Karakteristik Aus Mata Pisau Pengerjaan Kayu karena Ekstraktif dan Bahan Abrasif pada Kayu Solid dan Kayu Komposit

(1)

INTRODUCTION. For some specific purposes, the wood will under go to some mechanical working processes, such as cutting, planning, cleaving, sanding, shaping, and being holed. One important woodworking factor in determining the success of woodworking process is mechanical wear of cutting tools, which afect the quality of work and electricity consumption. Thus, it is important to know what material is the best for wood-working cutting tools in improving production effectivity and efficiency. High speed steel and tungsten carbide cutting tools which widely used in the woodworking industry were investigated in this work.

MATERIAL AND METHOD. Blade from High Speed Steel (HSS) and Tungsten Carbide (TC) material were tested both chemically and mechanically for cutting tapi-tapi wood, ulin wood, particle board, and OSB.

RESULT AND DISCUSSION The result showed that, mechanically, the silica in wood and wood composite affect the rate of mechanical wearing of cutting tools. Chemically, the present of extractive compound in the wood and wood composite affect the rate of weight-loss. Tapi-tapi wood and particle board which contained the highest silica content than the other woods cause higher mechanical wearing of cutting tools. Tapi-tapi wood which more corrosive extractive compound cause higher weight loss of cutting tools. High speed steel tool materials suffered a higher percentage of weight loss and mechanical wearing of tools compared with tungsten carbide for all wood and wood composite.

Keyword: high speed steel, tungsten carbide, silica, extractive ABSTRACT

The Wear Characteristics of Woodworking Cutting Tools due to Extractive and Material Abrasive in Solid Wood and Composite Wood

by

Linda Melinda1, Wayan Darmawan2 DHH


(2)

I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Jumlah penduduk di Indonesia yang semakin meningkat mangakibatkan kebutuhan terhadap kayupun semakin meningkat. Peningkatan penggunaan kayu menyebabkan semakin beragamnya tujuan penggunaan kayu, mulai dari bahan untuk konstruksi hingga bahan furnitur. Selain itu konversi kayu menjadi produk komposit seperti papan partikel, Oriented Strand Board (OSB) dan kayu lapis menjadi salah satu pilihan sebagai bahan untuk tujuan penggunaan tertentu.

Pada dasarnya kayu untuk tujuan penggunaan tertentu akan mengalami proses pengerjaan seperti pemotongan, penyerutan, pembelahan, pengampelasan, pembentukan, pengetaman dan pelubangan yang pada proses pembuatannya memerlukan sebuah alat atau mesin. Keberhasilan suatu proses pengerjaan ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya masa pakai pisau, kualitas hasil pengerjaan dan konsumsi energi listrik.

Bagi industri pengerjaan kayu, mengetahui penumpulan mata pisau yang terjadi merupakan hal yang sangat penting karena akan berpengaruh terhadap kualitas pengerjaan yang dihasilkan serta jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk penggantian mata pisau pada alat atau mesin tersebut. Dengan demikian, informasi mengenai bahan mata pisaupun menjadi sangat penting karena bahan pisau yang digunakan pada proses pengerjaan kayu dapat menentukan tingkat efisiensi dan efektifitas produksi.

High Speed Steel (HSS) dan Tungsten Carbide merupakan jenis bahan pisau yang sering digunakan dalam industri pengolahan kayu khususnya di Indonesia. High Speed Steel umumnya digunakan sebagai bahan pembuatan pisau industri, seperti pisau mesin bubut, bor, pisau penyerut, tool bits, dan bilah gergaji, sedangkan Tungsten Carbide banyak dipergunakan untuk mata pisau bilah gergaji, mata router (router bit), dan pisau profile (Darmawan 2003).

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Alipraja (2010), menunjukkan bahwa kandungan silika kayu memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju keausan pisau akibat proses pemotongan kayu solid sedangkan pada proses pemotongan produk komposit, besarnya laju keausan pisau ditentukan oleh jenis dan kandungan bahan abrasif yang terdapat pada produk komposit.


(3)

Keausan bahan pisau High Speed Steel dan Tungsten Carbide secara kimia dan mekanis juga telah diteliti oleh Darmawan et al. (2006) pada beberapa jenis kayu tropika yaitu kayu kelapa, kelapa sawit, pasang, meranti merah, dan jati. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa ektrakstif kayu memiliki peranan yang penting dalam keausan bahan pisau secara kimia sedangkan silika pada kayu menyebabkan keausan bahan pisau secara mekanis.

Beragamnya jenis-jenis kayu tropika Indonesia dan beragamnya kandungan ekstraktif dan silika pada kayu serta semakin berkembangnya produk kayu komposit seperti papan partikel, kayu lapis, Oriented Strand Board (OSB), papan serat dan papan semen, maka diperlukan penelitian lanjutan mengenai karakteristik keausan mata pisau yang disebabkan oleh ekstraktif dan bahan abrasif pada kayu solid dan kayu komposit.

1.2Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik keausan mata pisau High Speed Steel dan Tungsten Carbide karena ekstraktif maupun bahan abrasif pada kayu solid dan produk kayu komposit.

1.3Manfaat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan manfaat dalam pengembangan ilmu pemesinan kayu dan juga dapat dijadikan sebagai acuan bagi industri pengolahan kayu dalam menentukan jenis pisau yang efektif dalam memotong jenis-jenis kayu dan produk kayu komposit tertentu.


(4)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekstraktif dan Bahan Anorganik

Zat ekstraktif adalah komponen kayu yang bukan merupakan komponen struktural, yang hampir semuanya terbentuk dari senyawa-senyawa ekstraseluler dan berbobot molekul rendah (Sjostrom 1995). Zat ekstraktif kayu dibagi menjadi 3 sub golongan yaitu senyawa alifatik (terutama lemak dan lilin), terpena dan terpenoid, serta senyawa fenolik (Achmadi 1990).

Kandungan ekstraktif pada kayu bervariasi dari 3% sampai 30%. Bahan-bahan ini pada kayu dapat memberi pengaruh pada kerapatan. Secara umum kekuatan dan kekakuan kayu meningkat seiring dengan naiknya kerapatan (Haygreen dan Bowyer 1996). Ekstraktif kayu meliputi sejumlah besar senyawa yang berbeda yang dapat diekstraksi dari kayu dengan menggunakan pelarut polar dan non polar. Dalam arti sempit ekstraktif merupakan senyawa-senyawa yang larut dalam pelarut organik (Fengel dan Wegener 1983).

Senyawa kimia berbobot molekul rendah diklasifikasikan menjadi dua yaitu bahan organik dan anorganik. Bahan organik biasa disebut ekstraktif dan bahan anorganik biasa disebut abu (Fengel dan Wegener 1983). Komponen utama abu kayu adalah kalsium, kalium dan magnesium. Dalam banyak kayu, jumlah Ca hingga 50% atau lebih dari unsur total dalam abu kayu. K dan Mg masing-masing menduduki tempat kedua dan ketiga, diikuti Mn, Na, P dan Cl (Ellis 1962 dalam Fengel dan Wegener 1983). Kayu tropika banyak yang menonjol karena persentase silikonnya yang tinggi dibandingkan dengan kayu asal daerah sub tropika dimana dapat melebihi kandungan kalsium dalam spesies tertentu (Hillis, de Silva 1979 dalam Fengel dan Wegener 1983).

Menurut Haygreen dan Bowyer (1996) kandungan silika berpengaruh terhadap sifat pengolahan kayu utuh karena kandungan silika lebih dari 0,3 % dapat menumpulkan alat-alat pertukangan. Kandungan silika melebihi 0,5 % relatif umum terdapat pada kayu-kayu teras tropika. Pada sejumlah jenis kayu tropika kandungan ini mungkin lebih dari 2 %.

Zat ekstraktif memiliki arti penting bagi kayu karena dapat mempengaruhi sifat keawetan, warna, bau, dan rasa jenis kayu. Selain itu ekstraktif dapat


(5)

digunakan untuk mengenal jenis kayu, namun menyulitkan dalam pengerjaan serta mengakibatkan kerusakan pada alat-alat pertukangan (Dumanauw 1982).

Silika dalam ilmu kimia adalah suatu senyawa yang mengandung satu anion dengan satu atau lebih atom silikon pusat yang dikelilingi oleh ligan elektronegatif. Jenis silikat yang sering ditemukan umumnya terdiri dari silikon dengan oksigen sebagai ligannya. Anion silikat, dengan muatan listrik negatif, harus mendapatkan pasangan kation lain untuk membentuk senyawa bermuatan netral. Silika, atau silikon dioksida (SiO2) sering dianggap sebagai silikat,

walaupun senyawa ini tidak bermuatan negatif dan tidak memerlukan ion pasangan. Silika ditemukan di alam dalam bentuk mineral kuarsa (Anonim 2008).

2.2 Nilai pH kayu

Nilai pH merupakan suatu ukuran konsentrasi ion-H (atau ion –OH) dalam larutan dan digunakan untuk menentukan sifat-sifat keasamannya, netral atau basa (Fengel dan Wegener 1983). Nilai pH kayu memberi informasi penting dalam berbagai penggunaan kayu. Logam yang berhubungan dengan kayu dapat mengalami korosi, daya rekat lem, dan fiksasi pelindung kayu dapat dipengaruhi oleh pH. Nilai pH kayu juga berkaitan dengan produksi pulp, produksi papan serat, papan partikel, dan plastifikasi (Labsky 1974 dalam Fengel dan Wegener 1983).

Sanderman dan Rothkamm (1959) dalam McNamara et al. (1970) menyatakan bahwa pH sangat penting dalam pemanfaatan kayu, terutama masalah korosi pada logam atau perubahan warna pada kayu. McNamara, et al. (1970) menyatakan bahwa pengujian perbandingan pH pada beberapa jenis kayu dengan tingkat kadar air yang berbeda menunjukkan bahwa kayu menjadi lebih asam ketika kadar air kayu menurun.

Air ekstrak dari sebagian besar kayu adalah sedikit asam. Kondisi asam dapat mempercepat proses korosi pada logam (Farmer 1967). Pengujian korosi atau karat pada baja dalam larutan asam lemah atau yang kurang terionisasi seperti asam asetat, telah menunjukkan bahwa pH sekitar 4,0-4,3 merupakan batasan bawah dimana tingkat korosi meningkat dengan cepat (Farmer 1962 dalam Krilov et al. 1988).


(6)

Keasaman kayu disebabkan oleh asam organik dan zat-zat polifenol yang ditemukan dalam jenis kayu tertentu merupakan faktor penting sebagai petunjuk bagi masalah umum yang terjadi pada korosi logam, khususnya korosi yang terjadi pada bilah gergaji baja (Krilov et al. 1988).

2.3 Jenis Kayu

2.3.1 Ulin (Eusideroxylon zwageri T)

Ulin memiliki nama latin Eusideroxylon zwageri T. termasuk ke dalam famili Lauraceae. Ulin biasanya tersebar di daerah Jambi, Sumatera Selatan dan Kalimantan. Tinggi pohon ulin bisa mencapai 35 m dengan panjang batang bebas cabang 5-20 m, diameter mencapai 100 cm, kulitnya berwarna coklat kemerah-merahan sampai coklat tua atau coklat kelabu.

Kayu ulin memiliki berat jenis 1,04 (0,88-1,19) dan termasuk ke dalam kelas kuat dan kelas awet I. Kandungan komponen kimia kayu ulin disajikan pada Tabel 1. Kayu Ulin dapat digergaji dan diserut dengan hasil baik, tetapi sangat cepat menumpulkan alat-alat karena kayunya sangat keras. Kayu Ulin dapat dipakai untuk tiang landasan dalam tanah, balok, papan lantai, mebel dan ukiran untuk hiasan rumah (Martawijaya et al. 1989).

Tabel 1 Komposisi Kimia Kayu Ulin

Komponen Kayu Kadar (%) Kelarutan Kadar (%)

Selulosa 58,1 Alkohol-Benzene 5,2

Lignin 28,9 Air dingin 2,9

Pentosan 12,7 Air panas 6,8

Abu 1,0 NaOH 1 % 18,2

Silika 0,5

Sumber : Martawijaya et al. 1989

2.3.2 Tapi-Tapi (Santiria laevigata)

Tapi-tapi memiliki nama latin Santiria laevigata Blume. Tapi-tapi merupakan salah satu spesies yang termasuk famili Burseraceae. Nama lain kayu tapi-tapi antara lain kerantai, kedondong kerantai lichin, berambang, kambajau


(7)

burung, dan pegah kabu-kabu. Tinggi pohon tapi-tapi bisa mencapai 57 m dan memiliki diameter 126 cm, daunnya berbentuk alternet, biasanya ditemukan dihutan campuran tetapi juga bisa ditemukan di hutan rawa dan hutan keranga. Sebagian besar di lereng bukit dengan tanah berpasir.

Kayu tapi-tapi biasa digunakan untuk tiang dan memliki buah yang bisa dimakan. Daerah penyebaran kayu tapi-tapi ini diantaranya adalah Thailand, Semenanjung Malaysia, Sumatra, Kalimantan (Serawak, Brunei, Sabah dan Kalimantan timur), Filipina dan Sulawesi. Kayu tapi-tapi di Kalimantan memiliki nama lokal asam, kandis, kedongdong, kembajau burung, merambang, merasam, pasan, pinyayasan, pusan, sumbit (Anonim 2011).

2.4 Papan Partikel

Menurut Maloney (1993) papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit yang terbuat dari pertikel-partikel kayu atau bahan-bahan berlignoselulosa lainnya yang diikat dengan perekat atau bahan pengikat lainnya kemudian dikempa panas. Dikemukakan juga bahwa berdasarkan kerapatannya papan partikel dapat dibagi ke dalam tiga golongan yaitu :

a. Papan partikel berkerapatan rendah (Low density Particle Board) yaitu papan yang mempunyai kerapatan kurang dari 0,4 g/cm3.

b. Papan partikel berkerapatan sedang (Medium Density Particle Board) yaitu papan yang mempunyai kerapatan antara 0,4-0,8 g/cm3.

c. Papan partikel berkerapatan tinggi (High Density Particle Board) yaitu papan yangmempunyai kerapatan lebih dari 0,8 g/cm3.

Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), tipe partikel yang digunakan untuk bahan baku pembuatan papan partikel adalah :

a. Pasahan (shaving), partikel kayu kecil dengan berbagai dimensi yang dihasilkan apabila mengetam lebar atau mengetam sisi ketebalan kayu.

b. Serpih (flake), partikel kecil dengan dimensi yang telah ditentukan sebelumnya yang dihasilkan dari peralatan yang dikhususkan.

c. Biskit (wafer), serupa serpih dalam bentuknya tetapi lebih besar. Biasanya lebih dari 0,025 inci tebalnya dan lebih dari 1 inci panjangnya.


(8)

d. Tatal (chips), sekeping kayu yang dipotong dari suatu blok dengan pisau yang besar atau pemukul, seperti dengan mesin pembuat tatal kayu pulp.

e. Serbuk gergaji (sawdust), berupa serpih yang dihasilkan oleh pemotongan dengan gergaji.

f. Untaian (strand), pasahan panjang, tetapi pipih dengan permukaan yang sejajar. g. Kerat (silver), potongan melintangnya hampir persegi dengan panjang paling

sedikit 4 kali ketebalannya.

h. Wol kayu (excelsior), keratin yang panjang, berombak, ramping, yang juga digunakan sebagai kasuran pada pengepakan.

2.5 Oriented Strand Board (OSB)

Oriented Strand Board (OSB) merupakan salah satu jenis papan partikel yang dibuat dari partikel yang berbentuk unting (strand). Berdasarkan jumlah lapisannya, OSB dapat terdiri atas satu lapis, tiga lapis, lima lapis atau lebih. OSB berlapis tiga dengan arah serat lapisan luar tegak lurus dengan lapisan tengah. OSB memiliki sifat sama dengan kayu lapis, sehingga dalam pemakaiannya dapat menggantikan kayu lapis dengan ketebalan yang sama. OSB dapat digunakan sebagai bahan pembuatan atap, dinding, dan lantai pada perumahan serta furniture (Sutrisno 2001).

Oriented Strand Board (OSB) merupakan papan yang diproduksi untuk penggunaan struktural terbuat dari untaian (strand) kayu yang sengaja diorientasikan secara bersilangan sehingga kekuatannya sama atau lebih dari kekuatan kayu lapis (Plywood) dan memiliki sifat tahan air (waterproof) sehingga dapat digunakan untuk keperluan eksterior (Nuryawan dan Massijaya 2006).

Tsoumis (1991) menyatakan bahwa OSB merupakan panel tiga lapis yang terbuat dari unting, dengan lapisan permukaan ditempatkan sejajar searah produksi panel sementara bagian intinya (core) tegak lurus. Konstruksi OSB mirip dengan kayu lapis, karena itu sifat-sifat kekuatan lengkung (bending), kekakuan (MOE), dan stabilitas dimensinya hampir sama dengan kayu lapis.

Bowyer et al. (2003) menyatakan bahwa kayu yang banyak digunakan untuk memproduksi OSB adalah kayu dengan kerapatan rendah sampai sedang karena kayu dengan kerapatan tinggi sukar ditangani dan harganya lebih mahal.


(9)

Kayu berkerapatan rendah lebih disukai karena lebih mudah dikempa menghasilkan kontak yang sempurna antar strand. Kandungan zat ekstraktif tinggi dari suatu jenis kayu menyebabkan masalah dalam pengerasan perekat dan menimbulkan blister yaitu pada bagian tengah papan terdapat ruang kosong akibat tekanan gas internal zat ekstraktif yang mudah menguap.

2.6 Bahan Pisau 2.6.1 High Speed Steel

Sejak perang dunia II bahan pisau High Speed Steel telah dikembangkan dan dipergunakan secara luas pada industri pengerjaan logam. Beberapa waktu setelah perang dunia II berakhir, bahan pisau High Speed Steel mulai dipergunakan dan mendapat tempat pada industri pengolahan kayu. Hingga saat ini bahan pisau High Speed Steel masih diproduksi untuk pembuatan pisau pemotong kayu. High Speed Steel merupakan bahan yang terbuat dari campuran beberapa unsur logam seperti besi (Fe), karbon (C), chromium (Cr), nikel (Ni), tungsten (W), dan molybdenum (Mo) (Davis 1995).

High Speed Steel atau disebut juga sebagai self hardening steel memiliki kandungan karbon 0,70%-1,50%. Bahan pisau tersebut biasa dipergunakan dalam pembuatan alat potong drills, reamers, countersinks, lathe tool bits, moulder dan milling cutters. Disebut High Speed Steel karena alat potong yang dibuat dengan material tersebut dapat diaplikasikan dua kali lebih cepat dibanding dengan carbon steel (Hasnan 2006). Sifat penting yang dimiliki bahan High Speed Steel adalah kekerasannya yang tinggi pada temperatur yang tinggi. Oleh karena itu pisau yang terbuat dari bahan High Speed Steel dijadikan pilihan pada sebagian besar proses pemotongan kayu (Darmawan 2003).

Ada beberapa kualitas bahan pisau High Speed Steel yang diproduksi diantaranya T1, M2, M7, M35, dan M42 (Tabel 2). Perbedaan mendasar antara kualitas bahan pisau High Speed Steel tersebut yaitu pada komposisi unsur logam penyusun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa M2 merupakan kualitas bahan High Speed Steel yang memberikan hasil (performance) yang lebih baik untuk pemotongan kayu dibandingkan kualitas lainnya. Sebagai alasannya adalah pisau


(10)

dari M2 yang memiliki sifat keuletan (toughness) yang baik dan daya tahan yang cukup tinggi terhadap tumpul (wear).

Tabel 2. Komposisi bahan penyusun High Speed Steel (%)

Grade C Cr Mo W V Co Mn Si

T1 0,65-0,80

3,75-4,00

- 17,25-18,25

0,90-1,30

- 0,10-0,40

0,20-0,40 M2 0,95 4,20 5,00 6,00 2,00 - - - M7 1,00 3,80 8,70 1,60 2,00 - - - M35 0,94 4,10 5,00 6,00 2,00 5,00 - - M42 1,10 3,80 9,50 1,50 1,20 8,00 - -

Sumber : Davis (1995)

2.6.2 Tungsten Carbide

Sejalan dengan berkembangnya teknologi metalurgi, maka sejak perang dunia II beberapa pengusaha bahan pisau telah melakukan berbagai macam usaha untuk mendapatkan bahan pisau pemotong kayu dengan kualitas yang lebih baik. Bahan pisau yang dicobakan dan memberikan hasil yang memuaskan pada pemotongan kayu adalah bahan Tungsten Carbide. Tungsten Carbide merupakan bahan yang terbuat dari campuran tungsten (W), cobalt (Co), dan carbon (C). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pisau Tungsten Carbide memiliki masa pakai 20-50 kali lebih lama dibandingkan dengan pisau High Speed Steel untuk pemotongan kayu. Oleh karena itu saat ini pisau Tungsten Carbide mulai dipergunakan untuk pekerjaan tertentu mengingat harganya yang mahal (Darmawan 2003).

Darmawan (2003) juga menjelaskan bahan Tungsten Carbide saat ini banyak dipergunakan untuk mata sirip gergaji bundar (circular saw blade tip), mata router (router bit), dan pisau profile. Sifat-sifat penting yang dimiliki bahan Tungsten Carbide yaitu kekerasannya tinggi dan sifat penghantar panasnya baik. Disamping itu bahan Tungsten Carbide dapat dipersiapkan atau dibuat dalam berbagai bentuk mata pisau sisip (insert cutting tool edge), baik sebagai mata pisau permanen maupun mata pisau lepas pada bilah pisaunya (cutting tool blade).


(11)

2.7 Karakteristik Aus Mata Pisau

Keausan atau penumpulan mata pisau pengerat kayu secara umum merupakan suatu proses yang menyebabkan pisau tersebut tidak layak digunakan lagi dalam pengerjaan kayu. Keausan atau penumpulan mata pisau pada dasarnya dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor mekanis dan faktor kimiawi. Keausan mata pisau secara kimiawi ditandai dengan adanya korosi pada permukaan mata pisau yang digunakan untuk memotong kayu.

Korosi atau secara awam lebih dikenal dengan istilah perkaratan. Perkaratan merupakan fenomena kimia pada bahan-bahan logam yang pada dasarnya merupakan reaksi logam menjadi ion pada permukaan logam yang kontak langsung dengan lingkungan yang mengandung air dan oksigen. Faktor yang cukup besar pengaruhnya terhadap peristiwa korosi adalah gerakan dari logam di dalam suatu media (Susanti 2008). Penumpulan pisau pengerat kayu dapat terjadi secara cepat dimana bagian kontak pisau mengalami kerusakan serius dalam tempo singkat, atau secara berangsur melalui pengikisan mikroskopis partikel logam oleh kayu yang berlangsung secara kontinu (Balfas 1994).

Aus mata pisau secara mekanis terjadi karena adanya gesekan antara kayu dengan bahan pisau pada saat pemotongan yang menyebabkan pengikisan partikel logam pada pisau. Darmawan (2000) menyatakan bahwa aus pisau secara mekanis disebabkan karena adanya gesekan pada proses pemotongan akibat adanya bahan-bahan abrasif seperti silika, pasir, debu, dan semen. Semakin tinggi kandungan silika yang terdapat pada kayu atau papan komposit maka semakin tinggi pula laju keausan pisau. Klamecki (1979) dalam Balfas (1994) menyatakan bahwa penumpulan yang terjadi pada pisau memiliki pengaruh yang langsung terhadap kualitas permukaan kayu yang dikerjakan. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan cara untuk menentukan penumpulan pada pisau tersebut. Namun demikian pengukuran penumpulan pisau umumnya dilakukan dengan mengukur besarnya rompal (nicks) yang tejadi pada bagian mata pisau. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan alat fotografi seperti yang dilakukan oleh Chardin dan Froidure (1969), Edamatsu dan Ihira (1957), dan Neusser dan Schall (1970). Cara lain yang digunakan adalah dengan pengukuran perubahan geometri pada mata pisau dengan menggunakan mikroskop.


(12)

III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan September 2011 yang bertempat di laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu dan Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ulin berukuran 140 mm x 230 mm x 450 mm, kayu tapi-tapi berukuran 43 mm x 140 mm x 550 mm, papan partikel berukuran 12 mm x 600 mm x 600 mm, OSB (Oriented Strand Board) berukuran 150 mm x 320 mm x 600 mm (Gambar 1) dan serbuk masing-masing jenis kayu yang diperoleh dari hasil pemotongan. Pisau pemotong dalam bentuk Router bit dan potongan-potongan kecil pisau yang berbahan sama dengan pisau pemotong Router bit dipilih dari jenis High Speed Steel dan Tungsten Carbide.

Gambar 1 Jenis kayu solid dan kayu komposit yang diuji dalam pemotongan.

Oriented Strand Board Papan Partikel


(13)

Pengujian karakteristik aus pisau secara mekanis menggunakan mesin

Computer Numerical Control (CNC) milling machine dan digital video

microscope. Selanjutnya pengujian aus pisau secara kimia menggunakan bahan larutan HCl 6 M, AgNO3, aquades, kertas saring (Whatman) dan peralatan

erlenmeyer 250 ml, gelas piala, cawan porselen, water bath, oven, desikator, timbangan dan stirer.

Jenis pisau yang dipakai pada penelitian ini adalah jenis pisau High Speed Steel dan Tungsten Carbide. Pisau yang digunakan pada pengujian karakteristik aus pisau secara mekanis berbentuk bit sedangkan untuk pengujian aus pisau secara kimia berbentuk potongan-potongan kecil (Gambar 2).

(a) (b)

Gambar 2 Bentuk Router bit (a), potongan bahan pisau High Speed Steel dan Tungsten Carbide (b).

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Pengujian Karakteristik Aus Pisau Secara Mekanis

Pengujian karakteristik aus pisau secara mekanis dilakukan dengan cara memotong balok atau lembaran kayu komposit yang diletakkan di meja CNC dimana laju pergerakan pemotongannya dapat diatur pada arah sumbu x dan y (Gambar 3).


(14)

Gambar 3 Sketsa pemotongan contoh uji.

Balok uji atau lembaran kayu komposit dipotong setebal 2 mm dengan lebar pemotongan 2 mm pada arah memanjang balok uji atau lembaran kayu komposit. Laju aus pisau dilihat dan diukur dibawah digital video microscope setiap panjang pemotongan sebesar 200 m hingga total panjang pemotongan 2000 m. Kondisi pemotongan balok uji dan lembaran kayu komposit disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Kondisi Pemotongan

Parameter Kondisi

Kecepatan pemotongan 1004 m/min Laju per putaran 0,1mm/rev Putaran bilah 20000 rpm Laju pengumpanan 2000 mm/min Lebar pemotongan 2 mm


(15)

Besarnya aus mata pisau (µm) diukur pada kedua mata pisau untuk setiap panjang pemotongan sepanjang 200 m dibawah digital video microscope. Nilai keausan yang digunakan merupakan rataan dari nilai keausan yang diukur pada lima titik (Gambar 4). Foto untuk identifikasi profil aus mata pisau juga diambil pada waktu yang bersamaan dengan pengukuran keausan mata pisau.

Besar aus pisau (μm) Kondisi awal pisau sisi clearance pisau (Routerbit)

Gambar 4 Sketsa pengukuran aus mata pisau.

3.3.2 Analisis Kandungan Ekstraktif dan Silika dalam Kayu

Analisis kandungan ekstraktif dan silika dalam kayu menggunakan serbuk kayu berukuran 50 mesh dari masing-masing jenis kayu dan kayu komposit. Analisis komponen kimia pada kayu tersebut dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut.

a. Pengukuran keasaman (pH) kayu

Serbuk kayu berukuran 50 mesh sebanyak ±5 gram dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer yang berisi 50 ml aquades, kemudian dipanaskan diatas water bath pada suhu 80 oC selama 30 menit. Selanjutnya, contoh uji didinginkan dan disaring dengan kertas saring dan filtratnya ditampung untuk pengukuran pH. Pengukuran nilai pH dilakukan dengan alat pH meter dengan cara memasukkan elektroda pH meter ke dalam gelas piala yang berisi filtrat dari masing- masing contoh uji.


(16)

b. Pengukuran kadar ekstraktif kayu

Prosedur ini dilakukan berdasarkan standar TAPPI T 207 om-88. Serbuk kayu sebanyak 2 ± 0,1 (Ba) gram dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer dan ditambahkan 100 ml air panas. Kemudian Erlenmeyer berisi serbuk dipanaskan di atas water bath pada suhu 100 oC selama 3 jam dan diaduk secara teratur. Kemudian serbuk dicuci dan disaring dengan air panas sampai filtratnya tidak berwarna. Selanjutnya serbuk dimasukkan ke dalam oven bersuhu 103 ± 2 oC lalu ditimbang sampai beratnya konstan (Bb). Kelarutan ekstraktif kayu dalam air panas dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

c. Pengukuran Kadar Abu

Penentuan kadar abu dilakukan berdasarkan standar TAPPI T 211 0m-85 (1991). Cawan porselin disiapkan, kemudian dimasukkan dalam oven pada suhu 103 ± 2 oC selama 24 jam, dan ditimbang beratnya. Kemudian, serbuk kayu sebanyak 4 ± 0,1 gram dimasukkan ke dalam cawan porselen dan dikeringkan dalam oven untuk mendapatkan berat kering oven serbuk. Kemudian cawan porselen yang berisi serbuk dimasukkan ke dalam tanur selama 6 jam pada suhu 600 oC. Setelah dikeluarkan dari tanur, cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai beratnya konstan (berat abu). Kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus :

d. Pengukuran Kadar Silika Dalam Abu

Penentuan kadar silika dilakukan berdasarkan standar TAPPI T 211 0m-85 (1991). Abu yang diperoleh dari isolasi kadar abu ditambahkan 20 ml HCl 6 M dan dipanaskan di atas water bath bersuhu 80 oC hingga larutan menjadi kering.

Kelarutan dalam air panas =

%


(17)

Sampel kemudian diencerkan dengan aquades dan disaring dengan menggunakan kertas saring whatman dan dicuci dengan aquades sampai bebas asam dan tidak terjadi endapan putih AgCl2 ketika diberi indikator AgNO3.

Selanjutnya cawan berisi abu di masukkan ke dalam tanur pada suhu 575 ± 25

o

C selama paling kurang 3 jam. Sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar silika dihitung menggunakan rumus:

3.3.3 Pengujian Karakteristik Aus Pisau Secara Kimiawi

Pengujian karakteristik aus pisau secara kimia dilakukan menggunakan potongan-potongan kecil pisau dari bahan yang sama dengan bahan mata pisau yang digunakan pada saat pengujian karakteristik aus pisau secara mekanis.

Potongan kecil pisau dibilas dengan air destilata panas kemudian ditiriskan dan ditimbang beratnya (Bo). Potongan kecil pisau dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml yang berisi serbuk kayu berukuran 50 mesh sebanyak 20 gram yang telah ditambahkan dengan air destilata panas sebanyak 100 ml. Erlenmeyer tersebut kemudian diletakkan diatas alat pemutar dan dipanaskan dengan suhu 80

⁰C sehingga terjadi gesekan antara bahan pisau dengan serbuk kayu. Hal ini bertujuan untuk mengkondisikan reaksi antara potongan kecil bahan pisau dengan larutan serbuk kayu mendekati kondisi pada saat dilakukan pemotongan. Reaksi ini terus dipertahankan selama 8 jam dengan pertimbangan lama jam kerja di industri yaitu selama 8 jam.

Bahan pisau yang telah direaksikan kemudian dicuci dengan air destilata panas, ditiriskan sampai kering dan ditimbang beratnya (Br). Perhitungan karakteristik aus pisau secara kimia ini dilakukan dengan cara menghitung kehilangan berat bahan pisau setelah direaksikan dalam larutan ekstraktif kayu. Persentase kehilangan berat kumulatif bahan pisau menggunakan rumus berikut:

Kadar Silika=


(18)

IV PEMBAHASAN

4.1 Nilai pH dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas)

Nilai pH merupakan ukuran konsentrasi ion-H (atau ion-OH) dalam larutan yang digunakan untuk menentukan sifat keasaman, basa atau netral. Nilai pH kayu penting untuk berbagai penggunaan. Pengujian kadar ekstraktif dan nilai pH yang dilakukan pada kayu solid dan kayu komposit menunjukkan nilai yang bervariasi (Tabel 4).

Tabel 4 Nilai pH dan Kadar Ekstraktif

Jenis kayu Nilai pH Kadar Ekstraktif (%)

Papan Partikel 6,16 11,55

Oriented Strand Board (OSB) 6,61 8,83

Tapi-Tapi 4,47 3,85

Ulin 3,61 8,28

Hasil pada Tabel 4 menunjukkan bahwa kayu ulin memiliki tingkat keasaman yang paling tinggi yaitu sebesar 3,61 diikuti kayu tapi-tapi sebesar 4,47 sedangkan untuk kayu komposit memiliki nilai pH yang mendekati netral yaitu pada papan partikel sebesar 6,16 dan Oriented Strand Board sebesar 6,61. Derajat keasaman pada tiap jenis kayu menunjukkan nilai yang berbeda-beda, hal ini sesuai dengan yang dinyatakan McNamara, et al. (1970) bahwa derajat keasaman kayu terutama tergantung pada jenis, umur kayu, lokasinya di pohon dan kondisi fisik. Nawawi (2002) menyatakan bahwa keasaman kayu meningkat oleh oksidasi zat ekstraktif dan degradasi hidrolitik dari komponen kayu. Perbedaan derajat keasaman pada kayu komposit yang diuji selain diduga karena perbedaan tempat tumbuh dari jenis kayu yang digunakan juga disebabkan karena adanya penambahan perekat pada proses pembuatannya.

Fengel dan Wegener (1983) manyatakan bahwa nilai pH kayu dari daerah beriklim sedang ada dalam kisaran asam lemah hingga sedang (3,3-6,4), sedangkan pH untuk kayu tropika berada dalam kisaran asam lemah hingga basa


(19)

lemah (3,7-8,2). Farmer (1967) menyatakan bahwa air ekstrak dari sebagian besar kayu adalah sedikit asam, dan kondisi asam dapat mempercepat proses korosi pada logam.

Ekstraktif terdiri atas jumlah yang sangat besar dari senyawa-senyawa tunggal tipe lipofil maupun hidrofil. Ekstraktif dapat dipandang sebagai konstituen kayu yang tidak struktural, hampir seluruhnya terbentuk dari senyawa-senyawa ekstraselluler dan berat molekul rendah. Kandungan ekstraktif biasanya kurang dari 10%, tetapi dapat bervariasi hingga 40% dari berat kayu kering (Sjostrom 1995). Pengujian kadar ekstraktif kayu dengan menggunakan metode rendaman air panas menghasilkan nilai yang bervariasi. Nilai kadar ekstraktif tertinggi terdapat pada papan partikel yaitu sebesar 11,55% dan terendah terdapat pada kayu tapi-tapi yaitu sebesar 3,85%. Perbedaan kandungan ekstraktif pada kayu solid yang diuji dengan menggunakan metode air panas diduga karena perbedaan tempat tumbuh. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Fengel dan Wegener (1983) bahwa kandungan dan komposisi ekstraktif berubah-ubah di antara spesies kayu dan juga terdapat variasi yang tergantung pada tapak geografi dan musim.

Higuchi (1985) menyatakan bahwa zat ekstraktif merupakan komponen non-struktural pada kayu dan kulit tanaman terutama berupa bahan organik yang terdapat pada lumen dan sebagian pada dinding sel. Ekstraksi dapat dilakukan dengan menggunakan air dingin atau panas dan bahan pelarut organik netral seperti alkohol atau eter. Jumlah dan jenis zat ekstraktif yang terdapat pada tanaman tergantung pada jenis tanaman dan letaknya. Pada kayu konvensional, zat ekstraktif banyak terdapat pada kayu teras. Getah, lemak, resin, gula, lilin, tanin, alkaloid merupakan beberapa contoh zat ekstraktif.

4.2 Kadar Abu dan Kadar Silika

Selain bahan organik, pada kayu juga terdapat bahan anorganik berupa mineral dan silika yang tidak larut dalam air atau pelarut organik (Tsoumis 1991). Komponen utama abu adalah kalium, kalsium dan magnesium sedangkan pada kayu dari daerah tropis yang terbanyak adalah silika. Umumnya kayu lunak dan kayu keras dari daerah iklim sedang mempunyai kandungan abu yang sangat


(20)

rendah, sedangkan kayu keras dari daerah tropis mengandung abu yang cukup tinggi (Fengel dan Wegener 1983).

Abu merupakan senyawa kimia berbobot molekul rendah yang terdapat dalam kayu dan biasanya memiliki nilai yang relatif kecil. Ellis (1962) dalam Fengel dan Wegener (1983) manyatakan bahwa komponen utama abu kayu adalah kalsium, kalium dan magnesium. Pada sebagian besar kayu, jumlah Ca hingga 50% atau lebih dari unsur total dalam abu kayu. K dan Mg masing-masing menduduki tempat kedua dan ketiga, diikuti Mn, Na, P dan Cl.

Hasil pengujian kadar abu dan silika pada kayu solid dan kayu komposit yang diuji disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Nilai kadar abu dan silika pada kayu solid dan kayu komposit Jenis Kayu Kadar Abu (%) Kadar Silika (%)

Papan Partikel 2,87 0,95

Oriented Strand Board (OSB) 2,41 0,47

Tapi-Tapi 0,78 0,75

Ulin 0,52 0,35

Hasil pengujian terhadap kadar abu memperlihatkan bahwa papan partikel memiliki kadar abu yang paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya yaitu sebesar 2,87 %, diikuti OSB sebesar 2,41 %, kayu tapi-tapi sebesar 0,78 %, dan terendah kayu ulin sebesar 0,52 %.

Abu dapat ditentukan karena adanya senyawa yang tidak terbakar yang mengandung unsur-unsur seperti kalsium, kalium, magnesium, mangan dan silikon. Kenyataan bahwa kayu-kayu domestik memiliki kandungan abu yang rendah terutama kandungan silikanya, adalah penting dari sudut pemanfaatannya. Kayu dengan kandungan silika lebih tinggi diatas 0,35% akan menyebabkan alat-alat menjadi tumpul (Muladi 2005).

Hasil pengujian kadar silika menunjukkan bahwa papan partikel memiliki kadar silika yang paling tinggi yaitu sebesar 0,95 % dibandingkan dengan yang lainnya, diikuti kayu tapi-tapi sebesar 0,75 %, OSB sebesar 0,47% dan terendah kayu ulin sebesar 0,35 %.


(21)

Haygreen dan Bowyer (1996) menyatakan bahwa silika berpengaruh terhadap sifat pengolahan kayu utuh terutama kandungan silika lebih dari 0,3 % dapat menumpulkan alat-alat pertukangan. Kandungan silika melebihi 0,5 % relatif umum terdapat pada kayu-kayu teras tropika dan pada sejumlah spesies kandungan ini mungkin lebih dari 2 % dari beratnya.

4.3 Kehilangan Berat Bahan Pisau dalam Rendaman Serbuk

Hasil pengujian kehilangan berat bahan pisau secara kimia disajikan pada Tabel 6. Pada tabel tersebut terlihat bahwa pada bahan pisau High Speed Steel persentase kehilangan berat yang paling besar terjadi pada rendaman serbuk kayu tapi-tapi yaitu sebesar 0,60 % kemudian kayu ulin sebesar 0,58 %, berikutnya OSB sebesar 0,38 % dan terendah papan partikel sebesar 0,12 %. Walaupun kayu tapi-tapi memiliki kadar ekstraktif yang paling rendah dibandingkan dengan jenis kayu lainya tetapi kayu tapi-tapi menyebabkan High Speed Steel mengalami kehilangan berat yang paling besar. Hal ini diduga karena kandungan ekstraktif yang terdapat pada kayu tapi-tapi bersifat lebih korosif terhadap logam. Senyawa fenolik, terutama tropolon merupakan senyawa yang bersifat aromatik sehingga mampu mengkompleks ion logam berat. Kompleks besi inilah yang menyebabkan masalah korosi pada ketel pemasak pulp (Achmadi 1990). Krilov (1986) menyatakan bahwa terjadinya karat pada besi disebabkan karena adanya zat ekstraktif yang sangat kompleks. Zat ekstraktif tersebut terdiri dari berbagai senyawa yang sifatnya reaktif, seperti asam organik dan bahan polifenol, dimana beberapa diantaranya dapat membentuk organometallic complex. Organometallic complex inilah yang menyebabkan terjadinya reaksi pengkaratan antara kayu dengan besi tersebut.

Tabel 6 Persentase Kehilangan Berat Bahan Pisau dalam Rendaman Serbuk selama 8 Jam pada Suhu 80oC

Jenis Pisau Persentase Kehilangan Berat

Papan Partikel OSB Tapi-Tapi Ulin

High Speed Steel 0,12 0,38 0,60 0,58


(22)

Hasil pada Tabel 6 mengindikasikan bahwa Tungsten Carbide lebih tahan terhadap korosi dibandingkan dengan High Speed Steel. Tungsten Carbide mengalami persentase kehilangan berat terbesar pada rendaman serbuk kayu ulin yaitu sebesar 0,22 % sedangkan pada High Speed Steel persentase kehilangan berat terbesar terjadi pada rendaman serbuk kayu tapi-tapi yaitu sebesar 0,60 %. Tulhoff (2000) menyatakan bahwa Tungsten Carbide digunakan untuk meningkatkan ketahanan aus pada bagian mesin yang bergerak seperti pemutar dan bola, bantalan dan nozzel, alat pemotongan dan pengeboran serta peralatan pertambangan.

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa bahan pisau High Speed Steel mengalami persentase kehilangan berat lebih besar dibandingkan dengan persentase kehilangan berat yang terjadi pada bahan pisau Tungsten Carbide. Hal ini diduga karena lebih beragamnya bahan penyusun High Speed Steel dibandingkan dengan Tungsten Carbide yang hanya terdiri dari bahan penyusun tungsten (W), cobalt (Co), dan carbon (C) sehingga lebih kuat dibandingkan dengan High Speed Steel.

Reynolds (1958) menyatakan bahwa jenis pisau Tungsten Carbide memiliki nilai kekerasan hingga 82 HRC, sedangkan pada jenis pisau High Speed Steel nilai kekerasan maksimum hanya mencapai 66 HRC. Selain itu jenis pisau

Tungsten Carbide juga memiliki nilai kekakuan, kekuatan tekan, dan

konduktivitas yang lebih besar dibandingkan jenis pisau High Speed Steel, sehingga lebih kuat menahan gesekan pada kecepatan pemotongan tinggi. Balfas (1994) menyatakan bahwa untuk memperpanjang masa pakai pisau dalam penyerutan kayu biasa digunakan pisau serut yang bagian matanya diperkeras, seperti penggunaan bahan “tungsten carbide”.

4.4 Aus Pisau Secara Mekanis

Aus pisau atau penumpulan mata pisau terjadi karena adanya gesekan yang tinggi pada permukaan pisau dengan objek dalam hal ini kayu secara terus menerus. Hal ini menyebabkan terjadinya pengikisan partikel logam pada pisau yang digunakan untuk memotong. Gesekan yang terjadi antara permukaan pisau dengan kayu menyebabkan tingginya temperatur dari pisau sehingga menurunkan daya tahan pisau terhadap gesekan. Penurunan daya tahan pisau mengakibatkan


(23)

hasil pemotongan tidak maksimal dan menghasilkan permukaan kayu yang tidak rata. Pada Tabel 7 disajikan kondisi kayu solid dan kayu komposit yang diuji dan pada Gambar 5 dan 6 disajikan jumlah aus pisau pada sisi clearance untuk setiap kayu yang diuji.

Tabel 7 Sifat-sifat kayu yang diuji Jenis

kayu

Kerapatan (g/cm3)

Kadar Air (%)

MOE (Kg/cm2)

MOR (Kg/cm2)

Hardness (kg/cm2)

Papan Partikel 0,63 14,36 13.435 85 324

Oriented Strand Board 0,71 10,62 41.231 447 500

Tapi-Tapi 0,48 13,96 85.565 739 306

Ulin 1,03 17,97 184.000 1.113 973

Gambar 5 Hubungan antara jumlah aus mata pisau High Speed Steel dengan panjang pemotongan.

Hasil pada Gambar 5 memperlihatkan bahwa aus pisau pada kayu solid yang paling besar terjadi pada saat pemotongan kayu tapi-tapi. Meskipun kayu tapi-tapi memiliki kerapatan yang rendah yaitu sebesar 0,48 g/cm3 dibandingkan dengan kayu ulin yang memiliki kerapatan sebesar 1,06 g/cm3, tetapi kayu

tapi-0 50 100 150 200 250

0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2

Jum la h a us sisi c le a r a n c e ( µ m )

Panjang Pemotongan (km) papan partikel

tapi-tapi OSB Ulin


(24)

tapi mengakibatkan tingkat keausan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kayu ulin. Hal ini disebabkan karena adanya kandungan silika yang lebih tinggi pada kayu tapi-tapi (0,75%) dibandingkan dengan kayu ulin (0,35 %).

Pada pemotongan produk komposit dengan menggunakan pisau High Speed Steel, papan partikel mengakibatkan tingkat keausan pisau yang lebih tinggi dibandingkan dengan OSB. Pada pemotongan kayu komposit terjadi fenomena yang sama seperti pada kayu solid dimana papan partikel dengan kerapatan yang lebih kecil (sebesar 0,63 g/cm3) dibandingkan dengan OSB (sebesar 0,71 g/cm3), mengakibatkan tingkat keausan yang lebih tinggi. Hal ini diduga selain karena papan partikel memiliki kandungan silika yang lebih tinggi yaitu sebesar 0,95 %, juga karena adanya bahan abrasif lainnya seperti pasir atau debu yang terdapat pada partikel-partikel kayu dan perekat yang digunakan.

Gambar 6 Hubungan antara jumlah aus mata pisau Tungsten Carbide dengan panjang pemotongan.

Aus mata pisau pada saat pemotongan kayu solid dan kayu komposit dengan menggunakan Tungsten Carbide (Gambar 6) menunjukkan fenomena yang sama seperti pada saat pemotongan kayu solid dan kayu komposit dengan menggunakan pisau High Speed Steel. Papan partikel dan kayu tapi-tapi

0 50 100 150 200 250

0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2

Jum la h A us S is i C le a r a n c e m )

Panjang Pemotongan (km) papan partikel

Tapi-Tapi OSB Ulin


(25)

mengakibatkan aus mata pisau yang paling besar dibandingkan jenis kayu yang lainnya. Berdasarkan hubungan pada Gambar 5 dan 6 dicari persamaan regresi linier dan koefisien korelasi dan hasilnya disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Persamaan regresi linear dan koefisien korelasi bagi hubungan antara jumlah aus dan panjang pemotongan yang tertera pada Gambar 5 dan 6.

Catatan : y= jumlah aus pisau, x= panjang pemotongan, r= koefisien korelasi bagi hubungan antara aus dan panjang pemotongan.

Tingginya laju keausan mata pisau juga dipengaruhi oleh bentuk dan distribusi silika yang terdapat pada kayu solid maupun kayu komposit. Pada Gambar 7 disajikan bentuk dan distribusi silika yang terdapat pada kayu tapi-tapi hasil pengujian Scanning Electron Microscope (SEM).

Gambar 7 Bentuk dan distribusi silika kayu tapi-tapi. Jenis pisau Jenis kayu Persamaan linier r

High Speed Steel Papan Partikel y = 35,64x + 135,9 0,99

Oriented Strand Board y = 37,57x + 80,91 0,99 Tapi-Tapi y = 39,30x + 123,1 0,99 Ulin y = 75,29x – 1,828 0,97

Tungsten Carbide Papan Partikel y = 27,98x + 25,22 0,98

Oriented Strand Board y = 17,15x + 22,72 0,93 Tapi-Tapi y = 14,55x + 30,91 0,91


(26)

Pada Gambar 7 menunjukkan bentuk silika pada kayu tapi-tapi berbentuk bulat dan padat dengan ukuran yang bervariasi. Porankiewicz et al. (2006) menyatakan bahwa bentuk silika pada kayu bervariasi tergantung kepada jenis kayu. Kayu Kelapa Sawit memiliki bentuk silika yang cenderung bulat padat, sehingga menyebabkan aus pisau yang lebih tinggi dibandingkan jenis kayu Kelapa, Jati, Pasang dan Meranti Merah. Darmawan (2000) menyatakan bahwa aus pisau secara mekanis disebabkan karena adanya gesekan pada proses pemotongan akibat adanya bahan-bahan abrasif seperti silika, pasir, debu, dan semen. Semakin tinggi kandungan silika yang terdapat pada kayu atau papan komposit maka semakin tinggi pula laju keausan pisau. Darmawan et al. (2006) juga menyatakan bahwa ektrakstif kayu memiliki peranan yang penting dalam keausan bahan pisau secara kimia sedangkan keausan bahan pisau secara mekanis lebih ditentukan oleh kandungan silika pada kayu.

Hasil pengujian aus pisau secara mekanis pada Gambar 5 dan 6 menunjukkan bahwa jumlah aus pisau Tungsten Carbide lebih kecil dibandingkan dengan jumlah aus pisau High Speed Steel pada setiap jenis kayu yang dipotong. Hal ini dikarenakan pisau Tungsten Carbide memiliki kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pisau High Speed Steel. Reynolds (1958) menyatakan bahwa jenis pisau Tungsten Carbide memiliki nilai kekerasan hingga 82 HRC, sedangkan pada jenis pisau High Speed Steel nilai kekerasan maksimum hanya mencapai 66 HRC. Selain itu jenis pisau Tungsten Carbide juga memiliki nilai kekakuan, kekuatan tekan, dan konduktivitas yang lebih besar dibandingkan jenis pisau High Speed Steel, sehingga lebih kuat menahan gesekan pada kecepatan pemotongan tinggi.

Gesekan yang terjadi antara mata pisau dengan kayu yang dipotong menyebabkan terjadinya perubahan bentuk pada mata pisau. Perubahan bentuk mata pisau yang terbesar dialami pada saat pemotongan kayu komposit yaitu pada pemotongan papan partikel. Perubahan bentuk mata pisau yang terjadi pada pemotongan papan partikel dapat dilihat pada Gambar 8.


(27)

(a)

(b)

Gambar 8 Perubahan bentuk mata pisau yang terjadi akibat pemotongan papan partikel pada pisau High Speed Steel dan Tungsten Carbide. Ket: (a) Kondisi awal pisau; (b) Kondisi akhir pisau (setelah pemotongan sepanjang 2 km).

Pemotongan dengan kecepatan tinggi menyebabkan terjadinya gesekan secara kontinyu pada temperatur tinggi. Hal ini menyebabkan mata pisau mengalami perubahan bentuk atau penumpulan yang sangat besar. Silika dan bahan abrasif yang terdapat pada papan partikel juga menjadi salah satu faktor penting yang dapat mempercepat ausnya mata pisau yang digunakan. Perubahan bentuk mata pisau yang paling besar akibat pemotongan kayu solid terjadi pada saat pemotongan kayu tapi. Perubahan bentuk yang terjadi pada kayu tapi-tapi dapat dilihat pada Gambar 9.

High Speed Steel Tungsten Carbide


(28)

(a)

(b)

Gambar 9 Perubahan bentuk mata pisau yang terjadi akibat pemotongan kayu tapi-tapi pada pisau High Speed Steel dan Tungsten Carbide. Ket: (a) Kondisi awal pisau; (b) Kondisi akhir pisau (setelah pemotongan sepanjang 2 km)

Penumpulan pisau pengerat kayu dapat terjadi secara cepat dimana bagian kontak pisau mengalami kerusakan serius dalam tempo singkat, atau secara berangsur melalui pengikisan mikroskopis partikel logam oleh kayu yang berlangsung secara kontinu (Balfas 1994). Hasil pengujian keausan mata pisau yang dilakukan pada kayu komposit dan kayu solid memperlihatkan bahwa kayu komposit dengan kadar silika yang lebih tinggi menyebabkan tingkat keausan yang paling besar pada pisau pemotongan. Selain karena kadar silika yang tinggi pada kayu komposit, juga diduga karena adanya penambahan perekat pada saat pembuatannya menyebabkan laju aus mata pisau semakin besar.

High Speed Steel Tungsten Carbide

Tungsten Carbide High Speed Steel


(29)

V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Kandungan ekstraktif pada kayu solid maupun kayu komposit memberikan kontribusi terhadap aus mata pisau secara kimia (kehilangan berat bahan pisau).

2. Aus mata pisau secara mekanis lebih ditentukan oleh kandungan silika atau bahan abrasif yang terdapat pada kayu solid maupun kayu komposit. Semakin tinggi kandungan silika atau bahan abrasif pada kayu solid maupun kayu komposit maka semakin tinggi pula laju keausan mata pisau.

3. Tungsten Carbide memiliki daya tahan terhadap aus yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis pisau High Speed Steel pada semua jenis kayu yang diuji.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aus pisau secara mekanis pada kayu solid dan kayu komposit yang diuji dengan menggunakan jenis pisau yang berbeda.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kandungan senyawa ekstraktif yang mengakibatkan terjadinya korosi.


(30)

KARAKTERISTIK AUS MATA PISAU PENGERJAAN KAYU

KARENA EKSTRAKTIF DAN BAHAN ABRASIF PADA KAYU

SOLID DAN KAYU KOMPOSIT

LINDA MELINDA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(31)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi SS. 1990. Bahan pengajaran Kimia Kayu. Pusat Antar universitas Ilmu Hayat IPB. Bogor.

Alipraja I. 2010. Karakteristik aus pisau pengerjaan kayu karena pengaruh ekstraktif dan bahan abrasive yang terkandung pada kayu dan kayu komposit [skripsi]. Bogor: Fakultas kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2008. http://id.wikipedia.org/wiki/High Speed Steel. [ 14 Agustus 2011]. _______. 2008.Silikat. http://id.wikipedia.org/wiki/Silikat [11 September 2011]

_______. 2011. Santiria laevigata.

http://www.nationaalherbarium.nl/sungaiwain/Burseraceae/Santiria_laevig ata.htm [15 September 2011]

Balfas J. 1994. Penentuan penumpulan pisau pada permukaan kayu. Jurnal penelitian hasil hutan 12 (2): 66-69.

Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2003. Forest Products and Wood Science An Introduction 4th Ed. USA : Iowa State Press A Blackwell Publ.

Darmawan W. 2000. The Effect of Coating Materials and Cutting Speed on the Wear Characteristics of Some Coated Carbide Tools. Department of Forest Product. Faculty of Forestry. Bogor Agriculture University.

Darmawan W. 2003. Bahan Pisau Pemotong Kayu I : Sejarah Perkembangan. Forum Komunikasi Tekhnologi dan Industri Kayu 1( 3).

Darmawan W, Rahayu IS, Tanaka C, Marchal R. 2006. Chemical and Mechanical Wearing of High Speed Steel and Tungsten Carbide Tools by Tropical Woods. Journal of Tropical Forest Science 18 (4): 166-172.

Davis JR. 1995. Tool Material. ASM International.

Djarwanto. 2010. Sifat pengkaratan besi pada sebelas jenis kayu. Jurnal Teknologi Hasil Hutan 28 (3): 255-261. Pusat Penelitian Dan Pngembangan Hasil Hutan. Bogor.

Dumanauw JF. 1982. Mengenal Kayu. Yogyakarta: Penerbit Kanisium.

Farmer RH. 1967. Chemistry in The Utilization of Wood. Forest Product Research Laboratory, Princes Risborough, England: Pergamon Press. Fengel D dan Wegener G. 1983. Kayu : Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-Reaksi. H


(32)

Haygreen JG dan Bowyer JL. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Sujipto AH, penerjemah. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Higuchi T. 1985. Biosynthesis and Biodegradation of Wood Component. Academic Press, Inc. Tokyo. p.1-287.

Krilov A. 1986. Corrotion and wear sawblade steels. Wood Science And Technology 20: 361-368. Springer-Verlag. Sidney.

Krilov A and WH Lasander. 1988. Acidity of Heartwood and Sapwood in some Eucalypt Species. Holzforschung 42: 253-258.

Maloney TM. 1993. Modern Particle Board and Dry Process Fiberboard Manufacturing. Miller Freeman, Inc San Fransisco.

Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang YI, Prawira SA, Kadir K. 1989. Atlas Kayu Indonesia; Jilid II. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

McNamara WS, Sullivan CE, Higgins JC. 1970. pH measurement on Northeastern Woods. Wood Science 3 (1): 48-51.

Muladi S. 2005. Tropical Woods. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Nawawi DS. 2002. The acidity of five tropical woods and its influence on metal

corrosion. Jurnal Teknologi Hasil Hutan XV (2): 18-24. Fakultas Kehutanan-Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nuryawan A, Massijaya MY. 2006. Mengenal Oriented Strand Board (OSB) kerjasama Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan & Fakultas kahutanan IPB Bogor.

Porankiewicz B, Iskra P, Sandak J, Tanaka C, Jozwiak K. 2006. High Speed Steel Tool Wear During Wood Cutting in the Presence of High-Temperature Corrosion and Mineral Contamination. Wood Science Technology 40:673-682.

Sjostrom E. 1995. Kimia Kayu, Dasar-Dasar dan Penggunaan. Edisi 2. Sastrohamidjojo H, penerjemah; Prawirohatmodjo S, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari Wood Chemistry, Fundamentals and Applications Second Edition.

Susanti EAT. 2008. Penentuan laju korosi logam zirkaloi, besi dan seng dalam air, asam nitrat dan asam klorida dengan potensiostat PGS-201T.

http://sancemaruje.wordpress.com/2008/05/12/penentuan-laju-korosi- logam-zirkaloi-besi-dan-seng-dalam-air-asam-nitrat-dan-asam-klorida-dengan-potensiostat-pgs-201t/


(33)

Sutrisno. 2001. Hubungan antara Keteguhan Geser Tekan dengan Keteguhan rekat Internal Papan Untai. http ://papan untai Makalah Falsafah Sains (PPs 702) Program Pasca Sarjana/ S3 institut pertanian Bogor bahan%20osb.htm. [11 Agustus 2011]

TAPPI. 1991. Tappi Test Methods: Ash in Wood and Pulp (T211 0m-85). Volume 1. Tappi Press. Atlanta.

Tsoumis G. 1991. Science and Technology Wood Sructure, Properties, Utilization. Van vostrand reinhold Inc. USA.

Tulhoff H. 2000. Carbides. Metal like carbides of industrial importance. Ullmann´s Encyclopedia of Industrial Chemistry (electronic edition). Wiley-VCH Verlag,Weinheim.

Reynolds RV. 1958. Status of Tungsten Carbide in Woodworking Industry. Forest Product Journal : 24A-26A.


(34)

KARAKTERISTIK AUS MATA PISAU PENGERJAAN KAYU

KARENA EKSTRAKTIF DAN BAHAN ABRASIF PADA KAYU

SOLID DAN KAYU KOMPOSIT

LINDA MELINDA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(35)

INTRODUCTION. For some specific purposes, the wood will under go to some mechanical working processes, such as cutting, planning, cleaving, sanding, shaping, and being holed. One important woodworking factor in determining the success of woodworking process is mechanical wear of cutting tools, which afect the quality of work and electricity consumption. Thus, it is important to know what material is the best for wood-working cutting tools in improving production effectivity and efficiency. High speed steel and tungsten carbide cutting tools which widely used in the woodworking industry were investigated in this work.

MATERIAL AND METHOD. Blade from High Speed Steel (HSS) and Tungsten Carbide (TC) material were tested both chemically and mechanically for cutting tapi-tapi wood, ulin wood, particle board, and OSB.

RESULT AND DISCUSSION The result showed that, mechanically, the silica in wood and wood composite affect the rate of mechanical wearing of cutting tools. Chemically, the present of extractive compound in the wood and wood composite affect the rate of weight-loss. Tapi-tapi wood and particle board which contained the highest silica content than the other woods cause higher mechanical wearing of cutting tools. Tapi-tapi wood which more corrosive extractive compound cause higher weight loss of cutting tools. High speed steel tool materials suffered a higher percentage of weight loss and mechanical wearing of tools compared with tungsten carbide for all wood and wood composite.

Keyword: high speed steel, tungsten carbide, silica, extractive ABSTRACT

The Wear Characteristics of Woodworking Cutting Tools due to Extractive and Material Abrasive in Solid Wood and Composite Wood

by

Linda Melinda1, Wayan Darmawan2 DHH


(36)

RINGKASAN

Pada dasarnya kayu untuk tujuan penggunaan tertentu akan mengalami proses pengerjaan seperti pemotongan, penyerutan, pembelahan, pengampelasan, pembentukan, pengetaman dan pelubangan. Ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan suatu proses pengerjaan diantaranya masa pakai pisau, kualitas hasil pengerjaan dan konsumsi energi listrik. Pada industri pengerjaan kayu sangat penting untuk mengetahui penumpulan pisau yang terjadi karena akan berpengaruh terhadap kualitas pengerjaan yang dihasilkan serta jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk penggantian mata pisau. Dengan demikian informasi mengenai bahan mata pisaupun menjadi sangat penting karena bahan pisau yang digunakan pada proses pengerjaan kayu menentukan tingkat efisiensi dan efektifitas produksi. Bahan yang biasa digunakan sebagai mata pisau untuk pemotongan kayu adalah High Speed Steel dan Tungsten Carbide.

Pisau High Speed Steel dan Tungsten Carbide diuji tingkat keausannnya secara kimia dan mekanis pada kayu tapi-tapi, ulin, papan partikel dan OSB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju keausan mata pisau secara mekanis lebih ditentukan oleh kandungan silika pada kayu solid maupun produk komposit sedangkan laju keausan mata pisau secara kimia lebih ditentukan oleh senyawa ekstraktif yang terkandung pada kayu solid dan produk komposit yang diuji. Kayu tapi-tapi dan papan partikel memiliki kadar silika yang lebih tinggi dibandingkan yang lainnya sehingga menyebabkan aus pisau secara mekanis yang lebih besar. Selanjutnya, kandungan ekstraktif yang bersifat lebih korosif pada kayu tapi-tapi menyebabkan kehilangan berat paling besar pada bahan pisau yang diuji. High Speed Steel mengalami kehilangan berat dan aus pisau lebih besar dibandingkan Tungsten Carbide pada semua jenis kayu yang diuji.


(37)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Karakteristik Aus Mata Pisau Pengerjaan Kayu karena Ekstraktif dan Bahan Abrasif pada Kayu Solid dan Kayu Komposit adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2011

Linda Melinda E24070013


(38)

KARAKTERISTIK AUS MATA PISAU PENGERJAAN KAYU

KARENA EKSTRAKTIF DAN BAHAN ABRASIF PADA KAYU

SOLID DAN KAYU KOMPOSIT

LINDA MELINDA

E24070013

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Di Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(39)

LEMBAR PENGESAHAN

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

(Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc.) NIP. 19660212 199103 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Hasil Hutan

(Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc.) NIP. 19660212 199103 1 002

Tanggal Lulus :

Judul Skripsi : Karakteristik Aus Mata Pisau Pengerjaan Kayu karena Ekstraktif dan Bahan Abrasif pada Kayu Solid dan Kayu Komposit

Nama Mahasiswa : Linda Melinda NRP : E24070013


(40)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 14 April 1989 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Aa Rohmat dan Noneng Aisah. Pada tahun 2007 penulis lulus seleksi memasuki perguruan tinggi melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB setelah menyelesaikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Cilawu.

Penulis selama di IPB aktif dalam Organisasi HIMASILTAN pada tahun 2008 menjabat sebagai anggota kestari dan pada tahun 2009 menjabat sebagai sekretaris di bagian lab. Peningkatan Mutu Kayu. Penulis juga mengikuti kegiatan KOMPAK dan melaksanakan kegiatan praktek lapang seperti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) jalur Kamojang-Sancang, Praktek Pengolahan Hutan (PPH) di Gunung Walat dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PGT. Sindangwangi yang berlokasi di Nagreg, Bandung.

Penulis melakukan penelitian dalam rangka menyelesaikan pendidikan Sarjana di Fakultas Kehutanan IPB, Departemen Hasil Hutan bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu dengan judul “Karakteristik Aus Mata Pisau Pengerjaan Kayu karena Ekstraktif dan Bahan Abrasif pada Kayu Solid dan Kayu Komposit” di bawah bimbingan Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc.


(41)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya serta tidak lupa shalawat serta salam selalu tercurah untuk Nabi kita, Nabi Muhammad SAW. Alhamdulillah, penulis diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan tugas akhir yang berjudul “Karakteristik Aus Mata Pisau Pengerjaan Kayu karena Ekstraktif dan Bahan Abrasif pada Kayu Solid dan Kayu Komposit

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Dalam industri pengerjaan kayu sangat penting untuk mengetahui penumpulan pisau yang terjadi karena akan berpengaruh terhadap kualitas pengerjaan yang dihasilkan serta banyaknya biaya yang harus dikeluarkan. Beragamnya jenis-jenis kayu tropika di Indonesia serta beragamnya kandungan ekstraktif dan silika pada kayu-kayu tersebut serta semakin berkembangnya industri turunan kayu seperti papan partikel dan kayu lapis maka dilakukan penelitian mengenai karakteristik aus mata pisau pengerjaan kayu karena ekstraktif dan bahan abrasif pada kayu solid dan kayu komposit. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan manfaat dalam ilmu pemesinan kayu dan juga dapat dijadikan sebagai acuan bagi industri pengolahan kayu dalam menentukan jenis pisau yang efektif dalam memotong jenis-jenis kayu tertentu dan produk kayu komposit.

Penulis mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan karya tulis ini. Penulis juga menyadari karya tulis ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bogor, November 2011


(42)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini, dengan penuh rasa hormat penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Ibu dan ayah, Aa Rohmat dan Noneng Aisyah yang telah mendidik dan membina penulis serta selalu mencurahkan doa dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc. yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan nasehat yang sangat berharga selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. Sahabat-sahabat ku THH’44, Jucy, Desy, Nita, Pristy, Ina, Irma, Wina, Ria, Dina, Yano, Iftor, Syamsi, Punto dan yang lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas dukungan dan doa yang selalu diberikan kepada penulis.

4. Ika, Alysa dan Dima sebagai rekan satu bimbingan yang telah memberikan dukungan dan saran.

5. Kak Adi Setiadi, Kak Irsan Alipraja dan Mbak Esty yang selalu memberikan bantuan dan masukan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

6. Pak Atin dan Pak Kadiman yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian.

7. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat dituliskan satu per satu.


(43)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI ... i DAFTAR TABEL ... iii DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang ... 1 1.2Tujuan Penelitian ... 2 1.3Manfaat Penelitian ... 2 II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekstraktif dan Bahan Anorganik ... 3 2.2 Nilai pH Kayu ... 4 2.3 Jenis Kayu ... 5 2.3.1 Ulin (Eusideroxylon zwageri T.) ... 5 2.3.2 Tapi-Tapi (Santiria laevigata Bl.) ... 5 2.4 Papan Partikel ... 6 2.5 Oriented Strand Board (OSB) ... 7 2.6 Bahan Pisau ... 8 2.6.1 High Speed Steel ... 8 2.6.2 Tungsten Carbide ... 9 2.7 Karakteristik Aus Mata Pisau ... 10 III METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 11 3.2 Alat dan Bahan ... 11 3.3 Metode Penelitian ... 12


(44)

3.3.1 Pengujian Karakteristik Aus Pisau secara Mekanis ... 13 3.3.2 Analisis Kandungan Ekstraktif dan Silika dalam Kayu .. 14 3.3.3 Pengujian Karakteristik Aus Pisau secara Kimia wi ... 16 IV PEMBAHASAN

4.1 Nilai pH dan Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas) ... 17 4.2 Kadar Abu Dan Kadar Silika ... 18 4.3 Kehilangan Berat Bahan Pisau dalam Rendaman Serbuk ... 20 4.3 Aus Pisau secara Mekanis ... 21 V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan ... 28 5.2 Saran ... 28 DAFTAR PUSTAKA ... 29 LAMPIRAN ... 32


(45)

DAFTAR TABEL

No.

Halaman

1.

Komposisi Kimia Kayu Ulin

...

5

2.

Komposisi bahan penyusun High Speed Steel (%)

...

9

3. Kondisi pemotongan ... 13 4. Nilai pH dan kadar ekstraktif ... 17 5. Nilai kadar abu dan silika pada kayu solid dan kayu komposit ... 19 6. Persentase kehilangan berat bahan pisau dalam rendaman serbuk selama

8 jam pada suhu 80oc ... 20 7. Sifat-sifat kayu yang diuji ... 22 8. Persamaan regresi linear dan koefisien korelasi bagi hubungan antara


(46)

DAFTAR GAMBAR

No.

Halaman

1. Jenis kayu solid dan kayu komposit yang diuji... 11 2. Bentuk Router bit (a), potongan bahan pisau High Speed Steel dan

Tungsten Carbide (b)

...

12 3. Sketsa pemotongan contoh uji

...

13 4. Sketsa pengukuran aus mata pisau ... 14 5. Hubungan antara jumlah aus mata pisau High Speed Steel dengan panjang

pemotongan ... 22 6. Hubungan antara jumlah aus mata pisau Tungsten Carbide dengan

panjang pemotongan ... 23 7. Bentuk dan distribusi silika kayu tapi- tapi. ... 24 8. Perubahan bentuk mata pisau yang terjadi akibat pemotongan papan

partikel pada pisau High Speed Steel dan Tungsten Carbide... 26 9. Perubahan bentuk mata pisau yang terjadi akibat pemotongan kayu Tapi-


(47)

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Halaman

1. Bentuk Kerusakan Mata Pisau High Speed Steel

...

33

2. Bentuk Kerusakan Mata Pisau Tungsten Carbide... 34 3. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Kadar Ekstraktif (Kelarutan Air Panas) 35 4. Rekapitulasihasilperhitungan Kadar Air ... 35 5. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Tingkat Keasaman Kayu ... 36 6. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Kerapatan Kayu ... 36 7. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Kehilangan Berat Bahan Pisau ... 37 8. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Aus Pisau High Speed Steel ... 38 9. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Aus Pisau Tungsten Carbide ... 38


(48)

I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Jumlah penduduk di Indonesia yang semakin meningkat mangakibatkan kebutuhan terhadap kayupun semakin meningkat. Peningkatan penggunaan kayu menyebabkan semakin beragamnya tujuan penggunaan kayu, mulai dari bahan untuk konstruksi hingga bahan furnitur. Selain itu konversi kayu menjadi produk komposit seperti papan partikel, Oriented Strand Board (OSB) dan kayu lapis menjadi salah satu pilihan sebagai bahan untuk tujuan penggunaan tertentu.

Pada dasarnya kayu untuk tujuan penggunaan tertentu akan mengalami proses pengerjaan seperti pemotongan, penyerutan, pembelahan, pengampelasan, pembentukan, pengetaman dan pelubangan yang pada proses pembuatannya memerlukan sebuah alat atau mesin. Keberhasilan suatu proses pengerjaan ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya masa pakai pisau, kualitas hasil pengerjaan dan konsumsi energi listrik.

Bagi industri pengerjaan kayu, mengetahui penumpulan mata pisau yang terjadi merupakan hal yang sangat penting karena akan berpengaruh terhadap kualitas pengerjaan yang dihasilkan serta jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk penggantian mata pisau pada alat atau mesin tersebut. Dengan demikian, informasi mengenai bahan mata pisaupun menjadi sangat penting karena bahan pisau yang digunakan pada proses pengerjaan kayu dapat menentukan tingkat efisiensi dan efektifitas produksi.

High Speed Steel (HSS) dan Tungsten Carbide merupakan jenis bahan pisau yang sering digunakan dalam industri pengolahan kayu khususnya di Indonesia. High Speed Steel umumnya digunakan sebagai bahan pembuatan pisau industri, seperti pisau mesin bubut, bor, pisau penyerut, tool bits, dan bilah gergaji, sedangkan Tungsten Carbide banyak dipergunakan untuk mata pisau bilah gergaji, mata router (router bit), dan pisau profile (Darmawan 2003).

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Alipraja (2010), menunjukkan bahwa kandungan silika kayu memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju keausan pisau akibat proses pemotongan kayu solid sedangkan pada proses pemotongan produk komposit, besarnya laju keausan pisau ditentukan oleh jenis dan kandungan bahan abrasif yang terdapat pada produk komposit.


(49)

Keausan bahan pisau High Speed Steel dan Tungsten Carbide secara kimia dan mekanis juga telah diteliti oleh Darmawan et al. (2006) pada beberapa jenis kayu tropika yaitu kayu kelapa, kelapa sawit, pasang, meranti merah, dan jati. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa ektrakstif kayu memiliki peranan yang penting dalam keausan bahan pisau secara kimia sedangkan silika pada kayu menyebabkan keausan bahan pisau secara mekanis.

Beragamnya jenis-jenis kayu tropika Indonesia dan beragamnya kandungan ekstraktif dan silika pada kayu serta semakin berkembangnya produk kayu komposit seperti papan partikel, kayu lapis, Oriented Strand Board (OSB), papan serat dan papan semen, maka diperlukan penelitian lanjutan mengenai karakteristik keausan mata pisau yang disebabkan oleh ekstraktif dan bahan abrasif pada kayu solid dan kayu komposit.

1.2Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik keausan mata pisau High Speed Steel dan Tungsten Carbide karena ekstraktif maupun bahan abrasif pada kayu solid dan produk kayu komposit.

1.3Manfaat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan manfaat dalam pengembangan ilmu pemesinan kayu dan juga dapat dijadikan sebagai acuan bagi industri pengolahan kayu dalam menentukan jenis pisau yang efektif dalam memotong jenis-jenis kayu dan produk kayu komposit tertentu.


(50)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekstraktif dan Bahan Anorganik

Zat ekstraktif adalah komponen kayu yang bukan merupakan komponen struktural, yang hampir semuanya terbentuk dari senyawa-senyawa ekstraseluler dan berbobot molekul rendah (Sjostrom 1995). Zat ekstraktif kayu dibagi menjadi 3 sub golongan yaitu senyawa alifatik (terutama lemak dan lilin), terpena dan terpenoid, serta senyawa fenolik (Achmadi 1990).

Kandungan ekstraktif pada kayu bervariasi dari 3% sampai 30%. Bahan-bahan ini pada kayu dapat memberi pengaruh pada kerapatan. Secara umum kekuatan dan kekakuan kayu meningkat seiring dengan naiknya kerapatan (Haygreen dan Bowyer 1996). Ekstraktif kayu meliputi sejumlah besar senyawa yang berbeda yang dapat diekstraksi dari kayu dengan menggunakan pelarut polar dan non polar. Dalam arti sempit ekstraktif merupakan senyawa-senyawa yang larut dalam pelarut organik (Fengel dan Wegener 1983).

Senyawa kimia berbobot molekul rendah diklasifikasikan menjadi dua yaitu bahan organik dan anorganik. Bahan organik biasa disebut ekstraktif dan bahan anorganik biasa disebut abu (Fengel dan Wegener 1983). Komponen utama abu kayu adalah kalsium, kalium dan magnesium. Dalam banyak kayu, jumlah Ca hingga 50% atau lebih dari unsur total dalam abu kayu. K dan Mg masing-masing menduduki tempat kedua dan ketiga, diikuti Mn, Na, P dan Cl (Ellis 1962 dalam Fengel dan Wegener 1983). Kayu tropika banyak yang menonjol karena persentase silikonnya yang tinggi dibandingkan dengan kayu asal daerah sub tropika dimana dapat melebihi kandungan kalsium dalam spesies tertentu (Hillis, de Silva 1979 dalam Fengel dan Wegener 1983).

Menurut Haygreen dan Bowyer (1996) kandungan silika berpengaruh terhadap sifat pengolahan kayu utuh karena kandungan silika lebih dari 0,3 % dapat menumpulkan alat-alat pertukangan. Kandungan silika melebihi 0,5 % relatif umum terdapat pada kayu-kayu teras tropika. Pada sejumlah jenis kayu tropika kandungan ini mungkin lebih dari 2 %.

Zat ekstraktif memiliki arti penting bagi kayu karena dapat mempengaruhi sifat keawetan, warna, bau, dan rasa jenis kayu. Selain itu ekstraktif dapat


(51)

digunakan untuk mengenal jenis kayu, namun menyulitkan dalam pengerjaan serta mengakibatkan kerusakan pada alat-alat pertukangan (Dumanauw 1982).

Silika dalam ilmu kimia adalah suatu senyawa yang mengandung satu anion dengan satu atau lebih atom silikon pusat yang dikelilingi oleh ligan elektronegatif. Jenis silikat yang sering ditemukan umumnya terdiri dari silikon dengan oksigen sebagai ligannya. Anion silikat, dengan muatan listrik negatif, harus mendapatkan pasangan kation lain untuk membentuk senyawa bermuatan netral. Silika, atau silikon dioksida (SiO2) sering dianggap sebagai silikat,

walaupun senyawa ini tidak bermuatan negatif dan tidak memerlukan ion pasangan. Silika ditemukan di alam dalam bentuk mineral kuarsa (Anonim 2008).

2.2 Nilai pH kayu

Nilai pH merupakan suatu ukuran konsentrasi ion-H (atau ion –OH) dalam larutan dan digunakan untuk menentukan sifat-sifat keasamannya, netral atau basa (Fengel dan Wegener 1983). Nilai pH kayu memberi informasi penting dalam berbagai penggunaan kayu. Logam yang berhubungan dengan kayu dapat mengalami korosi, daya rekat lem, dan fiksasi pelindung kayu dapat dipengaruhi oleh pH. Nilai pH kayu juga berkaitan dengan produksi pulp, produksi papan serat, papan partikel, dan plastifikasi (Labsky 1974 dalam Fengel dan Wegener 1983).

Sanderman dan Rothkamm (1959) dalam McNamara et al. (1970) menyatakan bahwa pH sangat penting dalam pemanfaatan kayu, terutama masalah korosi pada logam atau perubahan warna pada kayu. McNamara, et al. (1970) menyatakan bahwa pengujian perbandingan pH pada beberapa jenis kayu dengan tingkat kadar air yang berbeda menunjukkan bahwa kayu menjadi lebih asam ketika kadar air kayu menurun.

Air ekstrak dari sebagian besar kayu adalah sedikit asam. Kondisi asam dapat mempercepat proses korosi pada logam (Farmer 1967). Pengujian korosi atau karat pada baja dalam larutan asam lemah atau yang kurang terionisasi seperti asam asetat, telah menunjukkan bahwa pH sekitar 4,0-4,3 merupakan batasan bawah dimana tingkat korosi meningkat dengan cepat (Farmer 1962 dalam Krilov et al. 1988).


(1)

Lampiran 2 Bentuk Kerusakan Mata Pisau Tungsten Carbide

Kondisi Awal (0 meter) Kondisi Akhir (2000 meter) Papan Partikel

Tapi-Tapi

Ulin


(2)

Lampiran 3 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Kadar Ekstraktif (Kelarutan Air Panas)

Lampiran 4 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Kadar Air

Jenis Kayu Ulangan Berat Basah (g)

BKT Kayu (g)

Kadar Air (%)

Rata-Rata

Ulin I 23,80 20,12 18,29

17,97

II 25,14 21,37 17,64

Tapi-Tapi I 11,22 9,86 13,79

13,96

II 11,23 9,84 14,13

Papan Partikel I 19,84 17,36 14,29

14,36

II 19,84 17,34 14,42

Oriented Strand Board

I 20,38 18,44 10,52

10,62

II 20,35 18,38 10,72

Jenis Kayu Ulangan Berat Serbuk

BKO Serbuk

Kelarutan Air Panas (%)

Rata-Rata (%)

Ulin I 2,00 1,835 8,25

8,28

II 2,00 1,835 8,30

Tapi-Tapi I 2,00 1,921 3,95

3,85

II 2,00 1,928 3,75

Papan Partikel I 2,00 1,768 11,60

11,55

II 2,00 1,770 11,50

Oriented Strand Board

I 2,00 1,826 8,70

8,83


(3)

Lampiran 5 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Tingkat Keasaman Kayu

Jenis Kayu Ulangan Nilai pH Rata-Rata

Ulin I 3,61

3,61

II 3,60

Tapi-Tapi I 4,47

4,48

II 4,48

Papan Partikel I 6,61

6,61

II 6,60

Oriented Strand Board

I 6,15

6,16

II 6,17

Lampiran 6 Rekapitulasi hasil perhitungan kerapatan kayu

Jenis Kayu Ulangan Berat Basah (g)

Volume Kayu (cm3)

Kerapatan Kayu (g/ cm3)

Rata-Rata

Ulin I 23,80 22,54 1,06 1,03

II 25,14 25,35 0,99

Tapi-Tapi I 11,22 23,28 0,48 0,48

II 11,23 23,32 0,48

Papan Partikel I 19,84 31,37 0,63 0,63

II 19,84 31,37 0,63

Oriented Strand Board

I 20,38 28,44 0,72 0,71


(4)

Lampiran 7 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Kehilangan Berat Bahan Pisau

Jenis Pisau Jenis Kayu Ulangan Berat Awal (g)

Berat Akhir (g)

Kehilangan Berat Pisau (%)

Rata-Rata

High Speed Steel

Ulin I 1,816 1,808 0,441

0,58

II 1,821 1,808 0,719

Tapi-Tapi I 2,084 2,072 0,576

0,60

II 2,074 2,061 0,627

Papan Partikel

I 2,080 2,077 0,144

0,12

II 1,832 1,830 0,109

Oriented Strand Board

I 2,074 2,066 0,386

0,38

II 1,824 1,817 0,384

II 1,831 1,827 0,22

Tungsten Carbide

Ulin I 0,908 0,906 0,220

0,22

II 0,903 0,901 0,221

Tapi-Tapi I 0,915 0.914 0,109

O,11

II 0,907 0.906 0,110

Papan Partikel

I 0,914 0,914 0

0

II 0,916 0,916 0

Oriented Strand Board

I 0,905 0,904 0,110

0,11

II 0,899 0,898 0,111


(5)

Lampiran 8 Rekapitulasi Perhitungan Aus Pisau High speed steel

Panjang pemotongan

Jumlah aus sisi clearance High Speed Steel (µm) Tapi-Tapi Ulin Papan Partikel OSB

200 m 133.33 19.94 142.06 83.49

400 m 139.56 31.15 153.27 95.95

600 m 149.53 41.12 159.50 105.92

800 m 152.02 59.81 164.49 114.64

1000 m 159.50 74.77 169.47 120.87

1200 m 165.73 83.49 175.70 125.86

1400 m 176.95 93.46 181.93 130.84

1600 m 185.67 109.66 195.64 142.06

1800 m 199.38 119.63 200.62 148.29

2000 m 201.87 176.95 209.35 154.52

Lampiran 9 Rekapitulasi Perhitungan Aus Pisau Tungsten Carbide

Panjang pemotongan

Jumlah aus sisi clearanceTungsten Carbide (µm) Tapi-Tapi Ulin Papan Partikel OSB

200 m 27,50

14,00 25,00 16.88

400 m 33,00

20,00 35,00 30,00

600 m 45,00

23,00 45,00 38,00

800 m 46,25

28,00 50,00 40,00

1000 m 47,50

30,00 57,00 43,00

1200 m 52,25

32,00 60,00 45,00

1400 m 52,50

35,00 67,50 48,00

1600 m 53,75

40,00 68,13 50,00

1800 m 55,00

45,00 75,00 52,00

2000 m 56,25


(6)

RINGKASAN

Pada dasarnya kayu untuk tujuan penggunaan tertentu akan mengalami proses pengerjaan seperti pemotongan, penyerutan, pembelahan, pengampelasan, pembentukan, pengetaman dan pelubangan. Ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan suatu proses pengerjaan diantaranya masa pakai pisau, kualitas hasil pengerjaan dan konsumsi energi listrik. Pada industri pengerjaan kayu sangat penting untuk mengetahui penumpulan pisau yang terjadi karena akan berpengaruh terhadap kualitas pengerjaan yang dihasilkan serta jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk penggantian mata pisau. Dengan demikian informasi mengenai bahan mata pisaupun menjadi sangat penting karena bahan pisau yang digunakan pada proses pengerjaan kayu menentukan tingkat efisiensi dan efektifitas produksi. Bahan yang biasa digunakan sebagai mata pisau untuk pemotongan kayu adalah High Speed Steel dan Tungsten Carbide.

Pisau High Speed Steel dan Tungsten Carbide diuji tingkat keausannnya secara kimia dan mekanis pada kayu tapi-tapi, ulin, papan partikel dan OSB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju keausan mata pisau secara mekanis lebih ditentukan oleh kandungan silika pada kayu solid maupun produk komposit sedangkan laju keausan mata pisau secara kimia lebih ditentukan oleh senyawa ekstraktif yang terkandung pada kayu solid dan produk komposit yang diuji. Kayu tapi-tapi dan papan partikel memiliki kadar silika yang lebih tinggi dibandingkan yang lainnya sehingga menyebabkan aus pisau secara mekanis yang lebih besar. Selanjutnya, kandungan ekstraktif yang bersifat lebih korosif pada kayu tapi-tapi menyebabkan kehilangan berat paling besar pada bahan pisau yang diuji. High Speed Steel mengalami kehilangan berat dan aus pisau lebih besar dibandingkan Tungsten Carbide pada semua jenis kayu yang diuji.