KONSTRUKSI SKALA SPIRITUALITAS REMAJA BERDASARKAN VIRTUES IN ACTION- INVENTORY OF STRENGTHS (VIA-IS)

KONSTRUKSI SKALA SPIRITUALITAS REMAJA BERDASARKAN
VIRTUES IN ACTION- INVENTORY OF STRENGTHS (VIA-IS)

SKRIPSI

Oleh:
Raihana
201210230311030

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

KONSTRUKSI SKALA SPIRITUALITAS REMAJA BERDASARKAN
VIRTUES IN ACTION- INVENTORY OF STRENGTHS

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhamadiyah Malang
Sebagai salah satu persyaratan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Psikologi


Oleh:
Raihana
201210230311030

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya, shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad
SAW sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Konstruksi Skala
Spiritualitas Remaja Berdasarkan Virtues In Action- Inventory of Strengths” Penelitian skripsi
ini diajukan untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah
Malang.
Dalam penelitian skripsi ini tidak lepas dari hambatan dan kesulitan, namun berkat
bimbingan, bantuan, saran dan kerjasama dari berbagai pihak, segala hambatan tersebut dapat
teratasi dengan baik. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini peneliti ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Ibu Dra. Tri Dayakisni, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang.
2. Bapak Dr. Latipun, M.Kes. selaku pembimbing I dan Bapak Ari Firmanto, S.Psi., M.Si.
selaku pembimbing II yang selalu meluangkan waktu, membimbing serta memberi
arahan yang sangat bermanfaat sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik.
3. Ibu Diana Savitri, S.Psi., M.Psi. selaku dosen wali yang sangat membantu dalam proses
perkuliahan dari awal hingga selesainya studi.
4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah
memberikan ilmu yang sangat bermanfaat selama peneliti melakukan studi di Universitas
Muhammadiyah Malang.
5. Drs.H.Muslim dan Mariyana Maksum selaku orang tua tercinta yang mendukung
memberikan dorongan dalam bentuk materil dan immaterial yang tidak pernah habis
untuk mendukung peneliti sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga
kebaikan yang luar biasa dari kedua orang tua dibalas dengan nyata oleh Allah SWT.
6. Humaida, S.T dan Ahmad Imaduddin, S.Adm selaku kakak tercinta yang senantiasa
memberikan dorongan dan motivasi untuk kelancaran penulisan skripsi.
7. SMAN 1 Samarinda dan Guru- guru yang telah memberikan izin bagi peneliti untuk
melakukan penelitian.
8. Keluarga besar Tata Usaha Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang yang

selalu memberikansemangat, motivasi, dorongan dan izin kepada peneliti dalam proses
pengambilan data, serta rekan-rekan parttimer yakni Arifani Ridwan, Rizki Wira
Paramita dan Nur Wulandari yang selalu memerikan semangat, mengingatkandan
memberikan keceriaan disaat motivasi sedang menurun. Bahagia bisa bekerjasama dan
menjadi keluarga bersama kalian.

iii

9. Teman-teman, sahabat seperjuangan Yasmin, Febi, Noratika, Intan, Rena, Roselina,
Marini, Asjarul, Samudra yang selalu memberikan motivasi serta selalu mendengarkan
keluh kesah peneliti dan menemani dalam proses penelitian selama ini. Semoga kebaikan
dan pertemanan kita tetap dijaga seterusnya.
10. Teman-teman Psikologi A 2012 yang telah mejadi rekan dan menemani dalam proses
studi selama ini. Semoga pertemanan kita tetap terjaga.
11. Teman-teman sebimbingan II Pak Ari Firmanto yang telah menjadi rekan dalam proses
pengerjaan skripsi dari awal sampai terselesainya skripsi ini. Terima kasih atas bantuan
dan dukungannya.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu dan
memberikan dukungan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian skripsi ini tidak lepas dari kekurangan dan jauh

dari kata sempurna, hal ini didasari keterbatasan yang dimiliki peneliti. Kritik dan saran
sangat diharapkan untuk perbaikan penelitian skripsi ini, dengan besar harapan semoga
skripsi yang ditulis oleh peneliti ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti sendiri dan
umumnya bagi pembaca.
Malang, 26 Juli 2016
Peneliti

Raihana

iv

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN ..................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... iii
DAFTAR ISI........................................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................................ 1

PENDAHULUAN ................................................................................................................ 2
LANDASAN TEORI
Pengertian Spiritualitas ................................................................................................... 6
Karakteristik Spiritualitas ................................................................................................ 8
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas ............................................................... 8
Aspek-aspek Spiritualitas................................................................................................ 9
Peran Spiritualitas terhadap perilaku Psikologi Positif lainnya ………………………...10
Pengembangan Instrumen………………………………………………………………..11
Perbandingan Instrumen VIA-IS dengan SPISCA……………………………………….11
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian....................................................................................................... 13
Subjek Penelitian ............................................................................................................. 13
Instrumen penelitian ........................................................................................................ 13
HASIL PENELITIAN
Validitas Isi...................................................................................................................... 18
Validitas Konstrak........................................................................................................... 22
Validitas Kriteria.............................................................................................................. 26
DISKUSI...............................................................................................................................26
SIMPULAN DAN IMPLIKASI........................................................................................... 29
REFERENSI........................................................................................................ ................ 30


v

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Deskripsi subjek penelitian ................................................................................... 18
Tabel 2. Penentuan validitas butir internal konsistensi tahap I ........................................... 19
Tabel 3. Penetuan validitas butir internal konsistensi tahap II ........................................... 21
Tabel 4. Sebaran muatan faktor EFA .................................................................................. 23
Tabel 5. Sebaran muatan Faktor CFA................................................................................. 24
Tabel 6. Factor Loading. ..................................................................................................... 25

vi

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Bagan Prosedur Penelitian .................................................................................. 15

vii

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala tryout SPISCA ...................................................................................... 33

Lampiran 2. Analisa validitas dan reliabilitas...................................................................... 40
Lampiran 3. Skala SPISCA.................................................................................................. 46
Lampiran 4. Data hasil penelitian ........................................................................................ 48
Lampiran 5. Hasil analisa faktor ......................................................................................... 52
Lampiran 6. Surat Izin Penelitian

viii

KONSTRUKSI SKALA SPIRITUALITAS REMAJA BERDASARKAN
VIRTUES IN ACTION- INVENTORY OF STRENGTHS (VIA-IS)
Raihana
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
Raihanaa07@yahoo.co.id

Pengembangan instrumen perlu dilakukan terutama dalam mengukur Characters Strengths
khususnya pada remaja. Acuan dasar dalam pengembangan ini adalah menggunakan kajian
psikologi positif dihimpun oleh peterson dan seligman yaitu VIA-IS Scale yang memiliki 24
aspek karakter yang salah satunya adalah spiritulitas. Adapun alasan melakukan
pengembangan untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen yang berdasarkan dengan
kondisi budaya Indonesia serta keabsahannya dengan menguji kesesuaian instrumen. Subjek

penelitian 360 partisipan yang dipilih dengan teknik kuota sampling kepada siswa SMAN 1
Samarinda. Dilihat dari uji validitas isi diperoleh Internal Consistency dengan nilai 0,4290,825 dan koefisien alpha sebesar 0,906. Uji Validitas Konstrak dengan taraf reliabilitas
0,706 mendapatkan nilai KMO EFA sebesar 0,763 dengan (sig) sebesar 0,000. Uji analisis
CFA dengan nilai factor loading terbesar pada faktor 1 yaitu tujuan dan makna hidup. Uji
validitas konkuren diperoleh nilai korelasi VIA-IS dengan SPISCA yakni 0,537 memiliki
tingkat signifikansi pada taraf 0,01. Sehingga kedua instrumen mampu mengukur variabel
spiritualitas.

Kata Kunci: Pengembangan,Validasi, Spiritualitas pada Remaja

Development of instruments is necessary formeasuring Characters Strengths, especially in
adolescents. The basic reference in this development is the use of psychological assessment
positive compiled by Peterson and Seligman is VIA-IS Scale which has 24 aspects of
characters, one of which is spirituality. The reasons for development to test the validity and
reliability of the instrument based on the condition of Indonesian culture as well as the
validity of the test the suitability of the instrument. The purpose of this research is to develop,
measuring instruments and validity of spirituality based on Indonesian culture. The subjects
of this research are 360 participants of SMAN 1 Samarinda by using quota sampling
technique. The result of validity test shows the values of internal consistency between 0,4290,825 and coefficient alpha 0,906. Validity construct which reliability score amount 0,716
has KMO value analyzed by EFA about 0,763 (sig 0,000). The CFA analysis test with the

langest loading factor comes to factor number1 which is the aim and the meaning of life. The
concurrent validity tes shows the correlation values of VIA-IS and SPISCA by 0,537 with
significancy level 0,01. Thus both instrument are capable to measure spirituality.

Keywords :Development, Validation, Spirituality in Adolescent

1

Spiritualitas bukan hanya berbicara tentang aspek ketuhanan. Berkaitan dengan pencerahan
jiwa yang mampu memaknai hidup dan memberikan makna yang positif pada peristiwa di
kehidupan dan melakukan perbuatan serta tindakan yang positif. Dalam diri individu
memiliki karakter positif yaitu spiritualitas dengan tingkatan yang berbeda baik dari
keagamaan, keyakinan serta pada tujuan hidupnya. Kekuatan tersebut merupakan trait positif
yang dilihat melalui pikiran, perasaan dan perilaku individu.
Aspek pada karakter tersebut berada dikalangan orangtua seperti lansia yang mencari
kebahagiaan (Happiness), mencari kebermaknaan hidup (Subjective Well Being),
keberfungsian spiritualitas dalam menghadapi kecemasan di masa akhir hidup. Khususnya di
kalangan remaja agar mampu menghadapi coping, memiliki pengalaman- pengalaman
spiritual yang baik, meningkatkan perilaku prososial.
Konsep spiritualitas berhubungan dengan keyakinan, harapan, kebermaknaan hidup,

ketuhanan, berhubungan dengan diri dan orang lain (Altruisme), serta pengampunan
(Forgiveness) didasari dari apa yang diyakini serta sesuatu yang dianggap lebih besar dari
dirinya serta bersifat universal yaitu nilai, makna, dan tujuan hidup seseorang yang tidak
bergantung pada agama apapun yang dianut seseorang (Peterson & Seligman, 2004).
Spiritualitas merupakan bagian dari religiusitas, yang memiliki keterkaitan yang sama namun
tidak sama meskipun dalam konteks keduanya tidak dapat dipisahkan. Spiritualitas tidak
terbatas pada aspek keagamaan saja melainkan kekuatan yang lebih besar dari diri dan
religius adanya suatu keyakinan dan praktik ibadah sehingga memunculkan suatu ekspresi
spiritual. Dalam arti, peran agama dapat membangun dan mengembangkan kualitas
spiritualitas umatnya dan pendalaman spiritualitas dengan melalui pendekatan dan keyakinan
agama masing- masing, sehingga memunculkan sebuah kesadaran pada diri. Seseorang tidak
harus religius untuk menjadi orang yang spiritual namun agama merupakan ekspresi dari
spiritualitas.
Seseorang dikatakan memiliki spiritual adalah orang yang mampu sangat mempercayai
kekuatan, kekuasaan, kepercayaan,dan keberadaan tuhan dibalik semua yang terjadi pada diri
individu di dunia. Bagaimana seseorang dapat membuat kehidupan bisa lebih baik dan berarti
dengan hubungan dengan yang lebih besar dari nya dengan sesama dan sebuah kebatinan
yang memberikan dorongan bagi manusia untuk melakukan kebajikan bagaimana
menghadapi dan memuliakan orang lain di luar dirinya.
Trait tersebut dapat ditingkatkan melalui pengalaman dan aktivitas spiritual yang

dilakukakan individu sehari-hari. pengalaman sebagai persepsi yang bersifat transenden
dalam kehidupan sehari-hari dan persepsi tentang peristiwa transenden dalam kehidupan
sehari- hari dengan mengekplorasi pengalaman tersebut, lebih menyadari kesalahan dan
keterhubungan dengan Tuhan serta memiliki keyakinan bahwa pengampunan dan
pertolongan dari yang lebih besar karena pengalaman merupakan aspek yang penting dalam
mengukur spiritualitas.
Karakter yang baik akan membuat individu menjadi lebih dekat kepada Tuhan sehingga dapat
menemukan hikmah dan makna hidupnya sehingga individu dapat menikmati kebahagiaan
dengan menemukan hikmah di balik peristiwa. Pengalaman pribadi akan membuat seseorang
menemukan jalan masing-masing, Dengan itu akan menemukan sebuah makna di jalan
hidupnya (Frankl, 2010).

2

Adapun beberapa hasil penelitian yang mendukung bahwa spiritualitas memiliki urgensitas di
semua kalangan seperti cari hasil penelitian di Australia menunjukkan bahwa kegiatan
spiritualitas memberikan manfaat pada lansia terhadap persepsi dukungan sosial (Moxey,
2010). Temuan lainnya, spiritualitas penting untuk kesehatan mental remaja. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam diri individu memiliki dimensi spiritualitas dan didalam dirinya
memiliki kebutuhan untuk menyalurkan spiritualitas (Macgillivray, Sumsion & Nicholls ,
2006).
Perlunya menanamkan atau menerapkan nilai-nilai agama yang baik kepada diri sendiri
maupun orang lain. Karena pendidikan spiritual di terapkan pada remaja sejak dini agar
menjadi berakhlak baik, karena yang berakhlak akan membentuk moral remaja tersebut
menjadi baik. Jika seorang remaja tidak dapat menanamkan spiritual didalam kehidupannya
akan terjerumus ke dalam perilaku yang tidak baik. Spiritual terwujud dari keluarga,
lingkungan, dan kehidupan sehari-harinya. Sebab jika remaja berada di keluarga yang baik
yaitu mengajarkan tentang cara-cara berperilaku yang baik dalam bergaul, di lingkungan
yang didalamnya hampir semua terdapat masyarakat yang baik yaitu masyarakat dapat
memberikan contoh baik bagi remaja-remaja di sekitarnya, dan spiritual yang mendalam
dapat membuat seorang remaja menjadi remaja yang berakhlak yang baik.
Pada dasarnya karakter akan selalu didasari oleh spiritual dan mencakup religulitas yaitu pada
keyakinan dan menjadi alasan tujuan hidupnya, itulah yang menjadi kekuatan seseorang
untuk dapat bertahan serta menuju pada satu tujuan dan mengembangkan diri agar menuju ke
kehidupan yang lebih baik dan terhindar dari hal- hal yang tidak baik serta mampu
menguatkan diri saat berada situasi yang sulit juga pikiran bahwa apa yang sedang dihadapi
saat ini selalu dapat di lewati dengan memberikan harapan kepada diri agar dapat menjadi
lebih baik lagi.
Dari fenomena yang sudah di jelaskan di atas, persoalan ini sangatlah penting di
perbincangkan kedepannya untuk untuk perkembangan individu khususnya untuk remaja,
karena bahwasanya terdapat pada diri individu kekuatan karakter pada dirinya, yang mana
kekuatan tersebut bersumber pada keberadaan manusia sebagai makhluk yang spiritual.
Karena Spiritualitas adalah dasar dari kekuatan dan keutamaan karakter manusia.
Pembentukan spiritual bagi remaja pun sangat penting, sehingga perlu untuk mengoptimalkan
kekuatan pada karakter individu dengan menimbulkan harapan yakni dengan adanya
keteladanan yang bisa dijadikan contoh yang baik bagi remaja, baik itu di rumah, di sekolah
dan juga di masyarakat, sehingga adanya ruang bagi remaja untuk dapat mengaktualisasikan
dirinya. Oleh karena itu perlu untuk mengkaji spiritual pada penelitian untuk remaja saat ini
agar dapat mengembangkan kualitas pada dirinya pada aspek tersebut dengan karakter yang
sudah ada pada dirinya dengan sifat yang positif dengan mengasah pembentukan pribadi yang
baik.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa spiritualitas merupakan cara
membina hubungan yang baik dengan orang lain, mendefenisikan kesedihan dan kebahagiaan
dalam kehidupan, sebuah coping terhadap masalah, serta nilai dan prinsip yang penting dalam
kehidupan seseorang yang akhirnya mempengaruhi perkembangan kepribadian dan karakter
individu, dengan kata lain dapat mempengaruhi spiritualitasnya (Lapsley, D.K, 2009).

3

Temuan lainnya menunjukkan bahwa peserta yang menggambarkan kepribadian agama yang
baik dengan menanamkan banyak iman dalam pencipta sebagai penyelamatnya. Serta skor
menunjukkan bahwa peserta melakukan ritual keagamaan dasar dan kombinasi keduanya
iman dan ritual telah digunakan untuk dikelola stress, kecemasan dan depresi yang mereka
alami. Ini adalah strategi coping religius yang digunakan oleh peserta yang di identifikasi
dalam penelitian tersebut (Husni, 2014).
Penelitian lainnya bahwa mendukung pengaruh penting dari agama dan spiritualitas di
kalangan pemuda dan dalam masyarakat umum. Survei yang dilakukan menunjukkan bahwa
dalam spiritualitas dan agama memiliki peran yang semakin penting dalam kehidupan.
University of Pennsylvania menunjukkan bahwa 86% dari mereka yang berusia antara 11-18
tahun percaya bahwa agama adalah bagian penting dari kehidupan, Penelitian Sax, Keup,
Gilmartin, dan Stolzenberg pada kepentingan siswa dan perubahan selama tahun pertama di
perguruan tinggi juga mencerminkan kepedulian siswa tentang agama dan spiritualitas. Para
peneliti di University of Massachusetts, bahwa tingginya minat siswa dalam kegiatan
keagamaan dan spiritual dan melaporkan serta minat siswa dalam agama, relawan, dan
kegiatan spiritual telah meningkat secara signifikan sejak peristiwa teroris 9/11 di Amerika
(Dalton, 2006).
Temuan lainnya menunjukkan bahwa keluarga dan rekan-rekan atau teman- teman
memberikan pengaruh pada perkembangan spiritual pada remaja. Dalam sebuah studi
longitudinal berdasarkan individu, orang tua, teman sebaya, sekolah, dan masyarakat, serta
menemukan bahwa orang tua dan teman-teman sangat dipengaruhi perilaku keagamaan
remaja, pengaruh tingkat negara lemah. Dalam studi mereka dari orang tua dan rekan dan
teman, hubungan spiritual pada remaja dan dewasa muda menunjukkan bahwa orang tua dan
teman sebaya, khususnya komunikasi ibu dan kasih sayang ayah, memfasilitasi
pengembangan hubungan spiritualitas (Heatherton & Polivy, 2004)
Dengan begitu banyak fenomena yang telah dijelaskan, berdasarkan tujuan penelitian sangat
memerlukan pengembangan instrumen yang dapat dipercaya dan mampu mengukur kekuatan
karakter tersebut. Mengungkap dan menarik kesimpulan pada sebuah penelitian yang
berdasarkan melalui sebuah instrumen. Oleh sebab itu kemampuan sebuah instrumen dalam
mengungkap data penelitian menjadi sebuah pertimbangan yang sangat penting karena
instrumen sebuah alat yang digunakan untuk mengukur fenomena, memperoleh informasi
dan pengambilan keputusan. Adapun yang harus di kembangkan dalam instrumen dengan
memperhatikan kesesuaiannya melalui beberapa hal seperti tujuan desain objek dan metode
serta sumber daya yang dimiliki. (Colton & Covert, 2007).
Banyak sekali alat ukur yang dibuat dan dikembangkan oleh ilmuwan luar negeri.
Bahwasanya alat ukur tersebut tidak bisa langsunng digunakan karena adanya perbedaan
bahasa dan budaya. Oleh sebab itu perlu adanya adaptasi alat tes supaya lebih sesuai dengan
bahasa dan budaya yang ada di Indonesia. Adaptasi seringkali dilakukan karena lebih mudah
dari membuat alat tes sendiri. Mengadaptasi tes adalah cara yang efektif dalam merubah ke
bahasa lokal, selain karena hanya terdapat sedikit dalam negara tersebut yang ahli dalam
pembuatan alat tes dan dengan mengadaptasi dapat memberikan sebuah keyakinan terhadap
tes yang sudah terkenal serta percaya akan hasil meskipun dalam bahasa yang berbeda.
Perkembangan sebuah alat ukur di Indonesia sampai saat ini sangatlah kurang dikarenakan
masih banyak alat ukur yang belum siap pakai dan dapat langsung digunakan. Kebutuhan alat
4

ukur untuk asesmen mendorong banyak orang yang tertarik untuk mengembangkan alat ukur
dengan membuat sendiri alat ukur psikologis berdasarkan aspek- aspek pada teori yang ada
atau melakukan adaptasi alat ukur yang telah dibuat oleh ilmuwan luar negeri yang
menggunakan bahasa serta budaya yang ada disana, oleh karena itu alat ukur tersebut tidak
bisa digunakan di Indonesia karena perbedaan bahasa dan budaya sehingga adaptasi tes
diperlukan untuk mengembangkan alat tes yang banyak dibutuhkan di Indonesia yang
disesuaikan dengan budaya dan di terjemahkan dalam bahasa Indonesia.
Sebuah penelitian instrumentasi, hanya sedikit jurnal Indonesia yang memuat hasil penelitian
mengenai validitas dan reliabilitas sebuah instrumen. Bahkan penelitian yang dipergunakan
untuk melakukan pengembangan dan validasi untuk mengukur spiritualitas pada remaja
belum di temukan. Instrumen Spiritualitas biasanya digunakan pada bidang Klinis pada
dewasa madya, Sehingga nantinya diharapkan dapat berguna dibidang pendidikan khususnya
bagi guru- guru di sekolah untuk menumbukan karakter yang positif pada remaja terutama
pendidikan karakter yang dapat dilalui melalui intervensi- intervensi khusus untuk remaja
nantinya.
Psikologi tidak cukup sampai dengan mengenal konsepnya saja akan tetapi diperlukannya
sebuah insrumen dalam melakukan pengukuran terhadap konstruk yang salah satunya adalah
spiritual untuk mengukur kekuatan karakter pada setiap individu. Banyak sekali alat ukur saat
ini tetapi masih dalam bentuk bahasa inggris dan di terjemahkan. Pengukuran pada
pengembangan tersebut belum ada dilakukan penelitian saat ini di indonesia dengan
mengukur satu variabel yaitu Spiritualitas. Sehingga diperlukan pengembangan instrumen
yang memang harus dikembangkan yang sesuai dengan kondisi budaya pada masyarakat
yang ada di indonesia.
Dalam mengetahui spiritualitas remaja diperlukan sebuah alat ukur dengan melakukan
pengembangan pada Instrumen untuk mengungkap dan mengetahui tingkatnya khususnya
spiritual yang lebih mengkhususkan untuk konteks remaja karena sudah terlalu banyak
pengukuran alat ukur pada konstruk tersebut pada orang dewasa karena pentingnya
melakukan pengukuran pada remaja untuk mengetahui karakter positif yang sesungguhnya
pada remaja hingga saat ini. Dengan demikian mengadaptasi instrumen yang berdasarkan dari
VIA-IS (Virtues in Action- Inventory of Strengths) sebagai alat ukur yang berfungsi untuk
mengukur karakter positif pada aspek spiritual.
Banyak pengukuran- pengukuran yang mampu mengukur spirituitas, Adapun pengukuran
saat ini yang mengukur spiritualitas diantaranya adalah SOI (Spirituallity Orientation
Inventory) , Spiritual Well- Being sebanyak 20 item dengan nilai reliabilitas 0,890, Brief
RCOPE (Religious Coping) sebanyak 21 item dengan Positive dan Negative coping 0,870
dan 0,780, dan Religious Orientation pada Intrinsic- Extrinsic Religious Motivation Scale
sebanyak 20 item dengan nilai reliabilitas 0,850 dan 0,660. Namun alasan untuk memilih
VIA untuk dijadikan pengembangan karena selain VIA jarang digunakan oleh peneliti
lainnya dan skala ini khusus mengukur karakter- karakter positif khususnya pada remaja.
Adapun alat ukur tersebut pada dasarnya dalam kondisi budaya yang berbeda yaitu barat
sehingga diperlukan untuk mengembangkan instrumen yang lebih didasarkan pada berbasis
budaya di Indonesia (Peterson & Seligman, 2004).
Melihat adanya topik pengukuran pada saat ini pada instrumen tersebut sangatlah banyak
dengan berbagai issue yang banyak dilakukan penelitian seperti hubungan spiritual dengan
kebermaknaan hidup (Subjective Well Being), kesehatan jiwa, kesepian, dan kecemasan akan
5

tetapi banyak diteliti oleh dewasa, lansia dengan cara penelitian yang berbeda. Oleh karena
itu untuk penelitian yang akan dilakukan ini lebih dikhususkan dengan menggunakan satu
variabel saja dengan subjek yang jarang diteliti sebelumnya yaitu spiritualitas yang di dukung
dengan fenomena- fenomena dikalangan remaja sehingga pengukuran ini lebih dispesifikan
pada instrumen spiritualnya saja.
Tujuan dari pengembangan ini adalah untuk untuk mengetahui kelayakan pada instrumen
VIA dengan instrumen yang dibuat baru dalam mengungkap dan mengukur aspek
spiritualitas pada remaja dan melihat reliabilitas dan validitas dari kedua instrumen dalam
mengidentifikasi aspek tersebut. Alat ukur ini diharapkan dapat memudahkan dalam
memahami dan mengukur lebih objektif pada aspek tersebut. Hasil dari penelitian akan
penting serta membantu khususnya dibidang sosial untuk mengetahui bagaimana persoalan
faktor faktor individu (internal) maupun yang berasal dari luar diri individu (eksternal) serta
karakteristik dari spiritual itu sendiri yang harus ada pada diri individu. serta faktor-faktor
dan karakteristik tersebut mampu mempengaruhi pola pikir dan berpengaruh terhadap
individu, sehingga mampu merubah perilaku individu kearah perilaku yang adaptif maupun
maladaptif dan adanya kultural budaya yang mempengaruhi kebutuhan juga perkembangan
spiritual seseorang yang di aplikasikan melalui keluarganya sejak lahir, Manusia sebagai
makhluk sosial multi interaksi sebagaimana mempunyai hubungan dengan Tuhan, hubungan
dengan sesama manusia, dan hubungan dengan alam semesta.
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, sekurangkurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan dan sosial
untuk remaja. Manfaat secara praktis untuk lembaga pendidikan seperti guru- guru di sekolah
yang membutuhkan instrumen characters strengths khusus remaja serta dosen dapat
membantu untuk pengembangan ilmu psikologi dan memberikan ilmu baru, bagi pembaca
memberi inspirasi bagi peneliti selanjutnya untuk dapat mengembangkan penelitian dengan
tema yan g sama namun dengan variabel yang berbeda dan dibidang- bidang lainnya serta
lebih menarik. Adapun tujuan dari validasi intrumen ini agar dapat digunakan untuk
pengukuran, dan pengembangan serta pengevaluasian terhadap suatu instrumen.

Definisi Spiritualitas (Keagamaan, keyakinan, Tujuan)
Spiritual berasal dari kata latin yaitu spiritus yang artinya hembusan atau nafas. Dalam artian
bahwa terdapat sesuatu yang penting bagi kehidupan manusia yang memiliki suatu makna.
Secara garis besarnya spiritual merupakan hubungan antar dirinya dengan nilai- nilai
transedental (ketuhanan, kekuatan yang lebih besar) yang memberikan suatu makna dan
tujuan hidupnya sehingga terdapat hubungan atau keterikatan dengan nilai- nilai yang lebih
tinggi atau yang bersifat universal. Spiritual dan religiulitas mengarah pada kepercayaan dan
perbuatan yang didasarkan dalam keyakinan yang mana adalah dimensi transenden dari
sebuah kehidupan. Jadi spiritual merupakan sesuatu yang sakral didalam sebuah kehidupan
dengan nilai transendensi serta memiliki hubungannya dengan pencipta (Peterson &
Seligman, 2004).
Terdapat etimologis dan alasan pengalaman untuk membedakan antara religiusitas dan
spiritualitas. Religiusitas kata berasal dari kata latin yaitu religio, mengarah baik untuk
kepercayaan dalam keberadaan ilahi atau lebih besar dari kekuatan manusia dan kepatuhan
individu terhadap keyakinan dan ritual yang menunjukkan penyembahan dan penghormatan
untuk wujud ilahi. Religiusitas yakni menggambarkan status individu dari penerimaan
6

keyakinan ditentukan terkait dengan menyembah sosok ilahi, dan partisipasi pada individu
dalam masyarakat dan tindakan pribadi yaitu ibadah. Spiritualitas sebaliknya yaitu untuk
menggambarkan kedua pribadi, hubungan intim antara manusia dan illahi, dan berbagai
kebajikan yang dihasilkan dari hubungan itu. kebajikan yang diyakini untuk mewujudkan
dalam mengejar kehidupan yang berprinsip dan kehidupan kebaikan (Peterson & Seligman,
2004).
Berdasarkan perspektif Islam, Spiritualitas ialah kesadaran ruhani untuk berhubungan dengan
kekuatan besar, merasakan nikmatnya ibadah (mistik), menemukan nilai-nilai keabadian,
menemukan makna dan hidup dan keindahan, membangun kerkeharmonisan dan keselarasan
dengan semesta alam dan dapat mengambil pesan di balik fakta, menemukan pemahaman
yang menyeluruh, dan berhubungan dengan hal- hal yang gaib (Iman, 2014).
Sehingga disimpulkan spiritual memberikan jawaban siapa dirinya dan bagaimana
keberadaan dan kesadaran seseorang selama hidup. Agama memberikan jawaban apa yang
harus dikerjakan seseorang dan tindakan dengan dapat mengikuti agama tertentu namun
memiliki spiritual akan tetapi dalam menganut agama yang sama belum tentu memiliki
tingkat spiritualitas yang sama. Suatu upaya pencarian, menemukan dan memelihara sesuatu
yang bermakna dalam kehidupannya. Dengan makna, akan mendorong emosi positif baik
dalam proses mencari, mengemukakan, mempertahankan. Dengan upaya yang kuat untuk
mencari akan memunculkan sebuah dorongan yang meliputi kemauan untuk mencapai tujuan
walaupun menghadapi rintangan diri luar dan dalam. Dorongan itu mencakup pada beberapa
kekuatan karakter. Apabila sesuatu yang bermakna itu ditemukan maka karakter itu semakin
kuat didalam diri nya.
Oleh karena itu pada dasarnya manusia pasti memiliki keutamaan dan kekuatan karakter
dalam dirinya yang mana kekuatan tersebut yang di himpun oleh peterson dan seligman yaitu
trait psikologi positif, suatu kekuatan pada karakter diri timbulnya perpaduan perasaanperasaan positif yang memuaskan sehingga berpengaruh pada konsep pemikirannya menjadi
senang dan bahagia karena dengan karakter tersebut, dapat menghasilkan pemikiran serta
perasaan yang positif dalam situasi apa pun. Serta dapat melihat dari berbagai sisi sudut
pandang dari hidupnya agar dapat memberikan nilai atau pengaruh yang baik di dalam
kehidupannya. Salah satuya adalah spiritual yang merupakan bagian dari kekuatan karakter
yang pada umumnya manusia memiliki kekuatan tersebut pada dirinya dalam menghadapi
kehidupannya.
Berdasarkan dari definisi operasional bahwa spiritualitas adalah hubungan intim antara diri,
orang lain, alam, dan tuhan dengan berbagai nilai- nilai transenden yang dihasilkan dari
hubungan tersebut dengan berbagai keyakinan dan kekuatan diri, kepercayaan tentang tujuan
dan makna hidup serta menggambarkan status individu dari penerimaan keyakinanNya yang
ditentukan terkait dengan penyembahan (ibadah) nya dalam tindakan pribadi.

7

Karakteristik Spiritualitas
Karakteristik spiritualitas seseorang dapat diamati melalui hubungan dengan diri sendiri yaitu
kekuatan dalam atau self relience dan sikap (percaya pada diri sendiri, percaya pada
kehidupan atau masa depan, ketenangan pikiran harmoni dan keselarasan dengan diri
sendiri). Hubungan dengan alam yaitu harmoni yang mana mengetahui tentang tanaman,
pohon, marga satwa, iklim berkomunikasi dengan alam, mengabadikan dan melindungi alam.
Hubungan dengan orang lain yaitu harmonis yang meliputi berbagi waktu, pengetahuan dan
sumber secara timbal balik, mengasuh anak, orangtua, dan orang sakit, meyakini kehidupan
dan kematian. Sedangkan tidak harmonis meliputi konflik dengan orang lain, dan resolusi
yang menimbulkan ketidakharmonisan. Dan hubungan dengan ketuhanan yaitu agamis yang
meliputi sembahyang (berdo’a atau meditasi), perlengkapan keagamaan, dan bersatu dengan
alam yaitu merumuskan arti personal tentang tujuan keberadaannya di kehidupan,
mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu kejadian, menjalin
hubungan positif dan dinamis melalui keyakinan, rasa percaya, dan cinta, merasa kehidupan
yang terarah terlihat harapan (Achir & Hamid, 2000).

Faktor Faktor yang Mempengaruhi Spiritulitas
Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak- anak dengan empat agama yang berbeda,
ditemukan bahwa mereka mempunyai persepsi tentang tuhan dan bentuk sembahyang yang
berbeda menurut usia, seks, agama, dan kepribadian anak. Adapun tema utama yang
diuraikan oleh semua anak tentang tuhan mencakup gambaran tentang tuhan yang bekerja
melalui kedekatan dengan manusia dan saling berkaitan dengan kehidupan, mempercayai
bahwa tuhan terlibat dalam perubahan dan pertumbuhan diri serta penuh kehidupan dan
berarti, meyakini bahwa Tuhan mempunyai kekuatan dan merasa takut menghadapi
kekuasaan tuhan. Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi spiritualitas yaitu (Hamid &
Achir, 2000). :
1) Keluarga
Peran orang tua sangatlah penting dalam menentukan perkembangan spiritual anak. anak
belajar bukan dari apa yang diajarkan oleh orang tua kepada tentang Tuhan tetapi apa
yang anak pelajari mengenai tuhan, kehidupan, dan diri sendiri dari perilaku orang tua
mereka. Oleh karena keluarga merupakan lingkungan terdekat dan menjadi pengalaman
pertama anak dalam mempersepsikan di kehidupannya karna pada dasarnya pandangan
anak pada umumnya diwarnai oleh pengalaman mereka yang berhubungan dengan orang
tua.
2) Etik dan Budaya
Sikap dan keyakinan serta nilai pun dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan sosial
budaya yang pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual
keluarga. Anak belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama termasuk nilai moral
dari hubungan keluara dan peran serta dalam berbaai bentuk kegiatan keagamaan.
Perlunya memperhatikan apapun tradisi agama atau sistem kepercayaan yang dianut
individu tetap saja pengalaman spiritual unik bagi setiap individu
3) Pengalaman hidup sebelumnya
Pengalaman hidup baik yang positif maupun yang negatif dapat mempengaruhi sistem
spiritual seseorang, sebaliknya dapat dipengaruhi juga oleh bagaimana seseorang
mengartikan kegiatan spiritual kejadian atau pengalaman tersebut. Yang dapat
8

menimbulkan perasaan bersyukur kepada tuhan namun ada juga yang tidak peristiwa
dalam kehidupan sering dianggap sebagai cobaan untuk menguji kekuatan iman
seseorang.
Aspek – aspek Spiritulitas
Elkins melakukan penelitian dengan melibatkan beberapa orang yang mereka anggap
memiliki spiritualitas yang berkembang (highly spiritual). Partisipan dalam penelitian ini
diberikan pertanyaan menyangkut berbagai komponen spiritualitas (yang didapat dari studi
teoritis berbagai literatur humanistik, fenomenologis dan eksistensialisme yang telah
dilakukan sebelumnya) dan diminta untuk menilai komponen-komponen tersebut berdasarkan
pengalaman dan pengertian pribadi mereka mengenai spiritualitas itu sendiri. Hasil dari
penelitian ini mengarahkan Elkins. untuk sampai pada sembilan komponen dari spiritualitas
yaitu Dimensi transenden. Individu spiritual percaya akan adanya dimensi transenden dari
kehidupan. Inti yang mendasar dari komponen ini bisa berupa kepercayaan terhadap tuhan
atau apapun yang dipersepsikan oleh individu sebagai sosok transenden. Individu bisa jadi
menggambarkannya dengan menggunakan istilah yang berbeda, model pemahaman tertentu.
Pada intinya penggambaran tersebut akan menerangkan kepercayaannya akan adanya sesuatu
yang lebih dari sekedar hal-hal yang kasat mata. Kepercayaan ini akan diiringi dengan rasa
perlunya menyesuaikan diri dan menjaga hubungan dengan realitas transenden tersebut.
Adapun aspek- aspek spiritualitas (Elkins, 1988). yaitu:
1) Makna dan tujuan dalam hidup
Individu yang spiritual memahami proses pencarian akan makna dan tujuan hidup. Dari
proses pencarian ini, individu mengembangkan pandangan bahwa hidup memiliki makna
dan bahwa setiap eksistensi memiliki tujuannya masing masing. Dasar dan inti dari
komponen ini bervariasi namun memiliki kesamaan yaitu bahwa hidup memiliki makna
yang dalam dan bahwa eksistensi individu di dunia memiliki tujuan.
2) Misi hidup
Individu merasakan adanya panggilan yang harus dipenuhi, rasa tanggung jawab pada
kehidupan secara umum. Pada beberapa orang bahkan mungkin merasa akan adanya
takdir yang harus dipenuhi. Pada komponen makna dan tujuan hidup, individu
mengembangkan pandangan akan hidup yang didasari akan pemahaman adanya proses
pencarian makna dan tujuan. Sementara dalam komponen misi hidup, individu memiliki
metamotivasi yang berarti mereka dapat memecah misi hidupnya dalam target-target
konkrit dan tergerak untuk memenuhi misi tersebut.
3) Kesakralan hidup
Individu yang spiritual mempunyai kemampuan untuk melihat kesakralan dalam semua
hal hidup. Pandangan akan hidup mereka tidak lagi dikotomi seperti pemisahan antara
yang sakral dan yang sekuler, atau yang suci dan yang duniawi, namun justru percaya
bahwa semua aspek kehidupan suci sifatnya dan bahwa yang sakral dapat juga ditemui
dalam hal-hal keduniaan.
4) Altruisme. Individu yang spiritual menyadari akan adanya tanggung jawab bersama dari
masing-masing orang untuk saling menjaga sesamanya (our brother’s keepers). Mereka
meyakini bahwa tidak ada manusia yang dapat berdiri sendiri, bahwamanusia terikat satu
sama lain sehingga bertanggung jawab atas sesamanya. Keyakinan ini sering dipicu oleh
kesadaran mereka akan penderitaan orang lain. Nilai humanisme ini diikuti oleh adanya
komitmen untuk melakukan tindakan nyata sebagai perwujudan cinta altruistiknya pada
sesama.
9

5) Kesadaran akan peristiwa tragis. Individu yang spiritual menyadari akan perlu terjadinya
tragedi dalam hidup seperti rasa sakit, penderitaan atau kematian. Tragedi perlu terjadi
agar mereka dapat lebih menghargai hidup itu sendiri dan juga dalam rangka meninjau
kembali arah hidup yang ingin dituju. Peristiwa tragis dalam hidup diyakininya sebagai
alat yang akan membuat mereka semakin memiliki kesadaran akan eksistensinya dalam
hidup.
Adapun aspek spiritualitas yang mengukur variabel- variabel lain. Salah satunya pada bentuk
hubungan negatif adalah pada hasil penelitian hubungan spiritualitas dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan yang negatif antara kecerdasan spiritual dan perilaku menunda
pada mahasiswa tingkat akhir di UPHS. Dengan kata lain, semakin tinggi kecerdasan
spiritual, maka perilaku menunda akan semakin rendah. Hal sebaliknya, jika
perilakumenunda semakin tinggi maka kecerdasan spiritual akan semakin rendah (Liling,
Firmanto & Karin, 2013).
Terdapat hubungan positif yang signifikan antara spiritualitas dengan resiliensi survivor
remaja pasca bencana erupsi Gunung Kelud. Dengan tingkat spiritualitas survivor remaja
berada pada kriteria tinggi, begitupula tingkat resiliensi survivor remaja pasca bencana erupsi
gunung Kelud pada kriteria yang tinggi. Hasil analisis data tersebut telahmembuktikan
hipotesis yakni semakin tinggi atau baik spiritualitas maka semakin tinggi, tingkat resiliensi
survivor remaja pasca bencana, begitu sebaliknya semakin negatif spiritualitas maka semakin
rendah tingkat resiliensi survivor pasca bencana erupsi Gunung Kelud artinya, keduanya
memiliki korelasi positif yang saling mendukung satu sama lain, karena sama- sama memiliki
tingkat yang tinggi. Artinya bahwa survivor remaja memiliki tingkat spiritualitas yang tinggi
sehingga beresiliensi tinggi pula (Iman, 2014).
Peran Spiritualitas terhadap perilaku Psikologi Positif lainnya
Hubungan Spiritualitas dengan karakter positif lainnnya, Spiritualitas merupakan bagian dari
virtue (karakter baik ) yang ada pada diri manusia. Aspek tersebut pada bagian transendensi
yang meliputi penghargaan terhadap keindahan dan kesempurnaan, kebersyukuran atas segala
hal yang baik, penuh harapan dan optimis dengan semangat yang besar dalam berorientasi ke
masa depan dengan menikmati hidup dan selera humor yang baik. Dengan memberikan
pemaknaan hidup yang baik, indah dan mengandung kesempurnaan, dapat membangun rasa
syukur atas segala hal yang baik. Hidup dengan penuh harapan, dengan itu kita mampu
memaknai adanya tujuan kehidupan dimasa depan.
Menikmati hidup dan mempunyai selera humor yang baik dengan membuat orang dapat
menjalani hidup yang penuh suka- cita. Pikiran- pikiran positif yang kita hasilkan dapat
membantu menemukan kebaikan, dan kesempurnaan dalam hidup, dengan kenikmatan dan
kepuasan hidup mampu menghasilkan semangat dan gairah yang besar dalam menghadapi
hari demi hari. Daya- daya spiritual menjadi kekuatan untuk bertahan hidup dan konsisten
pada satu tujuan. Daya tersebut yang mampu menguatkan diri ketika berada dalam keadaan
yang sulit (Peterson & Seligman, 2004).

10

Pengembangan Instrumen
VIA-IS merupakan instrumen yang mengukut kekuatan karakter pada orang dewasa yang
terdiri 24 aspek karakter yang salah satunya adalah spiritualitas yang terdiri atas 10 item, dari
10 item sebagian di modifikasi dan menambah baru sesuai dengan konteks remaja di kota
Samarinda.
Pentingnya mengembangkan instrumen yang sudah ada karena item- item pada instrumen
tersebut hanya sedikit sehingga diperlukannya untuk menguji kelayakan pada instrumen VIA
dengan instrumen baru yang dikembangkan, karena instrumen memiliki peran yang sangat
penting dalam suatu penelitian. Karena validitas yang diperoleh akan sangat ditentukan oleh
kualitas yang digunakan.
Adapun aspek- aspek yang dijadikan dasar pengembangan alat ukur ini adalah tujuan dan
makna hidup, altruisme, transenden, penyembahan ibadah dalam tindakan pribadi
(Religiousness), kesadaran akan adanya penderitaan, kesucian hidup (sacred of life). Aspekaspek tersebut dibuat berdasarkan dari teori- teori konseptual.
Perbandingan Instrumen VIA-IS dan SPISCA
Seperti yang kita tahu inteligensi, performansi kerja, kepemimpinan, kepribadian dalam diri
manusia. Semua variabel tersebut dapat di ukur dengan dikuantifikasikan melalui prosedur
pengukuran. Namun pengukuran pada aspek psikologi tidak dapat dilakukan langsung tetapi
dapat dilakukan jika konstrak teoritik sudah diuraikan menjadi beberapa indikator
keperlakukan yang jelas identifikasi dan definisi secara operasional. Kemudian indikatorindikator tersebut kemudian dijabarkan dalam bentuk item- item yaitu butir pernyataan yang
ditulis dan disusun sedemikian rupa dengan mengikuti aturan tulis tertentu sehingga respon
yang diberikan oleh seseorang terhadap kumpulan item- item tersebut, setelah di beri skor,
dapat diinterpretasikan. Kumpulan item yang telah selesai di buat mengikuti aturan penulisan
item dan telah disusun berdasar indikator merupakan instrumen ukur yang berwujud
pengukuran seperti skala atau tes psikologi. Pengukuran tidak akan menghasilkan data yang
valid dan reliabel bila item- itemnya tidak dikembangkan melalui indikator- indikator sebagai
dari konsepnya itu sendiri dengan definisi yang jelas dan bila item- item nya tidak memiliki
konsistensi internal. (Azwar,2011)
Adapun pengukuran yang dikembangkan psikologi positif oleh Prof. Martin Seligman bahwa
Psikologi Positif merupakan kekuatan dan keutamaan yang bisa membuat seseorang menjadi
berhasil (dalam hidup atau meraih tujuan hidupnya) serta membuat hidupnya menjadi
bahagia, Salah satu pusat utama dari pembahasan ini adalah pencarian, pengembangan
kemampuan, bakat individu atau kelompok masyarakat dan kemudian membantu untuk
mencapai peningkatan kualitas hidup (dari normal menjadi lebih baik, lebih berarti, lebih
bahagia).
Pada perkembangan yang lebih jauh, psikologi positif melakukan studi yang lebih intensif
untuk mengembangkan alat ukur atau asesmen yang dapat mengukur seberapa baik karakter
seseorang. Alat tersebut dikenal dengan VIA: Inventory of Strengths for Youth (VIA-Youth),
berguna dalam menilai 24 karakter pada remaja usia 10-17 VIA-Youth terdiri dari 198 butir.
Dan VIA- IS (Values in Action Inventory of Strengths) terdiri 240 butir, VIA- RTO (Values
in Action Rising to the Occasion Inventory tentang mengungkap seberapa sering hal-hal yang
berlawanan dengan kekuatan karakter, yang mana membandingkan tanggapan atau peniliaian
11

dari informasi orang lain. responden yang menanyakan seberapa sering mereka menemukan
diri merekadalam penentuan kekuatan yang yang bersangkutan, Values in Action (VIA)
Structured Interview (Peterson & Seligman, 2004).
Sebagai klasifikasi dari kekuatan karakter, Peterson & Seligman membedakannya dalam tiga
level konseptual :
1) Kebajikan (virtue) merupakan karakter utama yang dihargai oleh filsuf dan pemikir
religious. Virtue bersifat universal, dalam proses perjalanan hidup virtue diyakini terus
berkembang secara biologis dalam proses evolusi. Virtue harus ada pada individu agar
ia dianggap memiliki karakter yang baik. Terdapat enam virtue yakni wisdom and
knowledge,courage, humanity, justice, temperance dan transcendence.
2) Kekuatan Karakter adalah proses dan mekanisme psikologis yang mendefinisikan
virtue. Kekuatan Karakter inilah yang membentuk jalan dalam menampilkan
virtuenya. Kekuatan Karakter adalah trait positif yang terdapat dalam individu.
3) Situational themes merupakan situasi-situasi yang mendorong seseorang untuk
menampilkan Kekuatan karakter dengan cara tertentu, sehingga Kekuatan karakter
yang sama bisa ditampilkan secara berbeda.
Adapun aspek VIA yang dijadikan untuk pengembangan dan pembanding adalah pada virtue
transendence yaitu spiritualitas. Aspek tersebut terdapat 10 item dan mengembangkan item
dengan membuat item yang serupa seperti VIA dengan memberikan nama instrumen yang
baru yaitu SPISCA. Kelebihan skala VIA ini skala yang sudah teruji kevalidan dan
reliabilitasnya serta dapat dipakai dan diadaptasi namun memiliki kekurangan dan kesulitan
pada skala VIA yakni tidak memiliki aspek atau indikator yang jelas pada setiap item-item
yang sudah ada. Hanya memiliki item- itemnya saja serta item- item tersebut hanya tersedia
sedikit sehingga kurang untuk mengungkap kekuatan karakter spiritualitas pada remaja serta
dalam 240 item, terdapat item- item secara terpisah dan acak sehingga tidak dapat langsung
digunakan sehingga menjadi problem pada instrumen sebelumnya.
Instrumen baru yakni SPISCA yang telah dikembangkan menjadi 18 item dengan beberapa
literatur studi untuk menjadi pendukung dalam membuat kisi- kisi instrumen seperti mencari
teori- teori dan aspek yang berdasarkan aspek spiritualitas. Sehingga membentuk enam aspek
yaitu tujuan dan makna hidup, altruisme, kesadaran akan penderitaan, transenden, kesucian
hidup, religius. Kelebihan dari SPISCA ini memiliki aspek dan indikator yang jelas dalam
tiap- tiap itemnya dan lebih jelas menggambarkan pada aspek spiritualitasnya.

12

METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Berdasarkan Tujuannya, Penelitian ini menggunakan penelitian non - eksperimental dengan
menggunakan metode penelitian deskriptif kuntitatif yaitu untuk melakukan pengembangan
alat ukur pada instrumen SPISCA pada aspek spiritualitas. serta mengetahui nilai validitas,
reliabilitas dan kualitas dari item yang khususnya mengukur spiritual remaja. Menggunakan
metode pengembangan model pengembangan teoritik berdasarkan dengan teknis uji validitas
isi (content validity), uji validitas konstrak (construct validity) serta validitas berdasarkan
kriteria (criterion-related validity) dengan metode validitas konkuren (concurent validty)
(Azwar, 2011). membandingkan SPISCA dengan instrumen pembanding yang setara yaitu
VIA-IS

Subjek Penelitian
Populasi penelitian ini adalah siswa- siswi SMA Negeri 1 Samarinda yang masih aktif
(terdaftar) menjadi pelajar disekolah tersebut. Populasi yang akan diteliti harus memenuhi
karakteristik yaitu berstatus siswa/ pelajar yang berada di jenjang SMA dengan kalangan
semua agama serta rentang usia 14-18 Tahun, kelas X- XI pada semester genap 2015/2016.
Pada tahap pertama sebanyak 60 siswa dan pada tahap kedua 300 siswa sehingga total subjek
pada penelitian ini sebanyak 360 partisipan.
Jenis pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan Non
Prabability-kuota sampling adapun alasannya karena untuk menentukan sampel dari populasi
yang sesuai dengan karakteristik subjek sampai jumlah (kuota) diinginkan. Dengan cara
menentukan populasi, menetapkan jumlah (kuota), kemudian mengambil sampel sembarang
pada populasi yang menjadi target hingga memenuhi patokan jumlah yang diinginkan.
Menggunakan teknik ini untuk mendapatkan nilai validitas yang sesungguhnya (Sugiyono,
2012).
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini menggunakan dua buah skala yaitu, VIA-IS
(skala pembanding). Skala yang berdasarkan VIA-IS merupakan instrumen yang
dikembangkan dari konsep atas pengertian Peterson dan Seligman, kemudian di modifikasi
dikembangkan item- item nya dalam pengembangan di VIA-IS dan SPISCA (instrumen baru)
Kedua skala tersebut mengguna