Analisis Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Di Provinsi Lampung

ABSTRACT

The Effect of Balance Funds to Inter-Regional Development Imbalanced in
Lampung Province

By
Halimah

The differences in growth rate in every area can leads to development of interregional inequality from one area to another. The government intervention in this case
is make a policy of regional autonomy that is expected to reduce the disparities
among the areas. One of the implementation is fiscal decentralization, that is the
transfer of funds to local governments which called equalization funds and sourced
from The State Budget.
This study aims to look at the effect of fiscal decentralization on the inequality of
development in Lampung Province. The analysis focused on fiscal decentralization in
form on balancing funds that is general allocation funds, specific allocation funds,
and profit sharing funds to the inequality index measured by entropy theil index. This
used secondary data which compiled by a panel composed of 10 districts/cities in
Lampung Province from 2003 to 2012. This analysis used a multiple regression
approached by OLS with fixed effect model.
The results showed that the specific allocation funds has a positive and significant

impact on inequality index of Lampung Province, while the general allocation funds
and profit sharing funds have a negative and significant impact on inequality in
Lampung Province.
Key word: imbalanced, specific allocation funds, general allocation funds, profit
sharing funds, entropi theil index, fixed effect model.

ABSTRAK

Analisis Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap Ketimpangan Pembangunan
Antar Daerah di Provinsi Lampung

Oleh
Halimah

Adanya perbedaan dalam laju pertumbuhan antar daerah menyebabkan ketimpangan
pembangunan antar daerah yang satu dan daerah yang lain. Ketimpangan ini akan
terus terjadi apabila tidak adanya kebijakan dari pemerintah. Campur tangan
pemerintah dalam masalah ini salah satunya dengan kebijakan otonomi daerah yang
diharapkan dapat mengurangi disparitas antar daerah. Salah satu pelaksanaan otonomi
daerah adalah desentralisasi fiskal, yaitu pemberian dana transfer kepada pemerintah

daerah yang disebut dengan dana perimbangan yang bersumber dari APBN.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh desentralisasi fiskal terhadap
ketimpangan pembangunan di Provinsi Lampung. Analisis desentralisasi fiskal
difokuskan pada dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah yang berupa dana
perimbangan yaitu dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil
terhadap indeks ketimpangan pembangunan yang diukur dengan menggunakan
indeks entropi theil. Data yang digunakan adalah data sekunder yang disusun secara
panel yang tersusun atas 10 kabupaten/ kota di Provinsi Lampung dari tahun 2003
hingga tahun 2012. Alat analisis yang digunakan adalah regresi berganda metode
OLS dengan pendekatan Fixed Effect Model.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dana alokasi khusus mempunyai pengaruh
positif dan signifikan terhadap Indeks ketimpangan di Provinsi Lampung, sedangkan
dana alokasi umum dan dana bagi hasil mempunyai pengaruh negatif dan signifikan
terhadap indeks ketimpangan yang terjadi di provinsi Lampung.
Kata Kunci : Ketimpangan, Dana alokasi khusus, dana alokasi umum, dana bagi
hasil, indeks entropi theil, fixed effect model.

ANALISIS PENGARUH DANA PERIMBANGAN TERHADAP
KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTAR DAERAH DI
PROVINSI LAMPUNG


Oleh
Halimah

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA EKONOMI
Pada
Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultyas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015

ANALISIS PENGARUH DANA PERIMBANGAN TERHADAP
KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTAR DAERAH
DI PROVINSI LAMPUNG

(Skripsi)


Oleh
HALIMAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2015

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

Diagram 1. Kerangka Pikir …………………………………………

12

Diagram 2. Uji Normalitas ………………………………………....


55

iv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran
1. Perkembangan DAU, DAK, DBH, dan indeks entropi theil Kabupaten/Kota di
Provinsi Lampung Tahun 2003-2012 (juta rupiah)
2. Pooled Least Square
3. Fixed Effect Model
4. Random Effect Model
5. Chi Square
6. Uji NOrmalitas
7. Uji Multikolinearitas
8. Uji Heterokedastisitas
9. Uji Autokorelasi

v


DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1

Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung Periode 2003-2012………..

6

2

PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Kabupaten/kota
di Provinsi Lampung (juta rupiah)……………………………………...

7


3

Nilai indeks entropi theil di Provinsi Lampung dari tahun 2003-2012...

50

4

Hasil Pooled Least Square……………………………………………...

51

5

Hasil Fixxed Effect Model ……………………………………………..

51

6


Hasil Random Effect Model ……………………………………………

51

7

Uji Chi Square………………………………………………………….

54

8

Uji multikolinearitas ……………………………………………………

56

9

Uji Heterokedastisitas ………………………………………………….


57

iii

MOTTO

“Rencanaku belum tentu rencanaMu, rancanganku belum tentu rancanganMu”

“Blood makes you related, loyalty makes you family”

(Halimah)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada Allah Sswt yang maha Pengasih dan Penyayang, dengan segenap
rasa syukur kupersembahkan karya ini kepada:

Kedua orang tua yang selalu memberikan doa di setiap langkahku.
Serta sahabat-sahabatku yang memberikan perhatian dan semangat untukku.
Almamater tercinta jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Lampung

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung tanggal 28 Juli 1989 dan merupakan anak
ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Drs. Achmad Balia dan dr. Aida
Arsyad. Pendidikan pertama penulis adalah Sekolah Dasar Al-Azhar Bandar
Lampung, lulus pada tahun 2001. Kemudian melanjutkan ke tingkat Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Bandar Lampung, dan lulus pada tahun 2004,
yang kemudian dilanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 3 Bandar
Lampung, dan lulus pada tahun 2007.

Pada Tahun 2007, penulis diterima menjadi mahasiswi Jurusan Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung melalui jalur
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Pada tahun 2009 penulis mengikuti Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Bank
Mandiri dan OCBC NISP sebagai mata kuliah pengganti KKN.

SANWACANA


Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Analisis Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap Ketimpangan Antar Daerah di
Provinsi Lampung“ sebagai salah satu syarat dalam mendapatkan gelas Sarjana
Ekonomi pada jurusan Ekonomi Pembangunan fakultas ekonomi dan bisnis di
Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua
pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses
penyelesaian skripsi ini. Secara khusus, penulis ucapkan terima kasih kepada:
1.

Bapak Prof. Dr. H. Satria Bangsawan, S.E., M.Si. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

2.

Bapak Muhammad Husaini, S. E., M. Si. selaku Ketua Jurusan Ekonomi
Pembangunan.

3.

Bapak M.A. Irsan Dalimunthe, S. E.,M.Si., selaku dosen pembimbing.

4.

Ibu Nurbetty Herlina Sitorus, S. E., M. Si., selaku dosen penguji utama.

5.

Ibu Lies Maria Hamzah, S. E., M. E. selaku dosen Pembimbing Akademik.

6.

Bapak dan Ibu Dosen Ekonomi Pembangunan Universitas Lampung.

7.

Seluruh Staff dan Karyawan Ekonomi Pembangunan.

8.

Seluruh staff dan karyawan BPS Provinsi Lampung

9.

Ayah, Ibu , kakak-kakak, dan adik-adik tercinta.

10.

Teman-teman mahasiswa Ekonomi Pembangunan angkatan 2007 Helen,
Ratna, Fenny, Izha, Eldo, Desita, Reniza, Made, Mei, Lutfan, Yulia, Yudha,
Najib, dan teman-teman angkatan 2007 yang tidak sempat saya sebutkan.

11.

Sahabat-sahabatku : MI, DKP, GSS, HK. There’s no words can describe
how lucky i am to have you all around. Terima kasih telah mendukung di
segala keputusan, telah membuka mata dan pikiran, dan untuk selalu ada di
setiap keadaan. Terima kasih telah bijak dan objektif karena esensi
diciptakannya dua mata, dua telinga dan satu mulut adalah untuk melihat
dan mendengar lebih banyak dibandingkan berbicara.

12.

Serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah
memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis.

Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah
diberikan, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Bandar Lampung,
Penulis,

Halimah

Februari 2015

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan data, penulis memperoleh
kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian mengenai Analisis Pengaruh
Dana Perimbangan terhadap Ketimpangan Pembangunan di Propinsi
Lampung Tahun 2003-2012 sebagai berikut :
1. Terjadinya ketimpangan pembangunan antar Kabupaten/Kota di Provinsi
Lampung dapat dilihat dari nilai indeks ketimpangan entropi theil yang
beragam, dengan nilai minimum sebesar 0.38 dan nilai maksimum sebesar
1.82.
2. Daerah yang mengalami ketimpangan terbesar yaitu Kota Bandar
Lampung dengan nilai rata-rata ketimpangan sebesar 1.68. Sedangkan
daerah yang mengalami ketimpangan terkecil yaitu Kabupaten Lampung
Selatan sebesar 0.77.
3. Dana perimbangan yang berupa dana alokasi khusus memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap ketimpangan yang terjadi, sedangkan dana
alokasi umum, dan dana bagi hasil memiliki pengaruh negatif dan
signifikan terhadap indeks ketimpangan yang terjadi di Provinsi Lampung.

5.2 Saran
1. Diperlukan perhatian lebih pemerintah dalam pembangunan di masingmasing wilayah. Pembangunan tersebut tidak hanya ditujukan dalam hal
pembangunan fisik tetapi mencakup pula pembangunan sumber daya
manusia. Kualitas sumber daya masyarakat memiliki pengaruh positif
terhadap perkembangan suatu daerah, sehingga mencipatakan kualitas
sumber daya masyarakat yang unggul serta berdaya saing. Dengan adanya
sinergitas antara pembangunan fisik dan sumber daya masyarakat maka
laju ketimpangan pembangunan di suatu daerah dapat ditekan.

68

Daftar pustaka
Arsyad, Lincoln. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi
Daerah. Edisi Pertama. BPFE. Yogyakarta.
Arsyad, Lincoln. 2010. Ekonomi Pembangunan. Edisi Kelima. UPP STIM YKPN.
Yogyakarta.
Basry, Faisal. 2002. Perekonomian Indonesia. Erlagga. Jakarta.
Budi Santosa. 2013. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan
Daerah Terhadap PErtumbuhan Pengangguran dan Kemiskinan 33 Provinsi di
Indonesia. Jurnal Keuangan dan Bisnis vol.5 No.2.
Djojohadikusumo, S. 1994. Perkembangan Pmikiran Ekonomi: Dasar Teori
Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. LP3ES. Jakarta.
Ebel, Robert D dan Seidar Yilmaz. 2002. Concept of Fiscal Decentralization and
World wide Overview. World Bank Institute. Available:
http://www.worldbank.org
Jhingan, M. L. 2000. Kebutuhan Daerah Dalam Rangka Desentralisasi dan
Otonomi Daerah. Wacana Alumni LPEM-FEUI, Vol III No. 5, Juni 2002
Jhingan, M. L. 2003. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan . PT. Raja
Grafindo Perkasa. Jakarta
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi Dan Pembangunan Daerah: Reformasi,
Perencanaan, Strategi dan Peluang. Erlangga. Jakarta.
Kuncoro, Mudrajad. 2006. Ekonomika Pembangunan Teori, Masalah dan
Kebijakan. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.
Mangkoesoebroto, Guritno. 1998. Kebijakan Ekonomi Publik di Indonesia:
Substansi dan Urgensi. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
Mydral, G. 1957. Economic Theory and Underdeveloped Regions. Duckworth.
London.
Mopangga, Herwin. 2011. Analisis Ketimpangan Pembangunan dan
Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo. Trikonomika vol 10 No.1

Nazara, S. 2010. Pemerataan Antardaerah sebagai Tantangan Utama
Transformasi Struktural Pembangunan Ekonomi Indonesia Masa Depan. Pidato
Pengukuhan Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Ekonomi. Universitas Indonesia.
Todaro, Michael P., 2000, Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Terjemahan
Haris munandar. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Pose et all. (2007). Fiscal Decentralization, Efficiency and Growth. Department
Of Geography and Environmental, London School of Economics.
Avaliable:http://www.iza.org
Republik Indonesia. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
daerah.
Republik Indonesia. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah.
Sasana, Hadi. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan (Studi Kasus di Kabupaten Banyumas, Jawa Barat).
Sidik, Machfud, dan Robert Simanjuntak. 2002. Dana Alokasi Umum-konsep,
Hambatan, dan prospek di Era Otonomi Daerah. Kompas. Jakarta.
Simanjuntak, Robert. 2001. DAU dan Pemerataan Kemampuan Fiskal. Kompas.
Jakarta.
Sukirno, S. 2007. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar
Kebijakan. Kencana. Jakarta.
Sukirno, S. 2004. Makroekonomi Teori Pengantar. PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Sjafrizal. 1997. “Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah
Indonesia Bagian Barat,” Prisma. No. 3, 27-38
Sjafrizal. 2012. Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Tambunan, Tulus T.H, Dr. 2001. Perekonomian Indonesia: Teori dan Temuan
Empiris. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Slinko, Irina. 2002. Fiscal Decentralization on The Budget Revenue Inequality
among Municipalities and Growth Russian Regions. Available:
http://www.econpapers.repec.org
Tarigan, Robinson. 2005. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. PT. Bumi
Aksara. Jakarta.
Tarigan, R. 2007. Ekonomi Regional, Teori, dan Aplikasi. Bumi Aksara. Jakarta.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ......................................................................................................
DAFTAR TABEL ...............................................................................................
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................

i
iii
iv
v

I.

Pendahuluan………………………………………………………..
1.1 Latar Belakang …………………………………………………
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian……………………………….
1.4 Kerangka Pemikiran…………………………………………….
1.5 Hipotesis Penelitian……………………………………………..
1.6 Sistematika Penulisan ………………………………………….

1
1
8
8
9
12
13

II.

Tinjauan Pustaka……………………………………………………
2.1 Tinjauan Teoritis ………………………………………………
A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi…………………
B. Ketimpangan Antar Daerah………………………………...
- Teori Pusat Pertumbuhan………………………………
- Model Kumulatif Kausatif……………………………..
- Teori Neo Klasik………………………………………..
C. Desentralisasi Fiskal………………………………….…….
D. Dana Perimbangan…………………………………….……
- Dana Alokasi Umum (DAU)……………………..…….
- Dana Alokasi Khusus (DAK)………………………….
- Dana Bagi Hasil (DBH)………………………………...
2.2 Penelitian Terdahulu.……………………………………………

14
14
14
16
17
19
20
24
30
31
33
35
36

III.

Metodologi Penelitian……………………………………………...
3.1 Jenis dan Sumber Data…………………………………………
3.2 Metode Analisis data…………………………………………..
3.3 Estimasi Regresi Data Panel……………………………………
A. Pooled Least Square……………………………………….
B. Fixed Effect Model ………………………………………..
C. Randm Effect Model ……………………………………...

38
38
38
40
40
41
41

i

3.4 Pemilihan Teknik Estimasi Regresi Data Panel……………….
A. Uji Chow ………………………………………………….
B. Uji Hausman ………………………………………………
3.5 Proses dan Identifikasi Model …………………………………
A. Uji Asumsi Klasik…………….…………………..………
- Uji Normalitas …………………………….…..…… …
- Uji Autokorelasi ………………………..……………..
- Uji Multikolinearitas …………………………………..
- Uji Heterokedastisitas …………………………………
3.6 Uji Hipotesis……………………………………………………
A. Uji Parsial (uji t statistik)…………………………………..
B. Uji Keseluruhan / simultan (Uji-F)…………………………

42
42
43
45
45
45
46
46
47
48
48
49

IV.

Hasil dan Pembahasan……………………………………………..
4.1 Analisis Indeks Entropi Theil …………………………………
4.2 Estimasi Model Data Panel ……………………………………
A. Pooled Least Square ……………………………………….
B. Fixed Effect Model ………………………………………..
C. Random Effect Model ……………………………………..
D. Uji Chow …………………………………………………..
E. Uji Hausman ……………………………………………….
4.3 Uji Asumsi Klasik ……………………………………………..
A. Uji Normalitas ……………………………………………..
B. Uji Multikolinearitas ……………………………………….
C. Uji Heterokedastisitas………………………………………
D. Uji Autokorelasi ……………………………………………
4.4 Pengujian Hipotesis ……………………………………………
A. Uji t dan Interpretasi Hasil Analisis…………………………
B. Uji F dan Interpretasi Hasil Analisis ……………………….
C. Uji Koefisien Determinasi dan Interpretasi Hasil Analisis ...

50
50
51
51
51
51
52
54
55
55
56
56
57
57
57
58
59

V.

Kesimpulan dan Saran………………………………………………
5.1 Kesimpulan …………………………………………………….
5.2 Saran ……………………………………………………………

67
67
68

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN- LAMPIRAN

ii

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang pada
hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah
dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola
kemitraan antara pemerintahan daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan
lapangan kerja dan merangsang pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut
(arsyad, 1999).
Pembangunan ekonomi merupakan proses mengurangi kemiskinan, menciptakan
pertumbuhan setinggi-tingginya, dan mengurangi ketimpangan distibusi
pendapatan. Jika hasil dari pembangunan dapat dinikmati secara adil dan merata
oleh seluruh masyarakat, maka masalah ketimpangan pembangunan tidak akan
muncul.
Keberhasilan suatu pembangunan dapat dilihat dari berbagai aspek, antara lain
aspek sosial budaya, hukum, pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan,
serta pengentasan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator
keberhasilan pembangunan yang umum karena dapat diukur secara kuantitatif dan
digunakan sebagai pendorong aspek pembangunan lainnya. Jika pertumbuhan

berlangsung secara efektif dan berkelanjutan, maka daerah-daerah lain akan
terpacu untuk tumbuh dan berkembang (Mopangga, 2011).
Dalam perjalanannya, pembangunan ekonomi seringkali tidak merata dan
menimbulkan ketimpangan daerah. Adanya perbedaan tingkat pembangunan di
berbagai daerah dapat disebabkan karena adanya perbedaan potensi yang dimiiki
oleh masing-masing daerah, diantaranya latar belakang geografis, potensi sumber
daya, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, infrastruktur, dan
sebagainya. Perbedaan potensi tersebut menyebabkan ketimpangan antar daerah
yang satu dan daerah yang lain. Apalagi potensi tersebut belum dikelola secara
optimal sehingga nampak perbedaan yang jelas. Perbedaan tingkat pembangunan
ini membawa dampak perbedaan tingkat kesejahteraan antar daerah yang pada
akhirnya menyebabkan ketimpangan regional antar daerah semakin besar. Ada
daerah yang mencapai pertumbuhan yang cepat, sementara beberapa daerah lain
mengalami pertumbuhan yang lambat.

Hasil studi Kuncoro (2004) menyimpulkan adanya perbedaan dalam laju
pertumbuhan antar daerah disebabkan beberapa faktor diantaranya kecenderungan
para investor memilih daerah perkotaan atau daerah yang memiliki fasilitas
lengkap seperti jaringan telekomunikasi, infrastruktur, perbankan, juga tenaga
kerja yang terampil, disamping itu adanya ketimpangan distribusi pembagian
pendapatan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Ketimpangan antar daerah akan terus terjadi bahkan meningkat apabila tidak
adanya implikasi atau kebijakan dari pemerintah dalam menurunkan ketimpangan
2

tersebut, baik dari sisi fiskal maupun distribusi pendapatan. Menurut Nazara
(2010) disparitas antar daerah adalah masalah struktural di perekonomian
Indonesia. Dalam hal ini, disinilah diperlukan campur tangan pemerintah dalam
untuk memecahkan permasalahan struktural perekonomian, salah satunya adalah
dengan merrancang kebijakan otonomi daerah yang diharapkan dapat mengurangi
disparitas antar daerah di Indonesia.

Kebijakan otonomi daerah yang mulai dilaksanakan efektif pada 1 januari 2001
sesuai dengan terbitnya UU no.22 Tahun 1999 tentang penmberian kewenangan
kepada pemerintah daerah, dipandang sangat demokratis karena mengatur asas
desentralisasi, dekonsentrasi, serta tugas pembantuan yang dilaksanakan secara
bersama-sama. Dengan adanya otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah
dapat menyelesaikan permasalahannya dalam mengelola potensi sumber daya
yang dimiliki daerahnya sehingga bearada dalam posisi yang lebih baik, serta
dapat membuat kebijakan pembangunan yang sesuai dengan harapan daerah
tersebut.

Otonomi daerah tidak hanya berhenti pada pembagian dana pembangunan yang
relatif adil antara pemerintah pusat dan yang diwujudkan dalam bentuk dana
perimbangan (balancing fund), tetapi keberhasilan otonomi daerah juga diukur
dari seberapa besar porsi sumbangan masyarakat lokal terhadap pertumbuhan
ekonomi daerah dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Oleh sebab itu,
implementasi otonomi daerah tidak hanya tanggung jawab penyelenggara
pemerintah daerah, yakni Bupati atau Walikota serta perangkat daerah lainnya,
tetapi juga seluruh masyarakat lokal di tiap-tiap daerah (Saragih, 2003).
3

Salah satu pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya desentralisasi fiskal, yaitu
pemberian dana transfer kepada pemerintah daerah yang disebut dengan dana
perimbangan. Dana Perimbangan merupakan pendanaan daerah yang bersumber
dari APBN yang terdiri atas Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus
(DAK), serta Dana Bagi Hasil (DBH). Dana tersebut harus dapat dimanfaatkan
secara maksimal dan terarah sesuai dengan kebutuhan daerah. Dana Perimbangan
selain dimaksudkan untuk membantu daerah untuk mendanai kewenangannya
dalam meningkatkan pembangunan , juga bertujuan untuk mengurangi
ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara Pusat dan Daerah serta
untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antar daerah. Tujuan dari
kebijakan desentralisasi fiskal yaitu tercapainya suatu keseimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah dalam bentuk dana perimbangan.

Dalam pelaksanaan desentralisasi, pemerintah daerah tentu tidak hanya
bergantung kepada transfer dana dari pusat melalui dana perimbangan. Di era
otonomi, daerah mempunyai kesempatan atau keleluasaan untuk menggali
sumber-sumber pendapatan sendiri. Saat otonomi mulai dilaksanakan, muncul
sebuah harapan yaitu daerah menjadi semakin mandiri di dalam pelaksanaan
pemerintahan maupun perimbangan daerahnya masing-masing. Hal ini
dikarenakan daerah diberi kebebasan untuk mengelola dan mengatur daerahnya
sendiri yang berdasarkan azas Money follow function, daerah juga diberi sumbersumber pembiayaan dimana kewenangan tersebut sebelumnya berada dipusat
pada era sebelumnya.

4

Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi, yaitu
terletak pada kemampuan daerah untuk mengurus rumah angganya sendiri dengan
mengandalkan kemampuan keuangan daerahnya senidiri. Berkaitan dengan hal
tersebut, strategi alokasi belanja daerah memainkan peran yang tidak kalah
penting guna meningkatkan penerimaan daerah, semakin banyak pendapatan yang
dihasilkan oleh daerah, baik dari dana perimbangan maupun pendapatan asli
daerah, daerah akan mampu melaksanakan pembangunan di daerahnya masingmasing.
Permasalahan yang terjadi dalam pemerintahan daerah saat ini adalah peningkatan
pendapatan tidak selalu diikuti dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi dan
pada akhirnya tidak diikuti oleh penurunan pengangguran, penurunan kemiskinan,
dan ketimpangan antar daerah. Peningkatan pendapatan seharusnya menghasilkan
kinerja pembangunan daerah yang semakin baik, yang diukur dari pertumbuhan
ekonomi.
Provinsi Lampung merupakan provinsi yang terdiri dari 12 kabupaten dan 2 kota
yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Pertumbuhan ekonomi
di Provinsi Lampung dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi, rata-rata laju
pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung selama periode 2003-2012 sebesar 5,5
persen. Tahun 2012 laju pertumbuhan Provinsi Lampung tertinggi selama periode
2003-2012, yaitu sebesar 6,48 persen, atau mengalami kenaikan dari tahun 2011
sebesar 0,09 persen.

5

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung Periode 2003-2012.
Pertumbuhan Ekonomi
Tahun
(%)
2003
5,07
2004
4,02
2005
4,93
2006
4,98
2007
5,94
2008
5,35
2009
5,26
2010
5,85
2011
6,39
2012
6,48
Sumber: Badan Pusat Statistik (LDA 2001-2012)

Tetapi provinsi Lampung juga tidak lepas dari ketimpangan. Hal ini terlihat pada
PDRB kabupaten dan kota di Provinsi Lampung yang sangat berbeda. Ada
beberapa wilayah yang tingkat perkembangan PDRB yang relatif cukup tinggi,
dan ada beberapa wilayah di kabupaten yang memiliki tingkat perkembangan
PDRB yang cukup rendah. Contohnya adalah kabupaten Lampung Tengah pada
tahun 2012 yang mempunyai PDRB yang cukup tingggi dikarenakan banyaknya
kegiatan di bidang perekonomian, sedangkan untuk kabupaten seperti Lampung
Barat memiliki PDRB yang rendah dikarenakan tingkat kegiatan produksi dan
perekonomian masih rendah. Keadaan ini dari tahun 2009-2012 terus mengalami
perbedaan yang sangat jauh. Jika ini masih terus berlanjut, maka tingkat
ketimpangan akan semakin jauh dan pemerataan pembangunan tidak akan merata
ke seluruh wilayah Provinsi Lampung.

6

Tabel 2. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Kabupaten/kota di Provinsi
Lampung (juta rupiah)
Kab/kota
2009
2010
2011
2012
1,427,754 1,509,472 1,578,014 1,682,894
Lampung barat
2,218,851 2,345,519 2,493,930 2,667,036
Tanggamus
4,114,980 4,350,044 4,612,550 4,906,298
Lampung Selatan
4,119,786 4,328,221 4,195,197 4,811,393
Lampung Timur
5,553,010 5,883,047 6,587,165 7,006,637
Lampung Tengah
3,208,506 3,368,213 3,577,987 3,781,781
Lampung Utara
1,340,230 1,409,576 1,487,011 1,570,458
Way kanan
2,129,602 2,261,365 2,385,679 2,548,776
Tulang Bawang
1,575,815 1,668,928 1,775,910 1,887,427
Pesawaran
1,262,945 1,350,744 1,446,602 1,538,923
Pringsewu
1,064,633 1,127,310 1,199,022 1,277,649
Tulang Bwang Barat
1,180,841 1,250,762 1,327,385 1,405,713
Mesuji
6,151,069 6,540,521 6,967,851 7,423,369
Bandar Lampung
531,202
562,509
598,519
634,245
Metro
35,879,224 38,378,425 40,829,411 43,505,816
Prov. Lampung
Sumber: BPS Lampung

Jika perbedaan tersebut terus berlanjut maka ketimpangan akan semakin besar.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka pemerintah memainkan peran
desentralisasi fiskal tentang distribusi dari daerah kaya ke daerah yang miskin
agar tidak terjadi ketimpangan yang tajam. Kebijakan yg diambil adalah dengan
dana perimbangan. Dana yang diterima di masing-masing daerah cukup besar, dan
masing-masing daerah akan menerima dana perimbangan yang berbeda-beda
tergantung pada kapasitas fiskal. Dengan adanya pemberian dari pusat ini
diharapkan terjadinya pemertaan pembangunan di masing-masing daerah
sehingga dapat mengurangi ketimpangan yang ada.

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa
besar tingkat ketimpangan daerah yang terjadi, serta melihat pengaruh kondisi
7

pemberian transfer pusat kepada pemerintah daerah terhadap ketimpangan yang
terjadi selama kurun waktu 2003-2012.

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan untuk penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh DAK terhadap ketimpangan pembangunan di
Provinsi Lampung?
2. Bagaimana pengaruh DAU terhadap ketimpangan pembangunan di
provinsi Lampung?
3. Bagaimana pengaruh DBH terhadap ketimpangan pembangunan di
Provinsi Lampung?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis pengaruh DAK terhadap ketimpangan ekonomi di
Provinsi Lampung
2. Menganalisis pengaruh DAU terhadap ketimpangan ekonomi di
Provinsi Lampung
3. Menganalisis pengaruh DBH terhadap ketimpangan ekonomi di
Provinsi Lampung

8

Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai
berikut:
1. Penelitian ini diharapkan dapat membuktikan seberapa besar
ketimpangan yang terjadi di provinsi Lampung dan apakah dana
perimbangan memiliki pengaruh terhadap ketimpangan ekonomi
yang terjadi di Provinsi Lampung
2. Sebagai tambahan informasi bagi pemerintah daerah dalam
pembuatan perencanaan dan kebijakan perumusan pengeluaran
pemerintah, dan diharapkan sebagai bahan kajian peneliti-peneliti
lain untuk menulis topik yang sama.

1.4. Kerangka Pemikiran

Pembangunan adalah suatu proses yang melibatkan berbagai perubahanperubahan mendasar dalam struktur sosial, institusi sosial, disamping akselerasi
pertumbuhan ekonomi, serta pemberantasan kemiskinan (Todaro, 2006). Maka
tujuan dari pembangunan itu sendiri adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat. Untuk meningatkan kesejahteraan masyrakat diperlukan pertumbuhan
ekonomi yang meningkat dan distribusi pendapatan yang merata. Pertumbuhan
ekonomi yang cepat yang tidak diimbangi dengan pemerataan akan menimbulkan
ketimpangan wilayah. Ketimpangan wilayah menyangkut ketimpangan secara
ekonomi dan ketimpangan secara sosial. Ketimpangan ekonomi lebih mengacu
pada distribusi pendapatan per kapita daerah yang kurang merata, sedangkan
ketimpangan sosial lebih mengacu pada akibat dari terjadinya ketimpangan
ekonomi.Ketimpangan tersebut terlihat dengan adanya wilayah yang maju dengan
9

wilayah yang kurang maju. Agar ketimpangan tersebut tidak menjadi semakin
lebar maka disinilah peran pemerintah diperlukan.

Dalam mengatasi ketimpangan tersebut, pemerintah mengeluarkan UU tahun
tentang otonomi daerah yang diperbaharui dengan dikeluarkannya UU no. 32
Tahun 2004 dan UU N0. 33 Tahun 2004. Otonomi daerah pada dasarnya
merupakan upaya untuk mewujudkan tercapainya salah satu tujuan negara, yaitu
peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemerataan pelaksanaan
pembangunan dan hasil-hasilnya. Daerah memiliki wewenang membuat kebijakan
daerah untuk memberikan pelayanan, peningkatan peran, serta pemberdayaan
masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Tujuan pemberian otonomi daerah yaitu untuk memungkinkan daerah yang
bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan
(Kuncoro,2004)

Kebijakan tentang otonomi daerah tentunya diiringi dengan adanya asas
desentralisasi. Desentralisasi merupakan proses memberikan otonomi kepada
masyarakat dalam wilayah tertentu. Desentralisasi tersebut tentunya mencakup
penyerahan wewenang dala mengelola keuangan daerahnya sehingga salah satu
konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah yakni adanya kebijakan
desentralisasi fiskal.

Menurut Pose et all (2007), terdapat beberapa literatur yang menyatakan bahwa
desentralisasi fiskal memberikan perubahan yang signifikan terhadap
kesejahteraan dan keuntungan ekonomi. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa
10

pemerintah daerah (dengan asusmsi lebih dekat dengan rakyat) lebih cakap dalam
membuat kebijakan yang menentukan barang publik yang dibutuhkan daerahnya.
Dengan demikian pemerintah daerah menghasilkan fungsi alokasi yang lebih
efisien.
Dalam UU no. 33 Tahun 2004 tentang Peimbangan Keuangan Pusat dan Daerah,
pemerintah daerah tidak akan diberi tanggung jawab yang besar tanpa disertai
pemberian sumber dana yang memadai. Pendekatan ini yang meletakkan
tanggung jawab yang besar kepada pemerintah pusat untuk menjamin agar
pemerintah daerah mendapat sumber-sumber dana yang cukup, baik dari
penyerahan pajak, maupun bantuan pusat dan pinjaman.

Adanya bantuan dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada tingkat
pemerintahan yang lebih rendah merupakan fakta di dalam pemerintahan dengan
sistem multi tingkat. Pemberian bantuan mempunyai beberapa tujuan antara lain
mengatasi masalah eksternalitas antar daerah, mengatasi perbedaan dalam
kemampuan menarik pajak atau ketidakseimbangan fiskal/ketimpangan fiskal,
mencapai redistribusi pendapatan yang lebih merata antar daerah dan mengatasi
inefisiensi sebagai akibat mobilitas tenaga kerja antar daerah. ( Boadway,
W.Robin and Wikdasin, e, David, 1984)

Sejalan dengan upaya memperkuat otonomi daerah, maka bantuan dari
pemerintah pusat sesungguhnya merupakan suatu instrumen yang diharapkan
dapat memacu peningkatan pertumbuhan ekonomi. Karenanya daerah perlu
memiliki keleluasaan dalam menggunakan dana-dana bantuan yang ada sehingga
mempunyai dampak positif terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi dan
11

penurunan ketimpangan pembangunan. Dengan kata lain, adanya keleluasaan
dalam menggunakan subsidi dari pemerintah pusat menyebabkan daerah betulbetul dapat memprioritaskan kegiatan-kegiatan yang bisa mendorong peningkatan
pendapatan daerahnya.
Diagram 1. Kerangka pikir
Pembangunan
Ekonomi

Pertumbuhan
ekonomi

Ketimpangan

Otonomi
daerah

UU no.22 Tahun 1999
UU no.32 Tahun 2004
Local Government
Authority
UU no.25 Tahun 1999
UU no.33 Tahun 2004
Fiscal Decentralization

DAK
DAU
DBH

1.5. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini, yaitu sebagai
berikut, diduga :
12

1. Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif terhadap ketimpangan ekonomi
di Provinsi Lampung.
2. Dana alokasi umum berpengaruh positif terhadap ketimpangan
pembangunan di Provinsi Lampung.
3. Dana Bagi Hasil berpengaruh positif terhadap ketimpangan ekonomi di
Provinsi Lampung.

1.6 Sistematika Penulisan

Bab I

: Pendahuluan mengenai latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pikir,
hipotesis, dan sistematika penulisan.

Bab II

: Tinjauan pustaka berisi penggambaran teori yang melandasi
penelitian ini serta hasil penelitian terdahulu.

Bab III

: Metode penelitian yang meliputi jenis dan sumber data, variable
penelitian, model penelitian

Bab IV

: Hasil perhitungan dan pembahasan.

Bab V

: Kesimpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

13

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder berupa data
tahunan dari periode 2003 – 2012 yang diperoleh dari publikasi data dari Biro
Pusat Statistik, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah atau lainnya. Tetapi
tidak seluruh daerah di Provinsi Lampung yang dapat diamati dikarenakan
keterbatasan data. Selain itu juga digunakan buku-buku bacaan referensi serta
media informasi internet yang dapat menunjang penulisan skripsi ini.

3.2 Metode analisis Data
A. Analisis Indeks enthropi theil
Dengan alat analisis Indeks enthropi Theil akan diketahui ada tidaknya
ketimpangan yang terjadi di provinsi Lampung. Konsep Enthropi Theil dari
distribusi pada dasarnya merupakan aplikasi informasi dalam mengukur
ketimpangan ekonomi dan konsentrasi industri (Kuncoro, 2004). Rumus dari
indeks enthropi Theil adalah sebagai berikut (L.G. Ying, 2000) :

Dimana ;

∑( ⁄ )

I(y)

= indeks entropi Theil

Yj

= PDRB per kapita kabupaten j

[







]

Y

= rata-rata PDRB perkapita Provinsi Lampung

Xj

= jumlah penduduk kabupaten j

X

= jumlah penduduk Provinsi Lampung

Dengan indikator bahwa apabila semakin besar nilai indeks entropi Theil maka
semakin besar ketimpangan yang terjadi sebaliknya apabila semakin kecil nilai
indeks maka semakin merata terjadinya pembangunan.

B. Analisis Menggunakan Metode Data Panel
Metode analisis yang digunakan secara umum untuk menganalisis hubungan atau
pengaruh antara variabel dependen (ketimpangan pembangunan) dengan variabel
independen (DAU,DAK,DBH) serta untuk mengetahui sejauh mana besar dan arah
dari hubungan variabel tersebut digunakan adalah metode kuantitatif. Data ini
berbentuk time series dari tahun 2003 sampai 2012 dan cross section yang terdiri
dari 8 kabupaten dan 2 kota sehingga data yang digunakan adalah pooled data
(data panel).
Data panel merupakan kombinasi dari data time series dan cross section. Dengan
mengakomodasi informasi baik yang terkait dengan variabel-variabel cross section
maupun time series, data panel secara substansial mampu menurunkan masalah
omitted-variables, model yang mengabaikan variabel yang relevan (Wibisono,
2005). Untuk mengatasi interkorelasi di antara variabel-variabel bebas yang pada
akhirnya dapat mengakibatkan tidak tepatnya penaksiran regresi, metode data
panel lebih tepat untuk digunakan (Griffiths, 2001 : 351).

39

Menurut (Gujarati : 2003) keuntungan data panel antara lain:
a. Bila data panel berhubungan dengan individu, perusahaan, negara, daerah
dan lain-lain pada waktu tertentu, maka data tersebut adalah homogen,
sehingga penaksiran dan dapat dipertimbangkan dalam perhitungan.
b. Kombinasi data time series dan cross section akan memberi informasi yang
lebih lengkap, beragam, kurang berkorelasi antar variabel, derajat bebas
lebih besar dan lebih efisien.
c. Studi data panel lebih memuaskan untuk menentukan perubahan dinamis
dibanding dengan studi berulang dari cross section.
d.

Data panel lebih baik mendeteksi dan mengukur efek yang secara
sederhana tidak dapat diukur oleh data time series atau cross section.

e. Data panel membantu studi untuk menganalisis perilaku yang lebih
kompleks, misalnya skala ekonomi dan perubahan teknologi.
f. Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi
individu atau perusahaan karena unit data yang lebih banyak.

3.3

Estimasi Regresi Data Panel

Menurut Nachrowi dan Usman, (2006 : 311) untuk mengestimasi parameter
model dengan data panel, terdapat beberapa teknik antara lain:
A. Pooled Least Square
Pendekatan yang paling sederahan dalam pengolahan data panel adalah dengan
menggunakan metode kuadrat terkecil biasa yang diterpakan dalam data
berbentuk pool, sering disebut pula dengan Pooled Least Square.

40

Kelemahan metode Ordinary Least Square ini adalah ketidaksesuaian model
dengan keadaan yang sesungguhnya. Kondisi ini tiap objek saling berbeda,
bahkan satu objek pada suatu waktu akan sangat berbeda pada kondisi objek
tesebut pada waktu yang lain (Wing Wahyu Winarno 2007:9.14)
B. Model Efek Tetap (Fixed Effect)
Metode efek tetap ini dapat menunjukkan perbedaan antar objek meskipun
dengan koefisien regresor yang sama. Model ini dikenal dengan model regresi
Fixed Effect (efek tetap). Efek tetap ini dimaksudkan adalah bahwa satu objek,
memiliki konstan yang tetap besarnya untuk berbagai periode waktu. Demikian
juga dengan koefisien regresinya, tetap besarnya dari waktu ke waktu (time
invariant).
Keuntungan metode efek tetap ini adalah dapat membedakan efek individual
dan efek waktu dan tidak perlu mengasumsikan bahwa komponen eror tidak
berkorelasi dengan variabel bebas yang mungkin sulit dipenuhi. Dan
kelemahan metode efek tetap ini adalah ketidaksesuaian model dengan keadaan
yang sesungguhnya. Kondisi tiap objek saling berbeda, bahkan satu objek pada
suatu waktu akan sangat berbeda dengan kondisi objek tersebut pada waktu
yang lain.
C. Model Efek Random (Random Effect)
Keputusan untuk memasukkan variabel boneka dalam model efek tetap (fixed
effect) tak dapat dipungkiri akan dapat menimbulkan konsekuensi (trade off).
Penambahan variabel boneka ini akan dapat mengurangi banyaknya derajat
kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi
dari parameter yang diestimasi. Model panel data yang di dalamnya melibatkan
41

korelasi antar error term karena berubahnya waktu karena berbedanya
observasi dapat diatasi dengan pendekatan model komponen eror (error
component model) atau disebut juga model efek acak (random effect).
Metode ini digunakan untuk mengatasi kelemahan metode efek tetap yang
menggunakan variabel semu, sehingga model mengalami ketidakpastian.
Tanpa menggunakan variabel semu, metode efek random menggunakan
residual, yang diduga memiliki hubungan antar waktu dan antar objek. Syarat
untuk menganalisis efek random yaitu objek data silang harus lebih besar
daripada banyaknya koefisien (Wing Wahyu Winarno, 2007).

3.4

Pemilihan Teknik Estimasi Regresi Data Panel

Ada 2 tahap dalam memilih metode dalam data panel. Pertama, membandingkan
PLS dengan FEM terlebih dahulu. Kemudian dilakukan uji F-test. Jika hasil
menunjukkan model PLS yang diterima, maka model PLS lah yang akan
dianalisa. Tapi jika model FEM yang diterima, maka tahap kedua dijalankan,
yakni melakukan perbandingan lagi dengan model REM. Setelah itu dilakukan
pengujian dengan Hausman test untuk menentukan metode mana yang akan
dipakai, apakah FEM atau REM.
A. Uji Chow
Uji ini dilakukan untuk mengetahui model Pooled Least Square (PLS) atau
FEM yang akan digunakan dalam estimasi. Relatif terhadap Fixed Effect
Model, Pooled Least Square adalah restricted model dimana ia menerapkan
intercept yang sama untuk seluruh individu. Padahal asumsi bahwa setiap unit
cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat
42

dimungkinkan saja setiap unit tersebut memiliki perilaku yang berbeda. Untuk
mengujinya dapat digunakan restricted F-test, dengan hipotesis sebagai
berikut.
H0: Model PLS (Restricted)
H1: Model Fixed Effect (Unrestricted)
Di mana restricted F-test dirumuskan sebagai berikut:

Di mana:
: Unrestricted
: Restructed
m : df for numerator (N-1)
df : df for denominator (NT-N-K)
N : Jumlah Unit cross section
T : Jumlah Unit time series
K : Jumlah koefisien variabel
Jika nilai F-statistik > F-tabel maka H0 ditolak, artinya model panel yang baik
untuk digunakan adalah Fixed Effect Model, dan sebaliknya jika Ho diterima,
maka model FEM harus diuji kembali untuk memilih apakah akan memakai
model FEM atau REM baru dianalisis.

B. b. Uji Hausman
Keputusan penggunaan FEM dan REM dapat pula ditentukan dengan
menggunakan spesifikasi yang dikembangkan dengan Hausman. Spesifikasi ini
akan memberikan penilaian dengan menggunakan Chi-square statistik sehingga
43

keputusan pemilihan model akan dapat ditentukan secara statistik. Pengujian ini
dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut:
H0 : Random Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
Setelah dilakukan pengujian ini, hasil dari Haussman test dibandingkan dengan
Chi-square statistik dengan df = k, di mana k adalah jumlah koefesien variabel
yang diestimasi. Jika hasil dari Hausman test signifikan, maka H0 ditolak , yang
FEM digunakan.
model persamaan dasar yang akan diamati dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
It = f(DAU,DAK,DBH)
Penjelasan dari fungsi matematis adalah bahwa ketimpangan pembangunan
Provinsi Lampung periode 2003-2012 dipengaruhi oleh variabel-variabel Dana
Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi hasil. Fungsi persamaan
dasar tersebut kemudian diubah dalam bentuk persamaan :

Dimana:
It

= Indeks entropi theil ( Indeks Ketimpangan Pembangunan)
= Dana Alokasi Khusus di daerah i pada tahun ke t
= Dana Alokasi Umum di daerah i pada tahun ke t
= Dana Bagi HasilpAJAK/Bukan Pajak di daerah i pada tahun ke t

Β0, β1, β2,…n = Koefesien Regresi


= error term

44

Setelah model penelitian diestimasi maka akan didapat nilai dan besaran dari
masing-masing parameter dalam persamaan diatas. Nilai dari parameter positif
atau negatif selanjutnya akan digunakan untuk menguji hipotesis penelitian

3.5

Proses dan Identifikasi Model

Untuk menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian dilakukan langkahlangkah pengujian, yang pertama adalah melakukan uji stationary yaitu untuk
melihat stationary atau tidak data yang akan digunakan dalam perhitungan.
Setelah semua data stationary maka dilakukan pemilihan lag yang optimal untuk
melihat pada lag ke berapa suatu variabel eksogen dalam model secara signifikan
berpengaruh terhadap variabel endogennya. Setelah diperoleh lag optimal maka
dilakukan estimasi model OLS. Berikut adalah langkah-langkahnya:

A. Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik merupakan salah satu langkah penting dalam rangka
menghindari munculnya regrelinear lancing yang mengakibatkan tidak sahihnya
hasil estimasi. Agar suatu model dikatakan baik dan sahih, maka perlu dilakukan
pengujian sebagai berikut:

-

Uji Normalitas

Asumsi normalitas tidak diharuskan untuk estimasi OLS, kegunaan utamanya
adalah uji hipotesis yang menggunakan koefisien hasil estimasi untuk
menginvestigasi hipotesis tentang prilaku ekonomi. Asumsi dalam OLS adalah
nilai rata-rata dari faktor pengganggu adalah nol. Untuk menguji normal atau
tidaknya faktor pengganggu, maka perlu dilakukan uji normalitas dengan
45

menggunakan Jarque-Bera Test (J-B test). Pedoman yang digunakan adalah
apabila J-B hitung > χ2- table, maka hipotesis yang menyatakan bahwa data yang
digunakan berdistribusi normal ditolak, dan sebaliknya.

-

Uji Autokorelasi

Asumsi autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi error term pada satu
pengamatan dengan error term pada pengamatan yang lain. Untuk mendeteksi
adanya gejala autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Lagrange
Multiplier (LM test). Langkah-langkah dalam uji LM test adalah :
1. Estimasi model dengan metode OLS sehingga kita mendapatkan residualnya.
2. Melakukan regresi residual ̂ dengan variabel bebas (misalnya Xt) dan lag dari
residual et-1, et-2, …, et-p. kemudian dapatkan R2 nya.

3. Jika sampel besar, maka menurut Breusch-Godfrey model akan mengikuti
distribusi chi-squares dengan df sebanyak p. Nilai hitung statistic chi-quares
dapat dihitung dengan menggunakan formula : Chi-squares = (n-p)R2
Jika Chi-Squares hitung lebih kecil daripada nilai kritis Chi-Squares maka dapat
disimpulkan tidak ada masalah autokorelasi.
-

Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah keadaan jika satu variabel bebas berkorelasi dengan satu
atau lebih variabel bebas yang lainnya, dalam hal ini berkorelasi sempurna atau
mendekati sempurna, yaitu koefisien korelasinya satu atau mendekati satu
(Gasperzt, 1991). Konsekuensi penting untuk model regresi yang mengandung
multikolinearitas adalah kesulitan yang muncul dalam memisahkan pengaruh
masing-masing variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Akibatnya model
46

regresi yang diperoleh tidak tepat untuk menduga nilai variabel tak bebas pada
nilai variabel bebas tertentu.

Multikoliearitas akan mengakibatkan :
1. Koefisien regresi dugaannya tidak nyata walaupun nilai R2nya tinggi.
Koefisien determinasi (R2) adalah proporsi total variansi dalam satu variabel
yang dijelaskan oleh variabel lainnya .
2. Simpangan baku koefisien regresi dugaan yang dihasilkan sangat besar jika
menggunakan metode kuadrat terkecil. Mengakibatkan nilai R dan nilai F ratio
tinggi. Sedangkan sebagian besar atau bahkan seluruh koefisien regresi tidak
signifikan (nilai t hitung sangat kecil).

Cara mendeteksi masalah multikolinieritas dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara:
1. Korelasi antar variabel
2. Menggunakan korelasi parsial
Dengan menggunakan korelasi antar parsial, maka apabila nilai R2 yang
dihasilkan dari hasil estimasi model empiris sangat tinggi, tetapi tingkat
signifikansi variabel bebas berdasarkan uji t-statistik sangat rendah (tidak ada atau
sangat sedikit variabel bebas yang signifikan). Nilai tertinggi dalam perhitungan
korelasi adalah 1 (satu), yang menunjukkan hubungan yang sempurna antar
variabel.
-

Uji Heterokedastisitas

Heteroskedastisitas merupakan salah satu penyimpangan terhadap asumsi
kesamaan varians (homoskedastisitas), yaitu bahwa varians error bernilai sama
untuk setiap kombinasi tetap dari X1, X2, …, Xp. Masalah Heterokedastisitas
47

timbul apabila variabel gangguan mempunyai varian yang tidak konstan. Jika
asumsi ini tidak dipenuhi maka dugaan OLS tidak lagi bersifat BLUE (best linear
unbiased estimator), karena ia akan menghasilkan dugaan dengan galat baku yang
tidak akurat, ini berakibat pada uji hipotesis dan dugaan selang kepercayaan yang
dihasilkannya juga tidak akurat dan akan menyesatkan (misleading).
Dalam penelitian ini, uji heteroskedastisitas dilakukan dengan Uji White.

3.6 Uji Hipotesis

A. Uji Parsial (Uji-t)
Pengujian hipotesis untuk setiap koefisien regresi dilakukan dengan menggunakan
uji t (t- statistik) dimaksudkan untuk menguji koefisien regresi secara parsial. Uji
t ini pada tingkat kepercayaan 90% dengan derajat kebebasan n-k-1.
Ha : βi < 0, ada pengaruh negatif antara dana perimbangan terhadap ketimpangan
pembangunan.
Ha : βi > 0, ada pengaruh positif antara dana perimbangan terhadap ketimpangan
pembangunan.
Apabila :
Untuk hipotesis variabel bebas yang berhubungan negative dengan variabel terikat
dengan menggunakan α 10% untuk uji satu arah, jika t hitung < t tabel, maka Ho
ditolak atau terima Ha; atau jika t hitung ≥ t