Kajian Proses Pengukusan Gabah untuk Meningkatkan Mutu Fisik Beras Pratanak pada Gabah Varietas Ciherang dan IR 42

KAJIAN PROSES PENGUKUSAN GABAH UNTUK
MENINGKATKAN MUTU FISIK BERAS PRATANAK PADA
GABAH VARIETAS CIHERANG DAN IR 42

DANIAR ALFIAN RIFALDI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Proses
Pengukusan Gabah untuk Meningkatkan Mutu Fisik Beras Pratanak pada Gabah
Varietas Ciherang dan IR 42 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
Daniar Alfian Rifaldi
NIM F14110072

ABSTRAK
DANIAR ALFIAN RIFALDI. Kajian Proses Pengukusan Gabah untuk
Meningkatkan Mutu Fisik Beras Pratanak pada Gabah Varietas Ciherang dan IR
42. Dibimbing oleh ROKHANI HASBULLAH.
Pratanak adalah proses yang dikembangkan untuk meningkatkan kualitas
beras. Tahapan pengolahan beras pratanak meliputi pembersihan, perendaman,
pengukusan, pengeringan, dan penggilingan. Pengolahan beras pratanak bertujuan
untuk mengurangi kehilangan dan kerusakan beras, baik ditinjau dari nilai gizi
maupun mutu fisiknya, meningkatkan rendemen giling dan menurunkan kadar
Indeks Glikemik (IG) beras. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh lama
pengukusan dan varietas gabah terhadap mutu fisik beras pratanak serta
menentukan kondisi terbaik proses pengolahan beras pratanak. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan menunjukkan rendemen
giling beras pratanak yang semakin tinggi. Ditinjau dari mutu fisiknya, pengolahan

beras pratanak varietas Ciherang dengan lama pengukusan 20 menit menghasilkan
persentase butir kepala tertinggi (69.6±10.0%), persentase butir patah terendah
(25.3±9.8%) dan persentase butir menir terendah (4.9±2.8%). Pada hasil
organoleptik uji hedonik nasi pratanak, nasi pratanak Ciherang dengan lama
pengukusan 20 menit merupakan hasil yang terbaik yang dapat diterima oleh
panelis. Oleh karena itu, kondisi terbaik yang dipilih adalah gabah varietas
Ciherang dengan suhu perendaman 55.9±1.4 oC selama 4 jam, suhu pengukusan
100.63±0.09 oC dengan lama pengukusan 20 menit.
Kata kunci: beras pratanak, pengukusan, mutu fisik beras pratanak

ABSTRACT
DANIAR ALFIAN RIFALDI. The Study of Grain Steaming Process to Improve
The Physical Quality of Parboiling Rice On Grain Varieties Ciherang and IR 42.
Supervised by ROKHANI HASBULLAH.
Parboiling is a process developed for improving rice quality. Stages of
parboiled rice processing involves cleaning, soaking, steaming, drying, and
grinding. Parboiled rice processing aims to reduce loss and damage to rice, both in
terms of nutritional value or physical quality, increase yield and decrease levels of
milled Glycemic Index (IG) of rice. This research aims to assess the effect of
steaming and varieties of long grain parboiled rice to the physical quality and

determine the best conditions parboiled rice processing. The results showed that the
longer the steaming time show parboiled rice milled yield shows that higher. In
terms of physical quality, parboiled rice Ciherang with long steaming 20 minutes
resulted in a percentage point head kernel of the highest (69.6±10.0 %), the
percentage point broken kernel of the lowest (25.3±9.8 %) and the percentage point
of grain groats lowest (4.9±2.8 %). On the results of organoleptic test hedonic
parboiled rice, parboiled rice Ciherang with long steaming 20 minutes is the best
result that can be accepted by the panelists. Therefore, the best conditions are

selected is grain varieties Ciherang with soaking temperature of 55.9±1.4 °C for 4
hours, steaming temperature of 100.63±0.09 °C with long steaming 20 minutes.
Keywords: parboiled rice, steaming, physical quality of parboiled rice

KAJIAN PROSES PENGUKUSAN GABAH UNTUK
MENINGKATKAN MUTU FISIK BERAS PRATANAK PADA
GABAH VARIETAS CIHERANG DAN IR 42

DANIAR ALFIAN RIFALDI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya dan rahmat-Nya sehingga penyusunan skripsi dengan judul
“Kajian Proses Pengukusan Gabah untuk Meningkatkan Mutu Fisik Beras Pratanak
pada Gabah Varietas Ciherang dan IR 42” dapat diselesaikan. Penelitian ini
dilaksanakan di Penggilingan Padi Sinar Jati Desa Dukupuntang Cirebon,
Laboratorium Lingkungan dan Bangunan Pertanian, Laboratorium Lapangan
Siswadhi Soepardjo, dan Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan Hasil Pertanian
(TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Juni hingga
September 2015.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr Ir Rokhani Hasbullah, Msi selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan serta saran membangun kepada penulis.
2. Prof Dr Ir Bambang Pramudya, MEng dan Dr Nanik Purwanti, STP, MSc
selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan kritik kepada
penulis.
3. Kedua orang tua (Ayah/Wali dan Ibu), adikku, serta seluruh kerabat keluarga
yang memberikan doa terbaik, kasih sayang, dukungan, dan semangat yang
tiada henti mengalir kepada penulis.
4. Dr Megawati Simanjuntak, SP, Msi yang pada waktu itu menjabat sebagai
Kepala Sub Direktorat Kesejahteraan Mahasiswa, penulis sampaikan terima
kasih atas kebijaksanaan dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat kembali
menjadi bagian dari beasiswa bidik misi.
5. Keluarga besar H. Eman, Ibu Nani Herni yang telah menyediakan tempat
tinggal, biaya hidup dan keramah-tamahannya selama penulis melakukan
penelitian di Cirebon.
6. Laboran Lab. TPPHP, bapak Sulyaden dan mas Abas atas bantuan selama
penelitian berlangsung juga kepada laboran Lab. TPP Leuwikopo, bapak

Firman atas bantuan dan penjelasannya ketika penulis menggunakan alat-alat
laboratorium. Tak lupa kepada bapak Ahmad yang telah membantu penulis
selama di Lab. LBP.
7. Teman sebimbingan, M. Mirwan, Anggun, ka Deni, dan ka Esa yang telah
membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. Teman-teman seperjuangan TMB
angkatan 48 yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penelitian.
Penulis menyadari bahwa dalam karya ilmiah ini masih belum sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat
diharapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2016

Daniar Alfian Rifaldi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR


ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian


2

Ruang Lingkup Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA

3

Padi dan Gabah

3

Sifat Fisik dan Kimia Beras

7

Beras Pratanak


8

Proses Pembuatan Beras Pratanak
METODOLOGI

10
12

Waktu dan Tempat Penelitian

12

Bahan dan Alat

12

Prosedur Penelitian

13


Analisis Data

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

16

Proses Perendaman Gabah

16

Proses Pengukusan Gabah

18

Proses Pengeringan Gabah

20


Pengaruh Lama Pengukusan Terhadap Mutu Fisik dan Rendemen Beras
Pratanak

20

Pengaruh Lama Pengukusan Terhadap Mutu Nasi Pratanak

22

SIMPULAN DAN SARAN

25

Simpulan

25

Saran

25

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

28

RIWAYAT HIDUP

45

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Padi varietas Ciherang
Padi varietas IR 42
Persyaratan kuantitatif mutu gabah SNI 0224-1987
Kandungan gizi dan kalori beras pecah kulit dan beras putih serta
kehilangan selama penggilingan
Pengaruh proses pratanak terhadap nilai indeks glikemik beras
Kandungan zat gizi beras (100 g) hasil berbagai cara pengolahan
Kadar air gabah setelah proses pengukusan
Pengaruh lama pengukusan terhadap sifat fisik dan rendemen pada
gabah varietas Ciherang dan IR 42
Hasil rata-rata skor organoleptik uji hedonik

4
5
7
7
9
10
18
21
23

DAFTAR GAMBAR
1 Unit pengolahan beras pratanak : bak perendaman (a), tangki
pengukusan (b), steam boiler (c), dan alat sortir (d)
2 Diagram alir prosedur penelitian
3 Grafik sebaran suhu selama perendaman gabah
4 Grafik sebaran suhu gabah dan uap selama pengukusan
5 Perbedaan warna beras varietas Ciherang berbagai lama pengukusan
6 Perbedaan warna beras varietas IR 42 berbagai lama pengukusan

13
14
18
19
24
24

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Gambar proses pengolahan beras pratanak
Data sebaran suhu selama perendaman gabah
Data sebaran suhu gabah dan uap selama pengukusan
Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan rendemen giling beras
pratanak varietas Ciherang
5 Hasil analisis sidik ragam rendemen giling beras pratanak varietas IR
42
6 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan mutu fisik (butir
kepala) beras pratanak varietas Ciherang
7 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan mutu fisik (butir patah)
beras pratanak varietas Ciherang
8 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan mutu fisik (butir menir)
beras pratanak varietas Ciherang
9 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan mutu fisik (butir
kepala) beras pratanak varietas IR 42
10 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan mutu fisik (butir patah)
beras pratanak varietas IR 42
11 Hasil analisis sidik ragam mutu fisik (butir menir) beras pratanak
varietas IR 42
12 Data organoleptik terhadap parameter aroma beras pratanak

28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39

13
14
15
16

Data organoleptik terhadap parameter warna beras pratanak
Data organoleptik terhadap parameter kepulenan beras pratanak
Data organoleptik terhadap parameter kelengketan beras pratanak
Data organoleptik terhadap parameter kesukaan secara keseluruhan
beras pratanak
17 Form penilaian organoleptik terhadap beras pratanak

40
41
42
43
44

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras merupakan bahan makanan pokok didalam menu masyarakat
Indonesia, meskipun di beberapa daerah menggunakan makanan pokok jagung,
sagu, atau ubi jalar. Dibandingkan dengan makanan pokok lainnya beras
mempunyai nilai gizi yang sangat tinggi. Menurut Suhardjo (1993), padi-padian
terutama beras mendominasi peranannya sebagai sumber energi dan protein yang
paling utama yaitu sebesar 65 persen dan 53 persen dari seluruh konsumsi. Hingga
saat ini dan beberapa tahun mendatang, beras tetaplah menjadi sumber utama gizi
dan energi bagi sebagian besar penduduk Indonesia, sehingga tetap memegang
peranan penting dalam perekonomian nasional. Beras dipilih menjadi makanan
pokok karena sumber daya alam yang mendukung penyediaannya dalam jumlah
yang cukup, mudah dan cepat pengolahannya, memberi kenikmatan pada saat
menyantap, dan aman untuk tubuh. Kebanyakan konsumen beras menyukai beras
dengan rasa enak yaitu pulen, wangi, putih, dan tidak pecah (Damardjati dan
Harahap 1983).
Indonesia sebagai negara penghasil padi terbesar di Asia Tenggara memiliki
potensi untuk pemanfaatan padi yang sangat besar. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (2013) bahwa produksi padi pada tahun 2012 sebesar 69.06 juta ton gabah
kering giling (GKG) atau mengalami kenaikan sebesar 3.30 juta ton (5.02%)
dibandingkan dengan tahun 2011. Produksi padi pada tahun 2013 diperkirakan
69.27 juta ton GKG atau mengalami kenaikan sebesar 0.21 juta ton (0.31%)
dibandingkan tahun 2012. Tantangan bagi Indonesia sebagai jamrud khatulistiwa
dan negara agraria untuk melipatgandakan produksi padi meskipun disisi lain harus
didukung dengan teknologi pertanian yang maju dan lahan pertanian yang cukup
luas. Teknologi pertanian yang modern dapat meningkatkan produktivitas padi dan
mengurangi tingkat kehilangan hasil (losses) yang terjadi pada kegiatan prapanen,
dan pascapanen, baik berupa kehilangan bobot (kuantitatif) maupun berupa
penurunan mutu dan kerusakan fisik (kualitatif) sehingga berdampak terjaganya
stabilitas harga beras yang sepadan dengan pengeluaran petani padi.
Kebiasaan umum yang melekat pada masyarakat Indonesia bahwa aktivitas
makan itu adalah “makan nasi” menjadikan beras mempunyai peranan penting
dalam kehidupan sehari-hari. Ketergantungan masyarakat Indonesia pada beras
terkadang menimbulkan masalah. Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia dari
tahun ke tahun meningkat menyebabkan permintaan akan beraspun meningkat,
namun lahan pertanian sawah untuk menanam padi semakin sempit karena beralih
ke lahan non pertanian sehingga persediaan beras tidak memadai. Hal inilah yang
menyebabkan negara agraria dan negara penghasil padi terbesar di Asia Tenggara
ini masih mengimpor beras dari luar negeri seperti Thailand, Myanmar dan lainnya.
Menurut Spetriani (2011), permasalahan susut ini dapat ditangani dengan
melakukan penanganan pascapanen yang tepat yakni dengan melakukan parboiling
rice atau beras pratanak. Menurut Foster Powwel et al. (2002), beras pratanak
(parboiled rice) mempunyai indeks glikemik yang lebih rendah dibandingkan
dengan beras giling.

2
Sedangkan menurut Haryadi (2008), beras pratanak merupakan proses
pemberian air dan uap panas terhadap gabah sebelum gabah tersebut dikeringkan.
Tujuan dari pengolahan beras pratanak adalah untuk mengurangi kehilangan dan
kerusakan beras, baik ditinjau dari nilai gizi maupun rendemen yang dihasilkan.
Tahapan proses pengolahan beras pratanak meliputi pembersihan, perendaman,
pengukusan, pengeringan, dan penggilingan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
beras pratanak adalah varietas gabah, lama perendaman, suhu dan lamanya
pengukusan, dan pengeringan. Dengan adanya perlakuan perendaman dan
pemanasan mengakibatkan terjadinya gelatinisasi pati yang akan menutup retakan
dari butir beras, sehingga pada waktu penggilingan persentase beras kepala dapat
ditingkatkan antara 5-10 % (Muljo 1973). Hal ini sependapat dengan Bhattacharya
dan Subba Rao (1966) bahwa dengan adanya perendaman dan pemanasan akan
memperbaiki hasil giling karena terjadinya gelatinisasi pati.
Masyarakat Indonesia memiliki kesukaan yang berbeda-beda terhadap tekstur
nasi, sebagian menyukai nasi dengan tekstur pulen, sebagian lainnya menyukai nasi
dengan tekstur pera. Sebagai contoh masyarakat daerah Jawa Barat sebagian besar
menyukai nasi yang pulen sehingga hampir sebagian besar petani di Jawa Barat
menanam padi varietas Ciherang dibanding lainnya. Berbeda dengan masyarakat
Minang seperti provinsi Sumatera Barat dan provinsi Riau yang lebih menyukai
nasi dengan tekstur pera sehingga para petaninya lebih menanam varietas pera yang
salah satunya adalah varietas IR 42. Perbedaan ini berdasarkan kebutuhannya dan
selera masing-masing. Pemilihan padi varietas Ciherang dan IR 42 didasarkan pada
keberagaman masyarakat Indonesia dalam selera memakan nasi dan tingkat
kebutuhannya. Selain itu pemilihan kedua varietas tersebut untuk mengetahui mutu
fisik beras setelah kedua varietas ini diolah dan menentukan kondisi terbaik proses
pengolahan beras pratanak antara tekstur nasi pulen (varietas Ciherang) dengan
tekstur nasi pera (varietas IR 42).
Perumusan Masalah
Pengolahan beras pratanak (parboiling rice) adalah pertama padi dipanen dan
dikeringkan pada tingkat kadar air tertentu kemudian dilakukan perontokan agar
diperoleh gabah, selanjutnya gabah tersebut dibersihkan dari kotoran yang bukan
gabah dan gabah hampa (gabah yang tidak berisi bulir padi), kemudian dilakukan
perendaman dan pengukusan lalu dikeringkan sampai kering giling. Tahap terakhir
adalah penggilingan gabah padi, sortasi, dan pengemasan. Perlu menganalisa mutu
fisik beras pratanak pada berbagai lama pengukusan untuk mendapatkan kondisi
proses pengolahan beras pratanak yang terbaik dan meningkatkan mutu beras
pratanak.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji proses pengukusan gabah
pada berbagai lama pengukusan yang berbeda untuk meningkatkan mutu fisik beras
pratanak pada gabah varietas Ciherang dan IR 42.
Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Mengkaji pengaruh lama pengukusan dan varietas gabah terhadap mutu fisik
beras pratanak.

3
2.

Menentukan kondisi terbaik proses pengolahan beras pratanak pada gabah
varietas Ciherang dan IR 42.
Ruang Lingkup Penelitian

Perhatian dalam memecahkan masalah agar dapat terpusat maka perlu
dilakukan pembatasan masalah. Beberapa batasan-batasan terhadap masalah yang
akan dibahas adalah fokus membahas pengaruh proses pengukusan gabah terhadap
perubahan mutu fisik beras pratanak pada gabah kering giling varietas Ciherang
dan IR 42, analisis rendemen giling serta pengujian organoleptik.

TINJAUAN PUSTAKA
Padi dan Gabah
Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman pangan utama di dunia.
Sentral produksi padi berada di negara China dan India masing-masing sebesar 35%
dan 20% dari total produksi dunia. Klasifikasi ilmiah tanaman padi adalah sebagai
berikut :
Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Ordo
: Poales
Famili
: Poaceae atau Graminae
Genus
: Oryza
Spesies
: O. Sativa
Tanaman padi dapat tumbuh pada daerah bersuhu tinggi dan mendapat sinar
matahari yang lama. Temperatur rata-rata yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
tanaman padi ini berkisar antara 20-37.8 oC (Grist 1959). Pertumbuhan tanaman
padi ini dipengaruhi oleh suhu daerah penanaman, lamanya daerah tersebut terkena
sinar matahari, keadaaan tanah, pH tanah, kandungan sulfit pada tanah, dan salinitas
tanah (Grist 1959). Padi baru dapat dipanen setelah mencapai kematangan yaitu
berkisar antara 90-260 hari, tergantung kepada lingkungan dan kondisi iklim (Grist
1959). Tanaman padi mempunyai varietas hingga ribuan jumlahnya, tersebar di
negara-negara beriklim tropis dan subtropis. Setiap varietas mempunyai ciri-ciri
khas tersendiri sehingga berdasarkan sudut bentuk tubuh (morfologi) tidak terdapat
dua varietas padi yang mempunyai bentuk tubuh (morfologi) yang sama. Antar
varietas senantiasa terdapat perbedaan meskipun perbedaannya hanya sedikit.
Perbedaan-perbedaan yang nampak antara varietas yang satu dengan yang lain
disebabkan oleh perbedaan dalam pembawaan atau sifat varietas. Namun demikian,
diantara ribuan varietas dari tanaman padi itu ada beberapa sifat yang sama untuk
beberapa varietas dan berdasarkan kelompok spesies padi yang telah dibudidayakan
yaitu Oryza sativa yang berasal dari Asia dan Oryza globerima yang berasal dari
Afrika Barat. Kini di dunia lebih banyak dikenal dua kelompok varietas padi Oryza
sativa yaitu Japonica dan Indica (Winarno 1984). Padi Japonica banyak ditanam
di negara Jepang, Korea, dan negara-negara subtropis lainnya, sedangkan padi
Indica banyak ditanam di negara tropis seperti Indonesia. Perbedaan antara kedua
padi tersebut salah satunya adalah karakteristik pemasakan. Japonica bersifat lebih

4
cepat lembek setelah pemasakan, sebaliknya Indica lebih tahan terhadap
pemasakan (Grist 1975).
Padi varietas Ciherang merupakan salah satu varietas padi unggul.
Berdasarkan data survei MT 2005, padi varietas Ciherang menempati urutan
pertama berdasarkan luas tanam, mengalahkan padi varietas IR 64, terutama di
daerah Jawa Barat. Padi varietas Ciherang unggul dengan luas tanam 0.73 juta ha,
atau 33% lebih luas dari areal tanam IR 64 (Hermanto 2006). Varietas Ciherang
ini merupakan padi hasil persilangan varietas IR 64 dengan varietas lain, oleh sebab
itu padi varietas Ciherang ini memiliki sifat unggul yang mirip dengan IR 64 yaitu
memiliki hasil dan mutu beras yang tinggi. Ciri-ciri umum dan morfologi padi
varietas Ciherang ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Padi varietas Ciherang
Parameter
Keterangan
Komoditas
Padi sawah
Daerah asal
None
None
14-17 batang
Cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau
Anjuran tanam
dengan ketinggian dibawah 500 m dpl
IR 18349-53-1-3-1-3/IRI 19661-131-3-1///IR
Tetua asal
64////IR 64
Bentuk gabah
Panjang ramping
Bobot 1000 butir
27-28 gram
Dilepas tahun
2000
Golongan
Cere
Potensi dan rerata
5-7 ton/ha – None
Nomor pedigri
S3383-1d-Pn-41-3-1
Ketahanan terhadap hama Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3
Ketahanan penyakit
Tahan terhadap bakteri tawar daun (HDB) strain
III dan IV
Tekstur nasi
Pulen
Kadar amilosa
23 %
Bentuk tanaman
Tegak
Tinggi tanaman
107-115 cm
Umur tanaman
116-125 hari
Warna kaki
Hijau
Warna batang
Hijau
Warna daun telinga
Putih
Warna lidah daun
Putih
Warna daun
Hijau
Muka daun
Kasar pada sebelah bawah
Posisi daun
Tegak
Daun bendera
Tegak
Warna gabah
Kuning bersih
SK
Anakan produktif

5

Parameter
Kerontokan
Kerebahan
Pemulia
Kontak

Tabel 1 Padi varietas Ciherang (lanjutan)
Keterangan
Sedang
Sedang
Tarjat T, Z. A. Simanulang,
E. Sumadi dan Aan A. Daradjat.
Balai Penelitian Tanaman Padi

Sumber : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Balitbang Deptan (2002).

Padi varietas IR 42 merupakan varietas berumur sedang yaitu umur
penanaman sampai panen 135-145 hari. Padi varietas ini sudah 30 tahunan lebih
yaitu padi yang dilepas pada tahun 1980. Varietas ini baik ditanam dilahan sawah
irigasi, pasang surut dan rawa. Jika sudah digiling, beras IR 42 bentuknya tidak
bulat namun ukurannya lebih kecil. Apabila dimasak nasinya tidak pulen namun
pera (agak berderai) sehingga cocok untuk keperluan khusus seperti untuk nasi
goreng, nasi uduk, ketupat dan sebagainya. Ciri-ciri umum dan morfologi padi
varietas IR 42 ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Padi varietas IR 42
Parameter
Keterangan
Nomor seleksi
IR201-586-5-6-3-4
Asal persilangan
IR2042/CR94-13
Golongan
Cere
Umur tanaman
135 - 145 hari
Bentuk tanaman
Tegak
Tinggi tanaman
90 - 105 cm
Warna kaki
Hijau
Warna batang
Hijau
Warna daun telinga
Tidak berwarna
Warna lidah daun
Tidak berwarna
Warna daun telinga
Hijau tua
Muka daun
Kasar
Posisi daun
Tegak
Daun bendera
Tegak
Bentuk gabah
Ramping
Warna gabah
Kuning bersih, ujung gabah sewarna
Kerontokan
Sedang
Kerebahan
Tahan
Tekstur nasi
Pera (agak berderai)
Kadar amilosa
27 %
Bobot 1000 butir
23 g
Rata-rata hasil
5.0 ton/ha
Potensi hasil
7.0 ton/ha
Tahan terhadap wereng coklat biotipe 1 dan 2
Ketahanan terhadap hama
Rentan terhadap wereng coklat biotipe 3

6
Tabel 2 Padi varietas IR 42 (lanjutan)
Parameter
Keterangan
Tahan terhadap bakteri tawar daun, virus tungo
Ketahanan terhadap penyakit dan rumput kerdil. Rentan terhadap tawar
pelepah daun
Baik ditanam di lahan irigasi, pasang surut dan
rawa.
Anjuran tanam
Toleransi terhadap tanah masam
Pemulia
Introduksi dari IRRI
Dilepas tahun
1980
Sumber : Deskripsi Sederhana Varietas Padi Tahun 1978-2010 BPTP Kalsel (2011).

Gabah adalah butiran padi yang telah atau rontok dari malainya. Menurut
Grist (1959), Juliano (1972), Ali dan Ojha (1976), susunan gabah terdiri dari sekam
(kulit gabah) dan butiran beras. Sekam atau kulit gabah terdiri dari lemma dan palea,
mempunyai bobot antara 18 sampai 28 persen dari bobot gabah. Butir beras (brown
rice) terdiri dari lapisan pericarp, testa atau tegmen, lapisan aleuron, endosperm,
dan lembaga. Persentase beras pecah kulit yang telah dihilangkan kulit atau
sekamnya terdiri dari lapisan pericarp antara 1-2 persen, testa dan lapisan aleuron
antara 4-6 persen, endosperm antara 89-93 persen, dan lembaga antara 2-3 persen
dari bobot butir beras (Juliano 1972). Pericarp terdiri atas enam lapisan, lima
diantaranya memanjang ke arah melintang. Sedangkan lapisan aleuron adalah
lapisan bagian dalam dari lapisan nuselus yang membungkus endosperm dan
lembaga. Haryadi (2008) menyatakan bahwa gabah dan bijian secara umum
merupakan bahan pangan yang penting karena sifatnya yang mampu
mempertahankan mutu selama penyimpanan dengan baik. Kadar air merupakan
faktor utama yang menentukan ketahanan gabah setelah gabah digiling. Kadar air
yang optimum untuk melakukan penggilingan adalah 12-14 %.
Pemutuan/standarisasi yang berlaku di Indonesia diatur oleh SNI (Standar
Nasional Indonesia). Standar gabah telah diatur oleh SNI 0224-1987 dan diperkuat
lagi dengan terbitnya Instruksi Presiden No.13 Tahun 2005 yang berlaku mulai
tanggal 1 Januari 2006 tentang kebijaksanaan perberasan. Dalam SNI, gabah
dijelaskan bahwa klasifikasi mutu gabah dibagi 3 jenis mutu I, II, dan III.
Persyaratan mutu gabah berdasarkan SNI 0224-1987 dikelompokkan menjadi
dua kelompok yaitu sebagai berikut :
1. Persyaratan Kualitatif
a. Bebas dari hama dan penyakit.
b. Bebas bau busuk dan asam bau-bau lainnya.
c. Bebas dari bahan kimia dan sisa-sisa pupuk, insektisida, fungisida dan
bahan kimia lainnya.
d. Gabah tidak boleh panas.
2. Persyaratan Kuantitatif
Berikut tersaji pada Tabel 3 mengenai persyaratan kuantitatif mutu gabah
SNI.

7
Tabel 3 Persyaratan kuantitatif mutu gabah SNI 0224-1987
No. Komponen mutu
Mutu I Mutu II Mutu III
1
Kadar air (% maks)
14
14
14
2
Gabah hampa (% maks)
1
2
3
3
Butir rusak+butir kuning (% maks)
2
5
7
Butir mengapur+gabah muda (%
4
maks)
1
5
10
5
Butir merah (% maks)
1
2
4
6
Benda asing (% maks)
0.5
1
7
Gabah varietas lain (% maks)
2
5
10
Keterangan : Tingkat mutu gabah rendah (sample grade) adalah tingkat mutu gabah tidak
memenuhi persyaratan tingkat I, II, dan III, serta tidak memenuhi persyaratan
kualitatif.

Komponen mutu gabah yang penting untuk diketahui adalah kadar air, butir
hampa dan kotoran, butir mengapur/hijau, butir kuning/rusak, dan butir merah.
Kemurnian gabah dipengaruhi oleh adanya butir yang tidak ada isi bulirnya seperti
butir hampa, muda, berkapur, dan sebagainya, dan benda asing atau kotoran yang
tidak tergolong gabah seperti debu, butiran tanah, batu-batuan, kerikil, potongan
kayu, potongan logam, tangkai padi, biji-biji lain yang bukan bijian padi, bangkai
serangga/hama, serat karung/tali plastik dan sebagainya. Termasuk juga dalam
kategori kotoran adalah butir-butir gabah yang telah terkelupas (beras pecah kulit)
dan gabah patah.
Sifat Fisik dan Kimia Beras
Beras tersusun oleh pati, protein, dan unsur lain seperti lemak, serat kasar,
mineral, vitamin, dan air. Sifat-sifat fisik beras antara lain suhu gelatinisasi,
konsistensi gel, penyerapan air, kepulenan, kelengketan, kelunakan, dan kilap nasi
(Damardjati dan Purwani 1991). Suhu gelatinisasi merupakan suhu pada saat
granula pati pecah dengan cara penambahan air panas. Beras dapat digolongkan
menjadi tiga kelompok menurut suhu gelatinisasinya yakni suhu rendah (55-69 oC),
sedang (70-74 oC), dan tinggi (>74 oC). Suhu gelatinisasi berpengaruh terhadap
lama pemasakan, suhu gelatinisasi tinggi membutuhkan waktu pemasakan lebih
lama daripada beras yang mempunyai suhu gelatinisasi rendah (Winarno 1984).
Komposisi kimia beras berbeda tergantung pada varietas padi dan cara
pengolahannya seperti pada Tabel 4.
Tabel 4 Kandungan gizi dan kalori beras pecah kulit dan beras putih serta
kehilangan selama penggilingan
Komposisi
Beras pecah
Beras
Kehilangan selama
kulit
putih
penggilingan (%)
Kadar air (%)
14
14
10
Kalori (Kcal/100 g)
Kadar protein (%)
Kadar lemak (%)
Kadar serat (%)

352
8.3
1.9
0.7

54
7.1
0.5
0.4

10
23
76
49

8
Tabel 4 Kandungan gizi dan kalori beras pecah kulit dan beras putih serta
kehilangan selama penggilingan (lanjutan)
Komposisi
Beras pecah
Beras
Kehilangan selama
kulit
putih
penggilingan (%)
Kadar abu (%)
1.1
0.6
51
Total karbohidrat (%)
74.9
77.8
6
Thiamin (mg/100 g)
0.29
0.1
69
Riboflavin (mg/100 g)
0.07
0.05
36
Niacin (mg/100 g)
3.9
2.9
47
Ca (mg/100 g)
9
8
20
P (mg/100 g)
183
104
49
Zat besi (mg/100 g)
1.6
1.2
32
Sumber : Juliano (1976).

Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibagi menjadi 3 golongan yaitu
kandungan amilosa rendah (< 20%), menengah (20-25%), dan tinggi (> 26%). Ada
keterkaitan antara tekstur nasi dan kadar amilosa, yakni beras dengan kadar amilosa
rendah akan menghasilkan nasi yang pulen, lekat, empuk, enak, dan mengkilat.
Beras beramilosa sedang akan menghasilkan nasi yang masih bersifat empuk
walaupun dibiarkan beberapa jam, sedangkan beras yang beramilosa tinggi
menghasilkan nasi bertekstur keras (pera) dan berderai (Juliano 1976, Tjiptadi dan
Nasution 1985). Sifat-sifat fisik dan kimiawi beras sangat menentukan mutu tanak
dan mutu rasa nasi yang dihasilkan.
Beras Pratanak
Beras pratanak atau yang biasa disebut parboiling rice adalah beras yang
dihasilkan dari proses pratanak (parboiled). Pembuatan beras pratanak merupakan
proses yang unik, karena tahap pengolahan dimulai pada saat masih berbentuk
gabah. Cara pembuatan beras pratanak sangat beragam, namun pada prinsipnya
melalui tiga tahapan proses, yaitu perendaman (soaking), pengukusan (steaming),
dan pengeringan (drying). Gabah direndam dalam air pada suhu dan lama waktu
tertentu hingga diperoleh kadar air 30%, kemudian dikukus lalu dikeringkan sampai
kadar air aman disimpan (±12%). Gabah pratanak kemudian disimpan dan langsung
digiling menjadi beras pratanak. Tujuan dari pratanak adalah untuk menghindari
kehilangan dan kerusakan beras, baik ditinjau dari nilai gizi maupun rendemen yang
dihasilkan. Menurut Hasbullah (2011), kelebihan lain dari proses pratanak adalah
melakukan proses sterilisasi gabah setelah dipanen, yang mungkin mengandung
kotoran dan telur serangga yang terinvestasi di dalamnya. Selain itu, kelebihan
proses pratanak dapat dilihat pada mutu giling, mutu gizi, sifat fungsional, dan sifat
organoleptik. Berikut pada Tabel 5 terlihat hasil penelitian Widowati et al. (2009)
mengenai perbedaan indeks glikemik antara beras giling dengan beras melalui
proses pratanak.

9
Tabel 5 Pengaruh proses pratanak terhadap nilai indeks glikemik beras
Indeks glikemik
Varietas
Beras
Beras
giling
pratanak
Sintanur
91.03
76.32
Gilirang
97.29
72.95
Ciherang
54.43
44.22
IR 64
69.96
51.99
Mekongga
79.34
61.91
IR 42
68.52
46.32
Batang
63.5
46.32
Lembang
Sumber : Widowati et al (2009).

Studi tentang beras pratanak dimulai dengan adanya isu-isu dari dunia
kesehatan, bahwa orang yang memakan nasi dari beras pratanak terhindar dari
penyakit beri-beri dan diabetes melitus. Penyakit tersebut disebabkan oleh
kekurangan vitamin B1 atau thiamine sedangkan penyakit diabeter melitus karena
zat insulin yang diproduksi tubuh kurang dari yang dibutuhkan sehingga penderita
diabetes melitus tidak boleh banyak mengkonsumsi pangan yang mempunyai kadar
amilosa/indeks glikemik yang tinggi (Tjiptadi dan Nasution 1985). Harapannya
dengan penelitian lanjutan mengenai beras pratanak dapat membantu pasien
penyakit diabetes untuk dapat mengkonsumsi nasi karena beras pratanak memiliki
nilai indeks glikemik yang rendah.
Nilai indeks glikemik yang rendah dapat mengendalikan kadar glukosa dalam
darah, sedangkat serat pangan yang tinggi akan memperlambat laju pengosongan
lambung. Oleh karena itu, orang yang mengkonsumsi nasi dari pengolahan beras
pratanak akan merasa kenyang lebih lama atau tidak cepat lapar (Widowati et al.
2009). Kekurangan nasi dari pengolahan beras pratanak adalah mempunyai warna
yang cenderung kecoklatan atau agak kusam akibat dari terdifusinya berbagai
komponen dari bekatul dan sekam, hal ini berdampak pada penurunan aroma nasi
dan sifat kepulenan. Selain itu, mengapa masyarakat kurang menyukai beras
pratanak dikarenakan nasinya pera atau tidak pulen (tidak melekat satu sama lain),
warnanya kurang putih, aromanya asing, dedak yang melekat sangat sulit
dihilangakan, membutuhkan biaya pengolahan yang lebih banyak, lebih mudah
tengik, membutuhkan waktu yang cukup lama dalam memasak nasi dari beras
pratanak (Wimberly 1983). Namun seiring tingginya kesadaran masyarakat akan
kesehatan, pencegahan gizi buruk, mahalnya harga obat-obatan dan pengobatan
yang membutuhkan dokter spesialis, maka mengkonsumsi nasi dari beras pratanak
merupakan solusi yang tepat. Ini berarti dapat diprediksi bahwa kebutuhan akan
pengembangan teknologi pengolahan beras pratanak terbuka lebar seiring
permintaan masyarakat untuk menghasilkan beras yang bermutu, sehat, dan baik
dicerna oleh tubuh. Terjadinya perubahan zat gizi pada proses pratanak dapat dilihat
pada Tabel 6.

10
Tabel 6 Kandungan zat gizi beras (100 g) hasil berbagai cara pengolahan
Jenis Beras
Air
Energi
Protein
Lemak
Karbohidrat
(g)
(kkal)
(g)
(g)
(g)
Beras pecah kulit
13
335
7.4
1.9
76.2
Beras setengah
giling
12
353
7.6
1.1
78.3
Beras giling
13
360
6.8
0.7
78.9
Beras parboiled
12
364
6.8
0.6
80.1
Sumber : Damardjati (1981) dalam Akhyar (2009)

Proses Pembuatan Beras Pratanak
Pada prinsipnya beras pratanak melalui tiga tahapan yaitu perendaman
(soaking), pengukusan (steaming), dan pengeringan (drying). Namun menurut Ali
dan Ojha (1976) menyatakan bahwa prinsip dasar dari proses pratanak padi/gabah
adalah pembersihan (cleaning), perendaman (soaking), pengukusan (steaming), dan
pengeringan (drying). Selain keempat tahap tersebut, ada juga tahap penggilingan
(milling) yang juga merupakan tahap yang sangat penting untuk mendapatkan hasil
beras pratanak. Berikut ini penjelasan detail tahapan-tahapan tersebut :
1. Pembersihan (cleaning)
Gabah yang akan diproses pratanak dibersihkan terlebih dahulu dari kotorankotoran dan benda asing. Cara lama pembersihan gabah dengan pengapuran. Hal
ini dimaksudkan untuk memisahkan gabah hampa, daun, dan benda lain yang
ringan dari tumpukan gabah. Jika teknologi gradding gabah memadai dapat
digunakan alat pemisah kotoran kecil, ringan dan berat berupa aspirator ataupun
sieving.
2. Perendaman (soaking)
Proses perendaman atau soaking bertujuan untuk memasukkan air ke dalam
ruang inter cellular dari sel-sel pati endosperm dan sebagian air diserap oleh selsel pati sendiri sampai pada tingkat tertentu, sehingga cukup untuk proses
gelatinisasi. Selama perendaman, gabah harus benar-benar terendam air.
Perendaman umumnya dilakukan dengan dua cara, yaitu perendaman dengan air
bersuhu ruang dan perendaman dengan air panas. Periode perendaman
tergantung kepada suhu air yang digunakan. Semakin tinggi suhu air tersebut
maka waktu perendaman semakin singkat. Padi atau gabah yang direndam pada
suhu lingkungan (20-30 oC) membutuhkan waktu selama 36 hingga 48 jam agar
gabah dapat mencapai kadar air 30%. Pada perendaman yang dilakukan dengan
air panas bersuhu sekitar 60-65 oC hanya membutuhkan waktu selama 2 hingga
4 jam perendaman (Wimberly 1983).
3. Pengukusan (steaming)
Setelah mengalami perendaman dalam jangka waktu tertentu, gabah tersebut
diberi uap panas (steaming). Steaming ini ditujukan untuk melunakkan struktur
sel pati endosperm sehingga tekstur granula pati dari endosperm menjadi seperti
pasta akibat proses gelatinisasi. Gelatinisasi total merupakan tujuan utama dari
proses pratanak sehingga memberikan hasil yang jernih. Alat pengukusan yang
digunakan dapat berupa ketel, tangki metal tanpa ataupun yang dilengkapi
dengan boiler. Sumber panas untuk steam yang digunakan pada proses

11
pengukusan beras pratanak adalah tungku. Bahan bakar untuk tungku steam ini
menggunakan biomassa berupa serbuk gergaji atau sekam hasil samping
penggilingan padi. Menurut Wimberly (1983), pemberian uap panas ini juga
mempunyai beberapa kelebihan diantaranya panas yang tinggi dapat
diaplikasikan pada suhu yang konstan, relatif mudah ditangani, pengendalian
suhu gabah yang mudah, dapat dihentikan secara cepat, dan mempunyai tingkat
pindah panas yang tinggi dibanding media lain (seperti halnya air panas). Pada
umumnya steam jenuh yang digunakan untuk pengukusan mempunyai tekanan
antara 1-5 kg/cm2 atau pada suhu sekitar 100-150 oC. Pengukusan pada tangki
yang kecil membutuhkan waktu 2-3 menit dan pada tangki yang besar dapat
memakan waktu selama 20-30 menit.
4. Pengeringan (drying)
Pengeringan dalam proses pratanak sedikit berbeda dengan pengeringan
untuk padi biasa atau tanpa proses pratanak. Hal ini disebabkan karena padi
pratanak mempunyai suhu yang lebih tinggi (bisa mencapai 100 oC),
mengandung kadar air yang tinggi (dapat mencapai 45%), tekstur butir yang
berbeda akibat pemanasan yang intensif dan steril akibat pemanasan yang
dilakukan terutama pada saat steaming (Burhanudin 1981). Pengeringan gabah
hasil pratanak dilakukan hingga mencapai kadar air gabah kering giling (GKG)
yaitu 14%. Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan energi matahari
secara langsung (sun drying) ataupun menggunakan alat pengering yang sudah
ada.
Pengeringan terhadap padi yang telah direndam dan dikukus harus dilakukan
dengan segera untuk menghindari pertumbuhan jamur dan terjadinya fermentasi.
Pengeringan ini merupakan tahap akhir dalam pengolahan padi secara pratanak
(parboiling rice). Penundaan pengeringan yang dilakukan terhadap padi
pratanak akan mengakibatkan proses gelatinisasi terus berlangsung serta akan
mengakibatkan butir padi menjadi berwarna gelap akibat terlalu lama dibiarkan
di udara terbuka. Penundaan pengeringan juga akan mengakibatkan
pertumbuhan jamur dan kapang. Walaupun gabah tersebut telah steril akan tetapi
kadar air gabah yang tinggi tersebut sangat sesuai bagi perkembangan
mikroorganisme tersebut.
5. Penggilingan (milling)
Tahap akhir untuk menghasilkan beras pratanak adalah penggilingan
(milling). Patiwiri (2006) menerangkan bahwa proses penggilingan padi diawali
dengan pembersihan awal untuk membersihkan gabah dari kotoran-kotoran
hingga gabah menjadi bersih. Selanjutnya gabah bersih mengalami proses
pemecahan kulit sehingga sekam yang berbobot sekitar 20% dari bobot awal
gabah akan terlepas dari butiran gabah dan menghasilkan beras pecah kulit. Jika
butir gabah tidak ditemukan pada beras pecah kulit, maka proses pemecahan
kulit dikatakan sempurna. Beras pecah kulit hasil penggilingan masih berwarna
coklat kusam sehingga perlu proses penyosohan guna memisahkan bekatul dan
untuk mendapatkan warna beras yang mengkilap. Setelah penyosohan selesai
maka hasil akhir penggilingan yang berupa beras telah siap untuk menjadi bahan
pangan dan dikonsumsi.

12

METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan mulai dari bulan Juni sampai dengan
September 2015 di beberapa tempat dan laboratorium berikut :
1. Penggilingan Padi Sinar Jati Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon.
2. Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo (Leuwikopo), Departemen Teknik
Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian.
3. Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP),
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Gabah Kering
Giling (GKG) varietas IR 42 dan Gabah Kering Giling (GKG) varietas Ciherang
yang didapatkan dari Penggilingan Padi Sinar Jati Dukupuntang, Cirebon.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer bola basah
dan bola kering, bak perendaman gabah, termokopel, stopwatch, cylinder
separator, kett moisture tester, hybrid recorder, crown moisture tester, cawan,
timbangan digital, tangki pengukusan, mesin penggiling padi, termometer,
timbangan dan alat-alat untuk uji organoleptik. Unit pengolahan beras pratanak dan
alat bantu lainnya disajikan pada Gambar 1.

13

(a)

(b)

(c)
(d)
Gambar 1 Unit pengolahan beras pratanak : bak perendaman (a), tangki pengukusan
(b), steam boiler (c), dan alat sortir (d)
Prosedur Penelitian
Secara umum, pembuatan beras pratanak terdiri dari 5 tahap yaitu
pembersihan, perendaman, pengukusan, pengeringan, dan penggilingan.
Pembersihan atau sortasi dilakukan dengan menggunakan mesin pembersih padi.
Tujuannya untuk memisahkan gabah hampa dan benda-benda asing. Selanjutnya
adalah perendaman, pada proses perendaman gabah menggunakan air dengan suhu
sekitar 60±5 oC selama rentang waktu 4 jam. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
kadar air gabah. Gabah yang telah direndam selanjutnya dikukus dalam tangki
pengukusan dengan suhu sekitar 90-100 oC dengan waktu bervariasi yaitu t1 selama
20 menit, t2 selama 30 menit, dan t3 berupa kontrol (gabah tanpa proses
perendaman dan tanpa proses pengukusan) sehingga diperoleh gabah yang
mengalami gelatinisasi dan sekam yang sedikit terbuka (pecah). Selanjutnya
dilakukan pengeringan dengan bantuan sinar matahari sampai kadar air gabah
mencapai 12-14%. Gabah yang kering kemudian digiling dan dilakukan analisis
mutu fisik beras pratanak hingga diperoleh beras pratanak varietas Ciherang atau
beras pratanak varietas IR 42 yang paling baik. Penelitian dilakukan dua tahap
yakni untuk Gabah Kering Giling (GKG) varietas Ciherang, dan Gabah Kering

14
Giling (GKG) varietas IR 42. Pada setiap pengolahan beras pratanak menggunakan
100 kg gabah kering giling. Diagram alir prosedur penelitian dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gabah Kering
Giling (GKG)

Varietas IR 42

Varietas Ciherang

Pembersihan
Perendaman
T air 60±5 oC selama 4 jam
Pengukusan
T = 90-100 oC

t = 20 menit

t = 30 menit

Pengeringan
Hingga KA = 12-14%
Penggilingan
Beras pratanak
Pengamatan mutu beras :
 Mutu fisik (butir kepala, butir patah, butir
menir) dan rendemen.

Selesai

Gambar 2 Diagram alir prosedur penelitian

Kontrol
(Tanpa perendaman dan
pengukusan)

15
Analisis Data
Rendemen
Pengukuran rendemen beras pratanak dihitung berdasarkan perbandingan
berat akhir beras pratanak yang dihasilkan (b kg) terhadap berat awal gabah yang
digunakan (a kg) rendemen dihitung dengan rumus :
Rendemen = (b/a) * 100%
(1)
Kadar Air, Metode Oven (AOAC 1995)
Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam,
kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang (a gram).
Sampel ditimbang sebanyak 2 gram lalu dimasukkan dalam cawan (b gram/berat
awal) dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 105-110 oC selama 3 jam,
kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Sampel
dipanaskan lagi di dalam oven sampai tercapai berat konstan (c gram/berat akhir)
yang kira-kira dibutuhkan waktu 72 jam untuk bisa konstan beratnya. Kadar air
dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :


Kadar air (%) =

− −

* 100%



(2)

Mutu Giling (SNI 6128-2008)
Penentuan derajat sosoh dilakukan pada beras contoh analisis sebanyak 100
gram secara visual dengan indra penglihatan menggunakan pertolongan kaca
pembesar yang dibandingkan dengan contoh beras standar yang mempunyai derajat
sosoh 100%, 90%, dan 80%. Sampel beras giling dan beras pratanak ditimbang
sebanyak 100 gram (berat awal) dengan 3 kali ulangan. Sampel dipisahkan menjadi
butir kepala (>2/3), butir patah (1/3-2/3) dan butir menir (