KEDUDUKAN WAKIL KEPALA DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

(1)

KEDUDUKAN WAKIL KEPALA DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

Abstrak

Keberadaan wakil kepala daerah dalam undang-undang pemerintahan daerah bertentangan dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, yang tidak menyebutkan kedudukan wakil kepala daerah. Dengan kondisi demikian dalam ketentuan konstitusional tersebut terdapat permasalahan konstitusionalitas posisi wakil kepala daerah, baik dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 2 tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang. Dalam membahas kedudukan wakil kepala daerah metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif yang menelaah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kedudukan wakil kepala daerah menurut UUD Tahun 1945. Pendekatan yang digunakan dalam membahas kedudukan wakil kepala daerah dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan sejarah. Keberadaan wakil kepala daerah dalam pemerintahan daerah sangat dipengaruhi oleh ketentuan Undang-Undang Dasar yang berlaku saat itu, selain itu berdampak terhadap ketentuan undang-undang tentang pemerintahan daerah. Beberapa diantaranya Undang Nomor 1 Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 Undang Nomor 18 Tahun 1965 s/d Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, telah menempatkan wakil kepala daerah menjadi bagian dari paket kepala daerah. Bahwa kedudukan seorang wakil kepala daerah merupakan pembantu dari kepala daerah dalam melaksanakan kewajibannya dan melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh kepala daerah. Dengan kata lain seorang wakil kepala daerah hanyalah second hand, jika Kepala Daerah menghendaki, seorang wakil kepala daerah dapat tidak memiliki tugas sama sekali karena keseluruhan pertanggung jawaban nya ada pada kepala daerah.


(2)

KEDUDUKAN WAKIL KEPALA DAERAH MENURUT

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

(Skripsi)

Oleh

Riki Indra

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2016


(3)

KEDUDUKAN WAKIL KEPALA DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

Abstrak

Keberadaan wakil kepala daerah dalam undang-undang pemerintahan daerah bertentangan dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, yang tidak menyebutkan kedudukan wakil kepala daerah. Dengan kondisi demikian dalam ketentuan konstitusional tersebut terdapat permasalahan konstitusionalitas posisi wakil kepala daerah, baik dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 2 tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang. Dalam membahas kedudukan wakil kepala daerah metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif yang menelaah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kedudukan wakil kepala daerah menurut UUD Tahun 1945. Pendekatan yang digunakan dalam membahas kedudukan wakil kepala daerah dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan sejarah. Keberadaan wakil kepala daerah dalam pemerintahan daerah sangat dipengaruhi oleh ketentuan Undang-Undang Dasar yang berlaku saat itu, selain itu berdampak terhadap ketentuan undang-undang tentang pemerintahan daerah. Beberapa diantaranya Undang Nomor 1 Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 Undang Nomor 18 Tahun 1965 s/d Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, telah menempatkan wakil kepala daerah menjadi bagian dari paket kepala daerah. Bahwa kedudukan seorang wakil kepala daerah merupakan pembantu dari kepala daerah dalam melaksanakan kewajibannya dan melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh kepala daerah. Dengan kata lain seorang wakil kepala daerah hanyalah second hand, jika Kepala Daerah menghendaki, seorang wakil kepala daerah dapat tidak memiliki tugas sama sekali karena keseluruhan pertanggung jawaban nya ada pada kepala daerah.


(4)

KEDUDUKAN WAKIL KEPALA DAERAH MENURUT

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

Riki Indra

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2016


(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak ke-4 (empat) dari 4 saudara pasangan Erman dan Yanidar alhamdulillah syukur penulis dilahirkan dengan selamat pada hari Minggu Tanggal 19 Mei 1991, dari rahim seorang ibu yang sangat penyanyang. Penulis merupakan anak rantauan dari kota kecil namun padat penduduk yaitu Kota Tembilahan, karier pendidikan penulis diimulai saat menginjakkan kaki di SDN 002 Tembilahan hingga lulus sekolah dasar. Cerita sekolah penulis berlanjut tatkala berhasil lulus di SMP Negeri 2 Tembilahan dan SMA Negeri 1 Tembilahan.

Kehidupan sederhana dilalui penulis dalam kesehariannya saat mengemban pendidikan status siswa hingga mahasiswa, tepat pada tahun 2009 penulis mendaftarkan diri pada jalur SNMPTN 2009. Pilihan IPS pada Pilihan 1 untuk Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (Fkip) Unila, pilihan 2 pada Fakultas Hukum Unila, atas karunia Allah SWT penulis lulus pada pilihan kedua. Sehingga penulis tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung Angkatan 2009. Selama aktif kuliah di kampus, penulis gemar dengan berbagai aktivitas yang menyibukkan, baik organisasi maupun bersosialisasi. Terlebih penulis bertemu sahabat-sahabat luar biasa dalam lingkungan serta kesehariannya selama ini.


(8)

Dalam rentang dari tahun 2009 s/d 2013 penulis terkadang diamanahkan pada berbagai organisasi dari tingkat fakultas hingga universitas, yaitu Mujahid Muda FOSSI FH tahun 2009-2010, Anggota Tetap PSBH FH Unila 2010, Anggota Kelompok Diskusi Mahasiswa (KDM) FH Unila, dan Sekretaris Umum FOSSI FH Unila 2011-2012. Pada tingkatan Fakultas, Penulis dipercaya untuk mengemban amanah sebagai Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Hukum Tata Negara Unila 2013 dan pada tingkatan Universitas bersama kawan-kawan seperjuangan, berhasil membentuk sebuah organisasi baru di Unila yang bernama PIK M Raya.

Penulis juga terkadang mengikuti beberapa pelatihan diantaranya LKMI-TD, dan beberapa pelatihan dan seminar tingkat daerah maupun nasional. Penulis juga mengeluti dunia penulisan karya ilmiah mengikuti LKTI-M Piala Gubernur Lampung tahun 2011 dan LKTI-M se kota Bandar Lampung dengan predikat juara II tahun 2011, penulis pernah mengikuti lomba Mood Court (peradilan semu) tingkat fakultas maupun Nasional serta beberapa kali tembus proposal PKM pada tahun 2012-2013 maupun PMW 2013 yang menjadi jalan bagi penulis membuka usaha mikro dan lapangan pekerjaan kecil-kecilan dan membentuk jiwa Entrepreneur bagi penulis hingga sempat mengecap manis pahit nya Universitas Kehidupan di akhir masa perkuliahan.


(9)

“MOTTO”

Cukup Lah Allah sebagai penolong kami, dan Allah adalah

sebaik-baiknya pelindung

(Qs. Ali- Imran, 173)

Barangsiapa merintis jalan mencari ilmu maka Allah akan

memudahkan baginya jalan ke surga.”

(HR. Muslim)

“Kejujuran Lebih Baik Dari Kebenaran”

(Armen Yasir)

Big Price Huge Victory!!


(10)

PERSEMBAHAN

Atas semua Nikmat dan Rahmat-Mu

Kecil syukurku Untuk-Mu, Besar Kasih Sayang-Mu untukku Inilah langkahku, kuingin berkah pada jiwa dan langkahku

Bismillahirrahmanirrohim

Sebuah karya sederhana ini kupersembahkan kepada:

Ayahanda Erman (Alm), dan Ibunda tercinta Yanidar sebagai jalan menuju surga dan surga sesungguhnya didunia ini bagiku, yang telah membesarkan,

mendidik, mendoakan disetiap langkah perjuanganku.

Semua Abang, Kakak tercinta Eriyanti, S.T.P., Anjas Asmara Dan Dedek Irawan, A.Md.

Saudara seperjuangan, pergerakan dan pecinta ilmu pengetahuan


(11)

SANWACANA

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Ucap syukurku pada Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Armen Yasir, S.H.,M.Hum., selaku Dosen Senior pada Bagian Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Universitas Lampung; Sebagai dosen pembimbing I, sebagai motivator, pelecut serta sebagai inspirator akan sebuah semangat, moral serta keteladanan dan orang yang akan paling penulis ingat ketika sukses nanti karna jasa bapak yang tak ternilai oleh harga serta Terima Kasih dan permohonan maaf sebesar-besar nya dalam mendidik, membimbing penulis hingga selesai penulisan skripsi ini yang atas semua bimbingan bapak, insyaallah menjadi berkah dalam kehidupan bapak.

2. Ibu Martha Riananda, S.H.,M.H. selaku dosen pembimbing II; sosok keibuan yang terus mendukung penulis serta kemudahan yang ibu berikan guna kelancaran selama menulis skripsi, insyaAllah Allah akan memudahkan hidup ibu pula di dunia maupun akhirat.


(12)

ix

3. Bapak Rudy, S.H., LL.M., LL.D. selaku dosen pembahas utama penulis; terima kasih atas semua ilmu, masukan dan kritikan pada penulisan skripsi ini. Bapak telah mengajarkan nilai-nilai pembawaan sikap kasih sayang layak nya seorang pendidik, salut buat bapak dalam pembawaan sikap langka terhadap mahasiswa akhir yang tidak dimiliki oleh setiap dosen pengajar, yang tanpa itu semua akan sulit bagi penulis dalam perjalanan menulis skripsi ini.

4. Bapak Iwan Satriawan, S.H.,M.H. selaku dosen pembahas II, serta Pembimbing Akademik; yang tak henti-henti memberikan masukan, kritik dan saran serta dorongan untuk menulis skripsi ini.

5. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H.,M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung

6. Bapak Marjiyono, S.pd. yang buat penulis “speechless” atas “support” bapak, bantuan di segala apapun, serta dorongan yang tak henti-henti mengalir layak nya seorang ayah.

7. Dosen-dosen Fakultas Hukum, mulai dari Bapak Muhtadi yang menjadi dosen inspirasi, pribadi bapak yang tegas namun cerdas, yang memberikan masukan pada skripsi penulis diawal-awal penulisan, Ibu Yusnani dengan masukan atas penulisan skripsi penulis, Bapak Arif dengan masukan dan kritikan tajam nan membangun pada skripsi penulis, Serta Ibu Yulia Netta,ibu, Bapak Yoga,bapak Budiono Bapak Yhannu dan Bapak Rudi Antoni yang telah berbagi ilmu pada penulis.


(13)

x

8. Seluruh Civitas Akademika di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas semua ilmu yang dibagikan.

9. Terima kasih luar biasa pada Bapak Jarwo dan Bapak Supendi telah menjadi bapak, sahabat dan teman curhat atas cerita nan berbagai peristiwa yang ada dan support pada penulis selama menjadi mahasiswa dan hingga menyelesaikan skripsi ini.

10. Kedua orang tua ku,Ama yang berdiri ringkih disamping ku disaat orang lain menghindar,yang tiada putus kasih sayang mu mendoakan, bantuan masukan serta saran-saran dari seorang ibu luar biasa yang tiada dua nya engkau lah Jalan Surga dan Surgaku, penyemangatku, semuanya untukmu. Tiada cukup kata didunia ini untukmu, Biarkanlah Allah SWT melihat semua ini dan membalasnya.

11. Uny ku Eriyanti, tetap lah cerewet dan suka marah, tapi baik banget yang selalu support disaat susah, baik kehidupan sehari-hari maupun segala macam urusan skripsi.

12. Abang Anjas yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil, serta kritikan pedas khas chandaan yang membangun dan melecut pribadi penulis.

13. Abang Dedek Irawan yang dari awal kuliah banyak sekali bantuan yang engkau berikan, sebagai abang luar biasa yang akan penulis ingat jasa budi yang telah engkau keluarkan.


(14)

xi

14. Keluarga besar dimanapun berada, ingatlah selalu aku akan membanggakan kalian dan begitupun kelak sebaliknya nama Er akan kembali harum di tangan bungsu ini.

15. Saudaraku alias konco-konco the best para MABES Crew (markas besar): Muhammad Amin Putra yang entah bagaiman akan membalas nya nanti atas kebaikan sebagai seorang kawan, sahabat melewati itu semua engkau adalah sodara min,Sofyan Jailani, Pimal Ibrahim, Saputro Prayitno, Roni Septian Maulana, SM Munawar Harun Al-Rasyid, Gigih Suci Prayudi, Muhammad

Yudho Safe’i, Hidayat Fadillah, Muhammad Gribaldi, Syukri Ramadhan, Andika Prayoga, Raden Permata, Ridho Abdilah Husin, Muhammad Faisal SF, Handi Alifta Mahendra, Adam Tiansyah, M. Tajuddin, Rafly Pramudya, Garda Arian Gunawan serta Ari Otoy;

16. Rekan-rekan HIMA HTN 2009 yang luar biasa menemani diri, Sofyan Jailani, Muhamad Yudho Syafe’i, Muhammad Amin Putra, Mushab Rabbani, Nico Noviansyah, Zulqadri Anand, Malicia Evendia, Dinarti Andarini dan Reisa Malida.

17. Rekan-rekan Kuliah Kerja Nyata periode I. Desa bumi dana waykanan, Januari 2012.

18. Semua guru-guruku yang telah mendidik dan mengajarku dari SDN 002 Tembilahan, SMP Negeri 2 Tembilahan, SMA Negeri 1 Tembilahan.

19. Semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih atas do’a, dukungan dan semangatnya.


(15)

xii

Inilah sebagian ilmu ku yang kutulis dalam lembar-lembar, dan ini tidak lain hadir karena Rahmat dan Karunia serta Pertolongan Allah SWT pada hambanya ini. Semoga berakhirnya masa studi ini sebagai langkah awal dari cerita indah berikutnya dalam kehidupan ini. Amin ya rabbalalamin.

Billahi Taufiq Walhidayah.

Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Bandarlampung, Juli 2016

Penulis


(16)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Kegunaan Penelitian... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Pemerintahan Daerah ... 7

2.2 Pemerintah Daerah ... 15

2.3 Wakil Kepala Daerah dan Kedudukannya ... 16

2.4 Jabatan dan Wewenang Wakil Kepala Daerah ... 18

III.METODE PENELITIAN ... 27

3.1 Jenis dan Tipe Penelitian ... 27

3.2 Metode Pendekatan ... 28

3.3 Data dan Sumber Data ... 29

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 30

3.5 Metode Pengolahan Data dan Bahan ... 31


(17)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Pemerintah Daerah Sebelum dan Sesudah Perubahan UUD 45 ... 32

4.1.1 Pemerintah Daerah Menurut UUD 1945 (Sebelum Perubahan) ... 33

4.1.2 Pemerintah Daerah Menurut Konstitusi Republik Indonesia (RIS)Tahun1949 ... 43

4.1.3 Pemerintah Daerah Menurut UUD Sementara 1950 ... 46

4.1.4 Pemerintah Daerah Menurut UUD 1945 Tahun 1965 (sebelumperubahan) ... 52

4.1.5 Pemerintah Daerah Menurut UUD 1945 (Setelah Perubahan) ... 55

4.2 Pemerintah Daerah Dalam UUD 1945 ... 61

4.3 Urgensi Wakil Kepala Daerah Dalam Pelaksanaan Pemerintahan Daerah ... 62

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 70

5.1 Kesimpulan ... 70

5.2 Saran ... 71


(18)

1 I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Reformasi telah mengubah Indonesia menjadi negara yang lebih demokratis dan mengaplikasikan berbagai demokrasi ke berbagai macam bentuk kehidupan berbangsa dan bernegara.Salah satunya adalah agenda reformasi yang menghendaki dilakukannya otonomi daerah yang seluas-luasnya atas sistem sentralisasi pada masa orde baru1.

Pemberian otonomi kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam lingkup sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).Selanjutnya M. Ryaas Rasyid, menjelaskan :

1

Agenda Reformasi secara lengkap diantaranya: Adili Soeharto dan kroni-kroninya, Laksanakan amandemen UUD 1945, Hapuskan Dwi Fungsi ABRI, Pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luasnya, Tegakkan supremasi hukum, Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN


(19)

2 “Terdapat beberapa rasionalitas terhadap pemberian kewenangan yang

luas kepada Daerah, diantaranya adalah pemilihan otonomi luas merupakan pilihan yang sangat strategis dalam rangka memelihara Nation State (Negara Bangsa) yang sudah lama terpelihara, oleh karena itu dengan memberikan kewenangan yang utuh dalam rekrutmen politik lokal, masyarakat di Daerah dapat menentukan sendiri segala bentuk

kebijaksanaan yang menyangkut harkat hidup mereka.”2

Pemberian otonomi kepada daerah tidak terlepas dari adanya kepala daerah sebagai perwujudan pelaksanaan otonomi, yang mengatur dan mengurus urusan otonomi tersebut.Landasan dilaksanakannya otonomi daerah telah termaktub dalam Bab VI Pasal 18 UUD 1945 perubahan kedua dengan judul Pemerintahan Daerah, dan dibentuknya undang-undang tentang pemerintahan daerah pasca reformasi yaitu Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan diganti dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan disahkannya Undang-Undang No. 2 tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang PemerintahanDaerah Menjadi Undang-Undang.

Pemerintah dapat diartikan sebagai eksekutif dalam kewenangannya menjalankan penyelengaraan pemerintahan. Demikian dengan pemerintah daerah, dalam UUD 1945 dinyatakan dengan tegas sebagai Gubernur, Bupati dan Walikota sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang PemerintahanDaerah dinyatakan sebagai Kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah,danPasal 4 ayat (1)

2

Ryaas Rasyid, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, (Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2004), hal. 37-39.


(20)

3

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menyatakanbahwa Provinsi sebagai wilayah kerja bagi Gubernur, dan ayat (2) bahwa Kabupaten/Kota adalah wilayah kerja dari Bupati/Walikota. Kepala daerah dalam menjalankan penyelengaraan Pemerintahan Daerah berserta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dibantu oleh perangkat daerah, yang terdiri Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Inspektorat, Dinas, dan Badan, untuk tingkat Kabupaten/Kota.

Dalam ketentuan konstitusional tersebut terdapat permasalahan konstitusionalitas posisi wakil kepala daerah, baik dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 2 tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang PemerintahanDaerah Menjadi Undang-Undangyang mencantumkan posisi wakil kepala daerah dinilai dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 19453 yang tidak menetapkan kedudukan wakil kepala daerah secara tegas. Kedudukan wakil kepala daerah dalam pemerintahan daerah muncul setelah adanya pengaturan pemerintah daerah diatas,Sebagai perbandingan, berbeda dengan pasal 6A dalam undang-undang dasar Negara republik Indonesia tahun 1945 perubahan ketiga secara jelas dinyatakan presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat, bahkan dalam UUD 1945 sebelum amandemen di pasal 4 ayat 2 menyatakan bahwa dalam melakukan kewajibannya presiden dibantu oleh satu orang wakil presiden.

3

Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.


(21)

4

Dari permasalahan tersebut penulis tertarik menulis skripsi dengan judul “Kedudukan Wakil Kepala Daerah Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang diuraikan diatas maka penulis dapat merumuskan permasalahan, yaitu :

1. Bagaimana kedudukan Wakil Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945?

2. Apakah urgensi keberadaaan Wakil Kepala Daerah dalam pelaksanaan pemerintahan daerah?

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini dibatasi pada ; kedudukanWakil Kepala Daerah menurut Undang-Undang Dasar Negara Indonesia tahun 1945 dan urgensi wakil kepala daerah dalam pelaksanaan Pemerintahan Daerah.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kedudukanWakil Kepala Daerah menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


(22)

5

2. Untuk mengetahui urgensi Wakil Kepala Daerahdalam pelaksanaan Pemerintahan Daerah.

1.5 Kegunaan Penelitian

Adapun yang menjadi kegunaan dari penelitian ini adalah: 1. Kegunaan Teoritis

Kegunaan teoritis adalahuntuk memberikan sumbangan pemikiran dan pengembangan Ilmu Hukum khususnya Hukum Tata Negara (HTN) dalam memahami kedudukanWakil Kepala Daerah dalam Undang-Undang Dasar Negar Republik Indonesia tahun 1945 melalui interpretasinya.

2. Kegunaan Praktis

Kegunaan praktis dalam penelitian ini adalah :

a. Untuk memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai interpretasi kedudukanWakil Kepala Daerah dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

b. Bahan informasi atau bahan bacaan bagi pihak-pihak yang berkepentingan khususnya mahasiswa dalam memahami interpretasi kedudukanWakil Kepala Daerah dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


(23)

6

c. Sebagai salah satu syarat akademik bagi peneliti untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.


(24)

7 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pemerintahan Daerah

Bentuk negara Indonesia diamanatkan sebagai negara kesatuan, berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUD 19454.Dalam hakikat negara kesatuan adalah negara yang kedaulatannya tidak terbagi, atau dengan kata lain, negara yang kekuasaan pemerintahan pusatnya tak terbatas5.Jika kekuasaan pusat berpendapat, ada baiknya mendelegasikan kekuasaan itu pada badan-badan tambahan, apakah badan-badan tersebut berupa otoritas daerah atau otoritas kolonial-maka hal itu bisa saja dilakukan mengingat otoritas pusat memiliki kekuasaan penuh6.Dari penjelasan diatas maka, kekuasaan mutlak terdapat pada pemerintah/otoritas pusat, pembentukan pemerintah/otoritas daerah dapat dilakukan.

Dalam konteks kekinian, pembentukan tersebut tidak lain disebut dengan otonomi daerah (desentralisasi dan dekonsentrasi). Sejalan dengan bentuk negara tersebut, dalam UUD 1945 juga telah mengatur ketentuan mengenai Pemerintahan Daerah.yang diatur lebih lanjut dalam Pasal 18 UUD 1945.Pasal 18 UUD Tahun 1945 merupakan landasan atau pedoman dasar bagi terbentuknya sistem

4

Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.

5

C. F Strong, Konstitusi – Konstitusi Politik Modern: Studi Perbandingan Tentang Sejarah dan

Bentuk – Bentuk Konstitusi Dunia, Terj.SPA Neamwork (Bandung: Nusa Media, 2008), hlm. 115

6


(25)

8

Pemerintahan Daerah di Indonesia, sebagaimana isi dari pasal 18 tersebut adalah

sebagai berikut : “Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawartan dalam sistem Pemerintahan Negara, dan hak-hak asal usul dalam daerah yang bersifat Istimewa.”7

Dalam Pasal 18 UUD Tahun 1945, terdapat beberapa makna yang terkandung diantaranya juga termasuk mengenai apa yang disebut dengan pemerintahan daerah, berikut adalah penjabaran makna terhadap Pasal 18, yaitu :

1. Negara Kesatuan Republik Indonesia mengakui adanya pemerintahan daerah. 2. Pemerintahan daerah yang ada mencakup daerah besar dan kecil yang dimiliki

menurut status hukum daerah tertentu.

3. Pemerintah daerah yang ada didasar pada asas demokrasi, dengan memiliki DPRD diseluruh Kabupaten/kota.

4. Mengakui adanya daerah swapraja maupun kesatuan masyarakat hukum yang ada didaerah.

5. Memperhatikan keistimewaan atau kekhususan yang dimiliki oleh suatu daerah.

Perubahan yang signifikan terjadi ketika dilakukannya perubahan terhadap Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perubahan tersebut dilakukan secara fundamental dan berbeda dari sebelumnya.Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam terbitan resminya mengenai paduan dalam

7


(26)

9

memasyarakatkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa terdapat 7 prinsip yang menjadi paradigma dan arah politik yang mendasari Pasal 18, 18A dan Pasal 18B UUD 1945, yaitu :8

1. Prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan ( Pasal 18 ayat (2) ) 2. Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya ( Pasal 18 ayat (5) ) 3. Prinsip kekhususan dan keragaman daerah ( Pasal 18 ayat (1) )

4. Prinsip mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya ( Pasal 18B ayat (2) )

5. Prinsip mengakui dan menghormati Pemerintahan Daerah yang bersifat khusus dan istimewa ( Pasal 18B ayat (3) )

6. Prinsip badan perwakilan dipilih langsung dalam suatu pemilihan umum ( Pasal 18 ayat (3) )

7. Prinsip hubungan pusat dan daerah dilaksanakan secara selaras dan adil ( Pasal 18A ayat (2) )

Perubahan UUD 1945 memulai dinamika pemerintahan daerah, yang ditandai era desentralisasi.Pemerintahan daerah diamanatkan untuk mengurus daerah wilayahnya sendiri, dalam lingkup Gubernur, Bupati dan Walikota sebagai kepala pemerintah daerah bersama dengan DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota9. Namun, dengan merujuk bahwa pelaksana tugas pemerintah maka pengertian pemerintahan di

8

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Panduan dalam Memasyarakatkan Undang

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Sekertariat MPR RI, Jakarta, 2003, hal.

102-103.

9


(27)

10

sini dapat diartikan sebagai proses pemerintahan atau keseluruhan sistem dan mekanisme pemerintahan. Dengan demikian kata pemerintah lebih sempit cakupan pengertiannya dari pemerintahan.Kata pemerintah dapat dikatakan hanya menunjuk kepada institusi pelaksana atau eksekutif saja yaitu dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan pusat dan daerah yang berisi kebijakan kenegaraan di daerah dan kebijakan pemerintahan daerah itu sendiri10.

Dalam rangka menjalankan otonomi daerah dilakukan oleh Pemerintah daerah beserta DPRD dan dibantu oleh perangkat daerah.Keberadaan pemerintah daerah yaitu kepala daerah dan DPRD merupakan bentuk sinergitas, DPRD tidak dipahami sebagai lembaga legislatif daerah namun merupakan kesatuan dengan pemerintah daerah dalam menjalankan pemerintahan daerah.Perubahan UUD 1945 tidak banyak mengubah bentuk dari pemerintahan daerah, hanya kewenangan-kewenangan dan titik berat otonomi yang berubah, yang diwujudkan dalam beberapa perubahan undang-undang tentang pemerintahan daerah.

Dalam beberapa periode pemerintah daerah dalam melaksanakan tugasnya diatur dalam ketentuan diantaranya:

a. UU No.1 tahun 1945 tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah b.UU No.22 tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah

c.UU No.1 tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah

10

Jimly Asshiddiqie, Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara, (jakarta: Konstitusi Press, 2006), hlm. 153


(28)

11

d.UU No.6 tahun 1959 tentang Penyerahan Tugas-Tugas Pemerintahan Pusat Dalam Bidang Pemerintahan Umum, Pembantuan Pegawai Negeri, dan Penyerahan Keuangan Kepada Pemerintah Daerah

e.UU No.18 tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah f.UU No.5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah g.UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

h.UU No.32 tahun 2004juncto UU No. 12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah i. UU No. 2 tahun 2015 Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang PemerintahanDaerah Menjadi Undang-Undang.

Pemerintahan daerah dikembangkan berdasarkan asas otonomi (desentralisasi) dan tugas pembantuan11, dalam ketentuan UU No. 22 Tahun 1999 pelaksanaan dekonsentrasi berada pada tingkat kabupaten, kota dan desentralisasi pada Provinsi sedangkan pada ketentuan UU No. 32 Tahun 2004 sebaliknya desentralisasi pada tingkat kabupaten, kota dan dekonsentrasi pada tingkat provinsi.

Menurut Manor, kebijakan desentralisasi berasal dari kebutuhan untuk memperkuat pemerintah daerah dalam rangka menjembatani jurang pemisash antara negara dan masyarakat lokal12. Pendapat lainnya oleh Gerald Maryanov bahwa desentralisasi merupakan metode untuk mengakomodasikan kemajemukan, aspirasi,

11

Jimly Asshidiqqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Mahkamah Konstitusi dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004), hlm. 212

12

Rudy, Hukum Pemerintahan Daerah Perspektif Konstitusionalisme Indonesia, (Bandar Lampung: Indepth Publishing, 2012), hlm. 18


(29)

12

dan tuntutan masyarakat dalam batas-batas negara kesatuan13,Dalam pemahaman sebaliknya desentralisasi seringkali direpresentasikan sebagai antitesa dari sentralisasi. Antara dua kutub, dalam perkembangannya tidak jarang diletakkan pada kutub yang saling berlawanan,14 seharusnya di dalam negara kesatuan di samping keliru untuk mempertentangkan keduanya tidak bisa ditiadakan sama sekali. Artinya kedua konsep, sistem bahkan teori dimaksud saling melengkapi dan membutuhkandalam kerangka yang ideal sebagai sendi negara demokratis.Negara yang menganut desentralisasi pasti juga melaksanakan sentralisasi secara bersamaan15.Penyelenggaraan pemerintah daerah melalui sistem desentralisasi yang berinti pokok atau bertumpu pada otonomi sangat mutlak didalam otonomi negara demokrasi.

Diamond menyatakan bahwa pemerintahan di daerah beserta dengan aktor-aktor politik lainnya memiliki peran yang sangat penting untuk akselerasi demokrasi di daerah16.Penitngnya demokrasi di daerah oleh aktor politik daerah bukan hanya dalam hal pemecahan kekuasaan.Dalam bahasa yang lebih tegas lagi dapat dikatakan bahwa demokrasi bukanlah sekedar pemencaran wewenang (spreiding van bevoegheid) tetapi mengandung juga pembagian kekuasaan (scheiding van matchten)

13

Bhenyamin Hoessein, Perubahan Model, Pola, dan Bentuk Pemerintahan daerah: Dari Era Orde

Baru ke Era Reformasi, (Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Indonesia, 2011), hlm. 59

14

S.J. Wolhoff, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Republik Indonesia, (Jakarta: Timun Mas, NV, 1995) hlm.211

15

Bhenyamin Hoessein, Op. Cit. hlm. 59

16

Armen yasir, Formulasi Ideal Pemilu Kepala Daerah Sebagai Sarana penguatan Sistem Demokrasi

dan Otonomi di Daerah, Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional dengan Tema “Tinjauan

Terhadap Sistem Pemilihan Umum Kepala Daerah Langsung Dalam Rangka Penguatan Sistem


(30)

13

untuk mengatur dan mengurus penyelenggaraan pemerintah tingkatan lebih rendah. Hal ini dikarenakan desentralisasi senantiasa berkaitan dengan status mandiri atau otonom, maka setiap pembicaraan mengenai desentralisasai akan selalu dipersamakan atau dengan sendirinya berarti membicarakan otonomi. Sebagaimana dalam pemikiran Moh.Hatta yaitu otonomisasi tidak saja berarti melaksanakan demokrasi, tetapi mendorong berkembangnya prakarsa sendiri.Prakarsa sendiri berarti pengambilan keputusan dan pelaksanaan sendiri mengenai kepentingan masyarakat setempat17.

Secara garis besar dapat dikatakan bahwa, hadirnya satuan pemerintahan territorial yang lebih kecil dalam wilayah negara kesatuan Indonesia, yaitu pemerintah daerah, yang didalamnya mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya, dapat dijelasakan dengan berbagai alasan berikut:

1. Sebagai perwujudan fungsi dan kedudukan negara modern, yang lebih menekankan ada upaya memajukan kesejahteraan umum (welfare state). Kedudukan tersebut membawa konsekuensi pada semakin luasnya campur tangan negara dalam mengatur dan mengurus aktivitas warga negara demi pencapaian tujuan negara. Fakta kemajemukan (heterogenitas) masyarakat Indonesia, baik dari segi territorial, suku, golongan., agama, membawa konsekuensi pada persoalan kompleksnya persoalan persoalan kemasyarakatan yang harus dihadapidan dipecahkan oleh negara. Kenyataan ini mendorong negara untuk membuka jalur partisipasi masyarakat untuk ikut memikirkan dan menyelesaikan

17


(31)

14

persoalan tersebut, salah satunya adalah dengan memberikan kesempatan kepada satuan pemerintah territorial terdekat dengan rakyat (local government) untuk terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Pemerintah Daerah diberikan kewenangan-kewenangan untuk mengatur dan mengurus aktivitas pemerintahan dan pembangunan diwilayahnya18.

2. Hadirnya otonomi daerah dapat pula didekati dari persepktif politik. Negara sebagai organisasi kekuasaan yang didalamnya terdapat lingkungan-lingkungan kekuasaan, baik pada tingkat supra-struktur maupun infra-struktur cenderung menyalahgunakan kekuasaan. Untuk menghindari hal itu, diperlukan pemencaran kekuasaan (dispersed power). Pemencaran kekuasaan negara dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dilakukan dengan membentuk satuan-satuan territorial yang lebih kecil dan dekat dengan rakyat. Satuan territorial tersebut dikenal dengan sebutan daerah-daerah besar dan kecil (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar NRI 1945)19. Dari perspektif manajemen pemerintahan modern,adanya kewenangan yang diberikan kepada daerah berupa keleluasaan dan kemandirian untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahannnya, merupakan perwujudan dari adanyan tuntutan efisiensi dan efektivitas pelayanan kepada masyarakat dan kesejahteraan umum.

18

Bagir Manan, Hubungan antara Pusat dan Daerah berdasarkan Asasa Desentralisasi menuruT UUD 1945, Disertasi Universitas Padjajaran Bandung.

19


(32)

15 2.2Pemerintah Daerah

Dalam urusan penyelengaraan pemerintahan daerah, tidak dapat dilepaskan eksistensi pemerintah daerah. Pemerintah daerah adalah kepala daerah sebagai unsure penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpinpelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadikewenangan daerah otonom20.

Pemahaman serupa dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Walaupun dalam kedua undang-undang tersebut menegaskan dengan dua kata berbeda, yaitu “kepala

daerah” dan “Gubernur, Bupati atau Walikota”, namun memberikan pemahaman

bahwa pemerintah daerah dimaksudkan sebagai kepala daerah, tidak disertai wakil kepala daerah. Pemerintah daerah berdasarkan ketentuan normatif tersebut dibantu oleh perangkat daerah.

Perangkat daerah diantaranya unsur pembantu kepala daerah dan DPRD21. Unsur pembantu kepala daerah yang dimaksud adalah perangkat daerah, yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Inspektorat, Dinas, dan Badan, untuk tingkat Kabupaten/Kota ditambah Kecamatan22. Ketentuan lebih tegas disebutkan dalam Pasal 57 dalam UU No. 2 tahun 2015 Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

20

Lihat Pasal 1 angka 3 UU No. 2 tahun 2015 Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang

21

Lihat Pasal 1 angka 23 UU No. 2 tahun 2015 Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang

22

Lihat Pasal 209 ayat (1) dan (2) UU No. 2 tahun 2015 Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang


(33)

16

Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang yang menyatakanPenyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi dankabupaten/kota terdiri atas kepala daerah dan DPRD dibantuoleh Perangkat Daerah.

2.3 Wakil Kepala Daerah dan Kedudukannya

Keberadaan seorang Wakil Kepala Daerah pada prinsipnya bertujuan untuk membantu meringankan tugas-tugas dari Kepala Daerah, Wakil seharusnya merupakan "orang kepercayaan" atau tangan kanan dari Kepala Daerah yang memiliki suatu keterikatan secara emosional satu sama lain. Kepercayaan ini akan didapat apabila seorang Kepala Daerah bisa memilih secara bebas wakilnya tanpa terikat kepada suatu sistem atau manajemen yang bersifat memaksa. Kalaupun ada ketentuannya, maka seorang kepala daerah harus terlibat secara langsung dalam menentukan Wakilnya.Jika tidak maka hubungan ini rentan konflik dan dapat berujung kepada perpecahan antara Kepala Daerah dan wakilnya23.

Jika mengacu kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah sebelum masa reformasi, maka keberadaan wakil KDH harus disesuaikan dengan kebutuhan daerah (Pasal 24 Ayat 5). Artinya, posisi wakil kepala daerahbukanlah suatu keharusan dan jumlahnya bisa disesuaikan dengan kebutuhan daerah tersebut.Wakil Kepala Daerah Tk. I diangkat oleh Presiden dan untuk Daerah Tk.II oleh Mendagri serta berasal dari pegawai negeri yang memenuhi persyaratan dengan persetujuan dari DPRD tanpa melalui proses pemilihan. Dalam

23

H. Sutan Zaili Asril dalam Takdir Wakil Kepala Daerah http://padangekspres.co.id diterbitkan Minggu, 01/01/2012 11:21 WIB diakses 10 Juli 2015 03.05 WIB


(34)

17

penjelasan Undang-Undang ini dinyatakan bahwa keberadaan wakil kepala daerahdipandang perlu mengingat luasnya tugas-tugas yang dihadapi oleh Kepala Daerah baik fungsinya sebagai Kepala Wilayah Administratif maupun sebagai Kepala Daerah Otonom.Keharusan Wakil KDH berasal dari pegawai negeri menunjukkan bahwa seorang wakil kepala daerahharuslah berasal dari orang yang memahami seluk beluk birokrasi agar dapat membantu Kepala Daerah secara maksimal.

Setelah era reformasi, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan setiap daerah dipimpin oleh seorang kepala daerah sebagai Kepala Eksekutif yang dibantu oleh seorang wakil kepala daerah(Pasal 30). Pengisian jabatan wakil kepala daerahini dilakukan oleh DPRD melalui pemilihan secara bersamaan (Pasal 34 Ayat 1). Selanjutnya pada Pasal 57 Ayat 1, disebutkan secara tegas bahwa tugas seorang Wakil Kepala Daerah adalah : membantu kepala daerah dalam melaksanakan kewajibannya, mengkoordinasikan kegiatan instansi pemerintahan di daerah dan melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh KDH. Seorang wakil kepala daerahjuga bertanggungjawab kepada Kepala Daerah.Jadi meskipun mereka dipilih dalam satu paket, seorang Wakil Kepala Daerah tetap berada dibawah koordinasi Kepala Daerah.

Meskipun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan secara jelas tentang keberadaan wakil kepala daerah, namun kedudukan seorang wakil kepala daerahmasih sering menjadi persoalan. Keberadaannya masih dirasakan kurang efektif dalam membantu tugas-tugas Kepala Daerah. Apalagi untuk daerah-daerah dengan jumlah penduduk yang banyak seperti


(35)

18

Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dsb, tentunya keberadaan 1 orang wakil kepala daerah kurang bisa membantu mengatasi persoalan yang timbul di daerah-daerah tersebut. Sebaliknya, untuk daerah yang jumlah penduduknya masih sedikit seperti di beberapa wilayah Sumatera dan Kalimantan serta belahan timur Indonesia, keberadaan wakil kepala daerah menjadi kurang berarti karena memang semua tugas pemerintahan masih bisa dilaksanakan oleh Gubernur dibantu oleh Sekretaris Daerah. Eksistensi dari keberadaan wakil kepala daerah sangat dirasakan dalam sisi pemilihan umum.Pasangan calon kepala daerah diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik bahkan calon independen. Dalam perkembangannya, ketika kepala daerah dan wakil kepala daerah yang tidak berasal dari partai politik atau gabungan partai politik yang sama maka peluang terjadinya konflik. Kondisi demikian karena wakil kepala daerah cenderung tidak difungsikan dan wakil kepala daerah tidak memiliki wibawa dihadapan satuan kerja-satuan kerja pemerintah daerah.

2.4Jabatan dan Wewenang Wakil Kepala Daerah

Dalam bidang hukum tata Negara dikenal teori Logemann yang menganggap pengertian inti hukum tata Negara adalah jabatan. Menurut Logemann, Negara menampakkan diri dalam masyarakat sebagai sebuah organisasi, yaitu segolongan manusia yang bekerja sama dengan mengadakan pembagian kerja yang sifatnya tertentu dan terus menerus untuk mencapai tujuan bersama atau tujuan Negara24. Jabatan itu ada beberapa macam.Ada jabatan yang hanya diisi atau diwakili oleh satu

24


(36)

19

orang pemangku jabatan (jabatan tunggal), ada jabatan yang memiliki pengganti (subtituut) yang setiap waktu berhak mewakili jabatan secara penuh (jabatan ganda), misal panitera pengganti25.

Di dalam jabatan terdapat kewenangan dan kekuasaan, dalam kekuasaan terkandung suatu prinsip bahwa setiap kekuasaan wajib dipertanggung jawabkan oleh setiap penerima kekuasaan pada saat menerima kekuasaan. Beban tanggung jawab bentuknya ditentukan oleh cara-cara kekuasaan diperoleh. Suwoto mulyosudarmo mengatakan pada dasarnya pemberian kekuasaan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu : (a) perolehan kekuasaan yang sifatnya atributif, (b) perolehan kekuasaan yang sifatnya derivatif. Perolehan kekuasaan dengan cara yang pertama menyebabkan terjadinya pembentukan kekuasaan, karena berasal dari keadaan yang belum ada menjadi ada. Kekuasaan yang timbul karena pembentukkan secara atributif bersifat asli26. Pembentukkan kekuasaan secara atributif menyebabkan adanya kekuasaan yang baru.

Perolehan kekuasaan yang kedua disebut pelimpahan kekuasaan karena dari kekuasaan yang telah ada dialihkan kepada pihak lain, karena itu sifatnya derivatif. Pembentukkan kekuasaan bisa terjadi pada saat terjadi bersamaan pembentukkan lembaga yang memperoleh kekuasaan dan bisa terjadi setelah lahirnya lembaga atau badan. Konstitusi merupakan dasar hukum pembentukkan berbagai kekuasaan yang kemudian diberikan kepada badan-badan negara yang dasar pembentukkannya

25

Ibid.,hlm. 7

26


(37)

20

didasarkan pada konstitusi pula. Dalam proses pendistribusian hanya melibatkan dua pihak, yaitu pemilik kekuasaan dan penerima kekuasaan. Pemberi kekuasaan kepada subyek hukum yang baru dapat dikatakan pula sebagai pembentuk kekuasaan. Sedangkan perolehan kekuasaan secara derivatif mengenal dasar-dasar sistem pertanggungjawaban. Sistem pertanggungjawabandisini dimaksutkan untuk mengetahui siapa yang memegang tanggungjawab kekuasaan internal dan eksternal setelah perolehan kekuasaan secara derivatif itu dilakukan27.

Henk van Maar Seveen mengatakan bahwa suatu subyek hukum yang memiliki kewenangan dapat melimpahkan wewenangnya kepada subyek hukum yang lain. Bentuk pelimpahan itu dapat berupa delegatie dan mandaat.Dalam undang-undang umum hukum pemerintahan belanda pasal 1a.1.2.1 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan pemberian delegasi: pelimpahan kewenangan untuk mengambil keputusan-keputusan oleh suatu organ pemerintah kepada pihak lain yang melaksanakan kewenangan ini atas tanggung jawab sendiri. Sedangkan pasal 1a.1.2.3 mengatakan bahwa delegasi hanya diberikan jika kewenangan untuk itu diatur dengan peraturan perundang-undangan, dalam Pasal 1a.1.2.7. menyatakan bahwa suatu keputusan yang diambil atas dasar kewenangan yang didelegasikan, menyebut keputusan delegasinya dan dimana itu diketemukan.

Berdasarkan ketentuan diatas, maka pada pendelegasian kekuasaan delegataris melaksanakan kekuasaan atas nama sendiri dan dengan tanggung jawab sendiri, delegasi kewenangan diberikan apabila kewenangan itu baik sebagian atau

27


(38)

21

keseluruhan wewenang dinyatakan dnegan tegas atau ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan setiap keputusan yang diambil delegataris hanya atas dasar kewenangan yang didelegasikan dan menyatakan dasar kewenangannya. Dalam hubungannya dengan proses pendelegasian, seseorang delegant mempunyai kepentingan apakah pelimpahan yang sudah dilakukan telah dilaksanakan dengan memperhatikan segi manfaat dan kepatutan hukum. Perhatian ini adalah layak, karena seorang delegant bertanggung-gugat terhadap pihak ketiga yang merasa dirugikan oleh pemegang delegasi. Berdasarkan pandangan ini berarti, dalam delegasi harus dipertanggungjawabkan, siapa yang harus mempertanggungjawabkan baik secara internal maupun eksternal. Kepentingan pengawasan lebih ditujukan pada segi keberhasilan suatu ketatalaksanaan organisasi.

Pendelegasian wewenang dapat dilakukan terhadap sebagian wewenang atau terhadap keseluruhan wewenang, bentuk pendelegasian ini harus dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan.Begitu juga seorang delegataris dapat mendelegasikan kepada pihak keiga, dengan ketentuan yang berlaku sama seperti pendelegasian sebagian maupun seluruh wewenangnya. Bentuk pelimpahan wewenang ini disebut sebagai subdelegasi.

Mandat merupakan bentuk pelimpahan wewenang, namun berbeda dengan delegasi. Dalam pasal 1.a.1.1.1. undang-undang umum pemerintah belanda dinyatakan bahwa pemberian mandat adalah kewenangan yang diberikan oleh suatu organ pemerintahan kepada orang lain untuk atas namanya mengambil keputusan-keputusan. Pasal 1a.1.1.2 menyatakan bahwa suatu organ pemerintahan dapat


(39)

22

memberi mandat, kecuali dengan peraturan perundang-undangan ditentukan lain atau karena sifat kewenangan itu bertentangan dengan pemberi mandat itu. Pasal 1.a.1.1.3. mengatakan suatu keputusan yang diambil oleh yang menerima mandat dalam batas-batas kewenangannya berlaku sebagai suatu keputusan dari yang memberi mandat. Pasal 1a.1.1.5 menyatakan bahwa suatu organ pemerintahan dapat memberikan baik suatu mandat umum maupun suatu mandat untuk suatu hal tertentu saja.

Sama dengan ketentuan di atas Van Wijk atau Konijnenbelt menjelaskan bahwa mandat tidak menimbulkan pergeseran wewenang dalam arti yuridis, sehingga pertanggungjawaban untuk pelaksanaan wewenang tetap berada pada pemberi kuasa.berdasarkan ketentuan ini, maka mandataris atau pihak yang menerima mandat melaksanakan kekuasaan tidak bertindak atas nama sendiri. Mandataris bertindak atas nama pemberi kuasa, karena ia tidak memiliki tanggungjawab sendiri. Batasan kewenangan penerima mandat adalah dilarang undang-undang atau bertentangan dengan kehendak pemberi mandat. Penerima mandat harus memberikan keterangan kepada pemberi mandat terhadap pelaksanaan tugas-tugas yang dimandatkan

Berdasarkan pandangan diatas, maka delegasi kewenangan dalam pembentukkan peraturan perundang-undangan ialah pelimpahan kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kepada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah, baik pelimpahan dinyatakan dengan tegas maupun tidak. Kewenangan bersifat sementara sepanjang kewenangan ini dapat diselenggarakan atau sepanjang pelimpahan tersebut masih ada. Sedangkan atribusi kewenangan dalam


(40)

23

pembentukkan peraturan perundang-undangan ialah pemberian kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang diberikan oleh UUD atau UU kepada suatu lembaga negara/pemerintah. Kewenangan tersebut melekat terus menerus dan dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap waktu diperlukan sesuai dengan batas-batas kewenangan.

Jabatan itu tetap, sedangkan pemangkunya berganti-ganti,namun tugas serta wewenang (kompetensi) tidak hilang bersamaan dengan bergantinya pemangku jabatan, akan tetapi tetap melekat pada jabatan28. Hal ini pula yang melekat dari jabatan sebagai wakil kepala daerah, yang melekat pula kewenangan atas jabatan.Menurut Prajudi Atmosudirjo, yang disebut dengan suatu wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindak publik.29Wewenang tersebut dapatlah dijabarkan ke dalam beberapa pengertian, yang mana diantaranya adalah pertama, sebagai hak untuk menjalankan suatu urusan pemerintahan dan kedua, sebagai hak untuk dapat secara nyata mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh instansi pemerintah lainnya.30

Suatu wewenang yang sah dilakukan pemerintah atas suatu kewenangan yang dilandasi dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya terlebih dahulu. Suatu kewenangan (Authority atau Gezag) adalah apa yang disebut dengan

“kekuasaan formal”, kekuasaan yang berasal dari Kekuasaan Legislatif (diberikan

oleh undang-undang) atau Kekuasaan Eksekutif Administratif terhadap sesuatu

28

Ibid.,hlm. 8

29

Prajudi S. Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara,(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994), hal.78.

30

Safri Nugraha dkk.,Hukum Administrasi Negara, Badan penerbit Fakultas Hukum UI, Jakarta, 2005, hal. 29-30.


(41)

24

bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertentu yang bulat.31Dengan demikian pemerintah yang diberikan wewenang, harus melaksanakan kewenangan nya yang didasari atas hukum (wetmatigheid van bestuur).

R. Sri Soemantri mengklasifikasikan kewenangan menjadi dua bagian ditinjau menurut perolehan kewenangan oleh seseorang melalui dua cara, yaitu sebagai berikut :32

1. Atribusi, yaitu wewenang yang melekat pada suatu jabatan. Dalam tinjauan hukum tata negara, atribusi ini ditujukan dalam wewenang yang dimiliki oleh organ pemerintahan dalam menjalankan pemerintahannya berdasarkan kewenangan yang dibentuk oleh pembuat undang-undang. Atribusi ini menunjuk pada kewenangan asli atas dasar konstitusi (UUD) atau peraturan perundang-undangan.

2. Pelimpahan wewenang (Delegasi), adalah penyerahan sebagian dari wewenang pejabat atasan kepada bawahan tersebut membantu dalam melaksanakan tugas-tugas kewajibannya untuk bertindak sendiri. Pelimpahan wewenang ini dimaksudkan untuk menunjang kelancaran tugas dan ketertiban alur komunikasi yang bertanggung jawab, dan sepanjang tidak ditentukan secara khusus oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Demikian halnya kewenangan wakil kepala daerah yang diberikan kewenangannya oleh Undang-Undang No. 2 tahun 2015 Tentang Penetapan

31

Prajudi S. Atmosudirdjo, Op.Cit., hal.78.

32

R. Sri Soemantri M., Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, (Bandung: Alumni, 1992), hlm. 29.


(42)

25

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang

PemerintahanDaerah. Secara umum tugas dan wewenang dari wakil kepala daerah disebutkan dalam Pasal 63 yang menyatakan membantu kepala daerah, lebih lanjut kewenangan wakil kepala daerah diatur dalam Pasal 66, yaitu:

a. membantu kepala daerah dalam:

1. memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah;

2. mengoordinasikan kegiatan Perangkat Daerah dan menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasilpengawasan aparat pengawasan; 3. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dilaksanakan oleh Perangkat Daerah provinsi bagi wakil gubernur; dan

4. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Perangkat Daerah kabupaten/kota, kelurahan, dan/atau Desabagi wakil bupati/wali kota;

b. memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam pelaksanaan Pemerintahan Daerah;

c. melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara; dan

d. melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dikarenakan wewenang dari wakil kepala daerah yang membantu kepala daerah, maka tugas dan kewajiban dalam melaksanakannya ditetapkan dengan keputusan kepala daerah, dan bertanggung jawab pada kepala daerah33.Disamping ketentuan normative tentang kewenangan dari wakil kepala daerah, secara institusional keberadaan wakil kepala daerah merupakan antisipasi dari ketidakberadaan kepala daerah dalam kondisi tertentu, sebagaimana dimuat dalam Pasal 65 ayat (4) dan (5)

33

Lihat Pasal 66 Ayat (2) dan (3) Undang-Undang No. 2 tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah


(43)

26

Undang-Undang No. 2 tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah34.

34

(4) Dalam hal kepala daerah sedang menjalani masa tahanansebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau berhalangan sementara, wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah. (5) Apabila kepala daerah sedang menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara dan tidak ada wakil kepala daerah, sekretaris daerah melaksanakan tugas sehari-hari kepala daerah.


(44)

27 III. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian merupakan sarana pokok pengembangan ilmupengetahuan, karena penelitian hukum bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten sistematis berarti menggunakan system tertentu. Metodologis artinya menmggunakan metode tertentu dengan konsisten yang artinya tidak bertententangan dalam kerangka tertentu.

3.1Jenis dan Tipe Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian normatif yang menelaah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kedudukan wakil kepala daerah menurut Undang-Undang Dasar Negara Repbulik Indonesia Tahun 1945.Penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara jelas, sistematis dari kedudukan Wakil Kepala Daerah dalam Undang-Undang Dasar Negara Repbulik Indonesia Tahun 1945.


(45)

28 3.2Metode Pendekatan

Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, penelitian merupakan penelitian bidang Ilmu Hukum (Legal Research) dengan konsentrasi Hukum Tata Negara.Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian normatif, sehingga pendekatan masalah dilakukan dengan menginvestigasi bahan-bahan hukum yang ada. Dimulai dari satu persoalan hukum, penelitian dilakukan dengan cara mempelajari, mengkaji dan menginterpretasi bahan-bahan hukum yang berupa Undang-Undang Dasar Negara Repbulik Indonesia Tahun 1945 sebagai Konstitusi Negara Indonesia serta undang-undang yang berkaiitan erat dengan kedudukan wakil kepala daerah.

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan sejarah

(historical approach).Pedekatan perundang-undangan digunakan untuk meneliti, memahami dan mendalamiserta menelaah berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kedudukan wakil kepala daerah.Pendekatan konseptual digunakan dalam penelitian ini untuk interpretasi Undang-Undang Dasar Negara Repbulik Indonesia Tahun 1945 mengenai kedudukan wakil kepala daerah.Pendekatan historis dimaksudkan untuk menelusuri kedudukan wakil kepala daerah dalam Undang-Undang Dasar Negara Repbulik Indonesia Tahun 1945dan undang-undang lainnya yang berkaitan dengan kedudukan wakil kepala daerah.


(46)

29 3.3Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti dari sumber-sumber yang telah ada35, berupa:

1. Bahan Hukum Primer, berupa :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

b. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah

c. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

d. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah

e. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

f. Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

g. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah

h. Undang-Undang No. 2 tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang PemerintahanDaerah

35

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif:Suatu Tinjauan Singkat.(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1983), Hlm. 12-23


(47)

30

2. Bahan Hukum Sekunder, berupa bahan hukum yang berkaitan erat dan menjelaskan masalah yang meliputi buku-buku tentang metode penelitian hukum dan mengenai kedudukanWakil Kepala Daerah, dan literature-literatur dari para ahli atau sarjana.

3. Bahan Hukum Tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder berupa Kamus Hukum dalam mencari pengertian-pengertian hukum.

3.4Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan adalah studi pustaka yang dilakukan dengan mengadakan penelaahan dan pemikiran yang sangat mendalam terhadap kekhusukan Wakil Kepala Daerah dalam Undang-Undang Dasar 1945.Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengumpulkan, mengidentifikasi dan mengenalisa data untuk kemudian dilakukan pencatatan atau pengutipan data tersebut. Studi pustaka dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut :

1. Menentukan terlebih dahulu sumber data bahan hukum primer dansekunder 2. Identifikasi yang diperlukan


(48)

31 3.5Metode Pengolahan Data dan Bahan Hukum

Data dan bahan hukum yang diperoleh selanjutnya diolah dengan menggunakan langkah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan data dan bahan hukum (editing), yaitu mengoreksi apakah data dan bahan hukum yang terkumpul sudah cukup lengkap, benar dan sesuai dengan rumusan masalah.

2. Seleksi data, yaitu memeriksa secara keseluruhan data dan bahan hukum untuk menghindari kekurangan dan kesalahan data yang berhubungan dengan permasalahan.

3. Melakukan penelahaan atas data dan dan bahan hokum berdasarkan taraf sinkronisasi dari peraturan perundang-undangan.

3.6Analisa Data

Metode yang digunakan dalam analisa data adalah deskriptif kualitatif yaitu berupa penggambaran kenyataan-kenyataan yang ditemui dalam penelitian berbentuk uraian-uraian kalimat serta menginterpretasikan data-data yang ada dalam bentuk kalimat secara sistematis sehingga menuju suatu kesimpulan mengenai Kedudukan Wakil Kepala Daerah dalam UUD 1945.


(49)

70 V. PENUTUP

5.1Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian dan pembahasan terhadap rumusan masalahdalam penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan antara lain sebagai berikut

A. Kedudukan Wakil Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Keberadaan wakil kepala daerah dalam pemerintahan daerah sangat dipengaruhi oleh ketentuan Undang-undang Dasar yang berlaku saat itu, dan sistem pemerintahan yang digunakan.

Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 masih belum menjelaskan secara khusus kedudukan wakil kepala daerah. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, wakil kepala daerah hanya diatur pada daerah istimewa, sedangkan dalam Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 dapat diadakan wakil kepala daerah yang diangkat oleh presiden. Hal ini menandakan dapat pula tidak diangkatnya wakil kepala daerah. Perkembangan berikutnya mengenai wakil


(50)

71

kepala daerah dalam Undang Nomor 18 Tahun 1965 s/d Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, telah menempatkan wakil kepala daerah menjadi bagian dari paket kepala daerah. Dalam rentang waktu berlakunya UUD 1945 awal kemerdekaan-Konstitusi RIS 1949-UUDS 1950 posisi wakil kepala daerah sangat ditentukan oleh pemerintah pusat, baik oleh Presiden maupun Menteri Dalam Negeri. Pasca kembali berlakunya UUD 1945 dan Perubahan UUD 1945 tahun 1999-2002, wakil kepala daerah sudah diatur secara khusus, namun terdapat perbedaan dalam hal pemilihan wakil kepala daerah.

B. Urgensi keberadaaan Wakil Kepala Daerah dalam pelaksanaan pemerintahan daerah. Bahwa kedudukan seorang wakil kepala daerah merupakan pembantu dari kepala daerah dalam melaksanakan kewajibannya dan melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh kepala daerah. Serta dalam rangka politik hukum negara untuk mengantisipasi ketika kepala daerah berhalangan.

Dengan kata lain seorang wakil kepala daerah hanyalah second handyang jika Kepala Daerah menghendaki, seorang wakil kepala daerah dapat tidak memiliki tugas sama sekali karena keseluran pertanggung jawaban nya ada pada kepala daerah,sehingga dapat dikatakan hanyalah cadangan dalam pemerintahan daerah.

5.2 SARAN

Setelah melakukan pembahasan dan memperoleh kesimpulan dalam penelitian ini, saran-saran yang dapat di sampaikan sebagai berikut:


(51)

72

A. Mengenai kedudukan wakil kepala daerah berdasarakan ketentuan UUD 1945 tidak diatur sama sekali, melainkan untuk aturan lebih lanjut diatur oleh peraturan perundang-undangan namun meski telah beberapa kali dibuat undang-undang yang mengatur yang berisi muatan tentang wakil kepala daerah namun belum mampu menjawab tantangan dinamika konflik maupun disharmonisasi yang terjadi dalam pemerintahan daerah sehingga perlu dilakukan evaluasi terhadap keberlakuan undang-undang tentang pemerintahan daerah secara periodik menyeluruh dan efektif sehingga kedepannya mampu melahirkan Undang-Undang pemerintahan daerah yang dapat meminimalisir kekurangan-kekurangan yang sudah ada.

B. Dikarenakan terjadi kecenderungan adanya pecah kongsi antara kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berakibat merusak kinerja pemerintahan daerah,yang seharusnya dalam penyempurnaan undang-undang pemerintahan daerah nantidapat dilakukan mekanisme pemilihan wakil kepala daerah sesuai kebutuhan, sehingga tidak terjadi kemubaziran jabatan ketika seorang Kepala Daerah mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya sendiri yang dibantu oleh perangkat daerah, sebalik nya dalam suatu kondisi keadaan wilayah ataupun populasi yang membutuhkan perhatian lebih dapat pula dilaksanakan mekanisme lebih dari 1 wakil kepala daerah sesuai kebutuhan daerah tersebut namun tetap dengan catatan Kepala Daerah lah yang memilih calon wakil nya sendiri.


(52)

73 DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Al Rasid, Harun.1999. Pengisian Jabatan Presiden, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti Asshiddiqie, Jimly. 2004. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia.Jakarta:

Mahkamah Konstitusi dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

__________, Jimly. 2006. Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara, Jakarta: Konstitusi Press.

__________, Jimly, 2007.Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.

Hakim, Lukman.Filosofi Kewenangan Organ dan Lembaga Daerah, Malang: Setara Pers.

Hoessein, Bhenyamin.2011. Perubahan Model, Pola, dan Bentuk Pemerintahan daerah: Dari Era Orde Baru ke Era Reformasi. Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Joeniarto, 2001.Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia.Jakarta: Bumi Aksara M, R. Sri Soemantri., 1992.Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia. Bandung:

Alumni.

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, 2003.Panduan dalam Memasyarakatkan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Sekertariat MPR RI, Jakarta.

Nugraha, Safri dkk.2005.Hukum Administrasi Negara.Badan Penerbit Fakultas Hukum UI Jakarta.

Pieris, John.2007. Pembatasan Konstitusional Kekuasaan Presiden RI, (Jakarta: Pelangi Cendikia.

Rasyid, Ryaas. 2004 Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar


(53)

74

Rudy.2012.Hukum Pemerintahan Daerah Perspektif Konstitusionalisme Indonesia.Bandar Lampung: Indepth Publishing.

S. Atmosudirdjo, Prajudi, 1994. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 1983.Penelitian Hukum Normatif:Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Wolhoff, S.J., 1995. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Republik Indonesia. Jakarta: Timun Mas, NV.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

UU No. 2 tahun 2015 Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang PemerintahanDaerah Menjadi Undang-Undang. Lembaran Negara Republik Indonesia 2015 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5657.

C. WEBSITE


(1)

3.5Metode Pengolahan Data dan Bahan Hukum

Data dan bahan hukum yang diperoleh selanjutnya diolah dengan menggunakan langkah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan data dan bahan hukum (editing), yaitu mengoreksi apakah data dan bahan hukum yang terkumpul sudah cukup lengkap, benar dan sesuai dengan rumusan masalah.

2. Seleksi data, yaitu memeriksa secara keseluruhan data dan bahan hukum untuk menghindari kekurangan dan kesalahan data yang berhubungan dengan permasalahan.

3. Melakukan penelahaan atas data dan dan bahan hokum berdasarkan taraf sinkronisasi dari peraturan perundang-undangan.

3.6Analisa Data

Metode yang digunakan dalam analisa data adalah deskriptif kualitatif yaitu berupa penggambaran kenyataan-kenyataan yang ditemui dalam penelitian berbentuk uraian-uraian kalimat serta menginterpretasikan data-data yang ada dalam bentuk kalimat secara sistematis sehingga menuju suatu kesimpulan mengenai Kedudukan Wakil Kepala Daerah dalam UUD 1945.


(2)

70 V. PENUTUP

5.1Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian dan pembahasan terhadap rumusan masalahdalam penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan antara lain sebagai berikut

A. Kedudukan Wakil Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Keberadaan wakil kepala daerah dalam pemerintahan daerah sangat dipengaruhi oleh ketentuan Undang-undang Dasar yang berlaku saat itu, dan sistem pemerintahan yang digunakan.

Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 masih belum menjelaskan secara khusus kedudukan wakil kepala daerah. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, wakil kepala daerah hanya diatur pada daerah istimewa, sedangkan dalam Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 dapat diadakan wakil kepala daerah yang diangkat oleh presiden. Hal ini menandakan dapat pula tidak diangkatnya wakil kepala daerah. Perkembangan berikutnya mengenai wakil


(3)

kepala daerah dalam Undang Nomor 18 Tahun 1965 s/d Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, telah menempatkan wakil kepala daerah menjadi bagian dari paket kepala daerah. Dalam rentang waktu berlakunya UUD 1945 awal kemerdekaan-Konstitusi RIS 1949-UUDS 1950 posisi wakil kepala daerah sangat ditentukan oleh pemerintah pusat, baik oleh Presiden maupun Menteri Dalam Negeri. Pasca kembali berlakunya UUD 1945 dan Perubahan UUD 1945 tahun 1999-2002, wakil kepala daerah sudah diatur secara khusus, namun terdapat perbedaan dalam hal pemilihan wakil kepala daerah.

B. Urgensi keberadaaan Wakil Kepala Daerah dalam pelaksanaan pemerintahan daerah. Bahwa kedudukan seorang wakil kepala daerah merupakan pembantu dari kepala daerah dalam melaksanakan kewajibannya dan melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh kepala daerah. Serta dalam rangka politik hukum negara untuk mengantisipasi ketika kepala daerah berhalangan.

Dengan kata lain seorang wakil kepala daerah hanyalah second handyang jika Kepala Daerah menghendaki, seorang wakil kepala daerah dapat tidak memiliki tugas sama sekali karena keseluran pertanggung jawaban nya ada pada kepala daerah,sehingga dapat dikatakan hanyalah cadangan dalam pemerintahan daerah.

5.2 SARAN

Setelah melakukan pembahasan dan memperoleh kesimpulan dalam penelitian ini, saran-saran yang dapat di sampaikan sebagai berikut:


(4)

72 A. Mengenai kedudukan wakil kepala daerah berdasarakan ketentuan UUD 1945 tidak diatur sama sekali, melainkan untuk aturan lebih lanjut diatur oleh peraturan perundang-undangan namun meski telah beberapa kali dibuat undang-undang yang mengatur yang berisi muatan tentang wakil kepala daerah namun belum mampu menjawab tantangan dinamika konflik maupun disharmonisasi yang terjadi dalam pemerintahan daerah sehingga perlu dilakukan evaluasi terhadap keberlakuan undang-undang tentang pemerintahan daerah secara periodik menyeluruh dan efektif sehingga kedepannya mampu melahirkan Undang-Undang pemerintahan daerah yang dapat meminimalisir kekurangan-kekurangan yang sudah ada.

B. Dikarenakan terjadi kecenderungan adanya pecah kongsi antara kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berakibat merusak kinerja pemerintahan daerah,yang seharusnya dalam penyempurnaan undang-undang pemerintahan daerah nantidapat dilakukan mekanisme pemilihan wakil kepala daerah sesuai kebutuhan, sehingga tidak terjadi kemubaziran jabatan ketika seorang Kepala Daerah mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya sendiri yang dibantu oleh perangkat daerah, sebalik nya dalam suatu kondisi keadaan wilayah ataupun populasi yang membutuhkan perhatian lebih dapat pula dilaksanakan mekanisme lebih dari 1 wakil kepala daerah sesuai kebutuhan daerah tersebut namun tetap dengan catatan Kepala Daerah lah yang memilih calon wakil nya sendiri.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Al Rasid, Harun.1999. Pengisian Jabatan Presiden, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti Asshiddiqie, Jimly. 2004. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia.Jakarta:

Mahkamah Konstitusi dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

__________, Jimly. 2006. Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara, Jakarta: Konstitusi Press.

__________, Jimly, 2007.Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.

Hakim, Lukman.Filosofi Kewenangan Organ dan Lembaga Daerah, Malang: Setara Pers.

Hoessein, Bhenyamin.2011. Perubahan Model, Pola, dan Bentuk Pemerintahan daerah: Dari Era Orde Baru ke Era Reformasi. Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Joeniarto, 2001.Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia.Jakarta: Bumi Aksara M, R. Sri Soemantri., 1992.Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia. Bandung:

Alumni.

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, 2003.Panduan dalam Memasyarakatkan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Sekertariat MPR RI, Jakarta.

Nugraha, Safri dkk.2005.Hukum Administrasi Negara.Badan Penerbit Fakultas Hukum UI Jakarta.

Pieris, John.2007. Pembatasan Konstitusional Kekuasaan Presiden RI, (Jakarta: Pelangi Cendikia.

Rasyid, Ryaas. 2004 Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar


(6)

74 Rudy.2012.Hukum Pemerintahan Daerah Perspektif Konstitusionalisme

Indonesia.Bandar Lampung: Indepth Publishing.

S. Atmosudirdjo, Prajudi, 1994. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 1983.Penelitian Hukum Normatif:Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Wolhoff, S.J., 1995. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Republik Indonesia. Jakarta: Timun Mas, NV.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

UU No. 2 tahun 2015 Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang PemerintahanDaerah Menjadi Undang-Undang. Lembaran Negara Republik Indonesia 2015 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5657.

C. WEBSITE