Perumusan Masalah Tujuan .1 Tujuan Umum Human Immunodeficiency Virus dan Acquired Immunodeficiency

1.2 Perumusan Masalah

Sejauh manakah tingkat pengetahuan tentang penyakit HIVAIDS, sikap dan penerimaan keluarga teman penderita HIV terhadap penderita? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui tingkat pengetahuan keluarga penderita HIVAIDS tentang penyakit HIVAIDS, sikap dan penerimaan keluarga penderita HIVAIDS dengan penderita di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan

1.3.2 Tujuan Khusus

a Untuk mengetahui sejauh manakah pengetahuan keluarga tentang tentang HIV dan cara mencegahnya b Untuk melihat apakah keluarga penderita HIVAIDS ini menerima penderita tersebut dan bagaimana cara mereka menerimanya c Untuk melihat sikap keluarga penderita HIVAIDS ini terhadap ahli keluarga yang menderita penyakit ini

1.4 Manfaat

Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi: 1. Keluarga penderita HIV dalam cara untuk mencegah dari tertularnya virus HIV ini 2. Membantu ahli keluarga dalam proses penerimaan penderita HIV dalam keluarga 3. Memberikan info dan galakan kepada penderita dan keluarga penderita tentang penyakit ini dan membuang segala pemikiran dahulu bahwa HIV itu satu penyakit yang tidak dapat disembuhkan. 4. Menambahkan wawasan dan sumber pustaka bagi orang lain. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Human Immunodeficiency Virus dan Acquired Immunodeficiency

Sindrome 2.1.1 HIV Dan AIDS Untuk menjawab persoalan tentang apa itu Human Immunodeficiency Virus HIV, kita perlu mulai dengan melihat sejarah awal bagaimana virus ini ditemui. Pada tahun 1985, para ilmuwan telah menemukan satu virus yang dikenali sebagai Human Immunodeficiency Virus HIV dan dengan hasil penemuan dah penelitian tentang virus tersebut, persoalan tadi telah terjawab. HIV adalah virus yang ditularkan dari orang ke orang melalui pertukaran cairan tubuh sperti darah, air mani, air susu ibu ASI dan cairan vagina. Kontak seksual adalah cara paling umum untuk penyebaran HIV ini tetapi ia juga dapat ditularkan melalui jarum suntik saat berbagi-bagi obat-obatan. Saat virus ini telah menginvasi tubuh dan menggandakan diri, ia menyerang dan merusak system kekebalan tubuh dan tubuh akhirnya menjadi rentam terhadap penyakit dan infeksi. Maka, sesiapa yang telah terinfeksi virus ini, kebarangkalian untuk mudah diserang infeksi-infeksi lain sangat tinggi. Acquired Immunodeficiency Sindrome AIDS adalah kondisi yang menggambarkan keadaan lanjutan dari infeksi HIV. Dengan terjadinya AIDS, virus ini telah berkembang biak dan memberikan impak kepada berkurangnya sel darah putih yang sangat besar iaitu dibawah bilangan 200.000. Kilmarx P, APHA Press; 2008

2.1.2. Patogenesis

Hampir 40 juta orang yang hidup dengan virus HIV di seluruh dunia pada tahun 2006 dan data ini adalah menurut statistic dari Organisasi Kesehatan Dunia dan UNAIDS. Angka tersebut adalah 2,6 juta lebih dari tahun 2004, dan jumlah Universitas Sumatera Utara infeksi baru mencapai 4,3 juta pada tahun 2006. Dua pertiga dari mereka yang terinfeksi adalah penderita yang tinggal di sub-Sahara Afrika dan kawasan ini juga menunjukkan hamper 75 kematian Beberapa kelainan kekebalan dalam infeksi HIV meliputi: 1. Ekspresi sitokin diubah 2. Penurunan fungsi sel Natural Killer NK. 3. Penurunan respon humoral dan proliferasi untuk antigen dan mitogens. 4. Penurunan ekspresi MHC-II 5. Penurunan monosit kemotaksis 6. Deplesi sel CD4 + 7. Gangguan reaksi DTH 8. Lynphopenia 9. Poliklonal sel B-aktivasi Patologi untuk HIVAIDs secara langsung masih tidak jelas kerana virus dan pelbagai faktor lain yang disebabkan oleh system kekebalan tubuh itu sendiri. Ada beberapa model yang telah diusulkan untuk menjelaskan bagaimana HIV ini menyebabkan defisiensi kekebalan: Hubungan antara HIV dan sistem imun adalah basis kepada patologi penyakit virus HIV. Reseptor sel induk yang dikenal pasti oleh permukaan glikoprotein HIV adalah sel molekul CD4. Patogenesis ini bermula apabila virus HIV ini berikatan dengan hos molekul CD4 melalui membran glikoprotein gp120. Kemudian, gp41 glikoprotein 41 berikatan dengan sel kemokin dan menyebabkan berlakunya fusi pada reseptor pada sel CD4 dan melalukan proses membuka lapisan membran sel CD4 tersebut. Kemudian berlaku proses reverse transcriptase dimana virus tersebut membuat pencetakan atau copy dari kode Universitas Sumatera Utara DNA sel CD4 tersebut. Enzim polimerase yang terdapat di sana membawa kepada formasi dsDNA. Apabila hasil formasi tersebut masuk ke dalam nukleus, berlaku proses integrasi akibat dari kemasukan kode DNA virus tersebut ke dalam hos gen oleh viral integrase, p32. Hasil dari proses integrasi tersebut kemudian melewati proses sintesis molekul RNA dan melalukan proses transkripsi. Virus ini merubah gen yang terdapat dalam sel CD4 yang normal menjadi struktur yang tidak normal dan akhirnya dilepaskan dari sel CD4 tersebut dan menjadi CD4 yang baru dimana ia adalah proses transkripsi CD4 normal menjadi sel virus yang berkembang biak di dalam sirkulasi. Kumar and Clark, Clinical Medicine, 2002

2.1.3. Gejala Klinis dan Diagnosa

Saat ini diakui bahwa sekitar 20 dari orang yang terinfeksi HIV di Amerika Serikat tidak menyedari bahwa mereka mengidap penyakit ini akibat dari tidak mengikuti tes antibody HIV tersebut. Selama periode waktu lama infeksi, lebih dari 50 dari mereka yang terinfeksi HIV akan mengalami flu sampai beberapa minggu. Penyakit ini dianggap infeksi HIV primer. Antara lain gejala umum infeksi HIV primer adalah: 1. Demam 2. Sakit otot dan sendi 3. Sakit tenggorokan 4. Bengkak kalenjar getah bening di leher. 5. Hilang berat badan 6. Diare 7. Penyakit kulit Terdapat dua tes darah yang rutin dilakukan untuk melihat siapa yang terinfeksi virus HIV ini. Salah satu dari tes tersebut adalah tes mengira bilangan sel CD4 di dalam darah. Tes yang satu lagi adalah tes yang mengira bilangan virus yang terdapat dalam darah. Untuk orang yang normal, bilangan sel CD4 Universitas Sumatera Utara yang terdapat dalam darah adalah sekitar 4di atas 400 sel per kubik milliliter mm3 dalam darah. Pada pasien HIV, umunya tidak aka nada pelbagai komplikasi sehingga bilangan sel CD4 di bawah 200 sel per mm3. Pada tahap ini, sistem imun tidak lagi berfungsi sempurna dan dikatakan telah mengalami supresi. Kekurangan bilagan sel CD4 ini menandakan perjalanan penyakit ini telah parah. Maka akan berlaku infeksi opportunistik di dalam tubuh. Dalam dua sampai enam minggu eksposur, kebanyakan orang yang terinfeksi akan memiliki tes HIV antibodi yang positif, dengan hamper semua mempunyai gejala-gejala positif dalam enam bulan. Yang digunakan secara umum untuk tes HIV adalah tes ELISA. Jika tes ini menemukan antibodi HIV, ia akan dikonfirmasi lagi dengan tes yang disebut Western Blot. Terdapat juga tes yang dapat dilakukan dengan cepat dengan menggunakan darah atau air ludah dan hasil dapat diperolehi setelah 20 menit. Tes ini cukup akurat tetapi tes ini juga perlu dikonformasi dengan tes Western Blot. J. Allen McCutchan, 2009

2.1.4. Kunci dalam penanganan infeksi HIV

Pertama sekali, masih belum ada bukti bahwa pasien dengan HIV dapat disembuhkan dengan terapi yang sedia ada. Tetapi, ditegaskan bahwa, walaupun belum ada pengobatan yang paling sesuai untuk menyingkirkan virus tersebut dari dalam tubuh, namun ada cara untuk memperlambatkan progres perjalanan penyakit ini. Kebanyakan orang yang menghidap HIV dapat hidup dengan normal jika mengikuti terapi yang dianjurkan oleh dokter. Terapi ini sangat bergantung kepada abiliti pasien untuk menerima pengobatan yang telah disarankan. Di sini terdapat beberapa langkah dalam penanganan virus HIV.

2.1.4.1. Langkah 1-Bermula dengan mutasi

Kunci untuk terapi HIV adalah dengan mengetahui adanya virus HIV di dalam darah dan cairan tubuh. Tanpa mengetahui adanya virus tersebut, terapi ini tidak berjaya. Walau bagaimanapun, terdapat virus HIV yang membuat Universitas Sumatera Utara pencetakan dari diri sendiri yang lain dari wujud aslinya. Proses ini disebut mutasi. 2.1.4.2. Langkah 2-Resistensi Apabila berlaku perubahan atau mutasi yang dapat menyebabkan terapi yang diberikan tidak mendatangkan efek kepada virus tersebut, ia menunjukkan bahwa virus tersebut mengalami resistensi terhadap obat tersebut. 2.1.4.3. Langkah 3-Pertambahan hasil tiruan menambahkan resistensi dan menurunkan efek obat Semakin sel virus HIV tersebut bermutasi dan melakukan cloning dari diri sendiri, terapi dan pengobatan yang diberikan menjadi makin tidak efektif dan tidak berguna kepada virus tersebut. Maka, terapi yang sedia ada perlu ditukar untuk meningkatkan efektivitas terapi tersebut.

2.1.4.4. Langkah 4-pemilihan obat yang tepat

Apabila terjadi resistensi terhadap obat yang pertama diberikan, kebanyakan obat yang akan diberikan sebagai pengganti turut juga mengalami resistensi. Bahkan, kadang-kala seluruh tipe obat akan menjadi resisten, dan membawa kepada keterbatasan pengobatan yang ingin dilakukan. Tetapi, bagaimana kita dapat mengenalpasti obat manakah yang tepat? Terdapat dua tes untuk melihat obat yang lebih cenderung untuk menghasilkan efek yang lebih positif iaitu tes Phenotype dan tes Genotype. 1. Phenotype: Tes yang mempengaruhi sejauh manakah keberhasilan pengobatan yang dapat menghalang virus HIV dari melakukan klon atau copy dari dirinya sendiri 2. Genotype: Tes yang mengindentifikasi mutasi gen manakah yang muncul.

2.1.4.5. Ketepatan waktu dan disiplin dalam pengobatan

Untuk mencegah HIV dari membuat salinan dari dirinya sendiri, baik normal atau salinan mutasi, kita harus mengetahui kadar atau dosis obat yang mencukupi di Universitas Sumatera Utara dalam darah pada setiap waktu. Jumlah obat dalam darah akan menurun jika dosis diturunkan, diabaikan atau terlambat. Jadi, pastikan selalu ada cukup obat di dalam darah untuk menghindari terjadinya proses penyalinan dari sel HIV tersebut dan mengkonsumsi obat yang dianjurkan dengan tepat dan benar.

2.1.4.6. Mengurangi resiko resistensi

Resiko resistensi dapat dikurangi dengan tepat mengikuti rejimen pengobatan yang telah dianjurkan. 1. Mengambil obat-obatan anda seperti yang ditentukan tepat waktu, seswai yang telag ditentukan pada setiap hari. 2. Mempelajari tentang obat-obatan yang diberi dan mengetahui apa tujuannya. 3. Mengetahui efek samping yang mungkin akan terjadi. 4. Memastikan obat tidak terputus saat terapi untuk menghidarkan resistensi. 5. Memastikan bahwa pilihan pengobatan akan menjadi semakin terbatas jika tingkat resistensi semakin tinggi. 6. Jika mengalami efek samping yang berat, segera rujuk ke dokter. Mark Cichocki, R.N , 2006 2.2. Perilaku Perilaku adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Ada 2 hal yang dapat mempengaruhi perilaku yaitu faktor genetik keturunan dan lingkungan. Faktor keturunan adalah merupakan konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya. Lingkungan adalah kondisi atau merupakan lahan untuk perkembangan perilaku tersebut. Menurut Skinner 1938 dalam Notoatmodjo 2003 mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang stimulus dan tanggapan respon. Ia membedakan ada dua respon yakni: Universitas Sumatera Utara a. Respondent respons ialah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan- rangsangan tertentu. Respon-respon yang timbul umumnya relatif tetap. b. Operant respon ialah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsangan tertentu. Perangsangan semacam ini disebut reinforcing stimuli karena perangsangan-perangsangan tersebut memperkuat respon yang telah dilakukan organisme. Perilaku kesehatan adalah suatu proses seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistim pelayanan kesehatan dan makanan serta lingkungan. Menurut Becker 1979 mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan health related behavior sebagai berikut: a. Perilaku kesehatan yaitu hal-hal yang berhubungan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. b. Perilaku sakit yakni segala tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang merasa sakit untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit. c. Perilaku peran sakit yakni segala tindakan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan. Bloom 1908 membagi perilaku ke dalam 3 domain namun tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas yakni pengetahuan, sikap, dan tindakan.

2.2.1. Pengetahuan

Pengetahuan knowledge merupakan hasil dari tahu dan pengalaman seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu rangsangan tertentu. Pengetahuan tau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang overt behavior. Kedalaman pengetahuan yang diperoleh seeorang terhadap suatu rangsangan dapat diklasifikasikan berdasarkan enam tingkatan, yakni:

a. Tahu know