PERAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) LINGKUNGAN DALAM PELESTARIAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA BANDAR LAMPUNG (Studi pada LSM WALHI, WATALA Dan Mitra Bentala)

(1)

ABSTRAK

PERAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) LINGKUNGAN DALAM PELESTARIAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH)

DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(Studi pada LSM WALHI, WATALA Dan Mitra Bentala) Oleh

FEBY PUSPITASARI

Kota Bandar Lampung merupakan kota yang juga dituntut untuk menyediakan RTH sebesar 30% dari luas wilayah yang hingga kini, hanya memiliki 11% atau 2.185,59 ha RTH dari luas wilayah kota yaitu 19.722 ha. LSM Lingkungan seperti WALHI, WATALA, dan Mitra Bentala memiliki peran dengan melakukan pelestarian RTH di Kota Bandar Lampung.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran LSM WALHI, WATALA, dan Mitra Bentala dalam pelestarian ruang terbuka hijau di Kota Bandar Lampung. Penelitian ini menggunakan tipe kualitatif dengan pendekatan kelembagaan baru.

Hasil penelitianmenunjukan bahwaLSM WALHI banyak melakukan peran penyeimbangseperti advokasi, pernyataan politik, petisi, dan aksi demonstrasisesuai dengan visi, misi, LSM WALHI itu sendiri yaituadvokasi isu-isu lingkungan hidup. LSM WATALA yang memiliki ruang lingkup kerja di


(2)

banyak melakukan program yang berkaitan dengan peran pemberdayaan hal tersebut dikarenakan, Mitra Bentala yang lebih fleksibel dan banyak bekerjasama dengan pemerintah, swasta, dan LSM lain. Program yang sudah dilakukan diantaranya Kampung Hijau dan Rumah Belajar Lestariyang berada di Kecamatan Panjang Utara dan Panjang Selatan dikarenakan Mitra Bentala memang fokus kepada pesisir laut dan pulau-pulau kecil di Bandar Lampung sesuai dengan visi dan misi. Pelestarian belum berjalan dengan baik dikarenakanadanya keterbatasan dana, kepemilikan secara pribadi, kurangnya sosialisasi, ketidak jelasan penegakan hukum, RTH belum menjadi isu utama, dan minimnya kesadaran masyarakat.


(3)

ABSTRACT

THE ROLE OF NON-GOVERNMENTAL ORGANIZATION (NGO) TOWARD THE PRESERVATION OF GREEN OPENSPACES IN THE

CITY OF BANDAR LAMPUNG

(CASE STUDY WITHIN WALHI, WATALA, AND MITRA BENTALA) By

FEBY PUSPITASARI

Bandar Lampung, a city with a demand to supply green openspaces for 30% of the area, until now only has 11% or 2.185,59 ha green openspaces from the city area boardness of 19.722 ha. Environmental NGO such as WALHI, WATALA, and Mitra Bentala emerge the awareness by preserving green openspaces in the city of Bandar Lampung. This research was aimed to investigate the role of WALHI, WATALA, and Mitra Bentala as NGOs toward preserving green openspaces in Bandar Lampung. The research used descriptive type with qualitative approach.

The result of the research showed that WALHI NGO had many roles of counterweight like advocacy, political statements, petition, and demonstration. In accordance with the vission and mission of WALHI NGO, like advocacy and environmental issues. In line with that, the scope of the work area of WATALA


(4)

related to empowerment, because Mitra Bentala NGO more flexible and had more collaboration with government, private sector, or the other Non-Government Organisation. The programs that have been done such as Green Village and Sustainable Learning House, was located in North Panjang Districts and South Panjang, because Mitra Bentala had focused in coastals and small islands in Bandarlampung, in accordance with their vission and mission. So far, the preservation done by environmental NGO had not run in optimal way due to the lack of funds, private ownership, lack of socialization and government seriousness, obscurity of law enforcement, green openspaces which had ot been the main issue, and the lack of the community awareness.


(5)

PERAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) LINGKUNGAN DALAM PELESTARIAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH)

DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(Studi Pada LSM WALHI, WATALA, dan Mitra Bentala)

Oleh

FEBY PUSPITASARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA ILMU PEMERINTAHAN

pada

Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(6)

(7)

(8)

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Metro pada tanggal 20 Febuari 1993, merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Pujiono dan Ibu Siti Sumarni.

Jenjang akademik penulis dimulai dengan menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-Kanak Handayani DIK BUD yang diselesaikan pada tahun 1999, Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 6 Gedung Air yang diselasaikan pada tahun 2005, dilanjutkan menempuh pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2008, dan dilanjutkan menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 10 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2011.

Tahun 2011, Penulis terdaftar sebagai Mahasiswa S1 Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung (Unila) melalui jalur SNMPTN atau jalur tes tertulis yang saat itu Penulis pilih untuk melanjutkan pendidikan dan selesai ditahun 2014.


(10)

PERSEMBAHAN

Ku persembahkan karya kecil ini kepada:

Ayahanda tercinta Pujiono dan Ibunda yang aku sayangi Siti Sumarni,

sebagai tanda terima kasih dan baktiku. Terima kasih atas semua jerih

payah, pengorbanan serta keringat yang kalian cucurkan demi

pendidikan anak-anakmu yang takkan mampu kami balas sampai

kapanpun. Terima kasih ayah.. ibu.. atas doa dan dukungannya selama

ini.

Tidak lupa untuk adikku tersayang Dara Puji Andini yang selalu ada

untuk memberikan semangat di setiap langkahku.


(11)

MOTO

Sesungguhnya Bersama Kesulitan Itu Ada K

emudahan”

(Q.S: AL-Insyirah [94]: 6)

Apabila Kamu Telah Selesai (dari Suatu Urusan), Kerja Keraslah

Kamu (dengan U

rusan yang lain).”

(QS: AL-Insyirah [94]:7)

“Suksesmu Akan Datang, Apabila Keberanianmu

Lebih Besar dari

Rasa Takutmu”


(12)

SANWACANA

Puji dan syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan petunjuk-Nyalah skripsi yang berjudul “Peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan dalam Pelestarian Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandar Lampung (Studi pada WALHI, WATALA, dan Mitra Bentala)” dapat diselesaikan. Skripsi ini dibuat sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Penulis menyadari banyak kesulitan yang dihadapi dari awal pengerjaan hingga penyelesaian skripsi ini, karena bantuan, bimbingan, dorongan dan saran dari berbagai pihak terutama dosen pembimbing yang sudah memberi banyak masukan, kritik dan saran. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

2. Bapak Drs. Denden Kurnia Drajat, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.


(13)

bermanfaat sehingga dapat membantu kelancaran dalam penyelesaian skripsi ini dan dapat lulus dengan hasil yang maksimal.

5. Ibu Dwi Wahyu Handayani, S.IP, M.Si selaku Pembimbing Kedua yang telah memberikan banyak bimbingan, motivasi dan tambahan ilmu untuk dapat menjadi mahasiswa yang lulus dengan bekal ilmu yang bermanfaat kedepannya.

6. Ibu Dr. Ari Darmastuti, M.A selaku penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

7.

Seluruh dosen Ilmu Pemerintahan Fisip Unila, terimakasih atas ilmu yang telah kalian berikan kepada penulis selama menuntut ilmu di Jurusan Ilmu Pemerintahan.

8. Staf Jurusan, Ibu Riyanti yang selalu membantu proses administrasi, Pak’De Jum yang selalu membantu urusan seminar dan menemani peneliti ketika menunggu dosen.

9. Staf Akademik, Staf Kemahasiswaan yang telah membantu kelancaran administrasi dan skripsi.

10.Teristimewa kepada kedua orangtuaku, yaitu Bapak Pujiono, terima kasih telah menjadi ayah terbaik dan motivator terbaik bagi anak-anaknya, yang selalu mendukung apapun yang terjadi dan bekerja keras dalam mendidik untuk menjadikan penulis menjadi perempuan yang tangguh, semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan dan rahmat-Nya untuk ayah. Selanjutnya Ibunda Siti Sumarni, terimakasih telah menjadi ibu yang luar biasa hebat dan


(14)

hebat.

11. Untuk adikku tersayang Dara Puji Andini, terima kasih atas semua bantuan yang sudah diberikan kepadaku selama ini dukungan moril dan materil, terima kasih telah menjadi adik yang baik selama ini. Semoga kita berdua dapat membahagiakan kedua orang tua kita serta menjadi anak yang selalu berbakti kepada orang tua kita.

12.Terima kasih kepada para informan, Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) Lampung, Direktur WALHI Bang Hendrawan. WATALA (Keluarga Pecinta Alam), Staf Bidang Informasi dan Komunikasi Mba Yusni Ilham dan Bang Wawan selaku anggota, Mitra Bentala, Direktur Mitra Bentala Bang Mashabi dan Bang Supriyanto S.H selaku manager advokasi, terima kasih atas waktu yang telah diluangkan untuk saya disela-sela kesibukkan. Masyarakat Kota Bandar Lampung Bapak Heri, Bapak Nurachmad dan Ibu Rini, terimakasi atas waktunya. Pemerintah Kota Bandar Lampung, Ibu Fatonah (BPPLH) terima kasih atas waktu yang sudah diluangkan.

13.Teman-teman tercinta Jurusan Ilmu Pemerintahan angkatan 2011 yang dari awal kita sama-sama berjuang bersama, teristimewa untuk genk CANTIK Dian Seputri, Meyliza Indriyani Putri, Nadia Annisa, Yuyun D Anggraini, dan Zakiyah Handayani tanpa kalian dunia dikampus terasa hampa. Terimakasih untuk Bang Fauji untuk waktu dan supportnya, Bang Ryan dan mba Oki untuk saran dan masukannya. Terimakasih juga untuk Indra, Merari, Genta, Pertiwi, Shedy, Restia, Wirda, Risky Husniah, Siti Aisyah, Miranti, Indah, Putri,


(15)

dari ketidak sempurnaan yang kita miliki sehingga kita akan menemukan jalan yang indah yang Tuhan gariskan kepada kita.

14.Untuk Muhammad Rizky Hasbullah terimakasih untuk semua semangat dan motivasi yang besar dan luar biasa, terimakasih untuk tidak pernah lelah menemani, semoga kedepan kita dipermudah untuk menggapai banyak mimpi lain.

15.Sahabat-Sahabatku tersayang yang tak pernah lelah memberikan semangat dan motivasi agar terus berjuang terimakasih untuk Amelia Ekaprasetio, Eva Triyani, Eriza Zafira Riyuza, dan Dyah Rahmawati semoga kita akan jauh lebih sukses kedepannya.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan kita semua dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bandar Lampung, September 2015 Penulis


(16)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR SINGKATAN ... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Kegunaan penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Lingkungan Hidup ... 11

1. Pengertian Lingkungan Hidup ... 11

2. Kualitas Lingkungan Hidup ... 12

B. Tinjauan Tentang Pelestarian ... 13

C. Tinjauan Tentang Pembangunan Berkelanjutan ... 16

1. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan ... 16

2. Prinsip-Prinsip Pembangunan Berkelanjutan ... 18

D. Tinjauan Tentang Ruang Terbuka (Open Space) ... 20

E. Tinjauan Tentang Ruang Terbuka Hijau (RTH) ... 21

1. Pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH) ... 21

2. Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) ... 22

3. Fungsi Pokok Ruang Terbuka Hijau (RTH) ... 23

4. Dampak Ruang Terbuka Hijau (RTH) ... 24

5. Tujuan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) ... 25

F. Tinjauan Tentang Civil Society ... 26

1. Konsep Civil Society ... 26

2. Ciri dan Karakteristik Civil Society ... 28

3. Lembaga Swadaya Masyarakat ... 29

4. LSM Lingkungan Hidup ... 38


(17)

B. Fokus Penelitian ... 45

C. Lokasi Penelitian ... 49

D. Jenis Data ... 49

E. Teknik Penentuan Informan ... 52

F. Teknik Pengumpulan Data ... 53

G. Teknik Pengolahan Data ... 55

H. Teknik Analisis Data... 57

IV. GAMBARAN UMUM A. Kota Bandar lampung ... 59

B. LSM WALHI (Wahana Lingkungan Hidup) ... 60

C. LSM WATALA (Keluarga Pecinta dan Lingkungan Hidup) ... 63

D. LSM Mitra Bentala ... 65

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandar Lampung ... 68

2. Pelestarian RTH oleh LSM WALHI di Kota Bandar Lampung ... 80

3. Pelestarian RTH oleh LSM WATALA di Kota Bandar Lampung ... 89

4. Pelestarian RTH oleh LSM Mitra Bentala di Kota Bandar Lampung ... 94

B. Pembahasan 1. Peran Penyeimbang ... 103

2. Peran Pemberdayaan ... 110

3. Peran Perantara ... 117

VI. SIMPULAN DAN SARAN A.Simpulan ... 128

B.Saran ... 130 DAFTAR PUSTAKA


(18)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Ruang Terbuka Hijau Kota Bandar Lampung 2013 ... 6

2. Sebaran RTH Taman Kota Bandar Lampung ... 70

3. Sebaran RTH Lapangan Kota Bandar Lampung ... 70

4. Sebaran RTH Bukit atau Pegunungan Kota Bandar Lampung ... 72

5. Sebaran RTH Jalur Hijau Kota Bandar Lampung ... 73

6. Sebaran RTH Sempadan Rel Kota Bandar Lampung ... 73

7. Sebaran RTH Sempadan Sungai Kota Bandar Lampung ... 74

8. Sebaran RTH Sempadan Pantai Kota Bandar Lampung ... 76

9. Sebaran RTH Pemakaman Kota Bandar Lampung ... 76

10.Kegiatan yang dilakukan atau yang melibatkan LSM WALHI, dalam pelestarian RTH di Kota Bandar Lampung ... 81

11.Kegiatan yang dilakukan atau yang melibatkan LSM WATALA, dalam pelestarian RTH di Kota Bandar Lampung ... 90

12.Kegiatan yang dilakukan atau yang melibatkan LSM Mitra Bentala, dalam pelestarian RTH di Kota Bandar Lampung ... 95

13.Peran Penyeimbang yang dilakukan oleh LSM Lingkungan dalam Pelestarian RTH di Kota Bandar Lampung ... 103

14.Peran Pemberdayaan yang dilakukan oleh LSM Lingkungan dalam Pelestarian RTH di Kota Bandar Lampung ... 118

15.Peran Perantara yang dilakukan oleh LSM Lingkungan dalam Pelestarian RTH di Kota Bandar Lampung ... 116

16.Matrik Hasil Penelitian LSM WALHI dalam Pelestarian RTH di Kota Bandar Lampung ... 125

17.Matrik Hasil Penelitian LSM WATALA dalam Pelestarian RTH di Kota Bandar Lampung ... 126

18.Matrik Hasil Penelitian LSM Mitra Bentala dalam Pelestarian RTH di Kota Bandar Lampung ... 127


(19)

GAMBAR

Gambar Halaman


(20)

DAFTAR SINGKATAN

AKBID : Akademi Kebidanan

AMAN : Aliansi Masyarakat Adat Nusantara

BPPLH : Badan Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

HGB : Hak Guna Bangunan

Humanika : Himpunan Kemanusiaan Membina Persaudaraan Islam dan Keimanan

JRKL : Jaringan Radio Komunitas Lampung KBH : Kontrak Bagi Hasil

KTT : Konferensi Tingkat Tinggi

LBH : Lembaga Bantuan Hukum

LKM : Lembaga Keswadayaan Masyarakat LMND : Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat Mapala : Mahasiswa Pecinta Alam NGO : Non Goverment Organization

Poltapala : Politeknik Pecinta Alam Lampung PRD : Persatuan Rakyat Demokrasi Pussbik : Pusat Studi Strategi dan Kebijakan RTH : Ruang Terbuka Hijau

RTNH : Ruang Terbuka Non Hijau RTRW : Rencana Tata Ruang Wilayah

THK : Taman Hutan Kota

TPP : Tim Pengawas Perizinan

WALHI : Wahana Lingkungan Hidup WANACALA : Wahana Pecinta Alam

WATALA : Keluarga Pecinta Alam dan Lingkungan Hidup YLBHI : Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia


(21)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia hidup di bumi ini berdampingan dengan makhluk hidup lainnya. Manusia sendiri memerlukan sumber daya alam seperti tanah, air, tumbuhan, hewan dan ruang untuk hidup. Ruang untuk hidup tersebut atau ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan makhluk lainnya baik benda hidup maupun benda tak hidup disebut dengan lingkungan hidup. Menurut pasal 1 butir (1) Undang-Undang Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang memengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Pentingnya keberlangsungan lingkungan hidup memerlukan kualitas lingkungan hidup yang baik pula. Kemudian dengan kualitas yang baik tersebut, maka akan menunjang keselarasan hidup bagi makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup lainnya. Namun yang terjadi seiring berkembangnya zaman adalah menurunnya kualitas lingkungan hidup itu


(22)

sendiri yang ditandai dengan adanya kerusakan lingkungan. Ada tiga penyebab terjadinya kerusakan lingkungan yaitu :

1. Tidak terkendalinya nilai-nilai keserakahan yang mengiringi kegiatan pembangunan ekonomi yang berwatak kapitalistik (rakus);

2. Tidak memunyai kalangan berpengetahuan meyakinkan penyelenggara negara untuk membangun masyarakat mandiri yang cerdas (smart civil society), yang menempati aspek pengelolaan lingkungan secara kolektif pada posisi yang strategis;

3. Relatif besarnya kelompok lapisan masyarakat miskin yang kehidupannya sangat bergantung pada sumber-sumber daya alam dan lingkungan (http://pse.litbang.pertanian.go.id. diakses pada 26 Maret

2015 pukul 12.01 WIB) .

Soemarwoto, (2004:239-250) memberikan pendapat lain mengenai faktor kerusakaan lingkungan kian marak terjadi di perkotaan hal tersebut dikarenakan oleh laju pertumbuhan ekonomi dan penduduk. Dimana dampak kepadatan penduduk sebagai akibat laju pertumbuhan penduduk yang cepat terhadap kelestarian lingkungan adalah meningkatnya limbah domestik, meningkatnya limbah industri dan limbah transportasi sebagai dampak meningkatnya pertumbuhan ekonomi, meningkatnya kebutuhan pangan sehingga memerlukan intensifikasi lahan pertanian yang berdampak pada pengunaan pestisida sehingga meningkatnya pencemaran tanah dan air, meningkatnya kebutuhan sumber daya bahan bakar dan bahan mentah yang berdampak pada berkurangnya sumber daya alam di lingkungan.


(23)

Seiring pendapat yang dikemukanan oleh Soemarwoto di atas pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk merupakan hal yang tidak bisa dihindari di setiap negara. Terutama kawasan kota merupakan kawasan yang menyumbangkan kepadatan penduduk terbesar di dunia tidak terkecuali di Indonesia. Pada mulanya, sebagian besar lahan kota merupakan ruang terbuka hijau. Kota sendiri memiliki lahan yang terbatas, namun permintaan akan lahan di kota untuk pembangunan terus meningkat. Pembangunan itu meliputi pemukiman, jalur transportasi, industri dan sebagainya yang perlahan-lahan menyita kawasan hijau di wilayah perkotaan itu sendiri. Lingkungan perkotaan yang baik adalah lingkungan yang berkembang bukan hanya secara ekonomi namun juga secara ekologi.

Ruang Terbuka Hijau (RTH) menjadi fokus utama di setiap negara-negara di dunia, munculnya gagasan atau gerakan negara-negara di dunia untuk menjadikan ruang terbuka hijau atau kawasan hijau (green space), pertama kali ketika Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio De Janiero tahun 1992 serta KTT di Johannesburg, Afrika Selatan pada tahun 2002. Konferensi tersebut menghasilkan kesepakatan bagi negara-negara di dunia untuk menyediakan atau mengembangkan kawasan hijau yang dimiliki negara masing-masing. Di Indonesia sendiri mengembangkan konsep Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk tetap memertahankan keseimbangan lingkungan (www.pu.go.id/uploads/ berita/ppw020208 remi.htm diakses pada tanggal 19 Mei 2015 Pukul 19.01).


(24)

Ruang terbuka mencakup pengertian ruang terbuka hijau dan ruang terbuka nonhijau yang berupa kawasan tanpa bangunan di antara kawasan terbangun. Penyedian RTH memiliki fungsi keindahan, kesehatan, keamanan serta sebagai salah satu upaya tanggap bencana. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan juga menyebutkan, RTH di sebuah kota penting untuk menjamin tersedianya ruang konservasi, kawasan pengendalian air tanah, area pengembangan keanekaragaman hayati serta area penciptaan iklim mikro.

Bandar Lampung adalah salah satu kota yang dituntut menyediakan ruang terbuka hijau (RTH) minimal 30% dari luas wilayah kota. Penyediaan 30% ruang terbuka hijau (RTH) tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pada Paragraf 5 tentang Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota Pasal 29 Ayat (2) dan pasal 29 Ayat (3) yang berbunyi:

(2) Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota.

(3) Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen wilayah kota.

Keberadaan ruang terbuka hijau yang masih minim merupakan salah satu isu yang penting di Kota Bandar Lampung. Salah satunya hutan kota yang merupakan salah satu bagian dari ruang terbuka hijau yang dimiliki oleh Kota Bandar Lampung yang kini terancam keberadaannya. Kawasan lahan Taman Hutan Kota Way Halim, Bandar Lampung, senilai Rp. 16,5 miliar terancam


(25)

beralih tangan, bukan lagi aset daerah melainkan milih PT HKKB. Dengan adanya perpindahan kepemilikan hak atas tanah tersebut maka Hutan Kota Way Halim yang semula menjadi ruang terbuka hijau akan beralih fungsi menjadi wilayah kawasan bisnis (http://lampungonline.com/ 2014 /03/taman-hutan-kota-dprd-duga.htmldiakses pada 15 Mei 2015 pukul 09.00 WIB). Penggunaan lahan untuk pembangunan atau kegiatan perekonomian lain tentu mengakibatkan semakin berkurangnya lahan yang dimiliki oleh Kota Bandar Lampung itu sendiri. Berkurangnya lahan tersebut dapat dilihat pula dengan hilangnya 22 bukit dari total 33 bukit yang ada. Adapun bukit yang tersisa diantaranya, Bukit Sulah Sukarame, Bukit Kunyit Teluk Betung Selatan, Bukit Sari Tanjung Karang Pusat, Bukit Kucing Tanjung Karang Barat, Bukit Banten Kedaton, Bukit Sukamenanti Kedaton, Bukit Perahu Kedaton, Bukit Klutum Tanjung Karang Timur, Bukit Randu Tanjung Karang Timur, Bukit Kapuk Tanjung Karang Timur, dan Bukit Camang Tanjung Karang Timur (www.issu.com/radarlampung diakses pada 15 Mei 2015 Pukul 09.10 WIB).

Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandar Lampung masih jauh dari persentase 30% dari luas wilayah Kota Bandar Lampung itu sendiri. Hal tersebut dapat terlihat dari Tahun 2013 Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandar Lampung hanya seluas 11,08% dari luas Kota Bandar Lampung hal tersebut dapat dilihat pada tabel 1 berikut :


(26)

Tabel.1 : RTH Kota Bandar Lampung Tahun 2013

No. Jenis RTH Jumlah dalam Ha

1. Taman Kota 19,25

2. Taman Rekreasi 29,20

3. Taman Wisata Alam 22,30

4. Taman Lingkungan Perumahan 2,40 5. Taman Lingkungan Perkantoran 8,90

6. Taman Hutan Raya 510,00

7. Hutan Kota 83,00

8. Hutan Lindung 350,00

9. Bentang Alam 745,80

10. Pemakaman 40,33

11. Lapangan Olah Raga 25,70

12. Lapangan Upacara 1,60

13. Lapangan Parkir 12,70

14. Lahan Pertanian 278,40

15. Jalur Sutet 5,60

16. Sempadan Sungai dan Pantai 0,90 17. Media Jalan dan Pedestrian 43,01

18. Jalur Hijau 6,50

Jumlah Total Luas RTH 2.185,59 Ha

Luas Kota Bandar Lampung 19.722,00 Ha

% Luas RTH 11,08

(Sumber: Data Dinas Tata Kota Bandar Lampung Tahun 2013)

Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang minim tersebut ditambah dengan adanya alih fungsi lahan memberi keprihatinan tersendiri bagi para penggiat lingkungan salah satunya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan yang ada di Kota Bandar Lampung. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) secara umum diartikan sebagai sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memeroleh keuntungan dari kegiatannya.


(27)

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menurut Adi Suryadi (2005:14-15) memiliki beberapa peranan diantaranya: yang pertama sebagai kekuatan penyeimbang (countervailing power). Kedua, sebagai gerakan pemberdayaan yang diwujudkan melalui aksi pengembangan kapasitas kelembagaan, produktivitas, dan kemandirian kelompok-kelompok masyarakat, termasuk mengembangkan kesadaran masyarakat untuk membangun keswadayaan, kemandirian dan partisipasi. Ketiga, sebagai lembaga perantara (intermediary instution) yang dilakukan dengan mengupayakan adanya aksi yang bersifat memediasi hubungan antara masyarakat dengan pemerintah atau negara, antara masyarakat dengan LSM melalui cara lobi, koalisi, surat menyurat, pendampingan, dan kerjasama antar aktor.

Pentingnya upaya penguatan masyarakat melalui cara pandang dan pola pikir kritis terhadap lingkungan. Karena persoalan ini tidaklah mungkin apabila hanya dilakukan sendiri oleh pemerintah, maka dari itu perlu melibatkan komponen-komponen masyarakat lainnya salah satunya keterlibatan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang lingkungan sebagai proses penguatan civil society.

Upaya penguatan masyarakat yang dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan salah satunya terlihat dari adanya Gerakan Selamatkan Hutan Kota Bandar Lampung sebagai salah satu upaya penyelamatan RTH yang ada di Kota Bandar Lampung. Hal tersebut dilakukan untuk mengembalikan status dan fungsi yang telah di proses pengadilan agar tidak menjadi kawasan bisnis dan komersial. Gerakan ini sendiri beranggotakan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Lampung,


(28)

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung, Mitra Bentala, Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM), Keluarga Pencinta Alam dan Lingkungan Hidup (WATALA), Forsikapi, Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi (LMND), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Aman), Tim Pengawasan Perizinan (TPP), Persatuan Rakyat Demokrasi (PRD), Pusat Studi Strategi dan Kebijakan (Pussbik), Jaringan Radio Komunitas Lampung (JRKL), Annisa 59, Damar, Wahana Pecinta Alam (Wanacala), Kontrak Bagi Hasil (KBH Lampung), Dewan Rakyat Lampung, Himpunan Kemanusian Membina Persaudaran Islam dan Keimanan (Humanika), Sahabat Hijau Lampung, Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala), Politeknik Pencinta Alam Lampung (Poltapala), Mapala AKL, Elsapa, PiLar, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI Institut), Yasadhana, Mahasiswa Pencinta Alam (Matala Lampung), Akbid Nadira, Akbid Nadila (http://m.beritasatu.com/nasional /15351-aktivis-galang-gerakan-selamatkan-hutan-kota-bandarlampung.html diakses pada 14 Febuari 2015 pukul 11.15 WIB).

Adapun penelitian lain yang memunyai topik penelitian yang sama dengan penelitian ini adalah penelitian dari Eka Rahmawati yang berjudul Analisis Strategi Pemerintah dalam Memertahankan dan Mengembangkan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandar Lampung Tahun 2010-2011. Penelitian yang menggunakan pendekatan analisis SWOT tersebut bertujuan untuk mengetahui strategi Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam memertahankan dan mengembangkan ruang terbuka hijau di Kota Bandar Lampung tahun 2010-2011. Berdasarkan hasil dari penelitian Rahmawati yang menyimpulkan bahwa Pemerintah Kota Bandar Lampung tidak optimal dalam


(29)

mengembangkan dan memertahankan ruang terbuka hijau yang ada, ditandai dengan hilangnya Taman Hutan Kota Way Halim yang berubah fungsi menjadi kawasan pengembangan ekonomi.

Korelasi antara penelitian ini dengan penelitian Rahmawati adalah penelitian ini menjadi lanjutan dari penelitian Rahmawati, namun menekankan pada pelestarian ruang terbuka hijau (RTH) yang dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan dalam hal ini Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Keluarga Pecinta Alam dan Lingkungan Hidup (WATALA), dan Mitra Bentala. Bertolak dari permasalahan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan dalam pelestarian ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Bandar Lampung.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, bagaimanakah peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan dalam hal ini Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Keluarga Pencinta Alam dan Lingkungan Hidup (WATALA) dan Mitra Bentala dalam pelestarian Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandar Lampung ?


(30)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan dalam hal ini Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Keluarga Pencinta Alam dan Lingkungan Hidup (WATALA) dan Mitra Bentala dalam pelestarian Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandar Lampung.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitianini adalah: 1. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian semoga dapat bermanfaat dalam mengatasi permasalahan lingkungan terutama mengenai ruang terbuka hijau bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan berkenaan dengan peran penyeimbang, perantara, maupun pemberdayaan.

2. Kegunaan Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam mengembangkan ilmu, baik secara konsep maupun teori ,serta dapat membantu para peneliti lain sebagai referensi penelitiannya.


(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Lingkungan Hidup

1. Pengertian Lingkungan Hidup

Lingkungan menurut Neolaka (2007:25) adalah berasal dari kata lingkung yaitu sekeliling, sekitar. Lingkungan adalah bulatan yang melingkupi atau melingkari, sekalian yang terlingkung disuatu daerah sekitarnya. Lingkungan hidup menurut Danusaputro (Siahaan, 2004:2) adalah semua benda kondisi termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, terdapat dalam ruang tempat manusia berada dan memengaruhi hidup kesejahteraan manusia serta jasad hidup lainnya.

Pendapat lain dikemukakan oleh Soemarwoto (Siahaan, 2004:1), yang mendefinisikan lingkungan adalah semua tempat benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati yang memengaruhi kehidupan kita. Menurut Soemarwoto (1991:4), sumber daya lingkungan memiliki daya generasi yang terbatas. Selama eksploitasi dan permintaan di bawah batas daya regenerasi atau asimilasi, sumber daya terbarui itu dapat digunakan secara lestari.


(32)

Lingkungan hidup berdasarkan Peraturan Perundangan Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009 Tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya dan keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Berdasarkan pengertian mengenai lingkungan hidup tersebut maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan hidup adalah ruang dengan semua benda, daya dan keadaan baik di dalamnya terdapat makhluk hidup atau mahluk tak hidup, biotik ataupun abiotik, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya karena saling memengaruhi antara satu dengan yang lain.

2. Kualitas Lingkungan Hidup

Kualitas lingkungan menurut Soemarwoto (2004:78) diartikan dalam kaitannya dengan kualitas hidup, yaitu dalam kualitas lingkungan yang baik terdapat potensi untuk berkembangnya kualitas hidup yang tinggi. Kualitas hidup dan kualitas lingkungan sifatnya adalah subyektif dan relatif.


(33)

Kualitas dapat diukur dengan tiga kriketeria (Soemarwoto, 2004:79) yaitu : 1. Derajat dipenuhinya kebutuhan untuk hidup sebagai makhluk

hayati. Kebutuhan ini bersifat mutlak, yang didorong oleh keinginan manusia untuk menjaga kelangsungan hidup hayatinya. 2. Derajat dipenuhinya kebutuhan hidup manusiawi. Kebutuhan hidup

ini bersifat relatif, walaupun ada kaitannya dengan kebutuhan hidup jenis pertama diatas. Di dalam kondisi iklim Indonesia rumah dan pakaian misalnya, bukanlah kebutuhan yang mutlak untuk kelangsungan hidup hayati, melainkan kebutuhan untuk hidup manusiawi.

3. Derajat kebebasan untuk memilih. Sudah barang tentu dalam masyarakat yang tertib, derajat kebebasan dibatasi oleh hukum, baik tertulis maupun tidak.

B. Tinjauan Tentang Pelestarian

Daljoeni (2004:191-192) mengemukakan asas dan tujuan pengelolaan lingkungan hidup yaitu “pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang”. Pelestarian sendiri adalah usaha yang memungkinkan lingkungan itu mampu mendukung kehidupan manusia dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia yang hidup di atas atau di dalamnya. Pelestarian adalah proses, cara, perbuatan melestarikan guna perlindungan dari kemusnahan atau kerusakan, pengawetan, konservasi, serta pengelolaan sumber daya alam yang menjamin pemanfaatan secara


(34)

bijaksana dan menjamin kesinambungan persediaan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya. Pelestarian dalam konteks ini erat kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup, seperti yang tertera pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian.

Menurut Dwidjpseputro (1994:33-34) petunjuk-petunjuk mengenai pelaksanaan pelestarian lingkungan yang diberikan oleh UNESCO adalah sebagai berikut:

a. Daerah yang dipilih harus mewakili biom atau satuan-satuan penyusunnya (yaitu tipe-tipe ekosistemnya) yang bernilai tinggi dan dapat dipakai sebagai pembaku untuk menilai akibat-akibat pengaruh manusia atau modifikasi yang dibuat oleh manusia dalam biom atau tipe-tipe ekosistem tersebut.

b. Daerah yang memunyai keunikan atau kekhasan yang kelestariannya memerlukan perlindungan.

c. Daerah yang dipilih harus cukup luas sehingga kelestariannya akan terjamin, dan suatu daerah suaka alam akan bertambah nilainya apabila dikelilingi oleh daerah yang ekosistem alamnya dikelola dengan baik seperti hutan produksi, penggembalaan, perburuan dan rekreasi. Kemudian dengan adanya daerah dan


(35)

macam-macam tujuan di sekitar suaka alam, nilai suaka alam akan bertambah, karena keanekaragaman genetik akan bertambah pula dan dengan demikian perpindahan gen akan mengikat;

d. Jika yang harus dilindungi hanya jenis-jenis atau daerah khusus tertentu, maka suaka alam harus cukup luas, sehingga mencakup kewilayahan satwa-satwa yang berpindah-pindah dan dapat menampung jumlah satwa yang cukup banyak untuk dapat membentuk populasi yang lestari;

e. Jika tidak mungkin dibuat suatu suaka alam yang besar, mungkin dapat dibuat sederet suaka alam yang terpisah-pisah namun tetap berhubungan melalui jalur jalur khusus;

f. Untuk burung-burung atau ikan-ikan yang suka pindah-pindah (imigrasi) tidak mungkin untuk menjadikan daerah pengembangan dan rute imigrasinya menjadi suaka alam. Oleh karena itu, tempat tempat yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya harus dipertahankan. Selanjutnya dalam keadaan demikian suaka alam harus dibuat di tempat-tempat yang strategis sepanjang rute imigrasi dan perpindahan musiman berupa tempat bersarang, berbiak dan mencari makan. Untuk hewan laut biasanya terdapat daerah pesisir, seperti hutan payau (mangrove), rawa payau, pantai berpasir tempat penyu bertelur, dan pulau-pulau;


(36)

g. Dalam menetapkan susunan biota atau tipe ekosistem, sebaiknya dipilih tempat tempat-tempat yang kaya akan jenis-jenis dan juga mengandung hewan yang tinggi, termasuk tempat berkembang biak, mencari makan, atau mengandung flora dan fauna yang hampir punah;

h. Contoh ekosistem alami yang sudah diubah oleh manusia, bahkan yang telah menjadi kritis, perlu pula di masukan ke dalam suaka alam sebagai komunitas setengah alami;

i. Apabila terdapat tempat-tempat yang menunjukkan suatu hubungan yang serasi antara manusia dengan alam, sehingga keseimbangan lingkungan dan kelestarian sumber daya terpelihara, maka tempat-tempat semacam ini biasanya memunyai nilai estetika yang tinggi juga dimasukkan ke dalam suaka alam.

C. Tinjauan Tentang Pembangunan Berkelanjutan

1. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan (sustainable development), menurut Emil Salim (Utomo, dkk. 2009:24), adalah suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam dan sumber daya manusia, dengan menyerasikan sumber alam dengan manusia dalam pembangunan. Menurut Effendi (Utomo,dkk. 2009:24), pembangunan berkelanjutan adalah suatu proses pembangunan yang mengembangkan teknologinya dan perubahan kelembagaannya dilakukan secara harmonis


(37)

dan dengan amat memerhatikan potensi pada saat ini dan masa depan dalam pemenuhan kebutuhan aspirasi masyarakat.

Pembangunan berkelanjutan Utomo (2009:56) adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup sosial, ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Pembangunan berkelanjutan menurut Soemarwoto (Utomo,dkk. 2009:24) diartikan pula sebagai perubahan positif sosial ekonomi yang tidak mengabaikan sistem ekologi dan sosial dimana masyarakat bergantung kepadanya. Keberhasilan penerapannya memerlukan kebijakan, perencanaan dan proses pembelajaran sosial yang terpadu dan bergantung pada dukungan penuh masyarakat melalui pemerintah, kelembagaan sosial dan kegiatan dunia usaha.

Menurut Sudharto P. Hadi (2001:12) dalam (jurnal Ilmu Lingkungan Vol.9, No. 1, April 2011 hal. 41), ideologi pembangunan sektor lingkungan diekspresikan dalam pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yakni pembangunan yang ditujukan utuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kebutuhan dan kepentingan generasi yang akan datang. Pembangunan berwawasan lingkungan merupakan upaya sadar dan berencana dalam pembangunan sekaligus pengelolaan sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan. Pembangunan pada hakikatnya adalah perubahan. Bersama mengubah keadaan yang dianggap kurang baik pada keadaan yang lebih baik.


(38)

Menurut Sastrawijaya (2009:45) pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk mencukupi kebutuhan mereka.

Menurut Bruce dkk (2003:32-24) Pembangunan berkelanjutan itu sendiri memiliki tujuh tujuan penting untuk kebijakan pembangunan dan lingkungan. Ketujuh tujuan tersebut adalah :

1. Memikirkan kembali makna pembangunan.

2. Mengubah kualitas pertumbuhan (lebih menekankan pada pembangunan dari pada sekedar pertumbuhan).

3. Memenuhi kebutuhan dasar akan lapangan kerja, makanan, energi, air dan sanitasi.

4. Menjamin terciptanya keberlanjutan pada satu tingkat pertumbuhan penduduk tertentu.

5. Mengonservasi dan meningkatkan sumberdaya. 6. Merubah arah teknologi dan mengelola resiko.

7. Memadukan pertimbangan lingkungan dan ekonomi dalam pengambilan keputusan.

2. Prinsip-Prinsip Pembangunan Berkelanjutan

Prinsip pembangunan berkelanjutan menurut Bruce dkk,(2003:35-37) : a. Prinsip lingkungan/ekologi

1. Melindungi sistem penunjang kehidupan.


(39)

3. Memelihara atau meningkatkan integritas ekosistem, serta mengembangkan dan menerapkan ukuran-ukuran rehabilitas untuk ekosistem yang sangat rusak.

4. Mengembangkan dan menerangkan strategi yang preventif dan adaptif menanggapi ancaman-ancaman perubahan lingkungan global.

b. Prinsip sosio/politik

Dari hambatan lingkungan/ekologi

1. Memertahankan skala fisik dari kegiatan manusia di bawah daya dukung biosfer.

2. Mengenali biaya lingkungan dari kegiatan manusia, mengembangkan metode untuk meminimalkan pemakaian energi dan material per unit kegiatan ekonomi, menurunkan emisi beracun, merehabilitasi ekosistem yang rusak.

Dari kriketeria sosio-politik

1. Menerapkan proses politik yang terbuka dan mudah dicapai, yang meletakkan kekuatan pembuatan keputusan secara efektif oleh pemerintah pada tingkat yang paling dekat dengan situasi dan kehi dupan masyarakat yang terkena akibat dari keputusan tersebut. 2. Meyakinkan masyarakat bebas dari tekanan ekonomi.

3. Meyakinkan masyarakat dapat berpartisipasi secara kreatif dan langsung dalam sistem ekonomi dan politik.

4. Meyakinkan tingkat minimal dari pemerataan dan keadilan sosial, termasuk pemerataan untuk merealisasikan potensi penuh sabagai


(40)

manusia, sumberdaya untuk sistem legal yang terbuka, bebas dari represi politik, akses pendidikan dengan kualitas tinggi, akses yang efektif untuk mendapatkan informasi, kebebasan beragama, berbicara dan bertindak.

D. Tinjauan Tentang Ruang Terbuka (Open Space)

Ruang umum merupakan ruang terbuka, yaitu ruang yang direncanakan karena kebutuhan akan tempat-tempat pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka. Ruang umum merupakan bagian dari lingkungan yang memunyai pola. Ruang umum adalah tempat atau ruang yang terbentuk karena adanya kebutuhan akan perlunya tempat untuk bertemu ataupun berkomunikasi satu dengan lainnya. Pada dasarnya ruang umum dapat dikatakan sebagai suatu wadah yang dapat menampung kegiatan atau aktivitas tertentu dari manusia secara individu atau secara berkelompok (Mulyandari, 2011: 189).

Mulyandari (2011: 189) menyatakan ruang terbuka (Open Space) dapat diartikan sebagai tanah yang tidak dikembangkan atau suatu area lingkungan yang diperuntkukan sebagai taman, jalan, dan tujuan alami (seperti area pertanian). Penggunaan ruang terbuka (Open Space) sebagai berikut:

a. Ruang Terbuka Privat (Private Open Space), ruang terbuka yang dapat diakses oleh orang tertentu. Contoh: halaman rumah.

b. Ruang Terbuka Publik (Publik Open Space), ruang terbuka yang dapat diakses siapa saja.


(41)

c. Ruang Terbuka Berbentuk Garis (open space linier), ruang terbuka berbentuk garis. Contoh: pedestrian jalan.

Ruang terbuka menurut Plato dalam Mulyandari (2011: 189) merupakan wadah yang menampung aktivitas manusia dalam suatu lingkungan yang tidak memunyai penutup dalam bentuk fisik dan tidak dapat dipisahkan dari manusia baik secara psikologis, emosional ataupun dimensional. Manusia berada dalam ruang, bergerak, menghayati dan berpikir juga membuat ruang untuk menciptakan dunianya.

E. Tinjauan Tentang Ruang Terbuka Hijau (Green Open Space)

1. Pengertian Ruang Terbuka Hijau (Green Open Space)

Ruang terbuka hijau menurut penelitian ini adalah kawasan atau area terbuka yang berada di sekitar ruang terbangun atau tidak terbangun yang ditumbuhi tanaman-tanaman, dan memunyai fungsi untuk melestarikan lingkungan. Definisi tersebut didukung oleh pendapat para ahli diantaranya menurut Roger Tranic yang merupakan seorang pakar di bidang Urban Design, ruang terbuka hijau adalah ruang yang didominasi oleh lingkungan alami dalam bentuk taman, halaman, areal rekreasi dan jalur hijau. Sementara menurut Rooden Van FC (Grove dan Gresswell, 1983) RTH adalah fasilitas yang memberikan kontribusi penting dalam meningkatkan kualitas lingkungan permukiman, dan merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam kegiatan rekreasi.


(42)

(http://ahsinufadli.wordpress.com/-ruang-terbuka-hijau-kota diakses pada 15 Mei 2015 pukul 12.32).

Kemudian menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan, ruang terbuka hijau didefinisikan sebagai area memanjang atau jalur dan mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

2. Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) dapat dibagi menjadi 8 jenis, antara lain (Hasni, 2010: 229):

1. Kawasan hijau pertamanan kota. 2. Kawasan hijau hutan kota. 3. Kawasan hijau rekreasi kota. 4. Kawasan hijau kegiatan olahraga. 5. Kawasan hijau pemakaman. 6. Kawasan hijau pertanian. 7. Kawasan hijau jalur hijau. 8. Kawasan hijau pekarangan.

Ditinjau dari sudut asalnya ruang terbuka hijau, terbagi menjadi 2 yaitu (Hasni, 2010: 230):


(43)

2. Ruang terbuka hijau ada karena planning (RTH akibat pembangunan).

3. Fungsi Pokok Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Hasni (2010: 231) menyatakan ditinjau dari kondisi ekosistem pada umumnya, apapun sebutan bagian-bagian ruang terbuka hijau kota tersebut, hendaknya semua selalu mengandung tiga fungsi pokok ruang terbuka hijau (RTH), yaitu:

1. Fisik-ekologis (termasuk perkayaan jenis dan plasma nutfahnya). 2. Ekonomi (nilai produktif atau finansial dan penyeimbang untuk

kesehatan lingkungan).

3. Sosial-budaya (termasuk pendidikan, dan nilai budaya dan psikologisnya).

Ruang terbuka hijau juga memiliki beberapa fungsi lain diantaranya adalah (Hasni, 2010: 255):

1. Fungsi edhapis, yaitu sebagai tempat hidupnya satwa dam jasad renik lainnya, dapat dipenuhi dengan penanaman pohon yang sesuai, misalnya memilih pohon yang buah atau bijinya atau serangga yang hidup di daun-daunnya digemari oleh burung.

2. Fungsi hidro-orologis adalah perlindungan terhadap kelestarian tanah dan air, dapat terwujud dengan tidak membiarkan lahan terbuka tanpa tanaman penutup sehingga menimbulkan erosi, serta meningkatkan infiltrasi air ke dalam tanah melalui mekanisme perkaaran pohon dan daya air dari humus.


(44)

3. Fungsi klimatologis adalah terciptanya iklim mikro sebagai efek dari proses fotosintesis dan respirasi tanaman, untuk memiliki fungsi ini secara baik seyogyanya RTH memiliki cukup banyak pohon tahunan. 4. Fungsi protektif adalah melindungi dari gangguan angin, bunyi, dan

terik matahari melalui kerapatan dan kerindangan pohon perdu dan semak.

5. Fungsi higienis adalah kemampuan RTH untuk mereduksi polutan baik di udara maupun di air.

6. Fungsi edukatif adalah RTH bisa menjadi sumber pengetahuan masyarakat tentang berbagai hal, misalnya macam dan jenis vegetasi, asal muasalnya, nama ilmiahnya, manfaat serta khasiatnya.

7. Fungsi estetis adalah kemampuan RTH untuk menyumbangkan keindahan pada lingkungan sekitarnya, baik melalui keindahan warna, bentuk, kombinasi tekstur, bau-bauan ataupun bunyi dari satwa liar yang menghuninya.

8. Fungsi sosial-ekonomi adalah RTH sebagai tempat berbagai kegiatan sosial dan tidak menutup kemungkinan memiliki nilai ekonomi seperti pedagang tanaman hias atau pedagang musiman.

4. Dampak kurangnya Ruang Rerbuka Hijau (RTH)

Menurut Hasni (2010:238) ada beberapa dampak yang akan terjadi jika kurangnya ruang terbuka hijau di suatu kota, antara lain :

1. Tidak terserap dan terjerapnya partikel timbal. 2. Tidak terserap dan terjerapnya debu semen.


(45)

3. Tidak ternetralisirnya bahasa hujan asam. 4. Tidak terserapnya Karbonmonoksida (CO). 5. Tidak terserapnya Karbondioksida (CO2).

6. Tidak teredamnya kebisingan kota. 7. Tidak tertahannya hembusan angin. 8. Tidak terserap dan tertapisnya bau.

5. Tujuan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Ruang terbuka hijau memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan kualitas hidup bagi lingkungan maupun manusia, dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan disebutkan ada beberapa tujuan dan menjadi alasan pentingnya ketersediaan ruang terbuka hijau di suatu wilayah adalah:

b. Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air

c. Menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat.

d. Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman.


(46)

F. Tinjauan Tentang Civil Society

1. Konsep Civil Society

Secara harfiah menurut Rahardjo (1999:137), civil society sendiri adalah terjemahan dari istilah latin civilis societas. Istilah ini pada awalnya digunakan oleh Cicero (106-43 S.M) seorang orator dan pujangga Roma yang hidup pada abad pertama sebelum Kristus. Menurut Cicero, civil society bisa disebut dengan masyarakat poltik (political society) yang memiliki kode hukum sebagai dasar pengakuan hidup. Konsep civil society

menganut norma-norma kesopanan tertentu.

Sejauh ini terdapat beberapa perkembangan penafsiran civil society dari berbagai pemikir sosial dan politik. Konsep civil society pertama kali dicetuskan oleh filsuf Yunani, Aristoteles (Culla,1999:47). Beliau menggunakan istilah koinonia politike atau bahasa latin yang berarti masyarakat politik (political society). Istilah yang digunkaan Aristoteles untuk menggambarkan sebuah masyarakat politik dan etis warga negara yang memunyai kedudukan sama di depan hukum.

Konsep civil society yang dikembangkan oleh Hobbes dkk (1588-1679) (Culla, 1999:44-45) civil society yang identik dengan negara merupakan perwujudan dari kekuasaan yang absolut. Civil society hadir untuk meredam konflik agar tidak terjadi tindakan anarki. Civil society berfungsi untuk mengontrol dan mengawasi perilaku politik warga yang memiliki kekuasaan mutlak. Sedangkan menurut John Locke civil society berfungsi untuk menjaga kebebasan dan melindungi hak-hak warga negara. Menurut


(47)

Alexis de’Tocqueville (Hikam, 1999:3) konsepsi tentang civil society

sebagai wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan antara lain kesukarelaan, keswasembadaan dan keswadayaan, kemandirian yang tinggi berhadapan dengan negara dan keterkaitannya dengan norma-norma hukum yang diikuti oleh warganya.

Konsep lain yang dikemukakan Gramsci (Rahardjo, 1999:143-144) mengenai civil society adalah civil society itu sendiri bukan semata-mata mewadahi kepentingan individu, tetapi di dalamnya juga terdapat organisasi-organisasi yang berusaha melayani kepentingan orang banyak.

Civil society menurutnya dapat memiliki potensi untuk mengatur dirinya sendiri secara rasional dan mengandung unsur kebebasan. Negara memiliki fungsi etis, misalnya dalam mendidik masyarakat dan mengarahkan kepentingan masyarakat. Kemudian dalam pandangannya negara bisa memiliki berbagai unsur masyarakat sipil.

Konsep mengenai civil society sendiri secara umum dapat diartikan sebagai suatu tatanan sosial atau masyarakat yang memiliki peradaban (civilization) dimana di dalamnya terdapat asosiasi warga masyarakat yang bersifat sukarela dan terbangun sebuah jaringan hubungan berdasarkan berbagai ikatan yang sifatnya independen terhadap negara. Kegiatan masyarakat sepenuhnya bersumber dari masyarakat itu sendiri, sedangkan negara adalah fasilitator.


(48)

2. Ciri dan Karakteristik Civil Society

Civil society memiliki tiga ciri utama menurut suryanto (2001:113-115) yang pertama, adanya kemandirian yang cukup tinggi dari individu-individu atau kelompok-kelompok dalam masyarakat utamanya ketika berhadapan dengan negara. Kedua adanya ruang bebas (the free public sphere) sebagai wahana keterlibatan politik secara aktif melalui wacana dan praktis yang berkaitan dengan kepentingan publik. Ketiga, adanya kemampuan yang membatasi kuasa negara agar ia intervensionis.

Menurut Eindsadt (Gaffar,2006:180) civil society memiliki empat komponen sebagai syarat yaitu :

1. Otonomi.

2. Akses terhadap lembaga negara. 3. Arena publik yang bersifat otonom.

4. Arena publik yang terbuka bagi semua lapisan masyarakat.

Berdasarkan komponen menurut Gaffar (2006:206) tersebut, civil society

menyaratkan adanya organisasi sosial politik dan kelompok kepentingan yang memiliki tingkat kemandirian tinggi. Diantara organisasi sosial politik yang memiliki tingkat kemandirian tinggi adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). LSM memiliki tingkat keleluasaan bergerak serta kebebasan dan kemandirian yang cukup tinggi yang dapat dijadikan sumber daya politik yang potensial dalam menyiapkan civil society.


(49)

Selanjutnya dalam artian civil society sebagai suatu ruang publik antara negara dan masyarakat. Kekuasaan negara dibatasi dalam ruang publik oleh partisipasi politik masyarakat dalam rangka pembentukan kebijaksanaan publik. Kemudian dalam hal ini LSM cukup potensial ikut menciptakan civil society karena mampu mengisi ruang publik.

Sementara itu Meutia (Anwari, 2002:185) menyebutkan ada tiga elemen dasar dari civil society yaitu :

1. Orientasi bahwa prinsip-prinsip penyelenggaraan negara tidak dominan ditentukan oleh pemerintah, oleh karena itu kelompok masyarakat itu sumber perubahan.

2. Sangat dibutuhkan berorganisasi dengan prinsip demokratis. 3. Keharusan adanya perilaku yang menghormati etika.

Dari elemen dasar civil society menurut Meutia di atas poin pertama dengan jelas mengakui pentingnya keberadaan LSM (kelompok masyarakat) sebagai sumber perubahan dalam civil society.

3. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

Istilah LSM atau Lembaga Swadaya Masyarakat secara tegas dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 8/1990, yang ditujukan kepada Gubernur di seluruh Indonesia tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Lampiran II dari Inmendagri menyebutkan bahwa LSM adalah organisasi atau lembaga yang


(50)

anggotanya adalah warga negara Republik Indonesia yang secara sukarela atau kehendak sendiri berniat bergerak di bidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dam kesejahteraan masyarakat, yang menitikberatkan kepada pengabdian secara swadaya.

LSM secara umum diartikan sebagai sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memeroleh keuntungan dari kegiatannya. Masih dalam konteks pendefinisian LSM menurut Eldridge dalam Gaffar (2006:212) membagi LSM berdasarkan tiga model pendekatan dalam konteks hubungan LSM dengan pemerintah yaitu :

1. Kerjasama tingkat tinggi : pembangunan akar rumput (high level partnership: grassroots development) yang masuk dalam kategori ini pada prinsipnya sangat partisipatif, kegiatannya lebih diutamakan dengan kegiatan pembangunan dari pada yang bersifat advokasi.

2. Politik tingkat tinggi : mobilisasi akar rumput (high level politics: grassroot mobilization) LSM dalam kategori ini memunyai kecenderungan untuk aktif dalam kegiatan politik, menempatkan perannya sebagai pembela masyarakat baik dalam upaya perlindungan ruang gerak maupun terhadap isu isu kebijakan yang menjadi wilayah perhatiannya contohnya adalah LPS, LP3ES, WALHI, YLKI, YLBHI.


(51)

3. Penguatan akar rumput (empowerment at the grassroot) LSM dalam kategori ini pusat perhatiannya pada usaha peningkatan kesadaran dan pemberdayaan masyarakat akar rumput akan hak-haknya.

Menurut Setyono (2003:5), LSM merupakan lembaga/organisasi non partisan yang berbasis pada gerakan moral (moral force) yang memiliki peranan penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan politik. Secara konsepsional LSM memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Mandiri dan tidak menggantungkan diri pada bantuan pemerintah dalam hal finansial.

2. Non partisan.

3. Tidak mencari keuntungan ekonomi. 4. Bersifat sukarela.

5. Bersendi pada gerakan moral.

Tipologi atau karakteristik LSM di Indonesia menurut Philip Eldridge (Fakih, 2000:120) dibagi menjadi dua berdasarkan kegiatannya yaitu :

1. LSM dengan label pembangunan, katagori ini berkaitan dengan organisasi yang memusatkan perhatiannya pada program pengembangan masyarakat konvensional, yaitu irigasi, air minum, pusat kesehatan, pertanian, peternakan, kerajinan dan bentuk pembangunan ekonomi lainnya.

2. LSM “mobilisasi”, yaitu organisasi yang memusatkan perhatiannya pada pendidikan dan mobilisasi masyarakat miskin sekitar isu yang berkaitan dengan ekologi, hak asasi manusia, status perempuan,


(52)

hak-hak hukum atas kepemilikan tanah, hak-hak pedagang kecil, tunawisma dan penghuni liar di kota-kota besar.

Kemudian dengan karakteristik tersebut maka dapat membuat LSM menyuarakan aspirasi dan melayani kepentingan masyarakat yang tidak begitu diperhatikan oleh sektor politik dan swasta. Kemunculan LSM sendiri merupakan reaksi atas melemahnya peran kontrol lembaga-lembaga negara dalam menjalankan fungsi di tengah dominasi pemerintah terhadap masyarakat. LSM adalah salah satu komunitas dari masyarakat sipil yang menjadi perhatian. Sesuai dengan karakteristiknya lembaga nirlaba ini biasanya membawa misi penguatan dan pemberdayaan masyarakat di luar negara dan sektor swasta.

Menurut Gaffar (2006:205) LSM memiliki peran yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat melihat LSM sebagai alternatif untuk munculnya

civil society. Menurut Einstadt dalam Affan Gaffar (2006:180) civil society

memiliki empat komponen sebagai syarat: pertama otonomi, kedua akses masyarakat terhadap lembaga negara, ketiga arena publik yang bersifat otonom dan keempat arena publik yang terbuka bagi semua lapisan masyarakat. LSM menurut pandangan Hikam (1999:256) dapat memainkan peran yang sangat penting dalam proses memerkuat gerakan demokratis melalui perannya dalam pemberdayaan civil society yang dilakukan melalui berbagai aktivitas.


(53)

LSM sendiri menurut Adi Suryadi (2005:14-15) memiliki beberapa peranan diantaranya:

1. Penyeimbang (countervailing power)

Peranan ini tercermin pada upaya LSM mengontrol, mencegah, dan membendung dominasi dan manipulasi pemerintah terhadap masyarakat. Peranan ini umumnya dilakukan dengan advokasi kebijakan, pernyataan politik, petisi, dan aksi demonstrasi.

2. Pemberdayaan

Peran yang diwujudkan melalui aksi pengembangan kapasitas kelembagaan, produktivitas, dan kemandirian kelompok-kelompok masyarakat, termasuk mengembangkan kesadaran masyarakat untuk membangun keswadayaan, kemandirian dan partisipasi. Peranan ini umunya dilakukan dengan cara pendidikan, sosialisasi dan latihan, pengorganisasian dan mobilisasi masyarakat.

3. Lembaga Perantara (Intermediary Instution)

Peran yang dilakukan dengan mengupayakan adanya aksi yang bersifat memediasi hubungan antara masyarakat dengan pemerintah atau negara, antara masyarakat dengan LSM melalui cara lobi, koalisi, surat menyurat, pendampingan, dan kerjasama antar aktor.

Berdasarkan peran LSM yang dikemukakan oleh Suryadi diatas maka peneliti memberikan pengertian yang berkaitan dengan sub indikator diantaranya :


(54)

1. Penyeimbang (Countervailing Power) a. Advokasi Kebijakan

Advokasi kebijakan merupakan bentuk upaya melakukan pembelaan masyarakat sipil dengan cara sistematis dan terorganisir atas sikap, perilaku dan kebijakan yang tidak berpihak pada keadilan dan kenyataan.

b. Pernyataan Politik

Pernyataan adalah kalimat yang memunyai nilai benar atau salah, yang diberikan oleh individu atau kelompok yang satu kepada individu atau keompok yang lain.

c. Petisi

Petisi adalah permohonan resmi kepada pemerintah berupa usul, saran, dan anjuran.

d. Aksi Demonstrasi.

Aksi demonstrasi adalah pernyataan protes yang dikemukakan secara masal atau sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang dihadapan umum guna menyatakan pendapat kelompok atau penentang kebijakan yang dilaksanakan oleh suatu pihak atau dapat pula dilakukan sebagai upaya penekanan secara politik oleh kepentingan kelompok.


(55)

2. Pemberdayaan masyarakat a. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi yang ada pada dirinya.

b. Sosialisasi

Sosialisasi merupakan upaya memasyarakatkan sesuatu sehingga menjadi dikenal, dipahami, dan dihayati oleh masyarakat.

c. Latihan

Latihan merupakan upaya belajar dan membiasakan diri agar dapat melakukan sesuatu.

d. Pengorganisasian

Pengorganisasian adalah pengaturan sumberdaya organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan dengan memperhatikan lingkungan yang ada.

e. Mobilisasi masyarakat

Upaya untuk melibatkan atau menggerakkan masyarakat dalam mengambil tindakan untuk mencapai sesuatu.

3. Lembaga perantara a. Lobi

Aktivitas komunikasi yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan tujuan memengaruhi organisasi atau orang


(56)

yang memiliki kedudukan penting atau pemerintah sehingga dapat memberikan kuntungan.

b. Koalisi

Koalisi adalah persekutuan, gabungan atau aliansi beberapa unsur dimana dalam kerjasamanya masing-masing memiliki kepentingan sendiri-sendiri.

c. Surat Menyurat

Surat menyurat merupakan suatu sarana untuk menyampaikan pernyataan-pernyataan atau informasi secara tertulis dari pihak yang satu kepada pihak yang lain baik atas nama pribadi, jabatan dalam organisasi, instansi maupun perusahaan.

d. Pendampingan

Pendampingan adalah upaya yang dilakukan fasilitator dalam kegiatan atau program untuk mewujudkan suatu tujuan tertentu. e. Kerjasama Antar Aktor

Kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh beberapa orang baik lembaga, pemerintah, ataupun swasta untuk mencapai tujuan bersama.

Berbicara mengenai LSM menurut Hikam (1999:256) tidak dapat dipisahkan dengan konsep civil society itu sendiri, karena LSM merupakan tulang punggung dari civil society yang kuat dan mandiri. LSM sendiri memiliki klasifikasi menurut Gaffar (2006:206) yaitu LSM dengan ruang lingkup non politik bergerak di bidang pemberdayaan dan peningkatan kapasitas masyarakat untuk bidang pengawasan dan advokasi publik.


(57)

Sedangkan dalam rangka mewujudkan civil society menurut Meuthia (Anwari, 2002: 189) mengajukan beberapa hal yang harus ditangani oleh LSM yaitu :

1. Alokasi resource yang dilakukan hendaknya meliputi pelayanan publik, kontrol alokasi sumber daya, penguatan organisasi masyarakat melalui pendidikan, penguatan kedudukan kelompok masyarakat agar mampu mengontrol alokasi sumber daya keuangan dan alam.

2. LSM harus ada digaris depan dalam hal pembangunan hukum dan peraturan baru yang sangat dibutuhkan.

3. LSM berkewajiban meningkatkan kapabilitas masyarakat dalam kehidupan politik, meliputi upaya membangun identitas kewargaan, pembentukan forum publik dan upaya pendisiplinan berkenaan dengan terjadinya konflik.

Menurut Gaffar (2006: 204) hubungan atau relasi antara negara dengan LSM sama sekali tidak dapat dipisahkan. Sedangkan berdasarkan sejarahnya hubungan antara LSM dan pemerintahan mengalami pasang surut, dari hubungan yang bersifat kerjasama antara pemerintah dengan LSM (cooperative dan partnership) hingga hubungan yang bersifat konflik (confliktual).

Menurut Carrothers dkk (Gaffar,2006:204), ada empat peranan yang dapat dimainkan LSM dalam konsep negara yaitu :


(58)

1. Katalisasi perubahan sistem, yang dilakukan dengan jalan mengangkat sejumlah masalah penting dalam masyarakat dan melakukan advokasi semi perubahan negara.

2. Memonitor pelaksanaan sistem penyelenggaraan negara, yang dilakukan melalui penyampaian kritik dan pelaporan penyimpangan dan penyalahgunaan kekuasaan.

3. Memfasilitasi rekonsiliasi warga dan lembaga peradilan melalui aktivitas pembelaan dan pendampingan terhadap warga korban kekerasan. Kemudian yang terakhir adalah implementasi program pelayanan dimana LSM dapat menempatkan diri sebagai lembaga yang mewujudkan sejumlah program.

4. LSM Lingkungan Hidup

Menurut Pasal 92 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, jelas tertulis bahwa mengatur hak gugat organisasi lingkungan hidup, dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Kebijakan publik yang berkaitan dengan lingkungan hidup, sebenarnya sudah dikembangkan dari zaman kolonial Belanda. Dalam konteks NGO atau LSM di Indonesia, isu lingkungan menurut Purnomo (Suharko, 2000:42), Indonesia menyadari bahwa isu lingkungan mendapat artikulasi yang lebih kuat seiring dengan pertumbuhan ekonomi.


(59)

Model gerakan lingkungan menurut Suharko (2000:43) dapat dilihat sebagai suatu kontinum. Pada sisi ekstrim terdapat model gerakan reformis (yang berorientasi pada pandangan ekologi dangkal-antroposentrisme), sementara pada sisi ekstrim yang lain terdapat model gerakan radikal (yang berorientasi pada pandangan ekologi dalam-ecosentrisme). Pada area teoritis menurut Suharko (2000:58) kesadaran dan kepedulian terhadap krisis lingkungan global telah melahirkan sejumlah pemikiran ekologis, atau apa yang mutakhir sekarang disebut dengan green perspective, green theory, green politics, dan konsep lain yang menggunakan ungkapan green (hijau).

Heidjen (Suharko, 2000:48-49) memilah NGO lingkungan kedalam tiga model gerakan, yakni di salah satu sisi ekstrim, gerakan instrumental (the instrumental movement) yang dekat ke model gerakan reformis, di sisi ekstrim lainnya, gerakan kontra-kultural (the contra-cultural movement) yang dekat dengan model gerakan radikal, dan ditengah-tengah keduanya posisi ekstrim tersebut, gerakan sub-kultural (the sub-cultural movement). Gerakan instrumental memiliki tujuan yang berada di luar gerakan itu sendiri. Heidjen (Suharko, 2000:49) membedakan dengan model gerakan kedalam tiga tipologi tersebut:

b. Konservasionis (conservasionist), yakni NGO yang memiliki kepedulian utama pada perlindungan alam atau suatu area alam tertentu. Tipe NGO ini cenderung moderat dalam melakukan berbagai aktivitas lingkungan. Ke dalam tipolohi ini bisa juga


(60)

dimasukkan NGO preservasionis, yang umumnya lebih memiliki kecenderungan moderat daripada radikal.

c. Pengampanye kebijakan (the policy campaigners), yakni NGO yang mencoba memengaruhi para pembuat kebijakan lingkungan, mengampanyekan suatu kebijakan lingkungan merupakan kegiatan utamanya. Tipe NGO ini biasanya juga merupakan penasehat dalam pembuatan kebijakan dan secara finansial didukung oleh para pemegang otoritas. NGO ini secara umum memiliki kecenderungan moderat.

d. Mobilisator (the mobilisers), yakni NGO yang aktivitas utamanya menggerakan publik dalam suatu aksi lingkungan. Aksi ini biasanya ditunjukan kepada pemegang otoritas atau pelaku bisnis yang keputusan atau perilakunya membahayakan lingkungan. NGO lingkungan dengan model sub-kultural memunyai tujuan yang lebih melekat pada gerakan itu sendiri. NGO ini biasanya tidak cukup independen dari pemegang otoritas. Kepedulian dan kegiatan utama dari model gerakan ini adalah mencoba menunjukan alternatif-alternatif cara hidup yang lebih dekat dan harmonis dengan alam kepada masyarakat. Heidjen (Suharko, 2000:50) membagi NGO ini menjadi dua tipe tersebut:

a. NGO pendidikan (the educational NGO) yang pada umumnya telah berdiri sejak lama dan dekat dengan NGO konservasionis. Di antara tujuan NGO ini adalah mendidik


(61)

masyarakat atau segmen masyarakat khusus seperti anak-anak tentang masalah lingkungan dan mendorong mereka ke arah perubahan sikap dan perilaku terhadap alam dan lingkungan, NGO yang berlandaskan pada orientasi nilai dan ekologi sosial dapat dimasukkan ke dalam tipologi ini.

b. NGO dengan alternatif-contoh (the alternative-examplistic NGO) yang tujuan utamanya adalah menunjukkan kepada masyarakat contoh-contoh hidup alternatif. Cara-cara hidup alternatif itu biasanya tidak sulit diterapkan dalam kehidupan masyarakat dan tidak memerlukan perubahan kultural yang radikal, tapi lebih pada perubahan dalam sub-kultural saja. NGO lingkungan dengan model gerakan kontra kultural menurut Heidjen (Suharko, 2000:51) memiliki tujuan yang abstrak dan radikal yang berada diluar gerakan itu sendiri. Keberhasilan tidak mudah dicapai oleh NGO ini, karena karakternya yang kurang realistik. Gerakan lingkungan utama yang dilakukan adalah menentukan kebudayaan yang merusak lingkungan. Sebab dari kerusakan lingkungan dilihat sebagai berada dalam masyarakat konsumsi-kapitalistik, teknokratik dan berskala besar. NGO ini biasanya dipromosikan bentuk organisasi masyrakat yang cenderung sosialis dan berskala kecil.


(62)

G.Kerangka Pikir

Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan hal yang wajib dimiliki setiap wilayah. Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 pasal 29 (2) jelas menyatakan bahwa “Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota”. Bandar Lampung sendiri memiliki luas 19,722 Ha, sedangkan total luas RTH berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Tata Kota Bandar lampung hanya seluas 2.185 Ha jumlah tersebut menunjukan bahwa RTH yang dimiliki Kota Bandar Lampung hanya berkisar 11% dari total luas wilayah kota.

Maraknya kasus alih fungsi lahan yang ada di wilayah Kota Bandar Lampung menjadikan salah satu faktor pendukung makin berkurangnya RTH di Kota Bandar Lampung itu sendiri. Makin berkurangnya luas RTH tersebut menimbulkan kepedulian dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terutama yang bergerak di bidang Lingkungan. Mengacu pada peran yang dimiliki oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan dalam penguatan civil society menurut Culla yaitu kekuatan penyeimbang yang dapat dilakukan dengan cara advokasi, pernyataan politik, petisi, dan aksi demonstrasi. Pemberdayaan masyarakat yang dapat dilakukan dengan cara pendidikan, latihan, sosialisasi, pengorganisasian, dan mbilisasi masyarakat. Lembaga perantara yang dapat dilakukan sengan cara lobi, koalisi, surat menyurat, pendampingan dan kerjasama antar aktor .

Berdasarkan indikator tersebut peneliti ingin melihat peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan tersebut dalam pelestarian RTH di Kota


(63)

Bandar Lampung. Variabel-variabel tersebut digunakan sebagai alat bantu penelitian untuk mengetahui peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan dalam pelestarian Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandar Lampung (Studi pada WALHI,WATALA, dan Mitra Bentala).

Gambar 1: Kerangka Pikir

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang (proporsi RTH minimal 30% dari luas wilayah)

Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandar lampung hanya sebesar 11% dari luas wilayah Kota

Bandar Lampung

Peran LSM WALHI, WATALA dan Mitra Bentala

dalam pelestarian RTH di Kota Bandar Lampung

1. Kekuatan Penyeimbang 2. Pemberdayaan

masyarakat


(64)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe dan Jenis Penelitian

Metode kualitatif menurut Sugiono (2011:7) adalah proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Metode kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri. Pendekatan yang digunakan ialah pendekatan institusionalisme baru (new institusionalism) menurut Budiardjo (2008:56) instusionalisme baru yang melihat kebijakan publik dan politik merupakan hasil dari perilaku kelompok besar atau organisasi masa, yang menjelaskan bagaimana organisasi institusi itu, apa tanggung jawab dari setiap peran dan bagaimana peran itu berinteraksi. Berdasarkan metode dan tipe tersebut maka penulis akan menggambarkan bagaimana Peran Lembaga Swadaya Masyrakat (LSM) Lingkungan yang diantaranya adalah Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Keluarga Pecinta Alam dan Lingkungan Hidup (WATALA) dan Mitra Bentala dalam Pelestarian Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandar Lampung.


(65)

B. Fokus Penelitian

Penetapan fokus dalam penelitian kualitatif sangat penting karena untuk membatasi studi dan mengarahkan pelaksanaan suatu pengamatan. Fokus dalam penelitian kualitatif sifatnya abstrak, artinya dapat berubah sesuai dengan latar belakang penelitian, sehingga masalah-masalah yang menjadi tujuan penelitian dapat dipahami dengan baik. Moleong (2009:237) mengemukakan pendapat bahwa fokus penelitian dimaksud untuk membatasi studi kualitatif, sekaligus membatasi penelitian guna memilih mana data yang relevan dan mana data yang tidak relevan. Berdasarkan pendapat di atas, maka fokus penelitian ini adalah mengetahui Peran Lembaga Swadaya Masyrakat (LSM) Lingkungan yang diantaranya adalah Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Keluarga Pecinta Alam dan Lingkungan Hidup (WATALA) dan Mitra Bentala dalam Pelestarian Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandar Lampung.

Pembahasan masalah merupakan tahapan yang sangat menentukan dan bersifat tentatif karena pada saat melaksanakan penelitian fokus yang telah ditetapkan dapat berubah. Untuk memberi suatu pemahaman, agar memudahkan penelitian, maka perlu adanya beberapa batasan penelitian dan fokus penelitian yang dioperasionalkan dalam beberapa indikator. Adapun peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan dalam pelestarian Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandar Lampung adalah sebagai berikut:


(66)

1. Kekuatan Penyeimbang (Countervailing Power)

Peranan ini tercermin pada upaya LSM mengontrol, mencegah, dan membendung dominasi dan manipulasi pemerintah terhadap masyarakat. Peranan ini umumnya dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Advokasi Kebijakan

Advokasi kebijakan merupakan bentuk upaya melakukan pembelaan masyarakat sipil dengan cara sistematis dan terorganisir atas sikap, perilaku dan kebijakan yang tidak berpihak pada keadilan dan kenyataan.

b. Pernyataan Politik

Pernyataan adalah kalimat yang memunyai nilai benar atau salah, yang diberikan oleh individu atau kelompok yang satu kepada individu atau kelompok yang lain.

c. Petisi

Petisi adalah permohonan resmi kepada pemerintah berupa usul, saran, dan anjuran.

d. Aksi Demonstrasi.

Aksi demonstrasi adalah pernyataan protes yang dikemukakan secara masal atau sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang dihadapan umum guna menyatakan pendapat kelompok atau penentang kebijakan yang dilaksanakan oleh suatu pihak atau dapat pula dilakukan sebagai upaya penekanan secara politik oleh kepentingan kelompok.


(67)

2. Gerakan Pemberdayaan

Gerakan pemberdayaan yang diwujudkan melalui aksi pengembangan kapasitas kelembagaan, produktivitas, dan kemandirian kelompok-kelompok masyarakat, termasuk mengembangkan kesadaran masyarakat untuk membangun keswadayaan, kemandirian dan partisipasi. Peranan ini umumnya dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi yang ada pada dirinya.

b. Sosialisasi

Sosialisasi merupakan upaya memasyarakatkan sesuatu sehingga menjadi dikenal, dipahami, dan dihayati oleh masyarakat.

c. Latihan

Latihan merupakan upaya belajar dan membiasakan diri agar dapat melakukan sesuatu.

d. Pengorganisasian

Pengorganisasian adalah pengaturan sumberdaya organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan dengan memerhatikan lingkungan yang ada.


(68)

e. Mobilisasi Masyarakat

Upaya untuk melibatkan atau menggerakkan masyarakat dalam mengambil tindakan untuk mencapai sesuatu.

3. Lembaga Perantara (Intermediary Instution)

Lembaga perantara yang dilakukan dengan mengupayakan adanya aksi yang bersifat memediasi hubungan antara masyarakat dengan pemerintah atau negara, antara masyarakat dengan LSM. Peranan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut : a. Lobi

Aktivitas komunikasi yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan tujuan memengaruhi organisasi atau orang yang memiliki kedudukan penting atau pemerintah sehingga dapat memberikan kuntungan.

b. Koalisi

Koalisi adalah persekutuan, gabungan atau aliansi beberapa unsur dimana dalam kerjasamanya masing-masing memiliki kepentingan sendiri-sendiri.

c. Surat Menyurat

Surat menyurat merupakan suatu sarana untuk menyampaikan pernyataan-pernyataan atau informasi secara tertulis dari pihak yang satu kepada pihak yang lain baik atas nama pribadi, jabatan dalam organisasi, instansi maupun perusahaan.


(1)

130

1. Masih terbatasnya dana baik yang dimiliki oleh pemerintah maupun LSM berkaitan dengan masalah RTH serta masih adanya anggapan bahwa isu RTH masih kurang menarik dibandingkan dengan isu-isu lainnya.

2. Sebagaian RTH adalah milik privat dan sosialisi serta optimalisasi RTH yang dimilki oleh privat sangat kurang sehingga baik masyarakat, pengusaha, dan investor tidak perduli akan pentingnya meluangkan lahan untuk RTH itu sendiri.

3. Masih minimnya kesadaran masyarakat akan arti penting kelestarian lingkungan hidup terutama RTH.

4. Kurangnya keseriusan dari pemerintah mengenai aturan hukum atau sanksi yang diberikan baik untuk pemerintah yang harus menyediakan 30% RTH dan 10% bagi perorangan.

5. Pada tingkat pemerintah sendiri masih belum jelasnya tata kerja dan kelembagaan yang mengelola RTH.

6. Belum banyaknya kegiatan dalam bentuk program terkait dengan RTH yang ada di LSM sehingga apa yang sudah dilakukan seperti penanaman atau pendampingan kepada masyarakat tidak dapat berjalan secara berkelanjutan.

B. Saran

Ruang terbuka Hijau sudah seharusnya membutukan perhatian khusus, perhatian khusus tersebut harus dilakukan salah satunya di Kota Bandar Lampung, yang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan sehingga memerlukan sebuah tata ruang yang baik dengan memerhatikan keseimbangan


(2)

131

lingkungan. Pemerintah Kota Bandar Lampung sendiri hendaknya menerapkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan sehingga Kota Bandar Lampung tidak hanya maju dalam bidang ekonomi namun juga maju dalam bidang ekologi.

LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang bergerak dibidang lingkungan sejauh ini sudah melakukan kegiatan pelestarian lingkungan khususnya pelestarian ruang terbuka hijau. Kegiatan yang sudah dilakukan sejauh ini akan lebih baik lagi apabila memperbanyak kegiatan dalam bentuk program yang berkelanjutan terutama dalam pelestarian RTH serta, memperbanyak kegiatan ditiap indikator dan menjadikan RTH sebagai salah satu fokus kerja dan isu lingkungan yang tak kalah penting dibanding isu lain. Kesadaran akan arti penting lingkungan hidup, salah satunya pelestarian ruang terbuka hijau dan tanggung jawab untuk bersama-sama merawat dan melestarikan sudah seharusnya tertanam pada diri setiap individu karena, kelestarian lingkungan bukan hanya tanggung jawab pemerintah serta LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) semata melainkan tanggung jawab bersama.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Anwari, WMK., dan Maruto MD. 2002. Kumpulan Tulisan Reformasi dan

Kekuatan Masyarakat. Jakarta: LP3ES

Bruce, Mitchell., Setiawan., Dwita Hadi Rahmi. 2003. Pengelolaan Sumber Daya

dan Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada Press

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia PustakaUtama

Daljoeni, N., Suyitno. 2004. Pedesaan Lingkungan dan Pembangunan. Bandung: Penerbit Alumni

Dwidjoseputro, D. 1994. Ekologi Manusia dengan Lingkungannya. Jakarta: Erlangga

Fakih, Mansour. 2000. Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial, Pergolakan

Ideologi LSM Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Gaffar, Affan. 2006. Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Hasni. 2010. Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Hikam, Muhammad AS. 1999. Demokrasi dan Civil Society. Jakarta: LP3ES Moleong, Lexy J. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rosda


(4)

Mulyandari, Hestin. 2011. Pengantar Arsitektur Kota. Yogyakarta: Andi Offset Neolaka, Amos. 2001. Kesadaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta

Rahardjo, M. Dawam. 1999. Masyarakat Madani : Agama, Kelas Menengah, dan

Perubahan Sosial. Jakarta LP3ES

Sastrawijaya, Tresna. 2009. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta Setiyono, Budi. 2003. Pengawasan Pemilu Oleh LSM. Suara Merdeka

Siahaan. 2004. Hukum Tata Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Jakarta: Erlangga

Soemarwoto, Otto. 1991. Indonesia dalam kancah Isu Lingkungan. Jakarta: Erlangga

, 2004. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan

Sugiono. 2005. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Sugiono. 2013. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif R&D. Bandung: Alfabeta Suryanto. 2001. Masyarakat Tamaddun: Kritik Hermuneutis Masyarakat Madani.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar LP2IF

Usman, Husni., Akbar, Purnomo Setiadi. 2011. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara

Utomo, Yudi dkk. 2009. Pendidikan Lingkungan Hidup. Malang: Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Negeri Malang

Jurnal

Hadi, Sudharto P. 2001. Jurnal Ilmu LingkunganVol 1

Suharko. 2000. Model-Model Gerakan NGO Lingkungan. Jurnal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol. 2


(5)

Skripsi

Rahmawati, Eka. 2013. Analisis Strategi Pemerintah dalam Mempertahankan dan Mengembangkan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandar Lampung Tahun

2010-2011. Lampung. Universitas Lampung

Dokumen

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pemanfaatan dan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Perkotaan

Sumber Media

Adi Suryadi Culla. 2005. Masyarakat Sipil Dalam Perspektif Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia (Studi Kasus WALHI dan YLBHI dalam Era Orde

Baru). Ringkasan Disertasi. Bidang Studi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Program Pascasarjana universitas Indonesia (online).

http://eprints.undip.ac.id/19219/1/Ageng_Nata_Praja.pdf diakses pada 15 Mei 2015 pukul 13.17 WIB

http://ahsnufadli.worpress.com/ruang-terbuka-hijau-kota diakses pada 15 Mei 2015 pukul 12.32 WIB

http://issu.com/radarlampung diakses pada 15 Mei 2015 pukul 09.01 WIB

http://m.beritasatu.com/nasional/15351-aktivis-galang-gerakan-selamatkan-hutan-kota-bandarlampung.html diakses pada 14 Febuari 2015 pukul 11.15 WIB


(6)

http://pu.go.id/uploads/berita/ppw020208remi.htm diakses pada 19 Mei 2015 pukul 19.01 WIB

http://lampungonline.com/2014/03/taman-hutan-kota-dprd-duga.html?diakses pada 15 Mei 2015 pukul 09.00 WIB