Karakteristik Aus Mata Pisau Tungsten Carbide Terlapisi Bahan Pengeras Pada Pemotongan Kayu Solid Dan Kayu Komposit

Karakteristik Aus Mata Pisau Tungsten Carbide Terlapisi
Bahan Pengeras pada Pemotongan Kayu Solid dan Kayu
Komposit

FAUZAN FAHRUSSIAM

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakteristik Aus Mata
Pisau Tungsten Carbide Terlapisi Bahan Pengeras pada Pemotongan Kayu Solid
dan Kayu Komposit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, November 2015
Fauzan Fahrussiam
NIM E251140126

RINGKASAN
FAUZAN FAHRUSSIAM. Karakteristik Aus Mata Pisau Tungsten Carbide
Terlapisi Bahan Pengeras pada Pemotongan Kayu Solid dan Kayu Komposit.
Dibimbing oleh WAYAN DARMAWAN dan IMAM WAHYUDI.
Aus mata pisau merupakan faktor penting dalam proses pemesinan kayu
maupun kayu komposit pada produktivitas yang tinggi. Aus mata pisau tidak hanya
mempengaruhi masa pakai, tapi juga mempengaruhi konsumsi energi, laju
produksi, dan kualitas produksi. Di sisi lain, untuk meningkatkan produktivitas dan
menekan biaya produksi, dibutuhkan mata pisau yang memiliki masa pakai yang
panjang dan menghasilkan kualitas pemotongan yang tinggi. Inovasi teknologi
yang sedang dikembangkan untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan
memberikan lapisan pengeras pada permukaan mata pisau.
Tesis ini menjelaskan karakteristik aus mata pisau yang telah dilapisi bahan
pengeras baru pada pemotongan kayu mersawa, papan serat, dan glass reinforce
concrete (GRC). Mata pisau tungsten carbide K10 digunakan sebagai substrat yang

kemudian dilapisi dengan lapisan tunggal titanium aluminium nitrid (TiAlN),
multi-lapis TiAlN/ titanium silikon nitrid (TiSiN) dan multi-lapis TiAlN/ titanium
boron okside nitrid (TiBON). Uji pemotongan menggunakan computer numeric
control (CNC) router pada kecepatan potong 17 m/s dengan laju pengumpanan
sebesar 0.2 mm/rev untuk melihat karakteristik aus pada sisi clearance mata pisau.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mata pisau yang telah dilapisi bahan
pengeras menghasilkan jumlah aus yang lebih rendah dibandingkan dengan mata
pisau tanpa lapisan pengeras pada pemotongan kayu mersawa, papan serat, dan
GRC. Pemotongan GRC menghasilkan jumlah aus yang paling tinggi untuk semua
jenis bahan pelapis dibandingkan pemotongan papan serat, dan kayu mersawa.
Lapisan multi-lapis TiAlN/TiBON pada penelitian ini menghasilkan daya tahan aus
yang paling tinggi. Kekerasan yang tinggi, koefisien gesekan yang rendah, daya
tahan oksidasi yang tinggi, dan ketahanan terhadap delaminasi yang tinggi pada
lapisan multi-lapis TiAlN/TiBON menunjukkan bahwa lapisan ini sangat cocok
diaplikasikan pada pemotongan kayu abrasif (kandungan silika tinggi) dan kayu
komposit pada kecepatan potong yang tinggi.
Kata kunci

: aus clearance, GRC, kayu mersawa, lapisan multi-lapis, papan serat,
silika,


SUMMARY
FAUZAN FAHRUSSIAM. Wear Characteristic of Coated Tungsten Carbide Tools
when Routing Wood and Wood-Based Composite. Supervised by WAYAN
DARMAWAN and IMAM WAHYUDI.
Cutting tool wear is a limiting factor in high productivity machining of wood
and woodbased products. Tool wear affects not only tool life, but additionally
power consumption, surface finish and production rates. In order to enhance
productivity and reduce operating cost it is necessary to use advanced cutting tools
that can provide longer tool life, less unscheduled stops, and better surface quality.
An innovative technology to improve the wear resistance is by depositioning of
hard coating film on the surface of tools.
This article presents the characteristic of wear on the clearance face of newly
multilayer-coated K10 cutting tools when cutting mersawa wood, fiberboard, and
glass reinforced concrete (GRC). The K10 cutting tools were coated with
monolayer titanium aluminum nitride (TiAlN), multilayer TiAlN/titanium silicon
nitride (TiSiN), and TiAlN/titanium boron oxide nitride (TiBON). Cutting tests
were performed on computer numeric control router at a high cutting speed of 17
m/s and a feed rate of 0.2 mm/rev to investigate the wear characteristics on the
clearance face of these coated tools.

Experimental results show that the coated tools experienced a smaller
amount of wear than the uncoated tool when cutting the mersawa, fiberboard, and
GRC. Cutting of GRC caused the highest amount of wear for all types of coating
material than cutting fiberboard and mersawa. High content of silica and density
are a reason for this phenomenon. The best coating among other coated in this study
was multilayer TiAlN/TiBON. The high hardness, low coefficient of friction, high
resistance to oxidation, and high resistance to delamination wear of the multilayercoated TiAlN/TiBON tool indicate a very promising applicability of this coating
for high-speed cutting of abrasive woods and wood based materials.
Keywords

: clearance wear, GRC, fiberboard, mersawa wood, multilayer coated
tools, silica

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KARAKTERISTIK AUS MATA PISAU TUNGSTEN
CARBIDE TERLAPISI BAHAN PENGERAS PADA
PEMOTONGAN KAYU SOLID DAN KAYU KOMPOSIT

FAUZAN FAHRUSSIAM

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Tesis : Karakteristik Aus Mata Pisau Tungsten Carbide Terlapisi Bahan

Pengeras pada Pemotongan Kayu Solid dan Kayu Komposit
Nama
: Fauzan Fahrussiam
NIM
: E251140126

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Wayan Darmawan, MSc
Ketua

Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan


Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir I Nyoman Jaya Wistara, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
(tanggal pelaksanaan ujian tesis)

Tanggal Lulus:
(tanggal penandatanganan
tesis oleh Dekan Sekolah
Pascasarjana)

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 sampai bulan
Juni 2015 ini adalah daya tahan aus mata pisau, dengan judul Karakteristik Aus
Mata Pisau Tungsten Carbide Terlapisi Bahan Pengeras pada Pemotongan Kayu

Solid dan Kayu Komposit.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Wayan Darmawan,
M.Sc dan Bapak Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS selaku pembimbing. Di samping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada PT. Hitachi dan PT. Kanefusa
Indonesia yang telah membantu menyediakan mata pisau tungsten carbide yang
telah dilapisi bahan pengeras dan mata pisau tanpa bahan pelapis. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya. Kepada rekan-rekan pascasarjana angkatan 2013 dan 2014,
penulis juga sampaikan terima kasih atas kebersamaan dan kehangatan selama
proses menimba ilmu di kampus.
Akhirnya semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat dalam
pengembangan ilmu pengerjaan kayu.

Bogor, November 2015
Fauzan Fahrussiam

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
3
3


3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat Penelitian
Prosedur Penelitian
Pengukuran Kandungan Kimia Kayu dan Kayu Komposit
Pengukuran Sifat Fisis Kayu dan Kayu Komposit
Pengujian Karakteristik Aus Mata Pisau
Analisis Data

3
3
3
4
4
5
5
6

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Material Potong
Karakteristik Aus Mata Pisau
Karakteristik Aus Kimia Mata Pisau

6
6
8
13

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

15
15
15

DAFTAR PUSTAKA

16

RIWAYAT HIDUP

19

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Karakteristik bahan pengeras
4
Kondisi pemotongan material potong pada CNC router
5
Karakteristik material potong
6
Persamaan regresi linear dan koefisien korelasi antara jumlah aus (edge
recession) dan jumlah delaminasi bahan pelapis
10
5 Persentase kehilangan berat mata pisau dalam rendaman serbuk mersawa,
papan serat, dan GRC
14

DAFTAR GAMBAR
1 Sketsa pengukuran aus pada sisi clearance mata pisau
6
2 SEM micrograph dan EDS profil dari kandungan bahan abrasif kayu
mersawa, GRC, dan papan serat
7
3 Perkembangan jumlah aus (edge recession) mata pisau terlapisi bahan
pengeras pada pemotongan mersawa, papan serat, dan GRC
9
4 Perkembangan jumlah delaminasi mata pisau terlapisi bahan pengeras pada
pemotongan mersawa, papan serat, dan GRC
11
5 Profil aus mata pisau sebelum dan sesudah pemotongan pada papan serat,
mersawa, dan GRC pada panjang pemotongan 1000 m.
13
6 Mekanisme aus lapisan multi-lapis TiAlN/TiSiN pada saat pemotongan
GRC
13

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Proses pengerjaan kayu sangat berbeda dengan proses pengerjaan material
lain seperti logam. Kecepatan pemotongan material kayu 5-20 kali lebih cepat
dibandingkan pemotongan material logam (Costes dan Larricq 2002). Kondisi ini
akan menghasilkan suhu pemotongan yang tinggi sehingga akan mempercepat laju
aus mata pisau. Selain itu, kandungan bahan abrasif yang semakin tinggi dalam
produk kayu komposit akan mengakibatkan daya tahan aus pisau semakin rendah
(Darmawan et al. 2001). Pada industri pengolahan kayu, jumlah aus mata pisau
menjadi faktor penting terkait dengan produktifitas, kualitas dan biaya produksi.
Maka dari itu, penelitian terkait dengan karakteristik aus mata pisau akan
membantu perusahaan dalam memilih jenis bahan pisau yang cocok digunakan
dalam proses produksinya.
Material mata pisau yang selama ini banyak digunakan dalam proses
pengolahan kayu adalah jenis tungsten carbide (WC) tipe K10. Namun,
penggunaan jenis material pisau ini semakin terbatas terkait dengan daya tahan aus
yang rendah pada saat pemotongan kayu komposit yang memiliki sifat abrasif yang
tinggi terhadap mata pisau. Oleh karena itu, inovasi teknologi yang telah dilakukan
untuk meningkatkan daya tahan aus mata pisau adalah dengan memberikan lapisan
pengeras (surface coating) pada permukaan mata pisau tungsten carbide.
Penelitian-penelitian sebelumnya melaporkan bahwa pemberian bahan
pelapis pada permukaan tungsten carbide tidak selalu menghasilkan daya tahan aus
yang lebih tinggi dibandingkan mata pisau tanpa bahan pelapis. Penelitian Fuch dan
Raatz (1997) melaporkan bahwa pengaplikasian bahan pelapis titanium nitrid (TiN)
pada mata pisau tungsten carbide K10 tidak memberikan peningkatan daya tahan
aus yang nyata dibandingkan dengan K10 tanpa bahan pelapis TiN pada
pemotongan papan partikel. Sementara itu, penelitian Darmawan et al. (2001)
melaporkan bahwa di antara bahan pelapis TiN, chromium carbide (CrC),
chromium nitride (CrN), titanium carbon nitride (TiCN), dan titanium alumunium
nitride yang dilapisksan pada substrat tungsten carbide pada pemotongan papan
semen, lapisan TiAlN menyebabkan aus yang paling rendah dibandingkan bahan
pelapis lainnya. Aus yang terjadi pada mata pisau terlapisi disebabkan oleh
delaminasi bahan pelapis pada awal pemotongan dan dipercepat oleh adanya proses
oksidasi pada kecepatan pemotongan yang tinggi.
Bahan pengeras yang baru-baru ini banyak diteliti dan diaplikasikan pada
permukaan carbide untuk mengurangi laju aus mata pisau adalah titanium boron
nitrid (TiBN) (Son et al. 2002), titanium alumunium nitrid (TiAlN) (Grzesik et al.
2006), dan titanium silikon nitrid (TiSiN) (Guo et al. 2008). Namun, pengaplikasian
bahan-bahan pengeras tersebut masih menghasilkan delaminasi cukup tinggi yang
disebabkan oleh ikatan adhesi yang kurang kuat antara bahan pelapis dengan
substrat. Selain itu, proses oksidasi dan suhu pemotongan yang semakin tinggi
selama proses pemotongan akan mempercepat delaminasi bahan pelapis.
Inovasi baru yang sedang dikembangkan dalam teknologi pelapisan bahan
pengeras adalah dengan teknik pelapisan multi-lapis. Yang et al. (2008)
melaporkan bahwa lapisan multi-lapis TiSiN/CrN mampu mengurangi laju aus

2
menjadi 0.6 µm2/menit dibandingkan dengan lapisan tunggal TiSiN sebesar 2.87
µm2/menit. Penelitian lain juga malaporkan bahwa lapisan multi-lapis TiSiN/TiAlN
mampu meningkatkan kekerasan dan daya tahan terhadap korosi dibandingkan
dengan lapisan tunggal TiAlN dan TiSiN (Chang et al. 2007). Pengaplikasian
bahan-bahan pengeras dengan teknik multi-lapis ini masih belum banyak dilakukan
dalam proses pengolahan kayu. Darmawan et al. (2010) melaporkan bahwa
pengaplikasian bahan pengeras multi-lapis TiAlN/TiSiN, TiAlN/TiBN, dan
TiAlN/CrAlN pada substrat tungsten carbide K10 pada pemotongan papan partikel
menghasilkan daya tahan aus yang lebih tinggi daripada bahan pelapis tunggal
TiAlN. Kombinasi bahan pengeras berupa lapisan multi-lapis pada penelitian
tersebut menghasilkan karakteristik mata pisau dengan kekerasan yang relatif tinggi
dan koefisien gesekan yang rendah sehingga jumlah delaminasi bahan pengeras
juga lebih rendah. Namun, Penelitian tersebut hanya baru menggunakan material
potong berupa papan partikel dan belum dilakukan pengujian terhadap material
kayu solid maupun kayu komposit lainnya.
Selain karakteristik bahan pengeras yang diaplikasikan, perbedaan
karakteristik material potong yang digunakan juga menghasilkan karakteristik aus
yang berbeda. Darmawan et al. (2011) melaporkan bahwa sifat kayu yang berperan
penting dalam menentukan laju aus mata pisau adalah kerapatan atau kekuatan
kayu, zat ekstraktif, dan silika dalam kayu. Keragaman sifat kayu ini akan semakin
lebar setelah kayu diolah menjadi produk-produk kayu komposit yang
menggunakan berbagai jenis perekat, aditif, katalis dan bahan-bahan pelengkap lain
dalam proses pembuatannya.
Penelusuran pustaka menunjukkan bahwa belum ditemukan penelitian
mengenai karakteristik aus mata pisau tungsten carbide K10 yang dilapisi bahan
pengeras TiAlN, TiAlN/TiBON, dan TiAlN/TiSiN pada pemotongan kayu tropis
dan berbagai produk komposit. Maka dari itu, penelitian ini penting dilakukan
untuk menguji daya tahan lapisan multi-lapis beberapa bahan pengeras baru
(TiAlN, TiAlN/TiBON, dan TiAlN/TiSiN) yang dilapiskan pada mata pisau
tungsten carbide K10 saat pemotongan kayu solid berupa kayu mersawa dan
beberapa kayu komposit seperti papan serat dan glass reinforced concrete (GRC).
Perumusan Masalah
Inovasi teknologi yang telah sedang dilakukan untuk meningkatkan daya
tahan aus mata pisau adalah dengan memberikan lapisan pengeras (surface coating)
pada permukaan mata pisau tungsten carbide. Jenis bahan pengeras yang sudah
secara komersial tersedia di pasaran terdiri dari titanium carbide (TiC), titanium
nitrid (TiN), titanium carbon nitrid (TiCN), chromium nitrid (CrN), dan TiAlN.
Namun, pengaplikasian bahan-bahan pengeras ini pada saat pemotongan kayu solid
maupun kayu komposit terutama yang mengandung bahan abrasif yang tinggi
terhadap mata pisau, masih menghasilkan delaminasi yang cukup tinggi (Fuch dan
Raatz 1997, Sheikh-Ahmad and Stewart 1995). Maka dari itu dikembangkan bahan
pengeras baru (TiAlN/CrAlN, TiSiN/CrN, TiAlN/TiBN, dan TiAlN/TiSiN) dengan
teknik multi-lapis yang memiliki kekerasan yang relatif tinggi, koefisien gesekan
yang rendah, dan ikatan adhesi dengan substrat (mata pisau) yang tinggi (Chang et
al. 2007, Yang et al. 2008, Darmawan et al. 2010).

3
Pengaplikasian bahan-bahan pengeras dengan teknik multi-lapis ini masih
belum banyak dilakukan dalam proses pengolahan kayu. Di sisi lain pengembangan
produk komposit berupa papan partikel, papan serat, dan papan semen atau GRC
masih menghasilkan bahan abrasif yang tinggi berupa silika maupun bahan resin
lainnya terhadap mata pisau. Sementara itu, bagaimana karakteristik aus pisau
berupa jumlah aus, profil aus yang dihasilkan, dan mekanisme aus yang terjadi pada
mata pisau yang telah dilapisi bahan pengeras dengan teknik multi-lapis pada
pemotongan kayu komposit maupun kayu solid belum dikaji lebih dalam.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengukur jumlah aus mata pisau yang telah dilapisi bahan pengeras
(TiAlN, TiAlN/TiBON, dan TiAlN/TiSiN) pada pemotongan kayu dan
kayu komposit.
2. Menentukan profil aus yang dihasilkan pada masing-masing bahan
pengeras.
3. Menjelaskan mekanisme terjadinya aus mata pisau selama pemotongan
kayu dan kayu komposit
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan menghasilkan informasi ilmiah baru yang
bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengerjaan kayu. Penelitian ini juga
diharapkan dapat berkontribusi terhadap industri manufaktur pisau dalam memilih
lapisan bahan pengeras yang tepat guna meningkatkan masa pakai pisau.

2 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Anatomi dan Fisis Kayu, Bengkel
Penggergajian dan Pengerjaan Kayu, dan Laboratorium Kimia Kayu Departemen
Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian telah dilaksanakan dari bulan
Februari-Juni 2015.
Bahan dan Alat
Bahan utama penelitian ini terdiri dari material potong berupa kayu mersawa,
papan serat, dan GRC serta mata pisau tungsten carbide yang telah dilapisi bahan
pengeras TiAlN, TiAlN/TiSiN, dan TiAlN/TiBON. Pengaplikasian bahan pengeras
pada permukaan mata pisau tungsten carbide dilakukan menggunakan metode arcion plating (AIP) dengan karakteristik seperti pada Tabel 1. Peralatan utama yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari computer numeric control (CNC) router,
digital video miroskop, pH meter, water bath, oven, dan timbangan analisis.

4
Tabel 1 Karakteristik mata pisau terlapisi bahan pengeras
Bahan
pengeras
Tanpa Pelapis
TiAIN
TiAIN/TiSiN
TiAIN/TiBN

Ketebalan
filma (µm)
3
3
3

Kekerasan
(Hv)
1400
2800
3600
2700

Suhu mulai
oksidasi (ºC)
700
800
1100
800

Koefisian
gesekan
0.8
0.8
0.9
0.6

a

ketebalan lapisan target. Kekerasan, suhu mulai oksidasi, dan koefisien gesekan dihitung
berdasarkan ASTM E2546 (ASTM International 2009), ASTM G111 (ASTM International 2006),
dan ASTM G99 (ASTM International 2010)

Prosedur Penelitian
Pengukuran kandungan kimia kayu dan kayu komposit
Pengukuran kandungan kimia kayu dan kayu komposit meliputi pengukuran
keasaman (pH), kadar ekstraktif, kadar abu, dan kadar silika. Pengukuran pH
dilakukan berdasarkan metode yang dilakukan Nawawi dan Widiyati (2005) dalam
Krilov dan Lasander (1988). Masing-masing 5 g serbuk kayu dan kayu komposit
berukuran 40 mesh dan 50 ml aquades ke dalam gelas erlenmayer 250 ml. Gelas
erlenmayer tersebut kemudian ditutup dengan menggunakan alumunium foil dan
dipanaskan dalam water bath selama 30 menit pada suhu 80ºC. Serbuk kayu dan
kayu komposit kemudian disaring menggunakan kertas saring, sedangkan air hasil
saringan kayu dan kayu komposit (filtrat) didinginkan kemudian diukur
keasamannya menggunakan pH meter.
Pengukuran kadar ekstraktif kayu dan kayu komposit dilakukan dengan
menggunakan prosedur TAPPI T 204 om-88 (TAPPI 1991a). Sebanyak 8 ± 0.01 g
serbuk kayu dan kayu komposit berukuran 40 mesh diekstraksi dengan campuran
pelarut etanol-benzena (1:2 v/v) selama 6-8 jam. Serbuk kayu dan kayu komposit
kemudian dioven sampai beratnya konstan pada suhu 103 ± 2ºC. Kadar ekstraktif
dihitung berdasarkan persentase kehilangan berat terhadap berat kering tanur awal.
Pengukuran kadar abu dan silika kayu solid dan kayu komposit dilakukan
berdasarkan standar TAPPI T211 om-85 (TAPPI 1991b), yaitu dengan
memanaskan sebanyak 2 ± 0.01 g serbuk kayu dan kayu komposit berukuran 40
mesh ke dalam tanur bersuhu 600ºC selama 6 jam. Kadar abu dihitung berdasarkan
persentase perbandingan berat abu terhadap berat kering tanur serbuk.
Abu yang diperoleh dari pengukuran kadar abu ditambahkan 20 ml HCl 4
N kemudian dipanaskan di atas water bath pada suhu 80ºC. Larutan kemudian
diencerkan dengan aquades dan disaring menggunakan kertas whatman No 42.
Silika yang tersaring pada kertas whatman No. 42 kemudian dicuci menggunakan
aquades hingga bebas asam. Larutan AgNO3 digunakan sebagai indikator keasaman
larutan hasil saringan silika tersebut. Kertas saring dan silika kemudian dimasukkan
dalam tanur bersuhu 600ºC. Kadar silika diperoleh dari persentase berat silika
terhadap berat kering tanur serbuk kayu dan kayu komposit.

5

Pengukuran sifat fisis kayu dan kayu komposit
Sifat fisis kayu dan kayu komposit yang diukur adalah kadar air dan
kerapatan. Penentuan kadar air didasarkan pada metode gravimetri dimana contoh
uji berukuran 2x2x2 cm (kayu mersawa) dan 10x10x1.2 cm (papan serat, GRC)
ditimbang berat awal dan diukur volumenya. Sampel kemudian dimasukkan ke
dalam oven pada suhu 103±2ºC sampai beratnya konstan. Kadar air dihitung
berdasarkan persentase selisih berat awal dengan berat setelah dioven terhadap
berat setelah dioven. Sementara kerapatan kayu dan kayu komposit diperoleh dari
perbandingan antara berat awal terhadap volume awal sampel.
Pengujian karakteristik aus mata pisau
a. Aus secara mekanis
Pengujian karakteristik aus mata pisau secara mekanis dilakukan melalui uji
pemotongan pada CNC router. Pengujian dilakukan dengan memotong kayu dan
kayu komposit sampai panjang pemotongan 1000 m atau waktu pemotongan
selama 500 menit. Kondisi pemotongan kayu dan kayu komposit pada CNC router
disajikan pada Tabel 2.
Contoh uji kayu mersawa berbentuk balok (50x15x6) cm3 dan papan serat
serta GRC dengan ukuran 80x50x1.2 cm3 dipasang di atas meja CNC, kemudian
divakum dengan bantuan mesin compressor sehingga posisi kayu dan kayu
komposit tidak berubah selama proses pemotongan. Setiap mencapai panjang
pemotongan 100 m atau waktu pemotongan 50 menit dilakukan pengukuran aus
mekanis mata pisau di bawah digital video microscope. Pengukuran dilakukan pada
titik-titik yang mewakili terjadinya aus kemudian dirata-ratakan.
Tabel 2 Kondisi pemotongan material potong pada CNC router
Variabel
Kondisi
Kecepatan pemotongan (m/detik)
17
Laju per putaran (mm/putaran)
0.2
Putaran bilah (rpm)
10000
Laju pengumpanan (mm/menit)
2000
Lebar pemotongan (mm)
2
Tebal pemotongan (mm)
3
Aus pisau dihitung berdasarkan besarnya edge recession dan delaminasi
bahan pengeras pada sisi clearance mata pisau. Sketsa pengukuran aus dapat dilihat
pada Gambar 1. Proses pemotongan terus dilanjutkan sampai panjang pemotongan
mencapai 1000 m.

6
Kondisi awal mata pisau
Substrate
Bahan pelapis

Edge recession

Delaminasi

Gambar 1 Sketsa pengukuran aus pada sisi clearance mata pisau
(Darmawan et al. 2010)
b. Aus secara kimia
Pengukuran aus kimia dilakukan dengan memasukkan masing-masing mata
pisau yang telah ditimbang berat awalnya (B0) ke dalam erlenmayer 250 ml dan
ditambahkan 10 gr serbuk material potong berukuran 40 mesh. Larutan tersebut
kemudian dipanaskan selama 48 jam di atas water bath pada suhu 80º C. Mata pisau
kemudian ditimbang kembali beratnya (B1). Aus mata pisau secara kimiawi
dihitung berdasarkan persentase kehilangan berat mata pisau yaitu dengan
menggunakan rumus (B0-B1)/B0 x 100.
Analisis Data
Data yang diperoleh selama penelitian dianalisis secara deskriptif. Selain
itu, digunakan model regresi linear untuk melihat hubungan antara jumlah aus edge
recession dengan jumlah delaminasi bahan pengeras.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik material potong
Sifat kayu dan kayu komposit yang berperan penting dalam menentukan
laju aus mata pisau adalah kerapatan atau kekuatan kayu, zat ekstraktif, dan
kandungan silika. Hasil pengukuran karakteristik material potong yang meliputi
sifat fisis dan kandungan kimia pada kayu mersawa, papan serat, dan GRC disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3 Karakteristik material potong
Material
potong
Mersawa
Papan serat
GRC

Tebal
(cm)
6.0
1.2
1.2

Kerapatan
(g/cm3)
0.81
0.67
1.42

KA
(%)
12.0
9.4
12.4

Ekstraktif
(%)
5.87
9.57
1.94

Abu
(%)
1.44
1.07
75.06

Silika
(%)
1.0
0.29
46.1

pH
6.2
4.7
9.1

7
Tabel 3 menunjukkan bahwa kandungan silika paling tinggi terdapat pada
GRC dan kandungan ekstraktif paling tinggi terdapat pada papan serat. Kandungan
bahan anorganik (abu) GRC yang mencapai 75.06%, terdapat sebanyak 46.1%
kandungan silika. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 28.95% kandungan bahan
anorganik lain yang terdapat pada GRC. Glass Reinforced Concrate Association (
GRCA 2010) melaporkan bahwa kandungan utama GRC terdiri dari serat gelas,
semen, pasir halus, air, bahan pencampur yang terdiri dari bahan kalsium clorid,
polimer acrylic, pigment, dan bahan campuran lain yang ditambahkan untuk
meningkatkan beberapa sifat unik lainnya. Darmawan et al. (2012) melaporkan
bahwa analisis SEM pada permukaan GRC menunjukkan kandungan semen
sebagai pengikat serat gelas yang tersebar rata pada permukaan (Gambar 2d).
Torelli et al. (2013) melaporkan bahwa kandungan silika pada jenis kayu
temperate lebih rendah dibandingkan pada jenis kayu tropis. Kandungan silika kayu
tropis dapat berkisar antara 0.5-2 %, dan pada jenis tertentu dapat mencapai 9%.
Darmawan et al. (2012) melaporkan bahwa kandungan silika dalam kayu memiliki
kekerasan sekitar 1200 Hv yang terdapat pada lapisan trakeida dan jari-jari
parenkim dengan bentuk permukaan yang bergelombang. Hasil foto SEM kayu
mersawa pada Gambar 2a menunjukkan adanya beberapa butiran kristal silika.
Selain itu, analisis EDS pada butiran kristal kayu mersawa menunjukkan presentase
jumlah kandungan anorganik (Gambar 2b) yang didominasi oleh kandungan silika.
Sementara foto SEM papan serat pada Gambar 2c menunjukkan kumpulan serat
individu dan resin yang mengeras

Silica

b

a

Semen

c

d

Gambar 2 SEM micrograph kayu mersawa (a) papan serat (c), dan GRC (d) dan
EDS profil yang mengindikasikan bahan abrasive kayu mersawa (b)
(Darmawan et al. 2012).

8
Nawawi dan Widiyanti (2005) menyatakan bahwa zat ekstraktif merupakan
komponen kimia kayu yang dapat memberikan kontribusi terhadap pH kayu. Hal
tersebut terjadi bila zat ekstraktif kayu banyak terdiri dari senyawa yang bersifat
asam. Hasil pengujian pada Tabel 3 menunjukkan bahwa papan serat memiliki
tingkat keasaman yang paling tinggi kemudian kayu mersawa. Tingkat keasaman
pada kayu dan kayu komposit selain dipengaruhi oleh kandungan ekstraktif yang
bersifat asam, juga dipengaruhi oleh gugus glukorunoksilan yang larut dalam air
(Fengel dan Wegener 1983). Namun demikian, pada GRC ditemukan tingkat
keasaman yang rendah yang disebabkan oleh kondisi pembuatan GRC dalam
keadaan basa (pH>7).
Sifat fisis material potong pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kadar air pada
GRC, mersawa, dan papan serat tergolong rendah yaitu dibawah 13 %. Kayu dan
produk komposit dengan kadar air yang rendah lebih memiliki efek yang positif
terhadap daya tahan aus pisau dibandingan dengan kayu dan produk komposit
dengan kadar air yang tinggi. Ratnasingam (2002) melaporkan bahwa jumlah aus
mata pisau akan meningkat dengan meningkatnya kadar air, yang mana proses
korosifitas akan mulai pada kadar air 16-18%.
Karakteristik Aus Mata Pisau
Aus mata pisau didefinisikan sebagai proses perubahan bentuk dan geometri
mata pisau akibat proses pemotongan. Perkembangan jumlah aus edge recession
mata pisau terlapisi dan tanpa pelapis bahan pengeras disajikan pada Gambar 3.
Hasil pada Gambar 3 menunjukkan bahwa jumlah aus edge recession mata pisau
meningkat seiring dengan bertambahnya panjang pemotongan. Gambar 3 juga
menunjukkan bahwa material potong GRC menghasilkan jumlah aus paling tinggi
dibandingkan material potong mersawa dan papan serat. Jumlah aus mata pisau
tanpa lapisan pengeras pada pemotongan GRC, mersawa, dan papan serat sebesar
80.5 µm, 38.8 µm, dan 33.8 µm sampai panjang pemotongan 1000 m (1 km).
Jumlah aus yang tinggi pada GRC disebabkan oleh kandungan bahan abrasif
yang tinggi yaitu kandungan silika sebesar 46.1% (Tabel 3). Torelli et al. (2013)
melaporkan bahwa material potong (kayu solid) dengan kandungan silika di atas
0.5% akan meningkatkan laju aus mata pisau. Selain itu, kerapatan yang tinggi pada
GRC (1.42 g/cm3) menyebabkan jumlah aus semakin tinggi pula. Ramasamy dan
Ratnasingam (2010) menjelaskan bahwa semakin tinggi kerapatan maka masa kayu
dan kayu komposit yang dipotong per satuan volume akan semakin tinggi sehingga
abrasi terhadap mata pisau akan semakin tinggi pula. Sementara itu, aus yang
dihasilkan dari pemotongan papan serat disebabkan oleh kandungan abrasif berupa
resin yang mengeras (UF), bahan aditif, katalis dan bahan-bahan pelengkap lain
dalam proses pembuatannya. Jumlah aus pada pemotongan papan serat lebih rendah
dibandingkan pemotongan mersawa. Hal ini disebabkan oleh kandungan silika
yang lebih rendah dan kerapatan bahan baku kayu yang digunakan dalam proses
pembuatan papan serat.
Hasil penelitian pada Gambar 3 juga menunjukkan bahwa mata pisau yang
dilapisi bahan pengeras menghasilkan jumlah aus yang lebih rendah dibandingkan
dengan mata pisau tanpa bahan pengeras pada semua material potong. Tingkat
kekerasan yang lebih rendah pada mata pisau tanpa pelapis (WC K10) sebesar 1400
Hv dibandingkan bahan pelapis TiAlN, TiAlN/TiSiN, dan TiAlN/TiBON (Tabel 1)

9

80

kontrol

70

TiAlN/TISiN

Mersaw a
Edge recession (µm)

TiAlN

60

TiAlN/TiBON

50
40
30
20

80

kontrol

70

TiAlN/TiSiN

60

TiALN

40
30
20
10

0

0
0

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
Panjang Pemotongan (km)

80
kontrol

70

1

GRC

TiAlN/TiBON

50

10

Edge recession (µm)

Edge recession (µm)

menjadi alasan fenomena tersebut. Selain itu, lapisan tipis (film) yang terbentuk
dari bahan pengeras pada permukaan pisau tungsten carbide mampu mengurangi
konduktifitas termal dari panas yang dihasilkan selama pemotongan ke substrat
mata pisau.

0

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
Panjang pemotongan (km)

Pap an serat

TiAlN/TiSiN

60

TiALN

50

TiAlN/TiBON

40
30
20
10
0
0

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
Panjang pemotongan (km)

1

Gambar 3 Perkembangan jumlah aus (edge recession) mata pisau terlapisi bahan
pengeras pada pemotongan mersawa, papan serat, dan GRC.
Samani et al. (2015) melaporkan bahwa konduktivitas panas pada lapisan tunggal
TiN dan TiAlN (11 W/mK, 5 W/mK) lebih tinggi dibandingkan konduktifitas panas
multi-lapis TiN/TiAlN (4.7 W/mK). Sementara konduktivitas panas pada mata
pisau tidak terlapisi (tungsten carbide) menurut Talib et al. (2013) sebesar 80.2
W/mK. Konduktivitas panas yang tinggi pada material tungsten carbide tersebut
akan mengoksidasi kandungan cobalt (Co) selama proses pemotongan (Stewart
1992). Kondisi tersebut mengakibatkan ikatan antar-partikel tungsten carbide
menjadi tidak kompak dan akan mengalami abrasi yang tinggi selama proses
pemotongan dan menghasilkan permukaan mata pisau yang tidak rata
(bergelombang).
Lapisan multi-lapis TiAlN/TiBON menghasilkan daya tahan aus yang
paling tinggi dibandingkan bahan pelapis multi-lapis TiAlN/TiSiN, dan lapisan
tunggal TiAlN pada semua material potong (Gambar 3). Hal ini disebabkan oleh

1

10
lapisan multi-lapis TiAlN/TiBON memiliki koefisien gesek paling rendah yaitu
sebesar 0.6 (Tabel 1). Selain itu, penelitian Chao et al. (2013) juga menjelaskan
bahwa nilai fracthure thougness lapisan TiBN (9.8 MPa.m1/2) lebih tinggi
dibandingkan lapisan TiSiN (8.39 MPa.m1/2). Semakin tinggi fracthure thougness
suatu bahan pengeras maka semakin tinggi daya tahan aus terhadap kerapuhan
(brittleness) sebelum material tersebut mengalami kerusakan (Ding et al. 2000).
Jumlah aus yang terjadi pada mata pisau terlapisi nampaknya tergantung
pada jumlah delaminasi bahan pengeras. Darmawan et al. (2010) menjelaskan
bahwa aus mata pisau diawali dengan proses terdelaminasinya lapisan pengeras
yang mana pada awal pemotongan terjadi proses chipping. Semakin tinggi
delaminasi yang terjadi maka jumlah aus yang dihasilkan selama proses
pemotongan akan semakin tinggi pula. Tabel 4 menjelaskan hubungan linear antara
jumlah delaminasi dengan jumlah aus (edge recession) yang dihasilkan mulai
panjang pemotongan 100 m.
Gambar 4 menunjukkan bahwa jumlah delaminsi pisau terlapisi bahan
pengeras menghasilkan nilai yang berbeda-beda pada masing-masing material
potong. Perkembangan jumlah delaminasi pada pemotongan mersawa tidak jauh
berbeda dengan bahan pelapis lainnya sampai panjang pemotongan 500 m. Namun,
setelah pemotongan di atas 500 m bahan multi-lapis TiAlN/TiSiN menghasilkan
delaminasi yang lebih tinggi dibandingkan bahan multi-lapis TiAlN/TiBON dan
lapisan tunggal TiAlN samapi akhir pemotongan (1000 m).
Tabel 4 Persamaan regresi linear dan koefisien korelasi antara jumlah aus (edge
recession) dan jumlah delaminasi bahan pelapis
Material potong
GRC

Papan serat

Mersawa

Bahan pelapis
TiAlN/TiBON
TiAlN/TiSiN
TiAlN
TiAlN/TiBON
TiAlN/TiSiN
TiAlN
TiAlN/TiBON
TiAlN/TiSiN
TiAlN

Persamaan linear
y = 18.572+0.0402x
y = 17.965+0.0518x
y = 12.13+0.0578x
y = 19.196+0.0544x
y = -3.567+0.0427x
y = 7.735+0.0868x
y = 8.616. +0.0792x
y = 18.461+0.0617x
y = -8.450+0.516x

R
0.87
0.93
0.91
0.92
0.99
0.98
0.97
0.89
0.98

y = jumlah aus edge recession, x = jumlah delaminasi, R = koefisien korelasi

Sementara itu, jumlah delaminasi masing-masing bahan pengeras pada
pemotongan papan serat menunjukkan perkembangan yang rendah. Jumlah
delaminasi bahan pelapis multi-lapis TiAlN/TiBON, TiAlN/TiSiN, dan lapisan
tunggal TiAlN pada pemotongan papan serat sampai akhir pemotongan secara
berurutan sebesar 33.9 µm, 52.2 µm, dan 34.6 µm. Kondisi ini disebabkan oleh
karakteristik papan serat yang memiliki kandungan silika yang rendah dan
kerapatan yang tergolong rendah pula (Tabel 3). Selain itu, karakteristik papan serat
yang merupakan kumpulan dari individu-individu serat telah menghasilkan gesekan
yang rendah selama proses pemotongan.
Namun demikian, pemotongan GRC menghasilkan perkembangan
delaminasi yang sangat tinggi. Delaminasi bahan pelapis dimulai dari awal

11
pemotongan yaitu pada panjang pemotongan 10 m. Perkembangan jumlah
delaminasi yang terjadi pada awal pemotongan untuk semua jenis bahan pengeras
terlihat tidak jauh berbeda. Namun, peningkatan yang signifikan terlihat pada
panjang pemotongan 100 m sampai 500 m dan pada panjang pemotongan di atas
600 m terlihat perkembangan jumlah delaminasi yang relatif rendah.
Hasil penelitian pada Gambar 4 menunjukkan bahwa lapisan multi-lapis
TiAlN/TiSiN menghasilkan jumlah delaminasi yang paling tinggi dibandingkan
dengan bahan pelapis lainnya. Hal ini diindikasikan karena lapisan multi-lapis
TiAlN/TiSiN memiliki koefisien gesekan yang tinggi (Tabel 1). Kandungan silikon
(Si) pada lapisan TiSiN menghasilkan kekerasan yang tinggi yaitu >40 GPa, namun
tegangan sisa yang tinggi pada lapisan tersebut mengakibatkan ikatan adhesi yang
lemah antara bahan pelapis dan substrat (Yang et al. 2008). Chang et al. (2007)
menjelaskan bahwa perbedaan tegangan sisa antara bahan pelapis dan substrat akan
menimbulkan garis rekat yang lemah, sehingga jumlah delaminasi yang terjadi
semakin tinggi.
600

600

Mersaw a

525

525

Delaminasi (µm)

450

Delaminasi (µm)

TiAlN/TISiN
TiAlN/TiBON

375

TiAlN

300
225
150
75

450

GRC

375
300
225

TiAlN/TiSiN

150

TiALN
TiAlN/TiBON

75

0

0
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
Panjang pemotongan (km)

1

0

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
Panjang pemotongan (km)

600
525

Pap an serat

450

Delaminasi (µm)

0

TiAlN/TiSiN
TiAlN
TiAlN/TiBON

375
300
225
150
75
0
0

0.1

0.2

0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8
Panjang pemotongan (km)

0.9

1

Gambar 4 Perkembangan jumlah delaminasi mata pisau terlapisi bahan pengeras
pada pemotongan merswa, papan serat, dan GRC.
Bouzakis et al. (2009) melaporkan bahwa ikatan adhesi TiSiN yang rendah pada
substrat tungsten carbide disebabkan oleh adanya reaksi antara silikon (Si) dan
carbide (C) membentuk ikatan SixC, sementara itu keberadaan C pada permukaan
WC sangat rapuh sehingga ikatan adhesi yang terbentuk akan berkurang.

1

12

TiAlN
TiAlN

TiAlN/TiBN
TiAlN/TiBON

TiAlN/TiSiN
TiAlN/TiSiN

(A) Kondisi mata pisau sebelum pemotongan (0 m).

TiAlN

TiAlN/TiBON

TiAlN/TiSiN

(B) Kondisi mata pisau pada pemotongan papan serat setelah panjang pemotongan 1000 m

TiAlN

TiAlN/TiBON

TiAlN/TiSiN

(C) Kondisi mata pisau pada pemotongan mersawa setelah panjang pemotongan 1000 m

TiAlN

TiAlN/TiBON

TiAlN/TiSiN

(D) Kondisi mata pisau pada pemotongan GRC setelah panjang pemotongan 1000 m
Gambar 5 Profil aus mata pisau sebelum (A) dan sesudah pemotongan pada papan
serat (B), mersawa (C), dan GRC (D) pada panjang pemotongan 1000 m.
Jumlah delaminasi paling rendah yang sekaligus menunjukkan daya tahan aus
paling tinggi terdapat pada lapisan multi-lapis TiAlN/TiBON. Selain karena
koefisien gesek yang rendah (Tabel 1), pada temperature yang tinggi lapisan
TiBON menghasilkan efek pelumasan (Usuki et al. 2013).

13
Bahan pelapis
Mata pisau

Substrat

0m

50 m

10 m

100 m

20 m

500 m

30m

700 m

40 m

1000 m

Gambar 6 Mekanisme aus lapisan multi-lapis TiAlN/TiSiN pada saat pemotongan
GRC
Pengamatan aus mata pisau terlapisi di bawah digital video microscope
menunjukkan mekanisme delaminasi bahan pelapis yang relatif sama pada
pemotongan mersawa, papan serat, dan GRC. Aus delaminasi terjadi diakibatkan
oleh abrasi secara mekanis antara bahan pelapis dengan bahan abrasive material
potong selama proses pemotongan. Gambar 5 menunjukkan mata pisau terlapisi
bahan pengeras setelah melakukan pemotongan mencapai 1000 m. Gambar 6
menggambarkan mekanisme delaminasi lapisan multi-lapis TiAlN/TiSiN pada
pemotongan GRC yang dipilih sebagai perwakilan mata pisau terlapisi lainnya.
Delaminasi lapisan TiAlN/TiSiN dimulai pada saat pemotongan 10 m dengan titik
delaminasi berada pada ujung mata pisau. Luas delaminasi semakin bertambah ke
bagian tengah mata pisau dengan luasan yang semakin besar. Kondisi ini terus
meningkat sampai panjang pemotongan 50 m. Meningkatnya panjang pemotongan
sampai 100 m menunjukkan delaminasi pada lapisan TiAlN/TiSiN semakin jelas
dengan luasan yang lebih merata. Perkembangan delaminasi lapisan TiAlN/TiSiN
dari pemotongan 500 m sampai 1000 m tidak mengalami perkembangan yang
begitu nyata. Namun, jumlah aus edge recession yang dihasilkan terus mengalami
peningkatan yang cukup nyata.

14
Karakteristik Aus kimia mata pisau
Daya tahan aus mata pisau secara kimiawi ditentukan berdasarkan kehilangan
berat bahan penyusun mata pisau setelah direaksikan dengan ekstraktif mersawa,
papan serat, dan GRC. Jumlah aus secara kimiawi berdasarkan hasil penelitian
disajikan pada Tabel 5. Semakin besar persentase kehilangan berat bahan penyusun
mata pisau, maka daya tahan aus mata pisau secara kimiawi semakin rendah. Hasil
penelitian pada Tabel 5 menunjukkan bahwa mata pisau tanpa pemberian bahan
pelapis mengalami kehilangan berat yang lebih tinggi dibandingkan dengan mata
pisau dengan bahan pelapis. Zat ekstraktif yang terkandung dalam kayu mengalami
suatu interaksi yang kompleks dengan bahan penyusun mata pisau. Zelinka dan
Stone (2011) melaporkan bahwa diantara ratusan jenis ekstraktif dalam kayu hanya
3 jenis yang paling berpengaruh terhadap pengkorosian metal yaitu asam asetat,
tannin, dan fhenol. Sementara menurut Schofield (2010), kayu yang memiliki pH
di bawah 4 akan memiliki sifat yang sangat korosif terhadap metal.
Kehilangan berat yang terjadi pada mata pisau tidak terlapisi tergolong rendah.
Darmawan et al. (2012) melaporkan bahwa kehilangan berat yang kecil pada
material tungsten carbide setelah direaksikan dengan ekstraktif kayu tapi-tapi
disebabkan oleh mikrostruktur tungsten carbide yang terdiri dari matrix austenite
dan martensit sehingga memiliki kesetabilan kimia yang tinggi. Mata pisau tanpa
bahan pelapis mengalami kehilangan berat paling tinggi pada perendaman mersawa.
Hal ini diindikasikan kandungan ekstraktif mersawa lebih reaktif dibandingkan
papan serat dan GRC. Perbedaan komposisi kimia dalam kayu serta perbedaan
penyusun metalurgi logam juga akan mempengaruhi variasi korosi yang terjadi.
Tabel 5 Persentase kehilangan berat mata pisau dalam rendaman serbuk mersawa,
papan serat, dan GRC
Material
potong
Mersawa
Papan serat
GRC

Tanpa pelapis
0.13
0.10
0.11

Persentase kehilangan berat
TiAlN
TiAlN/TiSiN
0.01
0.01
0.03
0.03
0.01
0.03

TiAlN/TiBON
0.01
0.02
0.02

Hasil penelitian pada Tabel 5 juga menunjukkan bahwa, kehilangan berat
mata pisau terlapisi bahan pengeras pada mersawa, papan serat dan GRC sangat
rendah yaitu paling tinggi hanya mencapai 0.03%. Adanya lapisan TiALN pada
masing-masing bahan pengeras akan menghasilkan lapisan tipis Al2O3 dengan
kekerasan yang tinggi (Jindal et al. 1999). Lapisan ini akan mampu melindungi
substrat tungsten carbide dari proses oksidasi sehingga korosifitaspun akan
berkurang. Namun demikian, penelitian Grips et al. (2006) melaporkan bahwa
pemberian bahan pengeras pada permukaan substrat tidak selamanya menghasilkan
daya tahan terhadap korosi yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya pori
maupun lubang kecil secara mikro yang dihasilkan selama proses deposisi bahan
pengeras.

15

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa mata pisau dengan
lapisan bahan pengeras TiAlN, TiAlN/TiSiN, dan TiAlN/TiBON menghasilkan
jumlah aus yang lebih rendah dibandingkan dengan mata pisau tanpa bahan pelapis.
Mekanisme aus yang terjadi pada masing-masing bahan pelapis yaitu diawali
dengan delaminasi pada awal pemotongan. Delaminasi semakin bertambah dan
merata di permukaan mata pisau seiring dengan bertambahnya panjang
pemotongan. Profil aus mata pisau yang telah dilapisi bahan pengeras pada
pemotongan mersawa, papan serat, dan GRC hampir sama yaitu proses aus substrat
tungsten carbide terjadi setelah bahan pelapis terpisah dari substrat carbide yang
disebabkan oleh abrasi secara mekanis. Mata pisau dengan lapisan multi-lapis
TiAlN/TiBON dengan karakteristik kekerasan yang tinggi, koefisien gesekan yang
rendah, dan daya tahan oksidasi yang tinggi menghasilkan daya tahan aus mata
pisau yang tinggi yang mengindikasikan penggunaannya berpeluang diaplikasikan
pada pemotongan material abrasive dengan kecepatan potong tinggi.

Saran
Penelitian selanjutnya perlu dikembangkan metode pelapisan bahan pengeras
lain agar delaminasi yang dihasilkan terutama pada awal pemotongan bisa
diminimalisir. Perlu dilakukan penelitian lebih dalam terhadap kandungan bahan
anorganik lain selain silika yang terdapat pada material potong GRC yang mana
diindikasikan berkontribusi terhadap abrasifitas mata pisau.

16

DAFTAR PUSTAKA
ASTM International. 2006. Standard guide for corrosion tests in high temperature
or high pressure environment. ASTM G111-97. Dalam: Annual Book of ASTM
Standards. Vol. 03.02. ASTM International, Philadelphia.
ASTM International. 2009. Standard practice for instrumented indentation testing.
ASTM E2546-07. In: Annual Book of ASTM Standards. Vol. 03.01. ASTM
International, Philadelphia.
ASTM International. 2010. Standard test method for wear testing with a pin-ondisk apparatus. ASTM G99-05. In: Annual Book of ASTM Standards. Vol.
03.02. ASTM International, Philadelphia.
Bouzakis KD, Skordaris G, Gerardis S, Katirtzoglou G, Makrimallakis S, Pappa M,
Lill E, Saoubi RM. 2009. Ambient and elevated temperature properties of TiN,
TiAlN, and TiSiN PVD films and their impact on cutting performance of coated
carbide tools. Surface & Coating Technology. 204 : 1061-1065.
Chang CL, Chen WC, Tsai PC, Ho WY, Wang DY. 2007. Characteristic and
performance of TiSiN/TiAlN multilayers coating synthesized by cathodic arc
plasma evaporation. Surface & Coating Technology 202 : 987-992.
Chao W, Xiangxin X, Xiazhou C, He Y, Gongjin CH. 2013. The effect of Ti
addition on microstructure and fracture thougness of BN.Al composite Materials
synthesized by vacuum infiltration. Metalurgy and Materials 58 : 509-512.
Costes J.P dan Larricq P. 2002. Towards high cutting speed in wood milling.
Journal Forest Science. 59 : 857–865.
Darmawan W, Tanaka C, Usuki H, Ohtani T. 2001. Performance of coated carbide
tools in turning wood-based materials : effect of cutting speeds and coating
materials on the wear characteristics of coated carbide tool in turning wood-chip
cement board. Journal of Wood Science 47(5): 342-349.
Darmawan W, Usuki H, Rahayu IS, Gottlober C, Marchal R. 2010. Wear
characteristic of multilayer-coated cutting tools when milling particleboard.
Forest Product Journal 60(7/8): 615-621.
Darmawan W, Rahayu IS, Nandika D, Marchal R. 2011. Wear characteristic of
wood cutting tools caused by extractive and abrasive materials in some tropical
woods. Tropical forest science 23(3): 345-353.
Darmawan W, Rahayu IS, Nandika D, Marchal R. 2012. The importance of
extractives and abrasives in wood materials on the wearing of cutting tools.
BioResources 7(4): 4715-4729.
Ding J, Meng Y, Wen S. 2000. Mechanical properties and fracture thougness of
multilayer hard coatings using nanoindentation. Thin Solid Film. 371 : 178-182.
Fengel D, Wegener G. 1983. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-Reaksi. H
Sastroamidjojo, penerjemah. Yogyakarta (ID) : Gajah Mada University Press.
Fuuch I dan Raatz C. 1997. Study of wear behavior of specially coated (CVD,
PACVD) cemented carbide tools while milling of wood-based material.
Proceding of the 13th International Wood Machining Seminar, pp. 709-715.
Grips VKW, Selvi VE, Barshilia HC, Rajam KS. 2006. Effect of electroless nickel
interlayer on the electrochemical behavior of single layer CrN, TiN, TiAlN
coatings and nanolayerd TiAlN/CrN multilayer coatings prepared by reactive dc
magnetron sputtering. Electrochimica Acta 51 : 3461-3468.

17
Grzesik W, Zalisz Z, Krol S, Nieslony P. 2006. Investigation on friction and wear
mechanisms of the PVD-TiAlN coated carbide in dry sliding against steels and
cast iron. Wear 261 : 1191-1200.
Guo CT, Lee D, Chen PC. 2008. Deposition of TiSiN coatings by arc ion plating
process. Applied Surface Science 254 : 3130-3136.
[GRCA]. Glassfibre Reinforced Concrate Association. 2010. Specification for the
manufacture, curing and testing of GRC products : third edition. GRCA
International : United Kingdom.
Jindal PC, Santhanam AT, Schleinkofer U, Shuster AF. 1999. International Journal
of Refractory Metals & Hard Materials. 17 :163-170.
Krilov A dan Lasander. 1988. Acidity of heartwood and sapwood in some
eucalyptus species. Holzforschung. 42 : 253-258.
Nawawi DS, Widiyanti L. 2005. Nilai pH dan Kadar Ekstraktif Empat Jenis Kayu
Tropis serta Pengaruhnya terhadap Pengerasan Perekat. Jurnal Tekhnologi Hasil
Hutan 18 (1 ): 7-12.
Ramasamy G, Ratnasingam J. 2010. A review of cemented tungsten carbide tool
wear during wood cutting processes. Journal of Applied Science. 10 (22) : 27992804.
Ratnasingam J. 2002. Wood machining process : A managerial perspective.
Serdang : Tanabe Fondation, Japan (JP).
Samani MK, Ding XZ, Khosravian N, Amin-Ahmadi B, Yi Y, Chen G, Neyts EC,
Bogaerts A, Tay BK. 2015. Thermal conductivity of titanium nitrid/titanium
aluminum nitride multilayer coatings deposited by lateral rotating cathode arc.
Thin Solid Film. 578 : 133-138
Schofield M J. 2010. Corrosion by wood. CAPCIS Ltd, 1 Echo Street, Manchester
M1 7DP, UK 2 (28) : 1323-1328.
Son MJ, Kang SS, Lee EA, Kim KH. 2002. Properties of TiBN coating on the tool
steels by PECVD and its applications. Journal of Materials Processing
Technology 130-131 : 266-271.
Sheikh-Ahmad, J. Y dan J. S. Stewart. 1995. Performance of different PVD coated
tungsten carbide tools in the continuous machining of particleboard. Proceedings
of the 12th International Wood Machining Seminar, October 2–4, 1995, Kyoto
University, Kyoto, Japan. pp. 282–291.
Stewart HA. 1992. High-temperature halogenation of tungsten carbide cobalt tool
material when machining medium density fiberboard. Forest Product Journal.
42(10):27–31.
Talib RJ, Zaharah AM, Selamet MA, Mahaidin AA, Fazira MF. 2013. Friction and
wear characteristics of WC and TiCN-coated insert in turning carbon steel
workpiece. The Malaysian International Tribology Conference. Procedia
Engineering : 68 716-722.
Torelli N, Piskur M, Tilser V. 2013. Wood species of the central African Republic :
ash and silica content. Zbornik Gozdarstva in Lesarstva. 72 : 53-61.
TAPPI. 1991a. Tappi Test Methods : Solvent Extractives of wood and pulp (T 204
om-88). Volume I. Tappi Press. Atlanta.
TAPPI. 1991b. Tappi Test Methods : Ash in Wood and Pulp (T211 om-85). Volume
I. Tappi Press. Atlanta.
Usuki H, Uehara K, Isaka M, and Kubota K. 2013. Machining of Inconel 718 with
Lubricant-Coated Tool. Int. J. of Automation Technology. 7 (3) : 306-312.

18
Yang SM, Chang YY, Lin DY, Wang DY, Wu W. 2008. Mechanical and
tribological properties of multilayerd TiSiN/CrN coating synthesized by a
chathodic arc deposition process. Surface and Coating Technology. 202 : 21762181.
Zelinka SL, Stone DS. 2011. The effect of tannins and pH on the corrosion of steel
in wood extracts. Materials and Corrosion. 62(8) : 739-744.

19

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lombok Tengah pada tanggal 14 Februari 1992. Penulis
merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Suparman dan
Khadijah. Pendidikan sarjana ditempuh di program Studi Teknologi Hasil Hutan,
Fakultas Kehutanan IPB. Pendidikan sarjana diselesaikan pada tahun 2014, dan di
tahun yang sama mengikuti program sinergi S1-S2 jurusan Ilmu dan teknologi Hasil
Hutan. Selama menjalani kuliah pascasarjana, penulis memperoleh beasiswa fresh
graduate Dikti. Selama menjalani perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten
praktikum Praktek Pengolahan Hutan yang dilaksanakan dari tanggal 3 Agustus –
19 Agustus 2015.