Analisis Dana Perimbangan Terhadap Penerimaan Daerah Kabupaten Lampung Selatan

(1)

ABSTRACT

ANALYSIS OF THE BALANCE FUNDS TO THE REVENUE DISTRICT LAMPUNG SELATAN

By

RIFKI HARIANSSA

This study aims to determine how the management of the local revenue

equalization fund and how the level of local fiscal autonomy which is at the core of decentralization on regional economic growth.

Therefore, central government provided funds allocation aimed at equalization of interregional financial ability to meet the dificit in the level of regional spending, both recurrent expenditure and development expenditure. Fund balance consists of revenue sharing fund, special alocation fund, and general alocation fund.

The results of this study are: (1) The balance of fund management condicted by the government can be seen form the proportion of the fund balance to the local revenue is, and the fund balance largely allocated to recurrent expenditure than development expenditure. (2) Degree of fiscal independent is still relatively small, because the general alocation fund in conjunction with local authorities which still relies heavily dependent on the central governmet that describes the degree of independence the local fiscal.

Key word: Decentralization fiscal, local own – source revenue, revenue sharing fund, general alocation fund, special alocation fund, independence fiscal.


(2)

ABSTRAK

ANALISIS DANA PERIMBANGAN TERHADAP PENERIMAAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Oleh:

RIFKI HARIANSSA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengelolaan dana perimbangan terhadap penerimaan daerah dan bagaimana tingkat kemandirian fiskal daerah, yang merupakan inti dari pemberlakuan desentralisasi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

Oleh sebab itu, pemerintah pusat memberikan dana alokasi yang bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk memenuhi tingkat defisit dalam belanja daerah ,baik belanja rutin maupun belanja pembangunan. Dana perimbangan terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK) (UU No. 33 Tahun 2004).

Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Pengelolaan dana perimbangan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dapat diketahui dari proporsi dana perimbangan terhadap penerimaan daerah tersebut, dan dana perimbangan sebagian besar dialokasikan pada belanja/pengeluaran rutin dibandingkan belanja/pengeluaran pembangunan. (2) Tingkat kemandirian fiskal daerah tersebut masih tergolong kecil ,dikarnakan dalam hubungannya dengan Dana Alokasi Umum (DAU) pemerintah setempat masih memiliki ketergantungan yang besar terhadap pemerintah pusat yang menggambarkan tingkat kemandirian fiskal daerah tersebut.

Kata kunci : Desentralisasi fiskal, PAD, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Kemandirian Fiskal.


(3)

(4)

ANALISIS DANA PERIMBANGAN TERHADAP PENERIMAAN

DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

(Skripsi)

Oleh

RIFKI HARIANSSA

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDARLAMPUNG


(5)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK

ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahn ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Sistematika Penulisan ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka pemikiran ... 13

B. Otonomi dan Pemerintahan Daerah ... 15

1. Otonomi Daerah ... 16

2. Pemerintahan Daerah ... 19

C. Keuangan Daerah ... 20

1. Pendapatan/Penerimaan Daerah ... 22

2. Belanja/Pengeluaran Daerah ... 23

D. Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah ... 24

1. Desentralisasi Fiskal... 24

2. Derajat Desentralisasi Fiskal ... 27

E. Dana Alokasi Umum ... 28


(6)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Sumber Data ... 34

B. Alat Analisis ... 34

1. Analisis Deskriptif Kualitatif ... 34

2. Analisis Kuantitatif ... 35

C. Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 36

1. Geografis ... 36

2. Penduduk ... 37

3. APBD Kabupaten Lampung Selatan ... 38

IV. PEMBAHASAN A. Pengelolaan Dana Perimbangan ... 40

1. Proporsi Dana Perimbangan Terhadap Penerimaan Daera ... 42

2. Pengalokasian Dana Perimbangan ... 43

B. Kemandirian Fiskal ... 45

1. Rasio PAD Terhadap TPD ... 46

2. Rasio BHPBP Terhadap TPD ... 47

3. Rasio DAU Terhadap TPD ... 51

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 48

B. Saran ... 49


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Perkembangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Kabupaten Lampung Selatan T.A 2006 – 2010 ... 4 2. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan/

Transfer Pusat Kabupaten Lampung Selatan T.A 2006 – 2010 ... 6 3. Realisasi Dana Perimbangan Kabupaten Lampung Selatan

T.A 2006 – 2010 (dalam jutaan rupiah) ... 8 4. Rincian Realisasi DAU Tahun 2009 Seluruh Kabupaten/ Kota

di Provinsi Lampung (dalam jutaan rupiah) ... 10 5. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah ... 26 6. Perkembangan Penduduk dan Pendapatan Perkapita Kabupaten

Lampung Selatan T.A 2006 – 2010 ... 37 7. PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan Dana Perimbangan

Kabupaten Lampung Selatan T.A 2006 – 2010 ... 38 8. Dana Perimbangan Kabupaten Lampung Selatan T.A ... 41 9. Proporsi Dana Perimbangan Terhadap Penerimaan Daerah

Kabupaten Lampung Selatan T.A 2006 – 2010 ... 42 10.Alokasi Dana Perimbangan Kabupaten Lampung Selatan

T.A 2006 – 2010 ... 43 11.Rasio PAD, BHPBP, dan DAU Terhadap TPD


(8)

(9)

(10)

(11)

MOTO

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuai orang-orang yang beriman dan beramal soleh dan nasehat menasehati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.


(12)

PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Alam Semesta, dengan ketulusan dan kerendahan hati,

aku persembahkan karya kecil ini untuk:

Rabb-ku atas semua kemudahan dan karunia-Mu, semoga karya ini bernilai ibadah dihadapan-MU

Orang-orang yang tak pernah henti memberikan dukungan, do’a dan kasih sayang mereka untukku:

Ayahku Zainal abidin (Alm) dan Ibuku Maryamah Kakakku Maswamah Safitri dan Adikku Indah Suci Ramadhani


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bandar lampung pada tanggal 20 September, sebagai anak

kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Zainal Abidin dan Ibu Maryamah.

Penulis memulai pendidikan formal di TK Xaverius Tanjung Karang pada tahun 1994 dan dilanjutkan di Sekolah Dasar Fransiskus 1 Tanjung Karang yang diselesaikan pada tahun 1996, kemudian melanjutkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Kartika II – 2 Tanjung Karang diselesaikan pada tahun 2002 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 06 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2005.

Pada tahun 2006, penulis diterima kembali sebagai mahasiswa di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan melalui jalur Non Reguler. Pada tahun 2006 hingga 2014, penulis aktif pada tahun 2008. Penulis melaksanakan Kuliah Kunjungan Lapangan (KKL) di Bank Indonesia (BI), Bank NISP OCBC, dan Bank MANDIRI.


(14)

SANWACANA

Bismillahirrahmaanirrahim,

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia – Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari kesulitan dan hambatan, namun dapat terselesaikan dengan adanya bimbingan, dukungan dukungan serta saran dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. DR. Hi. Satria Bangsawan, S.E., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

2. Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.Si., selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung. 3. Ibu Asih Murwiati, S.E., M.E., selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung. 4. Bapak M A Irsan Dalimunthe S.E., M.Si., selaku Dosen Pembimbing

Utama yang telah memberikan pengarahan, saran dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(15)

5. Bapak Yourni Atmadja, S.E., M.Si., selaku Dosen Penguji Utama yang telah memberikan banyak sekali pemasukan untuk menjadikan skripsi penulis lebih baik.

6. Ibu Emi Maimuah, S.E., M.Si., selaku Pembimbing Akademik. 7. Bapak dan Ibu Dosen pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.

8. Kedua orangtuaku, ayah (Alm) dan Ibu yang selalu memberikan do’a, kasih sayang, semangat, dan dukungan baik moriil maupun materiil, dan saudara-saudaraku yang selalu memberikan do’a dan dukungannya kepada penulis.

9. Segenap staf dan karyawan FEB UNILA atas bantuannya, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang juga membantu penulis dalam menyelasaikan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

10.Natasha Tifani yang selalu setia mendampingi, memberi bantuan moril, dan doa kepada penulis, menjadi tempat berkeluh kesah dan berbagi kebahagiaan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

11.Sahabat-sahabat angkatan 05, 06, 07, 08 yang selalu memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.


(16)

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karna itu, penulis mengharapkan dan menghargai setiap kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi penulisan yang lebih baik dimasa

mendatang. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Amin.

Bandar Lampung, Agustus 2014 Penulis


(17)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas pemerintah secara profesional untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat, serta dapat mengelola sumber daya didalamnya untuk kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. Pemerintah berupaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan

masyarakat melalui upaya pertumbuhan ekonomi yang mencerminkan keberhasilan suatu pembangunan yang ditekankan pada upaya peningkatan daya guna pembangunan sesuai dengan potensi dan prioritas daerah. Pembangunan diarahkan untuk mendukung upaya pemerataan kesejahteraan masyarakat, menyediakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kemampuan daerah dalam melaksanakan pembangunan.

Perubahan penting dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah dari UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah menjadi UU No. 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah kemudian diperbaharui dengan berlakunya UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan kewenangan yang sangat luas dan bertanggung jawab kepada pemerintah Kabupaten/Kota dalam memanfaatkan sumber daya dan potensi keuangan dengan prinsip demokrasi, keadilan dan peran serta masyarakat dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah. Otonomi Daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan


(18)

2

mengurus kepentingan masyarakat setempat, dan dinyatakan pula bahwa titik berat dari otonomi itu sendiri terletak pada daerah tingkat Kabupaten/Kota.

Pemberian Otonomi yang luas dan Desentralisasi kepada Kabupaten dan Kota memberikan jalan bagi Pemerintah Pemerintah Daerah untuk melakukan pembaharuan dalam sisitem pengelolaan keuangan daerah dan anggaran yang berorientasi pada kepentingan public (public oriented), hal tersebut meliputi tuntutan kepada Pemerintah Daerah untuk membuat laporan keuangan dan transparansi informasi anggaran kepada publik. Berlakunya Otonomi Daerah membuat peranan keuangan daerah menjadi sangat penting, daerah akan dituntut lebih profesional dalam

mengelola sumber dana asli daerah dan dana yang diterima dari pemerintah pusat secara efektif dan efesien. Otonomi mencakup pula kewenangan yang penuh dalam menyelenggarakan urusan rumah tangganya, mulai dari tahap perencanaan hingga tahap pelaporan dan evaluasi.

Otonomi daerah bersifat nyata berarti bahwa keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah dibidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh hidup dan berkembang didaerah serta didasarkan pada tindakan-tindakan atau kebijaksanaan yang benar-benar dapat menjamin daerah yang bersangkutan secara nyata mampu mengurus rumah tangganya sendiri.

Otonomi daerah yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak kepada daerah dalam wujud tugas dan wewenang yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, kehidupan demokrasi serta


(19)

3

Otonomi fiskal adalah kemampuan Pemerintah Daerah dalam meningkatkan PAD, kemampuan keuangan dipandang sebagai tolok ukur suatu daerah dalam menyelenggarakan tugas-tugas otonominya serta sesuai dengan Trilogi Pembangunan yang memungkinkan sekaligus

mengharuskan pemerintah pusat untuk melakukan distribusi pendapatan kepada daerah secara profesional. Konsekuensi logis dari otonomi tersebut akan adanya pelimpahan wewenang dan tanggung jawab dalam bentuk penggunaan dana, baik yang berasal dari pusat maupun dana dari daerah itu sendiri. Pembangunan daerah tidak terlepas dari hubungan keuangan antara

pemerintah pusat dengan daerah, idealnya apabila setiap pemerintahan dapat menggunakan keuangannya untuk membiayai pelaksanaan tugas, wewenang, atau fungsi dari pemerintah.

Keuangan daerah merupakan keuangan negara pada tingkat pemerintahan daerah, yang menjadi masalah pokok keuangan daerah pada hakekatnya sama dengan masalah pokok yang dihadapi oleh pemerintah pusat. Keuangan negara tidak hanya mencakup pengelolaan Anggaran

Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tetapi juga keuangan daerah yang meliputi Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). APBD dapat diartikan sebagai pencerminan kebijaksanaan dan program kegiatan dalam satu tahun anggaran yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah.

Umumnya APBD mempunyai karakteristik dengan minimnya porsi penerimaan daerah yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan umum untuk pembiayaan pembangunannya sendiri, dengan proporsi antara belanja rutin dan belanja pembangunan sebesar 70 persen dan 30 persen. Menurut Kabag. Anggaran Pemda Kab. Lampung Selatan bahwa pengalokasian dana

perimbangan didalam struktur penerimaan daerah ternyata masih didominasi bantuan dari pemerintah pusat berupa Dana Perimbangan yang lebih besar dari Penerimaan Asli Daerah itu


(20)

4

sendiri sekitar 70 persen dan 30 persen, namun dapat berubah tergantung dengan kebutuhan dari daerah itu sendiri.

Tabel 1. Perkembangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Lampung Selatan Tahun Anggaran 2006-2010

Tahun APBD

(Rp) Perkembangan (%) 2006 2007 2008 2009 2010 132.046.012.307,83 125.799.125.869,35 287.544.328.786,16 329.095.860.516,49 409.780.765.730,56 - (4,73) 128,57 14,45 24,52

Rata-rata 32,56

Sumber : Bag. Keuangan Pemda Kab. Lampung Selatan

Tabel 1. menunjukan bahwa pada tahun anggaran 2006-2010 disusun berdasarkan tahun

anggaran yang dimulai pada bulan April dan berakhir pada bulan Maret namun pada tahun 2007 hingga sekarang tahun anggaran berubah menjadi tahun kalender yang dimulai pada bulan Januari dan berakhir pada bulan Desember, sehingga tahun 2007 merupakan tahun transisi yang berlangsung selama sembilan bulan. Perkembangan APBD Kabupaten Lampung Selatan dari tahun 2006-2010 mengalami fluktuasi dengan perkembangan tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 128,57 persen yang disebabkan oleh peningkatan PAD dan Transfer Pusat yang diterima oleh pemerintah Kabupaten Lampung Selatan yang cukup besar dibandingkan tahun

sebelumnya. Tahun 2007 perkembangan APBD Kabupaten Lampung Selatan mengalami penurunan yang sangat tajam sebesar -4,73 persen yang disebabkan pada tahun tersebut


(21)

5

APBD Kabupaten Lampung Selatan sebesar 32,56 persen yang diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah di Kabupaten Lampung Selatan.

Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional yang tidak dapat dilepaskan dari prinsip otonomi daerah yang titik beratnya diletakkan pada daerah

kabupaten/kota. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai wewenang dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan daerahnya berdasarkan prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat, pertanggungjawaban kepada masyarakat, berkeadilan, jauh dari politik, korupsi, kolusi dan nepotisme, serta adanya perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Adanya pemberian otonomi maka agar daerah dapat mengatur rumah tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya, kepadanya perlu diberikan sumber pembiayaan yang cukup. Akan tetapi mengingat tidak semua sumber pembiayaan dapat diberikan, kepada daerah diwajibkan untuk menggali sumber-sumber keuangannya sendiri berdasarkan peraturan perundangan yang telah ditentukan. Idealnya sumber PAD mampu menyumbangkan bagian terbesar dari seluruh

pendapatan daerah dibandingkan dengan sumber pendapatan lainnya. Dengan proporsi semacam itu daerah dapat secara leluasa menjalankan hak otonominya sebaliknya terbatasnya sumber PAD menunjukkan rendahnya kemampuan otonomi.

Hubungan keuangan yang ideal akan dapat berlangsung apabila setiap tingkatan pemerintahan bisa bebas menggunakan keuangannya untuk membiayai tugas, wewenang, atau fungsi dari pemerintahan masing-masing. Hal ini berarti seharusnya bahwa pendapatan yang berasal dari daerahnya sendiri menjadi sumber pendapatan utama atau dengan kata lain pemberian dana dari pemerintah pusat sebagai sumber pembiayaan pembangunan menjadi sumber penerimaan yang


(22)

6

kurang penting. Perkembangan PAD dan Dana Perimbangan Kabupaten Lampung Selatan tahun anggaran 2006 hingga tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan/ Transfer Pusat Kabupaten Lampung Selatan

Tahun Anggaran 2006 – 2010.

Tahun PAD

(Rp) Perkembangan (%) Transfer Pusat (Rp) Perkembangan (%) 2006 2.261.100.425 - 128.270.162.932 - 2007 3.048.575.602 25,83 121.668.433.346 (5,43) 2008 9.811.724.560 68,93 261.649.884.643 53,49 2009 9.519.594.688 (3,07) 302.922.580.423 13,62 2010 11.928.095.496 20,19 373.558.323.637 18,91

Rata-rata 22,38 16,12

Sumber : Bag. Keuangan Pemda Kab. Lampung Selatan

Tabel 2. memperlihatkan perkembangan PAD dan penerimaan Transfer Pusat Kabupaten Lampung Selatan. Dalam kurun waktu lima tahun yaitu dari tahun anggaran 2006 sampai tahun 2010 penerimaan PAD mengalami fluktuasi dengan perkembangan tertinggi dari tahun

sebelumnya terjadi pada tahun 2008 sebesar 68,93 persen, dan perkembangan terendah terjadi pada tahun 2009 sebesar -3,07 persen, dengan rata-rata perkembangan sebesar 22,38 persen lebih besar dari rata-rata perkembangan penerimaan transfer pusat sebesar 16,12 persen. PAD Kabupaten Lampung Selatan untuk tahun anggaran 2006 sebesar Rp2.261.100.425,00 dan pada tahun 2007 terjadi peningkatan sebesar 25,83 persen atau menjadi Rp3.048.575.602,00. Tahun 2008 PAD meningkat sebesar 68,93 persen menjadi Rp9.811.724.560,00 namun pada tahun 2009 PAD Kabupaten Lampung Selatan mengalami penurunan sebesar 3,07 persen menjadi

Rp9.519.594.688,00. Pada Tahun 2010 PAD kembali meningkat menjadi Rp11.928.095.496,00 atau mengalami peningkatan sebesar 20,19 persen.


(23)

7

Untuk Transfer Pusat atau Dana Perimbangan pada tahun anggaran 2006-2010 penerimaan transfer pusat Kabupaten Lampung Selatan sebesar Rp128.270.162.932,00. Pada tahun 2007 transfer pusat menurun sebesar 25,83 persen menjadi Rp121.668.433.346,00. Tahun 2008 penerimaan transfer pusat meningkat sebesar 53,49 persen atau sebesar Rp261.649.884.643,00. Tahun 2009 transfer pusat meningkat sebesar 13,62 persen dengan nilai nominal sebesar Rp302.922.580.423,00 dan pada tahun 2010 transfer pusat meningkat menjadi

Rp373.558.323.637,00 atau sebesar 18,91 persen. Kemandirian yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah tidak dapat di tafsirkan bahwa setiap tingkat pemerintahan di daerah harus dapat membiayai sendiri seluruh kebutuhanhannya hanya dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), PAD hanya merupakan salah satu komponen dari sumber penerimaan. Hal ini berkaitan dengan aspek pemerataan yang memungkinkan sekaligus mengharuskan pemerintah pusat untuk melakukan distribusi pendapatan melalui dana perimbangan. Dana Perimbangan adalah dana yang

bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi (UU No. 33 Tahun 2004). Dana perimbangan itu sendiri terdiri dari:

a. Dana Bagi Hasil b. Dana Alokasi Umum c. Dana Alokasi Khusus

Antara tahun 2006 hingga tahun 2007 pemerintah Kab. Lampung Selatan menerima block grant

masih dalam bentuk Sumbangan Daerah Otonom dan Bantuan, seiring dengan pelaksanan Desentralisasi pada tahun 2008 berubah dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU).


(24)

8

Tabel 3. Realisasi Dana Perimbangan Kabupaten Lampung Selatan Tahun Anggaran 2006-2010 (dalam jutaan rupiah).

Bagian Dana

Perimbangan 2006 2007 2008 2009 2010

Bag.Hasil Pajak

Bag.Hasil Non-Pajak SDA DAU/SDO dan Bantuan DAK 8.670 183 119.415 46.163 9.626 166 111.875 41.843 16.545 13.388 231.715 - 26.328 17.203 259.389 - 33.477 17.097 321.983 1.000

Jumlah 128.270 121.668 261.649 302.922 373.558 Sumber: Bag. Keuangan Pemda Kab. Lampung Selatan.

Tabel 3. menunjukan bahwa Dana Perimbangan yang diterima oleh pemerintah Kabupaten Lampung Selatan mengalami penurunan pada tahun 1996 sebesar Rp128.270.162.932,51 menjadi Rp121.668.433.346,85 pada tahun 2007, hal ini disebabkan karena adanya perubahan tahun anggaran dari tahun 2006 menjadi tahun anggaran 2007, tahun 2008 dana perimbangan meningkat menjadi Rp261.649.884.643,00. dan tahun 2009 kembali meningkat menjadi Rp302.922.580.424,00. Demikian juga dana perimbangan mengalami peningkatan pada tahun 2010 sebesar Rp373.558.323.637,00. Besarnya Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima pemerintah Kabupaten Lampung Selatan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran dalam APBD sangatlah penting dalam hubungan keuangan pusat dan aerah yang bersumber dari APBN, dalam rangka pelaksanaan desentralisasi perlu diketahui seberapa efektifkah dana tersebut berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Lampung Selatan sesuai dengan konsep perimbangan keuangan pusat dan daerah yang di tegaskan dalam UU No. 33 Tahun 2004. Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan mengalokasian DAU pada dalam Belanja Rutin. Setelah memenuhi kebutuhan rutin daerah sisa DAU dialokasikan pada Belanja Pembangunan dengan demikian DAU akan memberikan kepastian bagi daerah untuk


(25)

9

memperoleh sumber-sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan di daerah

Tabel 4. Rincian Realisasi DAU Tahun 2009 seluruh Kabupaten/kota di Propinsi Lampung (dalam milliar rupiah).

No. Kabupaten/Kota DAU

1. Kab. Lampung Tengah 275.36 2. Kab. Lampung Selatan 259.39 3. Kab. Lampung Timur 214.33

4. Kab. Tanggamus 211.86

5. Kota Bandar Lampung 203.54 6. Kab. Lampung Utara 200.31 7. Kab. Lampung Barat 138.67 8. Kab. Tulang Bawang 168.19

9. Kab. Way Kanan 122.21

10. Kota Metro 111.46

Sumber : BPS Propinsi Lampung

Dari tabel 4, pada tahun 2009 Kabupaten Lampung Selatan merupakan penerima alokasi DAU terbesar setelah Kab. Lampung Tengah. Penggunaan DAU ditetapkan sepenuhnya oleh

pemerintah daerah untuk digunakan sebagai pembiayaan pembangunan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah. Namun dalam pelaksanaannya DAU yang diterima daerah haruslah berdasarkan fungsi pemerintah itu sendiri terhadap masyarakat didaerahnya, sehingga transparansi dan evaluasi dalam penggunaan dana perimbangan tersebut sangatlah penting untuk diketahui masyarakat.


(26)

10

Kebutuhan DAU suatu daerah ditentukan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar, celah fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah, dan alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah (UU No. 33 Tahun 2004).

Berdasarkan konsep tersebut distribusi DAU kepada daerah-daerah yang memiliki kemampuan yang relatif besar akan menerima DAU lebih kecil dan daerah-daerah yang memiliki kemampuan lebih kecil akan menerima distribusi DAU yang relatif lebih besar serta perlu diketahui seberapa besar tingkat kemandiriaan fiskal Kabupaten Lampung Selatan. Tujuan dari pemerintah daerah haruslah berorientasi pada kepentingan masyarakat karena itu dalam UU No.33 Tahun 2004 daerah diberikan hak untuk mengelola dana yang diberikan oleh pemerintah pusat sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan prinsip good governance.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengelolaan dana perimbangan terhadap penerimaan daerah di Kabupaten Lampung Selatan tahun anggaran 2006 – tahun 2010.

2. Bagaimana Tingkat Kemandirian Fiskal Kabupaten Lampung Selatan dalam


(27)

11

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana gambaran umum dari pengelolaan Dana Perimbangan terhadap Penerimaan Daerah di Kabupaten Lampung Selatan tahun anggaran 2006 – tahun 2010.

2. Untuk mengetahui bagaimana Tingkat Kemandirian Fiskal Kabupaten Lampung Selatan dalam hubungannya dengan Dana Alokasi Umum (DAU) tahun anggaran 2006 - tahun 2010.

D. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan ini terdiri dari :

BAB I Pendahuluan yang berisikan latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka yang berisikan Kerangka Pemikiran,

Otonomi dan Pemerintah Daerah, Keuangan Daerah, Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, Dana Alokasi Umum, Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kemandirian Fiskal Daerah.

BAB III Metode Penelitian yang berisikan jenis dan sumber data, alat analisis, dan gambaran umum. BAB IV Pembahasan yang berisikan tentang pembahasan dari


(28)

12

BAB V Simpulan dan Saran yang berisikan tentang simpulan yang ditarik dari penelitian ini serta saran-saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian.


(29)

13

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Pemikiran

Pelaksanaan desentralisasi yang ditandai dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang berubah menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah memberikan peluang bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kemandirian dalam membangun daerahnya dengan berpijak pada prinsip-prinsip demokrasi, partisipasi, dan peran serta masyarakat,

pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal, karena salah satu aspek penting dalam mengisi dan melaksanakan kewenangan dalam otonomi daerah,adalah mengetahui tingkat kemandirian daerah dalam membiayai kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.

Semakin maju suatu negara dalam proses pembangunannya, maka dorongan untuk Desentralisasi semakin luas. Dari sisi pemerintah daerah, dengan adanya Desentralisasi diharapkan akan dapat meningkatkan tanggung jawabnya kepada masyarakat, serta memberikan kesempatan kepada masyarakat umtuk meningkatkan partisipasinya dalam pemerintahan. Indikasi keberhasilan dari Desentralisasi adalah adanya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin


(30)

14

baik dengan hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, pada saat itu keterlibatan aparat pemerintah dalam menyingkapi permasalahan-permasalahan didaerah akan dilakukan dengan sungguh-sungguh dan lebih sistematis.

Pembangunan daerah dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu:

a) Pendekatan sentralistik yang mengandung arti bahwa pembangunan daerah sepenuhnya merupakan wewenang pusat dan dilaksanakan oleh para birokrat di pusat.

b) Pendekatan desentralisasi yang mengandung arti bahwa pelaksanaan pembangunan daerah sebagian besar merupakan wewenang daerah dan dilaksanakan sendiri oleh daerah (Pemda) secara otonom.

Kemandirian daerah tergantung kepada posisi keuangan daerah itu sendiri, yang merupakan elemen penting dalam otonomi daerah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sehingga dalam mengelola keuangannya, pemerintah daerah harus melakukan efesiensi dan efektivitas agar tercapai suatu kondisi kestabilan jangka lama, untuk itu perlu dilakukan usaha untuk mencapai efisiensi dan efektivitas, diantaranya adalah :

1. Peningkatan produktivitas

2. Hapuskan sebab-sebab biaya tinggi

3. Tentukan batas konsumsi maksimal yang layak 4. Peningkatan PAD

5. Perbaikan Kualitas SDM ( produktif,efisien,dan bermoral ) 6. Pertahankan fungsi lingkungan


(31)

15

Selain hal di atas daerah dituntut untuk berfikir kreatif dan inovatif untuk mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan dan bagian ( sharing ) dari pemerintah pusat yang berupa dana perimbangan khususnya dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU). DAU dialokasikan dengan tujuan pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk, dan tingkat pendapatan

masyarakat di daerah, sehingga ketimpangan antar daerah dapat diperkecil. Penggunaan maupun pengalokasian DAU harus berorientasi pada fungsi dari pemerintahan itu sendiri yang berusaha untuk membangun daerahnya dalam wujud Otonomi Daerah.

B. Otonomi dan Pemerintahan Daerah 1. Otonomi Daerah

Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan, dengan memberi kesempatan dan kewenangan kepada daerah untuk

menyelenggarakan Otonomi Daerah. Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU No. 32 Tahun 2004). Wewenang daerah mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan dan pengelolaan sumber daya didalamnya serta menjaga dan bertanggungjawab memelihara kelestarian lingkungan hidup. Adapun yang menjadi tujuan dari pengembangan Otonomi Daerah adalah :


(32)

16

a. Memberdayakan masyarakat

b. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas c. Meningkatkan peran serta masyarakat d. Mengembangkan peran fungsi DPRD

Melalui Otonomi Daerah, pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat lokal dipandang merupakan strategi atau cara yang paling efektif dibandingkan strategi pembangunan yang bersifat sentralistik yang dilakukan pusat. Jurnal Otonomi Daerah menjelaskan bahwa

konsekuensi logis dari diberlakukannya UU No.22 Tahun 1999, adalah dilakukannya penataan elemen yang berkaitan dengan pemerintah daerah antara lain :

a. Kewenangan yang merupakan dasar bagi daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri,

b. Kelembagaan yang merupakan wadah dari otonomi yang diserahkan kepada daerah, c. Personil yang menjalankan urusan otonomi yang menjadi isi rumah tangga daerah yang

bersangkutan,

d. Keuangan untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah,

e. Perwakilan yang merupakan perwujudan wakil-wakil rakyat yang telah mendapat legitimasi,


(33)

17

Otonomi Daerah adalah menyerahkan kewenangan untuk mengatur dan menyelenggarakan pemerintahan kepada daerah. Otonomi memberikan kesempatan kepada aparat daerah termasuk wakil-wakil rakyat untuk melaksanakan kebijakan pembangunan tanpa harus diarahkan oleh pemerintah pusat, dengan kata lain pembangunan di daerah lebih berorientasi pada kebutuhan daerah setempat. Pengertian Daerah Otonom itu sendiri adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU No.32 Tahun 2004).

Daerah otonom harus memiliki kemampuan ekonomi untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas pembangunan di daerah,termasuk didalamnya pembiayaan pembangunan sesuai dengan prinsip ekonomi yang sangat menentukan bagi daerah agar tidak tergantung dan menjadi beban

pemerintah pusat dalam penyediaan dana keuangan daerahnya. Sumber-sumber keuangan daerah terdiri dari dua kelompok besar yaitu, sumber PAD dan sumber non-PAD yang terdiri dari dana perimbangan, pinjaman daerah, dan pendapatan lain-lain yang sah. Pelaksanaan pembangunan tidak telepas dari perimbangan keuangan antara pusat dan daerah yang merupakan suatu sistem pembiayaan pemerintah dalam rangka kesatuan yang mencakup pembagian, pemerataan secara proporsional, demokratis, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah yang sejalan dengan kewajiban dan pembagian wewenang, termasuk pengelolaan dan pengawasan. Dana perimbangan merupakan aspek penting dalam hubungan keuangan pusat dan daerah, serta merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan

pemberian otonomi kepada daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik.


(34)

18

2. Pemerintah Daerah

Undang-undang No.25 Tahun 1999 telah melahirkan paradigma baru dalam pelaksanaan otonomi daerah, yaitu pergeseran kewenangan pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi yang kemudian disempurnakan dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh

pemerintah kepada daerah otonom untuk mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU No.32 Tahun 2004).

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa desentralisasi dan otonomi merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan dan saling memberikan arti. Pemerintah mempunyai peran yang sangat penting baik secara aktif maupun secara pasif dalam proses pembangunan.

Menurut Musgrave, terdapat tiga fungsi utama dari pemerintah yaitu :

1. Fungsi Alokasi adalah peran pemerintah untuk mengusahakan agar pengalokasiaan sumber-sumber daya ekonomi dapat dimanfaatkan secara optimal.

2. Fungsi Distribusi adalah peran pemerintah untuk mengusahakan pemerataan distribusi pendapatan dan pemerataan pembangunan.

3. Fungsi Stabilitas adalah peran pemerintah dalam menyelaraskan kebijaksanaan yang ada.

Fungsi distribusi dan stabilitas akan lebih baik jika dilaksanaan oleh pemerintah di daerah, karena pemerintah daerah mengetahui keadaan dan kebutuhan yang ada di daerah tersebut (Ganie 2004 : 17). Menurut Davey (1988 : 21) fungsi suatu pemerintahan dapat digolongkan dalam lima kelompok, antara lain:


(35)

19

1. Fungsi Penyediaan Pelayanan yang berorientasi pada lingkungan dan kemasyarakatan. 2. Fungsi Pengaturan yaitu perumusan penegakan peraturan-peraturan.

3. Fungsi Pembangunan yang terlibat langsung dalam bentuk-bentuk kegiatan ekonomi. 4. Fungsi Perwakilan yaitu menyatakan pendapat daerah atas hal-hal diluar tanggung jawab

eksekutif dalm hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.

5. Fungsi Koordinasi dan Perencanaan yaitu pengkoordinasian dan perencanaan investasi dan tata guna tanah regional.

Dalam desentralisasi terdapat kewenanganan yang dipegang oleh pemerintah daerah dalam melaksanaakan Otonomi Daerah. Untuk kabupaten/kota kewenangan tersebut meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan

perdagangan, penananaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja. Sedangkan yang tidak menjadi kewenangan dari pemerintah daerah di bidang-bidang politik luar negeri, pertahanan-keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, kebijakan perencanaan nasional, pembangunan secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara, dan standarisasi nasional. Poin-poin tersebut tidak dapat dicampuri oleh pemerintah daerah dan kewenangan yang ada menjadi tanggung jawab pemerintah daearh untuk diatur dan diurus oleh pemerintah daerah.

C. Keuangan Daerah

Berdasarkan PP 105 tahun 2000 pasal 1 ayat 1 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka


(36)

20

penyelenggaran pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila pengyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumbe-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah.

Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan dengan prinsip uang mengikuti fungsi, antara lain:

1. Kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah sesuai dengan urusan pemerintahan yang diserahkan,

2. Kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainya,

3. Hak untuk mengelola kekayaan daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan.

Kebijaksanaan umum pengelolaan keuangan daerah disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta potensi daerah dengan berpedoman pada UU No. 25 Tahun 1999 yang direvisi dengan adanya Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah serta PP No.105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggung jawaban Keuangan Daerah yang terdiri dari:

1. Pengelolaan penerimaan daerah

Mengenai kemampuan pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber pendapatan yang potensial dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan pendapatan tersebut.


(37)

21

2. Pengelolaan pengeluaran daerah

Pengeluaran daerah adalah semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahunanggaran yang bersangkutan, yang mengurangi kekayaan pemerintah daerah.

Menurut Davey (1989 : 260) pemerintah daerah akan menikmati tingkat otonomi yang diinginkan yaitu kebebasan untuk bertindak jika mereka sendiri yang mencari sebagian besar uang yang mereka perlukan dan belanjakan. Bagian yang semestinya dikumpulkan sendiri oleh pemerintah daerah sehingga ditetapkan paling sedikit 50 persen walaupun angka ini jelas

merupakan pandangan psikologis daripada secara keuangan (finansial). Seperti halnya keuangan negara yang identik dengan APBN demikian juga dengan keuangan daerah yang tidak terlepas dengan APBD, keuangan daerah dituangkan ke dalam APBD yang terdiri dari pengelolaan pendapatan/penerimaan daerah dan pengelolaan pengeluaran/belanja daerah.

1. Pendapatan/Penerimaan Daerah

Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah yang dimaksud dengan pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih, serta yang dimaksud dengan penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.

UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengatur sumber pendapatan daerah yang terdiri dari:


(38)

22

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD):  Hasil pajak daerah

 Hasil retribusi daerah

 Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan  Lain-lain PAD yang sah.

2. Dana Perimbangan  Dana Bagi Hasil  Dana Alokasi Umum  Dana Alokasi Khusus

Untuk pembiayaan terdiri dari; sisa lebih perhitungan anggaran daerah, penerimaan pinjaman daerah, dana cadangan, dan hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. Penerimaan daerah didapat dari menggali potensi-potensi sumber daya yang ada di daerah yang dimasukan kedalam Penerimaan Asli Daerah (PAD). Selain dari PAD penerimaan yang lain didapat dari alokasi dari pemerintah pusat yang dinamakan dana perimbangan berupa Dana Bagi Hasil, DAU, dan DAK yang diatur melalui UU No.33 Tahun 2004.

2. Belanja/Pengeluaran Daerah

Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih (UU No. 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat 13). Belanja/pengeluaran daerah terdiri dari belanja rutin dan belanja pembangunan. Belanja Rutin yang terdiri dari 10 pos pengeluaran seperti; Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Pemeliharaan, Belanja Perjalanan Dinas, Belanja Lain-lain, Angsuran Pinjaman Hutang dan Bunga, Belanja Pensiun dan Onderstand, Bantuan Keuangan, Pengeluaran tidak termasuk bagian lain, dan Pengeluaran Tidak Tersangka.


(39)

23

Untuk Belanja Pembangunan terdiri dari 20 pos pengeluaran sesuai dengan fungsi pada setiap sektor dalam pembangunan, antara lain: Sektor Industri, Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, Sektor Pengairan, Sektor Tenaga Kerja, Sektor Perdagangan, Pengembangan Usaha Nasional, Keuangan Daerah dan Koperasi, Sektor Transportasi, Sektor Pertambangan dan Energi, Sektor Pariwisata dan Telekomunikasi, Sektor Pembangunan Daerah dan Transmigrasi, Sektor Lingkungan Hidup dan Tata Ruang, Sektor Pendidikan-Kebudayaan-Pemuda dan Olahraga, Sektor Kependudukan dan Keluarga Sejahtera, Sektor Kesehatan-Kesoso-Peranan Wanita-Anak, Sektor Perumahan dan Pemukiman, Sektor Agama, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Sektor Hukum, Sektor Aparatur Pemerintahan dan Pengawasan, Sektor Politik-Penerangan-Hubungan Luar Negeri, dan Sektor Pertahanan Keamanan.

Belanja rutin dan belanja pembangunan dipenuhi oleh pendapatan daerah baik dari PAD, Dana Perimbangan (Bagi Hasil, DAU, DAK), maupun pendapatan lainnya.

D. Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah

Hubungan keuangan antara pemerintah Pusat dan Daerah dalam bentuk desentralisasi fiskal sering disebut perimbangan keuangan antara pusat dan daerah diatur dalam UU No. 25 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kriteria yang harus diperhatikan dalam hubungan keuangan antara pusat dan daerah, yaitu:

1. Sistem memberikan distribusi kekuasaan yang rasional diantara berbagai tingkat pemerintahan mengenai penggalian sumber dana pemerintah dan kewenangan penggunannya.


(40)

24

2. Sistem menyajikan suatu bagian yang memadai dari sumber dan masyarakat secara keseluruhan untuk membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi penyediaan pelayanan dan pembangunan yang diselenggarakan daerah.

3. Sistem sejauh mungkin mendistribusikan pengeluaran pemerintah secara adil diantara daerah-daerah sekurang-kurangnya memberikan prioritas pada pemerataan pelayanan kebutuhan dasar tertentu.

4. Pajak dan retribusi yang dikenakan oleh pemerintah harus sejalan dengan distribusi yang adil atas beban keseluruhan dari pengeluaran pemerintah dalam masyarakat.

1. Desentralisasi Fiskal

Pola hubungan keuangan antara pusat dan daerah dalam lingkup Otonomi Daerah berupa kebebasan mengelola keuangan daerah secara efesien dan efektif sesuai dengan fungsinya dan dilaksanakan melalui pendekatan desentralisasi.

Pendekatan desentralisasi mengandung arti bahwa pelaksanaan pembangunan daerah sebagian besar merupakan wewenang daerah dan dilaksanakan sendiri oleh daerah (Pemda) secara otonom. UU No. 32 Tahun 2004 menjelaskan pengertian dari Desentralisasi, yaitu:

”Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan

Republik Indonesia.”

Desentralisasi tersebut berupa desentralisasi fiskal yang erat kaitannya dengan keuangan pemerintah daerah, pengertian desentralisasi fiskal adalah suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah, untuk


(41)

25

mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik, sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan.

Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas perbantuan (UU No.32 Tahun 2004). Desentralisasi fiskal tersebut dituangkan dalam bentuk dana perimbangan yang terdiri dari:

a. Dana Bagi Hasil

b. Dana Alokasi Umum (DAU). c. Dana Alokasi Khusus (DAK).

Dana perimbangan tersebut dapat diartikan sebagai dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanaikebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU No. 33 Tahun 2004). Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah mencakup pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah.

Ketiga komponen dalam dana perimbangan tersebut memiliki fungsi dan kebijakan yang

berbeda, dana bagi hasil lebih berfungsi sebagai penyeimbang fiskal antara pusat dan daerah dari pajak yang dibagihasilkan. Sedangkan fungsi DAU sebagai pemerataan fiskal antar-daerah (fiscal equalization),dan fungsi dari dana alokasi khusus adalah sebagai kebijakan yang bersifat darurat (emergency). Yang keseluruhannya mempunyai tujuan meberikan pemerataan keuangan disetiap daerah bagi propinsi maupun Kabupaten/Kota.


(42)

26

Tabel 5. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

No. Sumber Pendapatan Pemerintah Pusat (%) Pemerintah Daerah (%) A. 1. 2. B.

Dana Bagi Hasil Pajak

1. PBB 2. BPHTB 3. PPh

Sumber Daya Alam 1. Kehutanan: - IHPH & PSDH - Dana Reboisasi 2. Pertambangan Umum 3. Perikanan

4. Pertambangan minyak bumi 5. Pertambangan gas bumi 6. Pertambangan panas bumi Dana Alokasi Umum

10 20 80 20 60 20 20 84,5 69,5 20 74 90 80 20 80 40 80 80 15,5 30,5 80 26

Sumber: UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Tabel 5. menjelaskan komposisi perimbangan keuangan lebih besar diserahkan kepada daerah (propinsi/kabupaten/kota) sebesar 80 persen dan pemerintah pusat menerima sekitar 10-20 persen dari dana perimbangan tersebut, kecuali Dana Alokasi Umum yang deberikan kepada daerah sebesar 26 persen (3,5 persen untuk propinsi dan 22,5 persen untuk Kabupaten/Kota) dan sisanya dialokasikan kepada pemerintah pusat.

Penggunaan dana perimbangan tersebut diserahkan kepada kebijakan pemerintah daerah setempat sesuai dengan konsep desentralisasi yang tertuang dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang telah memberikan peluang bagi pemerintah untuk meningkatkan kemandirian dalam membangun daerahnya.


(43)

27

2. Derajat Desentralisasi Fiskal

Kemandirian daerah tercermin dalam kemampuan dalam membiayai kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang diukur oleh derajat desentralisasi fiskal dengan indikator:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

2. Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (BHPBP) 3. Sumbangan Daerah/Dana Alokasi Umum (DAU)

Pengukuran tingkat kemandirian fiskal suatu daerah dapat diketahui dari ratio PAD terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD), rasio BHPBP terhadap TPD dan Sumbangan Daerah/ DAU terhadap TPD. Jika persentase rasio PAD dan BPHPBP terhadap TPD semakin besar, maka semakin besar pula tingakat kemandirian fiskal suatu daerah. Apabila persentase rasio DAU terhadap TPD semakin besar maka semakin besar pula ketergantungan daerah terhadap pusat secara fiskal.


(44)

28

E. Dana Alokasi Umum (DAU)

Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi (UU No. 33 Tahun 2004).

Pemerataan yang dimaksud adalah kemampuan daerah untuk menanggulangi tingkat defisit ataupun kekurangan dana dalam membiayai kebutuhan pembangunan dan diarahkan untuk mengurangi kesenjangan antara daerah yang memiliki kemampuan keuangan yang relatif besar dengan daerah yang memiliki kemampuan keuangan yang relatif kecil. DAU memberikan rumusan yang berfungsi sebagai langkah awal dalam pengalokasiannya, dimana rumus ini didasari oleh norma hukum dalam UU No. 33 Tahun 2004, harus dipenuhi antara lain bahwa DAU akan dialokasikan kepada daerah dengan menggunakan:

a) Bobot daerah, dimana bobot daerah ini ditentukan dengan menggunakan suatu formula berdasarkan pertimbangan kebutuhan dan potensi penerimaan daerah,

b) Hubungan antara kebutuhan dan potensi daerah harus jelas, artinya bahwa alokasi DAU diberikan untuk membiayai selisih antara kebutuhan daerah dengan potensinya,

c) Besarnya DAU paling tidak, sama dengan besarnya bantuan SDO (Sumbangan Daerah Otonom) dan Inpres, dan

d) Rumus untuk menentukan DAU haruslah mudah dipahami dan logis, sehingga tidak mempertentangkan prinsip yang satu dengan yang lain (konsisten).

Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan transfer tak bersyarat (uncounditional grant) atau block grant yang merupakan jenis transfer antar pemerintahan yang tidak dikaitkan dengan program


(45)

29

pengeluaran tertentu. DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN dan diberikan kepada daerah atas perhitungan celah fiskal dan alokasi dasar dari daerah yang bersangkutan sebagai alat ukur dalam perolehan Dana Alokasi Umum, celah fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal. Kebutuhan fiskal itu sendiri terdiri dari indeks-indeks:

1. Indeks jumlah penduduk 2. Indeks luas wilayah

3. Indeks Kemahalan Konstruksi

4. Indeks Produk Domestik Regional Bruto perkapita 5. Indeks Pembangunan Manusia.

Kapasitas fiskal merupakan pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil di luar Dana Reboisasi. Penggunaan DAU harus tetap dalam kerangka pencapaian tujuan

pemberian otonomi kepada daerah yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. DAU suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal needs) dan potensi daerah (fiscalcapacity). Perhitungan DAU dilakukan oleh Sekretariat Bidang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam bentuk formula berdasarkan celah fiskal dan alokasi dasar yang tertuang dalam UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Peranan DAU dalam dana perimbangan adalah:

1. Adanya perluasan bagi hasil sumber daya alam dari penerimaan minyak bumi dan gas alam.


(46)

30

2. Dimasukkannya PPL perorangan sebagai kompensasi dan penyelaras

bagi daerah yang tidak memiliki SDA (Sumber Daya Alam) tetap memberikan kontribusi yang besar bagi penerimaan negara.

3. Dengan sistem pembagian berdasarkan atas daerah asal (by origin),

maka sebagian penerimaan yang digali dari daerah dapat dikembalikan dan dinikmati oleh daerah penghasil.

4. Peranan formula distribusi DAU menjadi sangat strategis untuk dapat

menciptakan keseimbangan dan pemerataan antar daerah secara menyeluruh.

Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskalnya kecil akan memperoleh alokasi DAU yang relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya kecil namun kebutuhan fiskalnya besar akan memperoleh alokasi DAU yang relatif besar. Terdapat lima hal yang harus dilakukan daerah dalam mengelola DAU, antara lain:

1) Acceptable, artinya dana tersebut harus mudah diterima dan didayagunakan oleh masyarakat,

2) Accountable, artinya penggunaan dana pusat harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik secara transparan,

3) Profitable, artinya dapat memberikan profit dan nilai tambah tertentu bagi kegiatan perekonomian masyarakat,

4) Sustainable, hasilnya dapat lestari dan berkelanjutan,

5) Replicable, pengelolaan dana dan kelangsungan hasilnya harus dapat dikembangkan oleh semua anggota masyarakat yang ada.


(47)

31

Pengelolaan DAU diserahkan kepada daerah dalam melaksanakan pembangunan dalam konsep Otonomi Daerah, sehingga dibutuhkan pengawasan oleh setiap pihak agar pelaksanaan

pembangunan dapat berjalan dengan baik sesuai dengan konsep good governance.

F. Pengelolaan Keuangan Daerah

Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaran

pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut (PP 105/2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah). Pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib, taat pada perundang-undangan yang berlaku efisien, efektif transparan dan

bertanggungjawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatuhan. Menurut Devas, dkk (1989 : 279-280) terdapat 5 prinsip dalam pengelolaan keuangan daerah:

1. Tanggungjawab (accountability), pemerintah daerah harus mempertanggungjawabkan keuangannya kepada lembaga atau orang yang berkepentingan yang berkepentingan sah, lembaga atau orang itu adalah Pemerintah Pusat, DPRD, Kepala Daerah dan masyarakat umum.

2. Mampu memenuhi kewajiban keuangan, keuangan daerah harus ditata dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua kewajiban atau ikatan keuangan baik jangka pendek, jangka panjang maupun pinjaman jangka panjang pada waktu yang telah ditentukan.


(48)

32

3. Kejujuran, hal-hal yang menyangkut pengelolaan keuangan daerah pada prinsipnya harus diserahkan kepada pegawai yang benar-benar jujur dan dapt dipercaya.

4. Hasil guna (effectiveness) dan daya guna (efficiency), merupakan tata cara mengurus keuangan daerah dengan baik sehingga memungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pemerintah daerah dengan biaya yang serendah-rendahnya dan dalam waktu yang secepat-cepatnya.

5. Pengendalian, aparat pengelola keuangan daerah, DPRD dan petugas pengawasan harus melakukan pengendalian agar semua tujuan tersebut dapat tercapai.

Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah merupakan desain teknis untuk pelaksanaan strategi, sehingga apabila pengeluaran pemerintah mempunyai kualitas yang rendah maka kualitas pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan cenderung melemah yang berakibat kepada wujud daerah dan pemerintah daerah di masa yang akan datang akan sulit untuk dicapai. Elemen manajemen keuangan daerah yang diperlukan untuk mengontrol kebijakan keuangan daerah, meliputi:

1. Akuntabilitas Keuangan Daerah, adalah kewajiban pemerintah daerah untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang terkait dengan penerimaan dan penggunaan uang publik kepada pihak yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta


(49)

33

2. Value for money, konsep yang berorientasi pada kepentingan publik dalam

pencapaian kinerja keuangan dengan tiga pilar utama yaitu ekonomi, efisiensi dan efektifitas.

3. Kejujuran, pengelolaan dipercayakan kepada staf yang memiliki integritas dan kejujuran yang tinggi, sehingga kesempatan untuk korupsi dapat dimimalkan.

4. Transparansi, keterbukaan pemerintah dalam membuat kebijakan-kebijakan keuangan daerah sehingga dapat diawasi oleh masyarakat.

5. Pengendalian, adanya monitoring terhadap penerimaan dan pengeluaran dalam APBD.


(50)

34

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah adalah jenis data sekunder dalam runtun waktu (time series), yaitu tahun 2006-2010 yang diperoleh dari Bag. Keuangan Pemda Lampung Selatan, BAPPEDA Lampung Selatan, dan BPS Lampung Selatan. Untuk menunjang penulisan ini digunakan juga metode kepustakaan guna mencari literatur yang mendukung tema penulisan.

B. Alat Analisis

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatf.

1. Analisis Deskriptif Kualitatif

Yaitu dengan menganalisa dan menafsirkan data dengan menggunakan teori-teori pendukung sehingga dapat memberikan gambaran umum dari pengelolaan Dana Perimbangan terhadap Penerimaan Daerah Kabupaten Lampung Selatan.


(51)

35

2. Analisis Kuantitatif

Untuk mengetahui tingkat kemandirian fiskal Kabupaten Lampung Selatan dalam hubungannya dengan Dana Perimbangan maka digunakan alat analisis berupa pengukuran derajat

desentralisasi fiskal, yaitu:

% 100 1 x TPD PAD Rumus

 Semakin besar nilai persentase PAD terhadap TPD maka semakin besar pula kemandirian fiskal suatu daerah.

% 100 2 x TPD BHPBP Rumus

 Semakin besar nilai persentase BHPBP terhadap TPD maka semakin besar kemandirian fiskal suatu daerah.

% 100 3 x TPD DAU Rumus

 semakin besar nilai persentase rasio DAU terhadap TPD maka ini berarti semakin besar pula ketergantungan fiskal suatu daerah.

Dimana TPD = PAD + BHPBP + DAU

Ket : PAD = Pendapatan Asli Daerah

BHPBP = Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak DAU = Dana Alokasi Umum


(52)

36

C. Gambaran Umum Tempat Penelitian

1. Geografis

Secara geografis Lampung selatan terletak pada posisi 5 15 LS- 6 0' LS dan 105 0 BT - 105 45' BT, dengan luas wilayah mencapai 3.406 km dengan ibukota Kalianda.

Di Kabupaten Lampung Selatan terdapat pelabuhan penyeberangan Bakauheni. Pelabuhan ini merupakan pintu gerbang utama keluar masuknya orang dan barang dari Pulau jawa, yang juga merupakan salah satu sektor yang mendukung peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Wilayah Kabupaten Lampung selatan secara administratif meliputi 10 kecamatan yaitu meliputi 337 desa dan 5 kelurahan , 114 desa diantaranya merupakan desa tertinggal (BPS, 1998). Terdapat 53 desa pantai yang berada dalam 6 kecamatan yaitu Kec. Palas, Kec. Kalianda, Kec. Penengahan , Kec. Sidomulyo, Kec. Padang Cermin dan Kec. Katibung. Berdasarkan UU No. 2 Tahun 1997 tentang Pembentukan Kabupaten Tanggamus yaitu pemekaran wilayah dari Kabupaten Lampung Selatan, maka batas-batas wilayah Kabupaten lampung Selatan adalah sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Lampung Timur, sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Sunda, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lampung Barat, dan sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa.


(53)

37

2. Penduduk

Penduduk yang berdomisili di Kab. Lampung Selatan bermacam-macam suku dari seluruh Indonesia, dan penduduk pendatang lebih besar datang dari pulau Jawa selain akibat perpindahan penduduk secara swakarsa dan spontan serta adanya program pemerintah melalui transmigrasi dimasa kemerdekaan. Jumlah penduduk di Kab. Lampung Selatan pada tahun 2009 berjumlah 1.162.708 jiwa, yang terdiri dari 602.317 laki-laki dan 560.391 jiwa perempuan. Dengan tingkat sex ratio atau perbandingan jumlah penduduk laki-laki dengan perempuan sebesar 107,4 persen, dengan tingkat pendapatan perkapita tiap tahunnya sebesar 1,92 persen.

Kabupaten Lampung Selatan dalam penerimaan DAU selalu teletak diperingkat tiga besar dalam penerimaan DAU dari pemerintah pusat dibandingkan dengan kabupaten lainnya, hal ini

mennunjukan bahwa potensi fiskal (fiscal capacity) yang dimiliki Kabupaten Lampung Selatan cukup besar.

Tabel 6. Perkembangan Penduduk dan Pendapatan Perkapita Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2005-2009

Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Perkembangan (%) Pendapatan Perkapita (Rp) Perkembangan (%) 2005 2006 2007 2008 2009 1.111.358 1.128.912 1.133.180 1.142.435 1.162.708 - 1,58 0,38 0,82 1,77 727.367 731.695 749.936 774.065 799.584 - 0,60 2,49 3,22 3,29

Rata-rata 0,91 1,92

Sumber : Data diolah dari BPS Lampung Selatan. Ket : *) data sementara


(54)

38

Tabel 6. menunjukan bahwa pendapatan perkapita masyarakat di Kab.Lampung Selatan tiap tahunnya mengalami peningkatan sebesar 0,91 persen dan pendapatan perkapita yang mengalami perkembangan sebesar 1,92 persen. Selain dari bidang perdagangan, sektor pariwisata menjadi pendukung unggulan dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Lampung Selatan yang terdiri dari wisata alam, wisaya budaya, wisata tirta, dan wisata pantai yang

diharapkan dapat memberikan potensi yang cukup besar dalam meningkatakan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Lampung Selatan.

3. APBD Kabupaten Lampung Selatan

Umumnya struktur penerimaan APBD Kab. Lampung Selatan masih didominasi bantuan dari pemerintah pusat berupa dana perimbangan yang lebih besar dari Penerimaan Asli Daerah itu sendiri.

Tabel 7. PAD dan Dana Perimbangan Kabupaten Lampung Selatan Tahun Anggaran 2006-2010.

Tahun PAD

(Rp)

Dana Perimbangan (Rp)

2006 2.261.100.425,08 128.270.162.932,51 2007 3.048.575.602,62 121.668.433.346,85 2008 9.811.724.560,88 261.649.884.643,79 2009 9.519.594.688,38 302.922.580.423,91 2010 11.928.095.496,07 373.558.323.637,00 Sumber : Bag. Keuangan Pemda Kabupaten Lampung Selatan.

PAD tiap tahunnya mengalami peningkatan demikian halnya dengan dana perimbangan atau transfer pusat dengan belanja tiap tahunnya mengalami perkembangan sebesar 47,88 persen untuk belanja rutin dan 63,29 persen untuk belanja pembangunan, dan pemerintah Kabupaten Lampung Selatan mengalokasian DAU pada Belanja Rutin, antara lain: Belanja Pegawai,


(55)

39

Belanja Barang, Belanja Pemeliharaan, dan Belanja Perjalanan Dinas. Setelah memenuhi kebutuhan rutin daerah sisa DAU dialokasikan pada Belanja Pembangunan dengan demikian DAU akan memberikan kepastian bagi daerah untuk memperoleh sumber-sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan di daerah sehingga efesiensi dan efektifitas dari penggunaan DAU sangatlah penting dalam rangka Otonomi Daerah.


(56)

48

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan dari berbagai uraian dan pembahasan mengenai pengelolaan dana perimbangan terhadap penerimaan daerah Kabupaten Lampung Selatan, terdapat pokok pikiran yang penting, kesimpulan itu adalah :

1) Pengelolaan Dana Perimbangan yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Lampung Selatan dapat diketahui dari proporsi dana perimbangan terhadap penerimaan daerah (APBD) Kabupaten Lampung Selatan cukup besar yaitu mencapai 66,54 persen

pertahunnya. Perkembangan proporsi transfer pusat/dana perimbangan terus berfluktuasi dari tahun anggaran 2006 hingga tahun 2010. Proporsi transfer pusat tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 74,15 persen dengan implikasi penerimaan daerah meningkat sebesar 27,28 persen dengan adanya dana perimbangan dan terendah pada tahun 2007 sebesar 58,69 persen dengan implikasi penerimaan daerah meningkat sebesar 74,80 persen dengan adanya dana perimbangan. Namun disisi lain hal tersebut

menunjukan bahwa Kabupaten Lampung Selatan masih sangat tergantung pada transfer pusat/dana perimbangan, dan alokasi Dana Perimbangan oleh pemerintah Kabupaten Lampung Selatan dialokasikan pada pengeluaran/belanja, baik belanja rutin maupun belanja pembangunan. Dana Perimbangan sebagian besar dialokasikan pada belanja rutin dibandingkan belanja/pengeluaran pembangunan.


(57)

49

2) Kabupaten Lampung Selatan memilik tingkat kemandirian fiskal yang kecil, dalam hubungannya dengan Dana Alokasi Umum pemerintah setempat masih memiliki

ketergantungan yang besar terhadap pemerintah pusat dengan persentase terhadap DAU terendah sebesar 78,57 persen yang menggambarkan tingkat kemandirian fiskal

Kabupaten Lampung Selatan.

B. Saran

1. Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan sebaiknya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pembangunan dengan mengalokasikan Dana Perimbangan/Transfer Pusat pada belanja pembangunan dan mengurangi tingkat belanja rutin tiap tahunnya sehingga tujuan pembangunan di Kabupaten Lampung Selatan dapat tercapai guna peningkatan kesejahteraan masyarakat.

2. Pengalokasian Dana Perimbangan/Transfer Pusat selain menutupi kekurangan

pengeluaran, sebaiknya dapat dialokasikan pada pengeluaran yang dapat menciptakan sumber-sumber penerimaan yang baru dalam meningkatkan kemandirian fiskal Kabupaten Lampung Selatan.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo, 2002. Ekonomi Dan Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit ANDI Yogyakarta

Mardiasmo, 2004. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Edisi ke - 2, Penerbit ANDI Yogyakarta.

Reksohadiprodjo, S. 2001. Ekonomi Publik, Edisi Pertama, Penerbit BPFE UGM Yogyakarta.

Saragih, 2003.Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi, Penerbit Ghalia Indonesia.

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004. Tentang Sumber-Sumber Penerimaan Daerah Dalam Pelaksanaan Pembangunan.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, Tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009. Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Widjaja, 2002. Otonomi Daerah Dan Daerah Otonomi. Penerbit PT. Raja Grafindo Persada Jakarta.

Widjaya, 2007. Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia. Penerbit PT. Raja Grafindo Persada Jakarta.

PP 105 Tahun 2000 Pasal 1 ayat 1. Tentang Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban Keuangan Daerah.

Bag. Keuangan Pemda Lampung Selatan, BAPPEDA Lampung Selatan, dan BPS Lampung Selatan.

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah http://www.google.com/


(1)

2. Penduduk

Penduduk yang berdomisili di Kab. Lampung Selatan bermacam-macam suku dari seluruh Indonesia, dan penduduk pendatang lebih besar datang dari pulau Jawa selain akibat perpindahan penduduk secara swakarsa dan spontan serta adanya program pemerintah melalui transmigrasi dimasa kemerdekaan. Jumlah penduduk di Kab. Lampung Selatan pada tahun 2009 berjumlah 1.162.708 jiwa, yang terdiri dari 602.317 laki-laki dan 560.391 jiwa perempuan. Dengan tingkat sex ratio atau perbandingan jumlah penduduk laki-laki dengan perempuan sebesar 107,4 persen, dengan tingkat pendapatan perkapita tiap tahunnya sebesar 1,92 persen.

Kabupaten Lampung Selatan dalam penerimaan DAU selalu teletak diperingkat tiga besar dalam penerimaan DAU dari pemerintah pusat dibandingkan dengan kabupaten lainnya, hal ini

mennunjukan bahwa potensi fiskal (fiscal capacity) yang dimiliki Kabupaten Lampung Selatan cukup besar.

Tabel 6. Perkembangan Penduduk dan Pendapatan Perkapita Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2005-2009

Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Perkembangan (%) Pendapatan Perkapita (Rp) Perkembangan (%) 2005 2006 2007 2008 2009 1.111.358 1.128.912 1.133.180 1.142.435 1.162.708 - 1,58 0,38 0,82 1,77 727.367 731.695 749.936 774.065 799.584 - 0,60 2,49 3,22 3,29

Rata-rata 0,91 1,92

Sumber : Data diolah dari BPS Lampung Selatan. Ket : *) data sementara


(2)

Tabel 6. menunjukan bahwa pendapatan perkapita masyarakat di Kab.Lampung Selatan tiap tahunnya mengalami peningkatan sebesar 0,91 persen dan pendapatan perkapita yang mengalami perkembangan sebesar 1,92 persen. Selain dari bidang perdagangan, sektor pariwisata menjadi pendukung unggulan dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Lampung Selatan yang terdiri dari wisata alam, wisaya budaya, wisata tirta, dan wisata pantai yang

diharapkan dapat memberikan potensi yang cukup besar dalam meningkatakan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Lampung Selatan.

3. APBD Kabupaten Lampung Selatan

Umumnya struktur penerimaan APBD Kab. Lampung Selatan masih didominasi bantuan dari pemerintah pusat berupa dana perimbangan yang lebih besar dari Penerimaan Asli Daerah itu sendiri.

Tabel 7. PAD dan Dana Perimbangan Kabupaten Lampung Selatan Tahun Anggaran 2006-2010.

Tahun PAD

(Rp)

Dana Perimbangan (Rp)

2006 2.261.100.425,08 128.270.162.932,51 2007 3.048.575.602,62 121.668.433.346,85 2008 9.811.724.560,88 261.649.884.643,79 2009 9.519.594.688,38 302.922.580.423,91 2010 11.928.095.496,07 373.558.323.637,00 Sumber : Bag. Keuangan Pemda Kabupaten Lampung Selatan.

PAD tiap tahunnya mengalami peningkatan demikian halnya dengan dana perimbangan atau transfer pusat dengan belanja tiap tahunnya mengalami perkembangan sebesar 47,88 persen untuk belanja rutin dan 63,29 persen untuk belanja pembangunan, dan pemerintah Kabupaten Lampung Selatan mengalokasian DAU pada Belanja Rutin, antara lain: Belanja Pegawai,


(3)

Belanja Barang, Belanja Pemeliharaan, dan Belanja Perjalanan Dinas. Setelah memenuhi kebutuhan rutin daerah sisa DAU dialokasikan pada Belanja Pembangunan dengan demikian DAU akan memberikan kepastian bagi daerah untuk memperoleh sumber-sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan di daerah sehingga efesiensi dan efektifitas dari penggunaan DAU sangatlah penting dalam rangka Otonomi Daerah.


(4)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan dari berbagai uraian dan pembahasan mengenai pengelolaan dana perimbangan terhadap penerimaan daerah Kabupaten Lampung Selatan, terdapat pokok pikiran yang penting, kesimpulan itu adalah :

1) Pengelolaan Dana Perimbangan yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Lampung Selatan dapat diketahui dari proporsi dana perimbangan terhadap penerimaan daerah (APBD) Kabupaten Lampung Selatan cukup besar yaitu mencapai 66,54 persen

pertahunnya. Perkembangan proporsi transfer pusat/dana perimbangan terus berfluktuasi dari tahun anggaran 2006 hingga tahun 2010. Proporsi transfer pusat tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 74,15 persen dengan implikasi penerimaan daerah meningkat sebesar 27,28 persen dengan adanya dana perimbangan dan terendah pada tahun 2007 sebesar 58,69 persen dengan implikasi penerimaan daerah meningkat sebesar 74,80 persen dengan adanya dana perimbangan. Namun disisi lain hal tersebut

menunjukan bahwa Kabupaten Lampung Selatan masih sangat tergantung pada transfer pusat/dana perimbangan, dan alokasi Dana Perimbangan oleh pemerintah Kabupaten Lampung Selatan dialokasikan pada pengeluaran/belanja, baik belanja rutin maupun belanja pembangunan. Dana Perimbangan sebagian besar dialokasikan pada belanja rutin dibandingkan belanja/pengeluaran pembangunan.


(5)

2) Kabupaten Lampung Selatan memilik tingkat kemandirian fiskal yang kecil, dalam hubungannya dengan Dana Alokasi Umum pemerintah setempat masih memiliki

ketergantungan yang besar terhadap pemerintah pusat dengan persentase terhadap DAU terendah sebesar 78,57 persen yang menggambarkan tingkat kemandirian fiskal

Kabupaten Lampung Selatan.

B. Saran

1. Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan sebaiknya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pembangunan dengan mengalokasikan Dana Perimbangan/Transfer Pusat pada belanja pembangunan dan mengurangi tingkat belanja rutin tiap tahunnya sehingga tujuan pembangunan di Kabupaten Lampung Selatan dapat tercapai guna peningkatan kesejahteraan masyarakat.

2. Pengalokasian Dana Perimbangan/Transfer Pusat selain menutupi kekurangan

pengeluaran, sebaiknya dapat dialokasikan pada pengeluaran yang dapat menciptakan sumber-sumber penerimaan yang baru dalam meningkatkan kemandirian fiskal Kabupaten Lampung Selatan.


(6)

Mardiasmo, 2002. Ekonomi Dan Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit ANDI Yogyakarta

Mardiasmo, 2004. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Edisi ke - 2, Penerbit ANDI Yogyakarta.

Reksohadiprodjo, S. 2001. Ekonomi Publik, Edisi Pertama, Penerbit BPFE UGM Yogyakarta.

Saragih, 2003.Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi, Penerbit Ghalia Indonesia.

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004. Tentang Sumber-Sumber Penerimaan Daerah Dalam Pelaksanaan Pembangunan.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, Tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009. Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Widjaja, 2002. Otonomi Daerah Dan Daerah Otonomi. Penerbit PT. Raja Grafindo Persada Jakarta.

Widjaya, 2007. Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia. Penerbit PT. Raja Grafindo Persada Jakarta.

PP 105 Tahun 2000 Pasal 1 ayat 1. Tentang Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban Keuangan Daerah.

Bag. Keuangan Pemda Lampung Selatan, BAPPEDA Lampung Selatan, dan BPS Lampung Selatan.

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah http://www.google.com/