Hasil dan Pembahasan Frekuensi penggunaan TIK untuk pembelajaran

5 melakukan crosscheck triangulasi terhadap temuan angket serta untuk mengumpulkan informasi lebih lengkap dari temuan angket. Penelitian dilakukan pada enam SMA dari delapan SMA yang ada di Kota Salatiga, yang terdiri dari tiga SMA negeri dan tiga SMA swasta. Keenam sekolah tersebut dipilih karena memiliki nilai akreditasi yang sepadan. Dari masing-masing SMA negeri dan swasta, terdapat satu sekolah yang menerapkan Kurikulum 2013 dan dua sekolah lainnya dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP sekolah ini pernah menggunakan Kurikulum 2013 pada Semester Ganjil tahun ajaran 20142015. Sampel dalam penelitian ini adalah 45 siswa untuk setiap sekolah. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling. Dari angket yang didistribusikan ke enam SMA di Salatiga, didapatkan respon balik yang terdiri dari 124 responden dari SMA negeri dan 132 responden dari SMA swasta. Hasil temuan angket kemudian di-crosscheck dengan melakukan wawancara terhadap siswa random dan guru.

4. Hasil dan Pembahasan Frekuensi penggunaan TIK untuk pembelajaran

Tabel 1 Frekuensi penggunaan TIK untuk pembelajaran di sekolah Tidak pernah Tidak tahu Sekitar sebulan sekali 2-3 kali seminggu Sekali lebih sehari N S N S N S N S N S Komputer 1 3 7 16 64 60 25 21 Laptop 15 24 2 13 19 48 35 22 22 Tablet 65 52 3 2 2 2 5 10 24 34 Kamera digital 70 67 4 2 10 9 8 9 6 13 Televisi pembelajaran 90 69 6 4 1 14 2 8 1 5 Televisi hiburan 94 81 2 5 2 5 1 3 2 5 Email 8 26 2 5 35 29 33 19 22 22 SMS 39 47 9 7 8 7 15 13 28 27 Internet 2 6 2 1 4 2 14 16 78 76 N: Negeri S: Swasta 6 Tabel 1 menunjukkan frekuensi penggunaan komputer desktop PC yang cenderung masih dalam orde mingguan, baik di SMA negeri maupun swasta, dengan frekuensi penggunaan komputer di SMA negeri sedikit lebih tinggi daripada SMA swasta. Berdasarkan wawancara, siswa SMA yang menerapkan KTSP menggunakan komputer terutama pada saat pelajaran TIK dan pelajaran Multimedia di SMA Kristen 1 Salatiga. Sedangkan di SMA yang menggunakan Kurikulum 2013, komputer digunakan pada mata pelajaran Keterampilan, atau jika disediakan komputer di dalam kelas, maka dapat digunakan pada setiap mata pelajaran tergantung desain pembelajaran guru. Tidak terdapat perbedaan yang mencolok dalam frekeunsi penggunaan komputer antara sekolah yang menerapkan Kurikulum 2013 dan KTSP. Siswa dapat juga menggunakan komputer di perpustakaan ketika ada penugasan dari guru pada mata pelajaran selain TIK, menggunakan komputer lab setelah pulang sekolah, atau menggunakan komputer perpustakaan saat jam istirahat untuk mencari referensi mengerjakan tugas. Frekuensi penggunaan laptop dalam pembelajaran baik di SMA negeri maupun swasta juga cenderung masih dalam orde mingguan, dengan frekuensi penggunaan komputer di SMA negeri sedikit lebih tinggi daripada SMA swasta. Berdasarkan wawancara, siswa menggunakan laptop untuk mengerjakan tugas kelompok pada mata pelajaran – mata pelajaran yang tidak terbatas hanya pada mata pelajaran TIK dengan frekuensi yang tidak menentu tergantung tugas yang diberkan oleh guru. Laptop yang digunakan adalah milik siswa sendiri dan hanya dibawa ke sekolah saat diperlukan untuk mengerjakan tugas saja, meski ada pula siswa yang membawa laptopnya setiap hari ke sekolah. Frekuensi penggunaan tablet dalam pembelajaran di SMA negeri dan swasta bervariasi; ada 24 responden siswa SMA negeri dan 34 responden siswa SMA swasta yang menyebutkan bahwa mereka menggunakan tablet setiap hari, akan tetapi sebagian besar responden 52 responden siswa SMA negeri dan 65 responden siswa SMA swasta menyebutkan belum pernah menggunakan tablet untuk pembelajaran. Berdasarkan wawancara, siswa yang memiliki tablet membawa tablet mereka ke sekolah dan dapat dimanfaatkan untuk browsing mengerjakan tugas. Sebagian besar siswa lainnya umumnya menggunakan smartphone. Frekuensi penggunaan tablet di SMA swasta lebih tinggi daripada SMA negeri. Frekuensi penggunaan kamera digital dalam pembelajaran di SMA negeri dan swasta masih rendah, dengan sebagian besar responden 67 siswa SMA negeri dan 70 siswa SMA swasta menyebutkan belum pernah menggunakan kamera digital untuk pembelajaran. Sementara, siswa lain menggunakan kamera digital dengan frekuensi tidak menentu. Berdasarkan wawancara, siswa pernah menggunakan kamera digital untuk keperluan dokumentasi dalam pembuatan laporan serta ketika ada penugasan pembuatan film pada mata pelajaran – mata pelajaran tertentu. Siswa ada pula kalanya menggunakan kamera pada smartphone mereka. Frekuensi penggunaan kamera digital di SMA swasta sedikit lebih tinggi daripada SMA negeri. Hal ini bisa dikarenakan oleh adanya mata pelajaran Multimedia di salah satu SMA swasta. 7 Frekuensi penggunaan televisi dalam pembelajaran di SMA negeri dan swasta sangat rendah. 90 responden siswa SMA negeri dan 69 responden siswa SMA swasta menyebutkan belum pernah menggunakan televisi untuk pembelajaran. Siswa SMA swasta, meski sedikit, lebih sering menggunakan televisi untuk pembelajaran. Berdasarkan wawancara, ada guru yang menggunakan televisi untuk memutar video media pembelajaran. Meski ada laptop, televisi dipilih karena tidak memerlukan speaker tambahan agar terdengar oleh banyak siswa. Meski frekuensi penggunaan televisi untuk pembelajaran sangat rendah, frekuensi penggunaan televisi untuk hiburan juga tidak kalah rendah. Hal ini dikarenakan sekolah yang tidak menyediakan televisi untuk siswa atau karena sekolah tidak menyediakan televisi yang terhubung dengan antena receiver. Frekuensi penggunaan email untuk pembelajaran bervariasi dalam orde bulanan, mingguan, dan harian, serta sebagian ada yang belum pernah menggunakan. Berdasarkan wawancara, siswa menggunakan email dalam pembelajaran untuk berbagi materi dan mengirim tugas dengan frekuensi yang tidak menentu. Frekuensi penggunaan email di SMA negeri sedikit lebih tinggi daripada SMA swasta. Penggunaan SMS sebagian besar tidak pernah, dan sebagian lainnya dengan frekuensi yang bervariasi dalam orde harian, mingguan, dan bulanan. Berdasarkan wawancara, siswa biasanya menggunakan SMS untuk berkoordinasi antar teman sekelas anggota kelompok terutama saat ada tugas kelompok. Meski demikian, siswa lebih sering menggunakan BBM karena dapat melakukan group chat dan berbagi materi pelajaran. Tidak terdapat perbedaan frekuensi dalam penggunaan SMS antara SMA negeri dan swasta. Frekuensi penggunaan internet untuk pembelajaran di SMA negeri maupun swasta sangat tinggi. Hal ini terlihat dari 78 responden siswa SMA negeri dan 76 responden siswa SMA swasta yang menyebutkan bahwa mereka menggunakan internet satu kali atau lebih dalam sehari. Berdasarkan wawancara, siswa paling banyak mengunakan internet untuk mencari referensi saat mengerjakan tugas dari guru. Sebagian besar siswa mengakses internet dengan smartphone milik mereka dengan menggunakan paket data seluler, diikuti dengan perangkat lain seperti tablet, laptop, dan komputer. Tidak terdapat perbedaan frekuensi penggunaan internet antara SMA negeri dan swasta. Software yang digunakan dengan TIK dalam pembelajaran Penggunaan TIK dapat tergambar dari software yang digunakan. Berdasarkan cacah jawaban responden, didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 2 Software yang digunakan di sekolah Negeri Swasta Microsoft Word 99 100 Microsoft Excel 87 86 8 Microsoft PowerPoint 97 95 Photoshop 60 54 Blogs 51 25 Wikis 28 32 Corel Draw 20 34 Paint 14 10 Lain-lain 14 20 Tabel 2 menunjukkan bahwa, baik di SMA negeri maupun swasta, software yang paling banyak digunakan adalah kategori Office suite Word, Excel, Powerpoint, pengolah grafis Photoshop, Corel Draw, MS Paint, dan aplikasi internet blog, wiki. Berdasarkan wawancara, Office suite digunakan siswa untuk mengerjakan tugas. Software pengolah grafis digunakan karena merupakan bagian dari kurikulum mata pelajaran TIK dan Multimedia, akan tetapi ada kalanya siswa menggunakannya untuk mata pelajaran lain seperti untuk mendesain cover laporan meski sangat minim. Internet digunakan siswa untuk mencari informasi dan ada kalanya ada guru yang memberikan penugasan melalui blog, menugaskan siswa untuk membuat blog dan mem-posting hasil pekerjaaanya di blog mereka. Software lain yang disebutkan siswa antara lain adalah software-software multimedia pengolah video, animasi, Learning Management System, media sosial, dan software virtualisasi. Software yang digunakan cenderung bervariasi tergantung inovasi guru. Bentuk penggunaan TIK oleh siswa untuk belajar di sekolah Berdasarkan pertanyaan terbuka angket mengenai bagaimana siswa menggunakan TIK untuk pembelajaran di sekolah, didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 3 Bentuk penggunaan TIK oleh siswa untuk belajar di sekolah Negeri Swasta Mencari referensi untuk mengerjakan tugas 90 77 Presentasi 11 9 Lain-lain 6 21 Tabel 3 menunjukkan bahwa, antara siswa SMA negeri dan swasta, penggunaan TIK untuk belajar di sekolah kurang lebih digunakan untuk hal yang serupa. Sebagian besar siswa SMA negeri maupun swasta menggunakan TIK untuk browsing mencari informasi atau materi mencari jawaban tugas. Hal ini sesuai 9 dengan hasil temuan Sadjianto 2012 yang menemukan bahwa guru sering menyuruh siswa untuk mencari tugas di internet sehingga siswa sangat termotivasi dalam memanfaatkan internet sebagai sumber belajar[22]. Penggunaan lain dari TIK adalah untuk presentasi penugasan dari guru, menonton film, mengirim email, dan mengetik tugas. Hal ini senada dengan Conole 2008 yang menemukan bahwa siswa menggunakan teknologi untuk mendukung aspek pembelajaran seperti penemuan sumber daya, serta penyusunan dan penyelesaian tugas[5]. Persepsi siswa terhadap penggunaan TIK dalam pembelajaran Tabel 4 Persepsi siswa terhadap penggunaan TIK dalam pembelajaran Tanpa Akses TIK Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu Setuju Sangat Setuju N S N S N S N S N S N S 1. Guru saya menggunakan berbagai TIK untuk membantu saya belajar. 2 2 1 8 2 64 72 23 25 2. Menggunakan TIK di sekolah membantu saya belajar lebih banyak lagi. 1 2 2 6 3 60 50 32 44 3. Menggunakan TIK di sekolah membuat saya tidak bisa beajar. 1 26 22 56 62 15 11 3 3 1 1 4. Saya suka menggunakan TIK untuk belajar. 2 4 6 4 67 66 26 25 Tabel 4 menunjukkan bahwa siswa negeri 87 responden maupun swasta 97 responden setuju dengan persepsi bahwa guru mereka menggunakan TIK untuk pembelajaran. Berdasarkan wawancara, hampir semua guru mata pelajaran telah menggunakan TIK dalam pembelajaran. TIK yang digunakan guru biasanya adalah menggunakan media presentasi Powerpoint dengan menggunakan laptop dan LCD projector. Sementara itu, hanya sebagaian kecil guru yang menggunakan media ajar lain seperti Flash dan software pembelajaran lain. 92 siswa SMA negeri dan 96 siswa SMA swasta setuju bahwa TIK membantu mereka belajar lebih banyak. Berdasarkan wawancara, siswa maupun guru mendapatkan manfaat dari adanya internet yang memudahkan dalam mendapatkan informasi yang lebih luas daripada dari sumber-sumber seperti buku. Demikian pula, sebagian besar siswa tidak setuju TIK membuat mereka tidak bisa belajar. 93 responden siswa SMA negeri dan 91 responden siswa SMA swasta setuju bahwa mereka suka menggunakan TIK untuk belajar. Lebih lanjut, dari pertanyaan angket berikutnya, dapat diketahui alasan siswa lebih menyukai menggunakan TIK untuk belajar, yaitu: Tabel 5 Alasan siswa lebih suka menggunakan TIK untuk belajar di sekolah Negeri Swasta TIK memudahkan menguatkan proses belajar 65 73 10 TIK menyenangkan 10 6 Lain-lain 19 22 Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa SMA negeri 65 responden dan siswa SMA swasta 73 responden lebih suka menggunakan TIK untuk belajar di sekolah karena pemanfaatan TIK untuk belajar di sekolah dipersepsi siswa sebagai sarana yang memberikan kemudahan, kepraktisan, kecepatan, dan akses ke sumber belajar yang lebih besar kaya. Hal ini sesuai dengan temuan Edmund et al 2012 yang menemukan bahwa kebermanfaatan dan kemudahan penggunaan merupakan dimensi utama sikap siswa terhadap teknologi[23]. 10 responden siswa SMA negeri dan 6 responden siswa SMA swasta juga menyebutkan bahwa mereka lebih suka menggunkaan TIK untuk belajar di sekolah karena TIK menyenangkan. Berdasarkan wawancara, siswa merasa senang karena TIK dapat menyediakan media belajar yang lebih bervariasi interaktif sehingga tidak se-membosankan pembelajaran konvensional yang berbasis buku ceramah. Sebagian siswa lain juga menyebutkan bahwa mereka lebih suka menggunakan TIK untuk belajar di sekolah karena disediakannya wifi gratis sehingga dapat menghemat kuota internet paket data pribadi mereka. Hambatan penggunaan TIK dalam pembelajaran di sekolah Tabel 6 Hambatan penggunaan TIK dalam pembelajaran di sekolah Negeri Swasta Wifi internet lambat putus-putus; jangkauan Wifi kurang 43 43 Keterbatasan kuantitas dan atau kualitas perangkat TIK 36 23 Guru dan atau siswa kurang menguasai TIK 8 9 Penyalahgunaan TIK 7 15 Lain-lain 2 7 Tabel 6 menunjukkan bahwa hambatan paling umum dari pemanfaatan TIK untuk pembelajaran adalah internet yang lambat atau tidak stabil putus-putus atau sinyal wifi belum menjangkau tempat siswa belajar serta terbatasnya infrastruktur sarana prasarana perangkat TIK baik dari segi kuantitas dan atau kualitas. Hal ini sesuai dengan Pelgrum, 2001 yang mengatakan bahwa hambatan utama pengitegrasian TIK dalam pendidikan adalah kurangnya jumlah komputer, guru tidak memiliki pengetahuan keterampilan, serta tidak tercukupinya komputer dengan akses simultan ke internet[8]. 11 Meski tidak begitu banyak, siswa swasta memiliki kecenderungan sedikit lebih tinggi untuk menyalahgunakan TIK untuk hal lain di luar pembelajaran, seperti mengakses media sosial, Youtube, atau situs lain ketika guru sedang menerangkan. Hal ini sesuai dengan Pelgrum, 2001 yang mengatakan bahwa penggunaan teknologi oleh siswa untuk belajar bercampur dengan penggunakan alat ini untuk kegiatan sosial media sosial dan kesenangan hiburan[8]. Hambatan lain adalah sumber daya manusia yang kurang memadai. Beberapa guru siswa kurang terampil dalam menggunakan TIK. Hal ini sesuai dengan Pelgrum, 2001 yang mengatakan bahwa salah satu hambatan utama pengitegrasian TIK dalam pendidikan adalah kurangnya pengetahuan keterampilan guru[8]. Diskusi Pemanfaatan TIK yang baik adalah yang terintegrasi dalam mata pelajaran – mata pelajaran[2], akan tetapi, dalam penelitian ini ditemukan bahwa penggunaan komputer dan software-software masih cenderung ‘terbatas’ pada mata pelajaran TIK Prakarya, sementara pemanfaatan pada mapel lain masih jarang-jarang. Pemanfaatan TIK pada mapel lain pun sebagian besar masih terbatas pada penggunaan Powerpoint, sementara guru yang menggunakan TIK dalam bentuk lain seperti Flash dan alat TIK lain masih rendah. Rupanya, tuntutan kurikulum nasional Indonesia yang mempromosikan penggunaan TIK dalam pembelajaran belum dijalankan dengan begitu baik. Penelitian menunjukkan bahwa TIK dapat membantu siswa memahami konsep abstrak[2]. Kekuatan penggunaan TIK untuk proses pembelajaran terletak pada desain materi pembelajaran yang interaktif, menarik, multimedia, dan memiliki tampilan visual yang baik[2]. Diperkenalkannya Kurikulum 2013 dapat memaksa guru untuk menggunakan TIK, meski belum maksimal. Guru yang ‘terpaksa’ menggunakan TIK dalam pembelajaran, membuat slideshow yang ‘seadanya’ sehingga justru gagal menarik minat siswa untuk belajar. Sebagian siswa bahkan justru lebih menyukai lebih memahami materi ajar meski tanpa menggunakan TIK. Prinsipnya, guru harus bisa menyampaikan materi ajarnya dengan me-relate dengan apa yang sudah diketahui dipahami oleh siswa. Pelatihan terhadap guru perlu dilakukan agar guru lebih sadar akan bentuk-bentuk pemanfaatan TIK dalam pembelajaran yang lebih baik dan efektif. Ketika guru melihat TIK sebagai alat untuk mencapai tujuan kurikulum, mereka akan lebih terdorong untuk menggunakan TIK dalam pembelajaran[2]. Meski segala-galanya tidak serta merta digantikan dengan TIK, tetapi sumber daya TIK dapat melengkapi sumber daya ajar yang sudah ada untuk menguatkan proses pembelajaran. Di sisi lain, penggunaan TIK dalam pembelajaran seperti pemanfaatan simulasi atau visualisasi tidak melulu menjadi keharusan dan menjanjikan pembelajaran yang lebih baik. Hal ini terutama berlaku pada mata pelajaran yang mensyaratkan kompetensi yang berupa keahlian riil calon lulusan dalam dunia nyata. Teori kerucut pengalaman Dale Dale’s Cone of Experience menyiratkan bahwa semakin riil pengalaman belajar siswa, maka semakin besar daya retensi siswa terhadap apa yang dipelajarinya. Simulasi atau visualisasi memang dapat 12 membantu siswa untuk memahami sebuah konsep abstrak, akan tetapi jika kita begitu saja menggantungkan pelajaran skill pada penggunaan simulasi visualisasi, maka skill siswa kurang terbentuk. Misalnya, dalam pelajaran Biologi siswa dituntut untuk dapat melakukan pengamatan sel bawang merah dengan mikroskop. Hal ini dapat disimulasikan dengan TIK, akan siswa tidak akan mendapatkan pengalaman kinestetis somatis psikomotor tentang bagaimana membelah bawang tipis, menyiapkan preparat, mengatur pencahayaan serta memfokuskan mikroskop. Berdasarkan perbedaan yang teramati dalam pembahasan penggunaan TIK antara SMA negeri dan swasta terlihat bahwa secara umum penggunaan TIK di SMA swasta di kota Salatiga lebih bervariasi dibandingkan dengan SMA negeri. Guru-guru di SMA swasta di kota Salatiga memiliki lebih banyak inovasi bentuk- bentuk pemanfaatan TIK dalam pembelajaran, sementara bentuk pemanfaatan TIK di SMA negeri lebih cenderung ‘mainstream’ mengikuti apa yang telah digariskan dari kurikulum. Dari sisi hambatan yang dialami, lebih banyak siswa negeri yang mengeluhkan tentang sarana dan prasarana TIK di sekolah, serta lebih banyak siswa SMA swasta yang menyalahgunakan TIK untuk membuka media sosial dan situs hiburan. Perbedaan ini mungkin disebabkan karena sekolah swasta yang cenderung berorientasi kepada kepuasan pelanggan, yang dalam hal ini adalah siswa. Persepsi siswa terhdap TIK sudah positif, alangkah baiknya jika disusul dengan pemanfaatan TIK yang lebih menarik dan efektif bagi siswa. Kita mungkin masih di awal dalam pemanfaatan TIK dalam pembelajaran, tetapi ini menjadi momen yang sangat baik untuk melakukan gebrakan, terlebih, kita dapat didukung oleh hasil-hasil penelitian terdahulu tentang bagaimana pemanfaatan TIK dalam pembelajaran yang berhasil dan bagaimana yang tidak. Hendaknya, praktek pemanfaatan TIK dalam pembelajaran memiliki dasar penelitian. Internet menyediakan sumber belajar yang sangat luas. Siswa sering menggunakan internet untuk mencari referensi ketika mengerjakan tugas, selain karena penugasan dari guru, hal ini dilakukan siswa juga karena buku yang disediakan untuk mereka isinya kurang lengkap. Siswa kini telah memiliki inisiatif sendiri untuk menggunakan internet sebagai sumber belajar. Meski ada pula siswa yang memilih untuk langsung mencari jawaban di internet meski hal itu ada di buku mereka karena mencari jawaban di internet lebiih mudah, cepat, dan praktis. Hal ini perlu medapatkan perhatian khusus terkait isu “Google effect” yang menyebutkan bahwa kemudahan pemerolehan informasi berimbas kepada rendahnya tingkat retensi pengetahuan. Seiring diberlakukannya bentuk pembelajaran student-centered, peer- teaching, dan peer-sharing, TIK sangat membantu dalam pertukaran pengetahuan oleh siswa[2]. Di Salatiga, hal ini teramati pada inisiatif siswa untuk membentuk grup belajar dengan memanfaatkan media sosial yang mereka akses melalui smartphone. Untuk melancarkan model student-centered learning, siswa perlu disediakan sarana dan prasarana yang memadai. Kondisi di Salatiga, siswa mengeluhkan internet yang kurang lancar atau jangkauan Wifi yang tidak mencapai 13 kelas mereka. Pembagian bandwidth dan anggaran belanja bandwidth perlu mendapatkan perhatian dari pejabat sekolah pengelola TI sekolah. Saat ini, sebagian besar siswa masih menggunakan paket data seluler sendiri. Di sisi lain, penyediaan Wifi internet di kelas bisa menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, Wifi internet dapat digunakan kapan saja ketika dibutuhkan dalam desain pembelajaran. Namun, di sisi lain, ketersediaan akses internet dapat pula disalahgunakan siswa untuk hal-hal lain seperi mengakses media sosial dan mengakses situs hiburan. Diperlukan adanya kebijakan untuk mengatur hal ini, misalnya dengan pembatasan pembukaan akses internet pada saat dibutuhkan saja, sesuai desain pembelajaran guru. Kebijakan sekolah terkait penggunaan TIK, perencanaan, dukungan, pelatihan TIK dan pengelolaan sarana dan prasarana TIK sekolah pada umumnya sangat diperlukan karena memberi pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan TIK dalam kelas Tondeur et al., 2008[24]. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penggunaan TIK adalah isu kesehatan. Beberapa siswa mengeluhkan bahwa ketika mereka menggunakan TIK, mata mereka menjadi ‘pedas’ karena lama menatap layar. Isu lain yang kurang mendapat perhatian adalah tentang keergonomisan postur tubuh ketika menggunakan perangkat TIK. Meski Kurikulum 2013 meng- klaim bahwa ‘siswa sudah bisa TIK dengan sendiriny a’, nyatanya masih ditemui siswa yang masih belum terbiasa menggunakan alat TIK. Di sisi lain, sebagian besar siswa yang katanya memiliki kemampuan TIK, nyatanya mengalami kesulitan saat dihadapkan pada persoalan penggunaan TIK yang lebih advanced. “Kalau cuma mengetik sih, semua orang kan bisa ya mas. Tapi kalau misalnya harus membuat laporan yang terdapat halaman portrait dan diselingi halaman landscape, membuat daftar isi, membuat tab, dan sebagainya, sebagian besar siswa termasuk juga guru masih kebingungan. ”, ujar salah satu guru yang penulis wawancarai. Sepertinya kita masih membutuhkan TIK sebagai sebuah mata pelajaran. Melengkapi siswa dengan keterampilan TIK dapat memfasilitasi pengintegrasian TIK yang efektif di sekolah [2]. Jika dikembalikan kepada definisinya, maka peran TIK dalam pembelajaran meliputi: penyediaan sumber belajar informasi, alat pengolah informasi, alat media untuk mengomukasikan mempresentasikan ide, serta sebagai alat untuk bertukar informasi ide. Sementara, teknologi secara umum memiliki peran untuk mempermudah kerja manusia. Kelebihan TIK yang lainnya adalah dapat mengurangi penggunaan kertas. 14

5. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan