Upaya Pengendalian Ikan Manila (Parachromis Managuensis) Menggunakan Alat Tangkap Jaring Insang Di Waduk Penjalin Kabupaten Brebes

UPAYA PENGENDALIAN IKAN MANILA
(Parachromis managuensis) MENGGUNAKAN ALAT
TANGKAP JARING INSANG DI WADUK PENJALIN
KABUPATEN BREBES

IYAT HAMIYATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Upaya Pengendalian Ikan
Manila (Parachromis managuensis) Menggunakan Alat Tangkap Jaring Insang di
Waduk Penjalin Kabupaten Brebes adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Iyat Hamiyati
NIM C251130161

RINGKASAN
IYAT HAMIYATI. Upaya Pengendalian Ikan Manila (Parachromis
managuensis) Menggunakan Alat Tangkap Jaring Insang di Waduk Penjalin
Kabupaten Brebes. Dibimbing oleh DJAMAR T.F. LUMBAN BATU dan
YONVITNER.
Waduk Penjalin memiliki luas 1,25 km 2 dengan volume air 9,5 juta m3,
terletak di tengah-tengah Desa Winduaji, 2,4 km arah selatan ibu kota Kecamatan
Paguyangan. Waduk Penjalin dikelilingi oleh pedukuhan Mungguhan, Keser
Kulon, Kali Garung, Kedung Agung, Soka, Karangsempu, Pecikalan, dan
Karangnangka. Terdapat beberapa jenis ikan yang ditemukan di Waduk Penjalin,
namun komposisi spesiesnya mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Adanya
penurunan komposisi spesies dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti
masuknya spesies invasif ikan Manila (Parachromis managuensis).
Ikan Manila merupakan ikan yang dominan tertangkap di Waduk Penjalin.

Ikan ini pertama kali ditemukan pada tahun 2013 di Waduk Penjalin. Keberadaan
ikan Manila dikhawatirkan akan mengancam keberadaan spesies ikan lainnya,
sehingga diperlukan upaya untuk melakukan pengendalian terhadap populasi ikan
ini. Upaya pengendalian yang dianggap ramah lingkungan yaitu menggunakan
teknik penangkapan. Penelitian ini menggunakan jaring insang dengan ukuran
mata jaring yang berbeda. Selain itu, diperlukan informasi tentang aspek biologi
reproduksi ikan Manila sebagai dasar pengelolaan sumberdaya ikan di Waduk
Penjalin.
Jumlah ikan yang tertangkap selama penelitian sebanyak 461 ekor yang
terdiri dari 6 spesies dan didominasi oleh ikan introduksi. Ikan Manila yang
tertangkap berjumlah 217 ekor dan diikuti oleh ikan Nila (Oreochromis niloticus),
Betutu (Oxyeleotris marmorata), Lele Lokal (Clarias batrachus L.), Nila Lokal
(Oreochromis mossambicus), dan Sepat (Trichogaster trichopterus Pall.).
Berdasarkan aspek biologi reproduksi, ikan Manila memiliki pola pertumbuhan
allometrik positif, pola pemijahan partial spawner, fekunditas yang tinggi ratarata 6804 telur/ekor, dan ikan jantan lebih cepat matang gonad dibandingkan ikan
betina dengan ukuran pertama kali jantan matang gonad 13.18 cm dan ikan betina
14.18 cm.
Berdasarkan analisis selektivitas jaring insang, diketahui faktor selektivitas
kombinasi dua ukuran mata jaring 2.54 dan 3.81 cm, 3.81 dan 5.08, dan 5.08 dan
6.35 cm secara berturut-turut adalah 3.95, 3.38, dan 3.25. Penggunaan kombinasi

ukuran mata jaring 3.81 dan 5.08 akan efektif untuk mengurangi populasi ikan
Manila karena banyak menangkap ikan pada ukuran yang sedang matang gonad.
Kata kunci: Parachromis managuensis, Selektivitas jaring insang, Waduk
Penjalin

SUMMARY
IYAT HAMIYATI. Management of Jaguar Guapote (Parachromis managuensis)
Using Gillnets in Penjalin Reservoir, Brebes. Supervised by DJAMAR T.F.
LUMBAN BATU and YONVITNER.
Penjalin reservoir has 1.25 km2 in area and 9.5 million m3 in volume. It is
located in the middle of the Winduaji village, and 2.4 km southern from
Paguyangan. Penjalin reservoir surrounded by hamlets named Mungguhan, Keser
Kulon, Kali Garung, Kedung Agung, Soka, Karangsempu, Pecikalan, and
Karangnangka. There are several types of fish existed in Penjalin reservoirs, but
the composition of species has decreased from year to year. The decline of species
composition can be caused by several factors, such as the invation of Jaguar
Guapote (Parachromis managuensis)
Jaguar Guapote is a dominant fish caught in the Penjalin reservoir. It was
first discoverd in 2013. The existence of Jaguar Guapote could threat the existence
of other fishes, so controlling of Jaguar Guapote population is needed. The best

controlling method that considers eco-friendly aspect is fishing technique. This
research use gill nets with different mesh sizes. In addition, information about
Jaguar Guapote biological reproduction aspects as the basis for aquatic resources
management in the Penjalin reservoir is needed.
A number of fishes that caught during the study are 461, which consists six
species, dominated by introduction fish. Jaguar Guapote that caught are 217
followed by Tilapia (Oreochromis niloticus), Marble goby (Oxyeleotris
marmorata), Local catfish (Clarias batrachus L.), Local Tilapia (Oreochromis
mossambicus), and Blue gourami (Trichogaster trichopterus Pall.). Based on
biological reproduction aspects, the growth pattern of Jaguar Guapote is a positive
allometric with partial spawner spawning pattern, high fecundity about 6804
eggs/female, and the male has faster maturity than female which is length at first
maturity 13.18 cm for male and 14.18 cm for female.
Based on gillnets selectivity analysis, selectivity factor combination of two
mesh sizes 2.54 and 3.81 cm, 3.81 and 5.08, and 5.08 and 6.35 cm respectively
3.95, 3.38, and 3.25. The use of mesh size 3.81 and 5.08 combination will be
effective for reducing Jaguar Guapote populations because it will caught fish in
their maturity phase.
Keywords: Parachromis managuensis, Gillnets selectivity, Penjalin reservoir


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

UPAYA PENGENDALIAN IKAN MANILA
(Parachromis managuensis) MENGGUNAKAN ALAT
TANGKAP JARING INSANG DI WADUK PENJALIN
KABUPATEN BREBES

IYAT HAMIYATI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA

Judul Tesis : Upaya pengendalian ikan Manila (Parachromis managuensis)
menggunakan alat tangkap jaring insang di Waduk Penjalin
Kabupaten Brebes
Nama
: Iyat Hamiyati
NIM
: C251130161

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Prof. Dr. Ir. Djamar T.F. Lumban Batu, M.Agr
Ketua

Dr. Yonvitner, S.Pi, M.Si
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Agr

Tanggal ujian :


Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah
Pengelolaan spesies introduksi, dengan judul Upaya Pengendalian Ikan Manila
(Parachromis managuensis) Menggunakan Alat Tangkap Jaring Insang di Waduk
Penjalin Kabupaten Brebes.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Djamar T. F.
Lumban Batu, M.Agr dan Bapak Dr. Yonvitner, S.Pi, M.Si selaku pembimbing,
serta penguji yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Tim Waduk Penjalin (Elinah, Ibu Waisah dan keluarga,
Bapak Rowi sekeluarga, Ina Marwantina, Cuncun Sunandar, Asep, Fidelis
Permana Sari dan keluarga) yang telah membantu dalam pengumpulan data di
lapangan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

Iyat Hamiyati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan dan Manfaat Penelitian


1
1
2
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi dan Morfologi Ikan Manila (Parachromis managuensis,
Gunther.1867)

3
3

3 WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN
Waktu Penelitian
Lokasi Penelitian

4
4
5


4 BAHAN DAN METODE
Bahan
Metode Penelitian

6
6
6

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi Ikan di Waduk Penjalin
Aspek Biologi Ikan Manila dan Kondisi Fisika dan Kimia Perairan
Selektivitas Jaring Insang
Ukuran Pertama Kali Matang Gonad (Lm)
Ukuran Pertama Kali Tertangkap
Aspek Pengelolaan

11
11
14
19
22
23
25

SIMPULAN

26

SARAN

26

DAFTAR PUSTAKA

27

LAMPIRAN

30

RIWAYAT HIDUP

43

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Lokasi Penelitian
Tingkat kematangan gonad
Analisis parameter kualitas air
Baku mutu kualitas air
Komposisi ikan yang tertangkap antar stasiun di Waduk Penjalin
tahun 2015
Selang kelas panjang ikan Manila betina dan jantan
Selang kelas bobot ikan Manila betina dan jantan
Aspek reproduksi ikan Manila
Ukuran pertama kali ikan Manila jantan dan betina matang gonad
Parameter fisika dan kimia perairan di Waduk Penjalin
Distribusi frekuensi panjang ikan Manila berdasarkan ukuran mata jaring
Konstanta regresi dan parameter selektivitas jaring insang ikan Manila
Nilai Lm dan Lc pada kombinasi ukuran mata jaring yang berbeda

5
7
10
11
13
14
14
15
17
18
19
22
24

DAFTAR GAMBAR
1 Skema perumusan upaya pengendalian ikan Manila menggunakan alat
tangkap jaring insang
2 Ikan Manila (Parachromis managuensis)
3 Lokasi Penelitian
4 Spesifikasi jaring insang yang digunakan selama penelitian
5 Persentase jumlah ikan tahun 2010,2013, dan 2015
6 Hubungan panjang dan bobot Manila di Waduk Penjalin
7 Tingkat kematangan gonad Manila betina dan jantan
8 Distribusi sebaran diameter telur ikan Manila
9 Proporsi ikan Manila jantan yang telah matang gonad
10 Proporsi ikan Manila betina yang telah matang gonad
11 Kurva selektivitas ikan Manila pada kombinasi ukuran mata jaring
A.( (2.54 & 3.81 cm), B. (3.81 & 5.08 cm) dan C. (5.08 & 6.35 cm)
12 Kurva selektivitas jaring insang ikan Manila
13 Ukuran pertama kali dan persentase matang gonad ikan Manila pada
kombinasi ukuran mata jaring A. (2.54 & 3.81 cm), B. (3.81 & 5.08 cm)
dan C. (5.08 & 6.35 cm)
14 Ukuran pertama kali Manila tertangkap pada kombinasi ukuran mata
jaring A. (2.54 & 3.81 cm), B. (3.81 & 5.08 cm) dan C. (5.08 & 6.35
cm)

3
4
5
9
12
15
16
16
17
18
20
21
23
24

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Foto lokasi penelitian
Komposisi ikan pada tahun 2011-2015 di Waduk Penjalin
Data ikan Manila yang matang gonad
Analisis regresi pola pertumbuhan ikan Manila
Perhitungan indeks kematangan gonad ikan Manila

30
31
32
33
34

6 Analisis sebaran diameter telur ikan Manila
34
7 Perhitungan ukuran pertama kali matang gonad ikan Manila betina dan
jantan
35
8 Perhitungan ukuran pertama kali matang gonad ikan Manila betina dan
jantan sebanyak 50%
36
9 Perhitungan kombinasi dua ukuran mata jaring yang berbeda
37
10 Perhitungan ukuran pertama kali tertangkap (Lc)
40

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Penurunan keanekaragaman spesies di suatu badan perairan salah satunya
disebabkan oleh introduksi spesies asing pada badan perairan. Menurut Reid &
Miller (1989) kepunahan ikan air tawar sebagian besar disebabkan perubahan atau
lenyapnya habitat (35%), introduksi ikan asing (30%), dan eksploitasi yang
berlebihan (4%). Menurunnya keanekaragaman hayati (hilangnya spesies dan
menurunnya keanekaragaman genetik) merupakan suatu proses alami, tetapi saat
ini tingkat penurunannya jauh lebih tinggi dari yang disebabkan oleh proses alami
(Daga & Gubiani 2012). Beberapa faktor penyebab menurunnya keanekaragaman
hayati telah diidentifikasi, salah satu penyebabnya adalah masuknya spesies
introduksi yang menjadi invasif ke dalam badan perairan (Daga & Gubiani 2012).
Spesies invasif dapat menyebabkan perubahan komposisi komunitas spesies asli
melalui predasi pada berbagai spesies mangsa, termasuk telur, induk dan benih
ikan (Mittelbach 1988). Beberapa penulis menyatakan efek negatif dari spesies
introduksi terhadap keanekaragaman hayati dikarenakan adanya predasi,
kompetisi, hibridisasi, modifikasi habitat, dan penularan penyakit (Daga &
Gubiani 2012). Menurut Biber-Klemm (1995) menurunnya keragaman spesies
ikan air tawar salah satunya disebabkan oleh introduksi spesies asing secara tidak
hati-hati. Kejadian ini dikhawatirkan akan terjadi di Waduk Penjalin.
Waduk Penjalin memiliki luas 1,25 km 2 dengan volume air 9,5 juta m3,
terletak di tengah-tengah Desa Winduaji, 2,4 km arah selatan ibu kota Kecamatan
Paguyangan. Waduk Penjalin dikelilingi oleh pedukuhan Mungguhan, Keser
Kulon, Kali Garung, Kedung Agung, Soka, Karangsempu, Pecikalan, dan
Karangnangka (Rukayah & Wibowo 2011). Fungsi utama Waduk Penjalin adalah
untuk menambah debit air sungai di sekitar waduk ketika musim kemarau panjang,
sehingga tanah-tanah pertanian yang ada di sekitar Kabupaten Brebes dapat dialiri
air secara teratur.
Jumlah ikan di Waduk Penjalin dari tahun ke tahun mengalami penurunan,
hal ini dapat dilihat dari jumlah ikan dan jumlah spesies yang tertangkap pada
tahun 2011. Penelitian yang dilakukan oleh Rukayah dan Wibowo (2011) di
Waduk Penjalin terdapat 27 spesies yang tertangkap dan didominasi oleh ikan
Nila. Sedangkan pada tahun 2013, ikan yang tertangkap berjumlah 6 spesies, yaitu
ikan Manila (Parchromis managuensis), Betutu (Oxyeleotris marmorata), Nila
(Oreochromis niloticus), Nilem (Osteochilus vittatus), Tawes (Barbonymus
gonionotus), dan Beunteur (Puntius binotatus), masing-masing berjumlah 45 ekor,
19 ekor, 1 ekor, 1 ekor, 5 ekor dan didominasi oleh ikan Manila sebanyak 129
ekor (Hedianto et al. 2013). Kehadiran ikan Manila yang dominan di Waduk
Penjalin dikhawatirkan memiliki dampak negatif terhadap organisme lain
terutama ikan asli.
Terdapat 87 jenis ikan Indonesia yang statusnya terancam punah, menurut
“The IUCN 2003 Redlist of Threatened Species” (IUCN 2003), 57 spesies
diantaranya merupakan ikan air tawar (Wargasasmita 2005). Sekitar 19 spesies
ikan telah diintroduksi dari luar negeri ke perairan Indonesia (Froese dan Nauly
2004 in Wargasasmita 2005). Salah satunya, ikan Mujair (Oreochromis niloticus)

2

yang diintroduksi pada tahun 1951 yang menyebabkan punahnya ikan endemik
seperti ikan Moncong bebek (Adrianichthys kryuti) dan Xenopoecilus poptae dari
danau Poso, serta X. sarasinorum dari danau Lindu (Whitten et al. 1987).
Meningkatnya kepunahan spesies asli ikan air tawar adalah masalah yang sangat
mengkhawatirkan diseluruh dunia (Daga & Gubiani 2012), salah satu
penyebabnya adalah masuknya spesies introduksi yang populasinya menjadi
invasif ke dalam badan perairan. Untuk mengontrol peningkatan populasi ikan
Manila di Waduk Penjalin perlu dilakukan pengendalian. Analisis selektivitas alat
tangkap merupakan salah satu dasar dalam pengelolaan spesies invasif di perairan
tawar (Giannetto et al. 2014). Jaring insang merupakan alat tangkap pasif yang
biasa digunakan di perairan dangkal, seperti daerah pesisir, waduk dan danau
(Albert 2004).
Upaya pengendalian spesies invasif dapat dilakukan melalui pengendalian
habitat melalui pemantauan kondisi fisika dan kimia perairan. Selain itu,
pengendalian dapat dilakukan melalui pengendalian produksi dengan predasi,
kompetisi dan fekunditas yang tinggi. Upaya pengendalian lainnya yaitu
menggunakan teknik penangkapan melalui modifikasi alat tangkap jaring insang
dengan ukuran mata jaring yang berbeda. Modifikasi alat tangkap jaring insang
diharapkan mampu mengendalikan kelimpahan dan indukan ikan Manila,
sehingga populasinya di Waduk Penjalin berkurang. Jaring insang merupakan
salah satu alat tangkap yang efektif untuk menangkap ikan yang berukuran besar
(National Federation of Inland Water Fisheries Cooperatives 1991). Oleh karena
itu, penelitian ini menggunakan jaring insang untuk menekan laju pertumbuhan
ikan Manila yang ada di Waduk Penjalin. Ukuran mata jaring yang bervariasi
perlu dikaji untuk mendapatkan ukuran yang sesuai untuk ikan target, dalam
upaya pengendalian populasi ikan Manila di Waduk Penjalin. Selain itu,
diperlukan informasi tentang aspek biologi reproduksi ikan Manila dalam upaya
melakukan pengelolaan sumberdaya ikan yang ada di Waduk Penjalin.

Perumusan Masalah
Keberadaan spesies invasif yang melimpah di suatu perairan memiliki
dampak negatif secara ekologi terutama terhadap kelangsungan spesies asli di
perairan. Spesies invasif seperti ikan Manila banyak ditemukan di Waduk Penjalin,
hal ini menyebabkan kekhawatiran hilangnya spesies asli di waduk tersebut.
Karakteristik dari ikan Manila yang diketahui sebagai predator dan sangat agresif
dapat mengancam keanekaragaman hayati yang ada di Waduk Penjalin. Oleh
karena itu, perlu dilakukan upaya untuk menekan laju peningkatan populasi ikan
Manila dengan penggunaan alat tangkap yang selektif khususnya untuk
menangkap ikan siap pijah sebagai dasar perumusan masalah untuk menghasilkan
suatu upaya pengendalian ikan Manila yang ada di Waduk Penjalin, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 1 berikut.

3

Kendali Habitat
 Kondisi
fisika
dan
kimia
perairan

Spesies invasif
ikan Manila

Populasi ikan
Manila dapat
dikendalikan

Kendali Produksi
 Predasi
 Kompetisi
 Fekunditas yang
tinggi
Kendali
Penangkapan
 Tingkat
pemanfaatan

Modifikasi
alat tangkap

 Pengendalian
kelimpahan
 Pengendalian
indukan

Gambar 1 Skema perumusan masalah upaya pengendalian ikan Manila
menggunakan alat tangkap jaring insang

Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengendalikan populasi ikan Manila yang
ditangkap menggunakan modifikasi jaring insang dengan ukuran mata jaring yang
mampu menangkap ikan Manila pada ukuran target yang diinginkan. Manfaat
penelitian ini adalah sebagai informasi dasar untuk melakukan upaya pengelolaan
populasi ikan Manila di Waduk Penjalin Kabupaten Brebes.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi dan Morfologi Ikan Manila (Parachromis managuensis,
Gunther 1867)
Secara umum, bentuk tubuh ikan Manila memanjang dan ramping, mulut
berbentuk oblique, bagian tepi belakang terdapat garis yang memanjang sampai ke
bawah tepi anterior di bagian matanya, memiliki titik berwarna merah lembayur
(merah keungu-unguan) dan hitam pada tubuh dan siripnya, terdapat garis hitam
tepat sepanjang tubuhnya, memiliki warna hijau pada bagian punggung (dorsal)
dan warna kuning pada bagian perut (ventral), dan selaput di tepian matanya
berwarna merah. Sirip punggungnya memiliki 17-18 jari-jari keras dan 10-11 jarijari lunak dan pada bagian sirip anal terdapat 6-8 jari-jari keras dan 11-12 jari-jari
lunak (Gambar 2). Ikan Manila hidup pada habitat air tawar yang cenderung keruh,
dasar perairan berupa lumpur dan memiliki tingkat eutrofikasi yang tinggi
(Kullander 2003).

4

Klasifikasi ikan Manila menurut Gunther (1867) in Agasen et al. (2006)
Filum: Chordata
Subfilum: Vertebrata
Kelas: Actinopterygii
Subkelas: Neopterygii
Ordo: Perciformes
Subordo: Labroidei
Family: Cichlidae
Genus: Parachomis (Agassiz 1859)
Species:Parachomis managuensis
(Gunther 1867)

Gambar 2 Ikan Manila (Parachromis managuensis)
Ikan Manila merupakan ikan asli dari Amerika Tengah dan telah
diperkenalkan ke berbagai negara sebagai ikan aduan dan sangat popular
dikalangan aquaris. Selain itu, ikan Manila dikenal sebagai predator yang
memakan ikan kecil dan sangat agresif. Sebagai contoh, ketika ikan Manila
diintroduksi ke perairan Mexico menyebabkan malapetaka di antara populasi ikan
asli dan dianggap sebagai potensi hama (Agasen et al. 2006). Ikan ini merupakan
hasil introduksi yang tidak disengaja (unintentional introductions) dengan
karakteristik toleransi yang tinggi terhadap suhu (berkisar antara 25 - 36 °C),
berada pada kedalaman 3 - 10 meter dan pH (berkisar antara 7 - 8.7) (Rosana et al.
2006).

3 WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN
Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama tiga bulan, mulai Maret-Mei 2015.
Pengambilan sampel dilakukan setiap seminggu satu kali dengan total
pengambilan sampel sebanyak 12 kali.

5

Lokasi Penelitian
Waduk Penjalin memiliki luas 1,25 km 2 dengan volume air 9,5 juta m3,
terletak di tengah-tengah Desa Winduaji, 2,4 km arah selatan ibu kota Kecamatan
Paguyangan. Waduk Penjalin dikelilingi oleh pedukuhan Mungguhan, Keser
Kulon, Kali Garung, Kedung Agung, Soka, Karangsempu, Pecikalan, dan
Karangnangka (Rukayah & Wibowo 2011). Fungsi utama Waduk Penjalin adalah
untuk menambah debit air sungai di sekitar Waduk ketika musim kemarau
panjang, sehingga tanah-tanah pertanian yang ada di sekitar Kabupaten Brebes
dapat diairi secara teratur. Selain itu, Waduk Penjalin juga berfungsi sebagai
tempat rekreasi, dan juga dimanfaatkan sebagai usaha perikanan tawar dengan
sistem Keramba Jaring Apung (KJA) oleh penduduk di sekitarnya. Penelitian
dilakukan di empat titik , yaitu daerah inlet (1 dan 2), tengah (3) dan outlet Waduk
(4) seperti pada foto dalam Lampiran 1. Daerah inlet (1) mendapat masukan air
dari sungai-sungai kecil dan terdapat tumbuhan air serta dekat dengan rumah
warga. Inlet (2) merupakan daerah yang banyak terdapat tumbuhan airnya dan
mendapat masukan air dari sungai Penjalin yang merupakan masukan air terbesar
di Waduk Penjalin. Bagian tengah (3) merupakan daerah yang sedikit tumbuhan
airnya. Lokasi (4) merupakan daerah oulet yang tidak terlalu banyak tumbuhan
airnya dan dekat dengan area pemancingan, seperti tertera pada Gambar 3
dibawah ini:
Tabel 1 Lokasi Penelitian
Stasiun
I
II
III
IV

Koordinat
S 7◦19'40.4904"
E 109◦2'59.9604
S 7◦20'0.78"
E 109◦2'50.8524
S 7◦19'42.978"
E 109◦3'1.7568
S 7◦19'33.1716"
E 109◦3'9.6264

Keterangan
Daerah inlet Waduk Penjalin
Daerah inlet Waduk Penjalin
Daerah Tengah Waduk Penjalin
Daerah outlet Waduk penjalin

Gambar 3 Lokasi Penelitian (Waduk Penjalin-Brebes)

6

4 BAHAN DAN METODE
BAHAN
Bahan Penelitian
Ikan yang digunakan sebagai bahan penelitian ditangkap menggunakan
jaring insang dengan mesh size (2.54, 3.81, 5.08, dan 6.35 cm) yang dilakukan
pada bulan Maret-Mei 2015 dengan waktu sampling satu minggu sekali atau 12
kali sampling. Jaring ditebar pada malam hari, kemudian diangkat pada pagi hari.
Ikan yang tertangkap dipisahkan berdasarkan mesh size dan stasiun. Dilakukan
penimbangan bobot ikan dengan timbangan (ketelitian 1 gr) dan pengukuran
panjang total ikan dengan penggaris (ketelitian 0.1 mm) (Anderson & Neumann
1996 in Giannetto et al. 2014), kemudian dicatat jumlah ikan, hasil penimbangan
dan pengukuran ikan. Selanjutnya dilakukan identifikasi ikan berdasarkan Kotellat
et al. (1993) dan dilakukan pengamatan aspek biologi ikan di laboratorium.
Pengukuran kualitas air mencakup parameter fisika dan kimia perairan. Parameter
in situ meliputi temperatur, pH, kedalaman, dan kandungan oksigen terlarut air
Waduk. Adapun parameter ek situ terdiri dari Biological Oxygen Demand (BOD).
Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan mengacu pada metode baku
APHA (2012).
METODE PENELITIAN
Analisis Biologi Ikan Manila
1 Pola Pertumbuhan
Analisis pola pertumbuhan panjang dan bobot bertujuan untuk mengetahui
pola pertumbuhan ikan di perairan. Rumus yang digunakan untuk mencari
hubungan antara panjang dan bobot adalah sebagai berikut (Effendie 1997).

dimana W merupakan bobot ikan (gr), L merupakan panjang ikan (mm),
sedangkan a dan b merupakan konstanta.
Pendekatan regresi digunakan untuk melihat hubungan kedua parameter
tersebut. Nilai b digunakan untuk menduga pola pertumbuhan kedua parameter
yang dianalisis. Uji t digunakan untuk menguji nilai „b‟ sama dengan 3 atau tidak
(Steel & Torrie 1981 in Suryanti 2015). Jika nilai b lebih besar dari 3 berarti
pertambahan panjang ikan tidak secepat pertambahan bobot atau disebut pola
pertumbuhan allometrik positif., sedangkan jika nilai b kurang dari 3 berarti
pertambahan panjang ikan lebih cepat dari pertambahan bobot atau disebut pola
pertumbuhan allometrik negatif. Jika nilai b sama dengan 3 berarti pertambahan
panjang sebanding dengan pertambahan bobot dan disebut pola pertumbuhan
isometrik (Sulistiyarto 2012; Sulistiono et al. 2001).

7

2

Tingkat kematangan gonad
Tingkat kematangan gonad diamati secara visual mengikuti skala
kematangan gonad standard (five stage maturity scale for partial spawners) yang
mengacu pada Holden & Raitt (1974) seperti disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Tingkat kematangan gonad
TKG
Status
Keterangan
I
Belum matang Ovari dan testes kira-kira 1/3 panjang rongga
badan. Ovari berwarna kemerah-merahan bening.
Testes berwarna keputih-putihan. Telur tidak
terlihat dengan mata telanjang
II
Perkembangan Ovari dan testes kira-kira ½ panjang rongga badan,
bening atau jernih. Testes keputih-putihan, kurang
lebih simetris. Telur tidak terlihat dengan mata
telanjang
III
Pematangan
Ovari dan testes 2/3 panjang rongga badan. Ovary
berwarna kuning kemerah-merahan dan butiran
telur mulai terlihat. Testes keputih-putihan sampai
krem. Tidak ada telur yang tembus cahaya atau
jernih
IV
Matang
Ovari dan testes 2/3 sampai memenuhi rongga
badan. Ovari berwarna merah jambu/orange
dengan pembuluh darah terlihat jelas di
permukaannya. Terlihat telur yang masak dan
tembus cahaya. Testes keputih-putihan/ krem dan
lembut
V
Mijah salin
Ovari dan testes mengerut kira-kira menjadi ½
rongga badan. Dinding-dinding mengendur. Ovari
dapat mengandung sisa-sisa telur
Sumber: Holden dan Raitt (1974)
3

Indeks Kematangan Gonad (IKG)
Indeks kematangan gonad ditentukan dengan menggunakan rasio antara
bobot gonad dengan bobot tubuh, dengan rumus sebagai berikut (Effendie 1997):
dimana BG merupakan bobot gonad (g), BT merupakan bobot tubuh (g),
dan IKG merupakan indeks kematangan gonad (%).
4

Fekunditas
Prosedur penentuan fekunditas ikan dilakukan dengan metode gabungan
antara gravimetrik dan volumetrik. Gonad ikan betina TKG IV yang sebelumnya
telah diawetkan dengan formalin 5%, dikeringkan lalu ditimbang berat totalnya
(G). Setelah itu, diambil 3 bagian secara acak dari satu gonad yang akan diamati,
lalu ditimbang beratnya (Q). Gonad contoh lalu dihitung jumlah telurnya (x)
kemudian dicari jumlah telur keseluruhannya (X) dengan menggunakan rumus
sebagai berikut (Effendie 1997):
X:x=G:Q

8

5 Diameter Telur
Contoh telur yang diambil dari ikan yang matang gonad kemudian dihitung
jumlahnya. Pengukuran diameter telur dilakukan terhadap 100 butir telur dari
seluruh bagian gonad (anterior, median, dan posterior) (Setyobudiandi et al. 2009).
Pengukuran diameter telur menggunakan mikroskop binokuler pada perbesaran
10×4 yang dilengkapi mikrometer okuler skala 100. Konversi per satuan skala
mikrometer okuler adalah 0,025 mm.
Ukuran Pertama Kali Ikan Tertangkap
Metode yang digunakan yaitu metode “kantung berlapis” (convered conden
method). Hasil perhitungan tersebut membentuk kurva ogif selektivitas alat
berbentuk S (sigmoid) yang menyerupai kurva distribusi normal kumulatif yang
mengacu pada Beverton & Holt in Sparre & Venema (1992).

dimana SL merupakan jumlah estimasi, L adalah interval titik tengah, dan S 1 dan
S2 merupakan konstanta.
Ukuran Pertama Kali Ikan Matang Gonad
Metode yang digunakan untuk menduga ukuran rata-rata ikan mencapai
matang gonad (M) adalah metode Spearman-Karber yang menyatakan bahwa
logaritma ukuran rata-rata mencapai matang gonad adalah sebagai berikut (Udupa
1986):
[

( )]





dimana M = antilog m, dan selang kepercayaan 95% bagi log m. Log panjang ikan
pada kematangan gonad pertama adalah m, Xk merupakan log nilai tengah kelas
panjang yang terakhir ikan telah matang gonad, X adalah log pertambahan
panjang pada nilai tengah, Pi adalah proporsi ikan matang gonad pada kelas

9

panjang ke-I dengan jumlah ikan pada selang panjang ke-I, ni adalah jumlah ikan
pada kelas panjang ke-I, Qi adalah 1-Pi dan M adalah panjang ikan pertama kali
matang gonad.
Analisis Selektivitas Jaring Insang
Penelitian ini menggunakan empat ukuran mata jaring yang berbeda (2.54,
3.81, 5.08, dan 6.35 cm) yang masing-masing ditebar pada setiap stasiun. Panjang
dan lebar jaring insang adalah 100 m dan 3 m untuk masing-masing jaring.
Metode yang digunakan untuk analisis adalah metode tidak langsung yang
diusulkan oleh Holt (1963) dan dimodifikasi oleh Sparre & Venema (1992).
Metode ini tergantung pada perbandingan dari beberapa kelompok ukuran yang
tertangkap oleh dua ukuran jaring (ma dan mb). Menurut metode ini, kurva seleksi
dapat dihitung sebagai logaritma natural (ln) dari jumlah ikan yang tertangkap
untuk masing-masing kelas panjang (Ca dan Cb) dari dua ukuran jaring yang
berbeda dengan dimensi yang sama (m a dan mb) yang dihubungkan dengan
panjang total (L) dari spesimen melalui regresi linear dan akan didapatkan nilai a
dan b yang merupakan nilai intercept dan slope (Sparre & Venema 1992), seperti
ditulis berikut ini:
[

]

Nilai kelas panjang optimum (Lma dan Lmb) untuk ukuran mata jaring ma
dan mb, faktor selektivitas (SF) dan standar deviasi dapat diestimasi dari nilai a
dan b, sehingga diperoleh rumus dibawah ini:
[
[

]
]

√{

100 m
3m

100 m
2.54 cm

100 m
3m

3m

[

[

]

}
]
3.81 cm

100 m
5.08 cm

3m

6.35 cm

Gambar 4 Spesifikasi jaring insang yang digunakan selama penelitian

10

Ukuran jaring insang yang digunakan dalam penelitian ini lebih dari dua ukuran,
sehingga untuk menentukan nilai faktor selektivitas menggunakan rumus dibawah
ini (Sparre dan Venema 1992):
∑(

) ∑

Standar deviasi (SD) dapat dihitung sebagai nilai rata-rata untuk setiap ukuran
mata jaring secara berurutan ma dan mb (Sparre dan Venema 1992):


∑(

) (

)

Analisis Kualitas Air
Pengambilan contoh air dilakukan satu bulan sekali pada tiga titik lokasi
sampling di Waduk Penjalin. Parameter kualitas air yang dianalisis terdiri dari
parameter fisika dan kimia. Parameter fisika meliputi pengukuran temperatur,
kecerahan dan kedalaman. Temperatur diukur menggunakan termoter air raksa
dengan metode pemuaian. Pengukuran kedalaman menggunakan meteran yang
dilakukan dengan metode visual. Kecerahan diukur menggunakan secchi disc
dengan metode visual.
Parameter kimia perairan yang dianalisis meliputi oksigen terlarut , BOD 5,
dan pengukuran pH. Contoh air diambil dari setiap stasiun menggunakan botol
winkler, kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut dengan metode
titrimetri secara in situ. Pengukuran BOD5 dilakukan dengan mengambil contoh
air menggunakan botol polyetilen dari tiap stasiun kemudian melakukan
pengukuran dengan metode titrimetri secara ek situ. Pengukuran pH menggunakan
kertas pH indikator yang dimasukan ke dalam air pada setiap stasiun. Pengukuran
parameter kualitas air mengacu kepada APHA (2012). Analisis parameter fisika,
kimia dan baku mutu kualitas air tersaji pada Tabel 3 dan 4 sebagai berikut:
Tabel 3 Analisis parameter kualitas air
Parameter Perairan
Fisika
Temperatur (°C)
Kecerahan (cm)
Kedalaman (m)
Kimia
Oksigen terlarut (mg/L)
BOD5 (mg/L)
pH

Alat yang
digunakan

Metode
pengukuran

Keterangan

Termometer
Secchi disc
Meteran

Pemuaian
Visual
Visual

Rice et al. 2012
Rice et al. 2012
Rice et al. 2012

Peralatan titrasi
Peralatan titrasi
Kertas pH

Titrimetri
Titrimetri
Indikator

Rice et al. 2012
Rice et al. 2012
Rice et al. 2012

11

Table 4 Baku mutu kualitas air
Parameter Perairan
Fisika
Temperatur (°C)

Kecerahan (cm)
Kedalaman (m)
Kimia
Oksigen terlarut
(mg/L)
BOD5 (mg/L)
pH

Alat yang
digunakan

Baku mutu

Keterangan

Termometer

Deviasi
Temperatur dari
keadaan alamiah

PPRI No. 82 tahun 2001

Secchi disc
Meteran

> 2.5 m

PPRI No. 82 tahun 2001

Peralatan titrasi

> 3 mg/L

PPRI No. 82 tahun 2001

Peralatan titrasi
Kertas pH

< 6 mg.L
6-9

PPRI No. 82 tahun 2001
PPRI No. 82 tahun 2001

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi Ikan di Waduk Penjalin
Ikan yang tertangkap selama penelitian dengan frekuensi penangkapan
sebanyak 12 kali berjumlah 461 ekor yang terdiri dari 6 spesies dan didominasi
oleh ikan introduksi. Ikan Manila yang tertangkap berjumlah 217 ekor dan diikuti
oleh ikan Nila (Oreochromis niloticus), Betutu (Oxyeleotris marmorata), Lele
Lokal (Clarias batrachus L.), Nila Lokal (Oreochromis mossambicus), dan Sepat
(Trichogaster trichopterus Pall.) (Tabel 5). Jenis ikan dominan yang tertangkap
selama penelitian sama dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan di
Waduk Penjalin pada tahun 2013, yaitu ikan Manila (Hedianto et al. 2013).
Komposisi ikan yang tertangkap di Waduk Penjalin dari tahun ke tahun terus
mengalami penurunan terutama untuk ikan spesies asli (Gambar 5). Berdasarkan
gambar tersebut, diketahui ikan Manila ditemukan di Waduk Penjalin pada tahun
2013.
Sejak tahun 2011 sampai 2015 komposisi ikan yang ada di Waduk
Penjalin terus mengalami penurunan, terutama untuk spesies asli (Lampiran 2).
Penelitian yang dilakukan tahun 2011 di Waduk Penjalin didominasi oleh ikan
spesies asli yaitu sebanyak 15 spesies (Tawes (Barbonymus gonionotus), Nilem
(Osteochilus vittatus), Sepat (Trichogaster trichopterus), ikan Brek (Puntius
orphoides), Beunteur (Puntius binotatus), Sili (Mastacembelus erythrataenia),
Palung (Barbichtys laevis), Lunjar padi (Rasbora argyrotaenia), Gurame
(Oshpronemus gourami), Betok (Anabas testudineus), Baceman (Mystus nemurus),
Cakul (Cyclocheilichthys enoplos), Sidat (Anguilla bicolor), Keting (Mystus
micracanthus), Belut (Monoptherus albus)), sedangkan untuk ikan introduksi
berjumlah 12 spesies (Mujaer jawa (Oreochromis mossambicus), Lele lokal
(Clarias batrachus), Betutu (Oxyeleotris marmorata), Nila GIFT (Oreochromis
niloticus), Sapu sapu (Hypostomus plecostomus), Nila merah (Osteochilus

12

kappenii), Gresskap (Ctenopharyngodon idella), Mas (Cyprinus carpio), Bawal
(Colosoma macropomum), Cethul (Lebistes reticulatus), Lele dumbo (Clarias
lerachanthus), Tawes slayer (Puntius brevis)) (Gambar 5). Dua tahun kemudian
dilakukan penelitian kembali di Waduk Penjalin dan spesies yang ditemukan di
tahun sebelumnya tidak ditemukan lagi di tahun 2013 dan hanya didapatkan 6
spesies yang didominasi oleh ikan introduksi (Gambar 5). Hal ini serupa dengan
penelitian tahun 2015 tertangkap 6 spesies ikan dan didominasi oleh ikan
introduksi (Tabel 5). Perubahan komposisi ikan di ekosistem air tawar dapat
disebabkan oleh beberapa perubahan lingkungan seperti polusi air, pembuatan
tanggul atau bendungan, hilangnya vegetasi, dan interaksi antar spesies (Abekura
et al. 2004). Menurut Bernauer & Jansen (2006) perubahan komposisi spesies dan
kelimpahan relatif menunjukkan adanya spesies asli yang hilang oleh spesies
introduksi dan suksesi yang relatif cepat antara spesies lama dan baru.
100.0
90.0
80.0

Jumlah ikan (%)

70.0
60.0
50.0
40.0
30.0
20.0
10.0
0.0
2011

2013
Tahun

2015

Puntius brevis. Blkr**
Clarias lerachanthus. Blkr**
Lebistes reticulatus**
Colosoma macropomum.Blkr**
Cyprinus carpio. Blkr**
Ctenopharyngodon idella**
Osteochilus kappenii. Blkr**
Hypostomus plecostomus. Blkr**
Monoptherus albus*
Mystus micracanthus*
Anguilla bicolor*
Cyclocheilichthys enoplos*
Mystus nemurus*
Anabas testudineus*
Oshpronemus gouramy*
Rasbora argyrotaenia Blkr.*
Mystus nigriceps*
Barbichtys laevis*
Mastacembelus erythrataenia*
Puntius binotatus*
Puntius orphoides*
Parachromis managuensis**
Clarias batrachus L.**
Trichogaster trichopterus Pall.*
Oreochromis niloticus. Blkr**
Oxyeleotris marmorata. Blkr**
Osteochilus vittatus*
Oreochromis mossambicus. Blkr**
Barbonymus gonionotus*

Gambar 5 Persentase jumlah ikan tahun 2011, 2013, dan 2015
Berdasarkan hasil penelitian, ikan Manila paling banyak tertangkap di
stasiun 2 yang memiliki kepadatan Hydrilla verticillata yang tinggi dibanding
dengan stasiun lainnya, hal ini sesuai dengan penelitian di Danau Taal Filipina
yang dilakukan oleh Agasen et al (2006) dan menyatakan bahwa ikan Manila
banyak ditemukan pada daerah yang memiliki substrat pasir berlumpur dan

13

banyak terdapat tumbuhan air seperti Hydrilla verticillata. Menurut Kullander
(2003) ikan Manila memiliki kecenderungan untuk meletakkan telurnya di celahcelah batu atau vegetasi akuatik yang padat. Sebagai contohnya yaitu kelimpahan
ikan Manila di Florida banyak ditemukan di area yang terdapat Hydrilla
verticillata dengan kepadatan yang tinggi serta daerah dangkal yang kaya dan
padat dengan makrofita (Shaflan 1996 in Agasen et al. 2006).
Tabel 5 Komposisi ikan yang tertangkap antar stasiun di Waduk Penjalin
tahun 2015
No

Nama Ikan

1
2
3
4

Betutu (Oxyeleotris marmorata)**
Lele Lokal (Clarias batrachus L.)**
Manila (Parachromis managuensis)**
Nila (Oreochromis niloticus)**
Nila Lokal (Oreochromis
mossambicus)**
Sepat (Trichogaster trichopterus Pall.)*
Total

5
6

ST 1
15
3
53
40

Jumlah Ikan
ST 2 ST 3
21
21
1
1
65
53
47
51

ST 4
20
0
46
22

Total
77
5
217
160

1

0

0

0

1

0
112

1
135

0
126

0
88

1
461

Keterangan: **(Ikan introduksi) *(Ikan asli)
Ikan Manila paling banyak tertangkap pada selang kelas panjang 9 - 10.2
cm dengan jumlah 90 ekor yang terdiri dari ikan betina (43 ekor) dan jantan (47
ekor) (Tabel 6). Sedangkan kelas bobot yang paling banyak tertangkap pada bobot
5 - 18 gr, yaitu berjumlah 84 ekor yang terdiri dari ikan betina (40 ekor) dan
jantan (44 ekor) (Tabel 7). Ikan Manila jantan lebih banyak tertangkap dibanding
ikan Manila betina. Selama penelitian, ikan yang tertangkap memiliki panjang
maksimum 19.8 cm dengan bobot 127 gr dan panjang minimum 9 cm dengan
bobot 5 gr. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hedianto et al.
(2013) di Waduk Penjalin diketahui ukuran minimum ikan Manila yang
tertangkap yaitu 6 cm dengan bobot 6.6 gr, sedangkan ukuran maksimumnya 20.1
cm dengan bobot 155.9 gr. Ikan Manila dapat tumbuh dengan panjang total antara
50-63 cm (Kullander 2003).
Gestring dan Shafland (1997) in Agasen et al. (2006) melaporkan panjang
total maksimum ikan Manila yang pernah tertangkap yaitu 40.2 cm di Sungai
Canal, Florida. Tertangkap 107 ekor ikan jantan dan 106 ikan betina dan 22 ekor
diantara ikan betina tersebut telah mencapai matang gonad (Lampiran 3). Ikan
jantan memiliki ukuran tubuh yang sedikit lebih besar daripada ikan betina, yaitu
ukurannya berkisar antara 7.5-22.5 cm untuk betina dan 9.0-26.7 cm untuk jantan.
Hal ini serupa dengan yang ditemukan di Danau Taal Filipina, yaitu ukuran tubuh
ikan jantan sedikit lebih besar dari ikan betina dengan ukuran panjang 10.20-29.10
cm untuk jantan dan 10.20-24.90 untuk betina (Agasen et al. 2006). Karakteristik
ikan Manila yang dapat beradaptasi pada rentang lingkungan yang luas,
menjadikan ikan ini sebagai ikan invasif di Filipina (Guerrero 2014). Kebiasaan
makan ikan Manila sebagai predator dan pemangsa ikan kecil (Agasen et al. 2006;
Hedianto et al. 2013) sesuai dengan tipe mulutnya yang memiliki mulut yang
besar dan oblique.

14

Tabel 6 Selang kelas panjang ikan Manila betina dan jantan
Selang kelas (cm)
Betina
Jantan
9.0-10.2
43
47
10.2-11.4
22
18
11.4-12.6
12
15
12.6-13.8
8
9
13.8-15.0
10
7
15.0-16.2
4
2
16.2-17.4
3
5
17.4-18.6
2
2
18.6-19.8
1
0
Table 7 Selang kelas bobot ikan Manila betina dan jantan
Selang kelas (gr)
Betina
Jantan
5-18
40
44
19-32
32
28
33-46
12
15
47-60
12
8
61-74
3
4
75-88
3
4
89-102
0
1
103-116
2
1
117-130
1
0
Aspek Biologi Ikan Manila dan Kondisi Fisika dan Kimia Perairan
Pola pertumbuhan merupakan salah satu aspek biologi yang harus diketahui
untuk mengelola sumberdaya perikanan. Pola pertumbuhan dapat diduga dengan
melihat nilai „b‟ dari hubungan panjang bobot ikan. Hubungan panjang dengan
bobot hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa bobot ikan Manila sebagai
pangkat tiga dari panjangnya (Effendie 1997). Ikan Manila yang tertangkap
selama penelitian berjumlah 212 ekor. Panjang total ikan Manila yang diperoleh
selama penelitian berkisar antara 9-20.8 cm dengan bobot 5-130 gr. Rincian hasil
tangkapan ikan Manila selengkapnya berdasarkan selang kelas panjang dan bobot
tertera pada Tabel 6 dan 7.
Untuk mengetahui hubungan panjang dan bobot ikan Manila yang diperoleh
dilakukan analisis regresi (Lampiran 4). Analisis pertumbuhan panjang dan bobot
bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan Manila di perairan (Suryanti
2015). Berdasarkan uji „t‟ dengan selang kepercayaan 95% nilai b lebih dari tiga
(b>3) yaitu 3.377 (Gambar 6). Hasil ini menunjukkan bahwa ikan Manila
mempunyai pola pertumbuhan allometrik positif, dimana pertambahan bobot akan
lebih cepat dibandingkan pertambahan panjang. Nilai b dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti musim, habitat, kematangan gonad, jenis kelamin, diet,
kepenuhan perut, kesehatan, teknik pelestarian dan perbedaan tahunan dalam
kondisi lingkungan. Hubungan panjang dan bobot menunjukkan pertumbuhan
yang bersifat relatif artinya dapat berubah menurut waktu (Sulistiono et al. 2001).

Bobot (gr)

15

140
120
100
80
60
40
20
0

y = 2E-06x3.3779
R² = 0.9028

0

100
200
Panjang total (mm)

300

Gambar 6 Hubungan panjang dan bobot ikan Manila di Waduk Penjalin
Aspek reproduksi setiap jenis ikan berbeda-beda tergantung pada kondisi
lingkungan dan beberapa faktor lainnya. Tingkat kematangan gonad ikan Manila
betina dan jantan memiliki sebaran tertinggi pada TKG 1 atau fase belum matang
gonad (Gambar 7). Sebaran ukuran panjang total 13.2 – 15 cm pada ikan jantan
dan betina telah memasuki TKG 3 dan 4. Jumlah ikan jantan matang gonad (TKG
III dan IV) adalah 28 ekor dan ikan betina matang gonad (TKG III dan IV) adalah
21 ekor. Secara keseluruhan jumlah ikan jantan matang gonad lebih banyak
dibandingkan jumlah betina matang gonad, namun tidak terlalu signifikan lebih
jelasnya tersaji pada Tabel 8.
Berdasarkan waktu penangkapannya, ikan Manila yang matang gonad
paling banyak tertangkap pada ukuran panjang 13-19.8 cm dengan bobot 37-127
gr dan paling banyak tertangkap pada bulan Mei sebanyak 29 ekor yang terdiri
dari 14 ekor jantan dan 15 ekor betina.
Gambar 7 menunjukkan TKG betina dan jantan pada selang kelas yang
berbeda. Ikan betina memasuki TKG II pada selang kelas 13.2-15 cm, sedangkan
ikan jantan memasuki TKG II pada selang kelas 11.3-13.1 cm. Hal ini
menunjukkan ikan jantan lebih cepat matang gonad dibandingkan dengan ikan
betina. Indeks kematangan gonad (IKG) dan persentase jumlah ikan matang gonad
(siap mijah) dapat digunakan untuk menentukan musim pemijahan ikan (Arocha
& Barrios 2009). Selain itu, indeks kematangan gonad menunjukkan
perkembangan gonad dan kematangan ikan (Agasen et al. 2006). Indeks
Kematangan Gonad (IKG) ikan Manila betina berkisar antara 0.89-1.00% pada
panjang minimum 14.2 cm dan panjang maksimum 22.5 cm (Lampiran 5).
Berdasarkan ukuran kelas panjang ikan jantan dan betina, maka ikan jantan dan
betina sudah siap memijah pada ukuran 13.2 cm atau TKG IV.

Jenis
Ikan
Manila

I
73

Tabel 8 Aspek Reproduksi Ikan Manila
TKG (Ind)
IKG


(%)
II III IV
I
II III IV
6

16

12

84

1

10

11

0.89-1.00

Fekunditas
(Butir)
1190-18240

16

Matang gonad

TKG 4
TKG 3
TKG 2
TKG 1

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

TKG Jantan
TKG 4

Matang gonad

TKG Betina

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

Selang kelas (cm)

TKG 3
TKG 2
TKG 1

Selang kelas (cm)

Gambar 7 Tingkat kematangan gonad ikan Manila betina dan jantan

Frekuensi (%)

Distribusi diameter telur ikan Manila pada TKG III memiliki kisaran
diameter telur 0,38-0,85 mm, sedangkan ikan Manila TKG IV memiliki diameter
telur berkisar antara 0,80-1,63 (Gambar 8). Gambaran tipe pemijahan ikan dapat
diketahui melalui analisis frekuensi sebaran ukuran ukuran diameter telur
(Lampiran 6). Sebaran diameter telur ikan Manila membentuk satu sampai dua
modus penyebaran, oleh karena itu pola pemijahan ikan Manila adalah partial
spawner, yaitu ikan yang dapat memijah beberapa kali dalam satu musim
pemijahan atau pola pemijahan yang bersifat sebagian demi sebagian dalam
mengeluarkan telurnya (Effendie 1997). Distribusi diameter telur ikan Manila
membentuk dua puncak. Hal ini serupa dengan pola pemijahan ikan Manila di
Danau Taal Filipina yang melakukan pemijahan dua kali dalam setahun dengan
puncak pemijahan di bulan Desember dan Juli (Agasen et al. 2006).
20.0
18.0
16.0
14.0
12.0
10.0
8.0
6.0
4.0
2.0
0.0

Diameter Telur (mm)

Gambar 8 Distribusi sebaran diameter telur ikan Manila
Ikan Manila betina paling banyak matang gonad pada ukuran 15.1-16.9 cm
yaitu sekitar 38%. Ukuran pertama kali matang gonad ikan Manila betina yaitu
pada ukuran 14.18 cm. Ikan jantan dan betina memiliki perbedaan ukuran pertama
kali matang gonad (Lampiran 7). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan
Manila jantan matang gonad pertama kali pada ukuran 13.18 cm. Persentase
matang gonad yang paling banyak adalah pada ukuran 13.2-15.0 cm yaitu sebesar

17

39% (Tabel 9). Pendugaan ukuran pertama kali ikan Manila matang gonad terjadi
pada saat proporsi ikan contoh mencapai 50% yaitu pada panjang 13.2 cm untuk
jantan dan 14.5 cm untuk betina (Lampiran 8). Hal ini berarti pada saat panjang
ikan jantan dan betina yaitu 13.2 cm dan 14.5 cm, ikan telah mengalami pemijahan
minimal satu kali. Proporsi ikan Manila contoh yang telah matang gonad disajikan
pada Gambar 9.
Ukuran pertama kali matang gonad sangat diperlukan dalam penentuan
ukuran mata jaring yang optimum (Ozyurt et al. 2011). Pembatasan alat tangkap
pada skala perikanan tangkap kecil merupakan salah satu cara pengelolaan
perikanan yang dianggap baik dibandingkan dengan pelarangan menangkap ikan,
dengan demikian tidak akan merugikan nelayan di sekitar waduk .
Tabel 9 Ukuran pertama kali ikan Manila jantan dan betina matang gonad

Proporsi matang gonad (%)

SKB SKA
Nb %
Nb%
Lm (cm)
Lm (cm)
(cm) (cm)
Betina
Jantan
Betina
Jantan
7.5
9.3
0
0
9.4
11.2
0
0
11.3
13.1
0
3.57
13.2
15.0
28.57
39.28
14.18
13.18
15.1
16.9
38.09
21.42
17.0
18.8
19.04
25
18.9
20.7
14.28
10.71
Keterangan: SKA= Selang kelas atas, SKB= Selang kelas bawah, Nb= Persentase
matang gonad, Lm=Ukuran pertama kali matang gonad.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0

20

40

60

80 100 120 140 160 180 200
Panjang ikan (mm)

Gambar 9 Proporsi ikan Manila jantan yang telah matang gonad

Proporsi matang gonad (%)

18

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0

20

40

60

80 100 120 140 160 180 200
Panjang ikan (mm)

Gambar 10 Proporsi ikan Manila betina yang telah matang gonad
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Agasen et al. (2006) menunjukkan
ikan Manila jantan lebih cepat matang gonad dari pada ikan Manila betina. Ikan
Manila mempunyai fekunditas yang tinggi yaitu sebanyak 1190-18240 telur/ekor
dengan rata-rata 6804 telur/ekor pada ukuran panjang 14.3-22.5 cm dan bobot 35228 gr. Fekunditas ikan Manila yang ditemukan di Danau Taal Filipina sebanyak
904-10.496 telur/ekor dengan rata-rata 3.595 telur/ekor. Ukuran panjang total 2022 cm memiliki fekunditas tertinggi yaitu 5.222 telur/ekor. Bobot ikan dengan
ukuran 150-190 gr memiliki fekunditas sebanyak 5.242 telur/ekor. Bobot ovary
antara 9-11 gr memiliki telur sebanyak 6.400 telur/ekor. Hal ini menunjukkan
bahwa fekunditas ikan Manila di Waduk Penjalin lebih tinggi dibandingkan
dengan fekunditas ikan Manila yang ada di Danau Taal Filipina (Agasen et al.
2006).
Tabel 10 menunjukkan parameter kualitas air di Waduk Penjalin antar
stasiun yang tidak berbeda. Temperatur air di Waduk Penjalin berada pada kisaran
29-30oC. Nilai kecerahan berkisar antara 124-185 cm dan nilai kedalaman
berkisar antara 5-12.3 cm. Nilai oksigen terlarut berkisar antara 6.5-7.54 mg/L,
nilai pH untuk semua lokasi adalah 7, dan nilai BOD 5 berkisar antara 9-9.29 mg/L.
Nilai BOD5 yang tinggi (> 6) di Waduk Penjalin dikarenakan banyaknya masukan
limbah domestik dari sekitar waduk, namun kondisi tersebut masih dapat
ditoleransi untuk kehidupan organisme akuatik (Rice et al. 2012).
Table 10 Parameter fisika dan kimia perairan Waduk Penjalin
Parameter
Perairan
Fisika
Temperatur (°C)
Kecerahan (cm)
Kedalaman (m)
Kimia
Oksigen terlarut (mg/L)
BOD5 (mg/L)
pH

Stasiun
I

II

III

IV

29-30°C
155
8.5-9.8

29.5-30°C
185
7.6-9.7

29-29.5°C
124
5-11.7

29-30°C
145
10.6-12.3

7
9.29
7

7.54
9
7

6.16
9
7

6.5
9
7

19

Selektivitas Jaring Insang
Penangkapan ikan Manila menggunakan jaring insang dengan ukuran yang
berbeda berdasarkan distribusi frekuensi panjang menunjukkan bahwa
pertambahan ukuran mata jaring berbanding terbalik dengan jumlah tangkapan,
yaitu semakin besar ukuran mata jaring maka ikan yang tertangkap pada masingmasing kelas panjang semakin sedikit (Tabel 11). Ikan yang berukuran besar akan
mudah tertangkap, karena ikan yang berukuran besar tidak dapat menembus
ukuran mata jaring yang lebih kecil. Sedangkan ikan yang berukuran lebih kecil
tidak akan mudah tertangkap karena dapat berenang melewati ukuran jaring yang
lebih besar, namun akan tertangkap jika melewati ukuran mata jaring yang lebih
kecil (Albert 2004). Ikan yang paling banyak ditemukan di Waduk Penjalin adalah
ikan yang berukuran kecil sehingga banyak tertangkap diukuran mata jaring yang
lebih kecil dari pada ukuran mata jaring yang lebih besar.
Selektivitas jaring insang yang tinggi berhubungan dengan morfometrik
tubuh pada sebagian besar spesies, sehingga setiap spesies akan memiliki
selektivitasnya masing-masing bergantung kepada ukuran mata jaringnya (Arami
& Mustafa 2010). Selain ukuran mata jaring, selektivitas jaring insang diketahui
tergantung pada berbagai faktor, yaitu konstruksi jaring, visibilitas dan
kemampuan tebar jaring, material pembuatan dan bentuk jaring, dan perilaku ikan
(Hamley 1975 in Albert 2004). Penggunaan ukuran mata jaring yang sesuai akan
mencegah tertangkapnya ikan dengan ukuran juvenile dan memungkinkan
menangkap ikan pada ukuran yang diinginkan (Petrakis & Stergiou 1995).
Tabel 11 Distribusi frekuensi panjang ikan Manila berdasarkan ukuran mata jaring
Kelas Panjang (cm)
11.25
12.45
13.65
14.85
16.05
17.25
18.45
19.65
20.85

2.54
87
12
3

Ukuran mata jaring (cm)
3.81
5.08
6.35
4
25
3
17
5
1
9
8
1
16
1
5
1
3
5
1
2

Tabel 11 menunjukkan jumlah ikan Manila yang tertangkap