positiv accounting theory

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Suatu fenomena akuntansi tentang insentif ekonomi yang memotivasi
manajer untuk memilih prinsip-prinsip akuntansi diungkapkan pertama kali oleh
Gordon (1964), yang membuat teori berdasarkan fenomena akuntansi tersebut.
Rangkaian tulisan dan penelitian sesudahnya menguji fenomena akuntansi
tersebut dan berusaha menentukan insentif-insentif ekonomi yang memotivasi
manajer untuk menggunakan prinsip-prinsip akuntansi yang mempengaruhi
penyusunan laporan keuangan.
Motivasi manajer dapat dilihat dari adanya aktivitas lobi untuk menerima
dengan pengecualian atau keringanan atau menolak suatu standar akuntansi
(GAAP), mempengaruhi GAAP yang dapat dipilih perusahaan, dan pilihan
dan/atau perubahan dalam prinsip akuntansi yang digunakan perusahaan. Kedua
fenomena ini tentunya akan menimbulkan biaya bagi perusahaan. Pertanyaan
yang diajukan oleh Smijewski dan Hagerman (1981) adalah dengan asumsi
rasionalitas ekonomi, apakah keuntungan yang diperoleh dari pembenaran
timbulnya beban perusahaan atas aktivitas lobi dan pilihan dan/atau perubahan
prinsip akuntansi yang dilakukan manajer? Dalam menjawab pertanyaan tersebut
mereka menggunakan pendekatan teori positive accounting dalam menentukan

dan memilih prinsip-prinsip akuntansi yang dilakukan manajer.
Tujuan

studi

Smijewski

dan

Hagerman

(1981)

adalah

untuk

mengembangkan dan menguji teori positif dengan menggunakan pendekatan
strategi pendapatan. Melalui pendekatan ini kumpulan dari pemilihan prinsip atau
standar akuntansi diperlakukan sebagai satu kesatuan keputusan yang diambil

perusahaan. Penelitian ini juga untuk menguji apakah teori positif juga berlaku
secara umum untuk semua perusahaan.

Smijewski dan Hagerman (1981) menjelaskan teori positif akuntansi dapat
menjawab alasan perusahaan melakukan lobi untuk dapat memilih prinsip-prinsip
akuntansi yang digunakan. Teori tersebut dapat mengidentifikasikan motif-motif
ekonomi dibalik pemilihan prinsip akuntansi dan bagaimana motif-motif ekonomi
(insentif) tersebut bisa diubah. Teori ini dapat digunakan untuk memprediksi
bagaimana perusahaan dan pihak-pihak yang terkait seperti auditor bereaksi
terhadap perubahan dalam peraturan akuntansi dan dapat memprediksi pengaruh
ekonomi atas perubahan tersebut.

Prediksi-prediksi tersebut dapat membantu

pembuat kebijakan, seperti FASB, untuk mengantisipasi perusahaan-perusahaan
mana yang akan melakukan lobi yang intensif atau yang menolak perubahan daam
aturan akuntansi yang diusulkan
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN PENULISAN


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI TEORI AKUNTANSI POSITIF
Teori akuntansi positif yaitu teori yang berupaya menjelaskan sebuah
proses, yang menggunakan kemampuan, pemahaman, dan pengetahuan akuntansi
serta penggunaan kebijakan akuntansi yang paling sesuai untuk menghadapi
kondisi tertentu dimasa mendatang. Teori akuntansi positif pada prinsipnya
beranggapan bahwa tujuan dari teori akuntansi adalah untuk menjelaskan dan
memprediksi praktik-praktik akuntansi. Teori akuntansi positif merupakan studi
lanjut dari teori akuntansi normatif karena kegagalan normatif dalam menjelaskan
fenomena praktik yang terjadi secara nyata. Teori akuntansi positif mempunyai
peranan sangat penting dalam perkembangan teori akuntansi. Teori akuntansi
positif dapat memberikan pedoman bagi para pembuat kebijakan akuntansi dalam
menentukan konsekuensi dari kebijakan tersebut. Teori akuntansi positif
berkembang seiring kebutuhan untuk menjelaskan dan memprediksi realitas
praktik akuntansi yang ada dalam masyarakat sedangkan akuntansi normatif lebih
menjelaskan praktik akuntansi yang seharusnya berlaku.
Pendekatan positif melihat pada “mengapa” praktik akuntansi dan/atau
teori akuntansi berkembang sebagaimana adanya dengan tujuan untuk

menjelaskan dan/atau meramalkan peristiwa akuntansi. Karenanya, pendekatan
positif berusaha untuk menentukan berbagai faktor yang mungkin memengaruhi
faktor rasional dalam bidang akuntansi. Pada dasarnya ia berusaha untuk
menentukan suatu teori yang menjelaskan fenomena yang diamati.
Penjelasan positif berisi pernyataan tentang sesuatu (kejadian, tindakan
atau perbuatan) seperti apa adanya sesuai dengan fakta atau apa yang terjadi atas
dasar pengamatan empiris. Penjelasan positif diarahkan untuk memberikan
jawaban apakah sesuatu pernyataan itu benar atau salah atas dasar kriteria ilmiah.’

Dengan kata lain, Positive Accounting Theory (PAT) dimaksudkan untuk
menjelaskan dan memprediksi konsekuensi yang terjadi jika manajer menentukan
pilihan tertentu. Penjelasan dan prediksi dalam PAT didasarkan pada proses
kontrak (contracting process) atau hubungan keagenan (agency relationship)
antara manajer dengan kelompok lain seperti investor, kreditor, auditor, pihak
pengelola pasar modal dan institusi pemerintah (Watts dan Zimmerman, 1986).
2.2 TUJUAN PENDEKATAN TEORI AKUNTANSI POSITIF
Tujuan dari pendekatan teori akuntansi positif adalah untuk menjelaskan
dan memprediksi praktik akuntansi. Salah satu contoh dalam penggunaan teori
positif adalah hipotesa mengenai program pemberian bonus. Hipotesa ini
menunjukkan bahwa manajemen yang remunerasinya didasarkan pada bonus,

akan berusaha memaksimalisasi bonusnya melalui penggunaan metode akuntansi
yang dapat menaikkan laba dan pada akhirnya memperbesar bonus. Teori ini akan
dapat menjelaskan atau memprediksi perilaku manajemen dalam hal program
pemberian bonus.
Atas dasar tujuannya teori akuntansi diklasifikasikan dalam dua jenis yaitu
teori akuntansi normative yang memberikan resep terhadap teori praktek
akuntansi, dan teori akuntansi positif yang berusaha menjelaskan dan
memprediksikan fenomena yang berkaitan dengan akuntansi.
2.3 TIGA HIPOTESIS TEORI AKUNTANSI POSITIF
Tiga hipotesis menurut Watts dan Zimmerman (1986) dalam Santoso (2004) dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Hipotesis program bonus (the bonus plan hypotesis)
Hipotesis ini menyatakan bahwa perusahaan yang menggunakan bonus
plan akan cenderung untuk menggunakan metode-metode akuntansi yang
dapat meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode berjalan. Hal ini

dilakukan untuk memaksimumkan bonus yang akan mereka peroleh
karena seberapa besar tingkat laba yang dihasilkan seringkali dijadikan
dasar dalam mengukur keberhasilan kinerja. Jika besarnya bonus
tergantung pada besarnya laba, maka perusahaan tersebut dapat

meningkatkan bonusnya dengan meningkatkan laba setinggi mungkin.
Dengan demikian, diperkirakan bahwa perusahaan yang mempunyai
kebijakan pemberian bonus yang berdasarkan pada laba akuntansi, akan
cenderung memilih prosedur akuntansi yang meningkatkan laba tahun
berjalan.
b. Hipotesis perjanjian utang (the debt covenant hypotesis)
Hipotesis ini berkaitan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi
perusahan di dalam perjanjian utang (debt covenant). Sebagian perjanjian
utang mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi peminjam selama
masa perjanjian. Dinyataka pula jika perusahaan mulai mendekati suatu
pelanggaran terhadap (debt covenant), maka perusahaan tersebut akan
berusaha menghindari terjadinya (debt covenant) dengan cara memilih
metode akuntansi yang meningkatkan laba. Pelanggaran terhadap (debt
covenant) dapat menimbulkan suatu biaya serta dapat menghambat kinerja
manajemen. Sehingga dengan meningkatkan laba perusahaan berusaha
untuk mencegah atau setidaknya menunda hal tersebut.
c. Hipotesis biaya politik (the political cost hypotesis)
Dalam hipotesis ini dinyatakan bahwa semakin besar biaya politis yang
dihadapi oleh perusahaan maka semakin besar pula kecenderungan
perusahaan menggunakan pilihan akuntansi yang dapat mengurangi laba,

karena perusahaan yang memiliki tingkat laba yang tinggi dinilai akan
mendapat perhatian yang luas dari kalangan konsumen dan media yang
nantinya juga akan menarik perhatian pemerintah dan regulator sehingga
menyebabkan terjadinya biaya politis, diantaranya muncul intervensi

pemerintah, pengenaan pajak yang lebih tinggi, dan berbagai macam
tuntutan lain yang dapat meningkatkan biaya politis.
Menurut Chariri dan Ghozali (2007), dari tiga hipotesis di atas terdapat tiga
hubungan keagenan yaitu:


Hubungan manajemen dengan pemilik (pemegang saham),
manajemen akan cenderung menerapkan akuntansi yang kurang
konservatif atau optimis apabila kepemilikan saham yang ada di
perusahaan lebih rendah dibandingkan dengan kepemilikan saham
eksternal. Agen atau manajer tersebut ingin agar kinerjanya dinilai
bagus dan mendapatkan bonus (bonus plan), maka manajer
cenderung meningkatkan laba periode berjalan. Namun, prinsipal
atau pemegang saham hanya menginginkan deviden maupun
capital gain dari saham yang dimilikinya. Sebaliknya, jika

kepemilikan manajerial lebih tinggi dibanding pemegang saham
eksternal, maka manajemen cenderung melaporkan laba yang lebih
konservatif. Adanya rasa memiliki dari manajer terhadap
perusahaan yang tinggi membuat manajer lebih berkeinginan untuk
memperbesar perusahaan. Penerapan akuntansi yang konservatif
menyebabkan terdapat cadangan dana tersembunyi yang cukup
besar untuk dapat meningkatkan investasi perusahaan. Aset akan
diakui dengan nilai terendah, sehingga nilai pasar lebih besar
daripada nilai buku dan terbentuklah goodwill.



Hubungan manajemen dengan kreditor, apabila rasio hutang atau
ekuitas perusahaan tinggi maka kemungkinan bagi manajer untuk
memilih metode akuntansi yang konservatif atau yang cenderung
menurunkan laba semakin besar. Hal ini dikarenakan kreditor dapat
mengawasi kegiatan operasional manajemen, sehingga pihaknya
meminta manajemen agar melaporkan laba yang konservatif demi
keamanan dananya.




Hubungan

manajemen

dengan

pemerintah,

manajer

akan

cenderung melaporkan laba secara konservatif atau secara hati-hati
untuk menghindari pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah,
para analis, dan masyarakat. Perusahaan yang besar akan lebih
disoroti oleh pihak-pihak tersebut dibanding perusahaan kecil.
Perusahaan besar harus dapat menyediakan layanan publik dan
tanggung jawab sosial yang lebih baik kepada masyarakat sebagai

tuntutan dari pemerintah dan juga membayar pajak yang lebih
ringgi sesuai dengan laba perusahaan yang tinggi.

CONTOH TEORI AKUNTANSI POSITIF
Berikut adalah contoh teori akuntansi, antara lain creative accounting, earning
management, big bath, income minimization, income maximization, timing
revenue and expense recognition.
a. Creative Accounting adalah semua proses dimana beberapa pihak
menggunakan kemampuan pemahaman pengetahuan akuntansi (termasuk
di

dalamnya

standar,

teknik,

dll)

dan


menggunakannya

untuk

memanipulasi pelaporan keuangan (Amat, Blake dan Dowd, 1999). Pihakpihak yang terlibat di dalam proses creative accounting, seperti manajer,
akuntan (sepengetahuan saya jarang sekali ditemukan kasus yang
melibatkan akuntan dalam proses creative accounting karena profesi ini
terikat dengan aturan-aturan profesi), pemerintah, asosiasi industri, dll
b. Earning management dibagi dalam dua definisi, yaitu:
a). Definisi sempit
Earning management dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode
akuntansi. Earning management dalam arti sempit ini didefinisikan sebagai

perilaku manajer untuk “bermain” dengan komponen discretionary accruals
dalam menentukan besarnya earnings.
b). Definisi luas
Earning management merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan
(mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer
bertanggung
profitabilitas

jawab,

tanpa

mengakibatkan

ekonomis

jangka

peningkatan

panjang

unit

(penurunan)
tersebut.

Jika Sugiri (1998) memberikan definisi earning management secara teknis,
maka Surifah (1999) memberikan pendapatnya mengenai dampak earning
management terhadap kredibilitas laporan keuangan. Menurut Surifah (1999)
earning management dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan apabila
digunakan untuk pengambilan keputusan, karena earning management
merupakan suatu bentuk manipulasi atas laporan keuangan yang menjadi
sasaran komunikasi antara manajer dan pihak eksternal perusahaan.
Konsep earning management menurut Salno dan Baridwan (2000:19):
menggunakan pendekatan teori keagenan (agency theory) yang menyatakan
bahwa ”praktek earning management dipengaruhi oleh konflik antara
kepentingan manajemen (agent) dan pemilik (principal) yang timbul karena
setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertimbangkan tingkat
kemakmuran yang dikehendakinya”.
c. Taking Bath, atau disebut juga ‘big bath’. Pola ini dapat terjadi selama
ada tekanan organisasional pada saat pergantian manajemen baru yaitu
dengan mengakui adanya kegagalan atau defisit dikarenakan manajemen
lama dan manajemen baru ingin menghindari kegagalan tersebut. Teknik
ini juga dapat mengakui adanya biaya-biaya pada periode mendatang dan
kerugian

periode

berjalan

ketika

keadaan

buruk

yang

tidak

menguntungkan yang tidak bisa dihindari pada periode berjalan.
Konsekuensinya, manajemen melakukan ‘pembersihan diri’ dengan
membebankan perkiraan-perkiraan biaya mendatang dan melakukan ‘clear

the decks’. Akibatnya laba periode berikutnya akan lebih tinggi dari
seharusnya.
d.

Income minimization. Cara ini mirip dengan ‘taking bath’ tetapi kurang
ekstrem. Pola ini dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat
tinggi dengan maksud agar tidak mendapatkan perhatian oleh pihak-pihak
yang berkepentingan (aspek political-cost). Kebijakan yang diambil dapat
berupa write-off atas barang modal dan aktiva tak berwujud, pembebanan
biaya iklan, biaya riset dan pengembangan, atas barang modal dan aktiva
tak berwujud, pembebanan biaya iklan, biaya riset dan pengembangan,
metode successfull-efforts untuk perusahaan minyak bumi dan sebagainya.
Penghapusan tersebut dilakukan bila dengan teknik yang lain masih
menunjukkan hasil operasi yang kelihatan masih menarik minat pihakpihak yang berkepentingan. Tujuan dari penghapusan ini adalah untuk
mencapai suatu tingkat return on assets yang dikehendaki.

e.

Income maximization. Maksimalisasi laba dimaksudkan untuk
memperoleh bonus yang lebih besar, dimana laba yang dilaporkan tetap
dibawah batas atas yang ditetapkan.

f.

Income smoothing. Perataan laba merupakan cara yang paling populer
dan sering dilakukan. Perusahaan-perusahaan melakukannya untuk
mengurangi volatilitas laba bersih. Perusahaan mungkin juga meratakan
laba bersihnya untuk pelaporan eksternal dengan maksud sebagai
penyampaian informasi internal perusahaan kepada pasar dalam
meramalkan pertumbuhan laba jangka panjang perusahaan.

g. Timing revenue and expense recognition. Teknik ini dapat dilakukan
dengan membuat kebijakan tertentu berkenaan dengan saat atau timing
suatu transaksi seperti adanya pengakuan yang prematus atas penjualan.