Karakteristik Aus Pisau Tungsten Carbide Terlapisi Bahan Pengeras pada Pemotongan Kayu Mersawa (Anisoptera spp)
KARAKTERISTIK AUS PISAU TUNGSTEN CARBIDE
TERLAPISI BAHAN PENGERAS PADA PEMOTONGAN
KAYU MERSAWA (Anisoptera spp)
FAUZAN FAHRUSSIAM
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Aus
Pisau Tungsten Carbide Terlapisi Bahan Pengeras pada Pemotongan Kayu
Mersawa (Anisoptera spp) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Fauzan Fahrussiam
NIM E24100010
1
ABSTRAK
FAUZAN FAHRUSSIAM. Karakteristik Aus Pisau Tungsten Carbide Terlapisi
Bahan Pengeras pada Pemotongan Kayu Mersawa (Anisoptera spp), dibimbing oleh
WAYAN DARMAWAN dan INDRA MALELA.
Pada industri perkayuan, material pisau yang digunakan umumnya jenis High
Speed Steel (HSS) dan Tungsten Carbide (WC). Inovasi teknologi yang berkembang
saat ini adalah peningkatan ketahanan pisau dari keausan dengan memberikan bahan
pengeras pada permukaan pisau (surface coating). Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan daya tahan aus terbaik dari pisau WC dengan bahan pelapis titanium
alumunium nitrid (TiAlN), titanium silikon nitrid (TiAlN/TiSiN), dan titanium boron
nitrid (TiAlN/TiBN). Keausan pisau dihitung berdasarkan besarnya keausan kimia,
edge recession dan tingkat delaminasi pada sisi clearance pisau. Jenis bahan yang
dipotong adalah kayu mersawa (Anisoptera spp) dengan kerapatan 0.8 g/cm3,
kandungan zat ekstraktif dan silika sebesar 5.87 % dan 1 %. Kandungan zat ekstraktif
pada kayu mersawa berperan penting dalam keasuan mata pisau secara kimia.
Pengujian daya tahan aus secara mekanis dilakukan pada mesin CNC router pada
kecepatan potong 16.7 m/s dengan putaran bilah 10000 rpm. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa pisau dengan lapisan TiBN/TiAlN memiliki daya tahan aus
paling tinggi. Kandungan silika pada kayu mersawa merupakan kompenen anorganik
kayu yang mempercepat laju keausan mata pisau. Ketahanan pisau terhadap
delaminasi sangat tergantung kepada kekuatan ikatan antara bahan pelapis dan
substrat WC, ketahanan terhadap oksidasi, dan koefisien gesek.
Kata kunci: tingkat delaminasi, silika, koefisien gesek, bahan pelapis.
ABSTRACT
FAUZAN FAHRUSSIAM. Wear Characteristic of Coated Tungsten Carbide Tools
when Routing Mersawa (Anisoptera spp.). Supervised by WAYAN DARMAWAN
and INDRA MALELA.
In wood industry cutting, tools material of high speed steel (HSS) and
tungsten carbide (WC) are used largely. An innovative technology to improve the
wear resistence is deposition of hard coating film on the surface of tools. The purpose
of this research was investigate wear characteristic of WC coated with titanium
aluminum nitride (TiAlN), titanium silicon nitride (TiAlN/TiSiN), and titanium boron
nitride (TiAlN/TiBN). Tool wear was determined by the edge recession, chemical
wear, and the delamination of coating film on clearance face. Mersawa (Anisoptera
spp) wood with density of 0.8 g/cm3, extractive of 5.87 %, and silica content of 1%
was routed to determine the wear resistance of the coated cutting tools. The extractive
content provides a significant contribution on the chemical wearing of the cutting
tools. Cutting tests were conducted at a CNC router with cutting speed abaut 16.7 m/s
and spindle speed about 10000 rpm. Experimental results showed that TiAlN/TiBN
coated has the best performance in the wear resistence. Silica content in Mersawa is
an important anorganic component in determining the tool wear rate. Resistence on
delamination wear depends on the bonding strength, resistence on oxidation and the
coefficient of friction.
Key words : delamination wear, silica, coefficient of friction, coated tool
KARAKTERISTIK AUS PISAU TUNGSTEN CARBIDE
TERLAPISI BAHAN PENGERAS PADA PEMOTONGAN
KAYU MERSAWA (Anisoptera spp)
FAUZAN FAHRUSSIAM
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Karakteristik Aus Pisau Tungsten Carbide Terlapisi Bahan
Pengeras pada Pemotongan Kayu Mersawa (Anisoptera spp)
: Fauzan Fahrussiam
: E24100010
Disetujui oleh
Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc
Pembimbing I
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Indra Malela, M.Eng
Pembimbing II
PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kesehatan dan
kesempatan sehingga karya ilmiah ini bisa diselesaikan. Tema yang diambil dalam
penulisan ini adalah keausan pisau yang telah dilaksanakan sejak bulan Desember
2013.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir I Wayan Darmawan,
MSc selaku dosen pembimbing I dan Bapak Indra Malela, M.Eng selaku dosen
pembimbing II. Penghargaan yang tiada terhingga penulis berikan kepada ayah dan
ibu beserta seluruh keluarga yang selalu mendukung dan mendoakan penulis dengan
penuh keikhlasan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada BIDIK MISI yang
telah membiayai seluruh perkuliahan penulis dari awal sampai selesai masa studi dan
Himpunan Alumni Kehutanan yang telah memberikan beasiswa berprestasi selama
satu tahun terakhir.
Ungkapan rasa sayang juga penulis berikan kepada seluruh sahabat-sahabat
THH 47, Gondorukem, Ka` Irsan, Rifki, Abul, dan Emi, yang selalu menyemangati
penulis sampai akhir masa studi. Penyusunan skripsi ini masih sangat jauh dari kata
sempurna, maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan untuk penulisan selanjutnya. Semoga hasil penelitian ini akan bermanfaat
dalam meningkatkan produktivitas industri pengerjaan kayu di Indonesia.
Bogor, Mei 2014
Fauzan Fahrussiam
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
xi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Tempat dan Waktu Penelitian
2
Bahan dan Alat Penelitian
2
Pengukuran Sifat Kimia Mersawa
3
Pengukuran Sifat Fisis Mersawa
4
Pengujian Karakteristik Keausan
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Karakteristik Kayu Mersawa
6
Aus Mata Pisau Secara Kimiawi
7
Jumlah Aus Mata Pisau (Edge Recession)
8
Karakteristik Delaminasi Bahan Pengeras
11
Laju Keausan Mata Pisau
12
SIMPULAN DAN SARAN
13
Simpulan
13
Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN
16
RIWAYAT HIDUP
21
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
Karakteristik bahan pelapis
Kondisi pemotongan kayu mersawa pada CNC router
Karakteristik kayu mersawa
Persamaan regresi jumlah aus mata pisau terhadap waktu
pemotongan
Laju keausan mata pisau terhadap waktu pemotongan
3
4
6
13
13
DAFTAR GAMBAR
1 Foto pemotongan menggunakan CNC
2 Sketsa pengukuran aus pada sisi clearance mata pisau
3 Penyebaran silika dalam kayu mersawa
4 Perkembangan kehilangan berat berdasarkan lama perendaman
5 Perkembangan jumlah keausan (edge recession) berdasarkan
waktu pemotongan kayu mersawa
6 SEM dari substrat WC setelah pemotongan 2000 m
7 Foto profil aus mata pisau
8 Hubungan antara waktu pemotongan dengan tingkat delaminasi
4
5
7
8
9
9
10
11
DAFTAR LAMPIRAN
1 Aus edge recession
2 Delaminasi bahan pelapis
17
19
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Persaingan Indonesia dalam produk kayu olahan sekunder di pasar dunia pada
periode 2005-2011 memiliki keunggulan komperatif yaitu kemampuan bersaing
karena bahan baku yang murah (Dewi 2013). Industri pengerjaan kayu harus mampu
bersaing secara kompetitif yaitu dimana aspek produktivitas menjadi tuntutan utama
dengan penggunaan energi secara efisien dan beremisi rendah. Salah satu unsur
penting dalam meningkatkan produktivitas suatu industri pengerjaan kayu adalah
bagaimana menganalisa suatu proses produksi berjalan dengan baik. Kelancaran
proses produksi sangat ditentukan oleh mesin dan pisau yang digunakan. Aspek yang
bisa diukur dalam menentukan keberhasilan pengerjaan kayu adalah karakteristik
keausan mata pisau yang dihasilkan. Beberapa penelitian yang dilakukan untuk
mereduksi keausan mata pisau adalah dengan menggunakan tungsten carbide (WC)
sebagai mata pisau router yang memiliki daya tahan aus jauh lebih tinggi daripada
mata pisau jenis high speed steel (HSS) yang biasa digunakan (Alipraja 2010,
Melinda 2011). Berdasarkan AISI (American Iron and Steel Institute) material WC
terbagi menjadi dua kelas mutu yaitu jenis P yang terdiri dari grade P1 sampai P40
dan jenis K yang terdiri dari grade K1-K10. Perbedaan kelas mutu tersebut
didasarkan pada komponen penyusunnya seperti persentase jumlah WC dan kobalt
(Co). Kelas mutu mata pisau WC yang umum digunakan dalam pengolahan kayu
yaitu kelas mutu K10 dengan persentase WC sekitar 96%.
Kualitas pisau yang digunakan akan sangat berpengaruh terhadap kualitas
produk yang dihasilkan dan biaya produksi suatu perusahaan. Hal ini disebabkan
karena masa pakai pisau yang pendek atau laju penumpulan mata pisau yang tinggi
akan menyebabkan kualitas permukaan produk yang kasar serta biaya yang lebih
besar, seperti biaya pengasahan dan penggantian pisau baru. Sifat bahan pisau yang
baik digunakan adalah memiliki daya tahan yang baik terhadap panas dan aus,
memiliki keuletan yang tinggi, serta bebas dari tegangan.
Penelitian yang telah banyak dilakukan untuk meningkatkan daya tahan aus
mata pisau adalah dengan memberikan lapisan (coating) pengeras pada permukaan
tungsten carbide (Darmawan et al. 2010, Son et al. 2002, Chang et al. 2007, Grzesik,
et al. 2006). Darmawan et al. (2010) dalam penelitiannya melaporkan bahwa tungsten
carbide yang dilapisi bahan pengeras (coating) multi-lapis (TiAlN/TiBN,
TiAlN/TiSiN, TiAlN/CrAlN) memiliki daya tahan aus secara mekanis yang lebih
tinggi daripada mata pisau yang dilapisi lapisan tunggal (TiAlN) pada pemotongan
papan partikel. Perbedaan material potong yang digunakan akan menghasilkan
karakteristik keausan pisau yang berbeda pula. Pemotongan pada produk biokomposit
dan kayu solid akan menghasilkan perbedaan keausan yang disebabkan oleh
perbedaan komponen penyusunnya. Keausan mata pisau pada pemotongan produk
biokomposit disebabkan oleh kandungan resin yang mengeras berupa resorsinol, urea
formaldehid atau jenis resin lain yang digunakan (Darmawan et al. 2012), sedangkan
keausan mata pisau secara mekanis pada pemotongan kayu solid disebabkan oleh
kandungan silika dalam kayu tersebut (Alipraja 2010, Melinda 2011).
Kayu mersawa (Anisoptera spp.) merupakan jenis kayu solid dengan
kandungan silika mencapai 2.4 % (Martawijaya et al. 1981). Kayu mersawa masih
cukup banyak diperjualbelikan di toko bangunan sebagai bahan konstruksi bangunan
(balok, kaso, reng, papan) dengan daerah penyebaran di seluruh Sumatera kecuali
Bengkulu, seluruh Kalimantan, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Irian Jaya. Kayu
mersawa tergolong kelas kuat II-III dengan berat jenis 0.5-0.85. Alipraja (2010)
melaporkan keausan pisau WC (edge recession) pada pemotongan kayu mersawa
yang cukup tinggi yaitu sebesar 80 µm pada panjang pemotongan 2000 m. Dalam
rangka memperkaya informasi menjadi lebih lengkap, pada tahap ini telah diteliti
karakteristik aus dari mata pisau WC yang dilapisi dengan titanium alumunium nitrid
(TiAlN), multi lapis titanium silikon nitrid (TiAlN/TiSiN), dan multi lapis titanium
boron nitrid (TiAlN/TiBN) pada pemotongan kayu mersawa.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik aus pisau terlapisi
bahan pengeras pada pemotongan kayu mersawa.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan menghasilkan informasi ilmiah baru yang
bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengerjaan kayu. Penelitian ini juga
diharapkan dapat berkontribusi terhadap industri manufaktur pisau dalam memilih
lapisan bahan pengeras yang tepat guna meningkatkan masa pakai pisau.
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2013 sampai dengan bulan Maret
2014 di Laboratorium Anatomi dan Fisis Kayu, Bengkel (workshop) Penggergajian
dan Pengerjaan Kayu, dan Laboratorium Kimia Kayu, Departemen Hasil Hutan,
Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan utama penelitian ini adalah kayu mersawa yang dibeli dari toko
material kayu. Pengujian sifat kimia kayu mersawa seperti kadar ekstraktif, kadar
abu, kadar silika dan keasaman (pH) dilakukan dengan menggunakan serbuk
mersawa berukuran 60 mesh dengan peralatan cawan petri, gelas piala, erlenmayer
250 ml, water bath, kertas saring whatman No. 42, oven, timbangan analisis, pH
meter, dan desikator. Pengujian aus pisau secara kimiawi dilakukan dengan
menggunakan potongan mata pisau yang terlapisi bahan pengeras dan mata pisau
tanpa dilapisi bahan pengeras. Pengujian karakteristik aus mata pisau secara mekanis
dilakukan dengan menggunakan material potong berupa kayu mersawa berukuran
6x15x50 cm sebanyak 10 batang. Pemotongan kayu mersawa dilakukan dengan
menggunakan CNC (computer numerical control) router sedangkan pengamatan
jumlah aus mata pisau dilakukan dengan menggunakan digital video microscope.
Mata pisau Tungsten Carbide (WC) tanpa bahan pengeras yang digunakan pada
penelitian ini diperoleh dari PT. Kanefusa Indonesia. WC mutu K10 dengan
komposisi 10% cobalt (Co) dengan ukuran partikel WC sekitar 1 µm yang kemudian
dilapisi bahan pengeras TiAlN, TiAlN/TiSiN, dan TiAlN/TiBN dengan metode
pelapisan Arc-ion plating yang diperoleh dari kerja sama dengan PT. HITACI Jepang.
Karakteristik bahan pengeras pisau disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik bahan pengeras
Bahan
Ketebalan film Kekerasan
pengeras
(µm)
(Hv)
TiAIN
3
2800
TiAIN/TiSiN
3
3600
TiAIN/TiBN
3
2700
Suhu mulai
oksidasi (ºC)
800
1100
800
Koefisian
gesek
0.8
0.9
0.6
Pengukuran Sifat Kimia Mersawa
Pengukuran sifat kimia kayu mersawa meliputi pengukuran keasaman kayu
(pH), kadar ekstraktif, kadar abu, dan kadar silika. Pengukuran pH dilakukan dengan
memasukkan 5 g serbuk kayu mersawa berukuran 60 mesh dan 50 ml aquades
kedalam sebuah gelas erlenmayer. Gelas erlenmayer tersebut kemudian ditutup
dengan menggunakan alumunium foil dan dipanaskan dalam water bath selama 30
menit pada suhu 80ºC. Serbuk kayu kemudian disaring dengan menggunakan kertas
saring, sedangkan air hasil saringan serbuk kayu mersawa (filtrat) didinginkan
sebelum kemudian diukur keasamannya dengan menggunakan pH meter.
Pengukuran kadar ekstraktif kayu mersawa dilakukan dengan menggunakan
metode kelarutan air panas sesuai prosedur TAPPI T204 om-88 (TAPPI 1991a).
Sebanyak 2 ± 0.01 g serbuk mersawa berukuran 60 mesh dan 100 ml air destilata
panas dimasukkan ke dalam gelas erlenmayer 250 ml. Gelas erlenmayer tersebut
kemudian dipanaskan di atas water bath selama 3 jam. Kadar ekstraktif dihitung
berdasarkan persentase dari selisih berat kering tanur serbuk kayu mersawa sebelum
dan setelah diekstraksi (berat ekstraktif) terhadap berat kering tanur serbuk kayu
mersawa sebelum diekstraksi.
Pengukuran kadar abu dan silika kayu mersawa dilakukan berdasarkan standar
TAPPI T211 om-85 (TAPPI 1991b), yaitu dengan memanaskan 2 ± 0.01 g serbuk
mersawa berukuran 60 mesh ke dalam tanur bersuhu 600ºC selama 6 jam. Kadar abu
dihitung berdasarkan persentase perbandingan berat abu terhadap berat kering tanur
serbuk.
Abu yang diperoleh dari pengukuran kadar abu ditambahkan 20 ml HCl 4N
kemudian dipanaskan di atas water bath pada suhu 80ºC. Larutan kemudian
diencerkan dengan aquades dan disaring menggunakan kertas whatman No 42. Silika
yang tersaring pada kertas whatman No. 42 kemudian dicuci menggunakan aquades
hingga bebas asam. Larutan AgNO3 digunakan sebagai indikator keasaman larutan
hasil saringan silika tersebut. Kertas saring dan silika dioven pada suhu 103 ± 2ºC
hingga beratnya tetap. Kadar silika diperoleh dari persentase berat silika terhadap
berat kering tanur serbuk mersawa.
Pengukuran Sifat Fisis Mersawa
Sifat fisis kayu mersawa yang diukur adalah kadar air dan kerapatan.
Penentuan kadar air didasarkan pada metode gravimetri dimana contoh uji berukuran
2x2x2 cm ditimbang berat awalnya (B0) dan diukur volumenya kemudian
dimasukkan ke dalam oven pada suhu 103±2 ºC sampai beratnya konstan (B1). Kadar
air dihitung dengan menggunakan rumus (B0-B1)/B1 x 100%, sementara kerapatan
kayu mersawa diperoleh dari perbandingan antara berat awal (B0) dengan volume
awal contoh uji.
Pengujian Karakteristik Aus Mata Pisau Tungsten Carbide
Pengujian aus mata pisau secara mekanis dilakukan melalui uji pemotongan
pada CNC router. Pengujian dilakukan dengan memotong kayu mersawa sampai
panjang pemotongan 2000 meter atau waktu pemotongan selama 1000 menit. Kondisi
pemotongan kayu mersawa menggunakan CNC router disajikan seperti pada Tabel 2.
Tabel 2 Kondisi pemotongan kayu mersawa pada CNC router
Variabel
Kecepatan pemotongan (m/s)
Laju per putaran (mm/rev)
Putaran bilah (rpm)
Laju pengumpanan (mm/min)
Lebar pemotongan (mm)
Dalam pemotongan (mm)
Kondisi
16.7
0.2
10000
2000
2
2
Kayu mersawa berbentuk balok dengan ukuran 50x15x6 cm seperti pada
Gambar 1 dipasang di atas meja CNC dan kemudian divacuum dengan bantuan mesin
compressor sehingga posisi balok mersawa tidak berubah selama proses pemotongan.
Setiap mencapai panjang pemotongan 200 m atau waktu pemotongan 100 menit
dilakukan pengukuran aus pisau di bawah digital video microscope. Pengukuran
dilakukan pada lima titik yang mewakili keausan kemudian dirata-ratakan
Mata pisau
Balok kayu
mersawa
Meja CNC
Gambar 1 Foto pemotongan menggunakan CNC
Keausan pisau dihitung berdasarkan besarnya edge recession dan delaminasi
bahan pengeras pada sisi clearance mata pisau. Sketsa pengukuran aus dapat dilihat
pada Gambar 2. Proses pemotongan terus dilanjutkan sampai panjang pemotongan
mencapai 2000 m atau waktu pemotongan selama 1000 menit.
Initial edge
Substrate
Coating film
Edge recession
Delamination wear
angle
Gambar 2 Sketsa pengukuran aus pada sisi clearance mata pisau
Pengukuran aus kimia dilakukan dengan memasukkan 10 gr serbuk mersawa
dan mata pisau yang telah ditimbang berat awalnya (B0) ke dalam erlenmayer 250 ml
dan ditambahkan air destilata panas sebanyak 100 ml. Larutan tersebut kemudian
dipanaskan selama 8 jam di atas water bath pada suhu 80º C. Setelah itu mata pisau
dibilas dengan air destilata panas dan dikeringkan. Mata pisau kemudian ditimbang
kembali beratnya (B1). Keausan mata pisau secara kimiawi dihitung berdasarkan
persentase kehilangan berat mata pisau yaitu dengan menggunakan rumus (B0B1)/B0 x 100%. Metode ini terus dilakukan setiap 8 jam sehari selama tujuh hari.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Kayu Mersawa
Hasil pengujian beberapa sifat fisis dan kimia kayu mersawa disajikan pada
Tabel 3. Sifat fisis kayu mersawa seperti kerapatan dan kadar air akan menentukan
besarnya keausan pisau. Semakin tinggi kerapatan maka masa kayu yang dipotong
per satuan volume akan semakin tinggi. Darmawan et al. (2010) menyatakan bahwa
semakin tinggi kerapatan papan partikel maka abrasi dari pemotongan akan semakin
tinggi pula. Kadar air dalam kayu akan sangat menentukan kemudahan dalam proses
pengerjaannya. Kayu yang basah umumnya memiliki sifat pengerjaan yang lebih
mudah. Namun, kadar air yang cukup tinggi akan mempercepat korosifitas dari
material pisau yang digunakan. High speed steel (HSS) memiliki tingkat korosifitas
yang lebih tinggi daripada tungsten carbide (WC). Hal ini dikarenakan komponen
utama penyusun mata pisau HSS hampir 80% terdiri dari unsur besi (Fe) yang mudah
berikatan dengan unsur O2 dari air (H2O).
Tabel 3 Karakteristik kayu mersawa
Variabel Kadar air Kerapatan Ekstraktifa Abu
12 %
0.8 g/cm3
5.87 %
1.44 %
Nilai
a
Silika
1.0 %
pH
6.2
Kelarutan air panas
Sifat kimia kayu sangat berpengaruh terhadap laju keausan pisau melalui
suatu interaksi ikatan yang sangat kompleks antara zat ekstraktif dan materi penyusun
bahan pisau. Zat ekstraktif merupakan hasil sisa metabolisme yang diendapkan dalam
kayu (Haygreen dan Bowyer 1996). Zat ekstraktif terdiri dari fat, waxes, oils, resins,
gum, tannins, aromatic, dan coloring. Zat-zat inilah yang sangat berpengaruh
terhadap laju aus pisau melalui suatu interaksi kimia yang kompleks (Darmawan et
al. 2011). Berdasarkan hasil pengujian kelarutan air panas, zat ekstraktif kayu
mersawa yang dihasilkan sebesar 5.87 %. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan
Martawijaya et al. (1981) yang melaporkan kelarutan air panas kayu mersawa sebesar
4.9%. Jenis zat ekstraktif yang paling berpengaruh terhadap korosifitas tidak menjadi
fokus dalam penelitian ini.
Kadar abu yang dihasilkan dari penelitian ini yaitu sebesar 1.44% dan
kandungan silika sebesar 1.0%. Komponen utama abu kayu tropika adalah kalium,
kalsium, magnesium, dan silika (Fengel dan Wegener 1983). Haygreen dan Bowyer
(1996) menyatakan kandungan silika dari kayu-kayu tropis umumnya mencapai 0.5
% dan pada beberapa jenis tertentu dapat mencapai 2 %. Komponen anorganik
terutama silika menjadi bahan abrasif dalam proses pemotongan kayu sehingga akan
mempercepat laju keausan mata pisau (Darmawan et al. 2006). Muladi (2005)
menyatakan bahwa kayu dengan kadar silika di atas 0.35 % akan menumpulkan mata
pisau pengerjaan. Penelitian ini menunjukkan kayu merasawa memiliki silika yang
tergolong cukup tinggi yaitu sebesar 1.0%. Penelitian Alipraja (2010) melaporkan
bahwa kayu mersawa dengan kerapatan 0.44 g/cm3 dan kandungan silika 2.05%
mampu menyebabkan aus pisau yang jauh lebih tinggi daripada kayu damar laut
dengan kerapatan hampir 1.2 g/cm3 tapi memiliki kandungan silika yang rendah yaitu
sekitar 0.02 %.
Silika dalam kayu berada di lapisan trakeida, jari-jari parenkim, dan jaringan
noktah dengan bentuk seperti butiran (Gambar 3) dengan kekerasan sekitar 1200 Hv
(Darmawan et al 2006). Kekerasan pisau yang biasa digunakan dalam pengerjaan
kayu yaitu HSS tipe SKH51 sekitar 815 Hv dan WC K10 sekitar 1450 Hv. Maka dari
itu, kekerasan bahan pengeras yang diaplikasikan pada penelitian ini lebih tinggi dari
kekerasan substrat pisau seperti dijelaskan pada Tabel 1. Dengan demikian gesekan
antara pisau dan material potong diharapkan menghasilkan tingkat keausan yang
lebih rendah daripada mata pisau tanpa bahan pengeras.
Silika
Silika
Silika
A
B
Gambar 3 Penyebaran silika dalam kayu mersawa perbesaran 85 kali (A) dan
perbesaran 2000 kali (B) (Sumber : Darmawan et al. 2012)
Aus Mata Pisau Secara Kimiawi
Daya tahan aus mata pisau secara kimiawi ditentukan dari persentase
kehilangan berat bahan penyusun mata pisau setelah direaksikan dengan ekstraktif
kayu mersawa. Semakin besar persentase kehilangan berat bahan penyusun mata
pisau, maka daya tahan mata pisau secara kimiawi semakin rendah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa daya tahan aus mata pisau secara kimiawi pada pisau yang tidak
terlapisi bahan pengeras lebih rendah daripada mata pisau yang terlapisi bahan
pengeras (Gambar 4). Persentase kehilangan berat mata pisau diakibatkan oleh proses
korosi yang terjadi pada permukaan mata pisau. Keasaman dan zat ekstraktif dalam
kayu akan mempercepat proses korosi. Kayu yang memiliki pH di bawah 4 akan
memiliki sifat yang sangat korosif (Schofield 2010). Dalam penelitian ini kayu
mersawa yang digunakan memiliki pH sebesar 6.2, artinya keasaman kayu mersawa
belum cukup untuk mempercepat proses korosi. Namun, dalam penelitian Alipraja
(2010) dinyatakan bahwa kandungan zat ekstraktif dari kayu mersawa bersifat sangat
reaktif terhadap unsur-unsur logam yang terdapat pada bahan mata pisau. Krilov
(1986) menyatakan bahwa zat ekstraktif yang terkandung dalam kayu seperti asam
organik dan polyphenolic akan sangat reaktif terhadap proses korosifitas mata pisau.
Perbedaan komposisi kimia dalam kayu serta perbedaan penyusun metalurgi logam
juga akan mempengaruhi variasi korosi yang terjadi.
Kehilangan berat (%)
0.1400
TiAlN/TiSiN
0.1200
TiAlN/TiBN
0.1000
TiAlN
Tanpa pelapis
0.0800
0.0600
0.0400
0.0200
0.0000
0
480
960
1440
1920
2400
2880
3360
Lama perendaman (menit)
Gambar 4 Perkembangan kehilangan berat berdasarkan lama perendaman dalam
ekstraktif kayu mersawa.
Gambar 4 menunjukkan bahwa pisau yang terlapisi bahan pengeras memiliki
kehilangan berat mata pisau yang relatif kecil setelah perendaman dalam ekstraktif
kayu mersawa pada suhu 80ºC selama 8 jam (480 menit) per hari. Daya tahan aus
secara kimiawi pada masing-masing mata pisau yang terlapisi menunjukkan nilai
yang tidak berbeda jauh. Hal ini mengindikasikan bahwa bahan pengeras pada
permukaan pisau mampu meningkatkan stabilitas kimia dan mampu mengurangi
oksidasi pada suhu yang tinggi. Lapisan pengeras akan menahan panas pada
permukaan mata pisau dan menghambat konduksi panas ke dalam substrat.
Karakteristik inilah yang membuat laju kehilangan berat mata pisau terlapisi bahan
pengeras akibat perendaman dalam serbuk mersawa menjadi sangat kecil.
Jumlah Aus Mata Pisau (Edge Recession)
Jumlah aus mata pisau (edge recession) merupakan pengurangan mata pisau
yang diukur dari kondisi awal pisau. Perkembangan jumlah aus (edge recession) pada
pisau yang diujikan disajikan pada Gambar 5. Aus mata pisau menunjukkan suatu
fungsi linear dimana semakin lama waktu pemotongan maka jumlah aus mata pisau
akan semakin tinggi.
Mata pisau yang tidak dilapisi bahan pengeras (non-coating) menunjukkan
jumlah aus yang paling tinggi yaitu mencapai 67.5 µm pada akhir pemotongan. Nilai
ini jauh lebih rendah dari penelitian Alipraja (2010) yang menggunakan WC pada
pemotongan kayu mersawa yaitu sebesar 80 µm. Hal ini bisa dijelaskan karena
kandungan silika yang lebih tinggi pada kayu mersawa yang digunakan (2.05%).
Kayu sebagai hasil proses metabolisme akan memiliki sifat yang sangat bervariasi
dalam menghasilkan berbagai bahan anorganik tergantung dari lingkungan tempat
tumbuh maupun perbedaan morfologi anatomi dalam satu batang pohon (Swan I968
dalam Haygreen dan Bowyer 1996).
80
Tanpa pelapis
70
Edge recession (µm)
TiAlN
60
TiAlN/TiSiN
50
TiAlN/TiBN
40
30
20
10
0
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
Waktu pemotongan (menit)
Gambar 5 Perkembangan jumlah aus (edge recession) berdasarkan waktu
pemotongan kayu mersawa.
WC tanpa bahan pengeras menghasilkan daya tahan aus yang lebih rendah
daripada mata pisau yang diberikan bahan pengeras. Daya tahan aus (edge recession)
mata pisau terlapisi bahan pengeras lebih tinggi disebabkan karena bahan pelapis
memiliki kekerasan yang lebih tinggi sehingga dapat melindungi mata pisau dari
proses abrasi dan menyebabkan kesetabilan struktur bahan penyusun mata pisau
yang lebih baik. Aus mata pisau yang tidak terlapisi meningkat cukup tajam dari
waktu pemotongan 800 sampai 1000 menit. Fenomena ini mengindikasikan struktur
pertikel dari WC sudah mulai kurang kompak (Gambar 6) sehingga silika dari kayu
mersawa akan mempercepat keausan yang cukup tajam selama pemotongan.
Gambar 6 Scanning electron microscope (SEM) dari substarat tungsten carbide (WC)
setelah pemotongan 2000 m (Sumber : Darmawan 2010)
Jumlah aus yang terjadi pada pisau terlapisi nampaknya tergantung pada
delaminasi dari bahan pengeras. Semakin tinggi tingkat delaminasi maka tingkat aus
(edge recession) akan semakin tinggi pula. Gambar 5 menjelaskan bahwa mata pisau
dengan lapisan TiAlN/TiBN memiliki daya tahan aus yang paling tinggi. Hal ini
diindikasikan karena lapisan TiAlN/TiBN memiliki koefisien gesek yang paling
rendah yaitu 0.6 (Tabel 1). Koefisien gesek yang rendah akan menyebabkan gesekan
antara pisau dengan bahan abrasif dalam kayu mersawa menjadi lebih rendah pula.
Hal lain yang memperkuat daya tahan aus bahan pengeras TiAlN/TiBN adalah nilai
fracture thougness yang tinggi. Chao et al. (2013) melaporkan bahwa bahan pengeras
TiBN memiliki fracture thougness sebesar 9.8 MPa.m1/2, nilai ini lebih tinggi
daripada fracture thougness pada bahan pengeras TiSiN sebesar 8.39 MPa.m1/2 dalam
penelitian Ahmad (2010). Semakin tinggi fracture thougness suatu bahan pengeras
maka semakin resisten terhadap kerapuhan (brittleness) suatu material sebelum
mengalami kerusakan.
Bahan pengeras multi-lapis TiAlN/TiSiN mengalami tingkat keausan yang
lebih tinggi daripada lapisan tunggal TiAlN. Hal ini diduga karena lapisan
TiAlN/TiSiN memiliki koefisien gesek dan kekerasan yang tinggi (Tabel 1), sehingga
akan menurunkan sifat keuletan dan meningkatkan kerapuhan (brittleness) mata
pisau. Profil aus mata pisau setelah pemotongan sepanjang 2000 m tersajikan pada
Gambar 7.
TiAlN /TiSiN
TiAlN
TiAlN/ TiBN
A
B
Gambar 7 Profil aus mata pisau sebelum (A) dan setelah (B) pemotongan sepanjang
2000 m.
Karakteristik Delaminasi Bahan Pengeras
Daya tahan bahan pengeras terhadap delaminasi menunjukkan hasil yang
beragam sesuai hasil yang disajikan pada Gambar 8. Daya tahan delaminasi dari
ketiga bahan pengeras menggambarkan peningkatan yang sama sampai panjang
pemotongan 400 m yaitu delaminasi sebesar 50 µm. Hal ini mengindikasikan bahwa
masing-masing bahan pengeras mampu mengurangi abrasi akibat gesekan dari bahan
abrasif kayu mersawa sampai panjang pemotongan tersebut. Berdasarkan grafik pada
Gambar 8, lapisan TiAlN/TiSiN memiliki jumlah delaminasi yang paling tinggi. Hal
ini diindikasikan karena bahan pengeras TiAlN/TiSiN memiliki kekerasan dan
koefisien gesek yang paling tinggi (Tabel 1).
Chang et al. (2007) menjelaskan bahwa semakin tinggi kekerasan lapisan
akan meningkatkan tegangan sisa pada bahan pengeras TiSiN (35 Gpa) dan TiAlN
(29 Gpa). Semakin tinggi tegangan sisa pada lapisan akan melemahkan kekuatan
ikatan antara bahan pengeras dan substrat. Perbedaan tegangan antara bahan pengeras
dan substrat ini akan menimbulkan garis rekat yang lemah, sehingga jumlah
delaminasi yang terjadi akan semakin tinggi. Fenomena inilah yang mengindikasikan
tingkat delaminasi dari lapisan TiAlN/TiSiN paling tinggi diantara bahan pengeras
lainnya.
700
TiAlN
600
Delaminasi (µm)
TiAlN/TiSiN
500
TiAlN/TiBN
400
300
200
100
0
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
Waktu pemotongan (menit)
Gambar 8 Hubungan antara waktu pemotongan dengan tingkat delaminasi
Daya tahan delaminasi dan aus (edge recession) sangat ditentukan oleh suhu
pemotongan yang dihasilkan selama proses pemotongan. Suhu pemotongan yang
semakin tinggi akan mengurangi kekerasan materi penyusun mata pisau sehingga
delaminasi dan keausan akan semakin tinggi pula. Pada penelitian ini, ketahanan
masing-masing mata pisau pada temperature yang tinggi pada pemotongan kayu
mersawa tidak memberikan kontribusi yang begitu kuat dalam mengurangi aus dan
jumlah delaminasi. Darmawan et al. (2001) menjelaskan bahwa pemotongan kayu
douglas fir akan meningkatkan suhu pemotongan sampai 200ºC pada kecepatan
potong 20 m/detik. Sementara pada penelitian ini menggunakan kecepatan
pemotongan pada mesin CNC router hanya sebesar 16.7 m/detik, sehingga suhu yang
dihasilkan pada pemotongan kayu mersawa diperkirakan di bawah 200ºC. Nilai ini
jauh di bawah ketahanan suhu oksidasi masing-masing bahan pengeras (Tabel 1).
Tingkat delaminasi yang paling rendah terdapat pada lapisan multi-lapis
TiAlN/TiBN. Hal ini menunjukkan bahwa bahan pengeras TiAlN/TiBN memiliki
ikatan yang kuat dengan substrat WC. Selain itu, lapisan TiAlN/TiBN juga memiliki
koefisien gesek yang paling rendah diantara bahan pengeras lainnya. Darmawan et al.
(2010) menjelaskan bahwa daya tahan lapisan TiAlN/CrAlN (chromium aluminum
nitride) yang tinggi disebabkan karena bahan pengeras memiliki koefisien gesek yang
rendah dan ketahanan oksidasi yang tinggi. Kekerasan lapisan TiAlN tidak jauh
berbeda dengan lapisan TiAlN/TiBN (Tabel 1), namun lapisan TiAlN memiliki
koefisien gesek yang lebih tinggi daripada lapisan TiAlN/TiBN. Dengan demikian,
delaminasi pada lapisan TiAlN menjadi lebih tinggi daripada lapisan TiAlN/TiBN.
Laju Keausan Mata Pisau
Laju keausan diperoleh dari koefisien regresi persamaan fungsi linear aus
mata pisau pada masing-masing karakteristik keausan (Tabel 4). Semakin tinggi laju
keausan maka daya tahan aus mata pisau semakin rendah. Tabel 4 menunjukkan
hubungan linear yang kuat antara jumlah aus yang terjadi terhadap waktu
pemotongan dengan koefisien korelasi (r) di atas 0.9. Laju keausan dari masingmasing mata pisau dirangkum dalam Tabel 5.
Tabel 4 Persamaan regresi jumlah aus mata pisau terhadap waktu pemotongan
Jenis pelapis
Edge recession
Tanpa pelapis
TiAiN
TiAlN/TiSiN
TiAlN/TiBN
Delaminasi
TiAlN
TiAlN/TiSiN
TiAlN/TiBN
Persamaan linear
Koefisien korelasi (r)
y = 0.048x + 14.77
y = 0.032x + 11.68
y = 0.033x + 16.84
y = 0.030x + 7.28
0.94
0.96
0.99
0.96
y = 0.275x + 12.54
y = 0.671x - 71.97
y = 0.233x - 4.58
0.99
0.96
0.90
y = jumlah keausan, x = waktu pemotongan, r = koefisien korelasi
Tabel 5 Laju keausan masing-masing mata pisau pada berbagai karakteristik aus
Karakteristik
Aus
Edge recession
Delaminasi
Tanpa pelapis
0.048
-
Laju keausan (µm/menit)
TiAlN
TiAlN/TiSiN
0.032
0.033
0.275
0.671
TiAlN/TiBN
0.030
0.233
Mata pisau terlapisi bahan pengeras memiliki laju keausan yang lebih rendah
daripada mata pisau tanpa pemberian lapisan pengeras pada semua karakteristik
keausan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian bahan pelapis mampu melindungi
substrat WC secara mekanis dari bahan abrasif kayu mersawa, dan secara kimiawi
dari ekstraktif yang di kandung dalam serbuk kayu mersawa. Bahan pengeras
diindikasikan mampu membentuk ikatan kimia yang lebih stabil antara permukaan
mata pisau dengan ekstraktif kayu mersawa.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan pada data-data hasil pengukuran daya tahan aus dan karakteristik
kayu mersawa, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Kayu mersawa mengandung persentase silika cukup tinggi yang berperan penting
dalam pengausan mata pisau
2. Mata pisau yang terlapisi bahan pengeras menunjukkan daya tahan aus yang lebih
tinggi daripada mata pisau tanpa bahan pengeras
3. Bahan pengeras TiAlN/TiBN memberikan daya tahan aus paling tinggi daripada
bahan pengeras lainnya.
4. Mekanisme terjadinya aus mata pisau diawali dengan terdelaminasinya bahan
pengeras dari substrat WC.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui daya tahan aus mata
pisau terlapisi bahan pengeras terhadap beberapa produk komposit seperti papan
serat, papan partikel, dan papan semen.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad N. 2010. Synthesis and properties of silicon nitride-titanium nitrid composite
by spark plasma sintering. The research report of the faculty of engineering,
Kagoshima University, No. 52
Alipraja I. 2010. Karakteristik aus pisau pengerjaan kayu karena pengaruh ekstraktif
dan bahan abrasive yang terkandung pada kayu dan kayu komposit. [skripsi].
Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Chang CL, Chen WC, Tsai PC, Ho WY, Wang DY. 2007. Characteristic and
performance of TiSiN/TiAlN multilayers coating synthesized by cathodic arc
plasma evaporation. Surface & Coating Technology 202 : 987-992
Chao W, Xiangxin X, Xiazhou C, He Y, Gongjin CH. 2013. The effect of Ti addition
on microstructure and fracture thougness of BN.Al composite Materials
synthesized by vacuum infiltration. Metalurgy and Materials 58 : 509-512
Darmawan W, Tanaka C, Usuki H, Ohtani T. 2001. Performance of coated carbide
tools in turning wood-based materials : effect of cutting speeds and coating
materials on the wear characteristics of coated carbide tool in turning woodchip cement board. J Wood Sci 47(5): 342-349
Darmawan W, Rahayu IS, Tanaka C. 2006. Chemical and mechanical wearing of
woodworking cutting tools by tropical wood. J Trop For Sci 18(4): 166-172
Darmawan W, Usuki H, Rahayu IS, Gottlober C, Marchal R. 2010. Wear
characteristic of multilayer-coated cutting tools when milling particleboard.
Forest Product J 60(7/8): 615-621
Darmawan W, Rahayu IS, Nandika D, Marchal R. 2011. Wear characteristic of wood
cutting tools caused by extractive and abrasive materials in some tropical
woods. Tropical forest science 23(3): 345-353
Darmawan W, Rahayu IS, Nandika D, Marchal R. 2012. The importance of
extractives and abrasives in wood materials on the wearing of cutting tools.
BioResources 7(4): 4715-4729
Dewi, IK. 2013. Analisis daya saing produk kayu olahan sekunder (SPWP) Indonesia
di pasar internasional komposit [skripsi]. Bogor: Fakultas kehutanan. Institut
Pertanian Bogor.
Fengel D, Wegener G. 1983. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-Reaksi. H
Sastroamidjojo, penerjemah. Yogyakarta (ID) : Gajah Mada University Press
Grzesik W, Zalisz Z, Krol S, Nieslony P. 2006. Investigation on friction and wear
mechanisms of the PVD-TiAlN coated carbide in dry sliding against steels and
cast iron. Wear 261 : 1191-1200.
Haygreen JG dan JL. Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Sujipto AH,
penerjemah. Yogyakarta (ID) : Gajah Mada University Press
Krilov A. 1986. Corrosion and wear of sawblade steels. Wood science technology 20:
361-368
Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 1981. Atlas Kayu Jilid I. Bogor
(ID) : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Melinda L. 2011. Karakteristik aus mata pisau pengerjaan kayu karena ekstraktif dan
bahan abrasif pada kayu olid dan kayu komposit. [skripsi]. Bogor: Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Muladi S. 2005. Tropical Woods. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Press
Schofield M J. 2010. Corrosion by wood. CAPCIS Ltd, 1 Echo Street, Manchester
M1 7DP, UK 2 (28) : 1323-1328
Son MJ, Kang SS, Lee EA, Kim KH. 2002. Properties of TiBN coating on the tool
steels by PECVD and its applications. Journal of Materials Processing
Technology 130-131(2002) : 266-271.
TAPPI. 1991a. Tappi test Methods : Solvent Extractives of wood and pulp (T 204
om-88). Volume I. Tappi Press. Atlanta
TAPPI. 1991b. Tappi Test Methods : Ash in Wood and Pulp (T211 om-85). Volume
I. Tappi Press. Atlanta
LAMPIRAN
Lampiran 1.
KEAUSAN EDGE RECESSION
1. Edge Recession pada Lapisan TiAlN
Waktu
No. Pemotongan
I
(menit)
edge recession (µm)
rata-rata
II
III
IV
V
1 100
12.5 12.5 12.5 12.5 12.5
12.5
2 200
18.8 12.5 18.8 12.5 18.8
16.28
3 300
31.2
21.26
4 400
37.5 31.2 18.8
25
25
27.5
5 500
31.2 37.5 31.2
25
25
29.98
6 600
43.8 31.2 37.5
25 31.2
33.74
7 700
50 37.5 37.5
25
35
8 800
50 37.5 31.2 37.5 31.2
37.48
9 900
50 37.5 37.5 37.5 31.2
38.74
56.2 43.8 37.5 43.8 31.2
42.5
10 1000
25 18.8 18.8 12.5
25
2. Edge Recession pada Lapisan TiAlN/ TiSiN
Waktu
No. Pemotongan
(menit)
1 100
Jumlah Aus (µm)
I
II
III
IV
rata-rata
V
18.8 18.8 18.8 18.8 12.5
2 200
25
25
25
3 300
25 31.2 31.2
17.54
25 18.8
23.76
25
25
27.48
4 400
31.2 37.5 31.2 31.2
25
31.22
5 500
37.5 37.5 37.5 37.5
25
35
6 600
43.8 37.5 37.5 31.2 31.2
36.24
7 700
50 43.8 37.5 37.5 31.2
40
8 800
50
50 43.8 37.5 31.2
42.5
9 900
56.2
50 43.8 43.8 37.5
46.26
10 1000
56.2
50
48.76
50 43.8 43.8
3. Edge Recession pada Lapisan TiAlN/TiBN
Waktu
No. Pemotongan
(menit)
I
Edge recession (µm)
II
III
IV
rata-rata
V
1 100
6.2 12.5 18.8 12.5 12.5
12.5
2 200
18.8 12.5 12.5 12.5 12.5
13.76
3 300
18.8 18.8 12.5 18.8 12.5
16.28
4 400
18.8
25 18.8 18.8 18.8
20.04
5 500
25
25 18.8 18.8 18.8
21.28
6 600
25
25
25 18.8 18.8
22.52
25
26.24
7 700
31.2 31.2
8 800
37.5 31.2 31.2 31.2
25
31.22
9 900
37.5 37.5 37.5 31.2 31.2
34.98
50 37.5 43.8 37.5 37.5
41.26
10 1000
25 18.8
4. Edge Recession Tanpa pelapis
Waktu
Jumlah Aus (µm) sisi clearence
No. Pemotongan
rata-rata
(menit)
I
II
III
IV
V
1 100
25
25 18.8 18.8 12.5
2 200
31.2 31.2
25 18.8
26.24
3 300
37.5 37.5 31.2 31.2 18.8
31.24
4 400
41.9 39.5 37.5 31.2
25
35.02
5 500
44.2 43.8 37.5 31.2 31.2
37.58
6 600
43.8 43.8 43.8 37.5 31.2
40.02
7 700
8 800
9 900
10 1000
50
25
20.02
50 44.2 37.5 37.5
56.2 56.2
50 37.5 37.5
75 68.8 68.8
87.5
43.84
47.48
50
50
62.52
75 68.8 56.2
50
67.5
Lampiran 2.
DELAMINASI BAHAN PELAPIS
1. Delaminasi Lapisan TiAlN
Waktu
No. Pemotongan
(menit)
I
delimination wear (µm)
II
III
IV
rata-rata
V
1 100
37.5
31.2
31.2
43.8
31.2
34.98
2 200
50
56.2
62.5
56.2
50
54.98
3 300
112.5 106.2
87.5
81.2
93.8
96.24
4 400
206.2 162.5
150 112.5
75
141.24
5 500
231.2 193.8 168.8
125
93.8
162.52
6 600
237.5 206.2 168.8
150
100
172.5
7 700
256.2 237.5 206.2
175 118.8
198.74
8 800
300
300 237.5 193.8
9 900
343
318
10 1000
350 293.8
150
236.26
206 137.5
252.1
250 331.2 212.5
287.5
256
2. Delaminasi Lapisan TiAlN/TiSiN
Waktu
No. Pemotongan
I
(menit)
delimination wear (µm)
II
III
IV
rata-rata
V
1 100
62.5
62.5
43.8
43.8
43.8
51.28
2 200
68
68
68
62.5
50
63.3
3 300
68
81.2
68
75
68.8
72.2
4 400
268.8 243.8 231.2 212.5 162.5
223.76
5 500
312.5
250
6 600
337.5
250 293.8 331.2
250
206 162.5
236.2
225
287.5
7 700
600 356.2 368.8 281.2 187.5
358.74
8 800
825 837.5 412.5 343.8 231.2
530
9 900
10 1000
781.2
825
875 437.5 381.2
250
544.98
875 531.2 431.2 343.8
601.24
3. Delaminasi Lapisan TiAlN/TiBN
Waktu
No. Pemotongan
(menit)
I
delimination wear (µm)
II
III
IV
rata-rata
V
1 100
37.5
50
50
50
43.8
46.26
2 200
43.8
56.2
50
50
50
50
3 300
50
56.2
75
62.5
50
58.74
4 400
62.5
68.8
75
62.5
56.2
65
5 500
68.8
81.2
75
75
68.8
73.76
6 600
118.8 112.5 106.2
125
100
112.5
7 700
231.2 218.8 181.2 181.2 156.2
193.72
8 800
237.5 206.2 206.2 181.2 187.5
203.72
9 900
237.5 237.5 206.2
200
175
211.24
10 1000
256.2 231.2 243.8
200 168.8
220
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Perina 14 Februari 1992 dari pasangan Suparman dan
Khadijah. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas pada tahun
2010 di SMA Negeri 1 Mataram. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Sejak masuk
perkuliahan sampai selesai, penulis mendapatkan Beasiswa BIDIK MISI. Pada tahun
2013 penulis juga mendapatkan beasiswa berprestasi dari Himpunan Alumni
Kehutanan IPB (HAE) selama satu tahun. Selama kuliah di IPB, penulis pernah
menjabat sebagai ketua Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Lombok dari tahun
2011-2012. Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) dan
pernah menjabat sebagai ketua divisi kewirausahaan pada tahun 2011-2012. Penulis
juga pernah menjabat sebagai ketua Fortech Cup pada tahun yang bersamaan. Pada
tahun 2011-2013 Penulis secara berturut-turut mendapat juara 1 pada acara Lomba
Lintas Alam antar Lembaga Kemahasiswaan IPB. Selama masa pendidikan, penulis
pernah melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (2012) jalur BaturadenCilacap, Praktek Pengolahan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (2013), dan
Praktek Kerja Lapang di PT. Kanefusa Indonesia (2013).
TERLAPISI BAHAN PENGERAS PADA PEMOTONGAN
KAYU MERSAWA (Anisoptera spp)
FAUZAN FAHRUSSIAM
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Aus
Pisau Tungsten Carbide Terlapisi Bahan Pengeras pada Pemotongan Kayu
Mersawa (Anisoptera spp) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Fauzan Fahrussiam
NIM E24100010
1
ABSTRAK
FAUZAN FAHRUSSIAM. Karakteristik Aus Pisau Tungsten Carbide Terlapisi
Bahan Pengeras pada Pemotongan Kayu Mersawa (Anisoptera spp), dibimbing oleh
WAYAN DARMAWAN dan INDRA MALELA.
Pada industri perkayuan, material pisau yang digunakan umumnya jenis High
Speed Steel (HSS) dan Tungsten Carbide (WC). Inovasi teknologi yang berkembang
saat ini adalah peningkatan ketahanan pisau dari keausan dengan memberikan bahan
pengeras pada permukaan pisau (surface coating). Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan daya tahan aus terbaik dari pisau WC dengan bahan pelapis titanium
alumunium nitrid (TiAlN), titanium silikon nitrid (TiAlN/TiSiN), dan titanium boron
nitrid (TiAlN/TiBN). Keausan pisau dihitung berdasarkan besarnya keausan kimia,
edge recession dan tingkat delaminasi pada sisi clearance pisau. Jenis bahan yang
dipotong adalah kayu mersawa (Anisoptera spp) dengan kerapatan 0.8 g/cm3,
kandungan zat ekstraktif dan silika sebesar 5.87 % dan 1 %. Kandungan zat ekstraktif
pada kayu mersawa berperan penting dalam keasuan mata pisau secara kimia.
Pengujian daya tahan aus secara mekanis dilakukan pada mesin CNC router pada
kecepatan potong 16.7 m/s dengan putaran bilah 10000 rpm. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa pisau dengan lapisan TiBN/TiAlN memiliki daya tahan aus
paling tinggi. Kandungan silika pada kayu mersawa merupakan kompenen anorganik
kayu yang mempercepat laju keausan mata pisau. Ketahanan pisau terhadap
delaminasi sangat tergantung kepada kekuatan ikatan antara bahan pelapis dan
substrat WC, ketahanan terhadap oksidasi, dan koefisien gesek.
Kata kunci: tingkat delaminasi, silika, koefisien gesek, bahan pelapis.
ABSTRACT
FAUZAN FAHRUSSIAM. Wear Characteristic of Coated Tungsten Carbide Tools
when Routing Mersawa (Anisoptera spp.). Supervised by WAYAN DARMAWAN
and INDRA MALELA.
In wood industry cutting, tools material of high speed steel (HSS) and
tungsten carbide (WC) are used largely. An innovative technology to improve the
wear resistence is deposition of hard coating film on the surface of tools. The purpose
of this research was investigate wear characteristic of WC coated with titanium
aluminum nitride (TiAlN), titanium silicon nitride (TiAlN/TiSiN), and titanium boron
nitride (TiAlN/TiBN). Tool wear was determined by the edge recession, chemical
wear, and the delamination of coating film on clearance face. Mersawa (Anisoptera
spp) wood with density of 0.8 g/cm3, extractive of 5.87 %, and silica content of 1%
was routed to determine the wear resistance of the coated cutting tools. The extractive
content provides a significant contribution on the chemical wearing of the cutting
tools. Cutting tests were conducted at a CNC router with cutting speed abaut 16.7 m/s
and spindle speed about 10000 rpm. Experimental results showed that TiAlN/TiBN
coated has the best performance in the wear resistence. Silica content in Mersawa is
an important anorganic component in determining the tool wear rate. Resistence on
delamination wear depends on the bonding strength, resistence on oxidation and the
coefficient of friction.
Key words : delamination wear, silica, coefficient of friction, coated tool
KARAKTERISTIK AUS PISAU TUNGSTEN CARBIDE
TERLAPISI BAHAN PENGERAS PADA PEMOTONGAN
KAYU MERSAWA (Anisoptera spp)
FAUZAN FAHRUSSIAM
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Karakteristik Aus Pisau Tungsten Carbide Terlapisi Bahan
Pengeras pada Pemotongan Kayu Mersawa (Anisoptera spp)
: Fauzan Fahrussiam
: E24100010
Disetujui oleh
Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc
Pembimbing I
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Indra Malela, M.Eng
Pembimbing II
PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kesehatan dan
kesempatan sehingga karya ilmiah ini bisa diselesaikan. Tema yang diambil dalam
penulisan ini adalah keausan pisau yang telah dilaksanakan sejak bulan Desember
2013.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir I Wayan Darmawan,
MSc selaku dosen pembimbing I dan Bapak Indra Malela, M.Eng selaku dosen
pembimbing II. Penghargaan yang tiada terhingga penulis berikan kepada ayah dan
ibu beserta seluruh keluarga yang selalu mendukung dan mendoakan penulis dengan
penuh keikhlasan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada BIDIK MISI yang
telah membiayai seluruh perkuliahan penulis dari awal sampai selesai masa studi dan
Himpunan Alumni Kehutanan yang telah memberikan beasiswa berprestasi selama
satu tahun terakhir.
Ungkapan rasa sayang juga penulis berikan kepada seluruh sahabat-sahabat
THH 47, Gondorukem, Ka` Irsan, Rifki, Abul, dan Emi, yang selalu menyemangati
penulis sampai akhir masa studi. Penyusunan skripsi ini masih sangat jauh dari kata
sempurna, maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan untuk penulisan selanjutnya. Semoga hasil penelitian ini akan bermanfaat
dalam meningkatkan produktivitas industri pengerjaan kayu di Indonesia.
Bogor, Mei 2014
Fauzan Fahrussiam
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
xi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Tempat dan Waktu Penelitian
2
Bahan dan Alat Penelitian
2
Pengukuran Sifat Kimia Mersawa
3
Pengukuran Sifat Fisis Mersawa
4
Pengujian Karakteristik Keausan
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Karakteristik Kayu Mersawa
6
Aus Mata Pisau Secara Kimiawi
7
Jumlah Aus Mata Pisau (Edge Recession)
8
Karakteristik Delaminasi Bahan Pengeras
11
Laju Keausan Mata Pisau
12
SIMPULAN DAN SARAN
13
Simpulan
13
Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN
16
RIWAYAT HIDUP
21
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
Karakteristik bahan pelapis
Kondisi pemotongan kayu mersawa pada CNC router
Karakteristik kayu mersawa
Persamaan regresi jumlah aus mata pisau terhadap waktu
pemotongan
Laju keausan mata pisau terhadap waktu pemotongan
3
4
6
13
13
DAFTAR GAMBAR
1 Foto pemotongan menggunakan CNC
2 Sketsa pengukuran aus pada sisi clearance mata pisau
3 Penyebaran silika dalam kayu mersawa
4 Perkembangan kehilangan berat berdasarkan lama perendaman
5 Perkembangan jumlah keausan (edge recession) berdasarkan
waktu pemotongan kayu mersawa
6 SEM dari substrat WC setelah pemotongan 2000 m
7 Foto profil aus mata pisau
8 Hubungan antara waktu pemotongan dengan tingkat delaminasi
4
5
7
8
9
9
10
11
DAFTAR LAMPIRAN
1 Aus edge recession
2 Delaminasi bahan pelapis
17
19
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Persaingan Indonesia dalam produk kayu olahan sekunder di pasar dunia pada
periode 2005-2011 memiliki keunggulan komperatif yaitu kemampuan bersaing
karena bahan baku yang murah (Dewi 2013). Industri pengerjaan kayu harus mampu
bersaing secara kompetitif yaitu dimana aspek produktivitas menjadi tuntutan utama
dengan penggunaan energi secara efisien dan beremisi rendah. Salah satu unsur
penting dalam meningkatkan produktivitas suatu industri pengerjaan kayu adalah
bagaimana menganalisa suatu proses produksi berjalan dengan baik. Kelancaran
proses produksi sangat ditentukan oleh mesin dan pisau yang digunakan. Aspek yang
bisa diukur dalam menentukan keberhasilan pengerjaan kayu adalah karakteristik
keausan mata pisau yang dihasilkan. Beberapa penelitian yang dilakukan untuk
mereduksi keausan mata pisau adalah dengan menggunakan tungsten carbide (WC)
sebagai mata pisau router yang memiliki daya tahan aus jauh lebih tinggi daripada
mata pisau jenis high speed steel (HSS) yang biasa digunakan (Alipraja 2010,
Melinda 2011). Berdasarkan AISI (American Iron and Steel Institute) material WC
terbagi menjadi dua kelas mutu yaitu jenis P yang terdiri dari grade P1 sampai P40
dan jenis K yang terdiri dari grade K1-K10. Perbedaan kelas mutu tersebut
didasarkan pada komponen penyusunnya seperti persentase jumlah WC dan kobalt
(Co). Kelas mutu mata pisau WC yang umum digunakan dalam pengolahan kayu
yaitu kelas mutu K10 dengan persentase WC sekitar 96%.
Kualitas pisau yang digunakan akan sangat berpengaruh terhadap kualitas
produk yang dihasilkan dan biaya produksi suatu perusahaan. Hal ini disebabkan
karena masa pakai pisau yang pendek atau laju penumpulan mata pisau yang tinggi
akan menyebabkan kualitas permukaan produk yang kasar serta biaya yang lebih
besar, seperti biaya pengasahan dan penggantian pisau baru. Sifat bahan pisau yang
baik digunakan adalah memiliki daya tahan yang baik terhadap panas dan aus,
memiliki keuletan yang tinggi, serta bebas dari tegangan.
Penelitian yang telah banyak dilakukan untuk meningkatkan daya tahan aus
mata pisau adalah dengan memberikan lapisan (coating) pengeras pada permukaan
tungsten carbide (Darmawan et al. 2010, Son et al. 2002, Chang et al. 2007, Grzesik,
et al. 2006). Darmawan et al. (2010) dalam penelitiannya melaporkan bahwa tungsten
carbide yang dilapisi bahan pengeras (coating) multi-lapis (TiAlN/TiBN,
TiAlN/TiSiN, TiAlN/CrAlN) memiliki daya tahan aus secara mekanis yang lebih
tinggi daripada mata pisau yang dilapisi lapisan tunggal (TiAlN) pada pemotongan
papan partikel. Perbedaan material potong yang digunakan akan menghasilkan
karakteristik keausan pisau yang berbeda pula. Pemotongan pada produk biokomposit
dan kayu solid akan menghasilkan perbedaan keausan yang disebabkan oleh
perbedaan komponen penyusunnya. Keausan mata pisau pada pemotongan produk
biokomposit disebabkan oleh kandungan resin yang mengeras berupa resorsinol, urea
formaldehid atau jenis resin lain yang digunakan (Darmawan et al. 2012), sedangkan
keausan mata pisau secara mekanis pada pemotongan kayu solid disebabkan oleh
kandungan silika dalam kayu tersebut (Alipraja 2010, Melinda 2011).
Kayu mersawa (Anisoptera spp.) merupakan jenis kayu solid dengan
kandungan silika mencapai 2.4 % (Martawijaya et al. 1981). Kayu mersawa masih
cukup banyak diperjualbelikan di toko bangunan sebagai bahan konstruksi bangunan
(balok, kaso, reng, papan) dengan daerah penyebaran di seluruh Sumatera kecuali
Bengkulu, seluruh Kalimantan, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Irian Jaya. Kayu
mersawa tergolong kelas kuat II-III dengan berat jenis 0.5-0.85. Alipraja (2010)
melaporkan keausan pisau WC (edge recession) pada pemotongan kayu mersawa
yang cukup tinggi yaitu sebesar 80 µm pada panjang pemotongan 2000 m. Dalam
rangka memperkaya informasi menjadi lebih lengkap, pada tahap ini telah diteliti
karakteristik aus dari mata pisau WC yang dilapisi dengan titanium alumunium nitrid
(TiAlN), multi lapis titanium silikon nitrid (TiAlN/TiSiN), dan multi lapis titanium
boron nitrid (TiAlN/TiBN) pada pemotongan kayu mersawa.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik aus pisau terlapisi
bahan pengeras pada pemotongan kayu mersawa.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan menghasilkan informasi ilmiah baru yang
bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengerjaan kayu. Penelitian ini juga
diharapkan dapat berkontribusi terhadap industri manufaktur pisau dalam memilih
lapisan bahan pengeras yang tepat guna meningkatkan masa pakai pisau.
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2013 sampai dengan bulan Maret
2014 di Laboratorium Anatomi dan Fisis Kayu, Bengkel (workshop) Penggergajian
dan Pengerjaan Kayu, dan Laboratorium Kimia Kayu, Departemen Hasil Hutan,
Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan utama penelitian ini adalah kayu mersawa yang dibeli dari toko
material kayu. Pengujian sifat kimia kayu mersawa seperti kadar ekstraktif, kadar
abu, kadar silika dan keasaman (pH) dilakukan dengan menggunakan serbuk
mersawa berukuran 60 mesh dengan peralatan cawan petri, gelas piala, erlenmayer
250 ml, water bath, kertas saring whatman No. 42, oven, timbangan analisis, pH
meter, dan desikator. Pengujian aus pisau secara kimiawi dilakukan dengan
menggunakan potongan mata pisau yang terlapisi bahan pengeras dan mata pisau
tanpa dilapisi bahan pengeras. Pengujian karakteristik aus mata pisau secara mekanis
dilakukan dengan menggunakan material potong berupa kayu mersawa berukuran
6x15x50 cm sebanyak 10 batang. Pemotongan kayu mersawa dilakukan dengan
menggunakan CNC (computer numerical control) router sedangkan pengamatan
jumlah aus mata pisau dilakukan dengan menggunakan digital video microscope.
Mata pisau Tungsten Carbide (WC) tanpa bahan pengeras yang digunakan pada
penelitian ini diperoleh dari PT. Kanefusa Indonesia. WC mutu K10 dengan
komposisi 10% cobalt (Co) dengan ukuran partikel WC sekitar 1 µm yang kemudian
dilapisi bahan pengeras TiAlN, TiAlN/TiSiN, dan TiAlN/TiBN dengan metode
pelapisan Arc-ion plating yang diperoleh dari kerja sama dengan PT. HITACI Jepang.
Karakteristik bahan pengeras pisau disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik bahan pengeras
Bahan
Ketebalan film Kekerasan
pengeras
(µm)
(Hv)
TiAIN
3
2800
TiAIN/TiSiN
3
3600
TiAIN/TiBN
3
2700
Suhu mulai
oksidasi (ºC)
800
1100
800
Koefisian
gesek
0.8
0.9
0.6
Pengukuran Sifat Kimia Mersawa
Pengukuran sifat kimia kayu mersawa meliputi pengukuran keasaman kayu
(pH), kadar ekstraktif, kadar abu, dan kadar silika. Pengukuran pH dilakukan dengan
memasukkan 5 g serbuk kayu mersawa berukuran 60 mesh dan 50 ml aquades
kedalam sebuah gelas erlenmayer. Gelas erlenmayer tersebut kemudian ditutup
dengan menggunakan alumunium foil dan dipanaskan dalam water bath selama 30
menit pada suhu 80ºC. Serbuk kayu kemudian disaring dengan menggunakan kertas
saring, sedangkan air hasil saringan serbuk kayu mersawa (filtrat) didinginkan
sebelum kemudian diukur keasamannya dengan menggunakan pH meter.
Pengukuran kadar ekstraktif kayu mersawa dilakukan dengan menggunakan
metode kelarutan air panas sesuai prosedur TAPPI T204 om-88 (TAPPI 1991a).
Sebanyak 2 ± 0.01 g serbuk mersawa berukuran 60 mesh dan 100 ml air destilata
panas dimasukkan ke dalam gelas erlenmayer 250 ml. Gelas erlenmayer tersebut
kemudian dipanaskan di atas water bath selama 3 jam. Kadar ekstraktif dihitung
berdasarkan persentase dari selisih berat kering tanur serbuk kayu mersawa sebelum
dan setelah diekstraksi (berat ekstraktif) terhadap berat kering tanur serbuk kayu
mersawa sebelum diekstraksi.
Pengukuran kadar abu dan silika kayu mersawa dilakukan berdasarkan standar
TAPPI T211 om-85 (TAPPI 1991b), yaitu dengan memanaskan 2 ± 0.01 g serbuk
mersawa berukuran 60 mesh ke dalam tanur bersuhu 600ºC selama 6 jam. Kadar abu
dihitung berdasarkan persentase perbandingan berat abu terhadap berat kering tanur
serbuk.
Abu yang diperoleh dari pengukuran kadar abu ditambahkan 20 ml HCl 4N
kemudian dipanaskan di atas water bath pada suhu 80ºC. Larutan kemudian
diencerkan dengan aquades dan disaring menggunakan kertas whatman No 42. Silika
yang tersaring pada kertas whatman No. 42 kemudian dicuci menggunakan aquades
hingga bebas asam. Larutan AgNO3 digunakan sebagai indikator keasaman larutan
hasil saringan silika tersebut. Kertas saring dan silika dioven pada suhu 103 ± 2ºC
hingga beratnya tetap. Kadar silika diperoleh dari persentase berat silika terhadap
berat kering tanur serbuk mersawa.
Pengukuran Sifat Fisis Mersawa
Sifat fisis kayu mersawa yang diukur adalah kadar air dan kerapatan.
Penentuan kadar air didasarkan pada metode gravimetri dimana contoh uji berukuran
2x2x2 cm ditimbang berat awalnya (B0) dan diukur volumenya kemudian
dimasukkan ke dalam oven pada suhu 103±2 ºC sampai beratnya konstan (B1). Kadar
air dihitung dengan menggunakan rumus (B0-B1)/B1 x 100%, sementara kerapatan
kayu mersawa diperoleh dari perbandingan antara berat awal (B0) dengan volume
awal contoh uji.
Pengujian Karakteristik Aus Mata Pisau Tungsten Carbide
Pengujian aus mata pisau secara mekanis dilakukan melalui uji pemotongan
pada CNC router. Pengujian dilakukan dengan memotong kayu mersawa sampai
panjang pemotongan 2000 meter atau waktu pemotongan selama 1000 menit. Kondisi
pemotongan kayu mersawa menggunakan CNC router disajikan seperti pada Tabel 2.
Tabel 2 Kondisi pemotongan kayu mersawa pada CNC router
Variabel
Kecepatan pemotongan (m/s)
Laju per putaran (mm/rev)
Putaran bilah (rpm)
Laju pengumpanan (mm/min)
Lebar pemotongan (mm)
Dalam pemotongan (mm)
Kondisi
16.7
0.2
10000
2000
2
2
Kayu mersawa berbentuk balok dengan ukuran 50x15x6 cm seperti pada
Gambar 1 dipasang di atas meja CNC dan kemudian divacuum dengan bantuan mesin
compressor sehingga posisi balok mersawa tidak berubah selama proses pemotongan.
Setiap mencapai panjang pemotongan 200 m atau waktu pemotongan 100 menit
dilakukan pengukuran aus pisau di bawah digital video microscope. Pengukuran
dilakukan pada lima titik yang mewakili keausan kemudian dirata-ratakan
Mata pisau
Balok kayu
mersawa
Meja CNC
Gambar 1 Foto pemotongan menggunakan CNC
Keausan pisau dihitung berdasarkan besarnya edge recession dan delaminasi
bahan pengeras pada sisi clearance mata pisau. Sketsa pengukuran aus dapat dilihat
pada Gambar 2. Proses pemotongan terus dilanjutkan sampai panjang pemotongan
mencapai 2000 m atau waktu pemotongan selama 1000 menit.
Initial edge
Substrate
Coating film
Edge recession
Delamination wear
angle
Gambar 2 Sketsa pengukuran aus pada sisi clearance mata pisau
Pengukuran aus kimia dilakukan dengan memasukkan 10 gr serbuk mersawa
dan mata pisau yang telah ditimbang berat awalnya (B0) ke dalam erlenmayer 250 ml
dan ditambahkan air destilata panas sebanyak 100 ml. Larutan tersebut kemudian
dipanaskan selama 8 jam di atas water bath pada suhu 80º C. Setelah itu mata pisau
dibilas dengan air destilata panas dan dikeringkan. Mata pisau kemudian ditimbang
kembali beratnya (B1). Keausan mata pisau secara kimiawi dihitung berdasarkan
persentase kehilangan berat mata pisau yaitu dengan menggunakan rumus (B0B1)/B0 x 100%. Metode ini terus dilakukan setiap 8 jam sehari selama tujuh hari.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Kayu Mersawa
Hasil pengujian beberapa sifat fisis dan kimia kayu mersawa disajikan pada
Tabel 3. Sifat fisis kayu mersawa seperti kerapatan dan kadar air akan menentukan
besarnya keausan pisau. Semakin tinggi kerapatan maka masa kayu yang dipotong
per satuan volume akan semakin tinggi. Darmawan et al. (2010) menyatakan bahwa
semakin tinggi kerapatan papan partikel maka abrasi dari pemotongan akan semakin
tinggi pula. Kadar air dalam kayu akan sangat menentukan kemudahan dalam proses
pengerjaannya. Kayu yang basah umumnya memiliki sifat pengerjaan yang lebih
mudah. Namun, kadar air yang cukup tinggi akan mempercepat korosifitas dari
material pisau yang digunakan. High speed steel (HSS) memiliki tingkat korosifitas
yang lebih tinggi daripada tungsten carbide (WC). Hal ini dikarenakan komponen
utama penyusun mata pisau HSS hampir 80% terdiri dari unsur besi (Fe) yang mudah
berikatan dengan unsur O2 dari air (H2O).
Tabel 3 Karakteristik kayu mersawa
Variabel Kadar air Kerapatan Ekstraktifa Abu
12 %
0.8 g/cm3
5.87 %
1.44 %
Nilai
a
Silika
1.0 %
pH
6.2
Kelarutan air panas
Sifat kimia kayu sangat berpengaruh terhadap laju keausan pisau melalui
suatu interaksi ikatan yang sangat kompleks antara zat ekstraktif dan materi penyusun
bahan pisau. Zat ekstraktif merupakan hasil sisa metabolisme yang diendapkan dalam
kayu (Haygreen dan Bowyer 1996). Zat ekstraktif terdiri dari fat, waxes, oils, resins,
gum, tannins, aromatic, dan coloring. Zat-zat inilah yang sangat berpengaruh
terhadap laju aus pisau melalui suatu interaksi kimia yang kompleks (Darmawan et
al. 2011). Berdasarkan hasil pengujian kelarutan air panas, zat ekstraktif kayu
mersawa yang dihasilkan sebesar 5.87 %. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan
Martawijaya et al. (1981) yang melaporkan kelarutan air panas kayu mersawa sebesar
4.9%. Jenis zat ekstraktif yang paling berpengaruh terhadap korosifitas tidak menjadi
fokus dalam penelitian ini.
Kadar abu yang dihasilkan dari penelitian ini yaitu sebesar 1.44% dan
kandungan silika sebesar 1.0%. Komponen utama abu kayu tropika adalah kalium,
kalsium, magnesium, dan silika (Fengel dan Wegener 1983). Haygreen dan Bowyer
(1996) menyatakan kandungan silika dari kayu-kayu tropis umumnya mencapai 0.5
% dan pada beberapa jenis tertentu dapat mencapai 2 %. Komponen anorganik
terutama silika menjadi bahan abrasif dalam proses pemotongan kayu sehingga akan
mempercepat laju keausan mata pisau (Darmawan et al. 2006). Muladi (2005)
menyatakan bahwa kayu dengan kadar silika di atas 0.35 % akan menumpulkan mata
pisau pengerjaan. Penelitian ini menunjukkan kayu merasawa memiliki silika yang
tergolong cukup tinggi yaitu sebesar 1.0%. Penelitian Alipraja (2010) melaporkan
bahwa kayu mersawa dengan kerapatan 0.44 g/cm3 dan kandungan silika 2.05%
mampu menyebabkan aus pisau yang jauh lebih tinggi daripada kayu damar laut
dengan kerapatan hampir 1.2 g/cm3 tapi memiliki kandungan silika yang rendah yaitu
sekitar 0.02 %.
Silika dalam kayu berada di lapisan trakeida, jari-jari parenkim, dan jaringan
noktah dengan bentuk seperti butiran (Gambar 3) dengan kekerasan sekitar 1200 Hv
(Darmawan et al 2006). Kekerasan pisau yang biasa digunakan dalam pengerjaan
kayu yaitu HSS tipe SKH51 sekitar 815 Hv dan WC K10 sekitar 1450 Hv. Maka dari
itu, kekerasan bahan pengeras yang diaplikasikan pada penelitian ini lebih tinggi dari
kekerasan substrat pisau seperti dijelaskan pada Tabel 1. Dengan demikian gesekan
antara pisau dan material potong diharapkan menghasilkan tingkat keausan yang
lebih rendah daripada mata pisau tanpa bahan pengeras.
Silika
Silika
Silika
A
B
Gambar 3 Penyebaran silika dalam kayu mersawa perbesaran 85 kali (A) dan
perbesaran 2000 kali (B) (Sumber : Darmawan et al. 2012)
Aus Mata Pisau Secara Kimiawi
Daya tahan aus mata pisau secara kimiawi ditentukan dari persentase
kehilangan berat bahan penyusun mata pisau setelah direaksikan dengan ekstraktif
kayu mersawa. Semakin besar persentase kehilangan berat bahan penyusun mata
pisau, maka daya tahan mata pisau secara kimiawi semakin rendah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa daya tahan aus mata pisau secara kimiawi pada pisau yang tidak
terlapisi bahan pengeras lebih rendah daripada mata pisau yang terlapisi bahan
pengeras (Gambar 4). Persentase kehilangan berat mata pisau diakibatkan oleh proses
korosi yang terjadi pada permukaan mata pisau. Keasaman dan zat ekstraktif dalam
kayu akan mempercepat proses korosi. Kayu yang memiliki pH di bawah 4 akan
memiliki sifat yang sangat korosif (Schofield 2010). Dalam penelitian ini kayu
mersawa yang digunakan memiliki pH sebesar 6.2, artinya keasaman kayu mersawa
belum cukup untuk mempercepat proses korosi. Namun, dalam penelitian Alipraja
(2010) dinyatakan bahwa kandungan zat ekstraktif dari kayu mersawa bersifat sangat
reaktif terhadap unsur-unsur logam yang terdapat pada bahan mata pisau. Krilov
(1986) menyatakan bahwa zat ekstraktif yang terkandung dalam kayu seperti asam
organik dan polyphenolic akan sangat reaktif terhadap proses korosifitas mata pisau.
Perbedaan komposisi kimia dalam kayu serta perbedaan penyusun metalurgi logam
juga akan mempengaruhi variasi korosi yang terjadi.
Kehilangan berat (%)
0.1400
TiAlN/TiSiN
0.1200
TiAlN/TiBN
0.1000
TiAlN
Tanpa pelapis
0.0800
0.0600
0.0400
0.0200
0.0000
0
480
960
1440
1920
2400
2880
3360
Lama perendaman (menit)
Gambar 4 Perkembangan kehilangan berat berdasarkan lama perendaman dalam
ekstraktif kayu mersawa.
Gambar 4 menunjukkan bahwa pisau yang terlapisi bahan pengeras memiliki
kehilangan berat mata pisau yang relatif kecil setelah perendaman dalam ekstraktif
kayu mersawa pada suhu 80ºC selama 8 jam (480 menit) per hari. Daya tahan aus
secara kimiawi pada masing-masing mata pisau yang terlapisi menunjukkan nilai
yang tidak berbeda jauh. Hal ini mengindikasikan bahwa bahan pengeras pada
permukaan pisau mampu meningkatkan stabilitas kimia dan mampu mengurangi
oksidasi pada suhu yang tinggi. Lapisan pengeras akan menahan panas pada
permukaan mata pisau dan menghambat konduksi panas ke dalam substrat.
Karakteristik inilah yang membuat laju kehilangan berat mata pisau terlapisi bahan
pengeras akibat perendaman dalam serbuk mersawa menjadi sangat kecil.
Jumlah Aus Mata Pisau (Edge Recession)
Jumlah aus mata pisau (edge recession) merupakan pengurangan mata pisau
yang diukur dari kondisi awal pisau. Perkembangan jumlah aus (edge recession) pada
pisau yang diujikan disajikan pada Gambar 5. Aus mata pisau menunjukkan suatu
fungsi linear dimana semakin lama waktu pemotongan maka jumlah aus mata pisau
akan semakin tinggi.
Mata pisau yang tidak dilapisi bahan pengeras (non-coating) menunjukkan
jumlah aus yang paling tinggi yaitu mencapai 67.5 µm pada akhir pemotongan. Nilai
ini jauh lebih rendah dari penelitian Alipraja (2010) yang menggunakan WC pada
pemotongan kayu mersawa yaitu sebesar 80 µm. Hal ini bisa dijelaskan karena
kandungan silika yang lebih tinggi pada kayu mersawa yang digunakan (2.05%).
Kayu sebagai hasil proses metabolisme akan memiliki sifat yang sangat bervariasi
dalam menghasilkan berbagai bahan anorganik tergantung dari lingkungan tempat
tumbuh maupun perbedaan morfologi anatomi dalam satu batang pohon (Swan I968
dalam Haygreen dan Bowyer 1996).
80
Tanpa pelapis
70
Edge recession (µm)
TiAlN
60
TiAlN/TiSiN
50
TiAlN/TiBN
40
30
20
10
0
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
Waktu pemotongan (menit)
Gambar 5 Perkembangan jumlah aus (edge recession) berdasarkan waktu
pemotongan kayu mersawa.
WC tanpa bahan pengeras menghasilkan daya tahan aus yang lebih rendah
daripada mata pisau yang diberikan bahan pengeras. Daya tahan aus (edge recession)
mata pisau terlapisi bahan pengeras lebih tinggi disebabkan karena bahan pelapis
memiliki kekerasan yang lebih tinggi sehingga dapat melindungi mata pisau dari
proses abrasi dan menyebabkan kesetabilan struktur bahan penyusun mata pisau
yang lebih baik. Aus mata pisau yang tidak terlapisi meningkat cukup tajam dari
waktu pemotongan 800 sampai 1000 menit. Fenomena ini mengindikasikan struktur
pertikel dari WC sudah mulai kurang kompak (Gambar 6) sehingga silika dari kayu
mersawa akan mempercepat keausan yang cukup tajam selama pemotongan.
Gambar 6 Scanning electron microscope (SEM) dari substarat tungsten carbide (WC)
setelah pemotongan 2000 m (Sumber : Darmawan 2010)
Jumlah aus yang terjadi pada pisau terlapisi nampaknya tergantung pada
delaminasi dari bahan pengeras. Semakin tinggi tingkat delaminasi maka tingkat aus
(edge recession) akan semakin tinggi pula. Gambar 5 menjelaskan bahwa mata pisau
dengan lapisan TiAlN/TiBN memiliki daya tahan aus yang paling tinggi. Hal ini
diindikasikan karena lapisan TiAlN/TiBN memiliki koefisien gesek yang paling
rendah yaitu 0.6 (Tabel 1). Koefisien gesek yang rendah akan menyebabkan gesekan
antara pisau dengan bahan abrasif dalam kayu mersawa menjadi lebih rendah pula.
Hal lain yang memperkuat daya tahan aus bahan pengeras TiAlN/TiBN adalah nilai
fracture thougness yang tinggi. Chao et al. (2013) melaporkan bahwa bahan pengeras
TiBN memiliki fracture thougness sebesar 9.8 MPa.m1/2, nilai ini lebih tinggi
daripada fracture thougness pada bahan pengeras TiSiN sebesar 8.39 MPa.m1/2 dalam
penelitian Ahmad (2010). Semakin tinggi fracture thougness suatu bahan pengeras
maka semakin resisten terhadap kerapuhan (brittleness) suatu material sebelum
mengalami kerusakan.
Bahan pengeras multi-lapis TiAlN/TiSiN mengalami tingkat keausan yang
lebih tinggi daripada lapisan tunggal TiAlN. Hal ini diduga karena lapisan
TiAlN/TiSiN memiliki koefisien gesek dan kekerasan yang tinggi (Tabel 1), sehingga
akan menurunkan sifat keuletan dan meningkatkan kerapuhan (brittleness) mata
pisau. Profil aus mata pisau setelah pemotongan sepanjang 2000 m tersajikan pada
Gambar 7.
TiAlN /TiSiN
TiAlN
TiAlN/ TiBN
A
B
Gambar 7 Profil aus mata pisau sebelum (A) dan setelah (B) pemotongan sepanjang
2000 m.
Karakteristik Delaminasi Bahan Pengeras
Daya tahan bahan pengeras terhadap delaminasi menunjukkan hasil yang
beragam sesuai hasil yang disajikan pada Gambar 8. Daya tahan delaminasi dari
ketiga bahan pengeras menggambarkan peningkatan yang sama sampai panjang
pemotongan 400 m yaitu delaminasi sebesar 50 µm. Hal ini mengindikasikan bahwa
masing-masing bahan pengeras mampu mengurangi abrasi akibat gesekan dari bahan
abrasif kayu mersawa sampai panjang pemotongan tersebut. Berdasarkan grafik pada
Gambar 8, lapisan TiAlN/TiSiN memiliki jumlah delaminasi yang paling tinggi. Hal
ini diindikasikan karena bahan pengeras TiAlN/TiSiN memiliki kekerasan dan
koefisien gesek yang paling tinggi (Tabel 1).
Chang et al. (2007) menjelaskan bahwa semakin tinggi kekerasan lapisan
akan meningkatkan tegangan sisa pada bahan pengeras TiSiN (35 Gpa) dan TiAlN
(29 Gpa). Semakin tinggi tegangan sisa pada lapisan akan melemahkan kekuatan
ikatan antara bahan pengeras dan substrat. Perbedaan tegangan antara bahan pengeras
dan substrat ini akan menimbulkan garis rekat yang lemah, sehingga jumlah
delaminasi yang terjadi akan semakin tinggi. Fenomena inilah yang mengindikasikan
tingkat delaminasi dari lapisan TiAlN/TiSiN paling tinggi diantara bahan pengeras
lainnya.
700
TiAlN
600
Delaminasi (µm)
TiAlN/TiSiN
500
TiAlN/TiBN
400
300
200
100
0
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
Waktu pemotongan (menit)
Gambar 8 Hubungan antara waktu pemotongan dengan tingkat delaminasi
Daya tahan delaminasi dan aus (edge recession) sangat ditentukan oleh suhu
pemotongan yang dihasilkan selama proses pemotongan. Suhu pemotongan yang
semakin tinggi akan mengurangi kekerasan materi penyusun mata pisau sehingga
delaminasi dan keausan akan semakin tinggi pula. Pada penelitian ini, ketahanan
masing-masing mata pisau pada temperature yang tinggi pada pemotongan kayu
mersawa tidak memberikan kontribusi yang begitu kuat dalam mengurangi aus dan
jumlah delaminasi. Darmawan et al. (2001) menjelaskan bahwa pemotongan kayu
douglas fir akan meningkatkan suhu pemotongan sampai 200ºC pada kecepatan
potong 20 m/detik. Sementara pada penelitian ini menggunakan kecepatan
pemotongan pada mesin CNC router hanya sebesar 16.7 m/detik, sehingga suhu yang
dihasilkan pada pemotongan kayu mersawa diperkirakan di bawah 200ºC. Nilai ini
jauh di bawah ketahanan suhu oksidasi masing-masing bahan pengeras (Tabel 1).
Tingkat delaminasi yang paling rendah terdapat pada lapisan multi-lapis
TiAlN/TiBN. Hal ini menunjukkan bahwa bahan pengeras TiAlN/TiBN memiliki
ikatan yang kuat dengan substrat WC. Selain itu, lapisan TiAlN/TiBN juga memiliki
koefisien gesek yang paling rendah diantara bahan pengeras lainnya. Darmawan et al.
(2010) menjelaskan bahwa daya tahan lapisan TiAlN/CrAlN (chromium aluminum
nitride) yang tinggi disebabkan karena bahan pengeras memiliki koefisien gesek yang
rendah dan ketahanan oksidasi yang tinggi. Kekerasan lapisan TiAlN tidak jauh
berbeda dengan lapisan TiAlN/TiBN (Tabel 1), namun lapisan TiAlN memiliki
koefisien gesek yang lebih tinggi daripada lapisan TiAlN/TiBN. Dengan demikian,
delaminasi pada lapisan TiAlN menjadi lebih tinggi daripada lapisan TiAlN/TiBN.
Laju Keausan Mata Pisau
Laju keausan diperoleh dari koefisien regresi persamaan fungsi linear aus
mata pisau pada masing-masing karakteristik keausan (Tabel 4). Semakin tinggi laju
keausan maka daya tahan aus mata pisau semakin rendah. Tabel 4 menunjukkan
hubungan linear yang kuat antara jumlah aus yang terjadi terhadap waktu
pemotongan dengan koefisien korelasi (r) di atas 0.9. Laju keausan dari masingmasing mata pisau dirangkum dalam Tabel 5.
Tabel 4 Persamaan regresi jumlah aus mata pisau terhadap waktu pemotongan
Jenis pelapis
Edge recession
Tanpa pelapis
TiAiN
TiAlN/TiSiN
TiAlN/TiBN
Delaminasi
TiAlN
TiAlN/TiSiN
TiAlN/TiBN
Persamaan linear
Koefisien korelasi (r)
y = 0.048x + 14.77
y = 0.032x + 11.68
y = 0.033x + 16.84
y = 0.030x + 7.28
0.94
0.96
0.99
0.96
y = 0.275x + 12.54
y = 0.671x - 71.97
y = 0.233x - 4.58
0.99
0.96
0.90
y = jumlah keausan, x = waktu pemotongan, r = koefisien korelasi
Tabel 5 Laju keausan masing-masing mata pisau pada berbagai karakteristik aus
Karakteristik
Aus
Edge recession
Delaminasi
Tanpa pelapis
0.048
-
Laju keausan (µm/menit)
TiAlN
TiAlN/TiSiN
0.032
0.033
0.275
0.671
TiAlN/TiBN
0.030
0.233
Mata pisau terlapisi bahan pengeras memiliki laju keausan yang lebih rendah
daripada mata pisau tanpa pemberian lapisan pengeras pada semua karakteristik
keausan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian bahan pelapis mampu melindungi
substrat WC secara mekanis dari bahan abrasif kayu mersawa, dan secara kimiawi
dari ekstraktif yang di kandung dalam serbuk kayu mersawa. Bahan pengeras
diindikasikan mampu membentuk ikatan kimia yang lebih stabil antara permukaan
mata pisau dengan ekstraktif kayu mersawa.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan pada data-data hasil pengukuran daya tahan aus dan karakteristik
kayu mersawa, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Kayu mersawa mengandung persentase silika cukup tinggi yang berperan penting
dalam pengausan mata pisau
2. Mata pisau yang terlapisi bahan pengeras menunjukkan daya tahan aus yang lebih
tinggi daripada mata pisau tanpa bahan pengeras
3. Bahan pengeras TiAlN/TiBN memberikan daya tahan aus paling tinggi daripada
bahan pengeras lainnya.
4. Mekanisme terjadinya aus mata pisau diawali dengan terdelaminasinya bahan
pengeras dari substrat WC.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui daya tahan aus mata
pisau terlapisi bahan pengeras terhadap beberapa produk komposit seperti papan
serat, papan partikel, dan papan semen.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad N. 2010. Synthesis and properties of silicon nitride-titanium nitrid composite
by spark plasma sintering. The research report of the faculty of engineering,
Kagoshima University, No. 52
Alipraja I. 2010. Karakteristik aus pisau pengerjaan kayu karena pengaruh ekstraktif
dan bahan abrasive yang terkandung pada kayu dan kayu komposit. [skripsi].
Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Chang CL, Chen WC, Tsai PC, Ho WY, Wang DY. 2007. Characteristic and
performance of TiSiN/TiAlN multilayers coating synthesized by cathodic arc
plasma evaporation. Surface & Coating Technology 202 : 987-992
Chao W, Xiangxin X, Xiazhou C, He Y, Gongjin CH. 2013. The effect of Ti addition
on microstructure and fracture thougness of BN.Al composite Materials
synthesized by vacuum infiltration. Metalurgy and Materials 58 : 509-512
Darmawan W, Tanaka C, Usuki H, Ohtani T. 2001. Performance of coated carbide
tools in turning wood-based materials : effect of cutting speeds and coating
materials on the wear characteristics of coated carbide tool in turning woodchip cement board. J Wood Sci 47(5): 342-349
Darmawan W, Rahayu IS, Tanaka C. 2006. Chemical and mechanical wearing of
woodworking cutting tools by tropical wood. J Trop For Sci 18(4): 166-172
Darmawan W, Usuki H, Rahayu IS, Gottlober C, Marchal R. 2010. Wear
characteristic of multilayer-coated cutting tools when milling particleboard.
Forest Product J 60(7/8): 615-621
Darmawan W, Rahayu IS, Nandika D, Marchal R. 2011. Wear characteristic of wood
cutting tools caused by extractive and abrasive materials in some tropical
woods. Tropical forest science 23(3): 345-353
Darmawan W, Rahayu IS, Nandika D, Marchal R. 2012. The importance of
extractives and abrasives in wood materials on the wearing of cutting tools.
BioResources 7(4): 4715-4729
Dewi, IK. 2013. Analisis daya saing produk kayu olahan sekunder (SPWP) Indonesia
di pasar internasional komposit [skripsi]. Bogor: Fakultas kehutanan. Institut
Pertanian Bogor.
Fengel D, Wegener G. 1983. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-Reaksi. H
Sastroamidjojo, penerjemah. Yogyakarta (ID) : Gajah Mada University Press
Grzesik W, Zalisz Z, Krol S, Nieslony P. 2006. Investigation on friction and wear
mechanisms of the PVD-TiAlN coated carbide in dry sliding against steels and
cast iron. Wear 261 : 1191-1200.
Haygreen JG dan JL. Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Sujipto AH,
penerjemah. Yogyakarta (ID) : Gajah Mada University Press
Krilov A. 1986. Corrosion and wear of sawblade steels. Wood science technology 20:
361-368
Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 1981. Atlas Kayu Jilid I. Bogor
(ID) : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Melinda L. 2011. Karakteristik aus mata pisau pengerjaan kayu karena ekstraktif dan
bahan abrasif pada kayu olid dan kayu komposit. [skripsi]. Bogor: Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Muladi S. 2005. Tropical Woods. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Press
Schofield M J. 2010. Corrosion by wood. CAPCIS Ltd, 1 Echo Street, Manchester
M1 7DP, UK 2 (28) : 1323-1328
Son MJ, Kang SS, Lee EA, Kim KH. 2002. Properties of TiBN coating on the tool
steels by PECVD and its applications. Journal of Materials Processing
Technology 130-131(2002) : 266-271.
TAPPI. 1991a. Tappi test Methods : Solvent Extractives of wood and pulp (T 204
om-88). Volume I. Tappi Press. Atlanta
TAPPI. 1991b. Tappi Test Methods : Ash in Wood and Pulp (T211 om-85). Volume
I. Tappi Press. Atlanta
LAMPIRAN
Lampiran 1.
KEAUSAN EDGE RECESSION
1. Edge Recession pada Lapisan TiAlN
Waktu
No. Pemotongan
I
(menit)
edge recession (µm)
rata-rata
II
III
IV
V
1 100
12.5 12.5 12.5 12.5 12.5
12.5
2 200
18.8 12.5 18.8 12.5 18.8
16.28
3 300
31.2
21.26
4 400
37.5 31.2 18.8
25
25
27.5
5 500
31.2 37.5 31.2
25
25
29.98
6 600
43.8 31.2 37.5
25 31.2
33.74
7 700
50 37.5 37.5
25
35
8 800
50 37.5 31.2 37.5 31.2
37.48
9 900
50 37.5 37.5 37.5 31.2
38.74
56.2 43.8 37.5 43.8 31.2
42.5
10 1000
25 18.8 18.8 12.5
25
2. Edge Recession pada Lapisan TiAlN/ TiSiN
Waktu
No. Pemotongan
(menit)
1 100
Jumlah Aus (µm)
I
II
III
IV
rata-rata
V
18.8 18.8 18.8 18.8 12.5
2 200
25
25
25
3 300
25 31.2 31.2
17.54
25 18.8
23.76
25
25
27.48
4 400
31.2 37.5 31.2 31.2
25
31.22
5 500
37.5 37.5 37.5 37.5
25
35
6 600
43.8 37.5 37.5 31.2 31.2
36.24
7 700
50 43.8 37.5 37.5 31.2
40
8 800
50
50 43.8 37.5 31.2
42.5
9 900
56.2
50 43.8 43.8 37.5
46.26
10 1000
56.2
50
48.76
50 43.8 43.8
3. Edge Recession pada Lapisan TiAlN/TiBN
Waktu
No. Pemotongan
(menit)
I
Edge recession (µm)
II
III
IV
rata-rata
V
1 100
6.2 12.5 18.8 12.5 12.5
12.5
2 200
18.8 12.5 12.5 12.5 12.5
13.76
3 300
18.8 18.8 12.5 18.8 12.5
16.28
4 400
18.8
25 18.8 18.8 18.8
20.04
5 500
25
25 18.8 18.8 18.8
21.28
6 600
25
25
25 18.8 18.8
22.52
25
26.24
7 700
31.2 31.2
8 800
37.5 31.2 31.2 31.2
25
31.22
9 900
37.5 37.5 37.5 31.2 31.2
34.98
50 37.5 43.8 37.5 37.5
41.26
10 1000
25 18.8
4. Edge Recession Tanpa pelapis
Waktu
Jumlah Aus (µm) sisi clearence
No. Pemotongan
rata-rata
(menit)
I
II
III
IV
V
1 100
25
25 18.8 18.8 12.5
2 200
31.2 31.2
25 18.8
26.24
3 300
37.5 37.5 31.2 31.2 18.8
31.24
4 400
41.9 39.5 37.5 31.2
25
35.02
5 500
44.2 43.8 37.5 31.2 31.2
37.58
6 600
43.8 43.8 43.8 37.5 31.2
40.02
7 700
8 800
9 900
10 1000
50
25
20.02
50 44.2 37.5 37.5
56.2 56.2
50 37.5 37.5
75 68.8 68.8
87.5
43.84
47.48
50
50
62.52
75 68.8 56.2
50
67.5
Lampiran 2.
DELAMINASI BAHAN PELAPIS
1. Delaminasi Lapisan TiAlN
Waktu
No. Pemotongan
(menit)
I
delimination wear (µm)
II
III
IV
rata-rata
V
1 100
37.5
31.2
31.2
43.8
31.2
34.98
2 200
50
56.2
62.5
56.2
50
54.98
3 300
112.5 106.2
87.5
81.2
93.8
96.24
4 400
206.2 162.5
150 112.5
75
141.24
5 500
231.2 193.8 168.8
125
93.8
162.52
6 600
237.5 206.2 168.8
150
100
172.5
7 700
256.2 237.5 206.2
175 118.8
198.74
8 800
300
300 237.5 193.8
9 900
343
318
10 1000
350 293.8
150
236.26
206 137.5
252.1
250 331.2 212.5
287.5
256
2. Delaminasi Lapisan TiAlN/TiSiN
Waktu
No. Pemotongan
I
(menit)
delimination wear (µm)
II
III
IV
rata-rata
V
1 100
62.5
62.5
43.8
43.8
43.8
51.28
2 200
68
68
68
62.5
50
63.3
3 300
68
81.2
68
75
68.8
72.2
4 400
268.8 243.8 231.2 212.5 162.5
223.76
5 500
312.5
250
6 600
337.5
250 293.8 331.2
250
206 162.5
236.2
225
287.5
7 700
600 356.2 368.8 281.2 187.5
358.74
8 800
825 837.5 412.5 343.8 231.2
530
9 900
10 1000
781.2
825
875 437.5 381.2
250
544.98
875 531.2 431.2 343.8
601.24
3. Delaminasi Lapisan TiAlN/TiBN
Waktu
No. Pemotongan
(menit)
I
delimination wear (µm)
II
III
IV
rata-rata
V
1 100
37.5
50
50
50
43.8
46.26
2 200
43.8
56.2
50
50
50
50
3 300
50
56.2
75
62.5
50
58.74
4 400
62.5
68.8
75
62.5
56.2
65
5 500
68.8
81.2
75
75
68.8
73.76
6 600
118.8 112.5 106.2
125
100
112.5
7 700
231.2 218.8 181.2 181.2 156.2
193.72
8 800
237.5 206.2 206.2 181.2 187.5
203.72
9 900
237.5 237.5 206.2
200
175
211.24
10 1000
256.2 231.2 243.8
200 168.8
220
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Perina 14 Februari 1992 dari pasangan Suparman dan
Khadijah. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas pada tahun
2010 di SMA Negeri 1 Mataram. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Sejak masuk
perkuliahan sampai selesai, penulis mendapatkan Beasiswa BIDIK MISI. Pada tahun
2013 penulis juga mendapatkan beasiswa berprestasi dari Himpunan Alumni
Kehutanan IPB (HAE) selama satu tahun. Selama kuliah di IPB, penulis pernah
menjabat sebagai ketua Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Lombok dari tahun
2011-2012. Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) dan
pernah menjabat sebagai ketua divisi kewirausahaan pada tahun 2011-2012. Penulis
juga pernah menjabat sebagai ketua Fortech Cup pada tahun yang bersamaan. Pada
tahun 2011-2013 Penulis secara berturut-turut mendapat juara 1 pada acara Lomba
Lintas Alam antar Lembaga Kemahasiswaan IPB. Selama masa pendidikan, penulis
pernah melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (2012) jalur BaturadenCilacap, Praktek Pengolahan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (2013), dan
Praktek Kerja Lapang di PT. Kanefusa Indonesia (2013).