ABSTRAK PENGARUH PENYULUHAN OLEH LSM MITRA BENTALA BANDAR LAMPUNG TENTANG PELESTARIAN ALAM TERHADAP SIKAP MASYARAKAT PESISIR DALAM MELESTARIKAN ALAM

(1)

PENGARUH PENYULUHAN OLEH LSM MITRA BENTALA BANDAR LAMPUNG TENTANG PELESTARIAN ALAM TERHADAP

SIKAP MASYARAKAT PESISIR DALAM MELESTARIKAN ALAM

(Studi pada Masyarakat di Desa Pulau Pahawang Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran)

Oleh

ANDRI ALIMUDIN

Upaya pelestarian alam dan pengelolaan lingkungan hidup ditempuh dalam berbagai kegiatan, salah satunya adalah melalui proses penyuluhan. Penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala pada dasarnya merupakan komunikasi, karena dalam aktivitas penyuluhan ini terdapat proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu menumbuhkan sikap yang positif dari sasaran penyuluhan.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Adakah pengaruh penyuluhan oleh LSM Mitra Bentala Bandar Lampung tentang pelestarian alam terhadap sikap masyarakat pesisir dalam melestarikan alam di Desa Pulau Pahawang Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran?”

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penyuluhan oleh LSM Mitra Bentala Bandar Lampung tentang pelestarian alam terhadap sikap masyarakat pesisir dalam melestarikan alam di Desa Pulau Pahawang Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran.


(2)

Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran. Pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner dan dokumentasi. Data selanjutnya dianalisis dengan rumus Regresi Linier Sederhana.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyuluhan pelestarian alam oleh LSM Mitra Bentala berpengaruh terhadap sikap masyarakat pesisir di Desa Pulau Pahawang Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran dalam melestarikan alam dengan nilai sebesar 69,4%. Pengujian hipotesis menunjukkan bahwa nilai thitung > tTabel pada taraf signifikan 95% dengan perbandingan 12.318> 1.667. Artinya pengaruh penyuluhan pelestarian alam terhadap sikap masyarakat pesisir dalam melestarikan alam di Desa Pulau Pahawang Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Lampung Selatan adalah signifikan.


(3)

INFLUENCE OF EXTENSION BY NON GOVERNMENT ORGANIZATION MITRA BENTALA ABOUT NATURE CONSERVATION TOWARD PEOPLE ATTITUDE TO

SUSTAINING ENVIRONMENT

(Study on People at Pahawang Island Village Punduh Pidada District Pesawaran Regency)

By

ANDRI ALIMUDIN

Nature conservation and environmental management adopted in a variety of activities, one of which is through the process of counseling. Counseling conservation by NGO Mitra Bentala basically a communication, because the activity of this extension are the delivery of messages from the communicator to the communicant to achieve certain goals, which fosters positive attitudes of the target extension.

The formulation of the problem in this research is: "How is influence of extension by NGO Mitra Bentala about nature conservation toward people attitude to sustaining environment on People at Pahawang Island Village Punduh Pidada District Pesawaran Regency?”

The purpose of this research is to determine the influence of extension by NGO Mitra Bentala about nature conservation toward people attitude to sustaining environment on people at Pahawang Island Village Punduh Pidada District Pesawaran Regency.


(4)

District Pesawaran Regency. The data was collected by questionnaire and documentation. The data were then analyzed with Simple Linear Regression formula.

The results of this study indicate that influence of extension by NGO Mitra Bentala about nature conservation toward people attitude to sustaining environment on People at Pahawang Island Village Punduh Pidada District Pesawaran Regency with a value of 69.4%. Testing the hypothesis suggests that tcount> ttable the significant level of 95% with a ratio of 12 318> 1667. This means that the influence of extension by NGO Mitra Bentala about nature conservation toward people attitude to sustaining environment on People at Pahawang Island Village Punduh Pidada District Pesawaran Regency is significant.


(5)

A. Latar Belakang Masalah

Lingkungan dibentuk oleh kegiatan yang dilakukan manusia, berbagai perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan manusia, baik secara langsung atau tidak langsung. Perubahan lingkungan terjadi karena tidak seimbangnya lagi susunan organik atau kehidupan yang ada, akibatnyapun belum dapat dirasakan secara langsung bagi kehidupan manusia atau kehidupan lainnya namun baru terasa setelah regenerasi. Lingkungan hidup Indonesia yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia merupakan karunia dan rahmat-Nya yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya, agar dapat menjadi sumber penunjang hidup bagi rakyat dan bangsa Indonesia, serta mahluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup itu sendiri (Ardianto Purnomo, 2001: 5).

Menjaga kelestarian alam tidak hanya terbatas pada menjaga supaya air, tanah dan udara tidak kotor. Menjaga kelestarian alam lebih luas dari itu, karena terdapat prinsip keadilan untuk alam dan masyarakat, tidak hanya untuk waktu sekarang tetapi juga antar waktu. Dalam pengertian, seyogyanya kita tidak mewariskan keadaan yang lebih buruk bagi generasi mendatang. Manusia perlu mewariskan lingkungan yang bersih, damai, sumberdaya alam yang berkelanjutan serta


(6)

mempersiapkan generasi mendatang yang lebih baik. Lingkungan disebut bersih (fisik) apabila pengotoran (polusi) baik ke darat, laut dan udara tidak melebihi ambang batas yang ditentukan para ahli atau peraturan lingkungan. Lingkungan yang damai (sosial) adalah apabila setiap usaha yang dilakukan tidak merugikan orang lain atau kerugian orang tersebut dikompensasi. Setiap kegiatan dalam penanganannya harus sudah memasukkan biaya lingkungan baik secara fisik maupun sosial yang diupayakan oleh manusia.

Upaya manusia dalam pelestarian alam dapat ditempuh melalui berbagai pendekatan seperti politis, organisasi, administrasi, profesi, dan ilmiah (Omara, 1991: 7). Pendekatan politis dilakukan oleh penentu kebijakan atau pemerintah, antara lain melalui wahana seperti undang-undang dan peraturan. Segenap kebijakan politis harus pula diyakinkan tentang nilai pentingnya pelestarian alam, tidak hanya bagi generasi masa kini tetapi terlebih untuk generasi mendatang

Pendekatan organisasi dilaksanakan dengan pengaturan kerjasama antara pemerintah, sektor swasta dan lembaga-lembaga nirlaba atau swadaya masyarakat yang bergulat dalam bidang lingkungan hidup, yang tidak kalah penting adalah menggalang peran serta aktif dari masyarakat luas. Mengenai administrasi dipandang perlu adanya gagasan dan sikap baru, agar pengelolaan lingkungan dapat dilakukan lebih terdaya guna dan berhasil guna, perlu diciptakan teknik-teknik baru untuk mengukur biaya dan manfaat sosial dari prospek-prospek kepentingan umum, dan penilaian kembali sependekatan lebih akurat area-area seperti aman, lapangan dan ruang terbuka (Omara, 1991: 7).


(7)

Selanjutnya dalam pendekatan profesional, lebih banyak diterapkan dan dikembangkan praktek-praktek rekayasa yang sudah teruji seperti irigasi intensif, pencegahan erosi tanah, penanggulangan hama dengan tanaman ganda atau campuran. Peningkatan produktivitas biologis dan sebagainya. Sementara itu pendekatan ilmiah dalam bentuk studi dan penelitian yang meluas sekaligus mendalam tentang lingkungan hidup, baik lingkungan alam atau lingkungan binaan manusia (Omara, 1991: 8).

Berdasarkan beberapa pendekatan di atas maka penelitian ini ditekankan pada pendekatan organisasi yang dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang secara khusus memiliki aktivitas dalam pelestarian alam, yaitu LSM Mitra Bentala. Salah satu langkah organisasi yang ditempuh LSM ini adalah dengan melakukan kampanye mengenai pelestarian alam yang ditujukan secara langsung kepada masyarakat, khususnya masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir pantai.

Pelestarian alam merupakan upaya sadar dan terpadu untuk mengembangkan strategi untuk menghadapi, menghindari, dan menyelesaikan penurunan kualitas lingkungan dan untuk mengorganisasikan program-program pelestarian lingkungan dan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Masyarakat sebagai suatu kesatuan sosial mempunyai pemikiran dan tujuan yang sama tentang bagaimana memelihara atau melestarikan alam.

Tujuan umum pelestarian alam adalah terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan, yang memenuhi kepentingan tidak saja generasi masa kini akan tetapi juga generasi masa depan. Konsepsi pembangunan berkelanjutan mengandung tiga prinsip utama yakni: (1) prinsip-prinsip ekologis atau


(8)

lingkungan (environmental/ecological principles); (2) prinsip-prinsip sosial-politis (socio-political principles); serta prinsip-prinsip ekonomi. Konsekuensi dari hal tersebut adalah bahwa sararan-sasaran pengelolaan lingkungan harus pula mencakup ketiga prinsip pembangunan berkelanjutan sebagaimana dikemukakan diatas. Persoalannya adalah bagaimana menjabarkan kedua prinsip ini menjadi suatu pedoman yang lebih rinci dan dapat dijabarkan menjadi sasaran-sasaran pengelolaan lingkungan yang jelas (Soemarwoto, 1985: 3).

Menurut Pasal 4 Undang-Undang No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup telah dirumuskan enam sasaran pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia yakni:

1) Tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup;

2) Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membna lingkungan hidup;

3) Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; 4) Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup;

5) Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana;

6) Terlindungnya negara kesatuan republik indonesia terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Pelestarian alam bermakna sebagai suatu upaya terpadu untuk melestarikan fungsi alam sebagai lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan


(9)

pengendalian lingkungan hidup. Definisi ini menegaskan bahwa pengertian pengelolaan lingkungan di Indonesia mempunyai cakupan yang luas, karena tidak saja meliputi upaya-upaya pelestarian lingkungan melainkan juga mencegah proses terjadinya degradasi lingkungan, khususnya melalui proses penataan lingkungan.

Perlu disadari bahwa upaya-upaya pengelolaan lingkungan di Indonesia harus dilakukan tidak saja bersifat penanggulangan (kuratif) melainkan juga bersifat pencegahan (preventif). Hal ini penting dicermati oleh karena terdapat kecenderungan selama ini bahwa program-program di bidang lingkungan hidup cenderung menekankan pada upaya-upaya kuratif. Upaya-upaya yang lebih bersifat preventif tentunya harus lebih diprioritaskan.

Tujuan pelestarian alam adalah untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Kesejahteraan dan mutu hidup merupakan kriteria penting pembangunan berkelanjutan. Pengertian ini menegaskan bahwa tujuan akhir dari proses pembangunan adalah kesejahteraan dan mutu hidup manusia Indonesia. Dengan kata lain, pembangunan berkelanjutan di Indonesia telah cukup baik dirumuskan, karena mengintegrasikan tidak saja kepentingan sempit konservasi lingkungan alam, akan tetapi secara sadar mengkaitkannya dengan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan secara menyeluruh. Aspek ini penting disadari, terutama mengingat kondisi kesejahteraan masyarakat kebanyakan di Indonesia yang masih perlu ditingkatkan.


(10)

Upaya pelestarian alam dan pengelolaan lingkungan hidup ditempuh dalam berbagai kegiatan, salah satunya adalah melalui proses penyuluhan. Penyuluhan merupakan aktivitas pendidikan yang mengandung proses belajar mengajar. Agar proses belajar mengajar berlangsung efektif dan efesien, diperlukan suasana belajar mengajar yang tepat. Metode penyuluhan tidak lain adalah suasana belajar mengajar yang diciptakan sumber belajar (dengan partisipasi peserta belajar) untuk merangsang dan mengarahkan aktivitas belajar.

Penyuluhan yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala ini pada dasarnya adalah proses komunikasi, karena dalam aktivitas penyuluhan ini terdapat berbagai komponen komunikasi yaitu sebagai berikut: (1) komunikator atau sumber (source) adalah orang yang menyampaikan pesan penyuluhan, (2) pesan (message) adalah informasi yang disampaikan dalam penyuluhan, (3) media/ saluran (channel) adalah sarana penyampaian pesan dalam kegiatan komunikasi; (d) komunikan (communican) adalah sasaran kegiatan komunikasi atau orang yang menerima pesan penyluhan (e) umpan balik (feedback) adalah arus umpan balik dalam rangka proses berlangsungnya komunikasi (Effendi, 2001: 11).

Tujuan dilaksanakannya proses penyuluhan ini adalah untuk menumbuhkan sikap yang positif dari sasaran penyuluhan. Sikap positif yang dimaksud adalah masyarakat memiliki kecenderungan untuk melaksanakan berbagai upaya untuk melestarikan alam dari berbagai potensi kerusakan, sehingga akan terbina keselarasan antara manusia dengan alam.


(11)

Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Pulau Pahawang Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran, dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Desa Pulau Pahawang merupakan salah satu desa di Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran yang memiliki karakteristik wilayah berupa kepulauan dengan lingkungan yang relatif masih belum banyak potensi kerusakan sehingga perlu dipertahan kelestariannya. Kondisi geografis semacam ini sesuai dengan objek penelitian, yaitu masalah pelestarian alam 2. Desa Pulau Pahawang merupakan salah satu desa yang dipilih oleh LSM

Mitra Bentala sebagai objek penyuluhan tentang pelestarian alam untuk mengantisipasi terjadinya potensi kerusakan alam yang dapat ditimbulkan oleh para penduduk setempat untuk kepentingan ekonomi atau pemukiman yang tidak memperhatikan keseimbangan ekosistem. Hal ini sesuai dengan subjek penelitian, yaitu masalah penyuluhan pelestarian alam. Pemilihan Desa Pulau Pahawang ini lebih bersifat untuk pencegahan terjadinya kerusakan alam, khususnya kerusakan hutan mangrove.

(Sumber: Data Prariset pada Desa Pulau Pahawang Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran. Oktober 2010).

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Adakah pengaruh penyuluhan oleh LSM Mitra Bentala Bandar Lampung tentang pelestarian alam terhadap sikap masyarakat pesisir dalam melestarikan alam di Desa Pulau Pahawang Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran?”


(12)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penyuluhan oleh LSM Mitra Bentala Bandar Lampung tentang pelestarian alam terhadap sikap masyarakat pesisir dalam melestarikan alam di Desa Pulau Pahawang Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini meliputi:

1. Secara Teoritis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan referensi bagi kajian ilmu komunikasi mengenai penyuluhan pada khususnya dan ilmu-ilmu sosial pada umumnya.

2. Secara Praktis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai referensi bagi penelitian di bidang komunikasi pada masa mendatang, khususnya penelitian dengan kajian mengenai penyuluhan sebagai bentuk komunikasi.


(13)

A. Penyuluhan dan Komunikasi

1. Pengertian Penyuluhan

Menurut Totok Mardikanto (2004: 9), penyuluhan pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses perubahan baik perubahan pengetahuan (cognitive), sikap (affective) maupun keterampilan (psychomotoric) pada diri seseorang setelah menerima inovasi atau materi yang disampaikan penyuluh kepada masyarakat sasarannya. Penerimaan disini mengandung arti tidak sekedar “tahu”, tetapi sampai dapat melaksanakan atau menerapkan dengan benar dan menghayatinya dalam usahanya.

Menurut Abdussalam (2001: 42), penyuluhan adalah proses perubahan melalui pendidikan, yakni perubahan sebagai berikut:

a. Pengetahuan/pemahaman tentang segala sesuatu yang dinilainya lebih baik atau bermanfaat (bagi dirinya sendiri, keluarga, dan masyarakatnya). b. Dengan kemauan sendiri tanpa paksaan dari pihak manapun juga

(keluarga, kerabat, tetangga, sahabat, ataupun penguasa).

c. Kemampuan untuk melakukan sesuatu dan menyediakan sumberdaya (input) yang diperlukan untuk terjadinya suatu perubahan.


(14)

Pengertian di atas menyatakan bahwa penyuluhan dapat diartikan sebagai sistem pendidikan bagi masyarakat untuk membuat mereka tahu, mau, dan mampu berswadaya melaksanakan upaya peningkatan produksi, pendapatan/ keuntungan, dan perbaikan kesejahteraan keluarga masyarakatnya. Memang diakui, bahwa proses perubahan melalui pendidikan sering berlangsung sangat lambat, melelahkan, dan memerlukan kesabaran, biaya, dan waktu yang lebih besar. Hal ini, berbeda dengan perubahan yang diakibatkan oleh pemaksaan yang biasanya perubahan itu berlangsung cepat, namun cepat pula kembali pada perlaku semula jika kemampuan pemaksa menurun.

2. Ruang Lingkup Penyuluhan

Menurut Azwar (2001: 14-16), ruang lingkup penyuluhan meliputi tiga aspek, yaitu:

a. Sasaran penyuluhan

Sasaran penyuluhan meliputi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang dijadikan subjek dan objek perubahan sehingga diharapkan dapat memahami, menghayati dan mengaplikasikan hal-hal yang disampaikan melalui penyuluhan dalam kehidupan sehari-harinya.

b. Materi/Pesan

Materi atau pesan yang akan disampaikan kepada masyarakat hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Sehingga materi yang disampaikan dapat dirasakan langsung manfaatnya. Materi yang disampaikan sebaiknya:


(15)

1) Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti masyarakat dalam bahasa kesehariannya.

2) Materi yang disampaikan tidak terlalu sulit untuk dimengerti oleh sasaran. 3) Dalam menyampaikan materi sebaiknya menggunakan alat peraga untuk

mempermudah pemahaman dan untuk menarik perhatian sasaran

4) Materi atau pesan yang disampaikan merupakan kebutuhan sasaran dalam masalah yang mereka hadapi.

c. Metode Penyuluhan

Metode yang dipakai dalam penyuluhan hendaknya metode yang dapat mengembangkan komunikasi dua arah antara petugas penyuluh dan sasaran penyuluhan, sehingga diharapkan tingkat pemahaman sasaran terhadap pesan menjadi lebih jelas dan mudah difahami, di antaranya adalah:

1) Ceramah, merupakan metode yang bersifat monolog dan menyangkut isu-isu dasar. Metode ini dipilih sewaktu waktu terbatas dan banyak informasi dasar yang perlu disampaikan. Walaupun sifatnya sangat monolog, tetapi dengan mengembangkan isu kunci dan langsung tanya jawab, penyuluh bisa mengharapkan hasil yang baik.

2) Diskusi terpadu, merupakan metode yang sederhana dan aktif. Penyuluh bisa mengharapkan diskusi sasaran pada apa yang diinginkan, dan memulainya dengan melontarkan isu, dan kemudian penyuluh menunggu reaksi melalui diskusi. Peran penyuluh adalah memandu, bukan memimpin, mendominasi, mengarahkan, atau membiarkan sasaran jauh dari topik yang dibahas.


(16)

3) Diskusi kelompok, metode ini biasanya paling disukai dan dikuasai oleh penyuluh. Disini biasanya membagi sasaran dalam kelompok kecil, 6-8 orang, untuk mendiskusikan topik tertentu dengan waktu yang ditentukan pula. Oleh karenanya. Setiap orang akan tahu apa tugas.

4) Curah gagasan, merupakan metode yang bermanfaat untuk mengumpulkan gagasan tersebut. Acara ini bermanfaat untuk mengumpulkan gagasan sebanyak mungkin dari sasaran mengenai masalah yang diajukan, kemudian mereka menanggapi, mengomentari dan mengusulkan sesuatu yang berhubungan masalah tersebut. Ini adalah tempat untuk menampung ide-ide kreatif sasaran terhadap suatu permasalahan yang dilontarkan.

5) Bermain peran, dengan metode ini sini penyuluh dapat berperan sebagai sasaran secara langsung. Media ini akan menarik bagi sasaran yang berani tampil. Metode ini dibuat untuk mengetahui perasaan orang terhadap situasi tertentu.

3. Pengertian Komunikasi

Menurut Mulyana (2001: 41), secara etimologis, kata komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata dalam Bahas Latin yaitu communis yang berarti ‘sama’; communico, communicatio, atau communicare yang berarti ‘membuat sama’ (to make common). Istilah Communis yang berasal dari Bahasa Latin adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal-usul kata komunikasi, merujuk pada suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan yang dianut secara sama.


(17)

Kata lain yang juga dekat dengan komunikasi menurut Ralph Ross dalam Mulyana (2001: 42), adalah komunitas (community), yang menekankan kesamaan atau kebersamaan. Komunitas merujuk pada sekelompok orang yang hidup bersama untuk mencapai tujuan tertentu, saling berbagi makna dan sikap. Tanpa komunikasi tidak akan ada komunitas, sehingga jelaslah bahwa komunikasi antara sesama manusia menjadi prasyarat terbentuknya komunitas.

Menurut Depari (2000: 2) komunikasi adalah proses di mana seseorang menyampaikan gagasan, harapan melalui lambang tertentu, mengandung arti, dilakukan penyampai pesan dan ditujukan kepada penerima pesan. Sedangkan menurut Mulyana (2001: 98), komunikasi adalah salah satu kegiatan manusia yang telah dipahami semua orang, tetapi tidak semua dapat memahami maknanya. Komunikasi dapat didefinisikan sebagai saling bicara satu sama lain; penyebaran informasi; bersenda gurau; penggunaan fasilitas internet; gaya berpakaian; gaya rambut yang dipilih; dan daftar definisi tersebut masih dapat diteruskan tanpa ada batasnya. Karena segala aspek kehidupan manusia dapat merupakan bentuk komunikasi. Setiap perilaku manusia mempunyai potensi komunikasi, dan untuk ditafsirkan. Dengan kata lain manusia adalah makhluk yang tidak dapat tidak berkomunikasi (we cannot not communicate).

Menurut Carl I. Hovland dalam Effendy (2003: 13), bahwa komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang lain (komunikan), dengan perubahan itu akan diperoleh persamaan persepsi dan tujuan. Komunikasi dalam hal ini merupakan proses penyampaian


(18)

pikiran atau perasaan oleh seseorang pada orang lain dengan menggunakan lambang yang bermakna sama bagi kedua belah pihak.

4. Komponen-Komponen Komunikasi

Menurut Effendy (2003:16-19), komponen-komponen komunikasi meliputi: a) Komunikator (source), orang yang membawa/menyampaikan pesan.

b) Pesan (message), berita/informasi yang disampaikan oleh komunikator dalam melalui lambang-lambang, pembicaraan, gerakan dsb.

c) Saluran (channel), sarana penyampaian pesan dalam kegiatan komunikasi. Saluran tersebut meliputi:

(a) Pendengaran (lambang berupa suara)

(b) Pengelihatan (lambang berupa sinar, pantulan sinar atau gambar) (c) Penciuman (lambang berupa bau-bauan)

(d) Rabaan (lambang-lambang yang berupa rangsangan rabaan)

d) Komunikan (communicant), objek sasaran dari kegiatan komunikasi atau orang yang menerima berita atau lambang.

e) Umpan balik (feedback), arus umpan balik dalam rangka proses berlangsungnya komunikasi. Umpan balik dapat dijadikan tolok ukur untuk mengetahui sejauh mana pencapaian pesan yang telah disampaikan.

B. Penyuluhan Tentang Pelestarian Alam

1. Pengertian Penyuluhan Tentang Pelestarian Alam

Menurut Hendrawan (2002: 44), kata pelestarian banyak diartikan sebagai upaya sadar dan terpadu untuk mencapai suatu tujuan yang disepakati bersama. Dalam konteks lingkungan, pelestarian alam dapat diartikan sebagai upaya terpadu untuk


(19)

mengembangkan strategi untuk menghadapi, menghindari, dan menyelesaikan penurunan kualitas lingkungan dan untuk mengorganisasikan program-program pelestarian lingkungan dan pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Menurut Soemarwoto (1999: 21), pelestarian alam adalah usaha secara sadar untuk memelihara atau memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar dapat terpenuhi sebaik-baiknya. Menurut Omara Ojungu (1991: 7) pelestarian alam adalah suatu proses pengambilan keputusan bersama di mana solusi optimal harus diambil berkaitan dengan pemanfaatan lingkungan dan sumber daya.

Pengertian di atas didasarkan pada asumsi bahwa masyarakat sebagai suatu kesatuan sosial mempunyai pemikiran dan tujuan yang sama tentang bagaimana memelihara atau memanfaatkan lingkungan. Dengan kata lain, kedua rumusan di atas menyiratkan pemikiran bahwa semua pihak mempunyai komitmen yang sama tentang lingkungan sehingga dapat disatukan menjadi satu kekuatan yang nyata untuk kepentingan lingkungan. Rumusan diatas bukannya salah, akan tetapi memerlukan peninjauan kritis terutama berkaitan dengan asumsi bahwa akan selalu terdapat kesepakatan pemikiran tentang bagaimana memanfaatkan dan memperlakukan lingkungan.

Berdasarkan pengertian mengenai penyuluhan dan pelestarian alam maka dapat dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan penyuluhan tentang pelestarian alam adalah suatu proses penyampaian materi oleh seseorang atau sekelompok orang selaku komunikator kepada masyarakat sasaran selaku komunikan untuk melaksanakan upaya terpadu dalam rangka menghadapi, menghindari, dan menyelesaikan penurunan kualitas lingkungan dan untuk mengorganisasikan


(20)

program-program pelestarian lingkungan dan pembangunan yang berwawasan lingkungan.

2. Pelestarian Alam dalam Konteks Pembangunan yang Berkelanjutan

Menurut Hendrawan (2002: 46-47), pembangunan berkelanjutan diartikan atau dirumuskan sebagai paradigma pembangunan yang diarahkan untuk tidak saja memenuhi kebutuhan generasi saat ini melainkan juga generasi mendatang. Beberapa ide dasar konteks pelestarian alam dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan, adalah sebagai berikut:

a. Pembangunan berkelanjutan menekankan pentingnya integrasi antara ide-ide pembangunan dan lingkungan yang sebelumnya cenderung dipertentangkan. b. Pembangunan berkelanjutan berpijak dari pandangan bahwa konsepsi tentang

pembangunan tidaklah cukup hanya diartikan sebagai ‘pertumbuhan’ ekonomi semata melainkan mencakup pula pembangunan dalam arti yang lebih luas dan dalam antara lain menyangkut kualitas hidup dan kehidupan manusia secara keseluruhan.

c. Pembangunan berkelanjutan menyadari terdapatnya batas-batas teknologi dan lingkungan untuk mendukung proses pembangunan yang tidak terkontrol d. Pembangunan berkelanjutan menekankan pentingnya aspek sosial-politik,

khususnya keadilan dan demokrasi yang merupakan aspek tak terpisahkan dari persoalan-persoalan lingkungan.

e. Pembangunan berkelanjutan menyadari adanya ketimpangan situasi dan dengan sendirinya juga sasaran dan prioritas pembangunan antara negara-negara berkembang dan negara-negara-negara-negara maju.


(21)

Selanjutnya menurut Hendrawan (2002: 48), perkembangan pemikiran tentang pembangunan berkelanjutan saat ini mengkristal pada disepakatinya dua prinsip utama pembangunan yakni pelestarian lingkungan dan kesejahteraan sosial. Dengan kata lain konsepsi pembangunan berlanjut mencoba mengintegrasikan pendekatan ‘deep-ecology” yang mewarnai gerakan-gerakan pelestarian lingkungan yang dikritik terlalu utopia dan hanya menekankan kepentingan pelestarian lingkungan alam, dengan pendekatan ‘anthropocentris’ yang dikritik terlalu egois menekankan hanya pada kepentingan manusia. Dapat disimpulkan disini bahwa pembangunan berkelanjutan mengandung dimensi yang luas, tidak saja dimensi fisik-ekologis, melainkan juga dimensi sosial, budaya dan politik. Perlu dicatat disini bahwa dimensi sosial, budaya, dan politik pembangunan berkelanjutan ini semakin menjadi penting di negara-negara berkembang, oleh karena ketimpangan sosial, ekonomi, dan politk yang begitu besar.

3. Pendekatan Pelestarian Alam

Menurut Hendrawan (2002: 51-56), pelestarian alam dapat dilakukan dengan beberapa pendekataan, yaitu sebagai berikut:

a. Pendekatan Ekologis

Pendekatan ekologis dalam pelestarian alam dapat didefinisikan sebagai pengalokasian dan pelestarian alam yang didasarkan atas prinsip-prinsip ekologis, terutama hubungan-hubungan antar berbagai komponen dalam satu sistem lingkungan fisik dan biologis (Soemarwoto, 1985). Pendekatan ini merupakan pendekatan yang cenderung konvensional dalam pelestarian alam tetapi juga paling mendasar, terutama bagi mereka yang berpandangan


(22)

“environmental determism” yakni satu pandangan bahwa lingkunganlah yang akan mempengaruhi segalanya.

Pendekatan ekologis dalam pelestarian alam dikembangkan oleh para ahli biologi, botani, dan juga geografi, serta menekankan perhatiannya pada sistem-sistem lingkungan alam. Pendekatan ekologis menekankan kaitan yang erat antara berbagai jenis machluk hidup dan lingkungan fisik mereka, maka berbagai strategi dalam pendekatan ekologis dalam pelestarian alam juga didasarkan atas proses-proses yang terjadi dalam lingkungan alam antara lain: hirarkhis biologis, integritas ekologis, suksesi, serta keseimbangan ekologis.

Pendekatan ekologis terus dirasa penting untuk memahami proses-proses perubahan lingkungan alam, pendekatan ini mempunyai kekurangan, terutama ketidak mampuannya menjelaskan komponen kedua sistem lingkungan yakni sistem sosial serta proses interaksi antara komponen manusia dengan komponen fisik. Dengan kata lain, pendekatan ekologis dianggap kurang mampu untuk memecahkan persoalan-persoalan baru lingkungan, khususnya proses-proses perubahan lingkungan dimana intervensi manusia begitu dominan.

b. Pendekatan Ekonomis

Pendekatan ekonomis didasarkan atas pemikiran tentang kelangkaan sumber daya dan lingkungan sehingga menuntut para pengguna sumber daya dan lingkungan untuk melakukan pilihan-pilihan yang seksama dalam memanfaatkan sumber daya secara optimal. Dengan kata lain, pendekatan ekonomis dalam pelestarian alam menekankan pada perhitungan-perhitungan


(23)

rasional dalam pengalokasian dan pemanfaatan sumber daya dan lingkungan dalam kerangka sistem ekonomi yang terbuka dan kompetitip. Oleh karena bekerja dalam kerangka sistem eknonomi yang kompetitip, pendekatan ekonomi dalam pelestarian alam ditujukan untuk mencapai efisiensi ekonomi melalui pengurangan biaya produksi dan optimalisasi produk dan keuntungan.

c. Pendekatan Teknologis

Pendekatan teknologis dan ekonomis sesungguhnya merupakan dua sisi dari satu mata uang yang sama. Pendekatan teknologis dalam pelestarian alam bekerja dengan semangat yang sama dengan pendekatan ekonomis, yakni untuk mengoptimalkan proses eksplotasi dan pemanfaatan lingkungan serta sumber daya. Pendekatan ini menekankan pada upaya-upaya teknologis yang memungkinkan proses produksi yang lebih efisien dengan hasil yang maksimal. Dalam banyak hal, pendekatan teknologi dalam pelestarian alam berhasil mengurangi penggunaan sumber daya yang terbatas, melalui proses produksi yang efisien. Perkembangan teknologi disisi lain juga memungkinkan dimanfaatkannya sumber alam lain yang selama ini terabaikan. Dengan kata lain pendekatan teknologi memungkinkan dikembangakannya sumber-sumber alam untuk energi alternatip seperti tenaga surya, angin, dan gelombang. Dalam perkembangannya, pendekatan teknologi memungkinkan dicapainya proses dan hasil produksi yang lebih bersih dan memungkinkan proses daur ulang atau pemanfaatan kembali sumber daya lingkungan.


(24)

d. Pendekatan Sosio-kultural

Pendekatan sosio-kultural menekankan pada perlunya memahami aspek-aspek sosial dan kultur masyarakat lokal dalam pelestarian alam. Pendekatan ini merupakan jawaban atas berbagai kritik terhadap ketiga pendekatan pertama (ekologis, ekonomi, dam teknologis), terutama pada kepekaanya akan keragaman sistem sosial dan kultural di berbagai belahan dunia yang dalam banyak hal telah berhasil menunjukkan model-model pelestarian alam yang berkelanjutan. Dengan kata lain, pendekatan sosio-kultural menekankan bahwa perbedaan sistem sosial dan kultur akan mempengaruhi bentuk-bentuk masyarakat dalam memandang dan memanfaatkan lingkungan serta sumber daya. Terutama di negara-negara yang sedang berkembang, pandangan hidup, tata cara hidup, serta sikap masyarakat tertentu akan sangat menentukan bentuk-bentuk pemanfaatan dan alokasi sumber daya, sehingga pendekatan ekonomis dan teknologis semata tidaklah cukup untuk menyelesaikan persoalan lingkungan yang ada.

e. Pendekatan Sosial-Politis

Pendekatan sosial-politis dalam pelestarian alam didasarkan atas pemikiran tentang beragamnya kelompok-kelompok kepentingan dalam pelestarian alam yang masing-masing mempunyai persepsi dan rencana yang berbeda terhadap lingkungan. Dengan kata lain pendekatan ini menyadari pluralitas sistem sosial-politis sebagai komponen utama lingkungan serta implikasinya bagi proses-proses perubahan dan pelestarian alam. Sebagaimana telah disinggung di atas, pendekatan ini menyadari bahwa konflik merupakan sesuatu yang inherentada dalam setiap proses perubahan lingkungan sehingga upaya-upaya


(25)

pelestarian alam harus pula diarahkan untuk mengelola konflik, terutama untuk mendapatkan suatu penyelesaian yang menguntungkan semua pihak (win-win solution). Konsep politik ekologi (political ecology) semakin sering dibicarakan dan karena konsep ini memungkinkan kita untuk memahami lebih jauh proses sebab akibat perubahan lingkungan, terutama yang menyangkut keterlibatan aktor-aktor utama(stake holders)dalam proses tersebut.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui adanya beberapa pendekatan dalam upaya pelestarian alam, yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya sebagai perwujudan dari keinginan manusia untuk menjaga keharmonisan dengan alam sebagai tempat tinggal dan mempertahankan kelestarian demi keseimbangan dan keberlanjutan hidup manusia dari satu generasi ke generasi berikutnya.

C. Sikap

1. Pengertian Sikap

Menurut A. W. Masri (1998: 176), sikap (attitude) adalah respon yang diarahkan pada penilaian dan penanggapan terhadap sesuatu objek tertentu. Objek yang dimaksud dapat berbentuk person atau situasi. Bagaimana respon yang dapat diberikan pada person atau situasi itu, itulah gambaran dari sikap (attitude) pada objek tersebut. Sedangkan menurut W.A.Gerungan (1988:151), sikap dapat diterjemahkan sebagai tanggapan terhadap objek tertentu. yang merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap mana yang disertai oleh kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap terhadap objek tadi itu.


(26)

Menurut Abu Ahmadi (1985:53), ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut:

a. Sikap seseorang tidak dibawa sejak lahir, tapi harus dipelajari selama perkembangan hidupnya karena itulah sikap selalu berubah-ubah dan dapat dipelajari. Atau sebaliknya, bahwa setiap sikap itu dapat dipelajari apabila ada syarat-syarat tertentu yang mempermudah berubahnya sikap pada orang itu berbeda dengan insting atau naluri manusia yang dibawanya sejak lahir yang bersifat tetap dan mempunyai motif-motif biogenesis seperti rasa lapar, haus, seksual dan lain sebagainya.

b. Sikap tidak semata-mata berdiri sendiri melainkan selalu berhubungan dengan suatu objek. Pada umumnya sikap tidak berkenaan dengan sederetan objek-objek serupa. Misal si A seorang pemberani. Dalam hal ini mungkin bukan si A saja yang pemberani melainkan orang-orang yang sebangsa A juga pemberani.

c. Sikap umumnya mempunyai segi-segi motivasi dan emosi, sedangkan pada kecakapan dan pengetahuan hal itu tidak ada.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap

Menurut W.A. Gerungan (1991:155), faktor-faktor yang mempengaruhi sikap adalah:

a. Faktor Internal, adalah faktor yang tumbuh dari dalam diri individu. Faktor ini memegang peranan dalam perubahan sikap, di mana di dalam diri seseorang terdapat daya pilih (selectivity) antara minatnya untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh dari luar. Rangsangan yang datang tidak diterimanya begitu saja, akan tetapi seseorang akan memilih perangsang yang mempunyai nilai bagi dirinya. Dengan demikian berarti ia mengerti secara


(27)

pasti apa yang harus diperbuat sehubungan dengan rangsangan tersebut, apakah akan menerima atau menolak. Dengan adanya keputusan-keputusan itu menandakan bahwa dalam diri subjek telah ada sesuatu pengertian tentang objek.

b. Faktor Eksternal, sikap seseorang mengalami perubahan disebabkan oleh pengaruh yang berasal dari luar individu. Faktor yang datang dari luar berasal dari lingkungan baik keluarga, masyarakat, individu, kelompok sosial atau hasil budaya manusia juga televisi. Rangsangan dari luar individu akan menyokong perubahan sikap. Karena itu tidak mengherankan bila lingkungan itu dapat berpengaruh terhadap perubahan sikap. Dalam hal ini, asosiasi yang benar, pengetahuan baru, pengalaman baru dapat mempengaruhi dan mengubah sikap.

3. Aspek-Aspek Sikap

Menurut Abu Ahmadi (1985:52-53), sikap memiliki tiga macam aspek:

a. Aspek kognitif, yaitu yang berhubungan dengan gejala mengenai pikiran. Ini berarti perwujudan pengolahan, pengalaman dan keyakinan serta harapan-harapan individu tentang objek tertentu.

b. Aspek afektif, bewujud proses yang menyangkut perasaan, seperti; simpati, antipati, ketakutan, kedengkian dsb yang ditujukan pada objek-objek tertentu. c. Aspek konatif, berwujud berwujud proses tendensi atau kecenderungan untuk

berbuat suatu objek, misalnya kecenderungan memberi pertolongan, menjauhkan diri dan sebagainya.


(28)

Sehubungan dengan aspek-aspek sikap tersebut, James L. Gibson (1984:5) mengemukakan bahwa bagaimana kognitif bertautan dengan proses berfikir dengan tekanan khusus pada rasionalitas dan logika sedangkan afeksi yakni komponen sikap, yang berhubungan dengan kecenderungan seseorang untuk bertindak menghadapi sesuatu dengan cara tertentu.

D. Masyarakat Pesisir 1. Pengertian Masyarakat

Menurut Soleman B. Taneko dalam Soerjono Soekanto (2002: 125), masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup, oleh karena manusia itu hidup bersama. Masyarakat merupakan sistem yang terbentuk karena hubungan dari anggotanya. Dengan kata lain bahwa masyarakat adalah suatu sistem yang terwujud dari kehidupan bersama manusia atau kemasyarakatan.

Menurut Selo Soemardjan dalam Soerjono Soekanto (2002: 24), masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Masyarakat merupakan sistem dari kebiasaan atau tata cara dari wewenang dan kerjasama antara berbagai kelompok dan penggolongan, dan pengawasan tingkah laku serta kebebasan manusia, keseluruhan yang selalu berubah ini dinamakan masyarakat sebagai jalinan hubungan sosial dan masyarakat selalu berubah

Menurut Ralp Linton dalam Soerjono Soekanto (2002: 25), masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama cukup lama sehingga dapat mengatur diri mereka dan menganggap sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas.


(29)

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup bersama dan menempati suatu wilayah tertentu dan menjalankan hubungan diantaranya dengan menjalankan suatu fungsi-fungsi tertentu yang saling menentukan satu sama lain.

Menurut Beratha (1982: 19), secara etimologis pengertian masyarakat desa dapat disamakan dengan rural community, yaitu suatu kelompok manusia yang secara nyata ada maupun fiktif bertempat di wilayah rural (desa) di mana anggota-anggotanya memiliki kepentingan tertentu, mempunyai suatu kesamaan perasaan bahwa hanya dengan hidup demikianlah maka kebutuhan-kebutuhan pokok untuk kelangsungan hidupnya dapat terpenuhi.

Menurut Taliziduhu Ndraha (1991: 22), masyarakat desa (penduduk suatu desa) adalah setiap orang yang terdaftar sebagai suatu penduduk atau bertempat atau berkedudukan di dalam wilayah desa yang bersangkutan, tidak soal di mana ia mencari nafkah. Masyarakat desa sinonim dengan gemeinscaft yaitu masyarakat paguyuban, persekutuan dan kerukunan, di mana hubungan antar manusia bersifat pribadi, kenal mengenal dengan akrab, sepahit-semanis, seduka-sesuka, disertai saling percaya mempercayai yang berakar pada kesatuan keturunan dan kesatuan keluarga, mempunyai kesatuan adat dan kepercayaan, sebagai bagian yang tidak terpisahkan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat desa yaitu sekelompok manusia yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu sebagai satu kesatuan hukum, terorganisir, memiliki lembaga baik formal maupun non formal, dan berkaitan dengan hukum dan pemerintahan, memiliki


(30)

wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya dalam rangka memenuhi kebutuhannya, serta memiliki ciri-ciri atau karakteristik khusus dan khas yang membedakannya dengan masyarakat lain.

2. Pengertian Masyarakat Pesisir

Menurut Hartono (2003: 32), masyarakat pesisir adalah masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah pesisir dengan mata pencaharian terkait langsung maupun tidak langsung, dengan pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang terdiri atas nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan pedagang hasil perikanan, industri dan jasa maritim.

Menurut Prananda (2007: 12), masyarakat pesisir adalah sekelompok masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir dan memiliki mata pencaharian yang berasal dari sumber daya alam atau jasa-jasa lingkungan pesisir lautan atau kelompok orang yang berdomisili di wilayah pesisir yang sangat beragam identitas, spesialisasi pekerjaan, derajat sosial, pendidikan serta latar belakang budayanya. Adapun berbagai tipe pekerjaan dari masyarakat yang hidup dan tinggal di wilayah pesisir adalah sebagai berikut:

1) Nelayan penangkap ikan dan hewan-hewan laut lainnya

2) Petani ikan (budidaya air payau atau tambak dan budidaya laut) 3) Pemilik atau pekerja perusahaan perhubungan laut

4) Pemilik atau pekerja industri pariwisata 5) Pemilik atau pekerja pertambangan dan energi

6) Pemilik atau pekerja industri maritim (galangan kapal, coastal and ocean engineering)


(31)

Masyarakat pesisir merupakan kelompok masyarakat yang harus diberdayakan sebagai suatu upaya untuk perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

E. Kerangka Pikir

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Mitra Bentala merupakan LSM yang secara khusus memiliki aktivitas dalam bidang pelestarian alam. Salah satu langkah organisasi yang ditempuh LSM ini adalah dengan melakukan kampanye mengenai pelestarian alam yang ditujukan secara langsung kepada masyarakat, khususnya masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir pantai.

Penyuluhan yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala ini pada dasarnya adalah proses komunikasi, karena dalam aktivitas penyuluhan ini terdapat proses penyampaian pesan dari komunikator (LSM Mitra Bentala) kepada komunikan (masyarakat pesisir) berupa berbagai materi mengenai pelestarian lingkungan hidup. Tujuan dilaksanakannya proses penyuluhan ini adalah untuk menumbuhkan sikap yang positif dari sasaran penyuluhan agar mereka melaksanakan berbagai upaya untuk melestarikan alam dari berbagai potensi kerusakan, sehingga akan terbina keselarasan antara manusia dengan alam.


(32)

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh penyuluhan oleh LSM Mitra Bentala Bandar Lampung tentang pelestarian alam terhadap sikap masyarakat pesisir dalam melestarikan alam di Desa Pulau Pahawang Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan kerangka pikir sebagai berikut:

Gambar 1.

Bagan Kerangka Pikir Penelitian

F. Hipotesis

Menurut Sugiyono (2003: 143), hipotesis adalah dugaan dalam suatu penelitian yang masih bersifat sementara dan memiliki kemungkinan benar atau salah, sehingga harus dibuktikan kebenarannya secara empiris.

Penyuluhan oleh LSM Mitra Bentala (Variabel X)  Proses komunikasi dalam

penyuluhan (metode, bahasa dan frekuensi)  Pesan Penyuluhan (jenis

pesan dan proses penyampaian pesan  Media dalam penyuluhan

(ketepatan media dan penguasaan media oleh penyuluh)

Sikap Masyarakat terhadap Pelestarian Alam (Variabel Y)  Aspek Kognitif

 Aspek Afektif  Aspek Konatif


(33)

Berdasarkan definisi di atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ho : Tidak ada pengaruh penyuluhan oleh LSM Mitra Bentala Bandar Lampung tentang pelestarian alam terhadap sikap masyarakat pesisir dalam melestarikan alam di Desa Pulau Pahawang Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran.

Ha : Ada pengaruh penyuluhan oleh LSM Mitra Bentala Bandar Lampung tentang pelestarian alam terhadap sikap masyarakat pesisir dalam melestarikan alam di Desa Pulau Pahawang Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran.


(34)

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan tipe deskriptif kuantitatif, yang dipakai untuk memecahkan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek penelitian berdasarkan fakta yang tampak sebagaimana adanya. Dalam penelitian ini tipe deskriptif digunakan untuk menggambarkan pengaruh penyuluhan oleh LSM Mitra Bentala Bandar Lampung tentang pelestarian alam terhadap sikap masyarakat pesisir dalam melestarikan alam di Desa Pulau Pahawang Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran.

B. Definisi Konsep

Definisi konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penyuluhan oleh LSM Mitra Bentala adalah salah satu bentuk komunikasi kelompok, yang di dalamnya terjadi pertukaran pesan secara dua arah antara penyuluh dengan masyarakat pesisir mengenai pelestarian alam dengan tujuan untuk memberikan pemahaman dan sikap yang baik terhadap pelestarian alam. 2. Sikap masyarakat pesisir dalam melestarikan hutan adalah suatu keadaan di mana masyarakat pesisir di Desa Pulau Pahawang Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran.yang mengikuti penyuluhan oleh LSM Mitra Bentala


(35)

memiliki pengetahuan, perasaan dan kecenderungan yang baik baik untuk melestarikan hutan mangrove.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penyuluhan oleh LSM Mitra Bentala

Indikator-indikatornya adalah sebagai berikut:

1. Proses komunikasi dalam penyuluhan, diukur dari:

a. Tanggapan responden terhadap metode penyuluhan pelestarian alam yang digunakan oleh aktivis LSM Mitra Bentala, seperti metode ceramah dan diskusi (tanya jawab)

b. Tanggapan responden terhadap bahasa yang digunakan oleh aktivis LSM Mitra Bentala dalam penyuluhan pelestarian alam, yaitu bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat

c. Tanggapan responden terhadap frekuensi penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh oleh aktivis LSM Mitra Bentala

2. Pesan penyuluhan pelestarian alam, diukur dari:

a.

Kejelasan tujuan penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh oleh aktivis LSM Mitra Bentala

b. Kesesuaian pesan mengenai pelestarian alam dengan kebutuhan masyarakat pesisir

c. Penyampaian pesan mengenai pelestarian alam secara dua arah oleh aktivis LSM Mitra Bentala.


(36)

3. Media penyuluhan, diukur dari:

a. Tanggapan responden terhadap ketepatan penggunaan media dalam kegiatan penyuluhan pelestarian alam.

b. Tanggapan responden terhadap penguasaan penggunaan media oleh aktivis LSM Mitra Bentala.

2. Sikap Masyarakat Pesisir Terhadap Pelestarian Alam Indikator-indikatornya adalah sebagai berikut:

a. Aspek Kognitif

Aspek kognitif diukur dari tingkat pengetahuan masyarakat pesisir pada materi tentang pelestarian alam yang disampaikan dalam penyuluhan.

b. Aspek Afektif

Aspek Afektif diukur dari tingkat kesenangan masyarakat pesisir pada kegiatan penyuluhan pelestarian alam dan ketertarikan masyarakat pesisir pada materi tentang pelestarian alam yang disampaikan dalam penyuluhan. c. Aspek Konatif

Aspek konatif diukur dari tingkat kecenderungan masyarakat pesisir untuk melaksanakan berbagai hal untuk melestarikan alam

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Singarimbun dan Effendi (2001: 108), populasi adalah jumlah keseluruhan unit analisis yang memiliki karakteristik atau kriteria tertentu dalam suatu penelitian. Jumlah penduduk Desa Pulau Pahawang Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran pada tahun 2011 adalah 1742 orang,


(37)

dengan jumlah kepada Keluarga 312 orang (Sumber: Monografi Desa Pulau Pahawang Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran Tahun 2011).

Dari seluruh jumlah penduduk tersebut maka populasi penelitian ini dibatasi pada penduduk yang mengikuti proses penyuluhan selama enam bulan terakhir (Periode Agustus-Desember 2011), yang berjumlah 221 orang. Penentuan masyarakat Desa Pulau Pahawang Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran yang mengikuti penyuluhan oleh LSM Mitra Bentala ini penting dilakukan agar populasi sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian (Sumber: LSM Mitra Bentala Bandar Lampung Tahun 2010)

2. Sampel

Menurut Singarimbun dan Effendy (2001: 82), sampel adalah sebagai dari populasi yang memiliki sifat-sifat utama dari populasi dan dijadikan sebagai perwakilan atau represtasi dalam penelitian. Penentuan besarnya sampel dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus T. Yamane sebagai berikut:

1 Nd

N

n 2

 

Keterangan :

n = Besarnya sampel N = Jumlah populasi d = Nilai presisi (10%) 1 = Bilangan Konstant (Jalaluddin Rakhmat, 2003: 82)


(38)

Sesuai dengan rumus di atas maka maka besarnya sampel adalah : 1 ) 1 , 0 ( 221 221 2n = 1 ) 01 , 0 ( 221 221

 = 2,21 1 221

 = 3,21 221

= 68.85

Berdasarkan hasil perhitungan di atas maka besarnya sampel dalam penelitian ini adalah 68.85, dibulatkan menjadi 69 orang.

Teknik sampling atau pengambilan sampel dari seluruh populasi dilakukan dengan teknik simple random sampling atau pengambilan sampel secara acak sederhana menggunakan sistem undian (Sugiyono, 2002: 132). Dengan menggunakan sistem undian maka setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Adapun kegiatan yang penulis lakukan dalam mengambil sampel penelitian adalah sebagai berikut:

a) Mencari data berupa nama-nama 221 orang yang mengikuti penyuluhan oleh LSM Mitra Bentala

b) Menyalin satu per satu nama-nama tersebut ke dalam kertas undian kemudian digulung serta memasukkannya ke dalam toples.

c) Melakukan pengundian dengan cara mengambil 69 gulungan kertas yang telah berisi nama. Setiap nama yang terambil kemudian direkap dan ditetapkan sebagai sampel penelitian.

E. Skala Data dan Penentuan Skor

Skala data yang digunakan dalam penelitian ini skala likert. Menurut Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi (2001: 102), skala likert adalah skala yang digunakan peneliti untuk mengukur persepsi dan sikap seseorang terhadap suatu


(39)

objek, terdiri dari 5 alternatif jawaban. Untuk jenis pertanyaan positif penentuan skornya adalah sebagai berikut:

1. Jawaban A diberi skor 5 (lima) 2. Jawaban B diberi skor 4 (empat) 3. Jawaban C diberi skor 3 (tiga) 4. Jawaban D diberi skor 2 (dua) 5. Jawaban E diberi skor 1 (satu)

F. Jenis Data

Jenis data penelitian ini meliputi :

1. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber penelitian atau lokasi penelitian.

2. Data Sekunder adalah data tambahan yang diperoleh dari berbagai sumber atau referensi yang terkait dengan penelitian, seperti buku, majalah, atau literatur lain.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan:

1. Kuisioner, yaitu dengan memberikan daftar pertanyaan atau angket tertulis dengan menyertakan alternatif jawaban pilihan ganda.

2. Dokumentasi, mengumpulkan data sekunder dari berbagai sumber atau referensi yang terkait dengan penelitian, seperti buku, majalah, atau literatur lainnya.


(40)

H. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan teknik:

1. Editing, dengan cara memeriksa kembali data yang telah diperoleh, mengenai kesempurnaan jawaban atau kejelasan penulisan.

2. Koding, dengan cara memberi kode-kode tertentu pada jawaban di daftar pertanyaan untuk memudahkan pengolahan data.

3. Tabulasi, dengan cara merumuskan data dalam tabel setelah diklasifikasikan berdasarkan kategori yang sama, lalu disederhanakan dalam tabel tunggal.

I. Teknik Analisa Data

Untuk mencari pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, digunakan analisa statistik menggunakan rumus Regresi Linier Sederhana, yaitu:

y = a + bx Keterangan:

y = nilai variabel terikat (y) yang diprediksi a =intercept constant

b = koefisien regresi yang berhubungan dengan variabel bebas x = skor variabel bebas (Sugiyono, 2003: 231)

J. Pengujian Hipotesis

Untuk menguji hipotesis, terlebih dahulu dicari nilai t hitung(Student Test), dengan rumus sebagai berikut:

2 1

2 r n r t

  


(41)

Keterangan:

t = Nilai thitung(Student Test) r = Nilai korelasi

n = Jumlah Sampel (Sugiyono, 2003: 237)

Selanjutnya pengujian hipotesis penelitian ini dilakukan dengan membandingkan dengan nilai t hitung dengan nilai t tabel pada taraf signifikan 95%. Ketentuan yang dipakai dalam perbandingan ini adalah:

a. Jika t hitung > t tabel pada taraf signifikan 95% maka Ho ditolak, Ha diterima. Berarti ada pengaruh penyuluhan oleh LSM Mitra Bentala Bandar Lampung tentang pelestarian alam terhadap sikap masyarakat pesisir dalam melestarikan alam di Desa Pulau Pahawang Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran.

b. Jika t hitung< t tabel pada taraf signifikan 95% maka Ho diterima, Ha ditolak. Berarti tidak ada pengaruh penyuluhan oleh LSM Mitra Bentala Bandar Lampung tentang pelestarian alam terhadap sikap masyarakat pesisir dalam melestarikan alam di Desa Pulau Pahawang Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran.

K. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian 1. Uji Validitas

Menurut Suharsimi Arikunto (2000: 160), validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. validitas menunjukan sejauh mana suatu alat pengukuran cukup akurat, stabil atau


(42)

konsisten dalam mengukur apa yang ingin diukur.Pengujian validitas instrumen penelitian dilakukan dengan menggunakan rumus KorelasiProduct Moment



2 2

2

2

              xy r Keterangan :  xy

r Nilai Validitas N = Jumlah Sampel X = Skor item ke i

Y = total skor item (Sugiyono, 2003: 169)

Hasil perhitungan per item pertanyaan dengan menggunakan rumus korelasi product moment memperoleh angka korelasi (rhitung) yang harus dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi nilai (r rtabel). Jika nilai rhitung> nilai rtabelmaka pertanyaan valid dan jika nilai rhitung< nilai rtabelmaka pertanyaan tidak valid.

2. Uji Reliabilitas

Menurut Suharsimi Arikunto (2000: 164), suatu kuisioner dikatakan reliabel jika kuisioner tersebut memiliki taraf kepercayaan yang tinggi dan memiliki kemantapan atau ketepatan. Untuk mencari reliabilitas digunakan rumus Koefisien Alfa (CronBach) yaitu:

            

1 122

1 t k k σ σ α Keterangan: 

α Nilai reliabilitas k = jumlah item pertanyaan

2 i σ

 = Nilai varians masing-masing item 2

t σ


(43)

Setelah hasil nilai Koefisien Alfa (CronBach) didapatkan maka nilai tersebut dibandingkan dengan rhitung pada tabel nilai r. Jika nilai Alfa > rhitung maka pertanyaan tersebut reliabel. Sebaliknya Jika nilai Alfa < rhitungmaka pertanyaan tersebut tidak reliabel (Arikunto, 2000: 166).


(44)

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Identitas Responden

Responden penelitian ini adalah masyarakat di Desa Pulau Pahawang Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran yang mengikuti penyuluhan oleh LSM Mitra Bentala yang berjumlah 69 orang. Berikut akan dideskripsikan identitas responden menurut kelompok umur, pekerjaan, pendidikan terakhir:

1. Identitas Responden Menurut Kelompok Umur

Untuk mengetahui identitas responden menurut kelompok umur, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 11. Identitas Responden Menurut Kelompok Umur

Kelompok Umur Frekuensi Persentase

40 Tahun atau lebih 18 26,09 30 – 39 Tahun 27 39,13 20 – 29 Tahun 24 34,78 Jumlah 69 100,00 Sumber: Diolah dari Hasil Penelitian Tahun 2012.

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa dari 69 responden: sebanyak 18 (26,09%) responden berusia 40 tahun atau lebih, sebanyak 27 (39,13%) responden berusia antara 30– 39 tahun dan sebanyak 24 (34,78%) responden berusia antara 20– 29 tahun. Dengan demikian maka sebagian besar responden


(45)

berusia antara 30 – 39 tahun atau masuk dalam kelompok usia produktif atau masih memiliki kemampuan yang baik untuk melaksanakan pekerjaannya masing-masing dalam rangka mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Usia kerja produktif ini menunjukkan masyarakat mampu memenuhi kebutuhan pokoknya, baik sandang, pangan maupun tempat tinggal bagi diri dan keluarganya.

2. Identitas Responden Menurut Pekerjaan

Untuk mengetahui identitas responden menurut pekerjaan, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 12. Identitas Responden Menurut Pekerjaan

Pekerjaan Frekuensi Persentase

Wiraswasta 9 13.04 Nelayan 47 68.12 Petani 13 18.84 Jumlah 69 100,00 Sumber: Diolah dari Hasil Penelitian Tahun 2012.

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa: sebanyak 9 (13,03%) responden bekerja wiraswasta, sebanyak 47 (68,12%) responden bekerja nelayan dan sebanyak 13 (18,84%) responden bekerja sebagai petani. Dengan demikian maka sebagian besar responden bekerja sebagai nelayan. Pekerjaan mayoritas penduduk sebagai nelayan ini sesuai dengan karakteristik tempat tinggal mereka yang berada di daerah pulau, sehingga mata pencaharian utamanya adalah mencari atau menangkap ikan di laut, untuk dijual dan untuk dikonsumsi sehari-hari.


(46)

3. Identitas Responden Menurut Pendidikan Terakhir

Untuk mengetahui identitas responden menurut pendidikan terakhir, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 13. Identitas Responden Menurut Pendidikan Terakhir

Pendidikan Terakhir Frekuensi Persentase

Lulus SMA/Sederajat 15 21.74 Lulus SMP/Sederajat 41 59.42 Lulus SD/Sederajat 13 18.84 Jumlah 69 100,00 Sumber: Diolah dari Hasil Penelitian Tahun 2012.

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa: sebanyak 15 (21,74%) adalah lulusan SMA/Sederajat, sebanyak 41 (59,42%) adalah lulusan SMP/Sederajatd dan sebanyak 13 (18,84%) adalah lulusan SD/Sederajat. Dengan demikian maka sebagian besar responden penelitian ini adalah lulusan SMP/Sederajat. Sebagian besar penduduk yang hanya mampu menyelesaikan pendidikan sampai jenjang pendidikan menengah ini disebabkan karena keterbatasn akses dan kemampuan mereka secara finansial (ekonomi) untuk mencapai jenjang pendidikan yang lebih tinggi, sehingga mereka hanya mampu menyelesaikan pendidikan tingkat SMP/Sederajat. Selain itu sesuai pula dengan karakteristik masyarakat yang tinggal di pedesaan, yaitu sebagian besar penduduknya hanya mampu menyelesaikan jenjang pendidikan dasar dan menengah saja.


(47)

B. Penyuluhan Pelestarian Lingkungan oleh LSM Mitra Bentala

Penyuluhan oleh LSM Mitra Bentala adalah salah satu bentuk komunikasi kelompok, yang di dalamnya terjadi pertukaran pesan secara dua arah antara penyuluh dengan masyarakat pesisir mengenai pelestarian alam dengan tujuan untuk memberikan pemahaman dan sikap yang baik terhadap pelestarian alam.

1. Proses Komunikasi dalam Penyuluhan

Penyuluhan yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala ini pada dasarnya adalah proses komunikasi, karena dalam aktivitas penyuluhan ini terdapat proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan dengan menggunakan media dan setelah proses komunikasi selesai dilaksanakan maka akan terjadi umpan balik pada komunikan.

a. Tanggapan Responden Terhadap Pelaksanaan Penyuluhan Pelestarian

Alam yang Dilakukan Oleh LSM Mitra Bentala dalam Bentuk Ceramah

Untuk mengetahui tanggapan responden terhadap pelaksanaan penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala dalam bentuk ceramah, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 14. Tanggapan Responden Terhadap Pelaksanaan Penyuluhan

Pelestarian Alam yang Dilakukan Oleh LSM Mitra Bentala dalam Bentuk Ceramah

Jawaban Responden Frekuensi Persentase

Sangat Baik 19 27,54

Baik 32 46,38

Cukup Baik 12 17,39 Tidak Baik 6 8,70 Sangat Tidak Baik 0 0,00

Jumlah 69 100,00


(48)

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa: sebanyak 19 responden (46,38%) menyatakan bahwa pelaksanaan penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala dalam bentuk ceramah adalah sangat baik. Sebanyak 32 responden (46,38%) menyatakan bahwa pelaksanaan penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala dalam bentuk ceramah adalah baik. Sebanyak 12 responden (17,39%) menyatakan bahwa pelaksanaan penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala dalam bentuk ceramah adalah cukup baik. Sebanyak 6 responden (8,70%) menyatakan bahwa pelaksanaan penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala dalam bentuk ceramah adalah tidak baik. Dengan demikian maka sebagian besar responden menyatakan bahwa pelaksanaan penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala dalam bentuk ceramah adalah baik.

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Azwar (2001: 14), bahwa metode yang dipakai dalam penyuluhan hendaknya metode yang dapat mengembangkan komunikasi dua arah antara petugas penyuluh dan sasaran penyuluhan, sehingga diharapkan tingkat pemahaman sasaran terhadap pesan menjadi lebih jelas dan mudah difahami. Ceramah merupakan metode yang bersifat monolog dan menyangkut isu-isu dasar. Metode ini dipilih sewaktu waktu terbatas dan banyak informasi dasar yang perlu disampaikan. Walaupun sifatnya sangat monolog, tetapi dengan mengembangkan isu kunci dan langsung tanya jawab, penyuluh bisa mengharapkan hasil yang baik.


(49)

Selanjutnya untuk mengetahui tanggapan responden terhadap pelaksanaan penyuluhan pelestarian alam yang digunakan oleh aktivis LSM Mitra Bentala dalam bentuk diskusi (tanya jawab), dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 15. Tanggapan Responden Terhadap Pelaksanaan Penyuluhan Pelestarian Alam dalam Bentuk Diskusi

Jawaban Responden Frekuensi Persentase

Sangat Baik 18 26,09

Baik 29 42,03

Cukup Baik 19 27,54 Tidak Baik 3 4,35 Sangat Tidak Baik 0 0,00

Jumlah 69 100,00

Sumber: Diolah dari Hasil Penelitian Tahun 2012.

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa: sebanyak 18 responden (26,09%) menyatakan bahwa pelaksanaan penyuluhan pelestarian alam yang digunakan oleh aktivis LSM Mitra Bentala dalam bentuk diskusi (tanya jawab) adalah sangat baik. Sebanyak 29 responden (42,03%) menyatakan bahwa pelaksanaan penyuluhan pelestarian alam yang digunakan oleh aktivis LSM Mitra Bentala dalam bentuk diskusi (tanya jawab) adalah baik. Sebanyak 19 responden (27,54%) menyatakan bahwa pelaksanaan penyuluhan pelestarian alam yang digunakan oleh aktivis LSM Mitra Bentala dalam bentuk diskusi (tanya jawab) adalah cukup baik. Sebanyak 3 responden (4,35%) menyatakan bahwa pelaksanaan penyuluhan pelestarian alam yang digunakan oleh aktivis LSM Mitra Bentala dalam bentuk diskusi (tanya jawab) adalah tidak baik.


(50)

Dengan demikian maka sebagian besar responden menyatakan bahwa pelaksanaan penyuluhan pelestarian alam yang digunakan oleh aktivis LSM Mitra Bentala dalam bentuk diskusi (tanya jawab) adalah baik. Hal ini disebabkan karena dalam pelaksanaan diskusi, masyarakat dapat secara langsung bertanya kepada penyuluh apabila ada hal-hal yang belum atau tidak diketahuinya terkait dengan masalah pelestarian alam yang disampaikan penyuluh. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Azwar (2001: 15), bahwa salah satu metode dalam penyuluhan adalah diskusi terpadu sebagai metode yang sederhana dan aktif. Penyuluh bisa mengharapkan diskusi sasaran pada apa yang diinginkan, dan memulainya dengan melontarkan isu, dan kemudian penyuluh menunggu reaksi melalui diskusi. Peran penyuluh adalah memandu, bukan memimpin, mendominasi, mengarahkan, atau membiarkan sasaran jauh dari topik yang dibahas.

b. Tanggapan Responden Terhadap Bahasa yang Digunakan penyuluh

LSM Mitra Bentala dalam Menyampaikan Penyuluhan Pelestarian Alam

Untuk mengetahui tanggapan responden terhadap bahasa yang digunakan penyuluh LSM Mitra Bentala dalam menyampaikan penyuluhan, yaitu bahasa yang mudah dimengerti oleh masyarakat, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 16. Tanggapan Responden Terhadap Bahasa Yang Digunakan

Penyuluh LSM Mitra Bentala dalam Menyampaikan Penyuluhan

Jawaban Responden Frekuensi Persentase

Sangat Mudah Dimengerti 21 30,43 Mudah Dimengerti 29 42,03 Cukup Mudah Dimengerti 17 24,64 Tidak Mudah Dimengerti 2 2,90 Sangat Tidak Mudah Dimengerti 0 0,00

Jumlah 69 100,00


(51)

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa: sebanyak 21 responden (30,43%) menyatakan bahwa bahasa yang digunakan penyuluh LSM Mitra Bentala dalam menyampaikan penyuluhan pelestarian alam adalah bahasa yang sangat mudah dimengerti oleh masyarakat. Sebanyak 29 responden (42,03%) menyatakan bahwa bahasa yang digunakan penyuluh LSM Mitra Bentala dalam menyampaikan penyuluhan pelestarian alam adalah bahasa yang mudah dimengerti oleh masyarakat. Sebanyak 17 responden (24,64%) menyatakan bahwa bahasa yang digunakan penyuluh LSM Mitra Bentala dalam menyampaikan penyuluhan pelestarian alam adalah bahasa yang cukup mudah dimengerti oleh masyarakat. Sebanyak 2 responden (2,90%) menyatakan bahwa bahasa yang digunakan penyuluh LSM Mitra Bentala dalam menyampaikan penyuluhan pelestarian alam adalah bahasa yang tidak mudah dimengerti oleh masyarakat.

Dengan demikian maka sebagian besar responden menyatakan bahwa bahasa yang digunakan penyuluh LSM Mitra Bentala dalam menyampaikan penyuluhan pelestarian alam adalah bahasa yang mudah dimengerti oleh masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa penyuluh dalam penyampaian pesan, berusaha untuk menggunakan bahasa yang sederhana sehingga masyarakat setempat tidak mengalami kesulitan dalam memahaminya. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Azwar (2001: 15), bahwa materi/pesan yang disampaikan kepada masyarakat hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Sehingga materi yang disampaikan dapat dirasakan langsung manfaatnya


(52)

c. Penyajian Materi yang Disampaikan Penyuluh LSM Mitra Bentala

Untuk mengetahui tanggapan responden terhadap penyajian materi yang disampaikan penyuluh LSM Mitra Bentala, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 17. Penyajian Materi yang Disampaikan Penyuluh LSM Mitra Bentala

Jawaban Responden Frekuensi Persentase

Sangat Menarik 24 34,78 Menarik 24 34,78 Cukup Menarik 18 26,09 Tidak Menarik 3 4,35 Sangat Tidak Menarik 0 0,00

Jumlah 69 100,00

Sumber: Diolah dari Hasil Penelitian Tahun 2012.

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa: sebanyak 24 responden (34,78%) menyatakan bahwa penyajian materi yang disampaikan penyuluh LSM Mitra Bentala adalah sangat menarik. Sebanyak 24 responden (34,78%) menyatakan bahwa penyajian materi yang disampaikan penyuluh LSM Mitra Bentala adalah menarik. Sebanyak 18 responden (26,09%) menyatakan bahwa penyajian materi yang disampaikan penyuluh LSM Mitra Bentala adalah cukup menarik. Sebanyak 3 responden (4,35%) menyatakan bahwa penyajian materi yang disampaikan penyuluh LSM Mitra Bentala adalah tidak menarik. Dengan demikian maka sebagian besar responden menyatakan bahwa penyajian materi yang disampaikan penyuluh LSM Mitra Bentala adalah sangat menarik dan menarik. LSM Mitra Bentala menjadwalkan waktu penyuluhan bagi masyarakat di Desa Pulau Pahawang yaitu setiap tiga bulan sekali.


(53)

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Azwar (2001: 15), bahwa materi yang disampaikan sebaiknya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti masyarakat dalam bahasa kesehariannya, materi yang disampaikan tidak terlalu sulit untuk dimengerti oleh sasaran, materi sebaiknya disampaikan dengan menggunakan alat peraga untuk mempermudah pemahaman dan untuk menarik perhatian sasaran serta materi atau pesan yang disampaikan merupakan kebutuhan sasaran dalam masalah yang mereka hadapi.

Untuk mengetahui tanggapan responden terhadap pelaksanaan penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala yaitu 3 bulan sekali, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 18. Tanggapan Responden Terhadap Pelaksanaan Penyuluhan

Pelestarian Alam yang Dilakukan Oleh LSM Mitra Bentala Yaitu 3 Bulan Sekali

Jawaban Responden Frekuensi Persentase

Sangat Baik 10 14,49

Baik 40 57,97

Cukup Baik 15 21,74 Tidak Baik 4 5,80 Sangat Tidak Baik 0 0,00

Jumlah 69 100,00

Sumber: Diolah dari Hasil Penelitian Tahun 2012.

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa: sebanyak 10 responden (14,49%) menyatakan pelaksanaan penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala yaitu 3 bulan sekali adalah sangat baik. Sebanyak 40 responden (57,97%) menyatakan pelaksanaan penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala yaitu 3 bulan sekali adalah baik. Sebanyak 15 responden (21,74%) menyatakan pelaksanaan


(54)

penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala yaitu 3 bulan sekali adalah cukup baik. Sebanyak 4 responden (5,80%) menyatakan pelaksanaan penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala yaitu 3 bulan sekali adalah tidak baik.

Dengan demikian maka sebagian besar responden menyatakan pelaksanaan penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala yaitu 3 bulan sekali adalah baik. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala yaitu 3 bulan sekali, sehingga wawasan mereka mengenai masalah pelestarian alam akan dapat berkembang. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Azwar (2001: 14-16), bahwa dalam penyuluhan harus dipertimbangkan faktor sasaran penyuluhan. Sasaran penyuluhan meliputi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang dijadikan subjek dan objek perubahan sehingga diharapkan dapat memahami, menghayati dan mengaplikasikan hal-hal yang disampaikan melalui penyuluhan dalam kehidupan sehari-harinya.

d. Tanggapan Responden Tentang Penyuluhan Pelestarian Alam yang

Dilakukan Oleh LSM Mitra Bentala Dirubah Menjadi 1 Bulan Sekali

Untuk mengetahui tanggapan responden terhadap penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala dirubah menjadi 1 bulan sekali, dapat dilihat pada tabel berikut:


(55)

Tabel 19. Tanggapan Responden Tentang Penyuluhan Pelestarian Alam yang Dilakukan Oleh LSM Mitra Bentala Dirubah Menjadi 1 Bulan Sekali

Jawaban Responden Frekuensi Persentase

Sangat Setuju 15 21,74

Setuju 35 50,72

Cukup Setuju 15 21,74 Tidak Setuju 4 5,80 Sangat Tidak Setuju 0 0,00

Jumlah 69 100,00

Sumber: Diolah dari Hasil Penelitian Tahun 2012.

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa: sebanyak 15 responden (21,74%) menyatakan bahwa sangat setuju penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala dirubah menjadi 1 bulan sekali. Sebanyak 35 responden (50,72%) menyatakan bahwa setuju penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala dirubah menjadi 1 bulan sekali. Sebanyak 15 responden (21,74%) menyatakan cukup bahwa penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala dirubah menjadi 1 bulan sekali. Sebanyak 4 responden (5,80%) menyatakan tidak setuju bahwa penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala dirubah menjadi 1 bulan sekali. Dengan demikian maka sebagian besar responden menyatakan bahwa penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala dirubah menjadi 1 bulan.

Hal ini mengandung makna bahwa masyarakat membutuhkan lebih banyak materi tentang pelestarian alam, sesuai dengan pendapat Omara Ojungu (1991: 7) pelestarian alam adalah suatu proses pengambilan keputusan bersama di mana solusi optimal harus diambil berkaitan dengan pemanfaatan lingkungan dan sumber daya. Masyarakat sebagai suatu kesatuan sosial


(56)

mempunyai pemikiran dan tujuan yang sama tentang bagaimana memelihara atau memanfaatkan lingkungan. Dengan kata lain, kedua rumusan di atas menyiratkan pemikiran bahwa semua pihak mempunyai komitmen yang sama tentang lingkungan sehingga dapat disatukan menjadi satu kekuatan yang nyata untuk kepentingan lingkungan. Rumusan diatas bukannya salah, akan tetapi memerlukan peninjauan kritis terutama berkaitan dengan asumsi bahwa akan selalu terdapat kesepakatan pemikiran tentang bagaimana memanfaatkan dan memperlakukan lingkungan.

e. Tanggapan Responden Tentang Diperlukan Penambahan Pemateri

Penyuluhan Pelestarian Alam yang Dilakukan Oleh LSM Mitra Bentala

Untuk mengetahui tanggapan responden bahwa diperlukan penambahan pemateri penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 20. Tanggapan Responden Tentang Diperlukan Penambahan Pemateri Penyuluhan Pelestarian Alam oleh LSM Mitra Bentala

Jawaban Responden Frekuensi Persentase

Sangat Diperlukan 16 23,19 Diperlukan 37 53,62 Cukup Diperlukan 10 14,49 Tidak Diperlukan 6 8,70 Sangat Tidak Diperlukan 0 0,00

Jumlah 69 100,00

Sumber: Diolah dari Hasil Penelitian Tahun 2012.

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa: sebanyak 16 responden (23,19%) menyatakan bahwa penambahan pemateri penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala sangat diperlukan. sebanyak 37 responden (53,62%) menyatakan bahwa diperlukan penambahan pemateri


(57)

penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala. Sebanyak 10 responden (14,49%) menyatakan bahwa cukup diperlukan penambahan pemateri penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala. Sebanyak 6 responden (8,70%) menyatakan bahwa tidak diperlukan penambahan pemateri penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala. Dengan demikian maka sebagian besar responden menyatakan bahwa diperlukan penambahan pemateri penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala.

Hal ini sesuai dengan pendapat Abdussalam (2001: 42), bahwa penyuluhan adalah proses perubahan melalui pendidikan, yakni perubahan pengetahuan/pemahaman tentang segala sesuatu yang dinilainya lebih baik atau bermanfaat (bagi dirinya sendiri, keluarga, dan masyarakatnya). Selain itu dengan kemauan sendiri tanpa paksaan dari pihak manapun juga (keluarga, kerabat, tetangga, sahabat, ataupun penguasa) dan kemampuan untuk melakukan sesuatu dan menyediakan sumberdaya (input) yang diperlukan untuk terjadinya suatu perubahan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan tanggapan responden mengenai proses komunikasi dalam penyuluhan yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala kepada masyarakat di Desa Pulau Pahawang adalah baik. Hal ini diketahui dari tanggapan responden yang sebagian besar memberikan penilaian positif pada proses komunikasi dalam penyuluhan tersebut, yaitu sebagai berikut:


(58)

(1) Sebanyak 32 responden (46,38%) menyatakan bahwa pelaksanaan penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala dalam bentuk ceramah adalah baik.

(2) Sebanyak 29 responden (42,03%) menyatakan bahwa pelaksanaan penyuluhan pelestarian alam yang digunakan oleh aktivis LSM Mitra Bentala dalam bentuk diskusi (tanya jawab) adalah baik.

(3) Sebanyak 29 responden (42,03%) menyatakan bahwa bahasa yang digunakan penyuluh LSM Mitra Bentala dalam menyampaikan penyuluhan pelestarian alam adalah bahasa yang mudah dimengerti oleh masyarakat

(4) Sebanyak 24 responden (34,78%) menyatakan bahwa penyajian materi yang disampaikan penyuluh LSM Mitra Bentala adalah sangat menarik (5) Sebanyak 40 responden (57,97%) menyatakan pelaksanaan penyuluhan

pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala yaitu 3 bulan sekali adalah baik.

(6) Sebanyak 35 responden (50,72%) menyatakan bahwa setuju penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala dirubah menjadi 1 bulan sekali.

(7) Sebanyak 37 responden (53,62%) menyatakan bahwa diperlukan penambahan pemateri penyuluhan pelestarian alam yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala.


(59)

2. Pesan Penyuluhan Pelestarian Alam

Materi atau pesan yang akan disampaikan kepada masyarakat dalam proses penyuluhan harus disesuaikan dengan kebutuhan sasaran penyuluhan. Sehingga materi yang disampaikan dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat.

a. Pemahaman Responden Tentang Tujuan Penyuluhan Pelestarian Alam

yang Disampaikan Oleh LSM Mitra Bentala

Untuk mengetahui tujuan penyuluhan pelestarian alam yang disampaikan oleh LSM Mitra Bentala, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 21. Pemahaman Responden Tentang Tujuan Penyuluhan Pelestarian Alam yang Disampaikan Oleh LSM Mitra Bentala

Jawaban Responden Frekuensi Persentase

Sangat Jelas 11 15,94

Jelas 28 40,58

Cukup Jelas 26 37,68 Tidak Jelas 4 5,80 Sangat Tidak Jelas 0 0,00

Jumlah 69 100,00

Sumber: Diolah dari Hasil Penelitian Tahun 2012.

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa: sebanyak 11 responden (15,94%) menyatakan tujuan penyuluhan pelestarian alam yang disampaikan oleh LSM Mitra Bentala adalah sangat jelas. Sebanyak 28 responden (40,58%) menyatakan tujuan penyuluhan pelestarian alam yang disampaikan oleh LSM Mitra Bentala adalah jelas. Sebanyak 26 responden (37,68%) menyatakan tujuan penyuluhan pelestarian alam yang disampaikan oleh LSM Mitra Bentala adalah cukup jelas. Sebanyak 4 responden (5,80%) menyatakan tujuan penyuluhan pelestarian alam yang disampaikan oleh LSM Mitra Bentala adalah tidak jelas. Dengan demikian maka sebagian besar responden


(60)

menyatakan tujuan penyuluhan pelestarian alam yang disampaikan oleh LSM Mitra Bentala adalah jelas. Dalam konteks penelitian ini tujuan penyuluhan pelestarian alam yang disampaikan oleh LSM Mitra Bentala.

Kejelasan pesan pelestarian alam yang disampaikan oleh LSM Mitra Bentala ini sesuai dengan pendapat Effendy (2003:16), bahwa salah satu komponen dalam komunikasi adalah pesan (message) sebagai berita/informasi yang disampaikan oleh komunikator dalam melalui lambang-lambang, pembicaraan, gerakan dan sebagainya.

b. Pesan-Pesan Pelestarian Alam yang Disampaikan Oleh LSM Mitra

Bentala Tersebut Penting

Untuk mengetahui pesan-pesan pelestarian alam yang disampaikan oleh LSM Mitra Bentala tersebut penting, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 22. Pesan-Pesan Pelestarian Alam yang Disampaikan Oleh LSM Mitra Bentala Tersebut Penting

Jawaban Responden Frekuensi Persentase

Sangat Penting 14 20,29 Penting 28 40,58 Cukup Penting 20 28,99 Tidak Penting 7 10,14 Sangat Tidak Penting 0 0,00

Jumlah 69 100,00

Sumber: Diolah dari Hasil Penelitian Tahun 2012.

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa: sebanyak 14 (20,29%) menyatakan pesan-pesan pelestarian alam yang disampaikan oleh LSM Mitra Bentala tersebut adalah sangat penting. Sebanyak 28 (40,58%) menyatakan pesan-pesan pelestarian alam yang disampaikan oleh LSM Mitra Bentala tersebut adalah penting. Sebanyak 20 (28,99%) menyatakan pesan-pesan


(1)

LAPORAN HASIL PENGUJIAN INSTRUMEN

Pengujian instrumen penelitian ini meliputi uji validitas dan uji reliabilitas 30 pertanyaan kuisioner, yang terdiri dari 15 pertanyaan variabel X dan 15 pertanyaan Variabel Y. Pengujian validitas setiap variabel dilakukan dengan membandingkan nilai korelasi (r hitung) setiap item pertanyaan dengan nilai kritik

korelasi (r tabel) pada df = 30 dan taraf kepercayaan 95%, yaitu 0.3494. Pengujian

reliabilitas dilakukan dengan membandingkan nilai alfa dengan nilai kritik korelasi (r tabel). Hasil pengujian instrumen penelitian adalah:

Variabel X

Hasil perhitungan validitas pada variabel penyuluhan disajikan pada tabel berikut:

Item

No r hitung taraf kepercayaan 95% r tabel pada Keterangan

1 0,8368 0.3494 Valid

2 0,7382 0.3494 Valid

3 0,8215 0.3494 Valid

4 0,6381 0.3494 Valid

5 0,6950 0.3494 Valid

6 0,6861 0.3494 Valid

7 0,7477 0.3494 Valid

8 0,6649 0.3494 Valid

9 0,8423 0.3494 Valid

10 0,7457 0.3494 Valid

11 0.1702 0.3494 Tidak Valid

12 0.7665 0.3494 Valid

13 0.7243 0.3494 Valid

14 0.7314 0.3494 Valid


(2)

Hasil pengujian pada tabel di atas menunjukkan bahwa sebanyak 14 item kuesioner pada variabel X adalah valid dan 1 item tidak valid (nomor 11)

Selanjutnya pengujian reliabilitas variabel X dilakukan dengan membandingkan Nilai Alfa dengan nilai kritik r (r tabel) pada df = 30 dan taraf kepercayaan 95%,

yaitu 0.3494. Perbandingannya adalah 0, 7544 > 0.3494. Dengan demikian maka 14 item pertanyaan pada variabel X yang valid adalah reliabel.


(3)

Variabel Y

Hasil perhitungan validitas pada variabel sikap disajikan pada tabel berikut:

Item

No r hitung r tabel Hasil

16 0,8426 0.3494 Valid

17 0,6872 0.3494 Valid

18 0,7170 0.3494 Valid

19 0,7183 0.3494 Valid

20 0,6361 0.3494 Valid

21 0,7702 0.3494 Valid

22 0,7665 0.3494 Valid

23 0,7243 0.3494 Valid

24 0,7314 0.3494 Valid

25 0,6569 0.3494 Valid

26 0.8426 0.3494 Valid

27 0.6872 0.3494 Valid

28 0.7170 0.3494 Valid

29 0.2183 0.3494 Tidak Valid

30 0.6361 0.3494 Valid

Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2011

Hasil pengujian pada tabel di atas menunjukkan bahwa sebanyak 14 item kuesioner pada variabel Y adalah valid dan 1 item tidak valid (nomor 29)

Selanjutnya pengujian reliabilitas variabel Y dilakukan dengan membandingkan Nilai Alfa dengan nilai kritik r (r tabel) pada df = 30 dan taraf kepercayaan 95%,

yaitu 0.3494. Perbandingannya adalah 0, 7715 > 0.3494. Dengan demikian maka 14 item pertanyaan pada variabel Y yang valid adalah reliabel.


(4)

Lampiran 5


(5)

Lampiran 6

TABEL UJI t PADA TINGKAT KEPERCAYAAN 95% (σ = 5%)

df t.100 t.050 t.025 t.010 t.005

1 3.078 6.314 12.706 31.821 63.657

2 1.886 2.920 4.303 6.965 9.925

3 1.638 2.353 3.182 4.541 5.841

4 1.533 2.132 2.776 3.747 4.604

5 1.476 2.015 2.571 3.365 4.032

6 1.44 1.943 2.447 3.143 3.707

7 1.415 1.895 2.365 2.998 3.499

8 1.397 1.860 2.306 2.896 3.355

9 1.383 1.833 2.262 2.821 2.250

10 1.372 1.812 2.228 2.764 3.169

11 1.363 1.796 2.201 2.718 3.106

12 1.356 1.782 2.179 2.681 3.055

13 1.35 1.771 2.160 2.65 3.012

14 1.345 1.761 2.145 2.624 2.977

15 1.341 1.753 2.131 2.602 2.947

16 1.337 1.746 2.12 2.583 2.921

17 1.333 1.74 2.11 2.567 2.898

18 1.33 1.734 2.101 2.552 2.878

19 1.328 1.729 2.093 2.539 2.861

20 1.325 1.725 2.086 2.528 2.845

21 1.323 1.721 2.08 2.518 2.831

22 1.321 1.717 2.074 2.508 2.819

23 1.319 1.714 2.069 2.500 2.807

24 1.318 1.711 2.064 2.492 2.797

25 1.316 1.708 2.06 2.485 2.787

26 1.315 1.706 2.056 2.479 2.779

27 1.314 1.703 2.052 2.473 2.771

28 1.313 1.701 2.048 2.467 2.763

29 1.311 1.699 2.045 2.462 2.756

30 1.310 1.697 2.042 2.457 2.75

35 1.306 1.689 2.030 2.438 2.724

40 1.303 1.684 2.021 2.423 2.705

45 1.301 1.679 2.014 2.412 2.690

50 1.299 1.676 2.009 2.403 2.678

60 1.296 1.671 2.000 2.390 2.66

70 1.294 1.667 1.994 2.381 2.648

80 1.292 1.664 1.990 2.374 2.639

90 1.291 1.662 1.987 2.369 2.632

100 1.290 1.660 1.984 2.364 2.626

120 1.289 1.658 1.980 2.358 2.617

140 1.288 1.656 1.977 2.353 2.611

160 1.287 1.654 1.975 2.350 2.607

180 1.286 1.653 1.973 2.347 2.603

200 1.286 1.653 1972 2.345 2.601


(6)