The Influence of Emotional Intelligence to the Ability of the Head of the Room in Making Decisions in General Hospital of Dr. Pirngadi Medan
i
PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KEPALA RUANGAN
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. PIRNGADI MEDAN
SKRIPSI
ANDELIA FITRANIE 121121059
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
(3)
i
Judul : Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kemampuan
Pengambilan Keputusan Kepala Ruangan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan
Nama Mahasiswa : Andelia Fitranie
NIM : 121121059
Program : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2014
Abstrak
Kepala ruangan sebagai pimpinan pelayanan di ruang rawat inap bertanggung
jawab dalam tugas merencanakan, mengorganisir, memotivasi, dan
mengendalikan perawat serta tenaga penunjang lainnya dalam memberikan pelayanan keperawatan. Salah satu fungsi kepala ruangan dalam perencanaan adalah pengambilan keputusan. Tentunya untuk dapat melakukan tugas-tugas tersebut dengan baik, seorang kepala ruangan membutuhkan aspek-aspek pendukung, salah satunya yaitu kecerdasan emosional. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh kecerdasan emosional terhadap kemampuan pengambilan keputusan kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan. Penelitian ini bersifat deskriptif korelatif dengan teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling, yaitu 40 orang kepala ruangan. Hipotesis yang diajukan adalah ada pengaruh kecerdasan emosional terhadap kemampuan pengambilan keputusan kepala ruangan di rumah sakit umum Dr. Pirngadi Medan. Hipotesis diuji menggunakan analisis Fisher Exact, dengan hasil P value = 0,690 (p>0,05) sehingga Ho tidak dapat ditolak. Kesimpulan penelitian ini yaitu tidak ditemukannya pengaruh antara kecerdasan emosional terhadap kemampuan pengambilan keputusan kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan. Saran peneliti dari penelitian ini adalah diharapkan mengembangkan kemampuan kepemimpinan kepala ruangan dengan memberikan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan manajemen, kepemimpinan serta pelatihan-pelatihan tentang kecerdasan emosional.
Kata Kunci : Kecerdasan Emosional; Kemampuan Pengambilan
(4)
i
Title : The Influence of Emotional Intelligence to the Ability of
the Head of the Room in Making Decisions in General Hospital of Dr. Pirngadi Medan
Name of Student : Andelia Fitranie
Student Number : 121121059
Department : Bachelor of Nursing
Year : 2014
ABSTRACT
Head of the room as the leader of service in hospital inpatient is in charge of planning, organizing, motivating and controlling nurses and also other supporting workers in giving health care. One of his/her job is making decisions. In order to be able to do the tasks well, a head of the room needs some supporting aspects, one of them is having an emotional intelligence. The research aims at identifying the influence of emotional intelligence to the ability of the head of the room in making decisions in general hospital of Dr. Pirngadi Medan. The research used descriptive correlative and the data were taken using total sampling technique, namely 40 head of the rooms. The hypothesis used is there is influences of emotional intelligence to the ability of head of the room in making decision in general hospital of Dr. Pirngadi. Hypothesis was tested by using Fisher Exact analysis, with result P value=0.690 (p>0.05) so Ho can be rejected. It can be concluded that there are no influences between emotional intelligence to the ability of the head of the room in making decisions in general hospital of Dr. Pirngadi Medan. The researcher suggested that the ability of the head of the room can be developed by giving trainings about management, leadership and emotional intelligence.
Keywords: Emotional Intelligence; Ability in Making Decisions; Head of the Room
(5)
i
PRAKATA
Segala puji kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya, serta
shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi Muhammad SAW
yang mengajarkan kebaikan kepada manusia, menuntun kepada kebenaran dan
mengeluarkan mereka dari kegelapan cahaya menuju kejalanNya. Sehingga saya
dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Pengaruh Kecerdasan
Emosional terhadap Kemampuan Pengambilan Keputusan Kepala Ruangan di
Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan”
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian
penelitian ini, sebagai berikut:
1. Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, dr. Ardinata,
M.Kes beserta seluruh staf pengajar dan karyawan yang tidak bisa saya
sebutkan namanya satu per satu. Terima kasih atas segala kebaikan
bapak-bapak dan ibu-ibu selama ini yang telah mendidik, membimbing, dan
mengarahkan saya dalam menguasai displin ilmu yang saya pilih, sehingga
dapat bermanfaat bagi masa depan saya.
2. Dosen pembimbing saya, Salbiah, S.Kp, M.Kep yang tidak pernah lelah
memberikan bimbingan, motivasi, nasehat, dan masukan kepada saya dengan
penuh kesabaran dan perhatian sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian
(6)
ii
3. Kepada dosen penguji I Rika Endah Nurhidayah, S.Kp, M.Pd dan penguji II
Achmad Fathi, S.Kep, Ns, MNS, yang telah memberikan masukan berharga
demi kesempurnaan skripsi ini.
4. Direktur Penunjang Medis dan Penelitian Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
Medan, yang telah mengizinkan saya untuk melakukan penelitian dirumah
sakit Dr. Pirngadi Medan
5. Direktur Penunjang Media dan Penelitian Rumah Sakit Umum Haji Adam
Malik Medan, yang telah memberikan izin kepada saya untuk melakukan uji
reliabilitas di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan
6. Teristimewa kepada kedua orangtua yang sangat saya cintai, Ir. Agusmarthin
Pane dan Ubit Delia, yang selalu memberikan kasih sayang yang tulus dan
memberikan dukungan baik secara moriil dan materil, serta memberikan
motivasi-motivasi kepada saya. Terima kasih untuk semua pengorbanan yang
selalu dicurahkan kepada saya.
7. Terima kasih kepada kakak saya Delianne Savitri, SP dan adik saya Aulia
Putra yang setia menemani dan membantu saya dalam mengerjakan penelitian
ini, juga kepada Dina Nazriani yang telah memberikan izin kepada saya untuk
menggunakan instrumen dalam penelitiannya dan kepada seluruh keluarga
atas segala doa, perhatian, dukungan yang luar biasa kepada saya dalam
menyelesaikan penelitian ini.
8. Kepada rekan-rekan satu angkatan Program Studi S1 Ekstensi Fakultas
(7)
iii
dukungan dalam penyelesaian Penelitian ini, semoga kita semua sukses dan
meraih kebahagiaan.
9. Kepada rekan-rekan satu bimbingan saya, Benni Hatigoran, Siti Nurlina, dan
Muhammad Fahrurozy, terima kasih sudah membantu saya dalam
menyelesaikan skripsi ini, untuk semua semangat dan suka duka yang kita
hadapi bersama. Semoga kelak kita akan menjadi orang yang sukses.
10.Kepada orang-orang istimewa Try Nugraha, Rini Ratmina Sari, Alwan
Pardamean Sirait dan semua yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu per
satu, terima kasih atas dukungan, semangat dan doa yang diberikan dalam
penyelesaian penelitian ini. Semoga keberkahan selalu mengelilingi kita dan
bintang yang paling terang segera kita raih.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan Proposal Penelitian ini masih jauh
dari sempurna. Untuk itu saya mengharapkan saran dan kritik serta masukan yang
bersifat membangun dari semua pihak agar proposal penelitian ini dapat menjadi
lebih baik bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pelayanan keperawatan.
Akhir kata saya mengucapkan terima kasih, semoga bimbingan, bantuan dan
dorongan yang telah diberikan, mendapat balasan setimpal dari Allah SWT.
Medan, 2014 Penulis
(8)
iv
DAFTAR ISI Halaman Pengesahan
Abstrak
Prakata ... i
Daftar Isi ... iv
Daftar Tabel ... vi
Daftar Skema ... vii
Bab 1 Pendahuluan ... 1
1. Latar Belakang ... 1
2. Tujuan Penelitian ... 3
2.1 Tujuan Umum... 3
2.2 Tujuan Khusus ... 4
3. Manfaat Penelitian ... 4
3.1 Praktek Keperawatan ... 4
3.2 Penelitian Keperawatan ... 4
3.3 Pendidikan Keperawatan ... 4
Bab 2 Tinjauan Pustaka ... 5
1. Pengambilan Keputusan ... 5
1.1 Pengertian Pengambilan Keputusan ... 6
1.2 Model Pengambilan Keputusan ... 6
1.3 Langkah-langkah Pengambilan Keputusan ... 7
2. Kecerdasan Emosional ... 10
2.1 Pengertian Emosi ... 10
2.2 Pengertian Kecerdasan Emosional ... 11
2.3 Komponen Kecerdasan Emosional... 13
2.4 Pengertian Trait Emotional Intelligence ... 15
2.5 Aspek-aspek Trait Emotional Intelligence ... 16
Bab 3 Kerangka Penelitian ... 18
1. Kerangka Konsep ... 18
2. Definisi Operasional ... 19
3. Hipotesa ... 20
Bab 4 Metodelogi Penelitian ... 21
1. Desain Penelitian ... 21
2. Populasi dan Sampel ... 21
2.1 Populasi Penelitian ... 21
2.2 Sampel Penelitian ... 21
3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22
4. Pertimbangan Etik ... 22
5. Instrumen Penelitian ... 23
5.1 Kuesioner ... 23
6. Uji Instrumen ... 25
6.1 Uji Validitas ... 25
6.2 Uji Reliabilitas ... 26
(9)
v
8. Analisa Data ... 28
8.1 Prosedur Pengolahan Data ... 28
8.2 Analisa Univariat ... 29
8.3 Analisa Bivariat ... 30
Bab 5 Hasil Dan Pembahasan ... 32
1. Hasil Penelitian ... 32
1.1 Univariat ... 32
1.1.1 Demografi ... 32
1.1.2 Kecerdasan Emosional ... 33
1.1.3 Kemampuan Pengambilan Keputusan ... 34
1.2 Bivariat ... 34
1.2.1 Uji Asumsi ... 34
1.2.2 Uji Hipotesa ... 35
2. Pembahasan ... 36
2.1 Pembahasan Kecerdasan Emsional ... 36
2.2 Pembahasan Kemampuan Pengambilan Keputusan ... 38
2.3 Pembahasan Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap ... 40
Bab 6 Kesimpulan Dan Saran ... 45
1. Kesimpulan ... 45
2. Saran ... 45
Daftar Pustaka ... viii Lampiran-lampiran
1. Lembar Penjelasan Kepada Responden 2. Lembar Persetujuan Responden 3. Kuesioner
4. Jadwal Definitif Penelitian 5. Rencana Anggaran Penelitian 6. Riwayat Hidup
7. Surat Izin Menggunakan Instrumen 8. Surat Permohonan Uji Validitas
9. Instrumen yang Dilakukan Uji Validitas
10. Surat Permohonan Izin Melakukan Uji Reliabilitas dan Pengambilan Data 11. Lembar Persetujuan Uji Validitas
12. Surat Izin Melaksanakan Uji Reliabilitas 13. Surat Izin Melaksanakan Penelitian 14. Surat Persetujuan Komite Etik 15. Master Tabel
15. Out put analisa statistika
17. Kuesioner Awal Kecerdasan Emosional oleh Petrides & Furnham 18. Uji Reliabilitas Instrumen Trait Emotional Intelligence oleh Nazriani 19. Lembar Bukti Bimbingan
(10)
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Aspek-aspek Trait Emotional Intelligence ... 16 Tabel 2. Definisi Operasional ... 19
Tabel 3. Distribusi Item Instrumen Kecerdasan Emosional ... 24
Tabel 4. Distribusi Item Instrumen Kemampuan Pengambilan Keputusan . 25
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Data Demografi Kepala Ruangan
di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014 ... 31
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Kecerdasan Emosional Kepala Ruangan
di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014 ... 32
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Kemampuan Pengambilan Keputusan
Kepala Ruangan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014 ... 33
Tabel 8. Nilai Ekspektasi Hasil Tabulasi Silang antara Kecerdasan Emosional dengan Kemampuan Pengambilan Keputusan Kepala Ruangan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014 ... 34
Tabel 9. Nilai Observasi Hasil Tabulasi Silang antara Kecerdasan Emosional dengan Kemampuan Pengambilan Keputusan Kepala Ruangan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014 ... 35
Tabel 10. Hasil anlisa Chi-square Kecerdasan Emsoional dan Kemampuan Pengambilan Keputusan Kepala Ruangan
(11)
vii
DAFTAR SKEMA
(12)
i
Judul : Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kemampuan
Pengambilan Keputusan Kepala Ruangan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan
Nama Mahasiswa : Andelia Fitranie
NIM : 121121059
Program : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2014
Abstrak
Kepala ruangan sebagai pimpinan pelayanan di ruang rawat inap bertanggung
jawab dalam tugas merencanakan, mengorganisir, memotivasi, dan
mengendalikan perawat serta tenaga penunjang lainnya dalam memberikan pelayanan keperawatan. Salah satu fungsi kepala ruangan dalam perencanaan adalah pengambilan keputusan. Tentunya untuk dapat melakukan tugas-tugas tersebut dengan baik, seorang kepala ruangan membutuhkan aspek-aspek pendukung, salah satunya yaitu kecerdasan emosional. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh kecerdasan emosional terhadap kemampuan pengambilan keputusan kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan. Penelitian ini bersifat deskriptif korelatif dengan teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling, yaitu 40 orang kepala ruangan. Hipotesis yang diajukan adalah ada pengaruh kecerdasan emosional terhadap kemampuan pengambilan keputusan kepala ruangan di rumah sakit umum Dr. Pirngadi Medan. Hipotesis diuji menggunakan analisis Fisher Exact, dengan hasil P value = 0,690 (p>0,05) sehingga Ho tidak dapat ditolak. Kesimpulan penelitian ini yaitu tidak ditemukannya pengaruh antara kecerdasan emosional terhadap kemampuan pengambilan keputusan kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan. Saran peneliti dari penelitian ini adalah diharapkan mengembangkan kemampuan kepemimpinan kepala ruangan dengan memberikan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan manajemen, kepemimpinan serta pelatihan-pelatihan tentang kecerdasan emosional.
Kata Kunci : Kecerdasan Emosional; Kemampuan Pengambilan
(13)
i
Title : The Influence of Emotional Intelligence to the Ability of
the Head of the Room in Making Decisions in General Hospital of Dr. Pirngadi Medan
Name of Student : Andelia Fitranie
Student Number : 121121059
Department : Bachelor of Nursing
Year : 2014
ABSTRACT
Head of the room as the leader of service in hospital inpatient is in charge of planning, organizing, motivating and controlling nurses and also other supporting workers in giving health care. One of his/her job is making decisions. In order to be able to do the tasks well, a head of the room needs some supporting aspects, one of them is having an emotional intelligence. The research aims at identifying the influence of emotional intelligence to the ability of the head of the room in making decisions in general hospital of Dr. Pirngadi Medan. The research used descriptive correlative and the data were taken using total sampling technique, namely 40 head of the rooms. The hypothesis used is there is influences of emotional intelligence to the ability of head of the room in making decision in general hospital of Dr. Pirngadi. Hypothesis was tested by using Fisher Exact analysis, with result P value=0.690 (p>0.05) so Ho can be rejected. It can be concluded that there are no influences between emotional intelligence to the ability of the head of the room in making decisions in general hospital of Dr. Pirngadi Medan. The researcher suggested that the ability of the head of the room can be developed by giving trainings about management, leadership and emotional intelligence.
Keywords: Emotional Intelligence; Ability in Making Decisions; Head of the Room
(14)
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pelayanan keperawatan merupakan unsur penting dalam sistem
pelayanan kesehatan di Indonesia untuk mewujudkan sistem kesehatan yang
baik, sehingga penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
dan tututan kesehatan masyarakat (Nursalam, 2012). Produk pelayanan harus
dapat memuaskan pasien dan juga memuaskan perawat yang melakukan
tindakan pada pasien. Untuk itu diperlukan tenaga yang terampil, sarana dan
prasarana yang baik, serta sistem monitoring berkala yang memadai. Agar dapat
memberikan pelayanan keperawatan yang baik, maka dibutuhkan berbagai
sumber daya yang harus diatur dengan fungsi manajemen secara baik (Aditama,
2006).
Kepala ruangan sebagai pimpinan pelayanan di ruang rawat inap
bertanggung jawab merencanakan, mengorganisir, memotivasi, dan
mengendalikan perawat serta tenaga penunjang lainnya dalam memberikan
pelayanan keperawatan (La Monica, 1998). Salah satu fungsi kepala ruangan
dalam perencanaan adalah sebagai pengambil keputusan. Pengambilan
keputusan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam keperawatan karena
akan digunakan baik dalam praktek klinik maupun dalam penanganan
manajemen (Sumijatun, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Munthe (2006) di RSUP Haji Adam
(15)
perawat tentang gaya kepemimpinan kepala ruangan dengan produktivitas kerja
perawat pelaksana. Dengan hasil 94% perawat pelaksana memiliki produktivitas
kerja tinggi dengan gaya kepemimpinan kepala ruangan yang demokratis.
Penelitian juga pernah dilakukan oleh Harahap (2012) dalam tesisnya
yang hasilnya menyatakan, kepemimpinan dan komunikasi berpengaruh
terhadap kinerja perawat pelaksana. Hal ini terlihat pada adanya permasalahan
tentang pelaksanaan asuhan keperawatan kepada pasien yang diduga terkait
dengan kepemimpinan dan komunikasi antara kepala ruangan dengan perawat
pelaksana di RSUD Kota Padangsidimpuan.
Salah satu faktor yang diperlukan seorang pemimpin untuk mengambil
keputusan adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yang
baik, karena keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh intelektualitas
(IQ) semata. Emotional Quotient (EQ) dapat menentukan seberapa baik
seseorang menyesuaikan tuntutan tempat kerja. EQ juga menunujukkan
berbagai aspek sisi kepribadian yang mendorong apa yang kita lakukan dalam
kehidupan profesional (Patton, 2002).
Menurut Patton (2002) Kecerdasan emosional (EQ) merupakan suatu
hal yang penting dalam dunia pekerjaan, yang memiliki dampak mengejutkan.
Sebagian pemimpin gagal mempertahankan kebesarannya karena kurangnya
emotional aptitude (ketrampilan mengendalikan emosi) yang mereka miliki untuk memahami diri sendiri dan orang lain.
Duygulu, Hicdurmaz, dan Akyar (2011) pernah melakukan penelitian
(16)
3
bagi mahasiswa keperawatan untuk menjadi pemimpin yang memiliki
kecerdasan emosional. Karena, kepemimpinan dan kecerdasan emosional
berhubungan langsung dengan asuhan ke
Dengan kecerdasan emosional seorang pemimpin atau manajer
mampu membina hubungan yang baik dengan atasan, rekan sejawat, maupun
masyarakat. Dimana hubungan masyarakat atau komunikasi dan kepribadian
merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh manajer
keperawatan, seperti empati, mendengar dan tanggapan terhadap semua
pernyataan orang lain (Nursalam, 2012). Untuk itu diperlukan kecerdasan
emosional agar kepala ruangan mampu membuat keputusan yang baik.
perawatan yang akan diberikan pada
pasien dan kepuasan terhadap pelayanan tersebut.
Berdasarkan data diatas belum ada informasi tentang pengaruh
kecerdasan emosional dengan kemampuan pengambilan keputusan ruangan,
maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian sebagai cara untuk
mengidentifikasi pengaruh kecerdasan emosional terhadap kemampuan
pengambilan keputusan kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
Medan.
2. Tujuan Penelitian
2.1Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh
kecerdasan emosional terhadap kemampuan pengambilan keputusan
(17)
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengambilan Keputusan
1.1Pengertian Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah bagian kunci kegiatan manajer.
Kegiatan ini memegang peranan penting terutama bila manajer
melaksanakan fungsi perencanaan. Dalam proses perencanaan, manajer
memutuskan tujuan-tujuan organisasi yang akan dicapai, sumber daya yang
akan digunakan, dan siapa yang akan melaksanakan tugas tersebut
(Handoko, 2009).
Menurut Gibson dkk (1997) dalam Sumijatun (2009) keputusan
merupakan tanggapan manajer terhadap permasalahan. Setiap keputusan
adalah akibat dari proses dinamis yang dipengaruhi oleh banyak kekuatan
termasuk lingkungan organisasi dan pengetahuan, kecakapan dan motivasi
manajer. Pengambilan keputusan adalah proses pemikiran dan pertimbangan
yang mendalam, dan proses yang melibatkan pendekatan sistematik dengan
langkah-langkah yang berurutan.
Pengambilan keputusan merupakan proses kognitif yang kompleks
dan sering didefinisikan sebagai suatu upaya memutuskan serangkaian
tindakan tertentu. Pengambilan keputusan sering dianggap sinonim dengan
(18)
6
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengambilan
keputusan adalah suatu proses berpikir dalam menentukan pilihan terbaik
untuk menyelesaikan suatu masalah dengan langkah-langkah yang
berurutan.
1.2Model Pengambilan Keputusan
1.2.1 Model Normatif
Menurut Swanburg (2000) model normatif untuk pembuatan
keputusan ini tidak realistis karena asumsinya jelas memilih diantara
alternative yang teridentifikasi. Ada tujuh langkah untuk membuat
keputusan dalam model analisis ini: a) menemukan dan menganalisis
masalah, b) mengidentifikasi semua alternatif yang memungkinkan, c)
mengevaluasi pro dan kontra dari masing-masing alternatif, d)
mengurutkan alternatif, e) memilih alternative yang dapat
memaksimalkan kepuasaan, f) pelaksanaan, g) evaluasi.
1.2.2 Model Pohon Keputusan
Vroom menggunakan jawaban untuk tujuh pertanyaan diagnostik
dalam bentuk pohon keputusan untuk mengidentifikasi tipe-tipe gaya
kepemimpinan yang digunakan dalam model manajemen pembuatan
keputusan. Pertanyaan berfokus pada perlindungan kualitas dan
(19)
keseuaian tujuan, struktur masalah, penerimaan oleh subordinat, konflik,
keadilan, dan prioritas implementasi (Swanburg, 2000).
1.2.3 Model Deskriptif
Simon mengembangkan model ini didasarkan pada asumsi
bahwa pembuat keputusan adalah seseorang yang melihat masalah
secara rasional dalam membuat solusi yang bisa dilakukan yang
didasarkan pada informasi yang diketahuinya. Model ini dapat
digunakan untuk membuat berbagai keputusan yang informasinya tidak
lengkap diakibatkan karena keterbatasan waktu, uang, atau orang dan
kenyataan bahwa orang tidak selalu memilih yang paling baik
(Swanburg, 2000).
Ada lima langkah pengambilan keputusan dalam model dekripsi:
a) menetapkan tujuan yang dapat diterima, b) menguraikan persepsi
subjektif tentang masalah, c) mengidentifikasi alternatif yang bisa
diterima, d) mengevaluasi setiap alternatif, e) menyeleksi alternatif, f)
menerapkan keputusan, g) evaluasi (Swanburg, 2000).
1.3Langkah-langkah Pengambilan Keputusan
Manajemen keperawatan membutuhkan keputusan yang dibuat
oleh perawat manajer pada setiap tingkatan bagian dibangsal atau unit
(Swanburg, 2000). Banyak waktu manajer dihabiskan untuk mengkaji isu,
(20)
8
keputusan yang dibuat oleh pemimpin atau manajer merupakan faktor yang
sangat berpengaruh dalam keberhasilan atau kegagalan mereka (Marquis &
Huston, 2010).
Marquis & Huston (2010) menyebutkan untuk meningkatkan
kemampuan pengambilan keputusan, perlu digunakan model proses yang
adekuat sebagai dasar teori untuk memahami dan mengaplikasikan
keterampilan berpikir kritis. Ada lima langkah kritis dalam penyelesaian
masalah dan pengambilan keputusan, yaitu:
a) Penetapan tujuan; Penetapan tujuan harus jelas dan
konsisten dengan pernyataan filosofi individu atau organisasi. Jika aspek
tersebut tidak terpenuhi, maka kemungkinan keputusan yang dibuat
berkualitas buruk. Handoko (2009) mengemukakan hal pertama yang harus
dilakukan seorang manajer adalah menemukan dan memahami masalah
untuk diselesaikan agar perumusan masalah menjadi jelas.
b) Mengumpulkan data secara cermat; Setelah manajer
menentukan atau merumuskan masalah dan tujuan, manajer harus
menentukan data-data yang dibutuhkan untuk membuat keputusan yang
tepat (Handoko, 2009). Pengumpulan data dimulai dengan
mengidentifikasi masalah atau kesempatan untuk mengambil keputusan
dan berlanjut ke proses penyelesaian masalah. Ketika mengumpulkan
informasi, manajer harus berhati-hati agar data yang dimilikinya dan orang
(21)
c) Membuat banyak alternatif; Semakin banyak alternatif yang
dapat dibuat dalam penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan,
semakin besar kesempatan menghasilkan keputusan akhir. Dengan tidak
membatasi hanya pada satu alternatif yang jelas, orang akan mampu untuk
menerobos pola kebiasaan atau pengekangan berpikir dan memungkinkan
munculnya gagasan baru (Merquis & Huston, 2010). Menurut Handoko
(2009) setelah membuat alternatif keputusan, manajer harus mengevaluasi
alternatif tersebut untuk menilai keefektifitasannya, dan langkah
selanjutnya adalah memilih alternatis terbaik yang akan digunakan dalam
pengambilan keputusan.
d) Berpikir logis; Selama proses penyelesaian masalah,
seseorang harus menarik inferensi (simpulan) informasi dan
mempertimbangakan informasi serta alternatif secara cermat. Kesalahan
berlogika pada titik ini akan mengarahkan pada kualitas keputusan yang
buruk. Ada beberapa cara berpikir yang tidak logis, seperti: terlalu
menggeneralisasi, afirmasi konsekuensi, dan berargumen dengan analogi
(Marquis & Huston, 2010).
e) Memilih dan bertindak secara efektif; Mengumpulkan
informasi yang adekuat, berpikir logis, memilih diantara banyak alternatif,
dan memahami pengaruh nilai-nilai individu tidaklah cukup. Dalam
analisis akhir, seseorang harus bertindak. Banyak orang yang menunda
untuk bertindak karena mereka kurang berani untuk menghadapi
(22)
10
tahap ini manajer perlu memperhatikan berbagai resiko dan ketidakpastian
sebagai konsekuensi keputusan yang telah dibuat, karena dengan
mengambil langkah tersebut manajer dapat menentukan kegiatan-kegiatan
yang diperlukan untuk menanggulangi hambatan dan tantangan yang akan
terjadi (Handoko, 2009).
2. Kecerdasan Emosional
2.1Pengertian Emosi
Sebelum menguraikan pengertian kecerdasan emosional, peneliti
akan sedikit membahas tentang emosi. Secara etimologi (asal kata), emosi
berasal dari bahasa Prancis émotion, yang berasal dari kata émouvoir, excite,
yang berdasarkan kata latin emovere,yang terdiri dari kata-kata e- (variant
atau ex-), artinya keluar dan movere artinya bergerak. Dengan demikian
secara etimologi emosi berarti “bergerak keluar” (Sarwono, 2012).
Emosi merupakan reaksi penilaian (positif atau negatif) yang
kompleks dari sistem syaraf seseorang terhadap rangsangan dari luar atau
dari dalam dirinya sendiri (Sarwono, 2012). Emosi juga didefinisikan
sebagai keadaan yang ditimbulkan oleh situasi tertentu (khusus), dan emosi
cenderung terjadi dan memiliki kaitan dengan perilaku yang mengarah
(approach) atau menyingkiri (avoidance) terhadap sesuatu, dan perilaku tersebut pada umumnya disertai dengan adanya ekspresi kejasmanian,
sehingga orang lain dapat mengetahui bahwa seseorang sedang mengalami
(23)
Menurut Atkinson, dkk dalam Sunaryo (2004), komponen emosi
terdiri dari: a) Respon atau reaksi tubuh internal, terutama yang melibatkan
sistem otomatik, misalnya bila marah suara menjadi tinggi dan gemetar; b)
Keyakianan atau penilaian kognitif bahwa telah terjadi keadaan positif atau
negatif, misalnya saya gembira sekali dapat diterima di Fakultas
Keperawatan; c) Ekspresi Wajah. Apabila Anda merasa benci pada
seseorang, mungkin akan menerutkan dahi atau kelopak mata menutup
sedikit; d) Reaksi terhadap emosi, misalnya marah-marah menjadi agresi
atau gembira hingga meneteskan air mata.
2.2Pengertian Kecerdasan Emosional
Istilah kecerdasan emosional pertama kali diperkenalkan oleh Peter
Salovey dari Harvard University dan John Meyer dari University of New
Hampshire pada tahun 1990 (Goleman, 2006). Menurut Nazriani (2009)
gagasan kecerdasan emosional yang muncul dalam beberapa dekade
belakangan ini mungkin berakar dari gagasan E. L. Thorndike tahun1920
tentang social intelligence (kecerdasan sosial). Gagasan kecerdasan sosial tersebut mengacu pada kemampuan memahami dan mengelola orang lain
dan bertindak bijaksana dalam hubungan interpersonal. Selain gagasan
tersebut, gagasan Gardner tahun 1983 tentang kecerdasan pribadi juga
menjadi akar dari kecerdasan emosional. Gagasan kecerdasan pribadi ini
merujuk kepada kemampuan memahami emosi dan keadaan mental pada
(24)
12
Kecerdasan emosional diartikan sebagai kemampuan individu
untuk memahami, menerima dan mengendalikan emosi yang dialami,
memotivasi diri dan berhubungan dengan orang lain (Goleman, 2006).
Kemampuan mengelola emosi dipandang sebagai suatu aspek psikis yang
sangat menentukan reaksi individu dalam berinteraksi dengan
lingkungannya. Mengukur kemampuan hanya dari segi inteligensi tidak
memadai, melainkan dibutuhkan adanya kemampuan mengelola emosi
untuk keberhasilan individu didalam hidupnya (Goleman, 2006; Wendorf,
2001).
Kecerdasan emosional memiliki peran penting dalam kehidupan
seseorang. Goleman (2006) mengatakan bahwa kecerdasan intelektual bila
tidak disertai dengan pengelolaan emosi yang baik, tidak akan menghasilkan
kesuksesan dalam hidup seseorang. Selanjutnya dikatakan bahwa peranan
kecerdasan akademik hanya sekitar 20% untuk memegang kesuksesan
hidup, sedangkan 80% ditentukan oleh faktor-faktor lain, diantaranya adalah
kecerdasan emosional.
Cooper dan Sawaf (2002) mendefinisikan kecerdasan emosional
sebagai suatu kemampuan untuk mengindera, memahami diri dan dengan
efektif menerapkan kekuatan dan ketajaman emosi sebagai sumber energi,
informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Mayer dan Salovey
(Caruso, Mayer, & Salovey, 2002) mendefinisikan kecerdasan emosional
sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan
(25)
maupun orang lain, memilah semuanya dan kemudian menggunakan
informasi tersebut untuk menimbang pikiran dan tindakan.
Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat dan
ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan
menghadapi frustasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan
emosi, mengatur suasana hati dan menjaga agar stres tidak melumpuhkan
kemampuan berpikir, kemampuan untuk menyelesaikan konflik dan
memimpin (Cooper, dalam Risnawati, 2005).
Goleman (2006) mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah
inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan
diri dengan suasana hati individu lain atau dapat berempati, maka orang
tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih
mudah menyesuaikan diri dalam lingkungannya.
2.3Komponen Kecerdasan Emosional
Salovey (Goleman, 2006; Risnawati, 2005) menempatkan
kecerdasan pribadi dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang
dicetuskan dan membagi kemampuan ini menjadi lima bagian, yaitu:
a) Mengenali emosi diri. Kesadaran diri mengenali perasaan
merupakan dasar kecerdasan emosional. Ketidakmampuan untuk
mencermati perasaan sendiri yang sesungguhnya membuat seseorang berada
(26)
14
kepekaan yang lebih tinggi akan perasaan mereka dan pengambilan
keputusan yang mereka buat.
b) Mengelola emosi. Menangani perasaan agar perasaan dapat
terungkap dengan pas adalah kecakapan yang bergantung pada kesadaran
diri. Individu yang buruk kemampuannya dalam ketrampilan ini akan
terus-menerus bertarung melawan perasaan murung, sementara mereka yang
pintar dapat bangkit kembali dengan lebih cepat dari kemerosotan dan
kejatuhan dalam kehidupan.
c) Memotivasi diri sendiri. Menata emosi sebagai alat untuk
mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam kaitan untuk
memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri
untuk berkreasi. Orang-orang yang memiliki ketrampilan untuk ini
cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka
kerjakan.
d) Mengenali emosi orang lain. Empati, kemampuan yang
juga bergantung pada kesadaran diri emosional merupakan ketrampilan
bergaul. Orang yang empatik akan lebih mampu menangkap sinyal-sinyal
sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan atau
dikehendaki orang lain. Orang-orang seperti ini cocok untuk
pekerjaan-pekerjaan seperti: mengajar, penjualan, keperawatan, dan manajemen.
e) Membina hubungan. Seni membina hubungan sebagian
besar merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain. Ini merupakan
(27)
antar pribadi. Orang-orang yang hebat dalam ketrampilan ini akan sukses
dalam bidang apapun yang mengandalkan pergaulan yang mulus dengan
orang lain.
Pernyataan Salovey serupa dengan penguraian Sarwono (2012)
yang menyebutkan orang yang dikatakan memiliki EQ (kecerdasan
emosional) yang tinggi adalah jika memenuhi lima kriteria berikut, yaitu: a)
mampu mengendalikan emosinya sendiri; b) mampu mengendalikan emosi
sesuai dengan situasi dan kondisi; c) mampu menggunakan emosinya untuk
meningkatkan motivasinya sendiri (bukan malah membuat diri putus asa
atau bersikap negatif pada orang lain); d) mampu mengenali emosi orang
lain; e) mampu berinteraksi positif dengan orang lain.
2.4Pengertian Trait Emotional Intelligence
Dalam Encyclopaedic Dictionary of Psychology (2005)
dikemukakan bahwa kajian awal tentang kecerdasan emosional dianggap
gagal mengemukakan metode pengukuran yang tepat karena pengukuran
berbasis kemampuan yang dipakai kurang mewakili posisi kecerdasan
emosional itu sendiri.
Petrides & Furnham mengusulkan untuk membuat dua konsep
kecerdasan emosional yang berbeda berdasarkan perbedaan metode
pengukurannya. Konsep pertama, kecerdasan emosional sebagai
kemampuan (ability emotional intelligence) merujuk pada kemampuan
(28)
16
afektif. Konsep kedua, kecerdasan emosional sebagai karakter (trait
emotional intelligence atau emotional self-efficacy) yang merujuk pada serangkaian persepsi dan kecenderungan personal tentang aspek-aspek
emosi. Konsep ini cenderung menggambarkan kepribadian dan seharusnya
diukur dengan tes laporan pribadi (self questionnaire). Konsep kecerdasan emosional sebagai kemampuan dan karakter harus dipahami sebagai 2
konsep yang berbeda, dan dapat dibedakan dari metode pengukurannya,
bukan dari sampel aspek yang diukur (Petrides & Furnham, 2001; dalam
Nazriani, 2009).
Petrides & Furnham (2001) mengajukan istilah trait emotional
intelligence yang berhubungan dengan kecenderungan berperilaku dan kemampuan merasa, karena itu Petrides & Furnham menyarankan untuk
meneliti kecerdasan emosi didalam kerangka kerja kepribadian. Trait
emotional intelligence tidak berhubungan dengan definisi umum konsep kecerdasan (sering disebut kemampuan kognitif). Pembentukan gagasan
tentang sifat kecerdasan emosional ini berusaha untuk menyediakan cakupan
lengkap tentang aspek-aspek kepribadian yang berhubungan dengan
perasaan (Mavroveli, Petrides, Rieffe & Barker, 2007).
Dalam penelitian ini, pengertian trait emotional intelligence yang akan dipakai adalah yang dikemukakan oleh Petrides & Furnham (2001),
yaitu serangkaian persepsi dan kecenderungan pribadi yang merupakan
(29)
2.5Aspek-aspek Trait Emotional Intelligence
Petrides & Furnham mengemukakan Trait emotional intelligence
memiliki berbagai aspek yang telah diteliti sebelumnya, seperti empati dan
asertifitas, elemen-elemen kecerdasan sosial, kecerdasan personal, dan
kecerdasan emosional. Aspek-aspek trait emotional intelligence dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1
Aspek-aspek Trait Emotional Intelligence
No. Aspek Indikator
1 Adaptabiliy Luwes dan mau beradaptasi dengan kondisi baru
2 Assetiveness Punya pendirian, terus terang dan mau berjuang untuk haknya
3 Emotion expression Mampu mengkomunikasikan perasaannya pada orang lain
4 Emotion management (others)
Mampu mempengaruhi perasaan orang lain
5 Emotion perception (self and others)
Mengetahui perasaan sendiri dan orang lain
6 Emotion regulation Mampu mengendalikan emosinya
7 Impulsiveness (low) Mau merenungkan tentang keinginannya dan tidak memaksa keinginannya tercapai
8 Relationship skills Mampu menjaga hubungan yang dimiliki
9 Self-esteem Merasa berhasil dan percaya diri
10 Self-motivation Bersemangat dan pantang menyerah dalam menghadapi tantangan
11 Social competence Cermat membentuk jaringa n sosial 12 Stress management Mampu menghadapi tekanan dalam
kehidupan
13 Trait empathy Mampu melihat berdasarkan perspektif orang lain
14 Trait happines Bahagia dan puas dengan kehidupannya 15 Trait optimism Percaya diri dan mampu melihat
berbagai hal positif dalam hidupnya (Sumber: Petrides & Furnham, 2001)
(30)
18
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan
bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis
beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah (Hidayat, 2009).
Kerangka konsep dalam penelitian ini menggunakan teori secara sistematis yang
bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional terhadap
pengambilan keputusan kepala ruangan.
Dalam hal ini kecerdasan emosional yang akan diteliti bukanlah
kemampuan kognitif dari kepala ruangan tersebut, melainkan kemampuan
kepala ruangan menggunakan aspek-aspek trait emotional intelligence yang
berhubungan dengan kecenderungan berperilaku dan kemampuan merasa,
seperti empati dan asertifitas, elemen-elemen kecerdasan sosial, kecerdasan
personal, kecerdasan emosional, dan lainnya (Petrides & Furnham, 2001).
Skema 1
Pengaruh kecerdasan emosional terhadap kemampuan pengambilan keputusan kepala ruangan
Keterangan:
Variabel yang diteliti
Hubungan variabel yang diteiliti dengan faktor lain
Kemampuan pengambilan keputusan kepala ruangan
Kecerdasan emosional kepala ruangan dalam aspek Trait Emotional Intelligence
(31)
2. Definisi Operasional
Tabel 2 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur Skala
1 Kecerdasan
Emosional
Kemampuan
menggunakan aspek-aspek trait emotional intelligence yang meliputi: a.
adaptability; b.
assertiveness; c.
emotion expression;
d. emotion management (others); e.
impulsiveness (low);
f. relationship skills;
g. self-esteem; h. self-motivation; i. social competence; j. stress management; k. trait empathy; l. trait happiness; m. trait optimism; sebagai kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan.
Kurang Baik
Baik
Ordinal
2 Kemampuan
Pengambilan Keputusan Kemampuan menggunakan langkah-langkah pengambilan keputusan yang meliputi: a.
penetapan tujuan; b. mengumpulkan data secara cermat; c. membuat banyak alternative; d. berpikir logis; e. memilih dan bertindak secara efektif; sebagai kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan.
Kurang Baik
Baik
(32)
20
3. Hipotesa
Pernyataan merupakan hipotesa alternatif (Ha) yaitu adanya pengaruh
antara kecerdasan emosional dengan kemampuan pengambilan keputusan
(33)
21
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskrpitif korelatif.
Rancangan dalam penelitian ini untuk mengidentifikasi pengaruh kecerdasan
emosional terhadap pengambilan keputusan kepala ruangan di Rumah Sakit
Umum Dr. Pirngadi Medan.
2. Populasi dan Sampel
2.1Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari sampel yang
memiliki karakteristik sesuai dengan yang ditetapkan peneliti (Sugiyono,
2008). Populasi dalam penelitian ini berjumlah 40 orang yaitu seluruh
perawat yang menjadi kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
Medan.
2.2Sampel penelitian
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2011).
Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling, yaitu
teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi
sebagai responden atau sampel (Sugiyono, 2008). Dalam penelitian ini,
(34)
22
ruangan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan yaitu berjumlah 40
orang.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan, dan
pengumpulan data dilakukan pada bulan januari 2014. Alasan peneliti memilih
Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan sebagai tempat penelitian karena
merupakan rumah sakit pendidikan, dengan lokasi rumah sakit yang strategis
dan memiliki jumlah perawat sebagai kepala ruangan yang memadai untuk
direkrut sebagai subjek penelitian.
4. Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari Program
Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan
izin dari Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan. Dalam melaksanakan
penelitian ini, ada beberapa pertimbangan etik yang diperhatikan, yaitu hak
kebebasan, dan kerahasiaan menjadi responden serta bebas dari rasa sakit baik
secara fisik maupun tekanan sosial.
Lembar persetujuan diberikan kepada responden ataupun dengan
pernyataan lisan. Peneliti menjelaskan maksud, tujuan dan prosedur penelitian
yang dilakukan. Selanjutnya peneliti menanyakan kesediaan menjadi responden.
Jika kepala ruangan yang menjadi responden bersedia, maka mereka diminta
(35)
ruangan tersebut menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini maka
peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-haknya.
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan
nama kepala ruangan pada lembar pengumpulan data, tetapi dengan memberi
kode pada masing-masing lembar tersebut. Kerahasiaan informasi kepala
ruangan dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja yang
dilaporkan sebagai hasil penelitian.
5. Instrumen Penelitian
5.1Kuisioner
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh
peneliti dengan mengacu kepada tinjauan pustaka. Instrumen penelitian ini
terdiri dari 3 bagian, yaitu: Kuisioner Data Demografi; kuesioner ini berisi
tentang data demografi perawat meliputi: usia, jenis kelamin, pengalaman
kerja, dan jenjang pendidikan terakhir.
Kuisioner bagian kedua berisi tentang kecerdasan emosional kepala
ruangan. Pada kuisioner kecerdasan emosional dengan aspek trait emotional
intelligence peneliti menggunakan instrumen yang dibuat oleh Petrides & Furnham dalam penelitian Nazriani (2009). Dalam penelitiannya Nazriani
(2009) telah melakukan uji daya beda item pada 30 pertanyaan yang akan
diajukan kepada responden, namun setelah melewati analisis daya beda item
didapatkan 23 item sahih dengan batas rxx > 0,30, yaitu dengan rentang
(36)
24
telah sahih diuji reliabilitasnya dan diapatkan koefisien α= 0,901. Tabel hasil
analisis daya beda item dan reliabilitas dapat dilihat dibagian lampiran 17.
Kuisioner ini terdiri dari 23 pertanyaan yang memiliki rentang dari
sangat setuju sampai sangat tidak setuju. Pada instrumen ini terdapat 15
pernyataan negatif yang berada pada nomor 1, 3, 4, 6, 7, 9, 11, 12, 13, 15,
17, 19, 20, 21, 22 dan 8 pernyataan positif yang berada pada nomor 2, 5, 8,
10, 14, 16, 18, 23. Untuk setiap pernyataan positif setiap jawaban selalu (4),
sering (3), kadang-kadang (2), dan tidak pernah (1). Hasil ukur dari
kuesioner ini adalah apabila nilai 60-75 dikategorikan kurang baik dan nilai
76-92 dikategorikan baik. Distribusi item-item pertanyaan dapat dilihat dari
tabel 3.
Tabel 3
Distribusi item Instrumen Kecerdasan Emosional
Aspek Nomor Pertanyaan Jumlah
Adaptability 13 1
Assetiveness 9, 20 2
Emoiton expression 7 1
Emotion management (others) 10, 21 2 Emaotion perception (self and others) 12, 19 2
Emotion regulation 3 1
Impulsiveness (low) 6 1
Relationship skills 15, 22 2
Self-esteem 8 1
Self-motivation 2, 17 2
Social competence 5, 18 2
Stress management 14, 23 2
Trait empathy 16, 1 2
Trait happiness 4 1
Trait optimism 11 1
Kuisioner bagian ketiga berisi tentang kemampuan pengambilan
(37)
keputusan kepala ruangan peneliti menggunakan instrumen yang dibuat
sendiri oleh peneliti mengacu pada tinjauan pustaka. Kuesioner ini terdiri
dari 25 pernyataan yang memiliki rentang dari selalu sampai tidak pernah.
Pada instrument ini terdapat 19 pernyataan negatif yang berada pada nomor
2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 15, 16, 18, 19, 21, 22, 23, 24, 25 dan 6
pernyataan positif yang berada pada nomor 1, 4, 10, 14, 17, 20. Untuk setiap
pernyataan positif setiap jawaban selalu (4), sering (3), kadang-kadang (2),
dan tidak pernah (1). Hasil ukur dari kuesioner ini adalah apabila nilai 61-80
dikategorikan kurang baik dan nilai 81-100 dikategorikan baik. Distribusi
item-item kemampuan pengambilan keputusan dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4
Distribusi Item Instrumen Kemampuan Pengambilan Keputusan
Langkah Pengambilan Keputusan Nomor Pertanyaan Jumlah
Penetapan tujuan 2, 4, 17, 18, 23 5
Pengumpulan data secara cermat 5, 7, 21, 24, 22 5
Pembuatan alternative 1, 10, 13, 15, 19 5
Berpikir logis 3, 8, 11, 14, 16 5
Memilih dan bertindak secara efektif, serta evaluasi
6, 9, 12, 20, 25 5
6. Uji Instrumen
6.1Uji Validitas
Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu
mengukur apa yang ingin diukur. Suatu instrumen yang valid akan
mempunyai validitas yang tinggi, sebaliknya instrumen (kuesioner) yang
(38)
26
skala pengukuran tidak valid maka tidak bermanfaat bagi peneliti, sebab
tidak mengukur apa yang seharusnya dilakukan (Sunyoto, 2012).
Uji validitas instrumen dilakukan oleh salah satu dosen
Keperawatan yang ahli dalam bidang manajemen keperawatan di Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Uji validitas yang digunakan
dalam penelitian ini adalah validitas isi. Langkah pertama memulai uji
validitas ini adalah peneliti mengajukan surat permohonan uji validitas
kepada dosen ahli dalam bidang manajemen keperawatan yang telah
disetujui oleh dosen pembimbing.
Kemudian peneliti menyerahkan proposal penelitian dan format uji
validitas instrument yang akan digunakan. Peneliti hanya menguji 1
instrumen penelitian yaitu instrumen kemampuan pengambilan keputusan
dengan jumlah awal item adalah 30. Setelah dilakukan uji validitas pertama,
terdapat 9 item relevan (bernilai 4) dan 21 item yang masing-masing
hasilnya adalah 12 item tidak relevan (bernilai 1), 4 item perlu revisi sedikit
agar relevan, dan 5 item perlu revisi banyak agar relevan. Setelah peneliti
mengajukan instrument yang telah direvisi sebanyak 25 item, didapatkan
hasil yaitu 23 item relevan (bernilai 4), 1 item tidak relevan (bernilai 1) dan
1 item perlu revisi sedikit agar relevan. Uji validitas yang telah dilakukan
(39)
6.2Uji Reliabilitas
Pada penelitian ini, instrumen diberikan uji reliabilitas untuk
memastikan adanya konsistensi alat ukur dalam penggunaannya atau dengan
kata lain alat ukur tersebut mempunyai hasil yang konsisten apabila
digunakan berkali-kali pada waktu yang berbeda. Kuesioner disebarkan
kepada 30 kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan yang memiliki karakteristik yang sama dengan sampel yang
digunakan pada penelitian ini.
Peneliti menggunakan metode Cronbach alpha untuk menguji
reliabilitas instrument dalam skala likert. Untuk kuesioner kecerdasan
emosional, peneliti melakukan uji reliabilitas kembali karena terdapat
perbedaan karakteristik sampel dan mendapatkan nilai reliabilitas 0,807
sedangkan untuk instrumen kemampuan pengambilan keputusan
mendapatkan nilai reliabilitas 0,751. Menurut Polit & Hungler (1995), suatu
instrument dikatakan reliabel jika nilai reliabilitasnya lebih dari 0,70. Maka
dalam penelitian ini instrumen yang digunakan dianggap sebagai instrumen
yang reliabel.
7. Pengumpulan Data
Persiapan awal mulai dilakukan dengan tahap sebagai berikut:
1. Mengajukan permohonan izin pelaksanaan uji reliabilitas dan penelitian
kepada institusi pendidikan yaitu Fakultas keperawatan USU
(40)
28
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan untuk mendapatkan izin
melakukan uji reliabilitas.
3. Setelah mendapatkan izin dari dari Direktur Penunjang Medis dan
Penelitian Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, peneliti
melakukan persiapan uji reliabilitas.
4. Setelah mendapatkan calon responden, peneliti menjelaskan tujuan
dilaksanakannya uji reliabilitas. Jika responden setuju maka peneliti
meminta untuk menandatangani lembar persetujuan responden.
5. Kemudian surat dari Fakultas Kepererawatan USU di kirim ke Rumah
Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan sebagai tempat penelitian.
6. Setelah mendapatkan izin dari Direktur Bidang SDM dan Pendidikan
Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan, peneliti melakukan persiapan
pengumpulan data.
7. Setelah mendapatkan calon responden, selanjutnya peneliti menjelaskan
pada calon responden tersebut tentang tujuan, manfaat dan proses
pengisian kuesioner.
8. Kemudian peneliti mendistribusikan kepada responden yang memiliki
karakter sampel pada penelitian.
9. Kemudian calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani
surat persetujuan, selanjutnya mengisi kuesioner yang diberikan oleh
peneliti dan diberikan kesempatan untuk bertanya bila ada kurang
mengerti.
(41)
memeriksa kelengkapan data sehingga jika ada data yang kurang lengkap
dapat dilengkapi dengan segera.
11.Selanjutnya seluruh data dikumpulkan untuk dianalisa.
8. Analisa Data
8.1Prosedur pengolahan data
a. Editing, pada saat editing peneliti memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan agar dapat dipastikan
bahwa responden telah mengisi semua kuesioner. Jika terdapat
kesalahan atau kekurangan dalam pengumpulan data maka
dilakukan pendataan ulang.
b. Coding, pada saat coding peneliti melakukan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa
kategori, sehinggga memudahkan peneliti dalam melakukan
tabulasi dan analisa data.
c. Entry atau Processing, pada saat entry atau processing peneliti memasukkan data yang telah dikumpulkan dan dilakukan
pengkodean ke dalam master tabel atau database komputer
dengan menggunakan sistem komputerisasi.
d. Cleaning, pada saat cleaning peneliti mengecek kembali data yang sudah dientri, apakah ada kesalahan atau tidak.
e. Saving, langkah yang terakhir dilakukan adalah peneliti menyimpan data untuk siap dianalisa.
(42)
30
8.2Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik
masing-masing variabel yang diteliti (Hastono, 2006). Analisis univariat
dilakukan peneliti pada data kategorik seperti umur, jenis kelamin,
pengalaman kerja, dan pendidikan terakhir, dan disajikan dalam bentuk
distribusi frekuensi dengan menggunakan persentase (proporsi).
8.3Analisa Bivariat
Analisa bivarat dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian. Pada
proposal penelitian, peneliti berencana melakukan tabulasi silang dengan
menggunakan uji statistik chi-square (x2
Namun setelah didapat data penelitian dan dilakukan uji statistik
chi-square diketahui bahwa data tidak memenuhi persyaratan untuk
dilakukan uji chi-square. Menurut Wahyuni (2011) persyaratan pengujian
hipotesis dengan chi-square adalah sebagai berikut: a) Jumlah sampel harus
cukup besar untuk meyakinkan terdapat kesamaan antara ditribusi teoritis
dengan distribusi sampling; b) Pengamatan harus bersifat independen
(unpaired); c) Pengujian chi-square hanya dapat digunakan pada data diskrit
atau kontinu yang telah dikelompokkan; d) Jumlah frekuensi yang
diharapkan harus sama dengan jumlah frekuensi yang diamati; e) Pada
derajat kebebasan tidak boleh ada nilai ekspektasi yang sangat kecil (<5); f) ) pada taraf kepercayaan 95% untuk
melihat pengaruh kecerdasan emosional terhadap kemampuan pengambilan
(43)
Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai ekspektasi <1; g) Tidak boleh
lebih 20% sel mempunyai nilai harapan <5.
Berdasarkan uraian diatas data penelitian ini tidak memenuhi
persyaratan karena terdapat 1 sel yang memiliki nilai ekspektasi <5.
Sehingga penarikan kesimpulan dilakukan berdasarkan P value dari Fisher Exact Test. Fisher Exact Test digunakan sebagai uji alternatif chi-square
untuk tabel silang (kontingensi) 2 x 2 dengan ketentuan, sampel kurang atau
sama dengan 40 dan terdapat sel yang nilai harapan (E) kurang dari 5.
Keputusan yang dapat diambil dari uji fisher adalah Bila nilai p < α, Ho
ditolak, berarti data sampel mendukung adanya perbedaan yang bermakna
(signifikan). Bila nilai p ≥ α, Ho gagal di tolak, berarti data sampel tidak mendukung adanya perbedaan yang bermakna atau tidak signifikan
(44)
32
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Dalam bab ini diuraikan tentang hasil penelitian mengenai pengaruh
kecerdasan emosional terhadap kemampuan pengambilan keputusan
kepala ruangan melalui proses pengumpulan data yang dilakukan terhadap
40 kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan. Penyajian
data hasil penelitian meliputi deskripsi data demografi responden,
kecerdasan emosional kepala ruangan dan kemampuan pengambilan
keputusan kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan.
1.1Univariat
1.1.1 Demografi
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Data Demografi Kepala Ruangan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2104
Karakteristik Demografi Frekuensi Proporsi
Dewasa Awal Usia Dewasa Madya 5 40 12,5% 87,5%
Total 40 100%
Laki-laki Jenis Kelamin Perempuan 4 36 10% 90%
(45)
Karakteristik Demografi Frekuensi Proporsi
≤ 20 Tahun
Lama Kerja
≥ 30 Tahun
29 11
72,5% 27,5%
Total 40 100%
S1 Keperawatan
Pendidikan Terakhir
D4 Keperawatan/ D4 Kebidanan
36 4
90% 10%
Total 40 100%
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 87,5% kepala ruangan
berada pada rentang usia dewasa madya dan mayoritas kepala ruangan di
Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan adalah wanita (90%). Sebanyak
72,5% responden memiliki pengalaman kerja pada rentang ≤20 tahun
dengan pendidikan terakhir S1 Keperawatan (90%). Distribusi data
demografi responden dapat dilihat pada tabel 5.
1.1.2 Kecerdasan Emosional
Tabel 6
Distribusi Frekuensi Kecerdasan Emosional Kepala Ruangan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014
Kecerdasan Emosional Frekuensi Proporsi
Kurang Baik Baik 27 13 67,5% 32,5%
Total 40 100%
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat sebanyak
(46)
34
memiliki kecerdasan emosional dengan kategori kurang baik. Distribusi
frekuensi kecerdasan emosional kepala ruangan dapat dilihat pada tabel 6.
1.1.3 Kemampuan Pengambilan Keputusan
Tabel 7
Distribusi Frekuensi Kemampuan Pengambilan Keputusan Kepala Ruangan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014
Kemampuan Pengambilan Keputusan
Frekuensi Proporsi
Kurang Baik Baik 9 31 22,5% 77,5%
Tatal 40 100%
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 77,5% kepala
ruangan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan, memiliki
kemampuan pengambilan keputusan dengan kategori baik. Distribusi
frekuensi kemampuan pengambilan keputusan kepala ruangan dapat
dilihat pada tabel 7.
1.2Bivariat
1.2.1 Uji Asumsi
Tabel 8
Nilai Ekspektasi Hasil Tabulasi Silang antara Kecerdasan Emosional dengan Kemampuan Pengambilan Keputusan Kepala Ruangan di
Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014
Kemampuan Pengambilan Keputusan
Kepala Ruangan
Kurang Baik Baik
Kecerdasan Emosional Kepala Ruangan Kurang Baik Jumlah Sampel
6,075 20,925
Baik Jumlah Sampel
(47)
Dari tabel diatas dipaparkan informasi mengenai nilai ekspestasi
tabulasi silang antara kecerdasan emosional dengan kemampuan
pengambilan keputusan, dan diketahui bahwa ada satu sel yang nilai E-nya
<5. Maka perhitungan chi-square menggunakan nilai Fisher Exact.
1.2.2 Uji Hipotesa
Tabel 9
Nilai Observasi Hasil Tabulasi Silang antara Kecerdasan Emosional dengan Kemampuan Pengambilan Keputusan Kepala Ruangan di
Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014
Kemampuan Pengambilan Keputusan Kepala Ruangan
Kurang Baik Baik Total
F P F P F P
Kecerdasan Emosional Kepala Ruangan Kurang Baik Jumlah Sampel
7 25,9% 20 74,1% 27 100%
Baik Jumlah Sampel
2 15,4% 11 84,6% 13 100%
Total 9 22,5% 31 77,5% 40 100%
Pada tabel crosstabulation diatas ditampilkan informasi (nilai
observasi) yang memaparkan hubungan antara data kecerdasan emosional
dan kemampuan pengambilan keputusan, yaitu dapat diinterpretasikan
bahwa terdapat 84,6% kepala ruangan dengan kecerdasan emosional yang
baik dan memiliki kemampuan pengambilan keputusan yang baik. Namun,
masih terdapat 15,4% kepala ruangan yang memiliki kecerdasan
emosional yang baik dengan kemampuan pengambilan keputusan yang
(48)
36
Tabel 10
Hasil Analisa Chi-square Kecerdasan Emosional dan Kemampuan Pengambilan Keputusan Kepala Ruangan di Rumah Sakit Umum Dr.
Pirngadi Medan Tahun 2014
Nilai
Derajat
Bebas Signifikansi
Signifikansi dua sisi
Chi-Square .559a 1 .455
Fisher Exact .690
Jumlah Sampel 40
Tabel diatas memaparkan informasi uji Fisher Exact dengan
tingkat signifikansi 0,05 dan nilai derajat bebas 1 (db= (k-1) x (b-1)),
didapatkan nilai P Value sebesar 0,690. Untuk mengambil kesimpulan
maka nilai P value dibandingkan dengan nilai �, dan diketahui bahwa nilai P value > � maka Ho gagal ditolak, atau hipotesis penelitian ditolak dengan kata lain tidak ada pengaruh antara kecerdasan emosional dengan
kemampuan pengambilan keputusan kepala ruangan.
2. Pembahasan
2.1Pembahasan Kecerdasan Emosional
Pada variabel kecerdasan emosional, hasil penelitian menunjukkan
87,5% kepala ruangan berada pada rentang usia dewasa madya dan
sebanyak 67,5% kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
Medan yang memiliki kecerdasan emosional dengan kategori kurang baik.
Menurut teori yang disampaikan oleh Charles & Carstensen (dalam
King, 2010) individu pada usia dewasa madya memiliki aspek kecerdasan
(49)
pengalaman emosional yang positif dan meminimalkan resiko emosional,
dan juga memiliki kendali yang baik atas emosi mereka. Teori tersebut
sesuai dengan pernyataan Hurlock (dalam Laksono, 2012) yang
mengatakan bahwa pada masa dewasa madya individu melakukan
penyesuaian diri secara mandiri terhadap kehidupan dan harapan sosial.
Kebanyakan orang telah mampu menentukan masalah-masalah mereka
dengan cukup baik sehingga menjadi cukup stabil dan matang secara
emosi, bila hal ini belum tercapai maka merupakan tanda individu belum
matang secara emosional. Walgito (dalam Laksono, 2012) mengatakan
Individu yang telah mencapai kematangan emosi mampu mengontrol dan
mengendalikan emosinya, dapat berpikir secara baik dengan melihat
persoalan secara objektif dan mampu mengambil sikap serta keputusan
yang tepat.
Penelitian yang telah dilakukan ini menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan antara teori dengan hasil penelitian yang didapatkan. Hal ini
dapat terjadi, karena menurut Young (dalam Laksono, 2012) ada beberapa
faktor yang mempengaruhi kematangan emosi, antara lain: faktor
lingkungan, faktor individu, dan faktor pengalaman. Mayoritas (90%)
kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan adalah wanita.
Kebanyakan wanita yang berada pada rentang usia dewasa madya telah
menikah dan memiliki keturunan. Walgito (dalam Laksono, 2012)
menyatakan pada usia dewasa madya banyak terjadi permasalahan dalam
(50)
38
mendidik anak, masalah hubungan antar tetangga, termasuk juga masalah
pekerjaan.
Menurut asumsi peneliti adanya persoalan yang dihadapi oleh
wanita pada rentang usia dewasa madya yang berprofesi sebagai kepala
ruangan di rumah sakit, membuat kematangan emosi yang dimiliki
menjadi bervariasi. Namun, jika hal ini terus menerus dibiarkan dapat
mengganggu kinerja kepala ruangan. Maka dari itu sebaiknya kepala
ruangan khususnya wanita dapat bekerja secara professional dengan tidak
mencampurkan antara masalah pribadi dengan urusan pekerjaan.
Berdasarkan observasi yang ditemukan peneliti saat melakukan
pengumpulan data pada penelitian ini, khususnya variabel kecerdasan
emosional, ada kemungkinan kepala ruangan kurang paham dengan
butir-butir pernyataan yang diberikan. Ini terjadi karena kesibukan responden
yang terbagi antara mengisi kuisioner yang diberikan dengan menjalankan
tugasnya sebagai kepala ruangan.
2.2Pembahasan Kemampuan Pengambilan Keputusan
Dari hasil penelitian didapatkan data bahwa jumlah sampel yang
memiliki kemampuan pengambilan keputusan yang baik sebanyak 77,5%
dan berada pada rentang usia dewasa madya.
Santrock (dalam Putri, 2010) menyebutkan bahwa dewasa madya
merupakan suatu masa menurunnya kondisi fisik dan semakin besarnya
(51)
polaritas masa muda-tua, individu berusaha meneruskan sesuatu yang
berarti pada generasi berikutnya, serta masa ketika individu mencapai dan
mempertahankan kepuasan dalam karirnya. Menurut Havighurst (dalam
Putri, 2010) ada beberapa tugas perkembangan yang harus dipenuhi pada
masa dewasa madya, yaitu: a. Mencapai tanggung jawab sosial dan
dewasa sebagai warga negara; b. Membantu anak-anak remaja belajar
untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia; c.
Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisi waktu senggang untuk orang
dwasa; d. Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan
fisiologis yang terjadi; f. Mencapai dan mempertahankan prestasi yang
memuaskan dalam pekerjaan; g. Menyesuaikan diri dengan orang yang
semakin tua. Namun menurut pandangan John Horn (dalam King, 2010)
beberapa kemampuan pada usia dewasa madya mulai mengalami
kemunduran tetapi ada beberapa komponen yang meningkat. Salah satu
yang mengalami penurunan adalah penalaran induktif, yang merupakan
salah satu komponen dari pengambilan keputusan.
Pada penelitian ini sampel dengan usia dewasa madya
menunjukkan kemampuan pengambilan keputusan yang baik. Jika
dihubungkan dengan pernyataan John Horn (dalam King, 2010) hasil
penelitian ini bertentangan karena umumnya pada masa dewasa penalaran
induktif mengalami penurunan. Tetapi jika lihat dari tugas perkembangan
pada dewasa madya, kepala ruangan yang menjadi sampel penelitian
(52)
40
kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan memiliki
kemauan yang kuat sehingga dapat mencapai keberhasilan dan prestasi
dalam bidang pekerjaan.
Menurut asumsi peneliti hal ini dapat terjadi melihat 90% kepala
ruangan memiliki latar belakang pendidikan S1 Keperawatan, mengingat
pada proses pendidikan S1 keperawatan salah satu kompetensi yang
dibentuk adalah menjadi manajer keperawatan atau kepala ruangan yang
mampu menerapkan fungsi-fungsi kepemimpinan dengan baik.
2.3Pembahasan Pengaruh Kecerdasan Emsional terhadap
Kemampuan Pengambilan Keputusan
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa nilai P
Value> ∝ = 0,690> 0,05 yang berarti tidak ditemukannya pengaruh antara kecerdasan emosional dengan kemampuan pengambilan keputusan kepala
ruangan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan.
Sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Petrides & Furnham
(2011), kecerdasan emosional merupakan karakter yang merujuk pada
serangkaian persepsi dan kecenderungan personal tentang aspek emosi.
Karakter yang ada pada pribadi seseorang sangat susah digali jika kita
memberikan tes tertulis langsung pada personal tersebut. Dalam penelitian
ini peneliti menggali kecerdasan emosional kepala ruangan melalui
metode self-report. Kemungkinan akan didapatkan hasil yang signifikan
(53)
self-report namun menggunakan metode wawancara atau participant observation.
Meskipun dalam penelitian ini kecerdasan emosional tidak
berpengaruh dalam kemampuan pengambilan keputusan, tetapi kecerdasan
emosional terbukti memiliki dampak positif pada komponen penting
dalam pekerjaan sebagai perawat. Hal tersebut ditunjukkan pada penelitian
ini terdapat 84,6% kepala ruangan yang memiliki kecerdasan emosional
baik juga memiliki kemampuan pengambilan keputusan yang baik.
Beberapa penelitian yang membuktikan kecerdasan emosional memiliki
dampak positif dalam pekerjaan sebagai perawat adalah seperti penelitian
yang dilakukan oleh Sumarni (2008) tentang pengaruh kecerdasan
emosional pemimpin terhadap motivasi kerja perawat di Rumah Sakit
Bangkatan Binjai menyatakan perawat dengan kepala keperawatan yang
memiliki kecerdasan emosional yang baik akan memiliki motivasi kerja
yang baik. Penelitian mengenai kecerdasan emosional juga pernah
dilakukan oleh Simorangkir (2011) yang menyebutkan bahwa ada
hubungan yang positif antara kecerdasan emosional dengan kinerja
perawat menurut persepsi pasien di Rindu B2 RSUP Haji Adam Malik
Medan.
Kecerdasan emosional juga dibuktikan memiliki peran penting
dalam pekerjaan di rumah sakit. Salah satu pekerjaan yang banyak diteliti
berkaitan dengan kecerdasan emosional adalah perawat. Perawat dalam
(54)
42
sehingga setiap memberikan perawatan kepada pasien dituntut untuk
memiliki kecerdasan emosi yang tinggi. Seorang perawat yang tidak
mempunyai kecerdasan emosi yang tinggi dapat ditandai dengan sikap
emosi yang tinggi, cepat bertindak berdasarkan emosinya, dan tidak
sensitif dengan perasaan dan kondisi orang lain. Pelayanan keperawatan
sangat memerlukan sosok perawat yang memiliki kecerdasan emosi yang
tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasien yang mencakup kebutuhan
biologis, psikologis, sosiologis dan spiritual (Rudyanto dalam Nurita,
2012).
Martin (dalam Nurhidayah, 2006) menyatakan para pekerja yang
berhubungan dengan banyak orang dan menerapkan EQ dalam pekerjaan
terbukti lebih sukses. Sebab mereka lebih berempati, komunikatif, lebih
humoris, dan lebih peka akan kebutuhan orang lain. Hal ini menunjukkan
sebenarnya ada keterkaitan antara kecerdasan emosional dengan
kemampuan pengambilan keputusan yang merupakan salah satu fungsi
dari kepemimpinan yang mempengaruhi kinerja seseorang.
Menurut Mirfani (1998) saat membuat keputusan individu
dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: a. Lingkungan kerja; lingkungan
kerja terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi
sturktur organisasi, peralatan dan fasilitas serta proses, sedangkan faktor
eksternal meliputi ekonomi, adanya persaingan dan budaya. Kedua faktor
tersebut akan mempengaruhi karakter pembuatan keputusan seseorang; b.
(55)
bermacam-macam anggota, rekan sejawat, atasan juga bawahannya.
Hubungan tersebut mempengaruhi kinerja, komitmen individual serta
kompetensi pribadi yang mengacu pada kemampuan untuk mendengar,
berkomunikasi dengan baik, mengatasi konflik dan bersosialisasi; c.
Tuntutan tugas; reaksi individu pada tuntutan tugas seperti keterampilan,
kemampuan teknis dan pengalaman, berdampak pada pembuatan
keputusan yang akan dilakukan; d. Kebutuhan pribadi; kebutuhan pribadi
dalam arti luas menentukan bagaimana seseorang merespon situasi.
Penentuan kebutuhan seseorang membantu orang tersebut memahami
perasaan dan perilaku yang muncul.
Dari uraian Mirfani (1998) mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi pengambilan keputusan, variable kecerdasan emosional
relevan dengan semua faktor tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh
Goleman (2006) bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan individu
untuk memahami, menerima dan mengendalikan emosi yang dialami,
memotivasi diri dan berhubungan dengan orang lain. Kemampuan
mengelola emosi dipandang sebagai suatu aspek psikis yang sangat
menentukan reaksi individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Pendapat Goleman ini relevan dengan faktor lingkungan kerja, tekanan
kelompok, tuntutan tugas dan kebutuhan pribadi terhadap pengambilan
keputusan. Seperti yang disampaikan oleh Mirfani (1998) setiap pekerja
akan memiliki reaksi yang berbeda pada setiap kondisi. Reaksi yang sesuai
(56)
44
berkomunikasi dengan baik, mengatasi konflik dan bersosialisasi, dimana
hal-hal tersebut adalah elemen dari kecerdasan emosional.
Masalah yang dihadapi seseorang, termasuk yang dihadapi seorang
perawat, biasanya disertai oleh emosi-emosi negatif. Perawat yang secara
cerdas emosional akan cepat mendapatkan insight mengenai emosi yang
dialaminya dan dengan segera dapat mengelola emosi yang muncul.
Keberhasilan mengelola emosi ini akan membuat perawat yang
bersangkutan menjadi lebih focus dalam menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya (Rudyanto, dalam Nurita 2012).
Menurut asumsi peneliti, berdasarkan hasil observasi saat
melakukan pengumpulan data, ada kemungkinan responden penelitian
mengisi kuesioner dengan jawaban yang sebaik-baiknya (faking good),
(57)
45
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan dibuat kesimpulan dan saran sesuai dengan hasil
penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Kesimpulan
1.1 Dalam penelitian ini diperolah hasil bahwa pada variabel kecerdasan
emosional, didapatkan data yang menunjukkan lebih dari setengah kepala
ruangan memiliki kecerdasan emosional dengan kategori kurang baik.
1.2 Dalam penelitian ini diperoleh hasil lebih dari setengah kepala ruangan
memiliki kecerdasan emosional dalam kategori baik, namun masih
terdapat beberapa kepala ruangan yang memiliki kemampuan pengambilan
keputusan dalam kategori kurang baik.
1.3 Hasil penelitian menunjukkan tidak ditemukannya pengaruh antara
kecerdasan emosional terhadap kemampuan pengambilan keputusan
kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan.
2. Saran
2.4 Bagi Praktek Keperawatan
Bagi praktek keperawatan disarankan untuk mengevaluasi dan
mengembangkan kemampuan kepala ruangan dan perawat khususnya
(58)
46
kepemimpinan serta kecerdasan emosional keperawatan sehingga kualitas
pelayanan keperawatan semakin meningkat.
2.5 Penelitian Keperawatan
Bagi penelitian keperawatan disarankan untuk membahas
penelitian selanjutnya terutama yang berhubungan dengan kepala ruangan
dan penerapan prinsip manajemen keperawatan. Disarankan juga untuk
peneliti selanjutnya agar melanjutkan penelitian ini dengan menggunakan
metode pengumpulan data wawancara atau participant observation.
2.6 Pendidikan Keperawatan
Disarankan agar meningkatkan kecerdasan emosional maupun
intelektual agar menjadi kepala ruangan yang dapat meningkatkan
(59)
viii
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, Y. T. (2006). Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Edisi Kedua. Jakarta: UI-Pres
Caruso, D., Mayer, J., & Salovey, P. (2002). Relation of ability measure of emotional intelligence to personality. Journal of Personality Assessment, 79(2),306-320.
Cooper, R. K., & Sawaf, A. (2002). Kecerdasan emosional dalam kepemimpinan dan organisasi (Terjemahan).Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Duygulu, S., Hicdurmaz, D., Akyar, I. (2011). Nursing Students’ Leadership and
Emotional Intelligence in Turkey. Journal of Nursing Education. Vol. 50, No. 5, 2011
Goleman, D. (2006). Kecerdasan emosional (Terjemahan: T. Hermaya). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Handoko, T. H. (2009). Manajemen. Cetakan Keduapuluh. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta
Harahap, N. (2012). Pengaruh Kepemimpinan dan Komunikasi Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Padangsidimpuan. Tesis. Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.
Hastono, S. P. (2006). Basic Data Analysis For Health Research. Universitas
Indonesia: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Hastono, S. P. (2001). Modul Analisa Data. Depok. Universitas Indonesia: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Hidayat, A. A. (2011). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika
King, L. A. (2010). Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika
Laksono, W. Y. (2012). Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Kematangan Emosi Pada Wanita Dewasa Madya. Skripsi. Universitas Kristen Satya Wacana: Fakultas Psikologi. Diambil dari:
(60)
ix
Lestari, A. (2013). Statistika Pendidikan: Uji Validitas dan Uji Reliabilitas. Diambil dari: http://statistikapendidikan.com
Marquis, B. L., Huston, C. J., (2010). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan; Teori & Aplikasi (Alih Bahasa: Widyawati., Handayani, Wilda E., Ariani, Fruriolina). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mavroveli, S., Petrides, K. V., Rieffe, C., & Barker, F. (2007). Trait Emotional Intelligence, Psychological Well-being And Peer-rated Social Competence i Adolescence. British Journal of Development Psychology,
25 (2), 263-275.
Mirfani, A.M. (1998). Analisa Pembuatan Keputusan, Kepemimpinan dan Power dalam Strategi Organisasi. Universitas Pendidikan Indonesia: Fakultas
Ilmu Pendidikan, dalam http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1140/1/10506146
Munthe, I. M. (2006). Persepsi Perawat tentang Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Meda. Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
Nazriani, D. (2009). Manajemen Kelas Ditinjau Dari Trait Emotional Intelligence
dan Komitmen Kerja. Tesis. Program Magister Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada.
Nurhidayah, R. E. (2006). Pentingnya Kecerdasan Emosional Bagi Perawat. Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumater Utara Vol. 2 No. 1. Universitas Sumatera Utara: Fakultas Keperawatan, dalam
Nurita, M. D. S. (2012). Hubungan Antara Kecerdasan Emosional (EQ) dengan
Kinerja Perawat Pada Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta-Selatan. Skripsi. Universitas Gunadarma: Fakultas Psikologi, dalam
Nursalam. (2012). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika.
Patton, P. (2002). Kecerdasan Emosional- Ketrampilam Kepemimpinan (Alih Bahasa: Hariyanto, Anita B). Jakarta: Penerbit Mitra Media.
Polit & Hungler. (2005). Nursing Research: Principles and Methods. Philadelphia: Lippincot Company
(61)
x
Putri, S. O. (2010). Kesiapan Menikah Pada Wanita Dewasa Madya yang Bekerja. Skripsi. Universitas Sumatera Utara: Fakultas Psikologi, dalam
Risnawati. (2005). Analisa Kecerdasan Emosional Perawat dalam Pelaksanaan Tugas-tugas Keperawatan di Ruangan VIP A Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakutlas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
Sarwono, S. W. (2012). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Simorangkir, R. (2011). Hubungan Kecerdasan Emosional Dengan Kinerja Perawat Menurut Persepsi Pasien Di Rindu B2 RSUP Haji Adam Malik Medan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara: Fakultas Keperawatan.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan r&d. Bandung: Alfabeta.
Sumijatun. (2009). Manajemen Keperawatan Konsep Dasar dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Klinis. Jakarta: Penerbit Trans Info Media.
Sumarni, T. (2008). Pengaruh Kecerdasan Emosional Pemimpin Terhadap Motivasi Kerja Perawat Di Rumah Sakit Bangkatan Binjai. Tesis. Universitas Sumatera Utara: Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sunyoto, D. (2012). Analisis Validitas dan Asumsi Klasik. Yogyakarta: Gava Media
Swanburg, R. C. (2000). Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan (Alih Bahasa: Samba, Surhayati). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Van R. D. L., Viswesvaran, C., & Pluta. (2005). An Evaluation of Construct
Validity: What is This Thing Called Emotional Intelligence? Human Performance, 37 (1), 445-462.
Wahyuni, A. S. (2011). Statistika Kedokteran. Jakarta: Bamboedoea Communication.
Walgito, B. (2010). Pengantar Psikolgi Umum. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Wendorf, G. (2001). Emotional intelligence and interpersonal relation. Journal of Social Psychology, 14 (4), 523-526. BIBLIOGRAPHY \l 1033
(1)
Lampiran 17
TEIQue-SF
Instructions: Please answer each statement below by putting a circle around the number that best reflects your degree of agreement or disagreement with that statement. Do not think too long about the exact meaning of the statements. Work quickly and try to answer as accurately as possible. There are no right or wrong answers. There are seven possible responses to each statement ranging from ‘Completely Disagree’ (number 1) to ‘Completely Agree’ (number 7).
1 . . . 2 . . . 3 . . . 4 . . . 5 . . . 6 . . . 7
Completely Completely
Disagree
Agree
1. Expressing my emotions with words is not a problem for me. 1 2 3 4 5 6 7 2. I often find it difficult to see things from another person’s viewpoint. 1 2 3 4 5 6 7
3. On the whole, I’m a highly motivated person. 1 2 3 4 5 6 7
4. I usually find it difficult to regulate my emotions. 1 2 3 4 5 6 7
5. I generally don’t find life enjoyable. 1 2 3 4 5 6 7
6. I can deal effectively with people. 1 2 3 4 5 6 7
7. I tend to change my mind frequently. 1 2 3 4 5 6 7
8. Many times, I can’t figure out what emotion I'm feeling. 1 2 3 4 5 6 7
9. I feel that I have a number of good qualities. 1 2 3 4 5 6 7
10. I often find it difficult to stand up for my rights. 1 2 3 4 5 6 7 11. I’m usually able to influence the way other people feel. 1 2 3 4 5 6 7 12. On the whole, I have a gloomy perspective on most things. 1 2 3 4 5 6 7 13. Those close to me often complain that I don’t treat them right. 1 2 3 4 5 6 7 14. I often find it difficult to adjust my life according to the circumstances. 1 2 3 4 5 6 7
15. On the whole, I’m able to deal with stress. 1 2 3 4 5 6 7
16. I often find it difficult to show my affection to those close to me. 1 2 3 4 5 6 7 17. I’m normally able to “get into someone’s shoes” and experience their
emotions.
1 2 3 4 5 6 7
18. I normally find it difficult to keep myself motivated. 1 2 3 4 5 6 7 19. I’m usually able to find ways to control my emotions when I want to. 1 2 3 4 5 6 7
20. On the whole, I’m pleased with my life. 1 2 3 4 5 6 7
21. I would describe myself as a good negotiator. 1 2 3 4 5 6 7
22. I tend to get involved in things I later wish I could get out of. 1 2 3 4 5 6 7
23. I often pause and think about my feelings. 1 2 3 4 5 6 7
24. I believe I’m full of personal strengths. 1 2 3 4 5 6 7
25. I tend to “back down” even if I know I’m right. 1 2 3 4 5 6 7
(2)
27. I generally believe that things will work out fine in my life. 1 2 3 4 5 6 7 28. I find it difficult to bond well even with those close to me. 1 2 3 4 5 6 7 29. Generally, I’m able to adapt to new environments. 1 2 3 4 5 6 7
30. Others admire me for being relaxed. 1 2 3 4 5 6 7
Scoring key: Reverse-score the following items and then sum up all responses I often find it difficult to show my affection to those close to me. (R) 16 I often find it difficult to see things from another person's viewpoint. (R) 2 I normally find it difficult to keep myself motivated. (R) 18
I usually find it difficult to regulate my emotions. (R) 4 I generally don't find life enjoyable. (R) 5
I tend to change my mind frequently. (R) 7
I tend to get involved in things I later wish I could get out of. (R) 22 Many times, I can’t figure out what emotion I'm feeling. (R) 8 I normally find it difficult to stand up for my rights. (R) 10 I tend to "back down" even if I know I'm right. (R) 25
I don't seem to have any power at all over other people's feelings. (R) 26 On the whole, I have a gloomy perspective on most things. (R) 12 Those close to me often complain that I don't treat them right. (R) 13 I find it difficult to bond well even with those close to me. (R) 28
I often find it difficult to adjust my life according to the circumstances. (R) 14
*Numbers on the right correspond to the position of the items in the short form of the questionnaire.
**If you would like to derive factor scores based on the long form, see Webnote 2 on the website.
Trait Emotional Intelligence Questionnaire – Short Form (TEIQue-SF).This is a 30-item questionnaire designed to measure global trait emotional intelligence (trait EI). It is based on the long form of the TEIQue(Petrides, 2001). Two items from each of the 15 subscales of the TEIQue were selected for inclusion, based primarily on their correlations with the corresponding total subscale scores. This procedure was followed in order to ensure adequate internal consistencies and broad coverage of the sampling domain of the construct. Items were responded to on a 7-point Likert scale. The TEIQue has been constructed with the aim of providing comprehensive coverage of the trait EI domain
(3)
(4)
(5)
(6)