33
2.3. Diferensiasi Sosial Masyarakat Agraris
Diferensiasi terutama digunakan dalam teori perubahan sosial serta meru- pakan konsep penting dalam menganalisa perubahan sosial dan dalam mem-
bandingkan masyarakat industri dan pra industri. Konsep ini merujuk pada proses dimana seperangkat aktivitas sosial yang dibentuk oleh sebuah institusi
sosial terbagi di antara institusi sosial yang berbeda. Diferensiasi menggambarkan terjadinya peningkatan spesialisasi bagian-bagian masyarakat yang diikuti terjadi-
nya peningkatan heterogenitas di dalam masyarakat Secara spesifik, berdasarkan hubungan sosial dalam penguasaan sumber-
daya agraria, diferensiasi sosial masyarakat pedesaan masyarakat agraris yang berlangsung akan merujuk pada gejala terjadinya penambahan kelas petani. Dife-
rensiasi tersebut kemudian akan membentuk struktur sosial masyarakat agararis
28
yang semakin berlapis terstratifikasi atau struktur sosial masyarakat agraris yang terpolarisasi. Suatu struktur sosial masyarakat agraris bukanlah suatu struktur
yang tetap sepanjang masa, tetapi secara dinamis struktur tersebut akan berubah mengikuti perubahan yang terjadi pada lingkungan sekitarnya, termasuk berlang-
sungnya transformasi moda produksi dan transformasi struktur agraria yang dijalankan kaum tani.
Pada kasus masyarakat agraris, Hayami dan Kikuchi 1987 mengartikan
stratifikasi
29
sebagai proses perkembangan ketidaksamaan yang melipatganda- kan sub-kelas masyarakat agraris dalam rangkaian spektrum dari buruh tani tuna-
kisma sampai tuan tanah yang tidak mengusahakan sendiri tanahnya. Sementara
itu, polarisasi diartikan sebagai proses perkembangan ketidaksamaan yang men-
gkutubkan masyarakat agraris menjadi hanya dua lapisan, yakni lapisan “petani luas komersial yang kaya” dan lapisan “buruh tani tunakisma yang miskin”.
28
Struktur sosial masyarakat agraris dibentuk oleh kehadiran pola-pola hubungan sosial yang
terkait dengan sumberdaya agraria lahan. Dalam hal ini, struktur sosial masyarakat agraris akan menysusun peta susunan posisi-posisi sosial-ekonomi warga dalam masyarakat ber-
basiskan penguasaan sumber-daya agraria.
29
Secara umum, stratifikasi diartikan sebagai ketimpangan struktur structured inequalities di
antara group orang yang berbeda, sehingga masyarakat dipandang sebagai susunan strata dalam sebuah hirarki, dimana pihak yang memiliki hak istimewa bearda pada posisi diatas dan
yang tidak memiliki hak istimewa berda pada posisi di bawah Gidens, 1997.
34
Tabel 2.7. Diferensiasi Sosial Masyarakat
Masy.LahanKomoditas Penggagas
Struktur Masy. Agraria
Keterangan
Masyaraat Industri – German Marx
Polarisasi • Moda Produksi Kapitalis Æakumulasi kapital, rasionalisasi
produksi, industrialisasi Æ desitegrasi, usaha kecil hilang Masyarakat Tani
Marx Polarisasi
• Dominasi moda produksi kapitalis Æ Petani yang melakukan proses produksi sendiri secara bertahap ditransformasikan menjadi : 1
kapitalis kecil
yang mengeksploitasi tenaga kerja petani lain buruh
tani, atau 2 tenaga upahan buruh tani yang kehilangan kekuatan produksi.
Kaum Tani Peasant - Rusia
Lenin Polarisasi
• Diferensiasi Æ pemiskinan kelas menengah kaum tani Æ 2 kelas terpolarisasi : 1 kapitalis, 2 kaum miskin pedesaan
• Pertanian kapitalis Æ proletar desa bergabung dengan proletar kota Æ revolusi sosial
Petani Sawah – Tebu Soentoro
Polarisasi • Polarisasi terjadi karena masuknya pemodal kuat dari kota melalui
sistem sewa lahan Petani Lahan Kering –
Kakao Li, Sitorus
Polarisasi • Proses polarisasi berlangsung melalui mekanisme : 1 Privatisasi
lahan, 2 Komoditasi lahan, 3 Masuknya elit kota • Petani Bugis menjadi “pemilik”, Petani Kaili “bukan pemilik”
Kaum Tani Peasant - German
Kautsky Polarisasi, tetapi
prosesnya lambat
• Pada pertanian ekspansi kapitalis berjalan lambat, bentuknya beda
karena proses kerjanya beda • Tanah sebagai kekuatan produksi tidak dapat direproduksi seperti
modal finansial. Seorang kapitalis, untuk memperoleh hak atas tanah harus mencabut hak orang lain petani miskin.
Petani Lahan Kering - Karet Pola PIR-BUN
Undang Fadjar dkk. Polarisasi vs
Stratifikasi • Stratifikasi : melalui pewarisan, bagi hasil
• Polarisasi : Sewa kebun dan pembelian kebun oleh petani kaya, serta tenaga kerja upahan
Kaum Tani Peasant - Rusia
Shanin Leveling
Stratifikasi, Pemiskinan
• Mobilitas kaum tani = mobilitas siklikal dan multidimensial Æ menambah lapisan bukan mempolarisasikan
• Pengembangan kapitalis dihadang oleh proses yang muncul dari dalam kaum tani sendiri
• Transformasi peasant Æ integrasi peasant pada ekonomi yang lebih luas pertukaran, produksi komoditi Æ posisi peasant menjadi tidak
rata tergantung pusat pertukaran Æ sistem kapitalis dunia mengatur tata ekonomisosial desa
• Terjadi Pemiskinan Æ Kesejahteraan ekonomi menurun • Polarisasi tidak terjadi Æ Kesadaran kelas tidak eksis
Petani Sawah - Padi Geertz
Tidak nampak diferensiasi
• Terjadi kemiskinan berbagi Petani Sawah-Padi
Hayami Stratifikasi
•
Penetrasi pasar mendorong ke polarisasi, tetapi tertahan oleh : 1 ikatan moral petani, 2 pranata tradisional misal sakap, 3
sistem pemilikan yang tidak ekstrim Stratifikasi berevolusi ke polarisasi, jika distribusi pendapatan
timpang dan penetrasi pasar sangat kuat Petani Sawah – Padi serta
Petani Lahan Kering - Karet di Malaysia
Wan Hasyim Tidak terbentuk
kelas, yang terjadi leveling
stratifikasi • Beragam kelas pemilikan lahan Æ kaum tani tetap eksis
• Kaum tani ditransformasikan sebagai hasil perluasan dan dominasi moda produksi kapitalis yang berasal dari luar dalam formasi sosial
spesifik Æ perbedaan ciri penetrasi terhadap kapitalis, serta perbedaan pengembangan kapitalis di antara tipe spesifik desa Æ
artikulasi moda produksi
• Sebagian kaum tani menjadi tenaga kerja migrasi, sebagian lainnya tetap menjadi kaum tani yang memiliki kekuatan produksi tetapi
sebagai sub-ordinat kapitalis. Sumber : Diolah dari berbagai sumber
35 Hasil pemikiran sejumlah ahli serta hasil penelaahan pada sejumlah kasus
yang terjadi di negara lain maupun di Indonesia menunjukkan munculnya kedua
bentuk struktur sosial masyarakat agraris dimaksud Tabel 2.7.. Sebenarnya
berbagai pemikiran dan penelaahan tersebut bertolak dari hasil pengamatan Marx pada masyarakat industri di Jerman yang menerapkan moda produksi kapitalis.
Hasil pengamatan Marx menunjukkan bahwa pengembangan moda produksi kapitalis akan mendorong akumulasi kapital, rasionalisasi produksi, industri-
alisasi, dan akhirnya menyebabkan desintegrasi dan hilangnya usaha skala kecil karena berkompetisi dengan usaha besar Marx sebagaimana dikutip Hashim,
1998. Bertolak dari itu, Marx juga mengemukakan bahwa petani yang mela- kukan proses produksi dengan alatkekuatan produksi sendiri secara bertahap
akan ditransformasikan : 1 menjadi kapitalis kecil a small capitalist yang
mengeksploitasi tenaga kerja petani lain buruh tani atau 2 menjadi seseorang
yang kehilangan kekuatan produksi sehingga kemudian menjadi tenaga upahan.
Pemikiran tersebut dilanjutkan oleh Lenin Lenin sebagaimana dikutip Hashim, 1998 yang juga mengemukakan bahwa kaum tani peasantry merupakan suatu
kelas yang akan hilang setelah melewati proses diferensiasi dan polarisasi kelas. Hal ini terjadi terutama sebagai dampak penerapan moda produksi kapitalisme.
Namun demikian, pendapat Marx dan Lenin tersebut mendapat sanggahan dari Neo - Marxian Turner, 1989. Menurut mereka perkiraan Marx tentang
polarisasi masyarakat kapitalis menjadi dua kelas borjuis yang memiliki alat pro- duksi lawan proletar yang dieksploitasi telah mati. Hal ini terjadi karena tum-
buhnya kelas menengah yang besar dan beragam seperti manager; tenaga ahli; pelaksana usaha kecil serta mereka tidak nampak dieksploitasi. Selain itu, menu-
rut Wright dalam Turner 1989, pada level mikro, posisi individu dalam sistem kelas menunjukkan gambaran yang lebih bervariasi; lebih komplek; dan kontra-
diktif. Apalagi bila individu memiliki lebih dari satu sumber mata-pencaharian. Khusus yang terkait dengan kaum tani, pendapat yang berbeda dengan
pendapat Marx dan Lenin disampaikan oleh Kautsky dan Shanin. Kautsky dalam Hashim 1998 mengemukakan bahwa meskipun logika moda produksi kapitalis
Marx dapat diterapkan pada pertanian tetapi ekspansi kapitalis pada produksi pertanian berjalan lambat dan dengan bentuk yang berbeda. Pada pertanian, tanah
36 sebagai kekuatan alat produksi tidak dapat direproduksi seperti modal finansial
sehingga bila seorang petani petani kaya ingin membangun pemilikan luas maka ia harus melakukan pencabutan hak atas petani lain petani kecil. Sejalan dengan
itu, Shanin dalam Hashim 1998 megemukakan bahwa diferensiasi dan ketidak- setaraan sosial-ekonomi pedesaan berlangsung dalam bentuk mobilitas “siklikal
dan multidimensial” sehingga efeknya cenderung berupa pembentukan tingkat leveling, bukan polarisasi. Walaupun perubahan struktur agraria yang berlang-
sung hanya mengarah pada bentuk stratifikasi, tetapi menurut Shanin perkem- bangan kesejahteraan sosial ekonomi para petani terus menurun karena
terjadi proses pemiskinan .
Dalam komunitas petani sawah yang mengusahakan tanaman padi seperti yang terjadi di Jawa Hayami dan Kikuchi, 1987 maupun di Malaysia Hashim
1988, gejala perubahan struktur sosial masyarakat agraris yang lebih nampak adalah stratifikasi
30
. Sebaliknya, gejala polarisasi belum nampak karena tertahan diblokir oleh “ikatan moral tradisional” serta bekerjanya berbagai pranata sosial
yang ada Hayami dan Kikuchi, 1987. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Geertz 1976 yang mengungkapkan tidak adanya diferensiasi di antara petani
serta munculnya kemiskinan berbagi dan involusi pertanian di pedesaan Jawa. Namun demikian, peneltian SAESDP tahun 1971 – 1981 sebagaimana dikutip
Sajogyo 2002 menunjukkan kecenderungan munculnya “petani komersial paruh waktu, majikan” dan “buruh tani tunakisma tanpa tanah berstatus semi proletar”.
Lebih lanjut, Hashim 1988 mengemukakan terjadinya stratifikasi karena
kaum tani yang secara struktural ditransformasikan menjadi produsen petty commodity
yang tidak sepenuhnya terpisah dari alat produksi. Selain itu, moda produksi yang dijalankan kaum tani tidak sepenuhnya eksploitatif karena
kapitalisme yang dikembangkan di lingkungan kaum tani berasal dari luar dan hanya merupakan kapitalisme pinggiran peripheral capitalism. Selain itu,
walaupun di wilayah pedesaan terjadi akumulasi penguasaan lahan tetapi bentuk polarisasi cenderung tidak terjadi karena pemilikan tanah di wilayah pedesaan
tidak ekstrim Tjondronegoro, 1999.
30
Hashim 1988 menyebut proses stratifikasi dengan istilah leveling atau formal sub-sumption pensub-kelasan secara formal.
37 Namun demikian, Hayami dan Kikuchi 1987 mengingatkan bahwa pene-
trasi kekuatan pasar bersamaan dengan proses semakin timpangnya distribusi pendapatan akan mendorong berubahnya proses stratifikasi ke arah polarisasi.
Bahkan di desa-desa yang mengusahakan tanaman komersial tebu, sebagaimana dilaporkan Soentoro 1980 dan juga Kano 1984, ternyata proses polarisasi
masyarakat berbasis penguasaan lahan sudah berlangsung. Proses ini terutama didorong oleh masuknya pemodal kuat dari kota yang menyewa lahan petani di
desa. Gambaran tersebut juga memberikan rujukan bahwa dalam menelaah proses polarisasi atau stratifikasi sebaiknya tidak dibatasi hanya pada anggota komunitas
yang tinggal menetap di dalam komunitas dalam desa. Berlangsungnya perubahan-perubahan struktur sosial masyarakat agraris
nampaknya tidak hanya terjadi pada komunitas petani sawah tetapi juga terjadi pada komunitas petani perkebunan. Hasil penelitian Fadjar dkk 2002 di komuni-
tas petani PIR-BUN Tanaman Karet menunjukkan bahwa dalam komunitas tersebut sedang berlangsung perubahan struktur sosial masyarakat agraris, baik
yang mekanismenya mengarah ke bentuk stratifikasi seperti berlangsungnya sistem pewarisan dan sistem bagi hasil maupun ke bentuk polarisasi seperti ber-
langsungnya sistem pembelian kebun dan penyewaan kebun oleh petani kaya
31
. Sementara itu, hasil pengamatan Hashim 1998 dalam komunitas petani karet di
Malaysia secara tegas menunjukkan bahwa perubahan struktur sosial kaum tani yang terjadi adalah stratifikasi. Adapun hasil penelitian Li 2002 dalam komintas
petani kakao di beberapa desa di Sulawesi Tengah menunjukkan bahwa perubah- an struktur agraria yang berlangsung mendorong pembentukan struktur sosial
masyarakat yang terpolarisasi pembentukan kelas. Kemudian Scott 1989 mengemukakan bahwa bentuk kapitalis dalam
pemilikan tanah yang disertai dengan pertambahan penduduk yang pesat telah mendorong perubahan bentuk struktur sosial masyarakat agraris, terutama
tumbuhnya satu kelompok besar yang terdiri dari penyewa tanah dan penggarap bagi hasil bukan buruh upahan. Lebih lanjut Sajogyo 1985 dan Rusli 1982
31
Hasil penelilitian Soentoro 1980 pada lahan sawah menunjukkan bahwa sistem sewa mendorong terjadinya pengumpulan tanah karena penyewa umumnya petani yang memiliki
uang, sedangkan sistem sakap mendorong terjadinya penyebaran garapan karena para penggarap umumnya petani berlahan sempit atau bahkan petani tak berlahan.
38 menjelaskan bahwa pertumbuhan penduduk
32
menyebabkan makin kecilnya per- sediaan lahan rata-rata per orang, semakin bertambahnya penduduk tak bertanah,
dan munculnya fraksionalisasi lahan. Tekanan penduduk yang kuat juga memberi peluang pada semakin berkembangnya bentuk hubungan penguasaan lahan yang
kurang menguntungkan penggarap. Selain itu, tekanan penduduk yang berat mengakibatkan persaingan sesama buruh tani dalam mendapatkan pekerjaan.
2.4. Kesejahteraan Petani Berbasis Sumberdaya Agraria