Activity of crude alkaloid extract of papaya leaves toward staphylococcus aureus and staphylococcal enterotoxin a gene expression

AKTIVITAS EKST
STRAK KASAR ALKALOID DAUN PEP
PEPAYA
TERHADAP Staphylococcus
Sta
aureus DAN EKSPRESI
ESI G
GEN
STAPH
APHYLOCOCCAL ENTEROTOXIN A

LITA HANDAYANI

SEKOLAH
S
PASCASARJANA
INSTITUT
INS
PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aktivitas Ekstrak Kasar
Alkaloid Daun Pepaya terhadap Staphylococcus aureus dan Ekspresi Gen
Staphylococcal Enterotoxin A adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Lita Handayani
NIM F251110331

RINGKASAN
LITA HANDAYANI. Aktivitas Ekstrak Kasar Alkaloid Daun Pepaya terhadap
Staphylococcus aureus dan Ekspresi Gen Staphylococcal Enterotoxin A.
Dibimbing oleh HARSI DEWANTARI KUSUMANINGRUM dan DIDAH NUR

FARIDAH.
Pepaya merupakan tanaman yang banyak ditanam di Indonesia. Daun
pepaya digunakan oleh masyarakat sebagai sayur-mayur, bahan pengempuk
daging, dan sebagai bahan obat-obatan tradisional. Ekstrak daun pepaya
dilaporkan memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri Gram positif maupun
Gram negatif. Aktivitas antimikroba tersebut berhubungan dengan komponen
fitokimia yang dimiliki oleh daun pepaya. Tanin dan terpenoid dapat mengganggu
membran sel bakteri, sedangkan alkaloid dapat menyisip pada utas ganda DNA
dan mengambat sintesis DNA. Oleh karena itu, selain sebagai pengempuk daging,
daun pepaya dapat menjadi alternatif pengawet alami di dalam pangan.
Staphylococcus aureus merupakan patogen penyebab intoksikasi melalui
produksi staphylococcal enterotoxins (SEs) pada pangan. Staphylococcal
enterotoxin A (SEA) merupakan salah satu SEs yang paling sering menyebabkan
kasus keracunan pangan akibat S. aureus. SEA disintesis dari gen sea dan
diekspresikan pada pertengahan fase eksponensial pertumbuhan. Selain
menghambat pertumbuhan bakteri, terdapat potensi bahwa ekstrak daun pepaya
dapat menghambat produksi SEA melalui aktivitas alkaloid. Penelitian ini
bertujuan untuk menguji pengaruh penambahan ekstrak kasar alkaloid daun
pepaya dalam berbagai konsentrasi terhadap ekspresi gen penyandi SEA.
Ekstrak kasar alkaloid diekstraksi dari daun pepaya kering dengan

ultrasonic-assisted extraction. S. aureus diisolasi dari pangan siap saji dan susu
sapi mentah menggunakan metode Bacteriological Analytical Manual (BAM)
yang dimodifikasi. Isolat dengan koloni tipikal S. aureus pada media BairdParker Agar (BPA) dan Mannitol Salt Agar (MSA) serta positif memproduksi
koagulase diidentifikasi dengan uji API Staph serta dengan PCR gen penyandi
16S rRNA, diikuti dengan sekuensing. Sekuen yang diperoleh dianalisis
menggunakan program BLAST. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ekstrak
kasar alkaloid ditentukan menggunakan metode pengenceran makro. Selanjutnya,
isolat S. aureus dipaparkan dengan ekstrak kasar alkaloid pada konsentrasi 0, 1,
dan 2 kali KHM. Setelah itu, ekspresi gen sea dianalisis dengan quantitative
reverse transcription PCR (qRT-PCR).
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa rendemen ekstrak kasar alkaloid
berkisar antara 0.48% - 1.82% per berat kering daun pepaya. Isolat S. aureus
penghasil SEA diperoleh dari beberapa pangan, yaitu susu sapi mentah, telur
balado, tumis usus ayam, dan sate jeroan. Nilai KHM ekstrak kasar alkaloid
terhadap S. aureus adalah 0.25 mg/ml. Setelah pemaparan dengan 0.25 mg/ml dan
0.5 mg/ml ekstrak kasar alkaloid selama 2 jam, terjadi peningkatan nilai cycle
threshold (CT) gen sea. Hasil ini mengindikasikan terjadinya penurunan jumlah
cDNA sea awal, yang berarti lebih sedikit mRNA yang disintesis dari gen sea.
Gen sea diekspresikan 29 dan 41 kali lebih rendah ketika S. aureus dipaparkan
dengan ekstrak kasar alkaloid pada 1 dan 2 kali KHM. Ekspresi sea ditentukan

secara relatif terhadap sampel kalibrator dan kontrol internal menggunakan

metode perbandingan CT. Ekstrak kasar alkaloid daun pepaya memiliki aktivitas
antibakterial terhadap S. aureus, yang tidak hanya menghambat pertumbuhan
bakteri tetapi juga menghambat pembentukan toksin dengan menekan ekspresi
gen sea.
Kata kunci : daun pepaya, ekstrak kasar alkaloid, Staphylococcus aureus,
staphylococcal enterotoxin A

SUMMARY
LITA HANDAYANI. Activity of Crude Alkaloid Extract of Papaya Leaves
toward Staphylococcus aureus and Staphylococcal Enterotoxin A Gene
Expression. Supervised by HARSI DEWANTARI KUSUMANINGRUM and
DIDAH NUR FARIDAH.
Papaya plant is widely grown in Indonesia. Papaya leaves are used by
people as vegetable, meat tenderizer and traditional herbs. Extracts of papaya
leaves have been reported to have antimicrobial activity against both Gram
positive and Gram negative bacteria. This antimicrobial activity was related to
phytochemical content of papaya leaves. Tannins and terpenoids can make cell
membrane disruption, whereas alkaloids have been shown to intercalate into DNA

and inhibit DNA synthesis. Therefore, besides as meat tenderizer, papaya leaves
can be an alternative natural preservatives in food.
Staphylococcus aureus is known pathogen causing intoxication by
producing staphylococcal enterotoxins (SEs) in food. Staphylococcal enterotoxin
A (SEA) is one of SEs that is commonly implicated in staphylococcal food
poisoning. SEA is synthesized from sea gene and expressed from the midexponential phase of growth. In addition to the ability to inhibit S. aureus growth,
there is a potential action of papaya leaves extract, i.e the ability to inhibit SEA
production through the alkaloids activity. This study was conducted
to investigate the ability of crude alkaloid extract from papaya leaves to inhibit
SEA expression.
Crude alkaloid extract was extracted from grounded dried papaya leaves
using ultrasonic-assisted extraction. S. aureus was isolated from ready to eat food
and raw cow milk using modified Bacteriological Analytical Manual (BAM)
method. Isolates with typical colony of S. aureus on Baird-Parker
Agar (BPA) and Mannitol Salt Agar (MSA) and produced coagulase were
identified using API Staph test and PCR of 16S rRNA gene, followed by
sequencing. Those 16S rRNA gene sequence were analyzed using BLAST.
Minimum Inhibitory Concentration (MIC) of crude alkaloid extract were
determined by broth macro-dilution method. Furthermore, S. aureus isolate was
exposed to crude alkaloid extract at 0, 1, and 2 folds of MIC,

and subsequently the expression of sea gene was analyzed using a quantitative
reverse transcription PCR (qRT-PCR).
The results demonstrated that the yield of crude alkaloid extracts was 0.48%
to 1.82% per dry weight of papaya leaves. SEA-producing S. aureus were
obtained from some foods, i.e raw milk, fried egg in chilli sauce, sauteed chicken
intestine, and chicken liver satay. The MIC of crude alkaloid extract to S. aureus
was 0.25 mg/ml. After exposure to the crude alkaloid extract at 0.25 mg/ml and
0.5 mg/ml for 2 h, significant increase in cycle threshold (C T) values of sea gene
was observed. These results indicated a decrease of initial amount of sea cDNA
which meant lesser mRNA was synthesized from the sea gene.
The sea gene was expressed 29 and 41 times less when S. aureus was exposed to
crude alkaloid extract at 1 and 2 folds MIC, respectively, determined relatively to
the calibrator sample and an internal control using comparative C T method.
The crude alkaloid extract of papaya leaves possessed antibacterial activity

against S. aureus which was not only inhibited the bacteria but also the toxin
formation by suppressing the expression of sea gene.
Keywods: crude alkaloid extract, papaya leaves, Staphylococcus aureus,
staphylococcal enterotoxin A


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB

AKTIVITAS EKSTRAK KASAR ALKALOID DAUN PEPAYA
TERHADAP Staphylococcus aureus DAN EKSPRESI GEN
STAPHYLOCOCCAL ENTEROTOXIN A

LITA HANDAYANI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji luar komisi pada ujian tesis : Dr Ir Utut Widyastuti, MSi

Judul Tesis

Nama
NRP

: Aktivitas Ekstrak Kasar Alkaloid Daun Pepaya terhadap
Staphylococcus aureus dan Ekspresi Gen Staphylococcal
Enterotoxin A
: Lita Handayani
: F251110331

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr Ir Harsi Dewantari Kusumaningrum
Ketua

Dr Didah Nur Faridah, STP MSi
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Ilmu Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 6 Desember 2013


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan bimbinganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis ini. Tesis dengan judul
“Aktivitas Ekstrak Kasar Alkaloid Daun Pepaya terhadap Staphyloccous aureus
dan Ekspresi Gen Staphylococcal Enterotoxin A” ini dilaksanakan pada bulan
Januari hingga September 2013.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
kepada Dr Ir Harsi Dewantari Kusumaningrum selaku ketua komisi pembimbing
dan Dr Didah Nur Faridah, STP MSi selaku anggota komisi pembimbing atas
bantuannya sehingga penelitian ini dapat didanai oleh Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi, serta atas waktu dan kesempatan yang telah diluangkan dalam
memberikan bimbingan, ilmu, arahan, motivasi, dan masukkan selama penulis
mengikuti pendidikan, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, pembuatan
artikel jurnal hingga penyusunan tesis. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia yang telah mendanai penelitian ini melalui
program Hibah Desentralisasi dengan Skim Penelitian Unggulan Perguruan
Tinggi tahun 2013.

Terima kasih kepada keluarga dan sahabat terkasih atas doa dan
dukungannya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Hadi
Januar atas kesempatan yang diberikan sehingga penulis dapat menempuh
pendidikan di program studi ilmu pangan IPB. Di samping itu, terima kasih
kepada Dr Ir Utut Widyastuti, MSi atas arahan dan bimbingan dalam penentuan
metode pada tahapan analisis molekuler dan masukkannya selaku penguji luar
komisi pembimbing pada ujian tesis, kepada seluruh teman, dosen, teknisi,
karyawan di IPN, Departemen ITP dan SEAFAST, terutama Mbak Ari, Pak
Taufik, Teh Yayam, Mas Yerris, dan Mbak Nurul, dan terima kasih kepada rekanrekan penelitian di laboratorium, terutama Mbak Fenny dan Arum atas bantuan,
masukkan, dukungan, dan kerja sama, serta kepada Pak Muksin dan Pak Hendar
di University Farm atas bantuannya dalam pengambilan sampel daun pepaya dan
kepada semua pihak selama penyelesaian tesis ini.
Akhir kata penulis berharap semoga penelitian dan tesis ini dapat
bermanfaat bagi pembaca serta mampu memberikan sumbangan yang berarti bagi
ilmu pengetahuan.

Bogor, Desember 2013

Lita Handayani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

xv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis
Manfaat Penelitian

1
2
2
2
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Daun Pepaya
Staphylococcus aureus dan Staphylococcal Enterotoxin
Staphylococcus aureus
Staphylococcal Enterotoxin
Staphylococcal Enterotoxin A
Isolasi dan Identifikasi S. aureus
Isolasi dan Identifikasi S. aureus secara Konvensional
Identifikasi S. aureus secara Molekuler
Quantitative Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction
Kuantifikasi Absolut
Kuantifikasi Relatif

4
6
6
6
7
7
7
8
9
10
11

3 METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Bahan Penelitian
Peralatan Penelitian
Prosedur Penelitian
Persiapan Daun Pepaya
Ekstraksi Alkaloid Daun Pepaya
Isolasi S. aureus dari Pangan
Identifikasi gen sea
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum
Pemaparan S. aureus dengan Ekstrak Kasar Alkaloid Daun Pepaya
Pengukuran Tingkat Ekspresi Gen sea
Analisis Data

12
12
13
13
13
14
14
16
16
17
17
19

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstrak Kasar Alkaloid Daun Pepaya
Isolat S. aureus Penghasil SEA
Isolat Terduga S. aureus dari Pangan
Hasil Identifikasi Isolat Terduga S. aureus dengan metode
Konvensional
Hasil Identifikasi Isolat Terduga S. aureus dengan PCR
Amplikon Gen sea
Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Kasar Alkaloid Daun Pepaya

20
22
22
23
25
27
28

Aktivitas Ekstrak Kasar Alkaloid Daun Pepaya terhadap Jumlah
Bakteri S. aureus dan Sintesis Gen sea
Aktivitas Ekstrak Kasar Alkaloid terhadap Jumlah S. aureus
Kemurnian Isolat RNA
Aktivitas Ekstrak Kasar Alkaloid terhadap Sintesis Gen sea

31
31
32
32

5 SIMPULAN DAN SARAN

36

DAFTAR PUSTAKA

37

LAMPIRAN

43

RIWAYAT HIDUP

47

DAFTAR TABEL
1

Aktivitas antimikroba berbagai ekstrak daun pepaya

4

2

Mekanisme antimikroba berbagai senyawa bioaktif

4

3

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan S. aureus

6

4

Faktor yang mempengaruhi pembentukan SE

6

5

Primer yang digunakan pada PCR dan qRT-PCR

6

Hasil uji API Staph isolat S. aureus dari pangan

24

7

Konsentrasi dan kemurnian isolat DNA ............................................

26

8

Hasil analisis sekuen penyandi gen 16S rRNA isolat S. aureus dengan
Program BLAST ...............................................................................

27

Nilai ekspresi relatif gen sea dengan metode 2

33

9

....

16

DAFTAR GAMBAR
1

Struktur alkaloid karpain

5

2

Kurva amplifikasi pada reaksi qPCR

9

3

Molekul fluoresens pada qPCR

10

4

Diagram alir tahapan penelitian

14

5

Daun pepaya kering

20

6

Proses ekstraksi alkaloid : (a) setelah sonikasi dan penyaringan;
(b) setelah penambahan larutan H2SO4, (c) lapisan yang terbentuk saat
ekstraksi dengan kloroform, (d) ekstrak kasar alkaloid di dalam
kloroform

21

Pertumbuhan S. aureus pada media (a) BPA-kuning telur telurit
(b) MSA

23

8

Uji aktivitas koagulase isolat S. aureus

23

9

Uji API Staph (a) awal, setelah inkubasi 18-24 jam (b) isolat 66.8%
positif S. aureus, (c) 85% positif S. aureus, dan (d) 97.8% positif
S. aureus

24

7

10 Contoh hasil elektroforesis isolat DNA genom S. aureus

25

11 Hasil elektroforesis produk PCR gen penyandi 16S rRNA

26

12 Hasil elektroforesis produk PCR gen sea

28

13 Zona penghambatan ekstrak kasar alkaloid daun pepaya terhadap
S. aureus SJ1

29

14 Diameter zona bening ekstrak kasar alkaloid daun pepaya terhadap
S. aureus SJ1

29

15 Kemampuan penghambatan ekstrak kasar alkaloid daun pepaya pada
berbagai konsentrasi, dengan uji pengenceran makro setelah inkubasi
24 jam, terhadap pertumbuhan S. aureus SJ1 dengan jumlah awal
inokulum 4.65 log CFU/ml

30

16 Pengaruh ekstrak kasar alkaloid daun pepaya pada 0, 1, dan 2 KHM
terhadap pertumbuhan S. aureus SJ1

31

17 Kurva pelelehan gen sea dan gen penyandi 16S rRNA S. aureus SJ1

34

18 Hasil elektoforesis produk qPCR gen sea S. aureus SJ1 yang dipaparkan
dengan ekstrak kasar alkaloid daun pepaya pada konsentrasi
(1) 0 mg/ml, (2) 0.25 mg/ml, dan (3) 0.5 mg/ml.
34

DAFTAR LAMPIRAN
1

Sekuen gen penyandi 16S rRNA isolat S. aureus dari pangan

43

2

Hasil uji ANOVA dan Duncan diameter zona hambat ekstrak kasar
alkaloid daun pepaya pada berbagai konsentrasi terhadap S. aureus SJ1

45

Hasil uji ANOVA dan Duncan nilai CT gen sea dan gen penyandi
16S rRNA S. aureus SJ1 yang telah dipaparkan dengan ekstrak kasar
alkaloid pada 0, 1, dan 2 kali KHM selama 2 jam

46

3

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman yang banyak ditanam di
daerah tropis dan subtropis, termasuk di Indonesia. Pepaya telah menjadi tanaman
pekarangan dan tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Selain buahnya, daun
pepaya juga dimanfaatkan oleh masyarakat. Daun pepaya digunakan sebagai
sayur-mayur, bahan pembantu dalam pangan, maupun sebagai bahan obat-obatan.
Sebagai sayur-mayur, daun pepaya dimasak menjadi suatu hidangan, sedangkan
sebagai bahan pembantu pangan, daun pepaya dimanfaatkan sebagai pengempuk
daging dengan cara membungkus daging dengan daun pepaya sebelum dimasak
maupun dengan merendam daging bersama dengan sari daun pepaya (Abdalla et
al. 2012). Sebagai obat-obatan, daun pepaya digunakan untuk membungkus luka
dan uapnya dimanfaatkan untuk mengobati asma. Infusi daun pepaya digunakan
untuk mengobati sakit perut, demam, dan beri-beri (Krishna et al. 2008).
Ekstrak daun pepaya dilaporkan memiliki aktivitas antimikroba terhadap
bakteri Gram positif maupun Gram negatif, seperti Escherichia coli,
Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Klebsiella pneumoniae, dan
Pseudomonas aeruginosa (Baskaran et al. 2012). Aktivitas antimikroba tersebut
berhubungan dengan komponen fitokimia yang dimiliki oleh daun pepaya, seperti
flavonoid, tanin, terpenoid, dan alkaloid. Tanin dan terpenoid mampu
menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mengganggu membran sel bakteri,
sedangkan alkaloid dapat mengambat sintesis DNA dengan cara menyisip pada
utas ganda DNA (Cowan 1999; Baskaran et al. 2012). Oleh karena itu, selain
sebagai pengempuk daging, daun pepaya dapat menjadi alternatif pengawet alami
di dalam pangan.
S. aureus merupakan salah satu bakteri patogen penyebab keracunan pada
pangan. Susu dan produk susu, salad, krim pie, krim pengisi pastri, dan produk
telur merupakan pangan yang berkaitan dengan kasus keracunan akibat bakteri ini
(FDA 2012). Menurut data Center for Disease Control and Prevention (CDC),
terdapat sekitar 49 kasus kejadian luar biasa (KLB) yang disebabkan oleh S.
aureus pada tahun 2006-2011, dengan jumlah korban sakit mencapai sekitar 1402
orang. Bakteri ini dapat menyebabkan intoksikasi melalui staphylococcal
enterotoxin (SE) yang dihasilkannya. SE tahan terhadap panas sehingga tidak
akan hilang walaupun pangan mengalami pemanasan.
Staphylococcal enterotoxin A (SEA) adalah toksin yang paling sering
menyebabkan kasus keracunan pangan akibat S. aureus (Pinchuk et al. 2010).
SEA bertindak sebagai superantigen serta menstimulasi pelepasan sitokin dan
inflamasi sehingga menimbulkan gejala keracunan, seperti mual dan muntahmuntah (Proft dan Fraser 2003). Selain menghambat pertumbuhan bakteri S.
aureus, terdapat kemungkinan bahwa ekstrak daun pepaya juga mampu
menghambat produksi SEA melalui aktivitas alkaloid dalam mengambat ekspresi
gen penyandi SEA. Oleh karena itu, analisis pengaruh ekstrak kasar alkaloid daun
pepaya terhadap gen penyandi SEA dapat dilakukan untuk mengetahui aktivitas
ekstrak kasar alkaloid daun pepaya terhadap pembentukkan toksin tersebut.
Pengaruh ekstrak daun pepaya terhadap ekspresi gen sea dapat dipelajari dengan

2
teknik Quantitative Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (qRTPCR). qRT-PCR meliputi proses transkripsi balik (reverse transcription) yang
diikuti dengan real time PCR (qPCR). mRNA ditranskripsi balik membentuk
cDNA, yang selanjutnya digunakan sebagai cetakan pada qPCR (Pfaffl et al.
2002). qPCR menggunakan molekul reporter fluoresens untuk memonitor
produksi dari produk amplifikasi pada setiap siklus reaksi PCR. Pada qPCR akan
diperoleh nilai cycle threshold (CT), yaitu siklus ketika intensitas emisi zat warna
fluoresens melewati nilai threshold. Semakin tinggi jumlah awal kopi target asam
nukleat, semakin cepat peningkatan fluoresens sehingga semakin rendah nilai C T.

Perumusan Masalah
Ekstrak daun pepaya diketahui memiliki aktivitas antimikroba terhadap
bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Aktivitas antimikroba ini
berhubungan dengan komponen fitokimia yang terdapat dalam daun pepaya,
seperti tanin, terpenoid, dan alkaloid.
S. aureus merupakan patogen pada pangan penghasil enterotoksin yang
tahan terhadap pemanasan. SEA adalah enterotoksin S. aureus yang paling sering
menyebabkan kasus keracunan pangan. Alkaloid diketahui dapat menghambat
sintesis DNA sehingga terdapat kemungkinan ekstrak kasar alkaloid daun pepaya
dapat mempengaruhi ekspresi gen penyandi SEA dan menghambat produksi
enterotoksin tersebut. Oleh karena itu, kajian mengenai aktvitas ekstrak kasar
alkaloid daun pepaya terhadap gen penyandi SEA perlu dilakukan.

Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh
penambahan ekstrak kasar alkaloid daun pepaya dalam berbagai konsentrasi
terhadap ekspresi gen sea. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk memperoleh
ekstrak kasar alkaloid daun pepaya dengan ultrasonic assisted extraction,
mendapatkan isolat S. aureus penghasil SEA dari pangan, mengetahui nilai KHM
ekstrak kasar alkaloid daun pepaya terhadap S. aureus, serta pengaruh ekstrak
kasar alkaloid terhadap jumlah sel dan ekspresi gen sea.

Hipotesis
Ekstrak kasar alkaloid daun pepaya mampu menghambat ekspresi gen
penyandi SEA. Dengan demikian, produksi SEA dapat dihambat dan
meningkatkan keamanan pangan.

3
Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai pengaruh ekstrak kasar alkaloid daun pepaya terhadap
ekspresi gen penyandi SEA pada S. aureus ini diharapkan dapat memiliki
manfaat, yaitu:
1. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai kegunaan daun pepaya
sebagai senyawa antimikroba alami.
2. Sebagai rujukan akan senyawa antimikroba alami alternatif pada pangan
yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri sekaligus menghambat
pembentukkan toksin yang tahan terhadap panas melalui penghambatan
sintesis DNA.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Daun Pepaya
Daun pepaya mengandung senyawa bioaktif, yaitu alkaloid, saponin,
senyawa fenolik, flavonoid, terpenoid, dan tanin (Baskaran et al. 2012). Daun
pepaya juga memiliki akitivitas proteolitik karena kandungan enzim papain yang
dimilikinya (Nwofia et al. 2012). Ekstrak daun pepaya menunjukkan aktivitas
antimikrobial terhadap bakteri Gram positif dan negatif serta kapang (Tabel 1).
Aktivitas antimikroba dari ekstrak daun pepaya tersebut berhubungan dengan
senyawa bioaktif yang terdapat di dalam daun pepaya. Alkaloid, terpenoid,
fenolik, flavonoid, dan tanin memiliki kemampuan menghambat mikroba dengan
berbagai mekanisme (Tabel 2).
Tabel 1 Aktivitas antimikroba berbagai ekstrak daun pepaya
Jenis ekstrak
Ekstrak etanol

Ekstrak metanol
Ekstrak etil asetat
Ekstrak
kloroform
Ekstrak aseton
Ekstrak air panas

Mikroba yang dihambat
Escherichia coli, Micrococcus luteus,
Pseudomonas aeruginosa, Bacillus cereus,
Klebsiella pneumoniae, Staphylococcus
aureus, Proteus vulgaris, Enterococcus
faecalis, Salmonella typhi, S. paratyphi A,
Aspergillus niger, A. flavus, Candida albicans,
C. Tropicalis
E. coli, M. luteus, P. aeruginosa, B. cereus,
S.aureus, A. niger, A. flavus, C. albicans, C.
Tropicalis
E. coli, M. luteus, P. aeruginosa, B. cereus, K.
pneumoniae, S. aureus, A. niger, A. flavus, C.
albicans, C. Tropicalis
E. coli, M. luteus, P. aeruginosa, K.
pneumoniae, S. aureus, A. niger, A. flavus, C.
albicans, C. Tropicalis
E. coli, P. aeruginosa, B. cereus, K.
pneumoniae, S. aureus, E. faecalis, A. niger,
A. flavus, C. albicans, C. Tropicalis
S. aureus, P. aeruginosa, E. coli, K.
Pneumoniae, Proteus mirabilis

Pustaka
Anibijuwon dan Udeze
2009; Rahman et al. 2011;
Alabi et al. 2012;
Baskaran et al. 2012

Baskaran et al. 2012
Baskaran et al. 2012
Baskaran et al. 2012
Alabi et al. 2012; Baskaran
et al. 2012
Anibijuwon dan Udeze
2009; Baskaran et al. 2012

Tabel 2 Mekanisme antimikroba berbagai senyawa bioaktif
Senyawa bioaktif
Alkaloid

Terpenoid

Subkelas
-

-

Mekanisme antimikroba
Menyisip pada utas ganda DNA
Mempengaruhi enzim
topoisomerase dan enzim dalam
proses perbaikan DNA yang salah
Merusak membran sel

Pustaka
Cowan 1999;
Cao et al 2007
Cao et al 2007
Cowan 1999;
Mustarichie et al.
2012

Senyawa bioaktif
Fenolik

Subkelas
Flavonoid
Tanin

Fenolik sederhana
(tymol, eugenol,
carvacrol)
Quinones

Mekanisme antimikroba
Berikatan dengan adhesin,
membentuk kompleks dengan
dinding sel
Berikatan dengan adhesin,
menghambat enzim, membentuk
kompleks dengan dinding sel,
merusak membran sel
Mengganggu membran sel,
menghambat ATPase,
menghambat pelepasan ATP
intraseluler
Berikatan dengan adhesin,
membentuk kompleks dengan
dinding sel

Pustaka
Cowan 1999
Cowan 1999

Cetin-Karaca
2011
Cowan 1999

6
Staphylococcus aureus dan Staphylococcal Enterotoxin
Staphylococcus aureus
S. aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk kokus, non-motil, tidak
membentuk spora, dan bersifat anaerob fakultatif. S. aureus termasuk sebagai
bakteri mesofilik dan mampu bertahan pada kondisi kering dalam waktu yang
cukup lama. Bakteri ini memiliki ketahanan yang tinggi terhadap garam dan gula
([FDA] 2012). S. aureus mampu memproduksi pigmen karotenoid sehingga
menghasilkan koloni berwarna keemasan (Schelin et al. 2011). Berbagai faktor
lingkungan mempengaruhi pertumbuhan bakteri ini (Tabel 3).
Tabel 3 Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan S. aureus
Faktor
Suhu
pH
aw
NaCl
Oksigen

Batas pertumbuhan
6 - 48°C
4 – 10
0.83 – 0.99
0 - 20%
anaerobik-aerobik

Pertumbuhan optimum
35 - 41°C
6–7
0.99
0%
aerobik

Sumber: Schelin et al. 2011

S. aureus dapat ditemukan pada tanah, air, dan udara. Bakteri ini juga dapat
ditemukan pada hidung dan kulit hewan berdarah panas. S. aureus merupakan
patogen pada manusia yang dapat menyebabkan staphylococcal food poisoning
(SFP), toxic shock syndrome, pneumonia, dan infeksi pada luka. Pada kasus
keracunan pangan, S. aureus yang mengontaminasi pangan mampu tumbuh dan
menghasilkan toksin (Schelin et al. 2011).
Staphylococcal Enterotoxin
Terdapat 21 enterotoksin S. aureus yang telah diidentifikasi dan
dikelompokkan menjadi enterotoksin klasik (SEA, SEB, SEC, SED, SEE) dan
enterotoksin non klasik (SE1G, SElH, SEl, SElJ, SElK, SElL, SElM, SElN, SElO,
SElP, SElQ, SER, SES, SET, SElU, SElV) (Schelin et al. 2011). SE bersifat tahan
panas dan resisten terhadap protease gastrointestinal. Faktor lingkungan yang
mempengaruhi pembentukan SE memiliki batas yang berbeda dengan batas faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan S. aureus (Tabel 4).
Tabel 4 Faktor yang mempengaruhi pembentukan SE
Faktor
Suhu
pH
aw
NaCl
Oksigen

Batas pembentukan SE
10 - 46°C
5 – 9.6
0.86 – 0.99
< 12%
anaerobik-aerobik

Pembentukan SE optimum
34 - 40°C
7–8
0.99
0%
Aerobik

Sumber: Schelin et al. 2011

Keracunan makanan akibat SE dicirikan dengan masa inkubasi yang
singkat, yaitu 2 – 6 jam setelah mengonsumsi makanan. Gejala yang ditimbulkan
akibat mengonsumsi SE adalah mual, muntah, sakit perut, dan diare. SE yang

7
paling banyak ditemukan sebagai penyebab SFP adalah SEA (Balaban dan
Rasooly 2000).
Staphylococcal Enterotoxin A (SEA)
SEA merupakan polipeptida yang terdiri atas 233 asam amino dan disintesis
dari gen sea, yang tersusun atas 774 pasang basa. Gen sea dibawa oleh
bakteriofag yang disisipkan pada kromosom bakteri sebagai profag dan
berperilaku seperti bagian dari genom bakteri. Transkripsi sea berkaitan dengan
siklus hidup dari profag penyandi SEA (Schelin et al. 2011). Polimorfisme alami
pada profag ditemukan mempengaruhi jumlah SEA yang diproduksi oleh bakteri
pembawa profag. Hasil analisis sekuen daerah promotor menunjukkan bahwa
strain yang memproduksi sea dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu
strain yang memproduksi SEA dalam jumlah tinggi (kelompok SEA 1) dan strain
yang memproduksi SEA dalam jumlah rendah (kelompok SEA2) (Borst dan
Betley 1994). Derzelle et al. (2009) menunjukkan bahwa ekspresi sea tidak
dipengaruhi oleh pertumbuhan bakteri. Akan tetapi, produksi SEA pada susu
terdeteksi ketika sel S. aureus telah mencapai konsentrasi 106.5 CFU/ml (Fujikawa
dan Morozumi 2006).
SEA mulai diproduksi pada pertengahan fase eksponensial pertumbuhan
(Balaban dan Rasooly 2000). Hanya sedikit jumlah SEA yang dibutuhkan untuk
menimbulkan penyakit, yaitu kurang dari 1 µg. SEA bersifat seperti superantigen,
yang dapat berinteraksi dengan banyak sel T secara non spesifik. Interaksi ini
menyebabkan terjadinya pelepasan yang tidak terkontrol dari berbagai sitokin dan
menyebabkan terjadinya inflamasi akut dan shock sehingga menimbulkan gejala
keracunan, seperti mual dan muntah-muntah (Proft dan Fraser 2003).

Isolasi dan Identifikasi S. aureus
Isolasi dan Identifikasi S. aureus secara Konvensional
Isolasi S. aureus dimulai dengan mendeteksi keberadaan S. aureus pada
sampel pangan menggunakan media BPA. Media BPA yang disuplementasi
dengan kuning telur dan kalium telurit merupakan media selektif diferensial yang
direkomendasikan oleh International Organization for Standardization (ISO),
Official Analytical Chemists International (AOAC), dan Bacteriological
Analytical Manual (BAM), untuk enumerasi dan isolasi S. aureus dari pangan. S.
aureus akan membentuk koloni berwarna abu-abu hingga hitam dengan zona
bening atau opaque disekeliling koloni. Akan tetapi, BPA tidak cukup selektif
untuk menganalisis keberadaan S. aureus pada pangan, terutama pangan dengan
flora kontaminan yang tinggi. Beberapa mikroorganisme, seperti staphylococci
selain S. aureus, Bacillus spp., dan micrococci membentuk koloni dengan
morfologi yang mirip dengan S. aureus pada BPA (Capita et al. 2001).
Penggunaan media MSA yang mengandung NaCl yang tinggi dapat
menyeleksi isolat terduga S. aureus yang diperoleh pada BPA sehingga
mengurangi kemungkinan pemilihan isolat yang bukan S. aureus. S. aureus
mampu tumbuh pada media ini dan menggunakan manitol sehingga mengubah
media menjadi kuning. Identifikasi isolat terduga S. aureus dilanjutkan dengan uji
koagulase dan uji biokimia. Kedua uji tersebut dapat dilakukan dengan

8
menggunakan kit, seperti Staphylase test kit (Oxoid) untuk uji koagulase dan API
Staph (bioMérieux) untuk uji biokimia (Di Giannatale et al. 2011).
Identifikasi S. aureus secara Molekuler
Identifikasi isolat terduga S. aureus dapat dilakukan secara molekuler
dengan menggunakan teknik PCR dan sekuensing. DNA dari isolat terduga S.
aureus diisolasi dan isolat DNA yang diperoleh digunakan sebagai cetakan untuk
mengamplifikasi gen penyandi 16S rRNA dengan PCR. Produk PCR gen
penyandi 16S rRNA selanjutnya disekuensing dan sekuen yang diperoleh
dibandingkan dengan basis data genom.
Prinsip Isolasi DNA Bakteri Secara umum, terdapat 3 prinsip dalam
isolasi DNA bakteri, yaitu perusakan sel bakteri, ekstraksi DNA dengan pelarut
organik, serta presipitasi DNA dengan menggunakan alkohol (Moore et al. 2004).
Perusakan sel bakteri dapat dilakukan melalui digesti menggunakan enzim dan
lisis dengan detergen. Lisozim merupakan enzim yang mengatalisis hidrolisis
ikatan β-1,4-glikosidik di antara N-asetilmuramic acid-N-acetylglucosamine pada
lapisan peptidoglikan bakteri. Selain enzim lisozim, juga dapat digunakan enzim
proteinase-K, yaitu protease serin yang dihasilkan oleh fungi Tritirachium album.
Enzim ini memotong di dekat gugus karboksil dari asam amino alifatik dan
aromatik, yang terlibat dalam ikatan peptida, termasuk pada ikatan sebrang silang
peptida yang terdapat pada peptidoglikan dinding sel bakteri.
Detergen juga digunakan untuk mengganggu sel bakteri. Detergen dapat
membentuk ikatan yang kuat dengan protein dan menyebabkan denaturasi yang
tidak dapat dibalik (irriversible). Detergen terutama efektif untuk mengganggu
bakteri yang telah mengalami kerusakan pada dinding selnya. Oleh karena itu,
pada proses isolasi DNA, perlakuan dengan detergen diberikan setelah dinding sel
diberi perlakuan dengan enzim. Detergen yang dapat digunakan, yaitu sodium
dodecylsulfate (SDS) dan cetyl trimethylammonium bromide (CTAB). SDS
merupakan detergen anionik, yang pada konsentrasi rendah dapat berikatan pada
protein yang terikat pada sel dan lipoprotein. SDS efektif dalam mendenaturasi
protein tersebut. CTAB merupakan detergen kationik yang dapat digunakan dalam
mengekstraksi DNA bakteri. CTAB dapat mendenaturasi dan mempresipitasi
lipopolisakarida dan protein dinding sel. Penggunaan NaCl bersamaan dengan
CTAB berfungsi untuk menyediakan kation monovalen (Na +) sehingga mencegah
DNA terpresipitasi. Keberadaan kation monovalen dengan konsentrasi di atas 0.5
M akan membuat DNA tetap terlarut.
Proses perusakan sel bakteri tersebut dilakukan dalam larutan bufer (pH 89) yang mengandung agen pengelat logam, seperti ethylenediamine-tetraacetic
acid (EDTA). pH basa akan mengurangi interaksi elektrostatik antara DNA dan
protein yang bersifat basa sehingga memfasilitasi denaturasi protein seluler lain
dan menghambat aktivitas nuklease. EDTA dapat mengikat kation divalen (Mg2+
and Mn2+) sehingga mengurangi stabilitas dari dinding dan membran serta
menghambat nuklease yang membutuhkan kation logam.
Setelah sel bakteri mengalami kerusakan, asam nukleat yang terdapat di
dalam sel dapat keluar. Selanjutnya, DNA diekstraksi menggunakan pelarut
organik untuk memisahkan DNA dari komponen selain DNA. Pelarut organik,
seperti fenol dan kloroform berinteraksi dengan komponen hidrofobik dari protein

9
dan lipoprotein serta menyebabkan
me
denaturasi dan presipitasi. Presipita
pitat material
sel yang terdenaturasi akan
ak berada pada fase organik dan dapat dipisahka
hkan dengan
sentrifugasi. Secara umum,
umu fenol efektif dalam mendenaturasi protein,
n, sedangkan
kloroform lebih efektif
ktif untuk polisakarida (Moore et al. 2004). Isoam
oamilalkohol
digunakan untuk mengur
ngurangi pembentukan buih selama proses ekstraksi
ksi.
DNA yang telah
h terekstrak kemudian dipresipitasi menggunaka
unakan alkohol
(etanol atau isopropano
nol) pada suhu rendah. Suhu rendah dapat me
menurunkan
energi kinetik sehingga
ga DNA lebih mudah mengendap. Presipitat DN
DNA yang
diperoleh dicuci dengan
e
an etanol
70% untuk menghilangkan sisa-sisa reag
agen.

Quantitativ
ative Reverse Transcription PCR (qRT-PCR)
Transkripsi balik
(
k (reverse
transcription) yang diikuti dengan real
eal time PCR
(qPCR) merupakan metode
m
yang dapat digunakan untuk mende
ndeteksi dan
menguantifikasi mRNA.
NA. mRNA ditranskripsi balik membentuk cDNA, yang
selanjutnya digunakan
se
n sebagai
cetakan pada qPCR. Metode ini merupak
upakan metode
paling sensitif untuk mendeteksi
me
dan menguantifikasi tingkat ekspresi
si ggen (Pfaffl
et al. 2002).
qPCR menggunaka
unakan
molekul reporter fluoresens untuk
uk m
memonitor
produksi dari produk amplifikasi
am
pada setiap siklus reaksi PCR. Padaa qqPCR akan
dideteksi sinyal fluorese
uoresens yang dihasilkan secara proporsional selam
lama proses
amplifikasi target DNA. Pengujian real time ini menentukan titik wak
waktu selama
siklus ketika amplifikasi
asi produk PCR pertama kali dideteksi. Hal ini
ni di
ditentukan
melalui angka siklus (cycle
(c
number) saat intensitas emisi zat warn
rna reporter
berada di atas backgroun
ound noise (Gambar 2).

Gambar 2 Kur
urva amplifikasi pada reaksi qPCR (NCBI 2012).
Angka siklus ini
di
ni dikenal
sebagai threshold cycle (CT). CT ditent
ntukan pada
fase eksponensial reaksi
ksi PCR dan berbanding terbalik dengan jumlah
lah kopi dari
target. Semakin tinggi
gi jumlah awal kopi target asam nukleat, sema
makin cepat
peningkatan fluoresens
s
ns sehingga
semakin rendah nilai CT. Korelasi line
linear antara
produk PCR dan intens
ensitas fluoresens ini dapat digunakan untuk m
menentukan
jumlah DNA cetakan pada
pad awal reaksi (Bustin 2005a).

11
Kuantifikasi Relatif
Pada kuantifikasi relatif, perubahan ekspresi gen sampel diukur relatif
terhadap gen referensi (kontrol internal) dan sampel kalibrator. Nilai CT dari
sampel target secara langsung dibandingkan dengan nilai C T referensi dan
hasilnya dinyatakan sebagai rasio antara target dengan referensi (Wong dan
Medrano 2005). Berbagai metode dapat digunakan untuk menganalisis data
ekspresi gen relatif. Salah satunya adalah dengan menggunakan metode
.
perbandingan CT atau metode 2
Metode perbandingan CT mengasumsikan bahwa efisiensi PCR mendekati 1
dan efisiensi PCR dari gen target mirip dengan efisiensi PCR gen referensi.
Ekspresi antara gen target dengan gen referensi dapat dibandingkan dengan
, dengan Δ Δ CT = [(CT gen target – CT gen referensi) sampel –
persamaan 2
(CT gen target – CT gen referensi) kontrol tanpa perlakuan]. Nilai
2
menunjukkan berapa kali lipat perubahan ekspresi gen target dengan
perlakuan dibandingkan dengan kontrol (Schmittgen dan Livak 2008).

12

3 METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium
Kimia Pangan PAU IPB, Laboratorium Mikrobiologi Pangan Departemen Ilmu
dan Tekonologi Pangan IPB, serta Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium
Bioteknologi Pangan SEAFAST Center IPB, pada bulan Januari hingga
September 2013.

Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan untuk mengekstraksi alkaloid dari daun
pepaya, antara lain daun pepaya calina (IPB 9), sodium dodecylsulfate (SDS)
(Merck & Co., New Jersey, USA), kertas saring Whatman no.1, akuades, H2SO4
(Merck & Co., New Jersey, USA) 2% (v/v), reagen Mayer (HgCl2, KI), Na2CO3
(Merck & Co., New Jersey, USA) 5% (b/v), kloroform (J.T. Baker, Pennsylvania,
USA), fenolftalein, Na2SO4 (Merck & Co., New Jersey, USA), dan gas N2.
Isolasi S. aureus dilakukan dari beberapa pangan, yaitu ayam suwir, sate
jeroan, bakso, telur balado, tumis usus ayam, dan susu sapi mentah. Bahan dan
media yang digunakan pada proses isolasi ini, yaitu NaCl 0.85%, baird-parker
agar (BPA) (63 g/liter, Oxoid Ltd., Hampshire, UK), kuning telur, kalium telurit
1%, mannitol salt agar (MSA) (111 g/liter, Oxoid Ltd., Hampshire, UK),
Staphylase test kit (Oxoid Ltd., Hampshire, UK), dan APIStaph (bioMérieux Inc.,
North Carolina, USA). Bahan yang digunakan pada penentuan nilai konsentrasi
hambat minimum (KHM) ialah triptone soya agar (TSA) (40 g/liter; Oxoid Ltd.,
Hampshire, UK), triptone soya broth (TSB) (30 g/liter; Oxoid Ltd., Hampshire,
UK), mueller hinton agar (MHA) (38 g/liter; Oxoid Ltd., Hampshire, UK),
dimethyl sulfoxide (DMSO) (Merck & Co., New Jersey, USA). Selain itu bakteri
S. aureus ATCC 25923 juga digunakan sebagai pembanding.
Bahan-bahan yang digunakan untuk deteksi gen sea pada isolat S. aureus,
antara lain bahan untuk isolasi DNA, yaitu bufer TE 1x (Tris 1M; 0.5M EDTA pH
8), lisozim (Bio Basic Canada Inc., Ontario, Kanada), larutan SDS 10%,
proteinase K (Thermo Fisher Scientific, Massachusetts, USA), NaCl, cetyl
trimethylammonium bromide (CTAB) (Merck & Co., New Jersey, USA),
kloroform, PCI (25:24:1) (fenol (MP Biomedicals, LCC, Illkirch, Perancis);
kloroform; isoamil alkohol (Applychem, Darmstadt, Jerman)), CI (24:1)
(kloroform, isoamil alkohol), isopropanol (Merck & Co., New Jersey, USA), dan
etanol (Merck & Co., New Jersey, USA) 70%; bahan untuk amplifikasi gen sea,
yaitu Dreamtaq Green PCR master mix (Thermo Fisher Scientific, Massachusetts,
USA), DNA cetakan, primer SEA1 dan SEA2, serta air bebas nuklease; bahan
untuk elektroforesis, yaitu loading dye (Thermo Fisher Scientific, Massachusetts,
USA), bufer TAE (tris asetat EDTA), agarosa (Thermo Fisher Scientific,
Massachusetts, USA), etidium bromida (EtBr) (Amersham BioSciences, Uppsala,
Swedia), GeneRuler 100 bp DNA ladder plus (#SM0321, Thermo Fisher
Scientific, Massachusetts, USA), dan akuabides.

13
Bahan-bahan yang digunakan dalam menganalisis ekspresi gen sea, antara
lain bahan untuk ekstraksi RNA, yaitu peqGOLD Bacterial RNA Kit (PEQLAB
Biotechnologie GmbH, Erlangen, Jerman) dan DNAse I, RNase free (Thermo
Fisher Scientific, Massachusetts, USA); bahan untuk sintesis cDNA, yaitu
RevertAid First Strand cDNA Synthesis Kit (Thermo Fisher Scientific,
Massachusetts, USA), primer SEA (SEA1 dan SEA2), primer 16S rRNA (16sF
dan 16sR3); serta bahan untuk real-time PCR, yaitu KAPA SYBR® FAST qPCR
Kit Master Mix (Kappa Biosystems, Massachusetts, USA).

Peralatan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, pipet
mikro 10 ml, pipet mikro 1 ml, pipet mikro 100 µl, pipet mikro 10 µl, blender,
oven vakum (VWR A143 A-143, Sheldon Manufacturing, Inc., Oregon, USA),
ultrasonic bath (Bransonic Ultrasonic Cleaner model 8510E MTH, Branson
Ultrasonic Corporation, Connecticut, USA), rotari evaporator (Butchi Rotavapor
R-210, BÜCHI Labortechnik, Flawil, Switzerland), stomacher (BagMixer® 400P,
Interscience, Perancis), sentrifuge (Hermle Z383K; Hermle Labortechnik GmbH,
Wehingen, Saint Nom, Jerman), spektrofotometer UV-1800 (Shimadzu, Jepang),
perangkat elektroforesis DNA (Bio-Rad, Bio-Rad Laboratories Pte. Ltd,
Singapore), Thermal Cycler 2720 (Applied Biosystems, California, USA), gel doc
(Bio-Rad, Bio-Rad Laboratories Pte. Ltd, Singapore), Swift Spectrum Themal
Cycler 48 (Esco Healthcare Pte. Ltd., Singapore).

Prosedur Penelitian
Tahapan di dalam prosedur penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4. Di
dalam tahap isolasi dan deteksi S. aureus penghasil SEA dari pangan, deteksi
keberadaan gen sea hanya dilakukan pada 10 isolat S. aureus yang diperoleh dari
sampel pangan. Dari isolat-isolat S. aureus penghasil SEA yang diperoleh, hanya
1 isolat yang digunakan pada tahapan penentuan nilai Konsentrasi Hambat
Minimum (KHM), pemaparan S. aureus dengan ekstrak kasar alkaloid, serta pada
pengukuran tingkat ekspresi gen sea.
Persiapan Daun Pepaya
Daun pepaya berwarna hijau tua dan sehat (tidak terserang penyakit atau
berlubang) dikumpulkan dari pohon pepaya calina (IPB 9) yang ditanam di
University Farm, Institut Pertanian Bogor. Daun dicuci 2 - 3 kali dengan air kran
mengalir. Daun dikeringkan dengan oven vakum pada suhu 55 °C selama 22 jam
(Caro et al. 2000). Daun kering dihaluskan hingga membentuk bubuk dengan
menggunakan blender, dilewatkan pada saringan berukuran 40 mesh, dan
disimpan pada wadah tertutup. Kadar air daun pepaya basah dan kering diukur
menggunakan metode oven (AOAC 2005) sebanyak 3 ulangan.

14
Persiapan daun pepaya

Ekstraksi alkaloid daun pepaya

Isolasi dan deteksi S. aureus penghasil SEA dari pangan

Penentuan KHM ekstrak kasar alkaloid daun pepaya

Pemaparan S. aureus dengan ekstrak kasar alkaloid

Pengukuran tingkat ekspresi gen sea

Gambar 4 Diagram alir tahapan penelitian.
Ekstraksi Alkaloid Daun Pepaya
Daun pepaya kering sebanyak 10 g disuspensikan dalam 400 ml SDS 0.2 %
dan disonikasi selama 2.5 jam di dalam ultrasonic bath pada suhu 25 - 35°C.
Ekstrak dipisahkan dengan kain saring dan residu pada kain saring dicuci dengan
20 ml akuades. Selanjutnya, ekstrak disaring dengan kertas Whatman no. 1. Ke
dalam filtrat ditambahkan larutan H2SO4 2% hingga diperoleh pH 3-4 dan alkaloid
dipresipitasi dengan 15 ml reagen Mayer. Presipitat dipisahkan dengan
sentrifugasi pada 2 400 × g selama 10 menit dan dilarutkan dengan Na2CO3 5%
lalu diekstraksi dengan CHCl3. Lapisan organik yang terbentuk dicuci dengan
akuades hingga pH menjadi netral dan dilewatkan pada Na2SO4. Larutan
dievaporasi dengan rotari evaporator dan dikeringkan dengan gas N2 untuk
memperoleh alkaloid (Djilani et al. 2006). Ekstrak alkaloid dilarutkan di dalam
DMSO sebelum digunakan dalam analisis.
Isolasi S. aureus dari Pangan
S. aureus diisolasi dari beberapa jenis pangan, yaitu ayam suwir, sate jeroan,
telor balado, tumis usus, susu sapi mentah, dan bakso. Isolat S. aureus diperoleh
melalui beberapa tahapan, yaitu isolasi bakteri terduga dari sampel pangan,
identifikasi isolat terduga S. aureus secara konvensional, dan identifikasi isolat
terduga S. aureus secara molekuler dengan menggunakan PCR. Identifikasi isolat
secara molekuler terdiri atas isolasi DNA bakteri, amplifikasi gen penyandi 16S
rRNA, dan sekuensing.
Isolasi Bakteri Isolasi bakteri S. aureus dilakukan dengan menggunakan metode
BAM (Bennet dan Lancette 2001) dengan modifikasi. Sebanyak 25 g atau 25 ml
sampel pangan dimasukkan ke dalam plastik steril dan ditambahkan 225 ml
larutan garam fisiologis 0.85% sebagai pengencer. Sampel dihancurkan dengan

15
menggunakan stomacher selama 2 menit. Selanjutnya, dibuat seri pengenceran
sampel, yaitu 10-1, 10-2, dan 10-3. Dua puluh lima gram sampel yang telah
dihancurkan di dalam 225 ml larutan pengencer merupakan pengenceran 10-1.
Sebanyak 1 ml sampel pengenceran 10-1 dipipet dan dibagi ke dalam 3
cawan media BPA, yang disuplementasi dengan 50 ml/L larutan kuning telur–1%
kalium telurit (kuning telur: NaCl 0.85%: kalium telurit 1% = 2:2:1). Selanjutnya,
sebanyak 0.1 ml sampel pengenceran 10-1, 10-2, dan 10-3 masing-masing disebar
ke dalam 1 cawan media BPA. Sampel diinkubasi pada 37°C selama 18 - 24 jam.
Koloni dengan ciri-ciri tipikal S. aureus (bulat, cembung, berdiameter 2-3 mm
pada pertumbuhan yang tidak padat, berwarna hitam, dan dikelilingi dengan zona
buram (opaque) atau bening diambil dengan ose tusuk dan digoreskan pada media
MSA dan diinkubasi pada 37°C selama 18 -24 jam. Koloni yang dapat mengubah
warna media MSA menjadi kuning selanjutnya digunakan pada uji koagulase. Uji
koagulase dilakukan menggunakan Staphylase Test Kit. Isolat yang mampu
menghasilkan koagulase akan membentuk aglutinasi saat dicampurkan dengan
reagen.
Identifikasi Isolat Terduga S. aureus dengan Metode Konvensional Isolat
dengan hasil koagulase positif selanjutnya diidentifikasi dengan uji biokimia
menggunakan analytical profile index (API) Staph. Hasil API kemudian dibaca
dengan menggunakan apiwebTM identification sofware.
Isolasi DNA Isolasi DNA S. aureus menggunakan metode Mason et al. (2001),
dengan modifikasi, yaitu penggunaan lysostaphin digantikan dengan lisozim 10
mg/ml serta tanpa pemakaian RNase. Isolat yang menunjukkan positif S. aureus
pada API ditumbuhkan pada media TSB dan diinkubasi pada 37°C selama 18 – 24
jam. Sebanyak 2 ml kultur S. aureus pada media TSB disentrifugasi pada 21 000
× g selama 1 menit. Supernatan dibuang dan pelet diresuspensi menggunakan 560
μ l bufer TE 1x. Selanjutnya, ditambahkan 100 μ l lisozim (10 mg/ml) kemudian
dicampurkan hingga homogen dan diinkubasi pada 37°C selama 1 jam (tabung
dibolak-balik setiap 15 menit). Sebanyak 30 μ l SDS 10% dan 10 μ l proteinase K
(10 mg/ml) ditambahkan dan diinkubasi kembali pada 37°C selama 1 jam (tabung
dibolak-balik setiap 15 menit).
Setelah itu, 100 μ l NaCl 5 M dan 80 μ l CTAB-NaCl (10% CTAB di dalam
0.7 M NaCl) yang telah dipanaskan pada 65°C ditambahkan kemudian diinkubasi
selama 10 menit pada 65°C. Kloroform dengan volume yang sama dengan
suspensi ditambahkan lalu divorteks dan disentrifugasi pada 21 000 × g selama 5
menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung baru dan diekstraksi 2 kali
dengan PCI (25:24:1) dan 1 kali dengan CI, dengan volume yang sama dengan
suspensi.
Fase aqueous pada bagian atas dipindahkan ke tabung baru dan dilakukan
presipitasi DNA menggunakan isopropanol absolut dingin sebanyak 0.7 x volume
supernatan. Campuran tersebut diinkubasi pada -20°C selama 1 jam dan
disentrifugasi pada 21 000 × g selama 10 menit. Supernatan dibuang dan pelet
dicuci dengan 1 ml etanol 70% lalu disentrifugasi pada 21 000 × g selama 5
menit. Pelet DNA dikeringkan dan diresuspensi dengan 30 μ l akuabides. Hasil
isolasi DNA divisualisasi pada gel agarosa 1.5% dengan elektroforesis pada
tegangan 120 V selama 45 menit.

16
Kuantifikasi DNA Konsentrasi dan kemurnian isolat DNA ditentukan dengan
mengukur absorbansi pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Isolat DNA
diencerkan 1:1000 menggunakan bufer TE 1x dan diukur absorbansinya (A260 dan
A280). Konsentrasi DNA (ng/µl) dapat dihitung dengan rumus A260 x 50 x faktor
pengenceran (1 OD A260 = 50 ng/µl dsDNA). Kemurnian DNA dapat ditentukan
dengan mengukur rasio A260/A280. Kemurnian DNA yang baik memiliki nilai rasio
antara 1.8 sampai 2.0 (Johnson & Tyler 1993).
Amplifikasi Gen Penyandi 16S rRNA Amplifikasi gen penyandi 16S rRNA
dilakukan dengan menggunakan Thermal Cycler 2720. Isolat DNA diamplifikasi
dengan primer 16sF dan 16sR3 (Tabel 5). Campuran reaksi PCR sebanyak 25 μ l
terdiri atas 12.5 µl DreamTaq Green master mix, 1 µl setiap primer (10 µM), 2 µl
DNA cetakan (1000 ng/µl), dan 8.5 µl air bebas nuklease. Siklus PCR yang
digunakan, yaitu 1 siklus denaturasi selama 5 menit pada 95°C, 30 siklus
amplifikasi (denaturasi 1 menit pada 95°C, annealing 1 menit pada 55°C, dan
extension 1 menit pada 72°C), dan terminasi selama 5 menit pada 72°C (Lee et al.
2007).
Produk hasil amplifikasi divisualisasikan pada gel agarosa 1.5% dengan
elektroforesis pada tegangan 120 V selama 35 menit. Sebagai marker digunakan
100-bp plus DNA ladder. Gen penyandi 16S rRNA menghasilkan pita berukuran
240 bp.
Tabel 5 Primer yang digunakan pada PCR dan qRT-PCR
Target
sea
16S rRNA

Primer
SEA1
SEA2
16sF
16sR3

Sekuen nukleotida (5’-3’)
TTGGAAACGGTTAAAACGAA
GAACCTTCCCATCAAAAACA
CCGCCTGGGGAGTACG
AAGGGTTGCGCTCGTTGC

Amplikon (bp)

Pustaka

120

Lee et al. 2007

240

Lee et al. 2007

Sekuensing Sekuensing dilakukan untuk mengetahui urutan basa DNA dari gen
penyandi 16S rRNA isolat S. aureus dari pangan. Sekuensing dilakukan dengan
mengirimkan hasil PCR gen penyandi 16S rRNA ke 1st Base Pte Ltd, Singapura,
melalui PT. Genetika Science Indonesia. Sekuen yang diperoleh dianalisis dengan
program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) (http://blast.
ncbi.nlm.nih.gov/).
Identifikasi gen sea
Identifikasi isolat S. aureus penghasil SEA dilakukan secara molekuler
dengan menggunakan teknik PCR. Amplifikasi gen sea dilakukan dengan metode
yang sama dengan amplifikasi gen penyandi 16S rRNA. Primer yang digunakan
adalah primer SEA1 dan SEA2 (Tabel 5). Gen sea ditunjukkan dengan pita
berukuran 120 bp. Isolat S. aureus penghasil SEA diinokulasikan pada TSA
miring sebagai stok.
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum
Sebelum penentuan KHM, dilakukan proses penapisan menggunakan
metode sumur untuk menentukan kisaran konsentrasi ekstrak kasar alkaloid daun
pepaya. Isolat S. aureus berumur 18 - 24 jam pada media TSB disentrifugasi pada
9 500 × g selama 10 menit dan pelet bakteri disuspensikan pada garam fisiologis

17
0.85% hingga mencapai kekeruhan setara dengan kekeruhan standar 0.5
McFarland (1.5 × 108 CFU/ml)

Dokumen yang terkait

Skrining Staphylococcus aureus dengan Resistansi Berperantara MecA dari Sediaan Usap Hidung pada Dokter Muda di Instalasi Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

5 52 55

Perbandingan Efektifitas Daya Hambat Terhadap Staphylococcus Aureus Dari Berbagai Jenis Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda Citrofolia Liin) ( In vitro)

5 48 68

Pemeriksaan Cemaran Bakteri Escherichia coli Dan Staphylococcus aureus Pada Jamu Gendong Dari Beberapa Penjual Jamu Gendong

4 120 85

Identifikasi Staphylococcus aureus pada Salmon Mentah dalam Sajian Sashimi di Restoran Jepang Kota Medan

0 43 55

Pemeriksaan Kontaminasi Bakteri Staphylococcus aureus pada Seragam Dokter Muda yang Bertugas di ICU Dewasa RSVP H. Adam Malik Medan

4 47 76

Antibacteria Activity of Rambutan (Nephelium lappaceum) peals Extract Against Staphylococcus aureus & Escherichia coli

0 5 40

Staphylococcal Enterotoxin A Gene-Carrying Staphylococcus aureus Isolated from Foods and Its Control by Crude Alkaloid from Papaya Leaves

0 7 6

Staphylococcal Enterotoxin A Gene-Carrying Staphylococcus aureus Isolated from Foods and Its Control by Crude Alkaloid from Papaya Leaves

0 8 1

Aqueous Morinda citrifolia Leaves Extract Enhancing Glutathione Peroxidase Activity and α2-Macroglobulin Gene Expression on Macrobrachium rosenbergii

0 0 9

Comparison of Antibacterial Activity of Ethanolic Extract from Immature and Mature Nipa Leaves (Nypa fruticans, Wurmb) Against Staphylococcus Aureus and Escherichia Coli

0 0 7