bukan wilayah basis peternakan, dan
55,59% tidak memiliki daya saing kompetitif pada sub sektor peternakan.
Evaluasi efektivitas program SMD memperlihatkan bahwa program SMD belum
efektif dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Faktor penghambat yang
menyebabkan belum efektifnya Program SMD adalah belum adanya rencana kerja
strategis, selain pemerintah pusat, peran lembaga lain dinilai masih kurang,
terutama dalam proses seleksi dan pendampingan, anggaran pendampingan tidak
tersedia di dinas kabupaten/kota dan perguruan tinggi, tokoh masyarakat belum
dilibatkan dalam pelaksanaan program SMD, perencanaan bersifat top down, serta
belum efektifnya proses pelaporan, monitoring dan evaluasi.Berdasarkan analisis
AHP, strategi yang merupakan prioritas utama dalam peningkatan efektivitas

program SMD adalah melalui penguatan sumberdaya manusia SMD dan
kelompok ternak. Strategi ini dapat dilakukan melalui pelatihan dan penyuluhan.
Kata kunci: Program SMD, Evaluasi Program, Evaluasi CIPP, AHP

SUMMARY
YELLY REFITA.Evaluation of Effectiveness and Development Strategic of
“Sarjana Membangun Desa” (SMD) Program.Supervised by HERMANTO
SIREGAR and ARIF IMAM SUROSO.
Sarjana Membangun Desa (SMD) is a farmer empowerment program
implemented by Directorate General of Livestock and Animal Health. This
program has been implemented since 2007, the number of program beneficiaries
as much as 2,694 groups, scattered across Indonesia. This study aims to conduct
a thorough evaluation of the implementation SMD program, starting from
identification of potensial of region, an evaluation of the effectiveness up to the
formulation of the development strategy of the program.
The results showed that the SMD program has not been implemented by
local farms potential recipients. Results of the evaluation of effectiveness of SMD
program
against
economicindicators,

technicalindicators
and
institutionalindicators, showed that the program has not been effective in
achieving its goal. Through the CIPP evaluation (Context, Input, Process, and
Product), inhibiting factors of ineffectiveness of SMD program are (1) strategic
plan has not been drawn up, (2) participation of local government and community
leaders is still low, and (3) lack of effectiveness in selection process (recruitment),
reporting, as well as monitoring and evaluation program. Based on the AHP
analysis, a top priority strategy to improving the effectiveness of the SMD
program is through the strengthening of human resources. This strategy can be
done through training and counseling.
Keywords:SMD program, Program Evaluation, The CIPPEvaluation, The
AHP

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

EVALUASI EFEKTIVITAS DAN STRATEGI
PENGEMBANGAN PROGRAM SARJANA MEMBANGUN
DESA (SMD)

YELLY REFITA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan dan Pembangunan
Wilayan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2016

Penguji Luar Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.Sc

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 ini ialah
Evaluasi Efektivitas dan Strategi Pengembangan Program SMD.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar,
M.Ec dan Dr. Ir. Arif Imam Suroso, M.Si selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir
Riwantoro, MM dan Ibu Ir. Sri Widayati, MM yang telah memberikan
kesempatan kepada saya untuk melanjutkan jenjang pendidikan.Para staf lingkup
Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan serta para narasumber yang telah
membantu selama pengumpulan data.Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada mama, papa, serta adik-adik tercinta, atas segala doa dan kasih
sayangnya.Terima kasih juga untuk saudara seperjuangan di Program Studi PWD
atas semua dukungan dan semangat yang selalu diberikan. Tesis ini saya
persembahkan khusus untuk Almarhum Ir. Fauzi Luthan, Mantan Direktur
Budidaya Ternak Ditjen PKH, Bapak para SMD yang telah mencetuskan program

SMD dan membantu para sarjana peternakan mendapatkan pekerjaan, semoga
semua yang Bapak tinggalkan menjadi amal yang tidak putus dan bekal menuju
Surga Allah, Aamiin YRA.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

Yelly Refita

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN


viii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
5
6
6
6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Evaluasi Program
Model Evaluasi CIPP
Program Sarjana Membangun Desa

Analitical Hierarchy Process (AHP)
Penelitian-Penelitian terdahulu
Kerangka Pikir
Hipotesis

7
7
7
8
12
14
23
24

3 METODE
Lokasi dan waktu penelitian
Jenis, sumber, dan metode pengumpulan data
Narasumber penelitian
Metode Analisis Data


24
24
25
25
25

4 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Provinsi Sumatera Barat
Provinsi Jawa Barat
Provinsi Nusa Tenggara Barat

36
36
45
51

5 ANALISIS EKONOMI WILAYAH TERKAIT POTENSI PETERNAKAN
DAERAH PENERIMA PROGRAM SMD
Analisis Potensi Wilayah Provinsi Sumatera Barat
Analisis Potensi Wilayah Provinsi Jawa Barat

Analisis Potensi Wilayah Provinsi NTB
Analisis Potensi Wilayah Provinsi Lainnya

56
57
60
62
64

6 EVALUASI EFEKTIVITAS PROGRAM SMD
Evaluasi Efektivitas Program Sarjana Membangun Desa Provinsi
Sampel
Evaluasi Efektivitas Program Sarjana Membangun Desa Tingkat
Nasional
Faktor Pendukung dan Penghambat Program SMD

77
77
82
97

7 PERUMUSAN STRATEGI PENINGKATAN EFEKTIVITAS PROGRAM
SMD
90
8 SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
Simpulan
Implikasi Kebijakan
Saran

101
101
102
102

DAFTAR PUSTAKA

103

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.

Produk Domestik Bruto Sub Sektor Pertanian Atas Dasar Harga
Berlaku Tahun 2008-2014
Komponen Kegiatan yang dapat dibiayai dari dana bantuan sosial SMD
untuk kegiatan budidaya dan proporsi pengalokasiannya
Jumlah Kelompok SMD Per Provinsi Tahun 2007-2012
Penelitian terdahulu
Narasumber penelitian
Langkah evaluasi program SMD melalui metode evaluasi CIPP
Nilai skala berpasangan
Matriks pendapat individu (MPI)
Matriks pendapat gabungan (MPG)
Nilai Indeks random
Matriks Internal Faktor Evaluation
Faktor Strategsi Internal program SMD
Matriks External Faktor Evaluation
Faktor strategis eksternal program SMD
Matriks Penelitian
Jumlah kecamatan, nagari, desa dan kelurahan dan luas wilayah
menurut kabupaten/kota Provinsi Sumatera Barat tahun 2013
PDRB Provinsi Sumatera Barat menurut harga konstan 2000 tahun
2011-2013 (juta rupiah)
PDRB dan PDRB per kapita Provinsi Sumatera Barat tahun 2011-2013
Jumlah dan kepadatan penduduk Provinsi Sumatera Barat menurut
Kabupaten/Kota tahun 2013
Jumlah dan Persentase Penduduk berumur 15 tahun yang bekerja
menurut lapangan pekerjaan utama Provinsi Sumatera Barat
Populasi ternak Provinsi Sumatera Barat
Konsumsi Daging Provinsi Sumatera Barat Tahun 2013
Jumlah pemotongan ternak sapi potong Provinsi Sumatera Barat
Jumlah pemotongan dan produksi ternak sapi potong Provinsi Sumatera
Barat tahun 2013 menurut kabupaten/kota
Jumlah produksi daging sapi Provinsi Sumatera Barat tahun 2009-2013
Nilai tukar petani peternak Provinsi Sumatera Barat tahun 2010-2012
Jumlah kecamatan, desa, kelurahan dan luas wilayah menurut
kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat tahun 2013
PDRB Provinsi Jawa Barat menurut harga konstan 2000 tahun 20112013 (juta rupiah)
PDRB dan PDRB per kapita Provinsi Jawa Barat
Jumlah kepadatan penduduk Provinsi Jawa Barat menurut
Kabupaten/Kota tahun 2013
Jumlah dan persentase penduduk berumur 15 tahun yang bekerja
menurut lapangan pekerjaan utama Provinsi jawa barat tahun 2013
Populasi ternak Provinsi Jawa Barat tahun 2009-2012
Nilai tukar petani peternak Provinsi Jawa Barat tahun 2010-2012
Jumlah kecamatan, desa, kelurahan dan luas wilayah menurut
kabupaten/kota Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2013

2
10
11
14
27
28
30
31
31
33
34
34
35
35
36
37
38
38
39
41
42
43
43
44
44
45
47
48
48
49
50
50
51
52

35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.

PDRB Provinsi NTB menurut harga konstan 2000 tahun 2011-2013
54
PDRB dan PDRB per kapita Provinsi NTB tahun 2011-2013
54
Jumlah dan kepadatan penduduk Provinsi NTB menurut kabupaten/kota 55
Populasi ternak Provinsi NTB tahun 2009-2013
56
Produksi Daging sapi Provinsi NTB tahun 2009-2013
56
Nilai LQ kabupaten/kota penerima SMD di Provinsi Sumatera Barat
58
Nilai SSA kabupaten/kota penerima program SMD Provinsi Sumatera
Barat
59
Nilai LQ Kabupaten/kota penerima program SMD di Provinsi Jawa
Barat
60
Nilai SSA kabupaten/kota penerima program SMD Provinsi Jawa Barat
61
Nilai LQ Kabupaten/kota penerima program SMD di Provinsi NTB
63
Nilai SSA kabupaten/kota penerima program SMD Provinsi NTB
63
Nilai LQ Kabupaten/kota penerima program SMD di Provinsi lainnya
64
Nilai Total Shift provinsi lainnya
66
Nilai proportional shift provinsi lainnya
67
Nilai differential shift provinsi lainnya
70
Perkembangan data asset kelompok SMD komoditi sapi potong
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010-2012
77
Populasi sapi potong kelompok SMD Provinsi Sumatera Barat Tahun
2010-2012
78
Kelompok SMD yang telah berbadan hukum dan menjadi koperasi di
Provinsi Sumatera Barat
78
Kelompok SMD Provinsi Sumatera Barat yang diusulkan menjadi Pusat
Pelatihan Pedesaan Swadaya (P4S)
79
Perkembangan data asset kelompok SMD komoditi sapi potong
Provinsi Jawa Barat Tahun 2010-2012
79
Populasi sapi potong kelompok SMD Provinsi Jawa Barat Tahun 20102012
80
Kelompok SMD yang telah berbadan hukum dan menjadi koperasi di
Provinsi Jawa Barat
80
Kelompok SMD Provinsi Jawa Barat yang diusulkan menjadi Pusat
Pelatihan Pedesaan Swadaya (P4S)
81
Perkembangan data asset kelompok SMD komoditi sapi potong
Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010-2012
81
Populasi sapi potong kelompok SMD Provinsi Nusa Tenggara Barat
Tahun 2010-2012
82
Peranan Kelembagaan Program SMD
85
Faktor pendukung dan penghambat program SMD
89
Perhitungan Bobot Faktor Internal
91
Perhitungan Bobot Faktor Eksternal
93
Pengolahan Aktor yang berpengaruh
96
Pengolahan Faktor yang berpengaruh
97
Pengolahan Alternatif Strategi
98
Pengolahan Vertikal Alternatif Strategi
100

DAFTAR GAMBAR
1 Jumlah tenaga kerja sub sektor peternakan tahun 2007-2011
2
2 Persentase tenaga kerja sub sektor peternakan berdasarkan kelompok
umur tahun 2007-2011
3
3 Persentase tenaga kerja sub sektor peternakan berdasarkan tingkat
pendidikan tahun 2007-2011
3
4 Jumlah kelompok SMD tahun 2007-2012
4
5 Komponen Analisis CIPP Stufflebeam
8
6 Kerangka Pikir Penelitian
23
7 Peta provinsi Sumatera Barat
38
8 Peta provinsi Jawa Barat
46
9 Jumlah pemotongan ternak sapi Provinsi Jawa Barat
51
10 Peta Provinsi Nusa Tenggara Barat
54
11 Peta Nilai LQ Provinsi Sumatera Barat
71
12 Peta Analisis SSA Provinsi Sumatera Barat
72
13 Peta Nilai LQ Provinsi Jawa Barat
73
14 Peta Analisis SSA Provinsi Jawa Barat
74
15 Peta Nilai LQ Provinsi Nusa Tenggara Barat
75
16 Peta Analisis SSA Provinsi Nusa Tenggara Barat
76
17 Hirarki Strategi Peningkatan Efektivitas Program SMD
101

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.

Hasil Perhitungan Analisis LQ dan SSA
106
Kuesioner Analitycal Hierarchy Process (AHP) Bagi Responden Atas
Rumusan Strategi Peningkatan Efektivitas Kegiatan Sarjana
Membangun Desa (SMD)
114

1

2

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian
Indonesia, karena memiliki kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi, devisa negara, dan ketahanan pangan. Pertanian juga memegang
peranan penting dalam menyediakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan
petani dan mempertahankan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup
secara berkelanjutan (Siregar et. al, 2012).
Salah satu sub sektor pertanian yang cukup strategis untuk dikembangkan
adalah subsektor peternakan. Menurut Priyarsono et. al (2005) dalam Ilham
(2007), subsektor peternakan mempunyai koefisien pengganda sebesar 7,23 untuk
output bruto; 4,94 untuk tingkat keterkaitan; 2,14 untuk nilai tambah dan 1,79
untuk pendapatan rumah tangga. Maknanya tiap 1 milyar rupiah dinjeksikan ke
subsektor ini akan meningkatkan output bruto bagi perekonomian Indonesia
sebesar 7,23 milyar rupiah, meningkatkan pendapatan di sektor lainnya sebesar
4,94 milyar rupiah, memberikan nilai tambah sebesar 2,14 milyar rupiah dan
meningkatkan pendapatan rumah tangga sebesar 1,79 milyar rupiah. Fakta ini
mengindikasikan subsektor peternakan berpotensi dijadikan sumber pertumbuhan
baru pada sektor pertanian.
Daryanto (2009) menyatakan bahwa komoditas peternakan mempunyai
prospek yang baik untuk dikembangkan.Hal ini didukung oleh karakteristik
produk yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia.Kondisi ini menunjukkan
bahwa Indonesia merupakan pasar yang potensial bagi agribisnis peternakan.
Beberapa peluang bisnis dalam mengembangkan agribisnis peternakan
diantaranya adalah pertama, jumlah penduduk Indonesia mencapai 249, 9 juta
jiwa merupakan konsumen yang sangat besar, dan masih tetap bertumbuh sekitar
1,4% per tahun. Kedua, kondisi geografis dan sumberdaya alam yang mendukung
usaha dan industry peternakan.Ketiga, meningkatnya konsumsi dan pengetahuan
masyarakat tentang gizi.Keempat, jika pemulihan ekonomi berjalan baik maka
akan meningkatkan pendapatan per kapita yang kemudian menaikkan daya beli
masyarakat.
Jika dilihat dari nilai PDB, pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa PDB sub
sektor peternakan dalam lima tahun terakhir selalu mengalami
peningkatan.Seiring dengan peningkatan nilai PDBnya, jumlah tenaga kerja di sub
sektor peternakan juga mengalami peningkatan (Gambar 1). Proporsi rata-rata
kontribusi sub sektor peternakan dalam penyerapan tenaga kerja selama kurun
waktu 2007-2013 sebesar 11% dari keseluruhan pekerja di sektor pertanian
(Kementan, 2014).
Namun dalam perkembangannya, subsektor peternakan masih memiliki
beberapa kendala yang menghambat pertumbuhannya.Pertama, tenaga kerja pada
sub sektor peternakan meningkat setiap tahun , tetapi masih didominasi oleh
tenaga kerja yang berumur di atas 60 tahun dan berpendidikan di bawah sekolah
menengah atas (Gambar 2 dan 3). Menurut Solahuddin (2008) salah satu
karakteristik sumber daya manusia (SDM) pertanian (termasuk peternakan) adalah

3

tingkat pendidikan yang masih relatif rendah.Rendahnya kualitas tenaga kerja
menyebabkan rendahnya efisiensi usaha tani di pedesaan.Tantangannya adalah
bagaimana mempersiapkan SDM pertanian agar mampu mendorong teknologi
pertanian dalam kegiatan usaha pertanian.
Tabel 1. PDB Sub Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku Tahun
2010-20114
(Miliar Rupiah)
No

Lapangan Usaha

1

Tanaman Bahan
Makanan
Tanaman
Perkebunan
Peternakan
dan
Hasil-hasilnya
Kehutanan
Perikanan
Total

2
3
4
5

2010
151.500,70

2011
154.153,90

Tahun
2012
158.910,10

2013
161.925,80

2014
164.062,60

47.150,60

49.260,40

52.325,40

54.629,30

57.245,70

36.648,90

40.040,30

41.918,60

43.902,30

45.960,10

17.249,60
50.661,80
304.777,10

17.395,50
54.186,70
315.036,80

17.423,00
57.702,60
328.279,70

17.442,50
61.661,20
339.560,80

17.476,30
65.957,50
350.722,20

Sumber: Badan Pusat Statistik (2015)

Kedua, skala kepemilikan ternak masih kecil.Sebagian besar usaha
peternakan di Indonesia masih merupakan usaha peternakan rakyat yang memiliki
skala usaha kecil dan masih memiliki ciri semi subsisten.Maksimasi pendapat
(keuntungan) sering bukan tujuan, sebaliknya tujuannya adalah meminimalkan
resiko, baik resiko produksi maupun konsumsi.Ketiga, rendahnya aksesibilitas
peternak terhadap permodalan.Peran lembaga keuangan dalam menyediakan
permodalan di sektor pertanian masih dirasakan kurang. Skim kredit yang ada
belum memberikan dukungan bagi perkembangan pertanian (Solahuddin, 2008).
Keempat, masih lemahnya kelembagaan peternak yang menyebabkan peternak
memiliki bargaining power yang rendah.

Orang

Bulan,
Tahun

Sumber: Kementan, 2014

Gambar 1. Jumlah Tenaga Kerja Sub Sektor Peternakan Tahun 2007-2013

4

Jumlah Kelompok Umur
Sub Sektor Peternakan
Tahun 2007-2012

Orang

800000
600000
400000
200000
0
Agst
2007

Agst
2008

Agst
Agst
2009
2010
Bulan, Tahun

Agst
2011

Agst
2012

15 – 19
20 – 24
25 – 29
30 – 34
35 – 39
40 – 44
45 – 49
50 – 54
55 – 59
60+

Sumber: Kementan, 2014

Gambar 2. Persentase Tenaga Kerja Sub Sektor Peternakan Berdasarkan
Kelompok Umur Tahun 2007-2012
Menanggapi beberapa permasalahan tersebut, pemerintah kemudian
menyusun program pemberdayaan peternak yang bertujuan untuk memberikan
kemudahan peternak bagi kemajuan usahanya. Salah satu program pemberdayaan
peternak yang dilaksanakan oleh Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen
PKH), Kementerian Pertanian adalah program Sarjana Membangun Desa (SMD).
Program SMD merupakan suatu program pemberdayaan yang dilakukan dengan
menempatkan para lulusan perguruan tinggi bidang peternakan dan kesehatan
hewan di kelompok ternak guna mengatasi kendala rendahnya kualitas SDM
peternakan di pedesaan melalui transfer ilmu pengetahuan dan teknologi dari
perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Keberadaan SMD di kelompok ternak
berbekal ilmu dan teknologi, kreativitas serta wawasan agribisnis, diharapkan
dapat berinteraksi dan bersinergis membangun kerjasama yang harmonis dengan
petani peternak yang berpengalaman, namun kurang efektif dan efisien dalam
mengelola agribisnis berbasis peternakan.Dengan mengintegrasikan kedua potensi
tersebut diharapkan memberikan kinerja usaha peternakan yang lebih optimal
(Ditjen PKH, 2012).
Orang

Sumber: Kementan, 2014

Bulan, Tahun

Gambar 3. Persentase Tenaga Kerja Sub Sektor Peternakan Berdasarkan
Tingkat Pendidikan Tahun 2007-2013

5

Tujuan dari pelaksanaan program SMD adalah: (1) Mendorong tumbuh dan
berkembangnya pelaku agribisnis yang terdidik pada usaha peternakan, (2)
Memperkuat modal usaha, sarana dan prasarana dan terapan teknologi tepat guna
di kelompok binaan SMD agar usaha peternakan bisa lebih berkembang, (3)
Meningkatkan kemampuan aksesibilitas kelompok terhadap permodalan dan
pasar, (4) Meningkatkan produksi, produktivitas dan pendapatan peternak, (5)
Mengembangkan sentra-sentra produksi kawasan usaha peternakan.
Program SMD sudah dilaksanakan sejak tahun 2007. Total kelompok
penerima program SMD sampai dengan tahun 2012 adalah 2.694 kelompok.Pada
pelaksanaannya jumlah penerima program SMD rata-rata meningkat setiap
tahunnya seperti digambarkan pada Gambar 4.Meningkatnya jumlah kelompok
penerima SMD menunjukkan bahwa program ini cukup sukses dan diterima di
masyarakat.

Jumlah SMD Tahun 2007-2012
Kelompok Ternak

800

700
600

683
502

600
400
200

199
Jumlah

10

0
2007

2008

2009

2010

2011

2012

Tahun

Sumber: Ditjen PKH
Gambar 4. Jumlah Kelompok SMD Tahun 2007-2012
Program SMD menarik untuk diamati karena program ini berbeda dengan
program pemberdayaan peternak lainnya seperti Penguatan Modal Usaha
Kelompok (PMUK), LM3, dan program lainnya. Perbedaan tersebut terletak pada
keberadaan seorang sarjana peternakan/kesehatan hewan yang akan mendampingi
kelompok dalam pelaksanaan usaha peternakannya. Sarjana tersebut selain
mentransfer ilmu dan teknologi juga berperan sebagai manajer kelompok yang
berperan meningkatkan usaha kelompok.
Keberadaan tenaga terdidik tersebut seharusnya sudah menjadi jaminan bagi
kelompok ternak yang didampingi untuk dapat dengan mudah mengembangkan
usaha agribisnis peternakannya.Namun beberapa fakta di lapangan menyatakan
bahwa masih terdapat beberapa kekurangan dalam pelaksanaan program SMD ini.
Beberapa permasalahan tersebut antara lain disebabkan oleh peranan sarjana
pendamping yang kurang mampu merangkul dan membina kelompoknya dalam
rangka penumbuhan dan pengembangan kelompok menjadi kelompok yang kuat
dan mandiri.
Partisipasi kelompok dalam berkerjasama dengan sarjana
pendamping atau kelompok lain maupun organisasi pendukung lainya, serta upaya
mengembangkan usahanya secara partisipatif dan mandiri masih belum banyak
terlihat pada sebagian besar kelompok SMD. Demikian juga peranan pemerintah
pusat atau daerah masih kurang optimal, sejak mulai pembuatan pedoman,
pembinaan sampai pada pemantauan dan pelaporan (Ditjen PKH, 2011).

6

Evaluasi merupakan tahap penting dalam pelaksanaan suatu program.
Melalui evaluasi dapat dinilai keberhasilan dan efektivitas suatu program , serta
menjamin tidak terjadinya pengulangan kesalahan dalam implementasi program.
Terkait dengan beberapa permasalahan tersebut maka perlu dilakukan evaluasi
secara menyeluruh terhadap program SMD.
Evaluasi dilakukan untuk
mengetahui bagian mana dari program SMD yang masih memiliki kekurangan
dalam pelaksanaannya. Kemudian dirumuskan suatu strategi pengembangan
program SMD.
Perumusan Masalah
Program SMD sudah dilaksanakan sejak tahun 2007. Total anggaran yang
telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk pelaksanaan program SMD sejak tahun
2007-2012 adalah Rp 778,82 miliar. Ditjen PKH telah melakukan evaluasi
terhadap program SMD sebanyak dua kali yaitu pada tahun 2011 dan 2013. Hasil
evaluasi program SMD tahun 2011 menunjukkan bahwa jumlah kelompok SMD
yang dikategorikan sangat berhasil dengan indikator peningkatan produksi dan
produktivitas peternakan, perkembangan skala usaha, perbaikan dan
pengembangan aset kelompok, manajemen dan pengelolaan, dinamika kelompok,
dan administrasi usaha tertib, baru mencapai 14,71%, sedangkan kategori berhasil
dengan indikator produksi dan produktivitas peternakannya tetap berjalan, skala
usaha belum meningkat, aset kelompok masih rendah dan mempunyai
administrasi usaha mencapai 56,20%. Hasil evaluasi program SMD tahun 2013
menunjukkan terjadinya penurunan populasi pada komoditi sapi potong sebesar
7,70% (Ditjen PKH, 2014).Kenyataan di lapangan juga menunjukkan bahwa
dalam perjalanan program SMD belum terlihat adanya peningkatan kesejahteraan
peternak.
Salah satu pertanyaan dalam implementasi program SMD adalah “apakah
perencanaan program SMD sudah dilaksanakan berdasarkan potensi daerah
penerimanya?”.Program
SMD
merupakan
program
nasional
yang
diimplementasikan di hampir seluruh provinsi di Indonesia secara serentak,
kecuali provinsi DKI Jakarta dan Kepulauan Bangka Belitung. Padahal
permasalahan pembangunan peternakan berbeda antara satu daerah dengan daerah
yang lainnya. Masing-masing daerah memiliki kelebihan dan kekurangan,
kekuatan dan kelemahan, peluang dan tantangan yang berbeda yang tidak bisa
disamaratakan, sehingga kondisi tersebut mengakibatkan tidak optimalnya
pencapaian tujuan program SMD.Dengan demikian, untuk dapat mengelola dan
memanfaatkan potensi sumberdaya peternakan yang ada di masing-masing daerah
secara optimal, maka setiap daerah tentunya membutuhkan pendekatan program
yang berbeda pula.
Permasalahan selanjutnya adalah “sejauh mana efektivitas program SMD
terhadap pencapaian tujuannya?”.Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka
perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap pelaksanaan program SMD.
Perlu dilakukan identifikasi penyebab keberhasilan dan kegagalan program SMD.
Identifikasi dilakukan melalui penilaian ketepatan pelaksanaan program SMD,
perananan dan kinerja kelembagaan yang terlibat dalam program SMD, penilaian
proses pelaksanaan program SMD, dan penilaian terhadap outcome yang telah
dicapai oleh program SMD.

7

Berdasarkan identifikasi penyebab keberhasilan dan kegagalan program
SMD akan dapat dirumuskan “strategi pengembangan program SMD
kedepannya”. Hal ini penting karena dari hasil kajian tersebut akan didapatkan
strategi peningkatan efektivitas program SMD sehingga program SMD dapat
mencapai tujuan yang diinginkan.
Berdasarkan uraian diatas, permasalahan yang perlu dijawab dari penelitian
ini adalah:
1. Apakah program SMD dilaksanakan sudah berdasarkan potensi
peternakan daerah penerimanya?
2. Bagaimana efektivitas program SMD terhadap pencapaian tujuan dan
sasarannya?
3. Bagaimana strategi pengembangan program SMD?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan tujuan
penelitian ini adalah:
1. Menganalisis kesesuaian potensi peternakan daerah penerima program
SMD
2. Mengevaluasi efektivitas program SMD dalam pencapaian tujuan dan
sasarannya
3. Merumuskan strategi pengembangan program SMD

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk dapat digunakan sebagai bahan
evaluasi program SMD oleh Ditjen PKH, untuk selanjutnya digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam pelaksanaan program SMDselanjutnyadan program
pemberdayaan peternak lainnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Karena adanya keterbatasan waktu, dana, tenaga, teori-teori dan supaya
penelitian dapat dilakukan secara mendalam, penelitian ini dibatasi pada evaluasi
kinerja program SMD. Penelitian ini meliputi analisis kuantitatif dan kualitatif.
Analisis kuantitatif meliputi analisis LQ dan SSA dengan menggunakan PDRB
untuk mengidentifikasi potensi peternakan di kabupaten penerima program SMD.
Unit analisis identifikasi potensi peternakan wilayah ini adalah seluruh
kabupaten/kota penerima program SMD sebanyak 268 kabupaten/kota. Analisis
kualitatif meliputi model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product) untuk
mengevaluasi program SMD secara menyeluruh dan Analysis Hierarchy Process
(AHP) untuk merumuskan strategi pengembangan program SMD. Unit evaluasi
SMD dan perumusan strategi peningkatan efektivitas SMD dilakukan di tiga
provinsi yaitu Sumatera Barat, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Barat, dimana
masing-masing provinsi diambil tiga kabupaten sebagai sampel. Untuk sampel
kelompok ternak diambil tiga kelompok setiap kabupaten, dengan fokus pada

8

komoditi sapi potong, hal ini disebabkan 52% dari total kelompok SMD
mengusahakan komoditi sapi potong.

TINJAUAN PUSTAKA
Evaluasi Program
Evaluasi menurut Dunn (1999) dapat disamakan dengan penaksiran
(appraisal), pemberian angka (rating) dan penilaian (assessment), kata-kata yang
menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan
nilainya.Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produk
informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan.
Menurut Abidin (2012) pengertian evaluasi secara lengkap mencakup tiga
pengertian yaitu: (1) evaluasi awal, yaitu proses perumusan kebijakan sampai saat
sebelem diimplementasikan (ex-ante evaluation); (2) evaluasi dalam proses
implementasi dan monitoring; (3) evaluasi akhir yang dilakukan setelah selesai
proses implementasi kebijakan (ex-post evaluation).
Menurut Surya (2010) evaluasi terdiri dari empat karakter.Yang pertama
yaitu fokus nilai, karena evaluasi adalah penilaian dari suatu kebijakan dalam
ketepatan pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan.Kedua yaitu interdependensi
fakta nilai, karena untuk menentukan nilai dari suatu kebijakan bukan hanya
dilihat dari tingkat kinerja tetapi juga dari bukti atau fakta bahwa kebijakan dapat
memecahkan masalah tertentu.Ketiga yaitu orientasi masa kini dan masa lampau,
karena tuntutan evaluatif diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu sehingga
hasil evaluasi dapat dibandingkan dengan nilai kebijakan tersebut. Keempat yaitu
dualitas nilai, karena nilai-nilai dari evaluasi mempunyai arti ganda baik
rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai yang ada maupun nilai yang
diperlukan dalam mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan lain.
Model Evaluasi CIPP
Model evaluasi CIPP diperkenalkan oleh Daniel Stufflebeam dkk. Model
evaluasi ini merupakan suatu kerangka kerja
yang komprehensif untuk
melakukan evaluasi formatif dan sumatif proyek, personil, produk, organisasi atau
suatu sistem (Zhang et.al, 2011). Stufflebeam menekankan bahwa prinsip yang
mendasar dalam model evaluasi CIPP ini adalah “not to prove, but to improve”
(Stufflebeam, 2003).
Komponen evaluasi CIPP terdiri dari empat yaitu Context, Input, Process
dan Product.Empat hal ini bisa dianggap sebagai tipe atau fase dalam
evaluasi.Masing-masing jenis komponen memiliki fokus yang berbeda.Perbedaan
diantaranya bukan semata-mata karena termiologi, tetapi karena masing-masing
memiliki kekhasan.
Evaluasi konteks (context evaluation) menurut Stufflebeam merupakan
fokus institusi yang mengidentifikasi peluang dan menilai kebutuhan.Karenanya

9

dalam evaluasi konteks, hal yang harus dilakukan adalah memberikan gambaran
dan rincian terhadap lingkungan, kebutuhan serta tujuan (goal).

Gambar 5. Komponen Analisis CIPP Stufflebeam
Evaluasi input (input evaluation) adalah evaluasi yang bertujuan untuk
menyediakan informasi untuk menentukan bagaimana menggunakan sumberdaya
yang tersedia dalam mencapai tujuan program.
Evaluasi proses (process evaluation) diarahkan pada sejauhmana kegiatan
yang direncanakan tersebut sudah dilaksanakan. Ketika suatu program sudah
disetujui dan dimulai, maka kebutuhan evaluasi proses dalam menyediakan
umpan balik (feedback) bagi orang yang bertanggungjawab dalam melaksanakan
program tersebut.
Evaluasi produk (product evaluation) merupakan bagian terakhir dari
model CIPP. Evaluasi ini bertujuan mengukur dan menginterpretasikan capaiancapaian program. Evaluasi produk menunjukkan perubahan-perubahan yang
terjadi pada input. Dalam proses evaluasi produk menyediakan informasi apakah
program itu akan dilanjutkan, dimodifikasi, bahkan dihentikan.
Program Sarjana Membangun Desa
Program Sarjana Membangun Desa (SMD) merupakan salah satu program
Ditjen PKH, Kementerian Pertanian dalam upaya fasilitasi dan pemberdayaan
lulusan perguruan tinggi bidang ilmu peternakan dan kedokteran hewan, untuk
ditempatkan di pedesaan mengembangkan usaha agribisnis berbasis peternakan
bersama dengan kelompok tani ternak yang selama ini belum efektif dan efisien
dalam mengelola usaha budidaya peternakan.
Program SMD merupakan fasilitasi dan pemberdayaan kelompok
peternakan melalui penyaluran dana penguatan modal usaha untuk pengembangan
kewirausahaan berbasis peternakan di pedesaan dengan tujuan untuk:
1. Mendorong tumbuh dan berkembangnya pelaku agribisnis yang terdidik
pada usaha peternakan

10

2. Memperkuat modal usaha, sarana dan prasarana dan terapan teknologi
tepat guna di kelompok binaan SMD agar usaha peternakan lebih
berkembang
3. Meningkatkan kemampuan aksesibilitas kelompok terhadap permodalan
dan pasar
4. Meningkatkan produksi, produktivitas dan pendapatan peternak
5. Mengembangkan sentra-sentra produksi kawasan usaha peternakan
Dampak yang diharapkan dari program SMD ini adalah:
1. Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia
peternakan
2. Meningkatnya investasi perbankan, swasta dan masyarakat
3. Tumbuhnya sentra-sentra baru peternakan
4. Meningkatnya nilai tambah dan daya saing peternak
5. Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan
6. Berkurangnya urbanisasi
7. Tumbuh dan berkembangnya inovasi, kreasi baru menghasilkan produk
hasil ternak
8. Menjadi lembaga yang ampuh memberikan informasi, model dan tempat
pelatihan bagi tenaga kerja muda.
Kriteria dan kompetensi SMD yang harus dipenuhi oleh calon penerima
program SMD adalah:
Kriteria:
1. Lulusan perguruan/sekolah tinggi dari disiplin Ilmu Peternakan atau
Kedokteran Hewan
2. Kualifikasi S-2, S-1, D-4 atau D-3
3. Belum pernah mendapatkan fasilitasi SMD
4. Berusia maksimal 45 tahun
5. Diutamakan berdomisili tetap di desa lokasi kelompok atau desa
terdekat dengan lokasi kelompok dalam satu wilayah kecamatan
6. Memiliki kelompok ternak binaan yang akan dikelola oleh SMD yang
bersangkutan
7. Bersedia menjalankan program SMD yang telah ditetapkan minimal 3
tahun dengan pernyataan diatas segel/materai
8. Membuat proposal usaha sesuai dengan komoditas ternak yang
dikembangkan (sapi potong, kerbau, sapi perah, kambing/domba,
unggas, dan kelinci) dan mendapatkan persetujuan atau rekomendasi
dari Dinas Peternakan atau Dinas yang membidangi fungsi Peternakan
dan Kesehatan Hewan kabupaten/kota.
Dengan kompetensi:
1. Mempunyai minat untuk mengembangkan usaha budidaya ternak
2. Mempunyai kompetensi untuk menerima dan mengembangkan inovasi
dan IPTEK
3. Memiliki wawasan dan pengetahuan tentang budidaya ternak
4. Memiliki jiwa kewirausahaan (enterpreneurship) dan kepemimpinan
(leadership) yang kuat
5. Memiliki tanggungjawab terhadap keberhasilan program.

11

Proses pemilihan penerima program SMD dilakukan melalui beberapa
tahapan. Tahapan pertama dilakukan ujian tertulis di perguruan tinggi setempat,
kemudian dilanjutkan dengan wawancara, dan terakhir tes kelayakan kelompok di
lapangan. Proses pemilihan melibatkan tidak hanya Ditjen PKH tetapi bersama
dengan pemerintah daerah provinsi dan perwakilan dari perguruan tinggi.
Dana yang diberikan kepada kelompok penerima program SMD adalah dana
bantuan sosial. Dana pengembangan usaha budidaya ternak yang dialokasikan ke
SMD dan kelompok binaannya, merupakan dana stimulasi yang bertujuan untuk
meningkatkan kapasitas usahanya menuju skala usaha yang ekonomis. Jenis
kegiatan yang akan dilaksanakan dituangkan dalam Rencana Usaha Kelompok
(RUK), melalui musyawarah antara SMD, pengurus dan para anggota kelompok
yang diketahui/disetujui oleh Tim Teknis Dinas Peternakan atau Dinas yang
membidangi fungsi peternakan Kabupaten/Kota.
Melaksanakan kegiatan
sebagaimana tercantum dalam RUK harus dilakukan secara terkoordinasi antara
SMD, ketua dan para anggota kelompok, serta diketahui oleh Tim Teknis
Kabupaten/Kota (Ditjen PKH, 2012). Kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakan
dan dituangkan dalam RUK oleh SMD dan kelompoknya melalui pembiayaan
yang bersumber dari dana bantuan sosial terdiri dari sarana utama berupa
pengadaan peternak, dan sarana penunjang (Tabel 2).
Tabel 2. Komponen Kegiatan yang Dapat Dibiayai dari Dana Bantuan
Sosial SMD untuk Kegiatan Budidaya dan Proporsi
Pengalokasiannya
Komponen Kegiatan
Komoditas yang Dikembangkan dan Proporsi Alokasi
Dana
Ungga
Sapi
Sapi Kerba Kambing
Kelinc
s
Potong Perah
u
/ Domba
i
Lokal
Sarana Utama (%)
80
75
80
80
60
60
Pengadaan Ternak






Sarana Penunjang (%)
20
25
20
20
40
40
1 Perbaikan Kandang






2 Alat
dan
Mesin






Peternakan
3 Pengembangan HMT






4 Konsentrat






5 Pengolahan Limbah






6 Operasional IB dan



Pengobatan
7 Pengembangan
Kelembagaan
dan






SDM
8 Administrasi
dan






Pelaporan
Sumber: Ditjen PKH (2012)
Program SMD dilaksanakan untuk menggerakkan usaha agribisnis
peternakan dengan pendekatan kawasan, maka perlu upaya untuk menggeser pola
usaha komoditas peternakan dari subsisten menjadi komersial. Hal ini berarti
bahwa harus ada perubahan yang dilakukan terhadap pola manajemen usaha

12

peternakan yang tadinya lebih berorientasi kepada produksi atau budidaya saja
menjadi usaha peternakan yang lebih berorientasi kepada pasar (market driven).
Apek pasar merupakan aspek yang sangat menentukan akan berkelanjutan suatu
usaha agribisnis peternakan.
Diharapkan agar SMD dapat menjadi penggerak dan berperan aktif dalam
mengembangkan kelompoknya maupun kelompok peternak yang ada disekitarnya,
terutama diarahkan untuk aplikasi teknologi misalnya pemanfaatan hasil samping
ternak, pemanfaatan hasil samping tanaman, pengembangan SDM dan biogas.
Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pengembangan usaha yang
dilaksanakan secara komersial, diusahakan dalam skala ekonomi yang dilakukan
secara kelompok.
Program SMD telah dilaksanakan di 31 provinsi (kecuali DKI Jakarta dan
Kep. Bangka Belitung), dengan total penerima program 2.694 kelompok. Jumlah
kelompok SMD masing-masing provinsi dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3. Jumlah Kelompok SMD Per Provinsi Tahun 2007-2012
No

Provinsi

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Kepulauan Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Bangka Belitung
Banten
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DIY
Jawa Timur
Bali
NTB
NTT
Kalimantan Barat
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Sulawesi Utara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Barat
Gorontalo
Maluku
Maluku Utara
Papua
Papua Barat
Total

2007
3
3
2
2
10

Sumber: Ditjen PKH Tahun 2013

2008
6
29
7
3
5
6
3
3
18
38
11
11
7
18
4
5
6
9
6
4
199

Tahun
2009
12
13
66
21
3
7
16
10
9
5
103
83
18
99
8
50
11
8
4
16
8
12
6
5
3
1
3
600

2010
26
29
100
22
1
14
24
20
8
13
117
89
18
54
11
55
12
2
7
1
17
14
18
17
2
3
3
3
700

2011
27
37
100
19
20
9
21
10
11
69
50
11
53
3
62
25
1
14
1
13
5
36
11
3
3
3
66
683

2012
17
16
16
14
2
11
9
11
10
10
71
88
12
79
7
26
13
1
3
9
1
11
22
7
12
12
1
3
2
2
4
502

Total
88
95
314
83
6
55
63
68
40
42
381
350
72
296
36
211
65
1
6
43
2
22
77
40
82
46
11
12
6
5
76
2.694

13

Analitical Hierarchy Process (AHP)
AHP dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Whartoon School of
Business pada tahun 1970-an untuk mengorganisir informasi dan pendapat ahli
(judgment) dalam memilih alternatif yang paling disukai (Saaty 1990). Dengan
menggunakan AHP, suatu persoalan akan diselesaikan dalam suatu kerangka
pemikiran yang terorganisir, sehingga dapat diekspresikan untuk mengambil
keputusan yang efektif atas persoalan tersebut. Persoalan yang kompleks dapat
disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan keputusannya.
Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang
tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi sebuah bagian-bagian dan tertata
dalam suatu hierarki. Tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik,
secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut dan secara relatif
dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan kemudian
dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan
berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut.
Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dikonstruksikan sebagai
diagram bertingkat (hierarki). AHP dimulai dengan goal sasaran lalu kriteria
lever pertama, subkriteria, dan akhirnya alternatif.Terdapat berbagai bentuk
hierarki keputusan yang disesuaikan dengan substansi dan persoalan yang dapat
diselesaikan dengan AHP.
AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari
suatu kriteria majemuk atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria.Pemberian
bobot tersebut secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan
(pairwise comparisons).
Dr. Thomas Saaty, pembuat AHP, kemudian
menentukan cara yang konsisten untuk mengubah berpasangan/pairwise menjadi
suatu himpunan bilangan yang merepresentasikan prioritas relatif dari setiap
kriteria alternatif.
AHP memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan
keputusan karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami
oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Dengan AHP,
proses keputusan kompleks dapat diuraikan menjadi keputusan-keputusan lebih
kecil yang ditangani dengan mudah. Selain itu, AHP juga menguji konsistensi
penilaian bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsistensi
sempurna, maka hal ini menunjukkan penilaian perlu diperbaiki, atau hierarki
harus distruktur ulang.
Beberapa keuntungan yang diperoleh bila memecahkan persoalan dan
mengambil keputusan dengan menggunakan AHP adalah:
1. Kesatuan.
AHP memberikan satu model tunggal yang mudah
dimengerti, luwes untuk aneka ragam persoalan tidak terstruktur;
2. Kompleksitas. AHP memadukan ancangan deduktif dan ancangan
berdasarkan system dalam memecahkan persoalan kompleks;
3. Saling Ketergantungan. AHP dapat menangani saling ketergantungan
elemen-elemen dalam suatu system dan tidak memaksakan pemikiran
linier;
4. Penyusunan hierarki. AHP mencerminkan kecenderungan alami
pikiran untuk memilah-milah elemen-elemen suatu system dalam

14

berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa
dalam setiap tingkat;
5. Pengukuran. AHP member suatu skala untuk mengukur hal-hal dan
terwujud suatu metode untuk menetapkan prioritas;
6. Konsistensi. AHP melacak konsistensi logis dari pertimbanganpertimbangan;
7. Sintesis. AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan
setiap alternatif;
8. Tawar-menawar. AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif
dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan organisasi memilih
alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka;
9. Penilaian dan Konsensus. AHP tidak memaksakan konsensus, tetapi
mensistesiskan suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian
yang berbeda;
10. Pengulangan Proses. AHP memungkinkan organisasi memperhalus
definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan
dan pengertian mereka melalui pengulangan.
Terdapat tiga prinsip dalam memecahkan persoalan dengan AHP, yaitu
penyusunan hierarki, penetapan prioritas, dan konsistensi logis.
1. Penyusunan Hierarki
Penyusunan hierarki dilakukan dengan cara mengidentifikasi
pengetahuan atau informasi yang sedang diamati. Penyusunan tersebut
dimulai dari permasalahan kompleks yang diuraikan menjadi elemen
pokoknya, elemen pokok ini diuraikan lagi ke dalam bagian-bagiannya lagi,
dan seterusnya secara hierarkis.
Penilaian setiap level hierarki dinilai melalui perbandingan berpasangan.
Perbandingan berpasangan dilakukan dalam sebuah matriks. Matriks
merupakan tabel untuk membandingkan elemen satu dengan elemen lain
terhadap suatu kriteria yang ditentukan. Matriks memberi kerangka untuk
menguji konsistensi, membuat segala perbandingan yang mungkin, dan
menganalisis kepekaan prioritas menyeluruh terhadap perubahan dalam
pertimbangan.Matriks secara unik menggambarkan prioritas saling
mendominasi antara satu elemen dengan elemen lainnya.
2. Penetapan Prioritas
Untuk setiap level hierarki, perlu dilakukan perbandingan berpasangan
(pairwise comparisons) untuk menemukan prioritas.Sepasang elemen
dibandingkan berdasarkan kriteria tertentu dan menimbang intensitas
preferensi antar elemen.Hubungan antar elemen itu dari setiap tingkatan
hierarki ditetapkan dengan membandingkan elemen itu dalam
pasangan.Hubungannya menggambarkan pengaruh relatif elemen pada
tingkat hierarki terhadap setiap elemen pada tingkat yang lebih tinggi.Dalam
konteks ini, elemen pada tingkat yang tinggi tersebut berfungsi sebagai
suatu criteria disebut sifat (property). Hasil dari proses pembedaan ini
adalah suatu vektor prioritas atau relatif pentingnya elemen dalam tiap
tingkat. Langkah terakhir adalah dengan memberi bobot setiap vektor
dengan prioritas sifatnya.

15

3. Konsistensi Logis
Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingatkan secara
konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.Penilaian yang mempunyai
konsistensi tinggi sangat diperlukan dalam persoalan pengambilan
keputusan agar hasil keputusannya akurat.Konsistensi sampai batas tertentu
dalam menetapkan prioritas sangat diperlukan untuk memperoleh hasil-hasil
yang sahih dalam dunia nyata.AHP mengukur konsistensi menyeluruh dari
berbagai pertimbangan melaui suatu rasio konsistensi.Nilai rasio konsistensi
harus 10 persen atau kurang. Jika lebih dari 10 persen, maka penilaiannya
masih acak dan perlu diperbaiki

Penelitian-Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terkait Program SMD antara lain yang dilakukan oleh
Sodiq pada tahun 2010, Edwin Jayadi tahun 2011, dan Rosnawati pada tahun
2012. Sodiq (2010) melakukan evaluasi kinerja SMD dalam Program Pencapaian
Swasembada Daging Sapi (P2SDS) di Provinsi Jawa Tengah. Edwin Jayadi
(2011) mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi Kelompok Tani Binaan
SMD di Kota Padang.
Rosnawati (2012) melakukan evaluasi Sarjana
Membangun Desa (SMD) di provinsi Bengkulu. Model evaluasi program SMD
pada penelitian ini diambil dari penelitian yang dilakukan oleh Zhang G, dkk,
pada tahun 2011. Zhang melakukan evaluasi terhadap Service-LearningProgram
di Univercity of Georgia dengan menggunakan model evaluasi CIPP. Model ini
juga digunakan oleh Yulianti pada tahun 2012 yang melakukan evaluasi terhadap
program PTPN 7 Peduli di PTPN VII (Persero) Lampung.
Beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan mengenai program SMD,
evaluasi kinerja dan evaluasi dampak program pemberdayaan dan pendampingan
serta strategi pengembangan dengan menggunakan analisis AHP dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Penelitian Terdahulu
No
1

Peneliti dan
Tahun
Amrullah, 2004

Judul

Alat Analisis

Program
Pemberdayaan
Kelompok Tani di
Desa
Guntung
Papuyu
Kec.
Gambut
Kabupaten Banjar

- FGD
- Partisipatori
Rural
Appraisal
(PRA)

Hasil yang Diperoleh

- Program

pemberdayaan
kelompok tani yang telah
dilaksanakan
oleh
Pemerintah
Kabupaten
Banjar dengan kegiatan
pokok penyaluran bantuan
penguatan modal kepada
kelompok tani, telah
berupaya memberdayakan
kelompok tani dengan
memberikan modal usaha
kelompok.
Namun
program tersebut belum
berjalan dengan baik dan
tidak
berlanjut,
disebabkan kelembagaan

16

2

Riswanto
(2009)

Evaluasi
Pemanfaatan dan
Pinjaman Bergulir
pada
Program
Penanggulangan
Kemiskinan
di
Perkotaan (P2KP)
dan
Strategi
Penyempurnaan
(Studi Kasus di
Kelurahan
Tanjung
Balai
Karimun)

AHP

yang
dibangun
dan
mekanisme perencanaan
yang dilaksanakan tidak
didasarkan kepada modal
sosial masyarakat yang
sudah
ada,
kurang
merangsang
partisipasi
masyarakat secara aktif
dan tingkat kepercayaan
(trust)
terhadap
kelembagaan
rendah,
disamping adanya kendala
lingkungan fisik seperti
bencana
alam
dan
serangan
hama
dan
penyakit
- Tingkat aktivitas dan
dinamika
internal
kelompok tani yang ada di
Desa Guntung Papuyu
dipengaruhi
oleh
kemampuan
kelompok
tani dalam mengatasai
permasalahanpermasalahan
di
kelompok.
- Untuk mengembangkan
usaha
kelompok
agribisnis maka kelompok
tani berupaya menggali
modal sosial dan modal
ekonominya
untuk
mendukung
upaya
kerjasama usaha dengan
mitra usaha di luar
kelompok
- Alternatif
strategi
penyempurnaan
pemanfaatan
dana
pinjaman bergulir P2KP
di Kelurahan Tanjung
Balai
Karimun
yang
paling penting adalah
Revisi
Pemetaan
Swadaya.
Dilanjutkan
secara berturut-turut yaitu
pelatihan
manajemen
usaha atau magang bagi
peminjam,
pertemuan
rutin
melibatkan
stakeholder dan instansi
terkait, penyaluran modal
sesuai
dengan
skala
usaha, membentuk tim
kecil
penagihan
dan
mekanisme
baru
penagihan
pelatihan/training secara

17

berkala bagi pengelola
lokal, dan sosialisasi
program kepada pihak
ketiga (bank maupun nonbank)
- Pendekatan
penanggulangan
kemiskinan selama ini
masih bersifat pendekatan
ekonomi, padahal dalam
setiap
program
pemerintah terutama dana
yang bersifat bergulir
terdapat
permasalahan
yang
bersifat
sosial
budaya. Termasuk dalam
program dana pinjaman
bergulir ini dimana masih
terdapat
permasalahan
seperti persepsi negatif,
kelembagaan kelompok
maupun
kelembagaan
masyarakat
dan
sebagainya.
Sehingga
perlu keterlibatan pakar
ataupun ahli sosial budaya
untuk
mengkaji
dan
memberikan
masukan
bagi Pemerintah Daerah.
3

Wei Ho et.al
(2009)

Evaluation of the
Suicide Prevention
Program
in
Kaohsiung City,
Taiwan, Using the
CIPP
Evaluatio
Model

CIPP Evaluation
Model

- The context evaluation
revealed that the task of
the KSPC is to lower
mortality.
- The input evaluation
assessed the efficiency of
manpower and the grants
supported by Taiwan’s
Department of Health and
Kaohsiung
City
government’s Bureau of
Healt.
- In process evaluation, we
inspected the suicide
prevention stra