242 Tangga-tangga tersebut dapat dilalui seorang petani dengan lebih cepat
manakala mereka mempunyai orang tua yang memiliki sumberdaya agraria cukup luas. Dalam situasi ini, untuk melakukan proses “lepas landas” mereka tidak mela-
lui status buruh tani karena memperoleh pinjaman sumberdaya agraria lahan dari orang tuanya. Dalam hal pengelolaan sumberdaya agraria pinjaman ini, hasil
sawahkebun tidak harus diberikan kepada orang tua mereka. Akan tetapi setelah anak tersebut dianggap mampu maka lahan pinjaman harus dikembalikan kepada
orang tuanya. Biasanya sumberdaya agraria tersebut kemudian dipinjamkan lagi kepada anak yang lain agar semua anak dapat naik tangga lepas landas dengan
cepat sebagaimana yang dialami anak pertama.
9.4. Potensi Munculnya Problema Kesejahteraan Petani
Sebagaimana dijelaskan dimuka, hadirnya moda produksi kapitalis mendo- rong lahirnya struktur agraria yang semakin tertutup. Kemudian, tertutupnya
struktur agraria dalam menyediakan akses petani lapisan bawah terutama petani tunakisma miskin untuk memperoleh penghasilan dari sumberdaya agraria akan
semakin kuat manakala luas penguasaan sumberdaya agaria setiap rumahtangga petani semakin sempit akibat jumlah rumahtangga dalam komunitas terus bertam-
bah, sedangkan luas sumberdaya agraria untuk usaha pertanian tidak bertambah atau bahkan berkurang. Lebih lanjut, kondisi tersebut akan menyebabkan ikatan
moral tradisional yang selama ini membentengi komunitas dari serbuan kapital- isme akan melemah karena setiap rumahtangga akan cenderung mempertahankan
keamanan pemenuhan kebutuh-an hidup keluarganya sendiri sehingga ketidak- stabilan hubungan sosial dalam komunitas akan meningkat. Keadaan tersebut
akan semakin parah manakala kegiatan non-pertanian tidak dapat dijadikan alter- natif sumber penghasilan rumahtangga petani serta semakin besarnya kebutuhan
rumahtangga petani yang harus dibayar tunai, misalnya biaya pendidikan lanjutan mulai SMA hingga Perguruan Tinggi dan biaya mencari pekerjaan anak di sek-
tor non pertanian pegawai. Bahkan untuk mengatasi persoalan tersebut, sering- kali petani hasrus menjual sumberdaya agraria miliknya.
243 Gejala semakin sulitnya memperoleh sumberdaya agraria baru lahan ko-
song, penduduk yang terus bertambah, biaya hidup yang semakin mahal, dan ti- dak adanya sumber penghasilan alternatif non pertanian semakin dirasakan peta-
ni di empat desa kasus. Lebih lanjut keadaan tersebut tidak hanya akan menim- bulkan diferensiasi kesejahteraan dalam komunitas petani tetapi juga sangat
potensial mendorong munculnya “problema kesejahteraan petani”. Problema
kesejahteraan petani adalah suatu situasi dimana penghasilan petani berada dekat batas subsistensi setara garis kemiskinan atau dekat tingkat minimum fisiologis
sehingga pengurangan lebih lanjut dari penghasilan tersebut akan menimbulkan malnutrisi dan kemudian akan menimbulkan kematian dini.
Mengacu pada garis kemiskinan yang ditetapkan Biro Pusat Statistik BPS, hasil penelitian di empat komunitas petani di empat desa kasus menun-jukkan
bahwa rata-rata pengeluaran per kapitatahun lapisan masyarakat miskin
umumnya masih berada di atas garis kemiskinan Gambar 9.7.. Akan tetapi,
jumlah biaya hidup yang mereka keluarkan umumnya relatif dekat dengan garis
kemiskinan. Bahkan terdapat sejumlah anggota lapisan petani miskin yang berada
pada tingkat “di bawah garis kemiskinan”. Fakta tersebut menunjukkan bahwa dalam komunitas petani sebenarnya sudah mulai muncul gejala problema kesejah-
teraan keluarga petani.
2.000.000 -
2.000.000 4.000.000
6.000.000 8.000.000
10.000.000 12.000.000
1 8
15 22
29 36
43 50
57 64
71 78
85 92
99 106 113 120 +- Garis Kem is kinan
Gambar 9.7. PengeluaranKapita Rumahtangga Petani di Empat Komunitas
Petani Kasus, 2007
Sumber Data : Rumahtangga Petani Responden
244
Tabel 9.7. Distribusi Rumahtangga Petani Berdasarkan Garis Kemiskinan dan
Tingkat Kesejahteraan, 2007
Desa Lapisan
Kesejahteraan Garis Kemiskinan
Total Diatas Dibawah
• Tondo • Miskin
7 5 45
11
• Sedang 14
0 0 15
• Kaya 3
0 0 3
Total 24 5
17 29
• Jono Oge • Miskin
7 6 46
13
• Sedang 15
0 0 15
• Kaya 2
0 0 2
Total
24 6 20 30
• Ulee Gunong • Miskin
10 1 9
11
• Sedang 16
0 0 16
• Kaya 3
0 0 3
Total
29 1 3
30
• Cot Baroh Tunong
• Miskin 6 2
25 8
• Sedang 20
0 0 20
• Kaya 2
0 0 2
Total 28
2 7 30
• Seluruh Desa • Miskin
30 14 32 44
• Sedang 65
0 0 65
• Kaya 10
0 0 10
Total
105 14 12 119
Keterangan : Angka dalam kurung adalah dari masing-masing lapisan Sumber Data : Rumahtangga Petani Responden
Seluruh rumahtangga petani yang pengeluaran per kapita per tahun nya berada dibawah garis kemiskinan berasal dari lapisan petani miskin hasil rekons-
truksi masyarakat, dan proporsi mereka mencapai 32 dari jumlah seluruh
rumahtangga petani miskin Tabel 9.7.. Apabila rumahtangga petani yang
berada dibawah garis kemiskinan dibandingkan di antara desa-desa lokasi peneli- tian, ternyata petani yang berada di bawah garis kemiskinan sangat menonjol di
desa-desa kasus di Propinsi Sulawesi Tengah, yaitu di Desa Jono Oge dan Desa Tondo masing-masing sebesar 46 dan 45 dari jumlah rumahtangga miskin di
desa masing-masing. Sementara itu, di Desa Ulee Gunong dan di Desa Cot BarohTunong di Propinsi NAD, proporsi rumahtangga petani miskin yang berada
245 dibawah garis kemiskinan masing-masing hanya 9 dan 25 dari jumlah
rumahtangga miskin di masing-masing desa. Dengan kata lain tingkat kemiskinan di desa-desa kasus di Propinsi Sulawesi Tengah lebih rawan dari pada tingkat
kemiskinan di desa-desa kasus di Propinsi NAD. Kemudian, apabila rumahtangga petani yang berada di bawah garis kemis-
kinan tersebut dikaitkan dengan pelapisan petani berdasarkan penguasaan sumber- daya agraria, ternyata rumahtangga petani yang berada di bawah garis kemiskinan
menyebar pada semua lapisan petani Tabel 9.8.. Walaupun demikian, proporsi
terbesar terjadi pada lapisan Buruh Tani 40 dari total rumahtangga lapisan Buruh Tani, kemudian disusul pada lapisan Penggarap 33 dari total rumah-
tangga lapisan Penggarap. Sementara itu, pada lapisan-lapisan lainnya jumlah keluarga petani yang berada dibawah garis kemiskinan kurang dari 10 dari total
rumahtangga masing-masing lapisan. Fakta tersebut menunjukkan bahwa lapisan tunakisma tidak mutlak maupun tunakisma mutlak yang tidak memiliki lahan
merupakan lapisan yang paling rawan terhadap problema kesejahteraan.
Tabel 9.8. Distribusi Rumah Tangga Petani Berdasarkan Garis Kemiskinan
dan Pelapisan Petani dalam Penguasaan Sumberdaya Agraria, 2007
Status Pemilikan Garis Kemiskinan
Total Diatas Dibawah
• Pemilik 43 4
8,5 47
• Pemilik+Penggarap 19 2
9,5 21
• Pemilik+Penggarap+BT 13 1
7,1 14
• Pemilik+BT 22 2
8,3 24
• Penggarap 2 1
33,3 3
• BT 6 4
40,0 10
• Total 105 14
100,0 119
Keterangan : Angka dalam kurung adalah dari masing-masing lapisan
Sumber Data : Rumahtangga Petani Responden
246
BAB X KESIMPULAN DAN IMPLIKASI