Scott 2000;7, dalam Koustono, 2007:24 menyatakan bahwa moral hazardterjadi karena adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian yang
melingkupi sebagian besar organisasi bisnis. Prinsipal tidak dapat secara langsung mengamati kualitas agen untuk kepentingan mereka. Di pihak lain, agen tergoda
untuk melakukan kecurangan terhadap kinerja perusahaan atas faktor-faktor yang dikendalikan.
Konflik agensi tidak terjadi antara pemilik perusahaan dan manajemen, tetapi juga dapat bergeser pada pemilik perusahaan dan kreditur. Konflik itu terjadi apabila
perusahaan sukses maka pihak yang paling banyak menikmati kesejahteraan adalah pemilik, tetapi ketika bangkrut maka resiko tersebut akan ditanggung pemgang saham
dan kreditur maupun investor. Investor menanamkan modal pada perusahaan yang didasarkan atas resiko pada
keberadaan aset perusahaan dan struktur modal. Investor memiliki kepentingan terhadap laba perusahaan dalam bentuk bunga dan pembayaran pokok hutang dan
juga klaim ketika perusahaan bangkrut.Pemegang saham akan memelihara kendalipada keputusan oprasional melalui manajer perusahaan dan kaitannya dengan
resiko. Jika manajemen berniat menggeser kesejahteraannya, kreditur dapat melakukan proteksi dengan menempatkan kovenan dan mekanisme pengawasan
lainnya. Kaitan teori ini dengan konservatisme yaitu semakin padat modal suatu
perusahaan menunjukkan semakin besar proteksi yang dilakukan oleh pihak investor. Misalnya dengan melakukan pengawasan yang kebih intensif terhadap kinerja
manajer. Sehingga hal tersebut akan menekan tindakan perekayasaan laba karena manajer akan cenderung bersikap hati-hati konservatif dalam melaporkan laba.
2.1.3.3 Teori Pensinyalan
Teori ini pertama disampaikan oleh Akerlof 1970, dalam Kustono, 2007:27. Teori ini menempatkan manajemen selaku pemegang amanat pihak pemilik yang
wajib menyampaikan informasi keadaan perusahaan terhadap pemilik. Selain laporan
mandatori dalam bentuk laporan keuangan, manajemen dapat menyampaikan sinyal- sinyal keberhasilan atau kegagalan yang berkaitan dengan oprasional perusahaan.
Informasi ini tidak hanya disampaikan terhadap pemilik saja, namun bergeser pada publik. Informasi mengenai laporan keuangan juga harus di sharing-kan kepada
publik. Dengan adanyapublik investor mengakibatkan manajer berkewajiban memberikan informasisecara berkala sebagai bentuk tanggungjawabnya. Menurut
Jansen1993 , dalam Ma’ruf 2006:37 publik mempunyai peran penting dalam
menciptakan well-functioninggovernance system karena mereka memiliki financial interest dan bertindakindependen dalam menilai manajemen.
Motivasi pensinyalan seringkali muncul ketika perusahaan tidak dinilai pada nilai yang benar. Untuk mengkoreksi hal tersebut, manajer memberikan informasi
mengenai prospek perusahaan dimasa depan. Penyampaian informasi tersebut dapat berupa kebijakan deviden, pembelian ulang saham, dan peningkatan investasi yang
mengharuskan perusahaan untuk mengeluarkan kas. Dari beberapa sinyal yang dapat disampaikan, penggunaan laporan laba artifisial sebagai sinyal kinerja dan prospek
perusahaan merupakan pilihan yang hemat Kustono, 2007:28. Dalam perspektif teori ini, manajer perusahaan memiliki informasi mengenai
keadaan perusahaan dimasa depan yang menjanjikan dan terdorong untuk mensinyalkan informasi tersebut kepada pihak luar seperti publik investor. Keadaan
yang demikian juga terjadi pada setiap manajer di masing-masing perusahaan. Karena hal ini akan menjadi perhatian bagi pihak pesaing untuk mengambil celah kesalahan
dari perusahaan lainuntuk memenangkan parsaingan dalam industri maka dalam industri yang memiliki persaingan yang ketat atau rasio konsentrasi industri yang
tinggi akan mendorong masing-masing perusahaan untuk lebih bersikap hati-hati konservatif dalam menyampaikan sinyal kepada investor mengenai informasi
laporan keuangan perusahaan. Hal Ini dimotivasi oleh tingginya persaingan dalam mendapatkan perhatian publik investor.
2.2 Penelitian Terdahulu