MODEL KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK ADHD (Attention Deficiet Hiperactive Disorder)

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
ADHD secara tradisional dipandang sebagai sebuah masalah yang
berhubungan dengan konsentrasi, ketidakmampuan otak menghentikan sensor
yang masuk bersaing untuk di filter, diantaranya melihat dan mendengar.
Penelitian terbaru, bagaimanapun, memperlihatkan bahwa anak dengan
ADHD mempunyai kesulitan dalam hal ini. Malah sebaliknya, para peneliti
sekarang mempercayai bahwa anak yang mempunyai ADHD tidak dapat
menghentikan penggerak impulsivenya untuk tidak merespon input
(Barkley,1997;1998a).
Oleh sebab itu, memiliki kondisi anggota keluarga yang mempunyai
kekhususan bukanlah hal yang diinginkan oleh setiap keluarga karena harus
menjalani kehidupan keluarga dengan anak yang tidak seperti anak yang lain
dalam mendidiknya. Oleh karena itu, membesarkan anak-anak yang penuh
dengan vitalitas dan syarat dengan energi kebanyakan orang tua sungguh
bukan suatu tugas yang mudah. Belum lama berselang Radar Malang, media
massa lokal Malang memberitakan bahwa di desa Gondanglegi Kabupaten
Malang telah terjadi kebakaran dengan korban seorang anak bernama Ilham
yang tidak dapat menyelamatkan diri karena salah satu kakinya dirantai oleh

bapak kandungnya. Berita ini diterbitkan pada tanggal 23 oktober 2011 oleh
Koran tersebut. Berdasarkan pemberitaan tersebut, yang memuat pengakuan
bapaknya (suhaefi) bahwa “tanda-tanda hiperaktif Ilham sudah ada sejak
dalam kandungan”. Sejak usia kandungan 6 bulan, polahnya sudah luar biasa.
Dari dalam perut, Ilham sudah main tendang sehingga ibunya kerap
terbangun pada malam hari. Lagi kerena tumbuh kembang tanpa pantauan
orang tua, Ilham tumbuh semakin liar. Sehingga sejumlah tetangga
menyesalkan kondisi Ilham yang telah distigma sebagai anak nakal oleh

masyarakat sekitar. Juga menurut pengakuan bapak anak tersebut seperti
dikutif berikut ini “saya sayang Ilham, makanya saya rantai kakinya”,
ujarnya. Andaikan tidak dirantai, kemungkinan besar dia akan lari di jalan
dan ancaman tertabrak kendaraan bermotor cukup besar”. Hal ini dilakukan
bapaknya karena merasa putus asa, sehingga dia pun mengambil cara
merantai kaki anaknya saat dia tinggal bekerja menarik becak.
Attention deficit hiperaktive disorder (ADHD) menurut standar
pelayanan psikologi klinis (2008) merupakan sindrom neurobehavioral yang
ditandai dengan adanya kekurangmampuan dalam pemusatan perhatian
infulsivitas, dan hiperaktifitas, yang secara nyata mengganggu kehidupan
penderita, sebelum umur 7 tahun. Terjadi dalam dua fungsi yaitu, fungsi

sosial dan akademik. Ada tiga subtipe utama ADHD-tipe kombinasi, tipe
tidak perhatian utama, dan tipe hiperaktif-impulsif utama. Dimana dalam
kajian terhadap 100 pemuda yang didiagnosis gangguan ADHD, Lalonde
dkk. (1998) menemukan bahwa subtipe kombinasi, subtipe tidak perhatian
dan subtipe hiperaktif-impulsif ADHD berjumlah masing-masing 78%, 15%,
dan 7% dari para subjek ini. Para peneliti juga menemukan bahwa subjek
yang gangguan ADHD subtipe tidak perhatian menunjukkan tingkat
gangguan tidak wajar suka melawan yang lebih rendah daripada para subjek
ADHD dengan subtipe kombinasi (33% dan 85%) dan subtipe hiperaktifimpulsif (33% dan 100%). Para subjek ADHD subtipe hiperaktif-impulsif
memperlihatkan prevalensi gangguan perilaku yang lebih tinggi daripada para
subjek yang gangguan subtipe tidak perhatian (57% dan 0%) dan subtipe
kombinasi (15% dan 8%). ADHD diperkirakan menimpa antara 3% dan 7%
anak-anak usia sekolah dan terjadi lebih sering pada pria daripada wanitaperbandingan antara pria dan wanita berkisar antara 2:1 hingga 9:1
(American

Psychiatric

Association,

2000).


Biederman

dkk.

(2007)

menyatakan bahwa sekitar 50% hingga 75% anak-anak ADHD memenuhi
kriteria-kriteria untuk gangguan ini saat remaja dan dewasa (Cummings,
2010). Data-data di atas menyebutkan bahwa masalah ADHD merupakan
masalah yang sangat serius sehingga perlu penanganan-penanganan preventif

dalam mendidik dan membesarkan anak ADHD agar tidak memperparah
gangguan perilaku yang dimunculkan.
Adapun, kriteria gangguan hiperaktif yang disebabkan oleh kurangnya
perhatian di diagnosis dalam DSM IV-TR ketika seseorang memperlihatkan
enam atau lebih gejala-gejala tidak perhatian yang terus-menerus terjadi
minimal selama enam bulan sehingga tidak bisa beradaptasi dan tidak sesuai
dengan tingkat perkembangan. Disamping gejala-gejala tidak perhatian ini,
penderita juga harus memperlihatkan enam atau lebih gejala hiperaktifimpulsif. Sebagian gejala hiperaktif-impulsif atau gejala tidak perhatian harus

ada sebelum usia tujuh tahun dan pelemahan dari gejala-gejala ini harus
terlihat jelas pada dua tempat atau lebih (Cummings, 2010).
Sementara itu, berdasarkan beberapa kajian yang telah melakukan
penelitian terhadap keterampilan bahasa dan komunikasi pada anak-anak
yang mengidap gangguan emosi dan perilaku menegaskan peran bagi faktor
genetik dalam etiologi mutisme selektif. Hal ini terlepas dari kenyataan
bahwa kajian-kajian yang telah dilakukan tersebut menunjukkan dengan
sangat jelas bahwa banyak dari anak-anak ini yang mengalami pelemahan
bahasa dan komunikasi yang signifikan. Dalam tinjauan terhadap kajian
keterampilan berbahasa pada anak-anak EBD ini, Benner dkk. (2002)
menemukan bahwa 71% anak yang secara formal teridentifikasi EBD
mengalami deficit bahasa yang signifikan secara klinis. Juga, Cohen dkk.
(1998) melaporkan bahwa 40% dari 380 anak berusia tujuh hingga empat
belas tahun yang dirujuk pada klinik psikiatri anak mengalami pelemahan
bahasa yang tidak pernah di duga sebelumnya. Begitu juga, Tirosh dan Cohen
(1998) menemukan bahwa 5,2% dari kumpulan 3.208 anak berusia antara
enam dan sebelas tahun mengidap gangguan hiperaktif karena kurang
perhatian. Diantara anak-anak ADHD ini, dilaporkan tingkat pelemahan
bahasa sebesar 45% . Steinhausen dan Juzi (1996) menemukan gangguan
tuturan dan bahasa pada 38% dari sample anak-anak yang mengidap mutisme

selektif. Gangguan ini mencakup gangguan artikulasi, gangguan bahasa
ekspresif, dan reseptif,

gagap dan kacau. Secara umum, anak yang di

diagnosa attention deficit hiperaktif disorder (ADHD) ditandai oleh rentang
perhatian yang buruk yang tidak sesuai dengan perkembangan atau ciri
hiperaktivitas dan imfulsivitas atau keduanya yang tidak sesuai dengan usia.
Anak ADHD, anak yang tidak bisa mengekspresikan emosi, perasaan,
mengendalikan perilaku, dan pemusatan perhatian

yang terganggu.

Kelemahan anak-anak ADHD ini berdampak kepada cara mereka dalam
mengekspresikan permintaan dan keterampilan komunikasi (Cummings,
2010). Melihat karakteristik dan hasil kajian penelitian tersebut di atas, maka
dibutuhkan model komunikasi orang tua yang sesuai dengan anak ADHD.
Karena dengan segala keterbatasan yang dimiliki, maka orang tua dituntut
mampu menyesuaikan model komunikasinya sesuai dengan yang dibutuhkan
oleh anak ADHD. Agar pesan yang disampaikan oleh orang tua kepada anak

ADHD di tangkap sesuai dengan yang dimaksudkan. Sebab, orang tua
apabila berkomunikasi dengan anak harus mengetahui terlebih dahulu lama
rentang konsentrasi anak dan daya tangkap anak terhadap pesan saat di ajak
berbicara. Umumnya orang tua dituntut menekankan suara pada maksud
pesan yang disampaikan dan langsung pada inti pesan yang ingin
disampaikan.
Bagi

orang tua, ini

merupakan

tantangan tersendiri

dalam

membesarkan dan mendidik anaknya yang terdiagnosis ADHD. Mereka
sering kali dikucilkan dari pergaulan sosial, sehingga membuat orang tua
jarang berintegrasi dengan para tetangganya dengan menutup diri karena
tidak tahan menanggung malu. Hal-hal seperti inilah yang sering membuat

orang tua sakit hati, stres, rendah diri, sensitifitasnya jadi tinggi, dan tidak
jarang para orang tua berpikiran bahwa Tuhan berlaku tidak adil padanya.
Oleh sebab itu banyak orang tua yang berusaha menyembunyikan keberadaan
anaknya dari para tetangga. Padahal dibalik kekurangan seorang anak pasti
ada kelebihan yang tersimpan dalam dirinya.
Lain halnya dengan orang tua yang dapat bangkit dan melihat anak
PADHD merupakan amanah dari Tuhan yang harus di didik dan dibesarkan
sebagaimana anak-anak pada umumnya. Seperti yang dialami oleh ibu
Sarasvati (2004), yang berjuang mendidik dan membesarkan anaknya agar

lepas dari belenggu fenomena ADHD. Seperti ia katakan bahwa saat rasa
putus asa datang pada dirinya, anaknya menunjukkan kemajuan-kemajuan
dalam berperilaku yang hanya bisa dilihat dengan kejelian dan ketelitian
melihat perkembangan anak. Ia telah berjuang dengan membawa anak
ADHD berobat kemana-kemana, ke Sydney, Australia dan sebagainya.
Dimana enam bulan sebelum tiba jadwal terapi harus telah mendaftarkan diri
hanya dengan harapan anak harus lepas dari belenggu ADHD. Karena
kegigihan ibu Sarasvati ini, dia harus rela berdomisili di tempat dimana
anaknya menjalani terapi dan berpisah dengan keluarga serta meninggalkan
rumahnya di Indonesia. Perjuangan ibu Sarasvati tidak sia-sia dan

membuahkan hasil yang memuaskan karena dengan segala pengorbanan yang
ia tumpahkan anaknya dapat lepas dari ADHD. Perjuangan Ibu sarasvati
dalam mendidik anak ADHD senada dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Ilyas (2003) menunjukkan bahwa tingkat intensitas komunikasi orang
tua dengan siswa berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat prestasi
belajar siswa yang diperoleh nilai Fh = 5,410 yang mempunyai nilai ρ 0,024
yang lebih kecil dari α = 0,05. Ini berarti dapat digunakan untuk menaksir
nilai y apabila x diketahui, serta nilai diterminan R2 = 0,085 yang berarti ada
8,5 % variasi tingkat prestasi belajar siswa pada Madrasah Tsanawiyah
Negeri Model Makassar dipengaruhi oleh tingkat intensitas komunikasi orang
tua dengan siswa. Walaupun penelitian yang dilakukan oleh Ilyas tersebut
terhadap subjek anak normal dengan orang tua normal, maka terlebih lagi
terhadap anak ADHD dengan segala keterbatasan yang dia punya orang tua
harus berkomunikasi lebih intens melebihi komunikasi orang tua anak normal
pada umumnya.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Hanafi (2008), dimana hasilnya
senada dengan penelitian yang dilakukan Ilyas, yaitu menunjukkan hasil
sebagai berikut: (1) prestasi belajar akuntansi siswa dipengaruhi oleh
komunikasi orang tua anak dan kemandirian belajar. (2) Komunikasi orang
tua anak dan kemandirian belajar secara bersama-sama berpengaruh positif

terhadap prestasi belajar akuntansi siswa. (3) Besar pengaruh komunikasi

orang tua anak dan kemandirian belajar terhadap prestasi belajar akuntansi
siswa adalah sebesar 66,7%, sedangkan 33,3% sisanya dipengaruhi oleh
variabel lain yang tidak diteliti, misalnya lingkungan belajar, motivasi,
bimbingan belajar, sarana prasarana, dan sebagainya. (4) Komunikasi orang
tua anak berpengaruh positif terhadap prestasi belajar akuntansi siswa kelas
XI MAN 1 Blora tahun pelajaran 2007. (5) Kemandirian belajar berpengaruh
positif terhadap prestasi belajar akuntansi siswa kelas XI MAN 1 Blora tahun
pelajaran 2007. (6) Komunikasi orang tua anak memberikan sumbangan
relatif sebesar 55,9% dan sumbangan efektif 37,3% terhadap prestasi belajar
akuntansi siswa.
Oleh karena itu, orang tua dalam menjalin komunikasi dengan anak
harus berlangsung dua arah dalam menunjang prestasi anak melewati tugastugas perkembangannya dengan baik, tidak dapat lepas dari peran orang tua.
Agar komunikasi orang tua dikatakan produktif sebagaimana dikatakan
Olen (2001) lebih dari kecakapan lainnya, saya ingin agar anak saya memiliki
kemampuan untuk menciptakan irama memberi dan menerima dengan siapa
saja mereka berjumpa. Kalau mereka penerima yang baik, rasa sensitifitas
dan toleransi mereka tentulah memungkinkan untuk menghargai orang lain,
tetapi keterbukaan mereka juga memungkinkan mereka untuk mereguk dan

memperkaya budi dan hati mereka sendiri.

Demikian pula, bila ritme

komunikasi tidak produktif yang terjadi, mengakibatkan segala macam
bencana dalam komunikasi. Berbagai macam ritme tidak produktif misalnya:
(a) pemberi-pemberi, model komunikasi ini paling kerap terjadi antara orang
tua dengan anak-anak. Sehingga tak dapat dihindari model ini mengarah ke
suatu permainan „teriak’ antara orang tua dengan anak sebab tidak ada yang
siap menerima, satu sama lain ingin pendapatnya didengarkan. Kedua pihak
saling beradu suara sampai salah satu pergi dan membanting pintu. Banting
pintu dalam arti fisik maupun yang jauh lebih sering, secara psikologis.b)
pemberi-tak ada tanggapan; model ke dua dari komunikasi ini adalah bila si
pemberi tidak mendapat tanggapan. Hal ini biasanya sering terjadi antara
orang tua atau guru dengan anak (didik), saat guru menerangkan pelajaran

anak tidak memperhatikan dengan baik sehingga maksud dari perintah orang
tua/guru tidak tersampaikan

dengan baik. Bentuk sebaliknya juga bisa


terjadi, ketika anak mengutarakan keinginannya kepada orang tua/guru, tetapi
orang tua tidak menanggapi dengan baik maksud dari anaknya, c) penerimatak ada yang memberi, dalam kasus ini orang tua/guru hampir selalu
mengambil peran sebagai penerima sementara anak tidak rela memberi
informasi. Dalam hal ini, sering terjadi ketika orang tua menanyakan
serangkaian aktivitas yang dilakukan anak selama luput dari pantauannya.
Orang tua menanti agar anak menceritakan apa yang terjadi selama itu.
Ternyata anak tidak memberikan informasi yang diinginkan orang tua sama
sekali, sehingga sering terjadi keributan sengit antara orang tua dengan
anaknya, d) penerima-penerima, kedua belah pihak bertindak sebagai
penerima, komunikasi tidak berjalan. Disini sering terjadi orang tua maupun
anak saling menunggu untuk mengkomunikasikan keinginan satu sama lain,
dengan kata lain yang terjadi adalah diam dalam bentuknya yang paling
murni.
Padahal komunikasi secara sederhana sebagaimana Liliweri (2006)
sebutkan bahwa komunikasi diartikan sebagai pengalihan suatu pesan dari
satu sumber kepada penerima agar dapat dipahami. Peran serta antara orang
tua dan anak dalam memciptakan komunikasi yang baik memiliki porsi
masing-masing, dimana orang tua sebagai orang yang bertanggung jawab
terhadap pendidikan anak diharapkan memahami keberadaan anak saat dia
memberikan pengarahan, pengertian, dan nasehat begitu pula sebaliknya anak
diharapkan mampu memahami maksud dan tujuan orang tua, yaitu supaya
anak benar-benar menyadari dan menerima segala konsekuensi dari
keputusannya tentang sesuatu, dimana pada dasarnya semua hal yang
disampaikan padanya demi kebaikan hari esoknya kelak. Ada beberapa hal
yang harus diperhatikan orang tua dalam mendidik dan membesarkan anak,
mencermati setiap cara yang dilakukan selama ini setiap kali memberikan
pengajaran, bila cara yang dipakai selama ini salah maka harus ditinggalkan
dan apabila anak memberikan respon positif terhadap suatu pola komunikasi

baiknya dikembangkan secara terus-menerus. Sebagaimana dikatakan oleh
Billie J.Walstroom,1992 (dalam Liliweri, 2006:263), bahwasanya efektivitas
komunikasi antar personal ditentukan oleh beberapa hal berikut ini, sebagai
indikator

komunikasi

itu

dikatakan

efektif

yaitu

(1) menghormati pribadi orang lain, sehingga salah bila orang tua dalam
berkomunikasi dengan anak berpemahaman bahwa anak harus menerima
segala apapun yang diperintahkan olehnya; (2) mendengarkan dengan senang
hati, orang tua dalam mendengarkan keluhan ataupun tuntutan anak
terhadapnya diharapkan mampu mendengarkan dengan baik. Sebab, dengan
orang tua mendengarkan dengan baik maka anak merasa bahwa dia dihargai
oleh orang tuanya; (3) mendengarkan tanpa menilai, dalam mendengarkan
anak dalam menyampaikan suatu kemauannya, orang tua mampu berpikir
objektif terlebih dahulu sebelum memvonis bahwa maksud anak adalah
terkait hal ini (misalnya

teman kelas saya bilang lelaki sejati itu harus

merokok) yang belum tentu sama dengan apa yang tujuan anak
menyampaikan hal tersebut; (4) keterbukaan terhadap perubahan dan
keragaman, orang tua harus siap dan jeli dalam menerima perubahanperubahan yang terjadi pada anak dan lingkungan sekelilingnya; (5) empati,
dalam

menyampaikan

sesuatu

pada

anak,

orang

tua

harus

mempertimbangkan kemampuan anak dengan kemampuannya sendiri; (6)
bersikap tegas, tegas bukan berarti keras perlu untuk dipahami oleh orang tua,
tetapi dapat berarti konsisten dalam bersikap, bertindak dan menyampaikan
sesuatu; dan (7) kompetensi komunikasi, orang tua perlu mengevaluasi
dirinya sendiri terkait dengan caranya berbicara, ketepatan pilihan kata dan
penekanan inti pesan.
Dalam berkomunikasi dengan anak, orang tua akan mengalami
beberapa hambatan yang dapat merintangi maksud dalam menyampaikan
suatu hal terhadap anaknya berupa konflik dengan diri sendiri atau stres
karena anak tidak mendengarkan perkataan. Sebagaimana Liliweri (2006)
sebutkan bahwa faktor penghambat komunikasi antara lain: (1) tidak
mengenal audiens, jika orang tua tidak mengenal karakteristik komunikan

maka komunikasi yang dilakukan tidak efektif. Apa yang diinformasikan
tidak efektif, apa yang diinformasikan tidak diterima, tidak dimengerti, atau
diterima namun tidak mengubah sikap komunikan. Selain orang tua anak,
faktor lain yang menyebabkan gagalnya komunikasi adalah (2) tidak tahu
bagaimana penerima menyerap komunikasi. Orang tua mestinya menyelediki
anak terkait hal ini, karena ada anak yang suka menerima informasi lisan
tatap muka, namun ada juga anak yang lebih suka dituliskan atau melalui
orang lain sebagai perantara. (3) tidak tahu pola komunikasi budaya, orang
tua mestinya menyadari komunikasi budaya ini, sehingga cara mendidik anak
yang tinggal di lingkungan kota dan anak yang tinggal di lingkungan desa
dapat dibedakan; (4) jarang melakukan evaluasi respon komunikasi, orang tua
harus mengevaluasi diri sendiri setiap berkomunikasi dengan anak terkait
dengan kecepatan respon terhadap pesan atau tampilan anak. (5) tidak tahu
kebiasaan berkomunikasi lisan, orang tua dalam berkomunikasi dengan anak
sering lebih banyak ingin didengarkan oleh anak tanpa memberikan
kesempatan; karena kebiasaan orang tua ini dapat menjadikan faktor
penghambat komunikasi selanjutnya; (6) tidak terbiasa mendengarkan,
berdasarkan penelitian kebiasaan mendengarkan lebih dari separoh perhatian
dicurahkan untuk mendengarkan (53%), 17% untuk membaca, 16% untuk
berbicara dan 14 % untuk menulis. Jadi mendengarkan merupakan hal
penting untuk dilakukan orang tua saat berkomunikasi dengan anak; (7) tidak
bisa membuka diri dalam percakapan, orang tua yang tidak membuka diri
terhadap anak seperti sharing, memberikan kesempatan pada anak untuk
berbicara dan orang tua juga sering meremehkan kritik dari anak; (8) tidak
tahu strategi menggunakan media, hal ini juga sering orang tua tidak
manfaatkan ketika berkomunikasi dengan anak, maka orang tua harus
mengetahui kapan saat dia harus menggunakan media utuk efektivitas
penyampaian pesan; (9) tidak bisa berkomunikasi secara tertulis, seperti yang
penjelasan sebelumnya orang tua tidak cukup hanya mengandalkan
komunikasi secara lisan terhadap anak apabila pesan ingin disampaikan
begitu penting, maka orang tua perlu mengetahui cara mengalihkan pesan ke

dalam bentuk tulisan. Inilah faktor penghambat komunikasi efektif dalam
interaksi antarpersonal.
Berdasarkan pemaparan di atas, model komunikasi orang tua yang
sesuai dengan karakter anak ADHD dengan segala keterbatasan yang
dimiliki, maka anak ADHD akan berkembang sesuai dengan usia
perkembangannya dan bila model komunikasi orang tua tidak sesuai dengan
anak ADHD akan dapat menghambat tumbuh–kembang anak ADHD. Oleh
sebab itu dengan model komunikasi orang tua yang sesuai dengan anak
ADHD maka akan sangat membantu dalam penanganan-panangan perilaku
yang mereka tampilkan. Dengan melihat permasalahan yang dialami oleh
orang tua anak ADHD, peneliti tertarik bekerja sama dengan orang tua anak
penyandang ADHD, sebab orang tua merupakan orang pertama yang ada di
lingkungan anak ADHD. Kemudian mengangkatnya menjadi judul skripsi
“Model Komunikasi Orang Tua Pada Anak ADHD”.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah dipaparkan di atas,
maka dapat dirumuskan suatu permasalahan, yaitu: bagaimana model
komunikasi orang tua pada anak ADHD?

C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui:
gambaran model komunikasi orang tua pada anak ADHD.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini memberikan sumbangan pemikiran yang
semakin memperkaya khazanah ilmu pengetahuan khususnya ilmu
psikologi terapan tentang anak ADHD.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan penelitian ini memberikan tambahan pengetahuan
terhadap pihak terkait (orang tua/keluarga) dalam memberikan
pembinaan/pendidikan terhadap anak ADHD, agar orang tua dapat
memperbaiki komunikasi dengan anak ADHD dala

m membesarkannya.

MODEL KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK ADHD
(Attention Deficiet Hiperactive Disorder)

SKRIPSI

OLEH:
SAMSUL BAHRI NASUTION
08810024

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012

MODEL KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK ADHD
(Attention Deficiet Hiperactive Disorder)

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang
Sebagai salah satu persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi

Oleh
SAMSUL BAHRI NASUTION
08810024

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012

Lembar Persetujuan

Judul

: Model Komunikasi Orang Tua Dengan Anak ADHD

Nama Peneliti

: Samsul Bahri Nasution

No. Induk Mahasiswa : 08810024
Fakultas

: Psikologi

Perguruan Tinggi

: Universitas Muhammadiyah Malang

Waktu Penelitian

: 26 Februari dan 10 Mei 2012

Malang, 3 Agustus 2012
M
Pembimbing I

Dr. Diah Karmiyati M.Si

Pembimbing II

M. Salis Yuniardi M. Psi

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah diuji oleh dewan Penguji
Tanggal : 3 Agustus 2012
Dewan Penguji

Ketua Penguji

: Dr. Diah Karmiyati M.Si (

)

Anggota Penguji

: 1. Ni’matuzahroh, M. Si (

)

2. Zainul Anwar, M. Psi (

)

Mengesahkan
Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Malang

Dra. Cahyaning Suryaningrum M.Si

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada pemilik langit dan bumi
beserta isinya, Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia yang tak
terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Model
Komunikasi Orang Tua Dengan Anak Attention Deficit Hiperaktif Disorder
(ADHD)”. Tidak lupa pula pada penuntun hidup penulis, Nabi Muhammad SAW
yang banyak memberikan tauladan dan inspirasi dalam menjalani hidup.
Penulis mengakui bahwa karya yanng dihasilkan ini jauh dari kesempurnaan.
Oleh sebab itu, penulis sangat menghargai adanya masukan dan kritik yang
membangun guna penulisan selanjutnya.
Skripsi ini dapat diselesaikan karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Oeh
karena itulah, pada kesempatan ini penulis ingin memberikan ungkapan rasa terima
kasih kepada:
1. Dra. Cahyaning Suryaningrum M.Si, selaku dekan Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Malang.
2. Dr. Diah Karmiyati M.Si sebagai Dosen Pembimbing I dan bapak Salis
Yuniardi M.Psi selaku dosen pembimbing II, atas partisipasinya dalam
membantu kelancaran berjalannya skripsi ini.
3. Dra. Djudiyah M.Si selaku dosen wali yang telah mendukung dan memberi
pengarahan sejak awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.
4. Keluarga besar bapak Palit Nasution dan Ibu Mastawan Matondang, atas
segala dukungan, doa-doa dan kesabaran yang tak pernah ada habisnya. Bang
Ahmad & Kak Saripah, Bang Sulfan & Kak Laila, Bang Amru & Kak Inna,
Bang Aswat & Kak Hotna, Adek Wandi & Adek Anisah. Terima kasih.
5. Segenap keluarga besar bapak Mansyur dan Ibu Ulfa dan keluarga besar Ibu
Ari, yang membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

6. Keluarga besar IPM Kab. Malang: Yeni, Weni, Sairani, Ufhi, Ansor, Ogie,
dan lainnya. Semangat kebersamaan dalam menjalankan agenda organisasi
mampu menyuntik kembali semangat dikala mulai redup.
7. Pemilik kos “cahaya Hati” Ibu Firliana A E B yang telah memberikan
kemudahan tinggal bagi penulis selama penulisan skripsi ini.
8. Anak kos “cahaya hati”: Alam, efendy, Yudi, Andre, Aldi, Jaya, Ilham,
terlebih khusus saya ucapkan terima kasih pada Alam yang selalu direpotkan
penulis selama penyelesaian skripsi ini dengan meminjamkan laptop
miliknya.
9.

Ibu Munirah Harharah beserta keluarga yang telah memberikan dukungan
moral maupun meteriil serta saran-sarannya selama penulisan skripsi ini
terima kasih banyak saya ucapkan.

10. Sahabat-sahabatku: seluruh kelas A angkatan 2008, keluarga besar career
center: Tohir, Ika, Yanti, ms Fauzan, mb Usa dan semuanya. Keluarga besar
IMM Komisariat Psikologi: Iim, Santi, Titin, Yudi, Ulfa, Ana, Ardan, dan
beserta sahabat seperjuanganku di KORKOM IMM: Icha, Ari, Viky, Yosi
dan lainnya. Kalian semua adalah bagian yang tak terpisahkan dari hidupku.
Wassalamu’alikum Wr.Wb

Malang, 25 Juli 2012
Penulis
Samsul Bahri Nasution

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................

i

INTISARI.......................................................................................................

iii

ABSTRAC............................................................................................................

iii

DAFTAR ISI......................................................................................................

iv

DAFTAR TABEL................................................................................................

vi

DAFTAR BAGAN...........................................................................................

vii

DAFTAR

LAMPIRAN............................................................................................
vii

i

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
A.
B.
C.
D.

Latar Belakang............................................................................................... 1
Rumusan Masalah.......................................................................................... 10
Tujuan Penelitian........................................................................................... 10
Manfaat Penelitian......................................................................................... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA.................................................................................. 12
A. Komunikasi.................................................................................................... 12
1. Pengertian Komunikasi............................................................................ 12
2. Karakteristik Komunikasi........................................................................ 14
3. Model-model Komunikasi....................................................................... 16
4. Unsur-unsur Komunikasi......................................................................... 20
5. Fungsi Komunikasi.................................................................................. 21
B. Attention Deficit Hiperaktive Disorder (ADHD).......................................... 22
1. Pengertian ADHD.................................................................................... 22
2. Ciri-ciri ADHD........................................................................................ 23
3. Etiologi ADHD........................................................................................ 24
4. Faktor-faktor Penyebab ADHD............................................................... 26
C. Model Komunikasi Orang Tua pada Anak ADHD....................................... 27
D. K erangka Pemikiran......................................................................................30

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 31
A.
B.
C.
D.

Jenis Penelitian...............................................................................................31
Batasan Istilah................................................................................................ 31
Subjek Penelitian............................................................................................32
Jenis Data, Instrument Penelitian, dan Metode Pengumpulan
Data................................................................................................................32
1. Jenis Data................................................................................................. 32
2. Instrument Penelitian................................................................................33
3. Metode Pengumpulan Data...................................................................... 34
E. Prosedur Penelitian........................................................................................ 35
F. Analisa Data................................................................................................... 38
G. Keabsahan Data............................................................................................. 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................................... 40
A.
B.
C.
D.

Deskripsi Subjek Penelitian........................................................................... 40
Deskripsi Data Penelitian .............................................................................. 43
Analisis Data.................................................................................................. 56
Pembahasan....................................................................................................65

BAB V PENUTUP................................................................................................... 69
A. Kesimpulan.................................................................................................... 69
B. Saran-saran..................................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 71
LAMPIRAN............................................................................................................. 72

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Imformed Consent
Lampiran 2 : Diagnosa dan Ceklist ADHD
Lampiran 3 : Guide Wawancara
Lampiran 4 : Hasil Observasi
Lampiran 5 : Jadwal Turun Lapang
Lampiran 6 : Verbatim Wawancara

DAFTAR PUSTAKA

Baihaqi,MIF, Sugiarman, M. (2006). Memahami
ADHD.Bandung: Reflika Aditama.

dan

membantu

anak

Bungin, Burhan. (2001). Metode penelitian kualitatif. Jakarta: Rajawali Press.
Cumings, Louise. (2010). Pragmatik klinis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Davison, Gerald C., Neale, John, M., & Kring, Anna, M. 2010. Psikologi Abnormal,
edisi ke-9. Rajawali Press: Jakarta.
ED Pubs, Education Publications Center, U.S. Department of Education. 2003.
Identifying and Treating Attention Deficit Hyperactivity Disorder: A
Resource for School and Home. Washington, D.C., 2002.
Liliweri, Alo. (2007). Dasar-dasar komunikasi kesehatan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Mulyana, Deddy. (2007). Ilmu komunikasi suatu pengantar. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Martin, Grant L. (2008). Terapi untuk anak ADHD. Jakarta: PT. BIP Kelompok
Gramedia.
Moleong, L. (2005). Metode penelitian kualitatif (Edisi revisi). Bandung : PT. Rosda
Karya.
Olen, Dale R. (1984). Kecakapan hidup pada anak. Yogyakarta: Kanisius.
Taylor, Eric. (1988). Anak yang hiperaktif tuntunan bagi orang tua. PT. Gramedia
Pustaka Utama: Jakarta.
Wiryanto. (2004). Pengantar ilmu komunikasi. Jakarta: Grasindo.
IPKI-HIMPSI. (2008). Standar pelayanan psikologi klinis. Crisis Center Fakultas
Psikologi UGM.
Ilyas. (2003). Pengaruh komunikasi orang tua terhadap prestasi belajar siswa pada
MTsN Model Makassar (studi komunikasi pendidikan). Makassar: UNHAS.
Hanafi, Yusron. (2008). Pengaruh komunikasi orang tua anak dan kemandirian
dalam belajar terhadap prestasi belajar akuntansi pada siswa kelas XI
Madrasah Aliyah Negeri 1 Blora Tahun Pelajaran 2007/2008 (Skripsi
thesis). Surakarta: UMS.
Zuriah, N. (2006). Metodologi penelitian sosial & pendidikan: Teori dan Aplikasi.
Jakarta: Bumi Aksara.
Vanden Bos, Gary R.(2007). APA dictionary of psychology. Washington,DC: APA