23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
interferensi dan selektivitas pada lower limit of quantification LLOQ US FDA,2001.
2.5.6 Uji Kesesuaian Sistem Uji kesesuaian sistem didefinisikan sebagai serangkaian uji untuk
menjamin bahwa metode tersebut dapat menghasilkan akurasi dan presisi yag dapat diterima. Seorang analisis harus memastikan bahwa sistem dan prosedur
yang digunakan harus mampu memberikan data yang dapat diterima. United State Pharmacopeia USP menentukan parameter yang dapat
digunakan untuk menetapkan kesesuaian sistem sebelum analisis. Parameter- parameter yang digunakan meliputi: bilangan lempeng teori N, faktor tailing,
kapasitas k’ atau α dan nilai standar deviasi relative RSD tinggi puncak dan luas puncak dari serangkaian injeksi. Pada umumnya ada 2 kriteria yang
biasanya dipersyaratkan untuk kesesuaian sistem suatu metode yaitu jika nilai RSD 1 untuk 5 kali injeksi larutan baku pada pengujian komponen yang
jumlahnya banyak komponen mayor dan untuk senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit, nilai RSD dapat diterima jika antara 5-15 Gandjar dan
Rohman., 2007.
2.5.7 Stabilitas Stabilitas obat dalam cairan biologis adalah fungsi dari kondisi
penyimpanan, sifat kimia obat, matriks dan sistem penyimpanan. Penyimpanan dapat membuat obat yang ada didalam matriks biologis dapat
terurai sehingga tidak dapat terdeteksi sewaktu sampel dianalisis. Semua penentuan stabilitas harus menggunakan sampel yang disiapkan
dari larutan stok analit yang dibuat baru, dalam matriks biologis yang bebas analit dan bebas gangguan. Larutan stok dari analit untuk pengujian stabilitas
harus disiapkan dalam bahan pelarut yang tepat pada konsentrasi yang diketahui. Jenis-jenis uji stabilitas, yaitu US FDA., 2001 :
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.5.7.1 Stabilitas Beku dan Cair Freeze and Thaw Stability Stabilitas analit harus ditentukan setelah tiga siklus beku dan
cair. Setidaknya tiga aliquot dari masing-masing kosentrasi rendah dan tinggi disimpan pada suhu penyimpanan yang diinginkan selama 24 jam
dan dicairkan pada suhu kamar. Ketika mencair seluruhnya, sampel dibekukan kembali selama 12-24 jam pada kondisi yang sama. Siklus
beku cair diulang sebanyak dua kali, kemudian analisis dilakukan pada siklus ketiga. Jika analit tidak stabil pada suhu yang diinginkan, maka uji
dapat dilakukan dengan menyimpan sampel pada suhu -70
O
C selama tiga siklus beku dan cair.
2.5.7.2 Stabilitas Suhu Jangka Pendek Short-Term Temperature Stability
Tiga aliquot dari masing-masing konsentrasi rendah dan tinggi harus diberikan pada suhu kamar dan disimpan pada suhu ini selama 4-
24 jam atau berdasarkan durasi yang diinginkan dimana sampel akan dijaga pada temperature ruang sesuai dengan uji yang diinginkan
kemudian dianalisis.
2.5.7.3 Stabilitas Jangka Panjang Long-Term Stability Waktu penyimpanan pada evaluasi stabilitas jangka panjang
harus melebihi waktu antara pengumpulan sampel pertama kali dan sampel terakhir dianalisis. Stabilitas jangka panjang ditentukan dengan
menyimpan sedikitnya tiga aliquot dari masing-masing konsentrasi rendah dan tinggi pada kondisi yang sama seperti uji sampel.
Konsentrasi dari semua sampel harus dibandingkan dengan rata-rata nilai perolehan kembali yang sesuai dengan konsentrasi standar dari hari
pertama uji stabilitas jangka panjang.
2.5.7.4 Stabilitas Larutan Stok Stock Solution Stability Stabilitas larutan stok dari obat dan baku dalam harus dievaluasi
pada suhu ruang selama minimal enam jam. Jika larutan stok dibekukan
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
selama periode tertentu, stabilitas harus terdokumentasi. Setelah tercapainya waktu penyimpanan yang diinginkan, stabilitas harus diuji
dengan membandingkan respon instrument terhadap larutan baru yang telah disiapkan.
2.5.7.5 Stabilitas Post-Preparatif Stabilitas sampel yang diproses, termasuk waktu selama sampel
berada di dalam autosampler harus ditentukan. Stabilitas obat dan baku dalam harus ditetapkan selama waktu analisis untuk ukuran batch dalam
validasi sampel, dengan menentukan konsentrasi berdasarkan kalibrasi standar.
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia, Laboratorium Kimia Obat, Laboratorium Penelitian 1 dan Laboratorium
Penelitian 2 Program Studi Farmasi FKIK Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada Februari 2016 sampai Juni 2016.
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan Etil p-metoksisinamat hasil isolasi, metanol Merck, akuabides
Otsuka, plasma PMI DKI Jakarta
3.2.2 Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dionex UltiMate
®
3000 yang terdiri dari; pompa, autosampler, kolom Acclaim
®
Polar Advantage II C18; 3 µm; 4,6 x 150 mm, detektor DAD Diode Array Detector, program
komputer PC Chormeleon
®
. Spektrofotometer Ultraviolet-Visibel Hitachi U-2910, vortex, sentrifugator Eppendorf Centrifuge 5417R dengan tabung
sentrifugasi, syringe filter Sartorius, RC 0,45 µm, pompa vakum Welch
®
, timbangan analitik AND-6H202, Suntikan Terumo, mikropipet Rainin,
tabung vacutainer, lemari pendingin, dan sonikator Elmasonic 5, alat-alat gelas.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Pembuatan Larutan Induk EPMS Konsentrasi 1000 µgmL Ditimbang sebanyak 50,5 mg EPMS. Dilarutkan ke dalam metanol
hingga volume akhir 50 mL sehingga diperoleh konsentrasi 1010 µgmL. Konsentrasi 1010 µgmL digunakan sebagai larutan induk.
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.2 Pembuatan Fase Gerak Berbagai perbandingan komposisi fase gerak dibuat dengan
mencampurkan metanol dan akuabides. Fase gerak yang telah dibuat kemudian disaring menggunakan vakum dan filter 0,45 µm. Gas yang terdapat
di dalam larutan dihilangkan menggunakan sistem penghilang gas degasser. Perbandingan komposisi fase gerak dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Komposisi Fase Gerak
No. Metanol
Akuabides 1
100 -
2 80
20 3
70 30
4 60
40 3.3.3 Tahapan Optimasi
3.3.3.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum untuk Analisis Larutan induk EPMS diencerkan hingga diperoleh konsentrasi
5,05 µgmL dengan metanol. Masing-masing larutan tersebut diukur nilai serapannya pada panjang gelombang 200-400 nm menggunakan.
Spektrofotometri UV-Visibel,
ditentukan panjang
gelombang maksimumnya.
3.3.3.2 Pemilihan Komposisi Fase Gerak Larutan induk EPMS diencerkan hingga konsentrasi 10,1 µgmL
dengan metanol. Kemudian diinjeksikan sebanyak 20 µL pada komposisi fase gerak metanol-akuabides pada perbandingan tertentu dengan
kecepatan laju alir 1,0 mLmenit. Kemudian dideteksi pada panjang gelombang terpilih. Dicatat waktu retensi, luas puncak, dihitung jumlah
plat teoritis, HETP Height Equivalent Theoritical Plate, dan asimetrisitas.
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.3.3 Uji Kesesuaian Sistem Larutan EPMS dengan konsentrasi 10,1 µgmL diinjeksikan
sebanyak 20 µL ke alat KCKT dengan kondisi analisis terpilih, diulangi sebanyak lima kali. Kemudian dihitung jumlah plat teoritis, HETP
Height Equivalent Theoritical Plate, asimetrisitas dan RSD Relative Standard Deviation.
3.3.3.4 Penetapan Metode Ekstraksi Polson, 2002 Kedalam tabung sentrifus dimasukkan 0,5 ml plasma dan
dicampur metanol dengan perbandingan 1:1 dan 1:4. Kemudian dikocok dengan vortex selama 20 detik. Setelah itu, disentrifugasi pada 3000 rpm
selama 10 menit. Lalu supernatan diambil dan disaring menggunakan syringe filter 0,45 µm. Kemudian diinjeksikan supernatan sebanyak 20
µL ke alat KCKT. Kemudian dianalisis kromatogram dari masing- masing perbandingan untuk mengetahui kondisi kromatogram blanko
plasma. Setelah itu, dibuat larutan dalam plasma yang mengandung
larutan EPMS dengan konsentrasi 10,1 µgmL. Kemudian diambil sebanyak 0,5 mL dari larutan tersebut, diekstraksi menggunakan metanol
dalam plasma dengan perbandingan 1:1 dan 1:4. Sebanyak 20 µL diinjeksikan ke alat KCKT kemudian dicatat waktu retensi dan luas
puncak, asimetrisitas dan resolsinya.
3.3.4 Validasi Metode Analisis EPMS dalam Plasma
3.3.4.1 Pengukuran Limit Kuantitasi Terendah LLOQ Larutan EPMS dalam plasma dengan konsentrasi 5,05; 10,1;
15,15; 20,2; 25,25; 40,4 µgmL disiapkan. Setelah itu dipreparasi sesuai prosedur. Kemudian sebanyak 20 µL dari masing-masing larutan
tersebut disuntikkan ke alat KCKT pada kondisi analisis terpilih. Setelah itu dianalisis regresi perbandingan luas puncak terhadap konsentrasi
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
EPMS dalam plasma dari masing-masing konsentrasi dan dibuat kurva kalibrasinya. Dari data pengukuran kemudian dihitung nilai LOQ.
Setelah nilai batas kuantitasi LOQ diperoleh, nilai LLOQ diperoleh dari konsentrasi setengah atau seperempat nilai LOQ.
3.3.4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linearitas dalam Plasma In Vitro
Dibuat larutan blangko plasma dan 7 sampel yaitu larutan EPMS dengan konsentrasi 2,02; 5,05; 10,1; 15,15; 20,2; 25,25; 40,4 µgmL
dimana dalam rentang konsentrasi tersebut terdapat LLOQ didalamnya, Kemudian dipreprasi sesuai prosedur. Lalu supernatan masing-masing
sebanyak 20 µL diinjeksikan ke alat KCKT pada kondisi analisis terpilih. Setelah itu dianalisis regresi perbandingan luas puncak terhadap
konsentrasi EPMS dalam plasma dari masing-masing konsentrasi dan dibuat kurva kalibrasi dengan persamaan garis regresi linier y=a + bx.
Dihitung koefesien korelasi r dari kurva tersebut. Kemudian dihitung LOQ limit batas kuantitasi dan LOD limit batas deteksi.
LOQ limit batas kuantitasi dihitung melalui persamaan garis regresi linier dari kurva kalibrasi, dengan rumus :
LOQ =
�
�
Sedangkan nilai batas deteksi LOD diperoleh dengan rumus : LOD =
3
�
�
Dimana Syx adalah simpangan baku residual, b adalah slope dari persamaan regresi.
3.3.4.3 Uji Selektivitas Sebanyak 20 µL supernatan sampel plasma hasil deproteinasi
yang mengandung EPMS pada konsentrasi LLOQ 2,02 µgmL disuntikkan kedalam instrument KCKT dengan kondisi terpilih, yang
diulang sebanyak 6 kali menggunakan enam plasma dari sumber yang
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berbeda. Kemudian dihitung nilai KV Koefesien Variasi dengan nilai 20 dan akurasinya diff dengan nilai + 20.
3.3.4.4 Uji Akurasi Dibuat larutan EPMS dengan 3 kosentrasi. Konsentrasi rendah 3
kali LLOQ yaitu 6,06 µgmL; konsentrasi sedang yaitu 18,18 µgmL dan konsentrasi tinggi yaitu 30,3 µgmL bedasarkan kurva kalibrasi.
Setelah itu dipreparasi sesuai prosedur. Supernatan sebanyak 20 µL diinjeksikan ke alat KCKT dengan kondisi terpilih, yang diulangi
sebanyak 3 kali. Kemudian dihitung presentase akurasi diff dan perolehan kembali recovery dari masing-masing konsentrasi larutan
tersebut. Nilai rata-rata diff disyaratkan + 15 dari nilai sebenarnya. Sedangkan
nilai perolehan
kembali dihitung
dengan cara
membandingkan konsentrasi EPMS dalam darah yang diperoleh dari hasil ekstraksi dengan konsentrasi EPMS yang sebenarnya dikalikan
dengan 100. Perolehan kembali tidak harus 100, tetapi tingkat perolehan kembali analit dan baku dalam harus konsisten, presisi, dan
reprodusibel.
3.3.4.5 Uji Presisi Dibuat larutan EPMS dengan 3 kosentrasi. Konsentrasi rendah 3
kali LLOQ yaitu 6,06 µgmL; konsentrasi sedang yaitu 18,18 µgmL dan konsentrasi tinggi yaitu 30,3 µgmL bedasarkan kurva kalibrasi.
Setelah itu dipreparasi sesuai prosedur. Supernatan sebanyak 20 µL diinjeksikan ke alat KCKT dengan kondisi terpilih, yang diulangi
sebanyak 3 kali. Dilakukan pengukuran selama 2 hari berturut-turut, kemudian dihitung persentase koefesien variasinya atau KV pada
masing-masing konsentrasi dengan nilai 15.
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penetapan Panjang Gelombang Analisis Pada penelitian ini, pemilihan panjang gelombang analisis dilakukan
menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis. Senyawa aktif EPMS pada konsentrasi 5,05 µgmL diukur pada panjang gelombang 200 hingga 400 nm,
dimana senyawa EPMS memiliki gugus kromofor di dalam molekulnya sehingga dapat diperoleh spektrum serapannya. Spektrum serapan yang dihasilkan
menunjukkan bahwa EPMS berada panjang gelombang sinar UV yaitu 308 nm. Sehingga didapatkan panjang gelombang maksimum untuk analisis yaitu 308 nm.
Hal ini sesuai dengan literatur, dimana analisis EPMS dideteksi pada panjang gelombang 308 nm Salkar,2014. Pemilihan panjang gelombang analisis ini
berguna untuk meningkatkan selektivitas dan sensitifitas analisis dari sampel yang digunakan. Data spektrum serapan senyawa zat aktif EPMS dapat dilihat pada
Gambar 4.1 dibawah ini.
Gambar 4.1 Spektrum serapan panjang gelombang maksimum EPMS konsentrasi 5,05 µgmL
pada spektrofotometer UV-Vis