Pengaruh Berbagai Waktu Ekuilibrasi Terhadap Daya Tahan Sperma Sapi Limousin dan Uji Kebuntingan (The Effect of Various Duration of Equilibration for The Sperm Survival of Limousine Cattle and Pregnancy Test)

Sayed Umar dan Magdalena Maharani: Pengaruh Berbagai Waktu Ekuilibrasi Terhadap Daya Tahan...

Pengaruh Berbagai Waktu Ekuilibrasi
Terhadap Daya Tahan Sperma Sapi Limousin dan Uji Kebuntingan
(The Effect of Various Duration of Equilibration for The Sperm Survival
of Limousine Cattle and Pregnancy Test)
Sayed Umar* dan Magdalena Maharani**
*)Staf Pengajar Departemen Peternakan FP USU, **)Alumni Departemen Peternakan FP USU

Abstract: The Livistock development by using AI (Artificial Insemination) has been proved the
higher successful, mainly in quality aspect. One of the ways to get a proven animal is by using the
best quality of frozen semen. The objective of this research is to evaluate the duration of
equilibration of glycerol in freezing process of Limousine semen to sperm survival and pregnancy
test. This research was conducted in two steps. First step was conducted in Balai Inseminasi
Ternak, Dinas Peternakan Propinsi Sumatera Utara, and second step was conducted in Livestock
smallholder in Tandem Hilir Village, Deli Serdang District on March, 2004 to July, 2004. The results
was described that duration of equilibration give effect to sperm survival which was covered
individual movement, motility, and live sperm percentage, but it was not give significant to
pregnancy test.
Key words: Equilibration, sperm survival, limousine cattle breed, pregnancy test.
Abstrak: Pengembangan ternak menggunakan teknik inseminasi buatan membuktikan keberhasilan

yang tinggi, terutama dalam kualitasnya. Salah satu upaya untuk mendapatkan ternak yang unggul
adalah menggunakan semen beku dengan kualitas yang baik.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji lama ekuilibrasi pengencer bergliserol pada
proses pembekuan semen sapi limousin terhadap daya tahan sperma dan uji kebuntingan. Penelitian
ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama diadakan di Balai Inseminasi Ternak, Dinas
Peternakan Tkt. I Propinsi Sumatera Utara. Tahap kedua dilaksanakan pada ternak masyarakat di
desa Tandem Hilir Kabupaten Deli Serdang pada Maret 2004-Juli 2004. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa waktu ekuilibrasi memberikan pengaruh pada daya tahan sperma, meliputi
gerakan individu, motility, dan persentase sperma hidup, tetapi tidak berpengaruh pada uji
kebuntingan.
Kata kunci: Ekulibrasi, daya tahan sperma, sapi limousin, tes kebuntingan.
Pendahuluan
Bangsa sapi Limousin berasal dari
sebuah propinsi di Perancis yang banyak
berbukit batu. Warnanya mulai dari kuning
sampai merah keemasan. Tanduk berwarna
cerah. Bobot lahirnya tergolong kecil sampai
medium yang berkembang menjadi golongan
besar pada saat dewasa. Betina dewasa dapat
mencapai 575 kg, sedangkan pejantan dewasa

mencapai berat 1100 kg. Fertilitasnya cukup
tinggi, mudah melahirkan, mampu menyusui
dan mengasuh anak dengan baik, serta
pertumbuhannya cepat (Blakely dan Bade,
1998).
Dengan adanya kemajuan teknologi,
kini
manusia
dapat
mengembangkan
pemuliabiakan ternak dengan semen beku
menggunakan Teknik Inseminasi Buatan. Semen
beku yang digunakan untuk inseminasi buatan

dipengaruhi oleh pengawetan semen dalam
bentuk pembekuan. Prinsip pembekuan semen
sangat dipengaruhi dua faktor: “Cold shock”
dan pembentukan kristal-kristal es (Toelihere,
1979). Sebagian masalah cold shock dan
pembentukan kristal-kristal es ini dapat diatasi

dengan penggunaan pengencer bergliserol
sebagai bahan pelindung.
Keefisienan
gliserol
pada
masa
pembekuan sangat ditentukan oleh proses
ekuilibrasi yaitu periode yang diperlukan
spermatozoa sebelum pembekuan untuk
menyesuaikan diri dengan pengencer supaya
sewaktu pembekuan kematian sperma yang
berlebih-lebihan dan kerusakan pada alat gerak
sperma akibat cold shock dapat dicegah. Proses
ini dilakukan sebelum semen dibekukan yaitu
pada suhu 50C selama selang waktu tertentu.
Pada waktu ekuilibrasi tertentu akan
dihasilkan semen dangan kondisi yang baik, dan

17


Jurnal Agribisnis Peternakan, Vo.1, No.1, April 2005

sebaiknya dilakukan uji kebuntingan untuk
melihat
keakuratan
hasil
laboratorium
pengaruh ekuilibrasi terhadap daya tahan
sperma yang meliputi gerak individu, motility,
dan persentase sperma hidup. Kebanyakan
peneliti
menentukan
kualitas
semen
berdasarkan motilitas spermatozoa dengan nilai
0 sampai 5 sebagai berikut: (0) spermatozoa
immotil atau tidak bergerak; (1) gerakan
berputar di tempat; (2) gerakan berayun dan
melingkar, kurang dari 50% bergerak progresif;
(3) antara 50%-80% bergerak progresif; (4)

pergerakan progresif yang gesit dan segera
membentuk gelombang dengan 90% sperma
motil;
(5)
gerakan
sangat
progresif,
menunjukkan 100% yang motil aktif (Toelihere,
1979).
Motilitas atau daya gerak spermatozoa
yang dinilai segera sesudah penampungan
semen, digunakan sebagai ukuran kesanggupan
membuahi suatu semen. Sewaktu penampungan
harus diperhatikan agar ejakulasi tidak
mengalami cold shock atau tekanan akibat
penurunan suhu secara mendadak yang sangat
mempengaruhi motilitas sperma. Panas yang
berlebihan dan zat kimia lainnya dapat
menurunkan fertilitas sel kelamin jantan.
Motilitas spermatozoa di dalam suatu contoh

ditentukan secara keseluruhan atau sebagai
rata-rata dari populasi sperma (Hafez, 1987).
Bearden and Jhon (1984) mengemukakan gerak
memutar dan berayun mengindukasikan adanya
pengaruh cold shock yang mengakibatkan
persentase
sperma
abnormal
meningkat
sehingga
dapat
menurunkan
persentase
motility.
Untuk melihat persentase sperma hidup
maka digunakan eosin. Eosin adalah cairan yang
digunakan untuk membedakan sperma yang
hidup dengan sperma yang mati. Eosin tidak
dapat menembus sel yang hidup, tetapi dapat
menembus sel yang mati. Persentase sperma

hidup dalam sampel semen dapat digunakan
untuk mengetahui kriteria motility. Peneliti
harus
memahami
bahwa
bagaimanapun
keadaannya, persentase sperma hidup akan
selalu lebih tinggi bila dibandingkan dengan
persentase motility (Bearden and Jhon, 1984).
Dilaporkan vilar et al. 1985, bahwa
waktu optimum untuk ekuilibrasi semen sapi
adalah 4 jam dan untuk membuktikannya maka
sebaiknya dilaksanakan uji kebuntingan pada
semen sapi.
Pengawinan ternak yang telah birahi
tetapi masih muda, akan menurunkan
keturunan yang kurang baik, lemah, dan tidak
tahan penyakit, sehingga umur yang tepat
untuk mulai mengawinkan ternak sapi pejantan
2-2 ½ tahun, sedangkan sapi betina 2-2 ½

tahun dengan masa berbiak 3-6 tahun, selama

18

10-12 tahun umur diternakkan. Adapun
lamanya birahi pada sapi adalah 24-28 jam dan
bila tidak terjadi kebuntingan maka gejala
birahi akan terlihat kembali 2-3 minggu.
Apabila terjadi kebuntingan dan setelah
beranak setahun maka akan terlihat gejala
birahi 3-6 minggu. Sebaiknya ternak betina
diberi kesempatan menyusui anaknya selama 2
½-3 bulan kalau tidak ada pertimbangan lain.
Lama ternak bunting adalah 40 minggu, dan
saat untuk melahirkan pada minggu ke 40
(Reksohadiprodjo, 1985).
Kemungkinan
terjadinya
konsepsi
(kebuntingan) bila diinseminasikan pada saatsaat: permulaan birahi: 44%, pertengahan

birahi: 82%, akhir birahi: 75%4, 6 jam sesudah
birahi: 62.5%, 12 jam sesudah birahi: 32.5%, 18
jam sesudah birahi: 28%, 24 jam sesudah
birahi: 12%, 36 jam sesudah birahi: 8%, 48 jam
sesudah birahi: 0% (Departemen Pertanian,
1993).

Metode Penelitian
Bahan dan Metode
Penelitian ini dilakukan dua tahap,
yaitu di laboratorium untuk menguji daya tahan
sperma sapi Limousin berupa gerakan individu,
motility, dan persentase sperma hidup, dan di
lapangan menggunakan ternak masyarakat
untuk uji kebuntingan. Untuk tahap pertama
uji di laboratorium menggunakan bahan semen
segar dari sapi limousin. Metode Penelitian
dilakukan dengan menggunakan Rancangan
Acak lengkap (RAL) nonfaktorial dengan 6 taraf
waktu ekuilibrasi dan 4 ulangan. Waktu

ekuilirasi P0 (ekuilibrasi 1 jam), P1 (ekuilibrasi 2
jam), P2 (ekulibrasi 3 jam), P3 (ekuilibrasi 4
jam), P4 (ekuilibrasi 5 jam), dan P5 (ekuilibrasi
6 jam). Untuk tahap kedua mengunakan ternak
sapi masyarakat di Desa tandem hilir
Kabupaten Deli Serdang. Metode penelitian
yang digunakan adalah Rancangan Acak
Kelompok (RAK) nonfaktorial dengan 3 taraf
waktu ekuilibrasi dan 9 ulangan dalam 3
kelompok. Waktu ekuilibrasi P3 (ekuilibrasi 4
jam), P4 (ekuilibrasi 5 jam), dan P5 (ekuilibrasi
6 jam). Bahan lain yang digunakan AndroMed,
nitrogen cair, air, Vaseline, NaCl.
Alat-alat yang digunakan adalah
mikroskop elektric, termometer, tabung reaksi,
deck glass, beaker glass, vagina buatan, filling
dan sealing machine, penjepit, canister, lemari
pendingin, batang pengaduk, kotak nitrogen,
inseminasi gun.
Parameter yang diuji adalah gerakan

individu, motility, persentase sperma hidup,
dan uji kebuntingan.

Sayed Umar dan Magdalena Maharani: Pengaruh Berbagai Waktu Ekuilibrasi Terhadap Daya Tahan...

Hasil dan Pembahasan

Motility

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Penelitian
Perlakuan

Gerakan
Individu

Motility

P0 (1 jam)
P1 (2 jam)
P2 (3 jam)

1.50**A
1.75**AB
2.00**ABC

P3 (4 jam)

2.50**C

P4 (5 jam)
P5 (6 jam)

2.50**C
2.50**C

19.42**A
29.50**B
36.25**B
C
47.25**D
EF
46.84**D
47.17**D
E

Persentase
sperma
Hidup
66.61**A
73.04**AB
80.92**BC

Uji
Kebuntingan

81.54**CD

55.5tn

83.43**CDEF
82.17**CDE

44.4 tn
66.7 tn

Keterangan: ** sangat nyata , tn tidak nyata
Gerakan Individu
Dapat dilihat bahwa pada waktu
ekuilibrasi P3 (ekuilibrasi 4 jam), P4 (ekuilibrasi
5jam), P5 (ekuilibrasi 6 jam) diperoleh gerakan
individu yang terbaik bila dibandingkan dengan
P0 (ekuilibrasi 1 jam), P1 (ekuilibrasi 2 jam), P2
( ekuilibrasi 3 jam). Toelihere (1979)
mengemukakan pada waktu ekuilibrasi yang
singkat menyebabkan adanya penurunan suhu
yang mendadak saat pembekuan yang dapat
menyebabkan kerusakan pada bagian-bagian
sperma seperti pada ekor sehingga gerakan
individual semakin berkurang.
Dari analisa sidik ragam terlihat bahwa
ekuilibrasi berpengaruh sangat nyata terhadap
gerakan individu sperma. Setelah dilanjutkan
dengan uji beda nyata jujur P0 dan P1 berbeda
sangat nyata dengan P3, P4, P5. Namun P0 dan P1
tidak berbeda nyata dengan P2, dan P2 terlihat
tidak berbeda nyata dengan P3, P4, dan P5.
Gerakan individu yang terbaik mulai terjadi
pada P3 (ekuilibrasi 4 jam), menurut Salisbury
and Van Demark (1985) hal ini terjadi karena
dalam jangka waktu 4 jam memberikan
kesempatan
bahan
pengencer
yang
mengandung gliserol akan berdifusi melalui
selaput plasma sperma di mana gliserol akan
membantu mengurangi kerusakan pada selaput
plasma sperma akibat perbedaan tekanan
osmotik yang mengakibatkan perubahan
intraseluler
sperma
pada semen
yang
menyebabkan keabnormalan bentuk sperma.
Persamaan polynomial pada grafik gerakan
individu
memperlihatkan
bahwa
dengan
peningkatan lama ekuilibrasi sampai 6 jam
sebelum pembekuan akan meningkatkan
gerakan Individu. Persamaan polynomial yang
dibentuk adalah:
Y= - 0.042 X2 + 0.5027X + 0.975 di mana dengan
peningkatan lama waktu 1 jam maka gerakan
individu akan meningkat 1.43.

Motility merupakan gerakan massa ke
depan untuk mengetahui konsentrasi sperma.
Pada waktu ekuilibrasi yang singkat terlihat
bahwa motility lebih rendah bila dibandingkan
dengan motility pada waktu ekuilibrasi yang
lebih panjang.
Pengamatan motility terbaik terdapat pada P3
(ekuilibrasi 4 jam) dengan rataan 47.25, dan
motility terendah terdapat pada P0 (ekuilibrasi
1 jam) sebesar 19.42. Motility terlihat semakin
meningkat dengan adanya peningkatan waktu
ekuilibrasi, menurut pendapat Bearden and
Jhon (1984) bahwa ekuilibrasi adalah waktu
yang
dibutuhkan
spermatozoa
untuk
menyesuaikan diri dengan gliserol pada suhu
50C. Gliserol membantu spermatozoa bertahan
terhadap penurunan suhu sehingga akan
mengurangi kerusakan sperma akibat cold
shock.
Adapun
cold
shock
sangat
mempengaruhi motility sperma (Hafez, 1987).
Tetapi setelah P4 (ekuilibrasi 5 jam), terjadi
penurunan motility sebesar 46.84, lalu
peningkatan terjadi lagi pada P5 (ekuilibrasi 6
jam) sebesar 47.17, hal ini didukung oleh
Aquirre et al dikutip Tuli (1981) yang
menyatakan bahwa sperma akan bertahan lebih
baik setelah 4 jam ekuilibrasi bila dibandingkan
setelah 2 atau 6 jam.
Dari uji beda nyata jujur dapat dilihat
bahwa P0 berbeda sangat nyata dengan P1, P2,
P3, P4, dan P5. P1 berbeda sangat nyata dengan
P0, P2, P3, P4, P5. P2 berbeda sangat nyata
dengan P0, P1, P3, P4, P5. P3 berbeda sangat
nyata dengan P0, P1 dan P2, tetapi tidak
berbeda dengan P4 dan P5. P4 berbeda sangat
nyata dengan P0, P1, P2 tetapi tidak beda
dengan P3 dan P5. P5 berbeda sangat nyata
dengan P0, P1, dan P2 tetapi tidak berbeda
dengan P3 dan P4. Menurut Bearden dan Jhon
(1984)
gerak
memutar
dan
berayun
mengindikasikan adanya pengaruh cold shock
yang
mengakibatkan
persentase
sperma
abnormal meningkat, maka persentase motility
akan menurun, hal ini dapat kita lihat pada
kondisi P0, P1, P2 sedangkan pada P3, P4, dan P5
ternyata motility sudah lebih baik. Pane (1993)
menyatakan daya gerak spermatozoa sangat
penting karena diperlukan untuk bergerak maju
dalam saluran alat kelamin betina yang
selanjutnya membuahi ovum dan motility
menurut Hafez (1984) digunakan sebagai
ukuran kesangggupan membuahi suatu semen.
Persamaan polynomial pada grafik
motility memperlihatkan dengan peningkatan
lama ekuilibrasi sampai 6 jam sebelum
pembekuan akan meningkatkan motility.
Persamaan polynomial yang dibentuk adalah:

19

Jurnal Agribisnis Peternakan, Vo.1, No.1, April 2005

Y= - 1.382 X2 + 15.439 X + 4.663 di mana
dengan peningkatan lama waktu 1 jam maka
gerakan individu akan meningkat 18.72
Persentase Sperma Hidup
Persentase
sperma
hidup
dapat
dihitung dari banyaknya sperma yang hidup
dibandingkan dengan jumlah sperma yang
dihitung pada satu layang pandang dikali 100%.
Untuk membedakan sperma hidup dengan
sperma yang mati dapat dilakukan dengan
penggunaan cairan eosin. Bearden and Jhon
(1984) menyebutkan bahwa eosin akan
menembus selaput sperma mati dan tidak akan
menembus selaput perma yang mati. Hasil
pengamatan ternyata pada waktu ekuilibrasi
singkat jumlah sperma yang hidup ternyata
lebih sedikit bila dibandingkan dengan
persentase
hidup
sperma
pada
waktu
ekuilibrasi yang lebih panjang.
Toelihere (1979) menyebutkan bahwa
ekuilibrasi adalah periode yang diperlukan
spermatozoa sebelum pembekuan untuk
menyesuaikan diri dengan pengencer supaya
sewaktu pembekuan kematian sperma yang
berlebih-lebihan dapat dicegah. Ternyata
persentase
sperma
hidup
pada
waktu
ekuilibrasi
singkat
lebih
sedikit
bila
dibandingkan dengan persentase sperma hidup
pada waktu ekuilibrasi yang lebih panjang, hal
ini disebabkan karena spermatozoa banyak
mengalami kematian akibat tekanan penurunan
suhu secara cepat tanpa adanya waktu tepat
untuk penyesuaian diri terhadap keadaan
tersebut. Pada P3 (ekuilibrasi 4 jam), P4
(ekuilibrasi 5 jam) terjadi peningkatan sperma
hidup, dan P5 (ekuilibrasi 6 jam) terjadi
penurunan kembali hal ini menurut Salisbury
dan VanDemark (1985) semakin lama waktu
ekuilibrasi, semakin maksimal gliserol berdifusi
dan beradaptasi dengan sperma, namun sperma
sapi yang terlalu lama berada pada suhu
ekuilibrasi cenderung kehabisan energi dan
terjadi penumpukan asam laktat yang akan
berdampak pada penurunan viabilitas sperma
seperti terlihat pada P3, P4, dan P5.
Dari data di atas ternyata persentase
sperma hidup lebih tinggi daripada motilitas
sperma, hal ini sesuai dengan literatur Bearden
and Jhon (1984) yang menyatakan bahwa
persentase sperma hidup akan selalu lebih
tinggi daripada motility sperma.
Dari uji beda nyata jujur ternyata
ekuilibrasi P0 berbeda sangat nyata dengan P1,
P2, P3, P4, dan P5. Waktu ekuilibrasi P1 berbeda
sangat nyata dengan P0, P2, P3, P4, dan P5.
Waktu ekuilibrasi P2 berbeda sangat nyata
dengan P0 dan P1 tetapi tidak beda dengan P3,
P4, P5. Waktu ekuilibrasi P3 berbeda sangat
nyata dengan P0 dan P1 tetapi tidak beda

20

dengan P2, P4, dan P5. Waktu ekuilibrasi P4
berbeda sangat nyata dengan P0 dan P1 tetapi
tidak beda dengan P2, P3, dan P5. Waktu
ekuilibrasi P5 berbeda sangat nyata dengan P0
dan P1 tetapi tidak beda dengan P2, P3, dan P4.
Hal ini disebabkan karena kematian sperma
yang berlebih-lebihan akibat pengaruh cold
shock.
Persamaan polynomial pada grafik persentase
sperma
hidup
memperlihatkan
dengan
peningkatan lama ekuilibrasi sampai 6 jam
sebelum pembekuan akan meningkatkan
persentase
sperma
hidup.
Persamaan
polynomial yang dibentuk adalah Y= -1.1145 X2
+ 10.932 X + 56.591, di mana dengan
peningkatan lama waktu 1 jam maka
persentase sperma hidup akan meningkat
66.40.
Uji Kebuntingan
Dari 6 perlakuan dipilih 3 perlakuan
terbaik yang digunakan untuk uji kebuntingan.
Terlihat persentase kebuntingan tertinggi
terjadi pada perlakuan P5 sebesar 66.7%, P3
sebesar 55.6%, dan P4 sebesar 44.4%. Menurut
Hunter (1995) indeks yang paling banyak
digunakan untuk menguji angka konsepsi
kelahiran adalah kegagalan hewan itu kembali
birahi sepanjang siklus, atau bagian setelah
diinseminasikan sebagi bukti perkiraan hasil
fertilisasi.
Antara perlakuan ini tidak berbeda
nyata
karena
hasil
pengamatan
tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan antara
ketiganya. Dari hasil uji laboratorium ketiganya
berpotensi baik. Di lapangan perlakuan yang
diberikan sedapat mungkin dilakukan secara
homogen meskipun terdapat pengaruh luar.
Persamaan polynomial pada grafik
persentase
kebuntingan
memperlihatkan
dengan peningkatan lama ekuilibrasi sampai 6
jam sebelum pembekuan akan meningkatkan
persentase kebuntingan. Persamaan polynomial
yang dibentuk adalah Y= 0.1675 X2 – 0.6145 X +
1.003, di mana dengan peningkatan lama waktu
1 jam, persentase sperma hidup akan
meningkat 0.55.

Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Semakin lama masa ekuilibrasi maka
semakin meningkatlah gerakan inidvidu,
motility, dan persentase sperma hidup sampai
waktu ekulibrasi 6 jam.
Keberhasilan kebuntingan ternak sapi
tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan
dengan adanya peningkatan masa ekuilibrasi
sampai 6 jam.

Sayed Umar dan Magdalena Maharani: Pengaruh Berbagai Waktu Ekuilibrasi Terhadap Daya Tahan...

Saran

Sebaiknya semen dengan ekuilibrasi 4
jam, 5 jam, dan 6 jam didistribusikan dan
digunakan untuk peningkatan pemuliabiakan
ternak masyarakat.

Daftar Pustaka
Blakely, J. dan Bade, D.H. 1998.
Peternakan. Yogyakarta: UGM Press.

Ilmu

Bearden, H. J. and Jhon, F. 1984. Applied
Animal Reproduction 2nd editition. New
Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Hafez, E. S. E. 1987. Reproduction in Farm
Animal, 4th Edition. Philadelphia: Lea and
Febogger.
Hunter, R. H. F. 1995. Fisiologi dan Teknologi
Reproduksi Hewan Betina Domestik.
Bandung: Penerbit ITB.
Pane, I. 1993. Pemuliabiakan Ternak Sapi.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Reksohadiprodjo, S. 1985. Pengembangan
Peternakan di Derah Transmigrasi.
Yogyakarta: BPFE.
Salisbury, G. W. dan VanDemark, N. L. 1985.
Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi
Buatan Pada Sapi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Toelihere, M. R. 1979. Inseminasi Buatan Pada
Ternak. Bandung: Angkasa.
Villar, E. C, Arturo, S. A, Erlinda, H. B. 1985.
The Impact of Artificial Insemonation on
Livestock Production in Southeast Asia.
Los Buenos, Laguna, Filippines.

21