hukum adat meugoe blang

HUKUM ADAT TURUN SAWAH
(TROEN UBLANG ATAU MEUGOE BLANG)
DI ACEH
(Suatu Penelitian Dalam Wilayah Kabupaten Nagan Raya)

DI
SUSUN
OLEH
AIRI SAFRIJAL, S.H.,M.H.
DOSEN FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH
2014

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

A.
B.
C.
D.

Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Sistematika Penulisan

BAB II TINJUAN KEPUSTAKAAN
A. Pengertian Hukum Adat dan Adat Istiadat
B. Dasar Hukum
C. Kedudukan Lembaga Adat

BAB III PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.


Pengertian Hukum Adat Turun Sawah (Troen Meugoe Blang) di Aceh
Kedudukan Keujruen Blang/Ketua Sawah dalam Adat Meugoe Blang
Kedudukan Keutua Dusoen/Ketua Dusun
Sengketa Meugoe Blang/Sawah

BAB IV PELAKSANAAN ADAT BERTANI (MEUGOE BLANG)
1. Adat Kanduri Blang atau Peutroen langai(Adat Kenduri Sawah)
2. Adat Cah Lueng atau pembersihat paret
3. Adat Peutroen Bijeh (Adat Kenduri Turun Bibit Padi)
4. Adat Meuseuraya Pula Pade/Gotong Royong Menanam Padi
5. Adat Kanduri Pageu Blang atau Kanduri Kanji(Adat Kenduri Pagar Sawah)
6. Adat Kanduri Meulakee Keu Pade atau Kanduri Leumang(Adat Kenduri Berdoa Meminta Agar Padi Jauh Dari Penyakit)
7. Adat Meuseuraya Koeh Pade/Gotong Royong Potong Padi

8. Kanduri Ulee Thoen atau Kanduri Nabi Adam(Kenduri Syukur Nikmat)

BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia salah satu negara hukum dimana penduduknya tersebar
di seluruh wilayah atau di seluruh pelosok Indonesia, dari Sabang sampai
Merauke. Pada dasarnya masyarakat Indonesia merupakan masyarakat
yang terikat dengan nilai-nilai dan norma-norma atau kaidah-kaidah
agama dan kaidah adat atau hukum adat, atau bisa disebut adat kebiasaan.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang terdiri dari bermacam
ragam suku, bahasa, etnis dan ras, dengan bermacam ragam tersebut
sehingga masyarakat Indonesia memiliki hukum adat atau adat kebiasaankebiasaan yang berlaku, hidup, tumbuh dan berkembang dalam setiap
anggota masyarakatnya juga berbeda-beda. Setiap kebiasaan-kebiasaan
atau nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakatnya
senantiasa ditaati, dianut, dan dijunjung tinggi oleh masyarakatnya dari
generai ke generasi sampai dengan sekarang.
Karakteristik yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia inilah yang

membedakan masyarakat Indonesia dengan masyarakat atau bangsa lain
yang ada di dunia ini. Oleh karena itu bangsa Indonesia bisa dikatakan
sebuah bangsa yang kaya akan nilai-nilai atau adat istiadat yang
berkembang dalam masyarakat Indonesia, seperti halnya di Aceh. Aceh
merupakan salah satu wilayah terkecil dari negara kesatuan Republik
Indonesia, yang pada umumnya masyarakat Aceh merupakan masyarakat
yang terikat dengan agama Islam dan hukum adat.
Sepanjang sejarah masyarakat

menjadikan agama Islam dan

hukum adat sebagai pedoman dalam kehidupannya, melalui penghayatan
dan pengamalan ajaran Islam dalam rentang sejarah yang cukup panjang
(sejak abad ke-VII), telah melahirkan suasana masyarakat dan budaya
Aceh yang Islami, budaya dan adat istiadat serta hukum adat yang lahir
itu dari renungan para ulama, kemudian dipraktikkan dan dikembangkan
serta dilestarikannya. Dalam ungkapan bijak disebut “Adat Bak Poe
Teumeureuhom Hukom Bak Syiah Kuala, Qanun Bak Putroe Phang

Reusam Bak Lakseumana”1, ungkapan tersebut merupakan pencerminan

bahwa Syariat Islam serta hukum adat dan adat istiadat telah menyatu dan
menjadi pedoman hidup bagi masyarakat Aceh melalui peranan ulama
sebagai ahli waris para Nabi.
Adat meugoe blang (adat bertani/sawah), merupakan salah satu
hukum adat atau adat kebiasaan masyarakat Aceh yang telah hidup,
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Aceh dan dipraktekkan dari
generasi ke generasi. Adat meugoe blang (adat bertani/sawah) ini adalah
mengatur bagaimana tata cara bertani atau turun sawah yang dimulai sejak
dari rencana menggarap tanah sawah sampai panen padi. Tata cara tersebut
selalu dipertahankan oleh masyarakat adat Aceh, sebagai pedoman dalam
meugoe blang (adat bertani/sawah), karena adat meugoe blang atau troen
u-blang (bertani/sawah) sudah ditentukan waktunya tersebut.

1Hadih maja adalah sumber hukum yang berasal dari penuturan leluhur sebagai hukum tidak
tertulis. Pengertian‐pengertiannya hanya dapat ditemukan dalam pepatah atau petitih para leluhur
yang kemudian ungkapan‐ungkapan tersebut diteruskan oleh generasi berikutnya.