Keanekaragaman Dan Keseragaman Serta Kebiasaan Makan Ikan Indigenous Di Waduk Penjalin Brebes, Jawa Tengah

KEANEKARAGAMAN DAN KESERAGAMAN
SERTA KEBIASAAN MAKANAN IKAN INDIGENOUS DI
WADUK PENJALIN BREBES, JAWA TENGAH

ELINAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keanekaragaman dan
Keseragaman serta Kebiasaan Makan Ikan Indigenous di Waduk Penjalin Brebes,
Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2016
Elinah
NIM C251130071

RINGKASAN
ELINAH. Keanekaragaman dan Keseragaman serta Kebiasaan Makan Ikan
Indigenous di Waduk Penjalin Brebes, Jawa Tengah. Dibimbing oleh DJAMAR
T.F. LUMBAN BATU dan YUNIZAR ERNAWATI.
Salah satu waduk yang terletak di Wilayah Jawa Tengah adalah Waduk
Penjalin, waduk ini berfungsi sebagai irigasi, lokasi wisata, kegiatan perikanan
tangkap dan lokasi budidaya. Keberadaan waduk ini berada di Desa Winduaji
Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes. Ikan yang terdapat di waduk terdiri
dari berbagai macam jenis ikan air tawar baik spesies indigenous maupun
introduksi. Makanan alami di suatu perairan akan mempengaruhi besarnya
populasi ikan di suatu perairan. Pengetahuan mengenai kebiasaan makan
diperlukan dalam melihat pemanfaatan ikan terhadap sumberdaya yang ada.
Penelitian ini dilakukan di Waduk Penjalin yang terdapat di Desa
Winduaji Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengkaji keanekaragaman dan keseragaman serta kebiasaan makan ikan

indigenous di Waduk Penjalin. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan mulai
Maret sampai Mei 2015. Lokasi penelitian dibagi menjadi 4 stasiun. Pengumpulan
data meliputi: pengumpulan ikan indigenous yang tertangkap, plankton dan
kualitas air. Analisi data pada ikan dilakukan meliputi kelimpahan relatif,
keanekaragaman, keseragaman dan dominansi ikan, kebiasaan makan dan luas
relung, sedangkan pada plankton dilihat kelimpahannya. Kemudian seluruh data
dianalisis secara deskriptif dan menggunakan program minitab versi 15 untuk
melihat interaksi pemanfaatan makanan alami ikan indigenous yang terdapat di
Waduk Penjalin.
Total ikan indigenous yang tertangkap selama penelitian adalah 85 ekor
yang terdiri dari ikan uceng (Nemacheilus fasciatus), wader padi (Rasbora
lateristriata), beunteur (Puntius binotatus), julung-julung (Dermogenys pusilla),
gurame (Osphronemus gouramy), dan sepat (Trichogaster trichopterus). Nilai indeks
keanekaragaman berkisar 0.18 - 0.33, indeks keseragaman berkisar 0.04 - 0.12
dan indeks dominansi berkisar 0.81 - 1.00. Berdasarkan analisis dendogram,
kebiasaan makan ikan indigenous didapat empat kelompok yaitu yang pertama,
kedua dan ketiga adalah kelompok herbivor yang tergolong planktivor terdiri dari
ikan julung-julung, beunteur dan wader padi sedangkan yang keempat adalah
omnivor yaitu uceng. Nilai luas relung ikan berkisar 0.71 - 3.92. Kualitas perairan
Waduk Penjalin berdasarkan pengamatan kualitas air, masih mendukung bagi

kehidupan ikan.
KATA KUNCI: ikan indigenous, Waduk Penjalin, kebiasaan makan,
keanekaragaman.

SUMMARY
ELINAH. Diversity and Uniformity and Food Habit Indigenous Fish in Penjalin
Reservoir Brebes, Central Java. Supervised by DJAMAR T.F. LUMBAN BATU
and YUNIZAR ERNAWATI.
One of the reservoirs located in Central Java region is a Penjalin Reservoir,
the reservoir serves as irrigation, tourist sites, activities of fisheries and
aquaculture locations. The existence of reservoirs located in Winduaji village
Paguyangan District of Brebes. The fish contained in the reservoir consists of a
wide variety of freshwater fish species both indigenous and introduced species.
Natural foods in waters will affect the fish population in the waters. Knowledge
about food habit is required in view of the utilization of fish resources.
This research was conducted in reservoirs located in the village Penjalin
Winduaji Paguyangan District of Brebes. The purpose of this study was to assess
the diversity and uniformity as well as the food habit of indigenous fish in the
Penjalin Reservoir. The study lasted three months from March to May 2015.
Location of the study were divided into four stations. The data collection includes:

the collection of indigenous fish are caught, plankton and water quality. Analysis
of data on fish conducted with see relative abundance, diversity, uniformity and
dominance, feeding habits and spacious niches, while the abundance of plankton.
Then all data were analyzed descriptively and using the program Minitab version
15 to see the interaction of the utilization of natural foods indigenous fish
contained in the Penjalin Reservoir.
All indigenous fish caught during the study were 85 fish, which consisted of
uceng (Nemacheilus fasciatus), wader padi (Rasbora lateristriata), beunteur
(Puntius binotatus), julung-julung (Dermogenys pusilla), gurame (Osphronemus
gouramy), dan sepat (Trichogaster trichopterus). The value of diversity index ranges
0.14 - 0.43, uniformity index ranges from 0.04 - 0.15 and dominance index ranges
0.67 - 1.00. Based on the analysis dendogram, indigenous fish food habit acquired
the first four groups are herbivores are classified planktivor is julung-julung,
beunteur, and wader padi while the fourth is an omnivore that uceng.
Comprehensive value niches fish ranged 0.71 - 3.92. Water quality Penjalin
Reservoir based on the observation of water quality, there is still support for the
life of the fish.
KEYWORDS: indigenous fish, Penjalin Reservoir, food habit, diversity.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KEANEKARAGAMAN DAN KESERAGAMAN
SERTA KEBIASAAN MAKANAN IKAN INDIGENOUS DI
WADUK PENJALIN BREBES, JAWA TENGAH

ELINAH

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc

Judul Tesis: Keanekaragaman dan Keseragaman serta Kebiasaan Makan Ikan
Indigenous di Waduk Penjalin Brebes, Jawa Tengah.
Nama
: Elinah
NRP
: C251130071
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Djamar T.F. Lumban Batu, M.Agr
Ketua


Dr.Ir. Yunizar Ernawati, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Dr.Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc

Tanggal Ujian: 31 Mei 2016

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M. Sc.Agr

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur khadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah,

serta inayah yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
ini. Karya ilmiah ini berjudul “Keanekaragaman dan Keseragaman serta
Kebiasaan Makan Ikan Indigenous di Waduk Penjalin Brebes, Jawa Tengah”.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan studi
kepada Penulis
2. Prof. Dr. Ir. Djamar T.F. Lumban Batu, M. Agr selaku pembimbing I
dan Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku pembimbing II yang telah
banyak memberikan bimbingan, masukan dan arahan selama
pelaksanaan penelitian dan penyusunan tesis.
3. Kepada Penguji Luar Komisi Dr. Ir. Isdrajad Setyobudiandi, M. Sc dan
Ketua Program Studi SDP Dr. Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc atas saran dan
masukan yang sangat berarti.
4. Kepada Ayah dan Ibu: Samsudin, SP. MM dan Rusiah, S.pd, yang
banyak memberikan masukan serta motivasi, semangat dan doanya.
5. Kepada Ayah dan Ibu Mertua: Andi Effendi dan Sutini yang banyak
memberikan motivasi, semangat dan doa.
6. Kepada Suami ku tercinta Asep Rahmat dan Putraku Prabyantara
Rahman Hakim yang sangat mendukung dengan ide-ide cemerlangnya
dan strategi yang canggih, dan memotivasi membantu selama

penelitian dari awal sampai akhir penyusunan.
7. Kepada Adik-adikku yang cerdas: Hari Suharto, Nana Sutisna, yang
banyak memberikan ide-idenya.
8. Kepada Kakak dan Adik ipar ku: Ceu Titin, Mas Praja, Nurita, Arif,
Rika, Andrizal Oktavianus, Indra sang pendayung handal yang selalu
siap mendukung tenaga dan pikirannya.
9. Pak Rowi dan Keluarga Besar Waduk Penjalin yang banyak membantu
selama penelitian berlangsung.
10. Serta seluruh teman-teman SDP 13 dan kawan-kawan semuanya atas
segala doa dan kasih sayang serta motivasinya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2016
Elinah

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

i


DAFTAR GAMBAR

i

DAFTAR LAMPIRAN

i

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
3
3


2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Metode Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Analisi Data
Teknik Analisis Data

4
4
4
4
4
5
6
9

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi, Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Ikan
Kebiasaan Makan Ikan Indigenous di Waduk Penjalin
Luas Relung Ikan Indigenous di Waduk Penjalin
Interaksi Pemanfaatan Makanan Alami Ikan Indigenous
Kelimpahan Plankton
Kondisi Fisika dan Kimia Perairan
Upaya Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Waduk Penjalin

10
10
13
15
16
17
20
22

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

25
25
25

DAFTAR PUSTAKA

26

LAMPIRAN

29

RIWAYAT HIDUP

43

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Lokasi Stasiun Pengambilan Sampel
Hasil Tangkapan Ikan di Waduk Penjalin
Hasil Tangkapan Perwaktu sampling
Persentase Tangkapan dan Kisaran Panjang Bertat Ikan di Waduk
Penjalin
5 Kelimpahan Fitoplankton pada Tiap Stasiun Penelitian di Waduk
Penjalin
6 Jenis Fitoplankton yang dimanfaatkan Ikan Indigenous di Waduk
Penjalin
7 Kualitas Perairan Waduk Penjalin

5
10
10
12
18
20
21

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Skema Perumusan Masalah
Lokasi Penelitian
Keanekaragaman, Dominansi dan Keseragaman
Persentase Kebiasaan Makan Ikan Uceng (Nemacheilus fasciatus)
berdasarkan Genus dan Kelas
Persentase Kebiasaan Makan Ikan Wader Padi (Rasbora letersitriata)
berdasarkan Genus dan Kelas
Persentase Kebiasaan Makan Ikan Beteur (Puntius Binotatus)
berdasarkan Genus dan Kelas
Persentase Kebiasaan Makan Ikan Julung-julung (Dermogenys pusilla)
berdasarkan Genus dan Kelas
Luas Relung Ikan Indigenous di Waduk Penjalin
Dendogram Interaksi Pemanfaatan Makanan Alami Ikan Indigenous di
Waduk Penjalin

2
4
13
14
14
15
15
16
17

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Lokasi Penelitian
Ikan-ikan yang Tertangkap di Perairan Waduk Penjalin
Kegiatan Lapangan
Pengambilan dan Pengukuran Kualitas Perairan Waduk Penjalin
Keanekaragaman, Dominansi dan Keseragaman Ikan Indigenous Tiap
Stasiun
6 Kebiasaan Makan Ikan Indigenous di Waduk Penjalin
7 Kenakekaragaman Plankton Tiap Bulan

29
31
34
35
36
38
40

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Waduk merupakan ekosistem terbuka yang dipengaruhi lingkungan sekitar,
yang memiliki karakteristik sistem sungai yang mengalir (reverin) dan sistem
waduk yang tergenang (lakustik), hal ini dikarenakan waduk merupakan
daerah genangan yang digunakan sebagai penampungan air yang terbentuk
karena pembendungan air sungai (Odum 1998). Waduk dibangun dalam
rangka menampung air pada periode musim hujan dan digunakan pada saat
kemarau untuk berbagai kepentingan, seperti air minum, pariwisata,
pengendalian banjir dan lainnya (Kodoatie and Sjarief 2008).
Salah satu waduk yang terletak di Wilayah Jawa Tengah adalah Waduk
Penjalin, waduk ini berfungsi sebagai irigasi, lokasi wisata, kegiatan perikanan
tangkap dan lokasi budidaya. Keberadaan waduk ini berada di Desa Winduaji
Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes dan dibangun sekitar tahun 1930.
Sumber air waduk sendiri berasal dari aliran Sungai Penjalin, Sungai Soka,
dan Sungai Garung. Luas permukaan waduk adalah 125 ha, kedalaman normal
12 m, volume air 9,5 juta m3, dengan panjang tanggul 850 m yang terletak
pada ketinggian 365 m dpl (Purwati et al. 2012).
Ikan yang terdapat di waduk terdiri dari berbagai macam jenis ikan air
tawar. Spesies ikan yang menghuni wilayah perairan Indonesia bukan hasil
introduksi adalah ikan indigenous. Hasil penelitian Rukaya and Wibowo
(2011) di Waduk Penjalin ditemukan 17 jenis spesies indigenous. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Hedianto et al. (2013) menemukan hanya 3
jenis spesies indigenous dan 3 jenis spesies introduksi yang terdapat di Waduk
Penjalin. Hasilnya juga menunjukkan adanya dominansi dari jumlah ikan
introduksi yang mendiami wilayah perairan Waduk Penjalin. Hal ini dapat
terjadi akibat adanya kompetisi dalam perebutan habitat dan makanan.
Adanya spesies asing atau introduksi ke dalam perairan dapat masuk
melalui berbagai cara, baik dilakukan sengaja ataupun tidak (Rahardjo 2011).
Hal ini tentu dapat meningkatkan adanya peluang kompetisi antar ikan.
Kompetisi yang terjadi dapat berupa perebutan terhadap ruang atau sumber
daya makanan yang sama. Menurut Nurningsih (2004) pemanfaatan ikan
terhadap sumberdaya makanan yang sama akan menyebabkan terjadinya
peluang kompetisi, hal ini dikarenakan sumberdaya yang semakin berkurang.
Ikan yang berpeluang besar untuk dapat berkembang dan mendominasi
merupakan ikan yang dapat memanfaatkan sumberdaya yang tersedia di
perairan dan mempengaruhi perubahan komposisi ikan-ikan yang ada.

2
Menurut Reid and Muler (1989) in Wargasasmita (2005) menjelaskan
bahwa sebagian besar kepunahan ikan air tawar disebabkan oleh adanya
perubahan atau lenyapnya habitat (35%), introduksi ikan asing (30%), dan
eksploitasi yang berlebihan (4%). Penelitian Gaygusuz et al.(2007) yang
dilakukan di Turki, menunjukkan bahwa kehadiran spesies introduksi
Carassius gibelio menyebabkan penurunan dari jumlah ikan spesies asli di
waduk tersebut. Adanya peningkatan jumlah ikan introduksi di Waduk
Penjalin dan dikhawatirkan dapat mengakibatkan rendahnya populasi ikan
indigenous dan bahkan kepunahan.
Oleh karenanya dilakukan penelitian mengenai keanekaragaman dan
keseragaman ikan yang terdapat di waduk Penjalin saat ini, serta kebiasaan
makanan alami ikan guna mengetahui keterkaitan hubungan antara ikan serta
lingkungan perairannya.
Perumusan Masalah
Ikan yang terdapat di waduk terdiri dari berbagai macam jenis ikan air
tawar baik spesies indigenous maupun introduksi. Permasalahan yang terjadi
di Waduk Penjalin adalah terjadinya penurunan jumlah jenis ikan indigenous
serta peningkatan ikan introduksi yang semakin mendominasi di Waduk
Penjalin. Hal ini dapat menyebabkan adanya kompetisi baik pada pemanfaatan
pakan atau perebutan relung. Ikan yang berpeluang besar untuk dapat
berkembang dan mendominansi merupakan ikan yang dapat memanfaatkan
sumberdaya yang tersedia di perairan dan dapat mempengaruhi perubahan
komposisi ikan-ikan yang ada. Makanan alami di suatu perairan akan
mempengaruhi besarnya populasi di suatu perairan. Ketersediaan makanan dan
pengetahuan mengenai kebiasaan makan diperlukan dalam melihat
pemanfaatan ikan terhadap sumberdaya yang ada. Sehingga berdasarkan
permasalahan tersebut dibutuhkan penelitian ini. Berdasarkan uraian di atas
maka untuk lebih jelas, perumusan masalah dapat dilihat pada Gambar 1.
Waduk Penjalin

Perkembangan

Potensi dan Manfaat:
1.

Habitat biota air

2.

Irigasi

3.

Penangkapan

4.

Budidaya

5.

Wisata air

Masalah

1. Peningkatan jumlah ikan
spesies introduksi
2. Penurunan jumlah ikan
spesies indigenous

Dikhawatirkan terjadinya kompetisi terhadap makanan/relung.

Keanekaragaman, keseragaman serta kebiasaan makan
ikan indigenous di Waduk Penjalin?

Gambar 1 Skema Perumusan Masalah

3
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji keanekaragaman,
keseragaman, dominansi serta kebiasaan makan ikan indigenous di Waduk
Penjalin.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan adalah dapat memberikan informasi mengenai
keanekaragaman dan keseragaman ikan indigenous saat ini serta mengenai
kebiasaan makan ikan indigenous dalam upaya pengelolaan perikanan Waduk
Penjalin dengan melihat ketersediaan makanan dan pemanfaatannya terhadap
sumberdaya yang ada serta keterkaitan dengan lingkungan perairannya. Selain itu
kajian mengenai parameter-parameter tersebut, diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai upaya peningkatan stok ikan indigenous yang terdapat di
Waduk Penjalin.

4

2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di perairan Waduk Penjalin, Desa
Winduaji Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes, Jawa Tengah
(Gambar 2). Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai Mei 2015.
Sedangkan analisis biota ikan dan plankton di lakukan di Laboratrioum
Ekobiologi Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), IPB dan
analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Produktivitas Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), IPB.

Gambar 2 Lokasi Penelitian
Keterangan: St.1 = Inlet, St.2 = Inlet, St.3 = Tengah, St.4 = Outlet
Bahan
Bahan penelitian berupa ikan-ikan indigenous hasil tangkapan
yang terdapat di Waduk Penjalin, plankton, dan sampel air. Bahan kimia
yang digunakan adalah formalin 10% sebagai pengawet ikan dan larutan
lugol 10% untuk plankton.
Alat
Alat yang digunakan yaitu: perahu, jaring insang, ember, alat
bedah, Plankton net No.25, botol sampel, pipet tetes, objek glas,
mikroskop binokuler, penggaris, timbangan digital, wadah plastik, dan ice
box.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey, yang
dilakukan dalam 2 tahap yaitu: pengumpulan data dan analisis data. Lokasi
penelitian berada di Waduk Penjalin yang kemudian dibagi menjadi 4

5
stasiun (Tabel 1) yang dilakukan dengan cara purposive sampling: 2 titik
pada daerah inlet (stasiun 1 dan 2), 1 titik pada bagian tengah (stasiun 3),
dan 1 titik pada outlet (stasiun 4). Pengambilan ikan dilakukan dengan
menggunakan jaring insang yang dipasang pada sore dan diangkat pada pagi
hari.
Tabel 1 Lokasi Stasiun Pengambilan Sampel
Stasiun
I

Koordinat
S 7◦19'40.4904"
E 109◦2'59.9604

II

S 7◦20'0.78"
E 109◦2'50.8524

III

S 7◦19'42.978"
E 109◦3'1.7568

IV

S 7◦19'33.1716"
E 109◦3'9.6264

Keterangan
Daerah inlet Waduk Penjalin
(mendapat masukan air dari sungai-sungai kecil dan
terdapat tumbuhan air di sekitarnya)
Daerah inlet Waduk Penjalin
(banyak terdapat tumbuhan air dan mendapat masukan air
dari sungai Penjalin yang merupakan masukan air terbesar
di Waduk Penjalin)
Daerah Tengah Waduk Penjalin
(merupakan daerah dengan pemukiman warga dan warna
air kehijauan)
Daerah outlet Waduk Penjalin
(tidak terlalu banyak tumbuhan airnya dan dekat dengan
area pemancingan)

Metode Pengumpulan Data
Ikan
Ikan ditangkap menggunakan jaring insang dengan jaring insang mesh size
(1, 1.5, 2, 2.5 dan 3 inchi) ukuran (1.80 x 50 m) yang dipasang pada sore dan di
angkat pada pagi hari yang dilakukan sebanyak 2 kali dalam sebulan. Contoh ikan
hasil tangkapan pada masing-masing stasiun dipisahkan menurut stasiun
penangkapan. Ikan hasil perolehan kemudian diukur panjang totalnya
menggunakan penggaris atau millimeter blok dengan ketelitian 0.1 cm, dan
dilakukan penimbangan bobotnya dengan menggunakan timbangan digital dengan
ketelitian 0,1 gram. Kemudian dimasukan dalam wadah yang diberi formalin 10%.
Ikan yang dianalisis adalah seluruh ikan-ikan indigenous yang tertangkap
selama penelitian. Identifikasi ikan berdasarkan (Kottelat et al.1993) dan analisis
kebiasaan makan dilakukan di Laboratorium. Pembedahan ikan dilakukan dengan
cara mengambil bagian saluran pencernaan (usus dan lambung) dengan cara
menggunting perut ikan dari mulai lubang anus ke arah depan sampai batas
operkulum. Perut ikan dibedah dan ambil bagian saluran pencernaan, isi usus
dipisahkan dari daging usus, kemudian isi saluran pencernaan tersebut diukur
volumenya dengan menggunakan gelas ukur 10 ml. Analisis makanan meliputi
jenis dan jumlah makanan dilakukan dengan mengambil satu tetes dari isi usus
yang telah diencerkan dan diletakkan pada gelas objek dan diamati menggunakan
mikroskop dengan perbesaran 10 x 10 dengan menggunakan metode sensus.
Pengamatan ini dilakukan sebanyak tiga kali ulangan dengan menggunakan 5
lapang pandang pada setiap ulangannya. Setiap jenis organisme makanan yang
teramati dan dihitung jumlah organisme makanan tersebut dengan mengacu pada
metode Natharajan and Jhingran (1961).

6
Plankton
Pengambilan plankton dilakukan sebanyak 1 kali dalam sebulan selama 3
bulan pada rentang waktu jam 08.00 sampai 12.00 WIB dengan menggunakan
ember dan kemudian disaring menggunakan plankton net No.25. Hal ini dengan
pertimbangan pada waktu tersebut sudah terdapat cahaya matahari sebagai faktor
yang mempengaruhi fotosintesis fitoplankton. Contoh air kemudian ditampung
dalam botol sampel ukuran 50 ml kemudian diawetkan dengan menggunakan
larutan lugol 10% sebanyak ± 1 ml atau sampai warna air sampel berwarna coklat
tua. Analisis di laboratorium dilakukan dengan mengocok contoh air dan ditaruh
pada objek glas dengan menggunakan pipet tetes dan dilihat dengan menggunakan
mikroskop binokuler. Identifikasi plankton dilakukan dengan mengacu pada buku
identifikasi plankton menggunakan Edmondson (1959); Mizuno (1979); and
Nedham and Nedham (1963).
Kualitas Air
Pengambilan contoh air dilakukan sebanyak 1 kali dalam sebulan selama 3
bulan. Pengambilan contoh air diambil pada rentang waktu jam 08.00 sampai
12.00 WIB. Kualitas air yang diukur meliputi parameter fisika dan kimia.
Parameter fisika dan kimia yang diukur secara in-situ meliputi suhu, kecerahan,
kedalaman, pH dan oksigen terlarut sedangkan pengukuran yang dilakukan secara
ex-situ dilakukan untuk pengukuran BOD5.
Analisis Data
1.1. Komposisi, Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominasi Ikan
a. Kelimpahan Relatif Ikan
Kelimpahan relatif ikan pada setiap waktu pengamatan dihitung
dengan menggunakan rumus kelimpahan relatif (Brower and Zar 1977 in
Nurningsih 2004), sebagai berikut:

Keterangan:
Kr
: Kelimpahan Relatif
Ni
: Jumlah total individu spesies ke-i (ekor)
N
: Jumlah semua individu (ekor)
b. Indeks Keanekaragaman
Analisis data yang digunakan untuk mengetahui jumlah individu
serta spesies yang terdapat pada suatu lokasi, dilakukan menggunakan
Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) dengan menggunakan
rumus (Krebs 1972 in Hedianto and Purnamaningtyas 2011), sebagai
berikut:

7

∑[

],

dimana: pi =

Keterangan :
H’
: Indeks keanekaragaman
ni
: Jumlah individu spesies ke-i
N
: Jumlah individu seluruh spesies
Pi
: Proporsi individu jenis ke-i.
Kriteria penilaian:
0
≤ H’≤ 2.303
2.303 ≤H’≤6.909
H’
≥6.909

: Keanekaragaman rendah
: Keanekaragaman tergolong sedang
: Keanekaragaman tergolong tinggi.

c. Indeks Dominansi
Analisis yang digunakan untuk mengetahui indeks dominansi
dihitung untuk memperoleh informasi mengenai jenis ikan yang
mendominansi pada suatu komunitas pada tiap habitat. Indeks dominansi
yang digunakan adalah indeks dominansi Simpson dengan menggunakan
rumus (Odum 1971 in Hedianto and Purnamaningtyas 2011), sebagai
berikut:

C=
Keterangan:
C
: Indeks dominansi Simpson
ni
: Jumlah individu jenis ke-i
N
: Jumlah total individu.

[ ]2

Indeks dominansi C berkisar antara 0-1 dengan kriteria sebagai berikut:
1. Mendekati 0 = maka komunitas ikan yang diamati tidak ada spesies
secara ekstrim yang mendominansi spesies lainnya. Hal ini
menunjukkan kondisi struktur komunitas dalam keadaan stabil.
2. Mendekati 1 = maka di dalam struktur komunitas ikan dijumpai ada
spesies yang mendominansi spesies lainnya. Hal ini menunjukkan
struktur komunitas ikan dalam keadaan labil (Odum 1998).
d. Indeks Keseragaman (Ekuitabilitas)
Indeks ini memberikan gambaran keseragaman sebaran individu
dari jenis ikan dalam suatu komunitas. Indeks keseragaman (E) merupakan
turunan dari indeks keanekaragaman Shannon-Wienner menggunakan
rumus (Odum 1971 in Hedianto and Purnamaningtyas 2011), sebagai
berikut:

8
dimana: H’ maks = ln S
Keterangan:
E
: Indeks keseragaman
H’
: Indeks diversitas
H’ maks : ln s
s
: Jumlah spesies.
Nilai E berkisar antara 0.0 - 1.0 dengan kriteria, jika nilai E
mendekati 0.0 keseragaman komunitas ikan semakin kecil, ada
kecenderungan dominansi jenis-jenis tertentu. Tetapi jika nilai E
mendekati 1.0 maka keragaman komunitas akan semakin besar yang
berarti sebaran jumlah individu tiap spesies sama (Odum 1998).
1.2. Analisis Kelimpahan Plankton
Analisis kelimpahan biota plankton dilakukan dengan mengacu
pada buku identifikasi plankton (Edmondson 1959; Mizuno 1979; Nedham
and Nedham 1963). Penentuan kelimpahan fitoplankton dilakukan dengan
analisis menggunakan rumus (APHA 2005), yaitu :

N=

Keterangan:
N
: Jumlah total fitoplankton (ind/L)
N
: Jumlah rataan total individu per lapang pandang (ind/ lapang pandang)
A
: Luas gelas penutup (mm2)
B
: Luas satu lapang pandang (mm2)
C
: Volume air terkonsentrasi (ml)
D
: Volume air satu tetes (ml) di bawah gelas penutup
E
: Volume air yang disaring (l).
1.3. Kebiasaan Makan dan Kategori Kebiasaan Makan
a. Analisis Kebiasaan Makan
Analisis data untuk mengetahui preferensi dan kebiasaan makanan ikan
dilakukan menggunakan metode indeks bagian terbesar (index of
preponderance) dari (Natarajan and Jhingran 1961 in Effendi 1979) dengan
rumus sebagai berikut:


9
Keterangan:
IPi
: Indeks bagian terbesar (index of preponderance) makanan ke- i
Vi
: Persentase volume makanan ke- i
Oi
: Persentase frekuensi kejadian makanan ke- i.
Untuk menganalisis kategori kebiasaan makanan pada ikan mengacu pada
(Nikolsky 1963), dengan mengurutkan persentase makanan yaitu:
a. Apabila IP bernilai > 25 dikategorikan sebagai makanan utama;
b. Apabila IP bernilai 5 - 25 dikategorikan sebagai makanan pelengkap;
c. Apabila IP bernilai < 5 sebagai makanan tambahan.
b. Luas Relung
Perhitungan luas relung pakan dihitung menggunakan metode Levin’s
Measure (Collwel and Futuyma 1971), dengan rumus:

[∑



]

Keterangan:
Bij
: Relung kelompok ukuran ikan ke-1 terhadap sumberdaya makanan
ke-j
Pij
: Proporsi dari kelompok ukuran ikan ke-i yang berhubungan dengan
sumberdaya makanan ke-j
n
: Jumlah kelompok ukuran ikan (i= 1,2,3….n)
m
: Jumlah sumberdaya makanan ikan (j= 1,2,3…n).
Teknik Analisis Data
1.

2.

Seluruh data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif dengan
menampilkan gambar, tabel dan grafik dengan membuat gambaran-gambaran
situasi atau keadaan secara sistematik, faktual dan akurat mengenai sifat-sifat
antar fenomena yang diselidiki.
Analisis statistik juga dilakukan dengan membuat dendogram untuk
mengetahui interaksi pemanfaatan pakan alami ikan indigenous yang terdapat
di Waduk Penjalin dengan menggunakan program minitab versi 15.

10

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi, Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Ikan
Total jumlah ikan yang tertangkap selama penelitian adalah sebanyak 407
ekor dengan jumlah ikan indigenous yang tertangkap 85 ekor yang terdiri dari 6
spesies dan ikan introduksi 322 ekor yang terdiri dari 4 spesies. Terdiri dari famili
Balitoridae (Nemacheilus fasciatus), Cyprinidae (Rasbora lateristriata dan
Puntius binotatus), Hemiramphidae (Dermogenys pusilla), Ospromidae
(Trichogaster trichopterus dan Osphronemus gouramy), Chilchidae (Parachromis
managuensis dan Oreochromis niloticus) dan Eleotridae (Oxyeleotris marmorata)
(Tabel 2).
Tabel 2 Hasil Tangkapan Ikan di Waduk Penjalin
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Nama Ikan
Uceng
Ekor Pedang*
Sepat
Wader Padi
Beunteur
Gurame
Julung-julung
Manila gift*
Nila*
Betutu*
Jumlah

Nama Latin
Nemacheilus fasciatus
Xiphophorus helleri
Trichogaster trichopterus
Rasbora lateristriata
Puntius binotatus
Osphronemus gouramy
Dermogenys pusilla
Parachromis managuensis
Oreochromis niloticus
Oxyeleotris marmorata

Stasiun Penangkapan
I
II
III IV
8
18
8
8
5
6
3
3
1
1
2
1
1
2
1
34
43 46 39 34
28 12 36 12
15 18 11 11
100 104 97 106

Famili
Balitoridae
Poeciliidae
Osphronemidae
Cyprinidae
Cyprinidae
Osphronemidae
Hemiramphidae
Cichlidae
Cichlidae
Eleotridae

42
17
1
4
3
1
34
162
88
55
407

Ket: * jenis ikan introduksi
Tabel 3 Hasil Tangkapan Perwaktu Sampling
Spesies
Uceng
Ekor Pedang*
Sepat
Wader Padi
Beunteur
Gurame
Julung-julung
Manila gift*
Nila*
Betutu*

1
0
2
0
0
0
0
0
5
2
2

2
0
2
0
0
0
0
0
4
8
3

3
8
1
0
0
1
0
0
3
7
4

St I
4 5
0 0
0 0
0 0
1 0
0 0
0 0
0 0
6 11
2 5
3 6

6
0
0
1
0
0
0
0
14
4
3

1
0
0
0
0
0
0
0
5
3
3

2
4
3
0
0
0
0
0
9
1
1

3
2
0
0
0
0
0
0
2
3
1

St II
4 5
6 6
2 0
0 0
0 2
0 0
0 0
0 0
6 12
2 2
7 5

6
0
1
0
0
0
0
0
2
1
3

1
0
2
0
0
0
0
0
2
3
2

2
0
1
0
0
0
0
10
7
2
2

3
0
0
0
0
0
0
2
7
5
2

St III
4 5
8 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
7 15
4 14
6 9
1 3

6
0
0
0
0
0
0
0
5
11
1

1
0
0
0
0
0
0
0
1
2
2

Ket: * jenis ikan introduksi
Ikan yang tertangkap selama penelitian di Waduk Penjalin mempunyai
sebaran jenis dan jumlah yang berbeda tiap sampling (Tabel 2 dan 3). Berdasarkan
jumlah yang didapat selama penelitian pada stasiun 1 didapat 7 spesies, stasiun 2
didapat 7 spesies, stasiun 3 didapat 6 spesies dan pada stasiun 4 didapat 8 spesies.

2
0
1
0
0
1
1
0
7
1
1

3
2
0
0
0
0
0
0
2
1
2

S IV
4 5
4 2
2 0
0 0
1 0
0 1
0 0
0 0
1 12
4 3
2 1

6
0
0
0
0
0
0
0
11
1
3

11
Total jumlah ikan yang didapat pada stasiun 1 adalah 100 ekor, pada stasiun 2
adalah 104 ekor, pada stasiun 3 adalah 97 ekor dan pada stasiun 4 adalah 106 ekor.
Jumlah ikan indigenous yang didapat pada stasiun 1 adalah 3 spesies berjumlah 10
ekor, pada stasiun 2 didapat 3 spesies berjumlah 21 ekor, pada stasiun 3 didapat 2
spesies berjumlah 42 ekor, dan pada stasiun 4 didapat 4 spesies berjumlah 12 ekor.
Hasil tangkapan menggunakan jaring insang perwaktu sampling
menunjukkan tangkapan ikan indigenous yang didapat berjumlah sedikit
dibandingkan dengan ikan introduski. Penyebaran per waktu sampling juga
menunjukkan bahwa ikan indigenous yang didapat tidak merata jika dibanding
dengan tangkapan ikan introduski yang hampir selalu didapat tiap kali sampling.
Ikan indigenous yang paling banyak ditemukan adalah uceng dan julung-julung
sebanyak 42 ekor dan 34 ekor. Sedangkan ikan indigenous lainnya yang
ditemukan adalah wader padi sebanyak 4 ekor, beunteur 3 ekor, gurame 1 ekor
dan sepat 1 ekor.
Ikan uceng yang tertangkap sebanyak 42 ekor, banyak tertangkap di stasiun
2 yakni berjumlah 18 ekor. Stasiun 2 merupakan daerah inlet dan mendapat
masukan air sungai, hal ini menyebabkan adanya sumber oksigen yang masuk dari
arus sungai di stasiun ini. Menurut (Kottelat et al. 1993) ikan uceng merupakan
ikan yang memiliki tubuh kecil memanjang dan dapat ditemukan pada kandungan
oksigen tinggi. Ikan julung-julung yang tertangkap berjumlah 34 ekor semuanya
ditemukan pada stasiun 3 pada tiap sampling. Tingginya jumlah ikan julungjulung yang ditemukan di stasiun ini bisa disebabkan karena pada ke 3 stasiun
lainnya banyak terdapat tumbuhan air yang merupakan tempat hidup dari banyak
ikan-ikan lain. Hal ini menyebabkan tidak adanya ruang atau terjadinya kompetisi
yang tinggi pada stasiun lain, sehingga ikan ini banyak di temukan di stasiun ini.
Ikan julung-julung merupakan ikan yang hidupnya berkelompok di air tawar dan
berada di permukaan air. Ikan julung-julung termasuk ikan herbivor yang
memakan algae, partikel-partikel kecil vegetasi lain yang besarnya disesuaikan
bukaan mulutnya (Kottelat et al. 1993). Perbedaan jumlah ikan yang didapat antar
stasiun diduga disebabkan adanya penyebaran ikan (Rachman et al. 2012).
Berdasarkan Nurningsih (2003), menyatakan bahwa penyebaran ikan dipengaruhi
baik oleh lingkungan, faktor penyebaran dan sumber makanan. Distribusi
komposisi ikan di perairan danau atau waduk berfluktuasi mengikuti tempat
(spasial) dan waktu (temporal). Pola fluktuasi ini salah satunya diakibatkan
adanya tekanan ekologis pada komunitas ikan (Britton 2010).
Berdasarkan informasi yang didapat, selain menggunakan jaring insang alat
tangkap yang digunakan warga untuk menangkap ikan di Waduk Penjalin adalah
dengan mengunakan jala tebar, bubu dan pancingan. Hal lain yang
memungkinkan menyebabkan tangkapan ikan indigenous sedikit adalah adanya
penggunaan alat tangkap yang kurang tepat. Ikan-ikan yang sering didapat
pemancing adalah mujaer, gurame, gabus, mas, betutu, tawes, cakul, sepat, nila,
ceba, louhan dengan ukuran yang beragam. Ikan-ikan tersebut justru sebagian
besar tidak tertangkap atau tertangkap dengan jumlah yang sedikit pada saat
penelitian.
Sedangkan berdasarkan persentase tangkapan menggunakan perhitungan
kelimpahan relatif ikan antar spesies diketahui bahwa persentase total tangkapan
ikan indigenous adalah 21% dan ikan introduksi adalah 79%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa adanya dominansi ikan introduksi yang tedapat di Waduk

12
Penjalin dibanding spesies indigenous. Kehadiran ikan introduksi di suatu
perairan dapat mempengaruhi sistem perairan air tawar pada tingkat individu,
populasi ekosistem bahkan ekosistem. Adanya ikan introduksi akan berdampak
pada penurunan kelimpahan ikan asli atau spesises indigenous (Elvira 1995;
Simon and Townsend 2003).
Komposisi hasil tangkapan menunjukkan bahwa dari total 10 jenis spesies
ikan tersebut, ikan manila gift memiliki persentase tinggi. Persentase ikan manila
gift sebesar 39% dari persentase ikan lainnya dan merupakan jenis ikan yang
dominan tertangkap pada setiap ukuran dan tiap waktu sampling. Persentase ikan
introduksi yang tinggi juga ditunjukkan oleh kehadiran ikan nila sebanyak 21%.
Tingginya persentase keberadaan ikan nila juga bisa disebabkan keberhasilan
penebaran benih ikan yang dilakukan oleh dinas perikanan pada tahun 2006 dan
2007. Menurut Offen et al. 2009, adanya dominansi chilchidae seperti nila dan
manila gift akan menyebabkan tekanan pada keberadaan ikan lainnya, seperti
yang terjadi di Danau Victoria. Ikan introduksi yang didapat menunjukkan adanya
distribusi ukuran dari kecil hingga besar dari jenis ikan tersebut. Distribusi ukuran
tersebut juga membuktikan bahwa ikan tersebut mampu bereproduksi dengan baik
serta merupakan introduksi yang sukses.
Persentase hasil tangkapan ikan indigenous sebesar 21% terdiri dari uceng
(10%), julung-julung (8%), wader padi (1%), beunteur (1%), sepat (0.5%) dan
gurame (0.5%). Hasil tangkapan ikan indigenous tersebut menunjukkan
rendahnya nilai persentase tangkapan. Berdasarkan panjang total dan berat tubuh
antar ikan relatif bervariasi, namun ikan dengan persentase tinggi cenderung
didominansi oleh ukuran ikan indigenous yang relatif kecil. Sedangkan komposisi
hasil tangkapan ikan introduksi seperti betutu dan nila yang terdapat di Waduk
Penjalin mempunyai ukuran yang relatif besar. Hal ini menunjukkan bahwa
manila gift merupakan ikan yang telah menginvasi perairan Waduk Penjalin.
Spesies introduksi yang sukses umumnya akan menggeser keberadaan ikan-ikan
indigenous pada badan air tersebut menjadi lebih sedikit (Gido et al. 2004).
Tabel 4 Persentase Tangkapan dan Kisaran Panjang Berat Ikan di Waduk Penjalin
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Nama Ikan
Uceng
Ekor Pedang*
Sepat
Wader Padi
Beunteur
Gurame
Julung-julung
Manila gift*
Nila*
Betutu*

Nama Latin
Nemacheilus fasciatus
Xiphophorus helleri
Trichogaster trichopterus
Rasbora lateristriata
Puntius binotatus
Osphronemus goramy
Dermogenys pusilla
Parachromis managuensis
Oreochromis niloticus
Oxyeleotris marmorata

%
Tangkapan
42
10
17
4
1
0.5
4
1
3
1
1
0.5
34
8
162
39
88
21
55
15

PT (mm)
0 – 80
37 - 65
83
71 - 108
50 - 83
185
62 – 68
90 - 198
180 - 330
130 - 205

B
(gram)
3–5
0.6 - 1.2
14.25
4 - 13
4–7
85
0.6 - 1
7 - 228
36 - 524
7 - 214

Ket: * jenis ikan introduksi
Nilai indeks keanekaragaman yang diperoleh adalah 0.14 - 0.43. Indeks
keanekaragaman tinggi yaitu terdapat pada stasiun 4 dan 1 adalah (0.43 dan 0.19),

13
sedangkan pada stasiun 2 dan 3 adalah (0.14). Nilai-nilai tersebut menunjukkan
adanya keanekaragaman yang rendah. Ikan dengan jumlah relatif lebih banyak
adalah ikan uceng dan julung-julung. Sisanya hanya ditemukan 1 sampai 4 ekor
saja tiap spesies. Nilai indeks keanekaragaman tergantung kepada jumlah individu
setiap jenisnya atau jumlah individu setiap jenis ada yang mendominansi.
Berdasarkan perhitungan indeks dominansi ikan indigenous di perairan
Waduk Penjalin adalah 0.67 - 1. Indeks dominansi pada stasiun 2, 3, dan 4 adalah
1.00 sedangkan pada stasiun 1 nilainya adalah 0.67. Dominansi yang tinggi terjadi
pada spesies ikan indigenous seperti uceng dan julung-julung dibanding dengan
spesies indigenous lainnya (Tabel 4). Nilai tersebut menunjukkan adanya
dominansi dan struktur komunitas ikan dalam keadaan labil. Kesimpulan ini juga
didukung dengan nilai indeks dominansi yang terdapat di Waduk Ir. H. Djuanda
yang mencapai nilai 0.92 (2009) dan 0.53 (2010). Rendahnya keanekaragaman di
Waduk Ir. H. Djuanda menunjukkan adanya dominansi yang tinggi oleh beberapa
jenis ikan seperti oskar dan golsom (Hedianto and Purnamaningtyas 2011).
Nilai indeks keseragaman ikan indigenous di Waduk Penjalin adalah 00.4
- 0.15. Indeks keseragaman tertinggi adalah pada stasiun 4 dan 2 (0.15 dan 0.09)
sedangkan pada stasiun 3 dan 4 (0.06 dan 0.04). Berdasarkan hal tersebut maka
keseragaman ikan indigenous di Waduk Penjalin memiliki nilai yang kecil dengan
adanya dominansi dari jenis tertentu. Hal tersebut juga dapat dilihat berdasarkan
hasil persentase tangkapan ikan dan nilai indeks dominansi yang didapat, bahwa
nilai dominansi yang tinggi terjadi pada spesies ikan indigenous seperti ikan
uceng dan julung-julung (Table 4). Indeks keanekaragaman, dominansi dan
keseragaman ikan indigenous di Waduk Penjalin disajikan pada Gambar 3
dibawah ini.
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0

Keanekaragaman (H')
Dominansi (C )
Keseragaman (E)

Stasiun 1
0.19
0.67
0.09

Stasiun 2
0.14
1
0.04

Stasiun 3
0.14
1
0.06

Stasiun 4
0.43
1
0.15

Gambar 3 Keanekaragaman, Dominansi dan Keseragaman Ikan Indigenous
di Waduk Penjalin
Kebiasaan Makan Ikan Indigenous di Waduk Penjalin
Ikan uceng (Nemacheilus fasciatus) yang didapat pada saat penelitian
berjumlah 42 ekor dengan ukuran panjang total berkisar antara 50 - 80 mm dan
bobot 3 - 5 gr. Makanan alami ikan uceng terdiri dari beberapa fitoplankton,
insecta, crustacea dan zooplankton. Makanan utama ikan uceng terdiri dari
38.61% crustacea, sedangkan sebagai makanan pelengkap terdiri dari fitoplankton
dari kelas Bacillariophyceae, zooplankton, insecta dan fitoplankton dari kelas

14
Chlorophyceae masing-masing adalah 23.08%, 15.38%, 15.23% dan 7.7%
(Gambar 4). Persentase analisis kebiasaan makan ikan uceng (Nemacheilus
fasciatus) yang terdapat di Waduk Penjalin disajikan pada Gambar 4 di bawah ini.

Gambar 4 Persentase Kebiasaan makan Ikan uceng (Nemacheilus fasciatus)
berdasarkan Genus dan Kelas
Ikan wader padi (Rasbora lateristriata) yang didapat pada saat penelitian
berjumlah 4 ekor dengan ukuran panjang total berkisar antara 71 - 108 mm dan
bobot 4 - 13 gr. Makanan alami ikan wader padi terdiri dari fitoplankton dan
serasah. Makanan utama ikan wader padi adalah 59% fitoplankton dari kelas
Cyanophyceae dan 40% serasah. Sedangkan sebagai makanan tambahan adalah
fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae sebesar 1%. (Gambar 5). Persentase
analisis kebiasaan makan ikan wader padi (Rasbora lateristriata) yang terdapat di
Waduk Penjalin di sajikan pada Gambar 5 di bawah ini.

Gambar 5 Persentase Kebiasaan makan Ikan wader padi (Rasbora lateristriata)
berdasarkan Genus dan Kelas
Ikan beunteur (Puntius binotatus) yang tertangkap pada saat penelitian
berjumlah 3 ekor dengan ukuran panjang total berkisar antara 50 - 83 mm dan
bobot 4 - 7 gr. Makanan alami ikan beunteur terdiri dari beberapa fitoplankton
dan zooplankton. Makanan utama ikan beunteur terdiri dari fitoplankton dari
kelas Bacillariophyceae sebanyak 63.35% dan zooplankton sebanyak 36.12%
sedangkan sebagai makanan tambahan adalah fitoplankton dari kelas
Cyanophyceae sebanyak 0.53% (Gambar 6). Persentase analisis kebiasaan makan
ikan beunteur (Puntius binotatus) yang terdapat di Waduk Penjalin di sajikan
pada Gambar 6 di bawah ini.

15

Gambar 6 Persentase Kebiasaan makan Ikan Beunteur (Puntius binotatus)
berdasarkan Genus dan Kelas
Ikan julung-julung (Dermogenys pusilla) yang didapat pada saat penelitian
berjumlah 34 ekor dengan ukuran panjang total berkisar antara 62 - 68 mm dan
bobot 0.6 - 1 gr. Makanan alaminya terdiri dari beberapa fitoplankton. Makanan
utama ikan julung-julung terdiri dari fitoplankton yang terdiri dari kelas
Bacillariophyceae sebanyak 48.01% dan Cyanophyceae sebanyak 42.14%,
sedangkan sebagai makanan pelengkap adalah fitoplankton dari kelas
Chlorophyceae sebanyak 9.85% (Gambar 7). Persentase analisis kebiasaan makan
ikan julung-julung (Dermogenys pusilla) yang terdapat di Waduk Penjalin
disajikan pada Gambar 7 di bawah ini.

Gambar 7 Persentase Kebiasaan Makan Ikan Julung-julung (Dermogenys pusilla)
berdasarkan Genus dan Kelas
Luas Relung Ikan Indigenous di Waduk Penjalin
Luas relung ikan indigenous di Waduk Penjalin berkisar antara 0.71 - 3.92.
Luas relung tertinggi yaitu pada ikan uceng sebesar 3.92, kemudian selanjutnya
adalah nilai relung ikan wader padi sebesar 1.97, nilai relung ikan beunteur
sebesar 1.88, dan nilai relung terendah adalah pada ikan julung-julung sebesar
0.71. Menurut Krebs (1989) in Hedianto et al. (2013) menyatakan bahwa tinggi
rendahnya nilai relung makanan menunjukkan tingkat keleluasaan ikan dalam
memanfaatkan makanan alami yang ada. Semakin tinggi nilai luas relung
makanan pada ikan menunjukkan bahwa ikan tersebut akan lebih leluasa dalam
memanfaatkan sumberdaya makanan yang ada (Purnomo and Warsa 2011).

16
Ikan uceng, beunteur, dan wader padi tergolong ikan-ikan yang lebih
leluasa dari jenis ikan indigenous lainnya, karena mampu memanfaatkan beberapa
sumberdaya yang berbeda sebagai makanan utamanya. Sifat selektif ditunjukan
oleh ikan julung-julung karena hanya memanfaatkan salah satu jenis makanan
alami dengan persentase yang tinggi. Ikan yang memanfaatkan berbagai macam
sumberdaya makanan sebagai makanannya maka nilai luas relungnya akan
meningkat, walaupun sumberdaya yang tersedia menurun (Krebs 1989). Menurut
Effendi (1997), bahwa sifat leluasa suatu jenis ikan dalam memanfaatkan
makanan yang ada dapat meningkatkan jumlah populasinya. Berdasarkan hasil
tangkapan ikan indigenous yang tertangkap selama penelitian, cenderung
mendapatkan jumlah yang sedikit dibanding ikan introduksi. Hal ini berarti dalam
ekologi rantai makanan, ikan-ikan indigenous diduga terganggu perkembangan
populasinya. Luas relung ikan indigenous di Waduk Penjalin dapat dilihat
berdasarkan Gambar 8 yang tersaji pada diagram batang di bawah ini.

Luas Relung
5
4
3
2
1
0

3.92

Uceng

1.97

1.88

Wader padi

Beunteur

0.71
Julung-julung

Gambar 8 Luas Relung Ikan Indigenous di Waduk Penjalin
Interaksi Pemanfaatan Makanan Alami Ikan Indigenous di Waduk Penjalin
Analisis terhadap jenis-jenis ikan indigenous di perairan Waduk Penjalin,
menunjukkan bahwa sumberdaya pakan alami yang dimanfaatkan oleh ikan terdiri
atas fitoplankton, zooplankton, insecta, crustacea dan serasah. Berdasarkan jenis
makanan yang dimanfaatkan ikan julung-julung, beunteur dan wader padi
tergolong sebagai planktivor dengan memanfaatkan makanan berupa fitoplankton
yang tinggi sebesar 100%, 63.89% dan 60%. Sedangkan ikan uceng tergolong
sebagai omnivor dengan makanan utamanya adalah crustacea dan fitoplankton
sebesar 38.61% dan 30.77% sedangkan makanan pelengkap terdiri dari
zooplankton dan insecta sebesar 15.38% dan 15.23%.
Berdasarkan analisis dendogram (diagram pohon) terhadap tingkat
kesamaan kebiasaan makanan (tingkat similarity 50%), didapatkan terdapat empat
kelompok (Gambar 9). Pengelompokkan ini menggambarkan pula persaingan
terhadap sumberdaya makanan alami pada setiap kelompok ikan. Kelompok
pertama, kedua dan ketiga adalah kelompok ikan planktivor yang cenderung
herbivor terdiri atas ikan julung-julung, beunteur dan wader padi sedangkan
kelompok keempat adalah ikan omnivor yaitu ikan uceng.

17
Kebiasaan Makan

Similarity

30.63

53.75

76.88

100.00
Uceng

Wader Padi
Benteur
Observations

Julung-julung

Gambar 9 Dendogram Interaksi Pemanfaatan Makanan Alami Ikan
Indigenous di Waduk Penjalin
Menurut Nikolsky (1963) bahwa ikan dapat dibedakan dalam tiga kategori
berdasarkan urutan makanan. Tiga kategori tersebut yakni makanan utama adalah
kelompok makanan mempunyai Indeks Preponderan (IP) lebih besar dari 25%,
makanan pelengkap adalah kelompok makanan yang mempunyai IP berkisar
antara 5 - 25%, dan makanan tambahan adalah kelompok makanan yang
mempunyai IP kurang dari 5%. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa
ikan-ikan indigenous yang tertangkap selama penelitian yakni:
1. Ikan uceng berdasarkan IP, maka makanan utamanya adalah crustacea
(38.61%), sedangkan makanan pelengkap berupa fitoplankton dari kelas
Bacillariophyceae (23.08%), zooplankton (15.38%), insecta (15.23%), dan
fitoplankton dari kelas Chlorophyceae (7.7%).
2. Ikan wader padi berdasarkan IP, maka makanan utamanya adalah
fitoplankton dari kelas Cyanophyceae (59%) dan serasah (40%),
sedangkan sebagai makanan tambahan adalah fitoplankton dari kelas
Bacillariophyceae (1%).
3. Ikan beunteur berdasarkan IP makanan utamanya adalah fitoplankton dari
kelas Bacillariophyceae (63.35%) dan zooplankton (36.12%), sedangkan
makanan tambahan adalah fitoplankton dari kelas Cyanophyceae (0.53%).
4. Ikan julung-julung berdasarkan IP makanan utamanya adalah fitoplankton
dari kelas Bacillariophyceae (48.01%) dan fitoplankton dari kelas
Cyanophyceae (42.14%) sedangkan makanan tambahan adalah
fitoplankton dari kelas Chlorophyceae (9.85%).
Kelimpahan Plankton
Plankton yang teramati pada saat penelitian di Waduk Penjalin yaitu
sebanyak 48 jenis fitoplankton. Fitoplankton yang ditemukan terdiri dari lima
kelas yaitu: Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Cyanophyceae, Dinophyceae dan
Euglenophyceae. Kelas Bacillariophyceae (20 jenis), Chlorophyceae (17 jenis),
Cyanophyceae (6 jenis), Dinophyceae (2 jenis) dan Euglenophyceae (3 jenis).

18
Jenis fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae yang ditemukan terdiri dari
dua puluh jenis fitoplankton yakni: Navicula sp., Gyrosigma sp., Melosira sp.,
Rhizoselenia sp., Amphiprora sp., Nitzschia sp., Synedra sp., Diatoma sp.,
Coscinodiscus sp., Asterionella sp., Surirella sp., Pleurosigma sp., Frustulia sp.,
Stephanodiscus sp., Tabellaria sp., dan Cocconeis sp., Cyclotella
sp.,Campylodiscus sp., Fragilaria sp., dan Pinnularia sp. Jenis fitoplankton yang
jumlahnya banyak ditemukan dari kelas Bacillariophyceae adalah Navicula sp.,
Melosira sp, Asterionella sp, dan Diatoma sp.
Jenis fitoplankton dari kelas Chlorophyceae yang ditemukan terdiri dari
tujuh belas jenis fitoplankton yakni: Scenedesmus sp., Crucigenia sp. Mougeotia
sp., Botryoccoccus sp., Zygnema sp., Cosmarium sp., Microspora sp., Pediastrum
sp., Closterium sp., Ankistrodesmus sp., Staurastrum sp., Selenastrum sp.,
Cladophora sp., Spirogyra sp., Tetraedron sp., Micrasterias sp., Volvox sp. Jenis
fitoplankton yang banyak ditemukan dari kelas Chlorophyceae adalah
Scenedesmus sp., Zygnema sp., Microspora sp., dan Pediastrum sp.
Jenis fitoplankton dari kelas Cyanophyceae yang ditemukan terdiri dari
enam jenis fitoplankton yakni: Mycrocystis sp., Oscillatoria sp., Colosphaerium
sp., Anabaena sp., Aphanizomenon sp., dan Merismopedia sp. Jenis fitoplankton
yang banyak ditemukan dari kelas Cyanophyceae adalah Oscillatoria sp.,
Colosphaerium sp. Jenis fitoplankton dari kelas Dinophyceae yang ditemukan
terdiri dari dua jenis fitoplankton yakni Peridinium sp dan Ceratium sp.
Sedangkan jenis fitoplankton yang banyak ditemukan dari kelas Dinophyceae
adalah Peridinium sp. Jenis fitoplankton dari kelas Euglenophyceae yang
ditemukan terdiri dari tiga jenis yakni Euglena sp., Phacus sp., dan
Trachelomonas sp. Jenis fitoplankton dari kelas Euglenophyceae yang banyak
ditemukan adalah Phacus sp. (Lampiran 8).
Berdasarkan Tabel 4 dapat terlihat bahwa rata-rata kelimpahan
fitoplankton di perairan Waduk Penjalin berkisar 6.3 5-7.5 5 sel/L. Kelimpahan
fitoplankton tertinggi pada stasiun 1 adalah 7.15 sel/L, kelimpahan selanjutnya
adalah pada stasiun 3 adalah 7.1 5, pada stasiun 2 adalah 6.4 5 dan pada stasiun 4
adalah 6.3 5. Kelimpahan fitoplankton selama penelitian bulan Maret, April dan
Mei berfluktuasi tiap bulannya.
Tabel 5 Kelimpahan Fitoplankton pada tiap Stasiun Penelitian di Waduk Penjalin
Kelimpahan (Sel/L)
Stasiun

Sampling 1

Sampling 2

Sampling 3

Jumlah

Rata-rata

Stasiun 1

80.256

1.458.057

738.208

2.276.521

758.840 (7.5 5)

Stasiun 2

331.512

990.280

626.875

1.948.667

649.555 (6.4 5)

Stasiun 3

322.848

880.828

924.766

2.128.442

709.480 ( 7.1 5)

Stasiun 4

410.856

714.044

781.337

1.906.237

635.412 (6.3 5)

Adanya perbedaan kelimpahan pada saat penelitian dapat terjadi
berhubungan dengan sinar matahari yang dimanfaatkan fitoplankton dan kondisi
lingkungannya. Kelimpahan fitoplankton tertinggi ada pada bulan April, hal ini
diduga karena keadaan cuaca cerah sehingga perairan kondisinya relatif stabil dan

19
mendukung bagi perkembangan fitoplankton. Kondisi perairan pada saat
penelitian bulan April ini lebih mendukung untuk pertumbuhan fitoplankton.
Kelimpahan tertinggi juga terdapat pada stasiun 1 dan 3. Hal tersebut diduga
berkaitan dengan area pada stasiun pengamatan dimana pada stasiun 1 terdapat
masukan aliran sungai sedangkan pada stasiun 3 merupakan daerah dekat
pemukiman penduduk. Tingginya kelimpahan tersebut dimungkinkan adanya
limpasan yang berasal dari aliran sungai atau kegiatan penduduk yang membuang
sampah atau limbah dan terbawa bersama aliran air hujan ke dalam perairan. Hal
tersebut dapat menyebabkan terjadinya perbedaan komposisi fitoplankton dari tiap
stasiun pengamatan. Hal tersebut juga didukung pernyataan Effendi (2003) yang
menyatakan sumber fosfat sebagai unsur hara dapat berasal dari dekomposisi
bahan organik (limbah industri dome