Kajian Proses Perendaman Dan Pengukusan Untuk Meningkatkan Mutu Beras Pratanak Pada Beberapa Varietas Gabah

KAJIAN PROSES PERENDAMAN DAN PENGUKUSAN
UNTUK MENINGKATKAN MUTU BERAS PRATANAK
PADA BEBERAPA VARIETAS GABAH

ESA GHANIM FADHALLAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Proses
Perendaman dan Pengukusan untuk Meningkatkan Mutu Beras Pratanak pada
Beberapa Varietas Gabah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016

Esa Ghanim Fadhallah
NIM F152140101

RINGKASAN
ESA GHANIM FADHALLAH. Kajian Proses Perendaman dan Pengukusan
untuk Meningkatkan Mutu Beras Pratanak pada Beberapa Varietas Gabah.
Dibimbing oleh ROKHANI HASBULLAH dan LILIK PUJANTORO EKO
NUGROHO.
Beras didapatkan dari proses penggilingan dan penyosohan dengan
membuang sekam dan lapisan aleuron pada gabah. Hal tersebut menyebabkan
penurunan nutrisi dan tingginya kadar karbohidrat pada beras sosoh. Konsumsi
pangan dengan kadar karbohidrat tinggi dapat beresiko menyebabkan penyakit
diabetes mellitus. Salah satu solusi mengatasi penyakit tersebut adalah
mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik rendah. Beras pratanak diketahui
memiliki indeks glikemik rendah. Pengolahan beras pratanak diawali dengan
perendaman dan pengukusan dimana proses tersebut dapat mempengaruhi mutu

beras pratanak. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh suhu dan waktu
perendaman terhadap kadar air gabah dan mengkaji pengaruh lama pengukusan
terhadap mutu fisik, komposisi kimia dan indeks glikemik beras pratanak.
Penelitian ini terdiri atas dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan dilakukan proses perendaman satu
varietas gabah pada suhu 30 dan 60 oC selama 8 jam dan pengukuran kadar air
setiap 1 jam. Pada penelitian utama digunakan tiga varietas gabah yaitu Ciherang,
IR42, dan IR64. Pengolahan beras pratanak dilakukan melalui proses perendaman,
pengukusan pada suhu 100 oC selama 20 dan 30 menit, pengeringan, penggilingan,
dan penyosohan. Beras pratanak yang didapatkan kemudian dianalisis rendemen
giling, mutu fisik, analisis proksimat dan indeks glikemik. Rancangan percobaan
yang digunakan pada penelitian pendahuluan adalah Rancangan Acak Lengkap
yang menggunakan perlakuan dua suhu (30 oC dan 60 oC). Pada penelitian utama
digunakan Rancangan Acak Kelompok pada analisis rendemen giling dan mutu
fisik, dimana sebagai kelompok adalah tiga varietas gabah dan perlakuan adalah
lama pengukusan (20 dan 30 menit). Pada analisis proksimat dan indeks glikemik
digunakan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan lama pengukusan.
Kondisi perendaman terpilih adalah perendaman gabah pada suhu 60 oC
selama 4 jam. Rendemen giling beras pratanak secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan beras kontrol. Rendemen butir kepala beras pratanak varietas

Ciherang dan IR64 secara signifikan lebih tinggi dibandingkan beras kontrol.
Rendemen giling dan mutu fisik beras pratanak pengukusan 20 menit tidak
berbeda nyata dengan pengukusan 30 menit. Kadar lemak dan protein beras
pratanak varietas Ciherang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan beras
kontrol, dan kadar karbohidrat beras pratanak secara signifikan lebih rendah
dibandingkan beras kontrol. Semakin lama pengukusan secara signifikan
menurunkan kadar lemak dan protein beras pratanak. Pengukusan yang lebih lama
tidak mempengaruhi kadar karbohidrat beras pratanak. Pengukusan selama
20 menit menghasilkan indeks glikemik beras terendah.
Kata kunci: beras pratanak, gizi, indeks glikemik, pengukusan

SUMMARY
ESA GHANIM FADHALLAH. Study of Soaking and Steaming Process to
Improves Parboiled Rice Quality of Some Paddy Varieties. Supervised by
ROKHANI HASBULLAH and LILIK PUJANTORO EKO NUGROHO.
Rice obtained from milling and polishing process by removing husk and
aleurone of paddy. Aleurone layer removal causes reduction in nutrients and
produce milled rice with high carbohydrate content. Consumption of food with
high carbohydrate content may cause diabetes mellitus. Solution to solve this
problem is consuming foods with low glycemic index. Parboiled rice was known

have a low glycemic index. Parboiled rice processing begins with soaking and
steaming. These processes can affect the quality of parboiled rice. Objective of
this research was to study the effects of soaking time and temperature on paddy
moisture content and study the effects of steaming duration on the physical
quality, chemical composition and glycemix index of parboiled rice.
This research included of two phases, the preliminary research and the main
research. Soaking one paddy variety at 30 oC and 60 oC for 8 hours and moisture
measurement every 1 hour conducted on the preliminary research. Three varieties
of paddy (Ciherang, IR42, IR64) used in the main research. Parboiled rice
processing done by soaking, steaming at 100 oC for 20 and 30 minutes, drying,
milling, and polishing. Parboiled rice then analyzed on milling yield, physical
properties, proximate analysis and glycemic index. Experimental design used in
the preliminary research was Completely Randomized Design with two
temperature treatments (30 oC and 60 oC). Randomized Block Design used in the
main research on milling yield and physical properties analysis, which as group
were three varieties of paddy and as treatment were two steaming durations
(20 and 30 minutes). Completely Randomized Design used on the proximate and
glycemic index analysis with two steaming duration treatments.
Soaking condition selected from preliminary research was soaking grain for
4 hours at 60 oC. Milling yield of parboiled rice was significantly higher than

milled rice. Head rice yield of parboiled rice from Ciherang and IR64 was
significantly higher than milled rice. Milling yield and physical quality of
parboiled rice from 20 minutes steaming was not significantly different from
30 minutes steaming. Fat and protein content of parboiled rice from Ciherang
variety was significantly higher than milled rice, and carbohydrate content of
parboiled rice was significantly lower than milled rice. The longer steaming
duration was significantly decrease fat and protein content. Steaming duration did
not significantly affect carbohydrate content. Steaming for 20 minutes produced
the lowest glycemic index.
Keywords: parboiled rice, soaking, steaming, paddy, quality

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


KAJIAN PROSES PERENDAMAN DAN PENGUKUSAN
UNTUK MENINGKATKAN MUTU BERAS PRATANAK
PADA BEBERAPA VARIETAS GABAH

ESA GHANIM FADHALLAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis :


Prof Dr Ir Sugiyono, MAppSc

Judul Tesis : Kajian Proses Perendaman dan Pengukusan untuk Meningkatkan
Mutu Beras Pratanak pada Beberapa Varietas Gabah
Nama
: Esa Ghanim Fadhallah
NIM
: F152140101

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Rokhani Hasbullah, MSi
Ketua

Dr Ir Lilik Pujantoro Eko Nugroho, MAgr
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Teknologi Pascapanen

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:

Tanggal Lulus:

23 Maret 2016

...

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segenap
limpahan karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian yang berjudul “Kajian Proses Perendaman dan Pengukusan untuk
Meningkatkan Mutu Beras Pratanak pada Beberapa Varietas Gabah”. Penelitian
ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (MSi)
pada Program Studi Teknologi Pascapanen, Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Rokhani Hasbullah MSi dan
Dr Ir Lilik Pujantoro Eko Nugroho MAgr sebagai Komisi Pembimbing,
Prof Dr Ir Sugiyono MAppSc sebagai Penguji Luar Komisi, serta
Prof Dr Ir Sutrisno MAgr sebagai Ketua Program Studi Teknologi Pascapanen
yang telah banyak memberi saran, arahan dan masukan kepada penulis. Ungkapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua, adik, dan keluarga
atas segala doa dan dukungannya. Selain itu penulis ucapkan terima kasih kepada
pihak yang membantu selama penelitian terutama Bapak Hj Eman, Bapak Ahmad
Jumadi, Deny Saputro, Muhamad Mirwan Islamy, Daniar Alfian Rifaldi,
Maya Sofia, serta segenap teman-teman program studi Teknologi Pascapanen
2014 atas semangat dan dukungannya.
Kesempurnaan penelitian ini pastinya tidak terlepas dari segala kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat
bagi yang membutuhkan.


Bogor, April 2016

Esa Ghanim Fadhallah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Beras
Pengolahan Beras Pratanak
Indeks Glikemik
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan

Alat
Prosedur Penelitian
Prosedur Analisis Data
Rancangan Percobaan
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Perendaman terhadap Kadar Air Gabah
Rendemen Giling Beras Pratanak
Mutu Fisik Beras Pratanak
Analisis Proksimat Beras Pratanak
Indeks Glikemik Beras Pratanak
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

ix
ix
ix
1
1
2
3
3
3
3
5
6
8
8
8
8
9
10
12
13
13
15
16
18
21
23
23
24
24
30
37

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Komposisi kimia beras dan bagiannya
Spesifikasi persyaratan mutu fisik beras
Klasifikasi indeks glikemik pangan
Rendemen giling beras pratanak
Mutu fisik beras pratanak
Hasil analisis proksimat beras pratanak varietas Ciherang

4
5
7
15
16
18

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Struktur bagian gabah

4

Diagram alir prosedur penelitian
Kadar air gabah varietas Ciherang selama perendaman
Indeks glikemik beras pratanak varietas Ciherang

10
13
21

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Analisis ragam kadar air gabah selama perendaman
Uji lanjut Duncan kadar air gabah selama perendaman
Analisis ragam rendemen giling beras pratanak
Uji lanjut Duncan rendemen giling beras pratanak
Analisis ragam mutu fisik beras pratanak
Uji lanjut Duncan mutu fisik beras pratanak
Analisis ragam uji proksimat beras pratanak varietas Ciherang
Uji lanjut Duncan uji proksimat beras pratanak varietas Ciherang
Analisis ragam indeks glikemik beras pratanak varietas Ciherang
Uji lanjut Duncan indeks glikemik beras pratanak varietas Ciherang
Dokumentasi peralatan pengolahan beras pratanak
Dokumentasi proses pembuatan beras pratanak
Dokumentasi peralatan analisis penelitian

31
31
31
31
32
32
32
33
33
33
34
35
36

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras (Oryza sativa) merupakan makanan pokok yang penting bagi
hampir setengah dari populasi dunia (Ghadge dan Prasad 2012). Data FAOSTAT
(2013) menunjukkan bahwa produksi beras di dunia sebesar 718 juta ton dimana
lebih dari 90% berasal dari Asia. Indonesia tercatat sebagai negara penghasil beras
terbesar ke-3 di dunia dengan volume produksi pada tahun 2013 mencapai
69 juta ton (Kementerian Pertanian 2014).
Beras didapatkan dari proses penggilingan padi dimana padi dipanen pada
kondisi biji beras yang masih tertutup oleh sekam padi. Proses penggilingan padi
dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan beras dengan membuang sekam padi
dan dedak yang menutupinya (Wimberly 1983). Dedak padi mengandung
beberapa zat gizi penting seperti mineral, lemak, protein dan vitamin B
(Rosniyana et al. 2009; Rohman et al. 2014), sehingga apabila terbuang akan
mengakibatkan penurunan nutrisi pada beras dan akan dihasilkan kadar
karbohidrat dalam jumlah yang tinggi pada beras sosoh (Roy et al. 2008).
Konsumsi beras dengan kandungan karbohidrat yang tinggi telah diketahui
menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah, sehingga pangan jenis ini
digolongkan pada pangan yang memiliki indeks glikemik yang tinggi
(Augustin et al. 2002; Robert et al. 2008).
Fatema et al. (2010) mengemukakan indeks glikemik merupakan indikator
dari potensi peningkatan gula darah dari makanan yang mengandung karbohidrat.
Pangan yang mampu meningkatkan gula darah dengan cepat diketahui memiliki
indeks glikemik yang tinggi (Rimbawan dan Siagian 2004). Konsumsi makanan
dengan indeks glikemik tinggi dapat memicu timbulnya beberapa penyakit seperti
diabetes mellitus (Pathiraje et al. 2010), obesitas, kanker dan penyakit
kardiovaskuler (Wordu dan Banigo 2013). Perkembangan penyakit tersebut telah
dilaporkan berkaitan dengan asupan makanan yang memiliki indeks glikemik
yang tinggi (Ludwig 2002). Pencegahan permasalahan tersebut dapat dilakukan
dengan cara mengatur pola konsumsi yaitu dengan mengkonsumsi makanan
dengan indeks glikemik yang rendah. Srinivasa et al. (2013) telah melaporkan
bahwa makanan dengan indeks glikemik rendah dapat membantu meningkatkan
kontrol glikemik pada penderita diabetes. Salah satu jenis makanan dengan indeks
glikemik yang rendah dan cocok untuk dikonsumsi oleh penderita diabetes adalah
beras pratanak.
Beras pratanak atau biasa disebut parboiled rice, merupakan beras yang
dihasilkan dari gabah yang telah mengalami penanakan secara parsial.
Ayamdoo et al. (2013) mengemukakan bahwa proses pengolahan beras pratanak
meliputi pembersihan gabah, perendaman, pengukusan, pengeringan,
penggilingan,
sortasi
dan
pengemasan.
Pada
proses
tersebut,
Widowati et al. (2009) menyebutkan bahwa pengolahan beras pratanak
merupakan proses yang unik karena tahap pengolahan dimulai pada saat bahan
masih dalam bentuk gabah. Tahapan penting dalam pengolahan beras pratanak
adalah perendaman dan pengukusan. Tujuan utama proses tersebut adalah untuk
melekatkan komponen nutrisi yang terdapat pada aleuron ke dalam butir beras

2
akibat adanya proses gelatinisasi pati (Gariboldi 1984). Ejebe et al. (2015)
menambahkan bahwa proses pratanak juga bertujuan untuk mengurangi
keretakan/kerapuhan pada butir beras yang terdapat sebelumnya di dalam gabah
ketika dipanen, sehingga dengan adanya proses ini akan meningkatkan mutu fisik
beras yang dihasilkan.
Buggenhout et al. (2013) menyebutkan bahwa proses pengolahan beras
pratanak dapat memperbaiki mutu fisik beras giling dengan menghasilkan
rendemen butir kepala yang tinggi dan meminimalkan rendemen butir patah. Hasil
penelitian Miah et al. (2002a) menunjukkan bahwa proses pratanak dapat
menurunkan rendemen butir patah dari 12% menjadi 0.6%. Hasil penelitian
Sareepuang et al. (2008) menunjukkan bahwa proses pratanak dapat
meningkatkan rendemen butir kepala dari 51% menjadi 60-85%. Proses
pengukusan sebagai salah satu tahapan penting dalam pengolahan beras pratanak
diketahui dapat meningkatkan kandungan gizi. Fonseca et al. (2014) melaporkan
adanya peningkatan gizi dari beras pratanak, yaitu kadar abu dari 0.56% menjadi
0.89%; kadar protein dari 10.90% menjadi 11.07%; kadar lemak dari 0.55%
menjadi 1.00%; kadar amilosa dari 24.80% menjadi 25.50% dan serat pangan dari
0.30% menjadi 0.49%, dengan perlakuan perendaman gabah pada suhu 58 oC
selama 4 jam dan pengukusan pada suhu 120 oC selama 10 menit.
Atkinson et al. (2008) melaporkan bahwa beras yang dihasilkan dari
proses pratanak diketahui memiliki indeks glikemik yang rendah. Penelitian
mengenai proses pratanak pada beberapa varietas gabah sudah pernah dilakukan.
Hasil penelitian Widowati et al. (2009) menunjukkan bahwa proses pratanak
dapat menurunkan indeks glikemik beras varietas IR 42 sebesar 32.40% dari
68.52 menjadi 46.32, varietas Batang Lembang sebesar 27.06% dari
63.50 menjadi 46.32, dan varietas Ciherang sebesar 18.76% dari 54.43 menjadi
44.22. Hasil penelitian Akhyar (2009) menunjukkan bahwa proses pratanak dapat
menurunkan indeks glikemik beras varietas IR 42 sebesar 20.55% dari 58.30
menjadi 46.32 dan varietas Batang Lembang sebesar 14.30% dari 54.05 menjadi
46.32. Berdasarkan hasil penelitian tersebut proses pratanak dapat menurunkan
indeks glikemik beras sehingga cocok untuk dikonsumsi penderita diabetes dalam
rangka menurunkan kadar glukosa darah.
Kondisi optimum pengolahan beras pratanak khususnya proses pengukusan
hingga saat ini masih terus dilakukan untuk mendapatkan mutu beras pratanak
yang diinginkan. Selain itu, belum banyak hasil penelitian mengenai pengaruh
durasi waktu pengukusan terhadap komposisi gizi dan indeks glikemik. Oleh
karena itu, sebagai salah satu usaha untuk mendapatkan beras dengan gizi yang
tinggi, indeks glikemik yang rendah dan meningkatkan rendemen butir kepala,
maka penelitian ini menjadi sangat penting untuk dilakukan.
Perumusan Masalah
Salah satu sumber karbohidrat utama dan makanan pokok keseharian
masyarakat Indonesia adalah beras. Beras bermutu tinggi tidak saja dilihat dari
penampakan fisik yang bagus akan tetapi juga terhadap kandungan gizi atau
nutrisi dalam beras tersebut. Namun demikian, beras selama ini dikenal sebagai
bahan pangan yang memiliki nilai indeks glikemik yang tinggi. Tingginya indeks
glikemik pada beras mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah apabila

3
dikonsumsi. Hal ini yang menyebabkan jumlah konsumsi beras atau nasi dibatasi
untuk suatu terapi diet terhadap penderita diabetes mellitus.
Solusi yang pernah ditawarkan sebelumnya adalah melakukan diet
terhadap makanan yang akan dikonsumsi terutama terhadap nasi dengan
menggantinya dengan sumber karbohidrat lain, seperti umbi-umbian. Namun
umbi-umbian tidak selalu memiliki indeks glikemik yang rendah, tergantung jenis,
varietas dan cara pengolahannya. Permasalahan tingginya indeks glikemik pada
beras dapat ditangani dengan melakukan pengolahan pratanak pada gabah untuk
menghasilkan beras pratanak. Beras pratanak memiliki nilai indeks glikemik
rendah (Widowati et al. 2009) sehingga aman untuk dikonsumsi bagi penderita
diabetes.
Proses pengolahan beras pratanak dengan perendaman dan pengukusan
gabah menyebabkan nutrisi pada aleuron terserap ke dalam butiran beras sehingga
beras memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi dibandingkan beras biasa
(Gariboldi 1984). Kandungan gizi beras pratanak mencapai 80% mirip dengan
beras pecah kulit (Fonseca et al. 2014). Selain mempengaruhi kandungan gizi,
pengolahan beras pratanak dapat memperbaiki mutu pascapanen beras.
Pengolahan pratanak diketahui dapat meningkatkan rendemen butir kepala dan
meminimalkan rendemen butir patah (Miah et al. 2002a; Sareepuang et al. 2008).
Oleh karena itu pengolahan beras pratanak bermanfaat untuk memperbaiki mutu
pasca panen beras dan menyediakan pangan alternatif bagi penderita diabetes.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pengaruh suhu dan waktu
perendaman terhadap kadar air gabah dan mengkaji pengaruh lama pengukusan
terhadap sifat fisik, komposisi kimia dan indeks glikemik beras pratanak.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis pada penelitian ini adalah:
a) Proses pratanak dapat meningkatkan rendemen giling, mutu fisik dan mutu
gizi serta menurunkan indeks glikemik beras pratanak
b) Lama pengukusan berpengaruh terhadap rendemen giling, mutu fisik dan
komposisi kimia serta menurunkan indeks glikemik beras pratanak

2 TINJAUAN PUSTAKA
Beras
Beras berasal dari tanaman padi (Oryza sativa) yang termasuk jenis
tanaman pangan serealia. Biji beras atau endosperm tertutup oleh sekam dan
lapisan aleuron di dalam gabah. Proses penggilingan gabah (milling) akan
membuang sekam dan proses penyosohan (polishing) akan membuang lapisan
aleuron. Beras pecah kulit merupakan beras yang masih terdapat lapisan aleuron

4
namun bagian sekamnya telah dibuang dengan penggilingan. Beras pecah kulit
umumnya memiliki warna yang kurang disukai sehingga harus dilakukan
penyosohan dengan membuang lapisan aleuron untuk mendapatkan beras dengan
warna putih (Haryadi 2008). Struktur bagian dari gabah disajikan pada Gambar 1.

Sekam
Endosperm
Aleuron
Lembaga

Gambar 1 Struktur bagian gabah
Sumber: Britannica (2015)

Bagian beras yang diperoleh setelah proses penyosohan disebut beras
sosoh yang mengandung sekitar 78% karbohidrat dan 7% protein. Kandungan
tersebut tidak tersebar merata pada seluruh bagian beras. Bagian terbesar
karbohidrat dalam beras ialah pati dan hanya sebagian kecil pentosan, selulosa,
hemiselulosa dan gula. Antara 85-90% dari berat kering beras berupa pati.
Kandungan pentosan berkisar 2.0-2.5% dan gula 0.6-1.4% dari berat beras pecah
kulit (Haryadi 2008). Kandungan gizi lain seperti protein, lemak, abu dan serat
kasar pada beras sosoh umunya lebih kecil dibandingkan beras pecah kulit
maupun bagian lainnya seperti sekam, dedak/bekatul (lapisan aleuron), dan
lembaga/embrio. Bagian yang kaya akan protein dan lemak adalah aleuron dan
lembaga, sedangkan bagian yang kaya akan abu dan serat adalah sekam. Bagianbagian tersebut apabila terbuang maka menyebabkan beras sosoh memiliki sedikit
nutrisi dan kandungan karbohidrat yang tinggi (Bhattacharya 2004). Komposisi
kimia beras dan bagian-bagiannya (pada kadar air 14%) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia beras dan bagiannya
Beras
sosoh
Protein (%)
4.5-10.2
Lemak (%)
0.3-0.5
Serat kasar (%)
0.2-0.5
Abu (%)
0.3-0.8
Karbohidrat (%)
77-89
Sumber: Bhattacharya (2004)
Komposisi kimia

Beras pecah
kulit
4.3-18.2
1.6-2.8
0.6-1.0
1.0-1.5
73-87

Sekam

Dedak/bekatul

2.0-2.8
0.3-0.8
34.5-45.9
13.2-21.0
22-34

11.3-14.0
15.0-19.7
7.0-11.4
6.6-9.9
34-62

Lembaga/
embrio
14.1-20.6
16.6-20.5
2.4-3.5
4.8-8.7
34-41

Pati pada endosperm beras berbentuk granula polihedral berukuran
3-5 µm. Pati beras terdiri atas rangkaian satuan-satuan α-D-glukosa, yang terdiri
atas dua fraksi utama, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan fraksi
pati berantai lurus, sedangkan amilosa merupakan fraksi pati berantai cabang.
Ikatan antarsatuan glukosa yang utama adalah 1,4-α-glukosidik, tetapi pada
amilopektin selain 1,4-α-glukosidik terdapat juga percabangan dengan ikatan

5
1,6-α-glukosidik. Titik-titik percabangan tersebut dalam jumlah 4-5% atau
panjang rantainya rata-rata 20-28 satuan anhidroglukosa (Haryadi 2008). Beras
yang memiliki kadar amilosa rendah (25%)
memiliki tekstur pera (Bhattacharya 2004). Kandungan amilosa berkorelasi positif
dengan aroma nasi dan berkorelasi negatif dengan tingkat kelunakan, kelekatan,
warna dan kilap (Haryadi 2008).
Mutu beras umumnya ditinjau dari mutu fisik. Menurut BSN (2008) mutu
fisik meliputi butir kepala, butir patah, butir menir, butir merah, butir kuning
(rusak), butir mengapur, butir asing dan butir gabah. Mutu fisik beras tersebut
dapat diklasifikasikan kedalam lima kelas mutu. Mutu fisik utama ditinjau dari
rendemen butir kepala karena beras dengan butir kepala yang tinggi umumnya
memiliki harga yang lebih tinggi di pasar dan lebih dipilih oleh konsumen,
dibandingkan dengan beras yang lebih tinggi butir menir maupun butir patahnya.
Mutu fisik beras menurut BSN (2008) disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Spesifikasi persyaratan mutu fisik beras
No

Komponen mutu

Satuan

1
Kadar air (maks)
2
Butir kepala (min)
3
Butir patah (maks)
4
Butir menir (maks)
5
Butir merah (maks)
6
Butir kuning (maks)
7
Butir mengapur (maks)
8
Benda asing (maks)
9
Butir gabah (maks)
Sumber: BSN (2008)

%
%
%
%
%
%
%
%
butir/100 g

Mutu
I
14
95
5
0
0
0
0
0
0

Mutu
II
14
89
10
1
1
1
1
0.02
1

Mutu
III
14
78
20
2
2
2
2
0.02
1

Mutu
IV
14
73
25
2
3
3
3
0.05
2

Mutu
V
15
60
35
5
3
5
5
0.20
3

Pengolahan Beras Pratanak
Beras pratanak atau biasa disebut parboiled rice, merupakan beras yang
dihasilkan dari gabah yang telah mengalami penanakan secara parsial.
Ayamdoo et al. (2013) mengemukakan bahwa proses pengolahan beras pratanak
meliputi
tahapan
penting
yaitu
perendaman
dan
pengukusan.
Gabah yang telah mengalami proses pratanak akan lebih awet dan dapat
mencegah perkecambahan. Proses pembuatan beras pratanak diawali dari proses
pembersihan gabah. Ayamdoo et al. (2013) mengemukakan bahwa proses
pencucian dapat dilakukan dengan merendam gabah di dalam air dan
mengaduknya hingga kotoran terpisah. Tujuan proses pencucian ini adalah untuk
menghilangkan kotoran dan benda asing yang ditemukan di beras. Setelah proses
pencucian selesai selanjutnya dilakukan proses perendaman dan pengukusan.
Miah et al. (2002a) menjelaskan bahwa proses perendaman bertujuan
untuk mencapai penyerapan air secara cepat dan seragam. Penyerapan air ini
dapat ditingkatkan untuk mendapatkan kadar air yang diinginkan dengan cara
meningkatkan durasi perendaman atau meningkatkan suhu perendaman. Pada
proses pratanak dibutuhkan kadar air sekitar 30% agar terjadi proses gelatinisasi
pada saat pengukusan (Gariboldi 1984). Perendaman dapat dilakukan pada suhu

6
rendah dan suhu tinggi, namun perendaman pada suhu rendah akan membutuhkan
air yang banyak dan waktu yang lebih lama. Pada suhu rendah, penyerapan air
pada gabah terjadi secara lambat dan akhirnya berada pada titik keseimbangan
pada kadar air 30%. Pada suhu tinggi, sebaliknya, laju penyerapan air meningkat
secara eksponensial karena pati mulai tergelatinisasi sehingga menyebabkan
penyerapan air untuk terus berlanjut. Selanjutnya, apabila kadar air gabah
melebihi 30-32% akan menyebabkan kulit sekam menjadi terbelah karena tidak
mampu menahan endosperm yang tergelatinisasi, yang mengakibatkan lonjakan
penyerapan air. Apabila penyerapan air berlebihan akan terjadi melarutnya
(leaching) komponen gizi keluar gabah dan deformasi dari gabah
(Bhattcharya 2004).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa proses perendaman dapat
mempengaruhi mutu beras pratanak. Sareepuang et al. (2008) melaporkan bahwa
perendaman pada suhu 50 oC selama 3 jam dapat memberikan kualitas yang
paling baik dari beras pratanak dalam hal kualitas gizi dan sifat sensori. Proses
perendaman juga telah diketahui dapat meningkatkan rendemen giling dan gizi
dari beras pratanak. Hasbullah dan Pramita (2013) melaporkan perendaman pada
durasi yang berbeda (4, 6 dan 8 jam) mampu meningkatkan rendemen giling dari
69.17% menjadi 70.71-70.73%; kadar abu dari 0.53% menjadi 0.73-0.78%; kadar
lemak dari 0.66% menjadi 0.78%; dan kadar protein dari 7.72% menjadi
8.10-8.69%.
Proses pengukusan merupakan tahapan penting selain proses perendaman
dalam pengolahan beras pratanak. Proses pengukusan bertujuan untuk
melunakkan struktur sel-sel pati endosperm sehingga tekstur granula pati
endosperm menjadi seperti pasta akibat proses gelatinisasi. Pengukusan dilakukan
dengan menggunakan uap panas dan suhu tinggi serta tekanan yang rendah agar
gelatinisasi pati dari gabah tercapai (Gariboldi 1984). Proses ini meliputi
pemutusan ikatan hidrogen dan pengembangan granula pati. Gelatinisasi
merupakan tahap awal perubahan-perubahan sifat fisik pati. Granula pati secara
alami bersifat tidak larut dalam air, namun dapat menjadi larut dalam air bila
suspensi pati dipanaskan di atas suhu gelatinisasinya. Bila pati disuspensikan
dalam air yang berlebih dan dipanaskan pada suhu dan waktu tertentu, maka
granula pati secara berangsur-angsur mengalami perubahan yang bersifat
irreversible, artinya tidak dapat kembali pada kondisi granula semula
(Haryadi 2008).
Gelatinisasi pati ditandai dengan terjadinya pembengkakan (swelling)
granula pati, peluruhan (melting) dari bagian kristalit, peningkatan viskositas dan
peningkatan kelarutan pati. Pemanasan pati pada suhu 65 oC menyebabkan
granula pati mulai mengembang dan menyerap air dalam jumlah banyak sehingga
bersifat tidak dapat balik. Akhirnya terjadi pengembangan yang lebih besar lagi,
terjadi pelarutan amilosa fraksi rendah dan selanjutnya terjadi pemecahan granula
pati yang kemudian tersebar merata (Haryadi 2008).
Indeks Glikemik
Fatema et al. (2010) mengemukakan indeks glikemik merupakan indikator
dari potensi peningkatan gula darah dari makanan yang mengandung karbohidrat.
Pangan yang mampu meningkatkan gula darah dengan cepat diketahui memiliki

7
kadar indeks glikemik yang tinggi. Karbohidrat dalam pangan yang dipecah
dengan cepat selama pencernaan memiliki indeks glikemik tinggi. Respon glukosa
darah terhadap jenis pangan ini cepat dan tinggi. Dengan kata lain, glukosa dalam
aliran darah meningkat dengan cepat. Sebaliknya, karbohidrat yang dipecah
dengan lambat memiliki indeks glikemik rendah sehingga melepaskan glukosa ke
dalam darah dengan lambat. Indeks glukosa murni ditetapkan 100 dan digunakan
sebagai acuan penentu indeks glikemik pangan lain (Rimbawan dan Siagian 2004).
Klasifikasi indeks glikemik pada pangan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Klasifikasi indeks glikemik pangan
Indeks glikemik (IG)
IG < 55
55 < IG < 70
IG >70
Sumber: Rimbawan dan Siagian (2004)

Klasifikasi
Rendah
Sedang
Tinggi

Indeks glikemik dapat dikaitkan dengan berbagai isu kesehatan seperti
diabetes, obesitas dan penyakit jantung koroner. Pangan dengan indeks glikemik
tinggi menyebabkan pengeluaran insulin dalam jumlah besar sebagai akibat dari
kenaikan gula darah yang tinggi dan cepat. Hal tersebut akan menyebabkan
peningkatkan rasa lapar setelah makan dan penumpukan lemak pada jaringan
adiposa tubuh. Penderita diabetes dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang
mengandung indeks glikemik yang rendah sehingga membantu kontrol kadar gula
darah dalam tubuh. Konsumsi makanan yang memiliki indeks glikemik rendah
akan meningkatkan sensitivitas insulin dalam pankreas (Ragnhild et al. 2004).
Faktor yang mempengaruhi kadar indeks glikemik pada pangan salah
satunya adalah proses pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel),
kadar amilosa dan kadar amilopektin, kadar protein, kadar lemak, serta kadar zat
anti-gizi pangan (Rimbawan dan Siagian 2004). Rimbawan (2006) menjelaskan
bahwa gelatinisasi pati sempurna menyebabkan mengembangnya pati sehingga
luas permukaan semakin besar untuk kontak dengan enzim pencernaan. Semakin
luas permukaan dan semakin cepat kontak granula pati yang mengembang dengan
enzim akan dengan cepat meningkatkan kadar gula dalam darah. Bahan pangan
dengan kadar amilosa yang tinggi memiliki indeks glikemik rendah karena dengan
kandungan amilosa yang tinggi menjadikan bahan pangan lebih sulit dicerna.
Bahan pangan dengan kadar serat pangan, kadar lemak dan protein yang tinggi
cenderung memiliki indeks glikemik rendah karena pengaruhnya terhadap
memperlambat pencernaan dan pengosongan lambung. Pangan yang memiliki zat
anti-gizi atau zat yang mampu menghambat pencernaan pati seperti pitat dan
tannin dapat memperlambat pencernaan karbohidrat di dalam usus sehingga
indeks glikemik pangan rendah.
Atkinson et al. (2008) melaporkan bahwa beras pratanak atau parboiled
rice memiliki indeks glikemik rendah. Penelitian mengenai pengaruh proses
pratanak terhadap indeks glikemik pada beberapa varietas gabah sudah pernah
dilaporkan. Penelitian Widowati et al. (2009) menunjukkan bahwa proses
pratanak dengan pengukusan selama 20 menit dapat menurunkan indeks glikemik
beras varietas IR 42 sebesar 32.40%, varietas Batang Lembang sebesar 27.06%,
dan varietas Ciherang sebesar 18.76%. Akhyar (2009) melaporkan terdapat
penurunan indeks glikemik pada beras varietas IR 42 sebesar 20.55% dan varietas

8
Batang Lembang sebesar 14.30% melalui pengukusan selama 20 menit.
Rohman et al. (2014) menyebutkan bahwa proses pratanak dapat menurunkan
indeks glikemik melalui penyerapan aleuron ke dalam butir beras pada proses
pengukusan. Penyerapan tersebut mempengaruhi kandungan gizi pada butir beras
dengan menurunkan kandungan karbohidrat secara relatif.
Parvin et al. (2009) melaporkan bahwa kadar amilosa pada pangan juga
diketahui dapat mempengaruhi nilai indeks glikemik. Widowati et al. (2009)
mengemukakan bahwa kadar amilosa yang tinggi dapat menurunkan indeks
glikemik, sebaliknya kadar amilosa yang rendah dapat meningkatkan indeks
glikemik. Pengaruh amilosa terhadap respon glikemik dapat dijelaskan melalui
struktur pati. Granula pati yang kaya akan amilosa dan memiliki stuktur yang
linier sehingga membatasi derajat pengembangan (swelling) dan gelatinisasi pati
selama proses pemanasan, sehingga memperlambat laju pencernaan dan
penyerapan pati (Parvin et al. 2009).

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015. Penelitian
bertempat di Penggilingan Padi Sinar Jati, Cirebon, Laboratorium Lingkungan
dan Bangunan Pertanian dan Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, serta Laboratorium Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.
Bahan
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah gabah (varietas
Ciherang, IR64, dan IR42) yang diperoleh dari Penggilingan Padi Sinar Jati,
Cirebon. Bahan lain yang digunakan adalah bahan kimia untuk analisis proksimat
(heksana, akuades, K2SO4, HgO, H2SO4, NaOH, H3BO3 dan HCl).
Alat
Peralatan yang digunakan meliputi unit pengolahan beras pratanak
(bak perendaman gabah, tangki pengukusan gabah, boiler), lantai jemur, mesin
penggiling gabah (Kubota RD100 DI-2T), mesin penyosoh beras (ICHI Blower
Rice Polisher model N70), cylinder separator (Satake Test Rice Grader),
timbangan digital (Sartorius), moisture tester (model Kett Electric Tester);
peralatan analisis proksimat yang meliputi oven (model Memmert VO400), tanur
(model Automatic Muffle Furnace MFP-300N), alat analisis kadar lemak
(Huaye Fat Determinator SZC-D), alat analisis kadar protein (Huaye Automatic
Nitrogen Determinator KDN-103F); dan peralatan pengujian indeks glikemik
(glukometer One Touch UltraTM). Alat lain yang digunakan diantaranya water
bath, peralatan gelas kimia, stopwatch dan lain-lain.

9
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan dilakukan perendaman gabah pada
suhu air yang berbeda. Tujuan penelitian pendahuluan adalah untuk menentukan
suhu dan waktu perendaman yang dibutuhkan hingga kadar air gabah mencapai
25-30%. Pada penelitian pendahuluan ini digunakan Gabah Kering Giling dari
satu varietas gabah (Ciherang) dengan asumsi varietas gabah tidak berpengaruh
terhadap penyerapan kadar air pada gabah. Kecepatan penyerapan air gabah lebih
dipengaruhi oleh suhu air yang digunakan saat perendaman dimana semakin
tinggi suhu maka semakin cepat kadar air meningkat (Akhyar 2009).
Bhattacharya (2004) melaporkan laju peningkatan kadar air pada gabah dari
berbagai varietas pada saat perendaman secara signifikan tidak berbeda nyata.
Gabah pertama-tama ditimbang sebanyak 100 g dan dimasukkan ke dalam
beaker glass yang berisi 300 ml air untuk proses perendaman. Selanjutnya beaker
glass ditempatkan pada water bath untuk diberikan perlakuan suhu perendaman,
yaitu 30 oC dan 60 oC (Miah et al. 2002a; Hasbullah dan Pramita 2013).
Setiap 1 jam selama 8 jam perendaman, gabah diambil untuk diukur kadar airnya
menggunakan moisture tester. Perlakuan suhu perendaman dengan waktu tercepat
dalam mencapai kadar air gabah sebesar 25-30% dipilih sebagai kondisi
perendaman gabah dalam proses pembuatan beras pratanak pada penelitian utama.
Tahapan pada penelitian utama yaitu proses pembuatan beras pratanak
(Widowati et al. 2009), analisis rendemen giling, mutu fisik beras (BSN 2008),
analisis proksimat beras pratanak (AOAC 2005) dan indeks glikemik (El 1999).
Pada penelitian utama digunakan tiga varietas gabah, yaitu varietas Ciherang,
IR42 dan IR64. Gabah sebanyak 100 kg direndam di dalam bak perendaman pada
suhu dan lama waktu sesuai hasil penelitian pendahuluan. Gabah selanjutnya
dikukus dalam tangki pengukusan yang dibagi ke dalam dua bagian dengan
perlakuan lama pengukusan yang berbeda, yaitu selama 20 menit dan 30 menit.
Suhu uap selama pengukusan sebesar 100.9 oC dan suhu gabah sebesar 99.1 oC
dengan laju uap sebesar 81.7 kg/jam (Islamy 2016). Sebagai kontrol adalah gabah
kering giling tanpa melalui proses pratanak. Setelah proses pengukusan selesai,
selanjutnya gabah dikeringkan selama 1 hari hingga mencapai kadar air 13-14%.
Gabah kemudian digiling dan disosoh dengan konfigurasi 2H-2P (dua kali pecah
kulit dan dua kali sosoh) sehingga dihasilkan beras pratanak sosoh.
Beras pratanak yang dihasilkan dari ketiga varietas gabah selanjutnya
dianalisa rendemen giling dan mutu fisik beras. Satu varietas gabah dengan
rendemen butir kepala tertinggi dipilih untuk dilakukan analisis proksimat dan
indeks glikemik. Lama pengukusan yang menghasilkan nilai indeks glikemik
terendah dipilih sebagai lama pengukusan terbaik. Diagram alir prosedur
penelitian disajikan pada Gambar 2.

10

Varietas
Ciherang

Varietas
IR42

Varietas
IR64
Penyosohan (dua kali sosoh)

Gabah Kering Giling
untuk beras pratanak

Gabah Kering
Giling kontrol

Beras
pratanak

Beras
kontrol

 Analisis rendemen giling
 Analisis mutu fisik

Perendaman
(T=60 oC, t=4 jam)
Pengukusan (Tuap=100.9 oC, Tgabah =
99.1 oC, t1 = 20 menit, t2= 30 menit)

1 varietas terbaik

 Analisis proksimat
 Analisis indeks glikemik

Pengeringan
(1 hari, kadar air 13-14%)
Penggilingan (dua kali pecah kulit)

Gambar 2 Diagram alir prosedur penelitian
Prosedur Analisis Data
Parameter yang diamati pada penelitian ini diantaranya rendemen giling,
mutu fisik beras pratanak (meliputi rendemen butir kepala, butir patah, butir
menir), analisis mutu gizi beras pratanak (kadar air, kadar abu, kadar protein,
kadar lemak, kadar karbohidrat) dan indeks glikemik.
(a)
Rendemen giling
Pengukuran rendemen beras pratanak dihitung berdasarkan perbandingan
berat beras pratanak yang dihasilkan (B kg) terhadap berat awal gabah yang
digunakan (A kg). Data persentase rendemen giling disajikan sebagai rata-rata dan
standar deviasi dari tiga ulangan. Rendemen giling dihitung menggunakan rumus:
Rendemen (%) = (B/A) x 100%

(b)

Analisis mutu fisik beras pratanak (BSN 2008)
Analisis sifat fisik beras pratanak mengacu pada SNI 01-6128: 2008.
Beras pratanak yang telah dihasilkan ditimbang sebanyak 100 g (Wo). Kemudian
dipisahkan menjadi butir kepala (>2/3), butir patah (1/3-2/3) dan butir menir (