UTILIZATION BIOFLOK FROM WASTEWATER CATFISH (Clarias gariepinus) FARMING AS FEED BLACK TILAPIA SEED (Oreochromis niloticus) PEMANFAATAN BIOFLOK DARI LIMBAH BUDIDAYA LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SEBAGAI PAKAN BENIH IKAN NILA HITAM (Oreochromis niloticus

(1)

ABSTRACT

UTILIZATION BIOFLOK FROM WASTEWATER CATFISH (Clarias gariepinus) FARMING AS FEED BLACK TILAPIA SEED

(Oreochromis niloticus)

By

NANI SEPTIANI

Catfish was of freshwater fish that could be cultivated by society in intensif or semintensif. Wastewater from the intensive cultivation of catfish could be affected on decreasing of waterquality, because residue of feed and feces accumulations. Bioflok was an alternative to solved the water quality issues, whose adapted from conventional domestic wastewater treatment. Bioflok was utilization of floc-forming bacteria for waste treatment by increasing the C/N. The purpose of the research was to analyze the growth and the survival rate of black tilapia seed fed by bioflok from wastewater catfish farming. The design of the research was a Completely Randomized Design ( CRD ) with four treatments and three replications (bioflok addition 0 , 5 , 10 and 15 ml / l Bioflok. The research has done by used tilapia seed length of 2-3 cm on the aquarium with size of 40 x 30 x 30 cm3. Parameter of the research that was temperatur, pH, ammonia, daily growth rate of tilapia seed and survival rate (SR). The result showed the addition of bioflok no effect on the growth and survival rate (SR) of tilapia seed (Oreochromis niloticus). The range of tilapia growth rate was 0,21 - 0,24 g and the range of survival rates of tilapia was 57 - 88 %. The result of measurement water quality of teperature in the morning from 26-270C while in the afternoon from 27-280C, the pH relatively stabile of range 6, while the ammonia increasing the end research of each treatment. Keywords: Wastewater catfish, Bioflok, Tilapia seed, Growth, SR.


(2)

ABSTRAK

PEMANFAATAN BIOFLOK DARI LIMBAH BUDIDAYA LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SEBAGAI PAKAN BENIH IKAN NILA HITAM

(Oreochromis niloticus)

Oleh

NANI SEPTIANI

Ikan lele dumbo merupakan jenis ikan air tawar yang mudah dibudidayakan secara intensif atau semi intensif. Air buangan (limbah) dari budidaya lele dumbo secara intensif dapat berdampak pada penurunan kualitas perairan di lokasi budidaya, karena akumulasi dari sisa pakan dan feses. Teknologi bioflok merupakan salah satu alternatif dalam mengatasi masalah kualitas air dalam akuakultur yang diadaptasi dari teknik pengolahan limbah domestik secara konvensional. Bioflok yaitu pemanfaatan bakteri pembentuk flok untuk pengolahan limbah dengan meningkatkan C/N. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penambahan bioflok sebagai pakan dari air buangan budidaya lele dumbo terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup (SR) benih ikan nila. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL), dengan empat perlakuan dan tiga kali ulangan (penambahan bioflok sebanyak 0, 5, 10 dan 15 ml/l). Penelitian dilakukan dengan menggunakan benih ikan nila 2-3 cm yang dipelihara dengan akuarium berukuran 40x30x30 cm3. Parameter dalam penelitian meliputi suhu, pH, amoniak, laju pertumbuhan harian benih ikan nila dan kelangsungan hidup (SR). Hasil penelitian menunjukan penambahan bioflok tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup (SR) ikan nila hitam (Oreochromis niloticus ). Kisaran laju pertumbuhan ikan nila 0,21 g-0,24 g dan tingkat kelangsungan hidup ikan nila 57%-88%. Hasil pengukuran parameter kualitas air untuk suhu pagi berkisar 260C - 270C sedangkan pada sore hari berkisar 27 0C – 28 0C, pH relatif stabil pada kisaran 6, sedangkan kandungan amoniak terjadi peningkatan pada akhir penelitian pada setiap perlakuan.


(3)

PEMANFAATAN BIOFLOK DARI LIMBAH BUDIDAYA LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SEBAGAI PAKAN BENIH IKAN NILA HITAM

(Oreochromis niloticus)

Oleh NANI SEPTIANI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERIKANAN

Pada

Jurusan Budidaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(4)

PEMANFAATAN BIOFLOK DARI LIMBAH BUDIDAYA LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SEBAGAI PAKAN BENIH IKAN NILA HITAM

(Oreochromis niloticus)

(Skripsi)

Oleh NANI SEPTIANI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(5)

(6)

(7)

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis, Negara Ratu pada tanggal 1 September1989, sebagai anak terakhir (Bungsu) dari 4 bersaudara, dari pasangan Bapak Sodikin (Alm) dan Ibu Sumiarsih.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SDN 1 Ciamis, Lampung Utara pada tahun 2002, Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Padang Ratu, Lampung Utara, pada tahun 2005, Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Padang Ratu, Lampung Utara pada tahun 2008, penulis terdaftar sebagai mahasiswi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada tahun 2008 melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Maha Siswa Baru). Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif dalam organisasi kampus, yaitu menjadi pengurus Himpunan Maha Siswa Budidaya Perairan Unila (HIDRILA) periode 2009/2010 dan pernah aktif dalam kepengurusan FOSI periode 2009/2010.

Pada tahun 2011 penulis melaksanakan KKN Tematik di Desa Rukti Endah,

Kecamatan Seputih Raman dengan tema “Prospek Pengembangan Bisnis

Perikanan” dan pada tahun yang sama penulis melaksanakan Praktikum Umum (PU) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung dengan


(9)

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi Asisten Dosen mata kuliah Ikhtiologi selama dua periode, yaitu pada tahun ajaran 2009-2010 dan 2010-2011. Kemudian penulis juga pernah menjadi Asisten Dosen mata kuliah Fisiologi Reproduksi Hewan Air pada tahun ajaran 2009-2010.

Penulis menyelesaikan tugas akhir untuk mencapai gelar Sarjana Perikanan (S.Pi.), dalam bentuk skripsi yang berjudul “PEMANFAATAN BIOFLOK DARI LIMBAH BUDIDAYA LELE DUMBO SEBAGAI PAKAN BENIH IKAN NILA HITAM (Oreochromis niloticus)”.


(10)

MOTO

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu

mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka

menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak

mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah

keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah

menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada

yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi

mereka selain Dia” (QS. AR-RA’D [13]): 11.

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu

dustakan?” (QS. AR-RAHMAAN[55]): 13.

"Janganlah membuat putus asa dalam mengulang ngulang doa,

ketika Allah menunda ijabah doa itu. dialah yang menjamin

ijabah doa itu menurut pilihan-Nya padamu, bukan menurut

pilihan seleramu. kelak pada waktu yang dikehendaki-Nya,

bukan menurut waktu yang engkau kehendaki "(Ibnu Atha'ilah)


(11)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk;

AYAHANDA (ALM) TERCINTA; IBUNDA TERCINTA; JUGA UNTUK

KAKAK-KAKAKKU TERSAYANG; TEH YANTI SEKELUARGA, BANG MAHPUD, KAK BENDI

ATAS KASIH SAYANG, BANTUAN DAN DO’ANYA.

DAN SESEORANG TEMAN HIDUPKU ATAS CINTA DAN KASIH SAYANGNYA.

UNTUK ALMAMATER KEBANGGAAN KU

UNIVERSITAS LAMPUNG


(12)

SANWACANA

Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” PEMANFAATAN BIOFLOK DARI LIMBAH BUDIDAYA LELE DUMBO SEBAGAI PAKAN BENIH IKAN NILA HITAM (Oreochromis niloticus)”. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhamad SAW yang selalu menjadi suri tauladan bagi kita.

Dengan terselesaikannya penelitian dan laporan skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu selama proses pelaksanaan dan penyelesaiannya. Ucapan terimakasih tersebut penulis berikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas semua fasilitas yang telah diberikan kepada penulis.

2. Ibu Henni Wijayanti M. S.Pi., M.Si., selaku Pembimbing I, atas semua waktu ekstra, motivasi, solusi alternatif terbaik hingga pelaksanaan serta penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Dr. Supono .S.Pi., M.Si., selaku Pembimbing II, atas waktu, saran, koreksi dan diskusi yang bermanfaat serta arahannya kepada penulis.

4. Ibu Siti Hudaidah, M. Sc., selaku Pembahas dan Ketua Jurusan Budidaya Perairan untuk semua saran yang membangun hingga selesainya penyusunan skripsi.


(13)

5. Bapak Tarsim, S.Pi., M.Si., selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan dan arahan bagi penulis.

6. Seluruh Dosen dan karyawan (mas Bambang, bu ismini dan mba nanda ) Jurusan Budidaya Perairan, Pertanian. Atas semua curahan ilmu serta dukungan moril hingga terselesaikannya skripsi ini.

7. Ayahanda (Alm) tercinta (Sodikin) Ibunda tercinta (Sumiarsih) serta teh Yanti sekeluarga, bang Mahpud, kak Bendi atas bantuannya hingga kini.

8. Teman-teman se-perjuangan penelitian (Nasyir, mba Cory), Dinar, Ajeng, Dahlia, Susi, Nindri, Rini, Novita, Ani, Nurma, mas Fredi, Basis, Agus, Hendra, Dedo dan semua teman angkatan 2008 yang tidak bisa disebutkan satu per satu namanya atas dukungan materi dan moril yang diberikan.

9. Seorang teman hidup ku Mr. Eng, terimakasih atas kasih sayang, suport, dan do’anya.

Thanks you very much.

10. Teman-teman ku ika, umel, ndul maya, yang selalu menghiasi hari-hari ku dengan S3 (senyum, suka dan sebal nya). Crew printing adelwis (nurul, mba cory, lisa, dan semua temen-temen di adelwis).

11. Teman-teman jurusan Budidaya Perairan dari angkatan 2004 hingga 2013 khusus ’09 (Io, Mega, Alfi, Muarif) atas motivasi dan dukungan yang diberikan.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas doa dan dukungan kepada penulis.


(14)

Penulis menyadari masih banyak kekurangan, kesalahan dan jauh dari kata sempurna dalam pembuatan dan penyusunan skripsi ini. Besar harapan penulis kepada semua pihak untuk dapat memberikan saran dan kritik yang bersifat membangun sebagai dasar yang kuat agar selanjutnya dapat membuat skripsi yang lebih baik. Terimakasih, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Bandar Lampung, April 2014

Penulis


(15)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ...i

DAFTAR TABEL ...iii

DAFTAR GAMBAR ...iv

DAFTAR LAMPIRAN ...v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B.Tujuan ...3

C. Manfaat ...3

D. Kerangka Pikir ...3

E. Hipotesis ...6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Air limbah ...7

B. Air Buangan Lele Dumbo ...10

C. Gula Pasir atau Gula Tebu...11

D. Bioflok ...12

1. Pembentukan Bioflok Skala Kecil (Bioflocs booster) ...14

2. Pembentukan Bioflok Skala Besar ... ...15

3. Aplikasi Teknologi Bioflok dalam Akuakultur ...17

4. Kondisi yang Mendukung Pembentukan Bioflok ...17

E. Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ...18

1. Taksonomi Ikan Nila ...18

2. Ciri-Ciri Ikan Nila ...19

3. Habitat Ikan Nila ...19

4. Pakan dan Kebiasaan Makan Ikan Nila ...19

5. Laju Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Nila ...20

6. Kualitas Air ...21

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat ...22


(16)

ii

C.Rancangan Penelitian...22

D. Prosedur Penelitian...24

1. Pembuatan Pakan Bioflok...24

2. Pelaksanaan Percobaan.... ...24

2.1Persiapan Wadah dan Ikan Uji ...24

2.2Pemeliharaan Ikan Uji ...25

2.3Pengukuran Kualitas Air ...26

3. Pengambilan Data... ...26

3.1Pertumbuhan Mutlak......26

3.2Laju Pertumbuhan Harian (LPH)...26

3.3Kelangsungan Hidup ...27

E. Analisis Data ...27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A . kualitas Air...28

1. Suhu......29

2. pH.... ...29

3. Amoniak... ...30

4. DO... ...31

B. Pertumbuhan Mutlak Ikan Nila...32

C. Laju Pertumbuhan Harian ...35

D.Tingkat Kelangsungan Hidup...38

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...41

B. Saran ...41

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(17)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil Analisis Kualitas Air Buangan Pembesaran Ikan Lele Dumbo. ...10 2. Data Hasil Analisis N-Total dan C-Organik Buangan Pembesaran

Ikan Lele Dumbo ...10 3. Komponen-komponen dalam batang tebu...12 4. Kualitas Air pada Saat Penelitian...28


(18)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Alur Penelitian...5

2.Tahap Pembentukan Bioflok...16

3. Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ...18

4. Denah Rancangan...23

5. Pertumbuhan Mutlak Ikan Nila...32

6. Grafik Laju Pertumbuhan Harian Benih Ikan Nila...35

7. Laju Pertumbuhan Harian Benih Ikan Nila...36


(19)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Perhitungan C/N Rasio. ...47

2. Pertumbuhan Mutlak Ikan Nila...48

3. Data Growth Rate...49

4. Data Tingkat Kelangsungan Hidup...50

5. Data Analisis Ragam Pertumbhan Mutlak Ikan Nila ...51

6. Analisis Ragam Growth Rate...53

7. Analisis Ragam Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Nila ...55

8. Data Suhu Rata-Rata...57

9. Data pH Rata-Rata ...58

10. Data Kepadatan Bioflok...59

11. Perkembangan Bioflok ...60

12. Dokumentasi Penelitian...63

13. Komposisi Pakan...66

14. Hasil Uji C-Organik dan N-Total. ...67

15. Hasil Uji C pada Gula Pasir. ...68


(20)

1

I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang

Ikan lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang mudah dibudidayakan pada lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat penebaran yang tinggi, dengan modal usaha relatif kecil. Selain itu, ikan lele dumbo memiliki harga pasar bagus, sehingga banyak masyarakat yang tertarik untuk membudidayakan ikan lele dumbo.

Air buangan dari budidaya lele dumbo secara intensif dapat berdampak pada penurunan kualitas perairan di lingkungan sekitar lokasi budidaya, karena akumulasi bahan organik dari sisa pakan maupun feses (Darmawan, 2010). Air buangan budidaya lele dumbo secara intensif banyak memiliki kandungan N dan NH3 (amoniak) sebagai hasil perombakan protein dan asam amino dari sisa pakan

dan feses (Halver dan Hardy, 2002).

Protein yang tinggi pada pakan sangat dibutuhkan oleh ikan yang dibudidayakan, 20-25% protein diretensi oleh ikan, selebihnya akan terakumulasi dalam air yang merupakan limbah nitrogen (Stickney, 2005). Pada waktu yang sama bakteri memineralisasi nitrogen organik dalam pakan yang tidak termakan dan feses menjadi ammonia (Gross dan Boyd, 2000).


(21)

2

Ammonia-nitrogen dapat dikonversi menjadi biomassa mikroba (alga, bakteri nitrifikasi dan bakteri heterotrof) melalui peningkatan C/N (Ebeling et al., 2006). Bakteri heterotrof merupakan mikroba yang mempunyai laju pertumbuhan lebih cepat daripada mikroba fotosintesis autotrof atau nitrifikasi (Brune et al., 2003). Peningkatan jumlah bakteri heterotrof dapat menurunkan ammonia-nitrogen total, nitrit dan nitrat dalam media, baik pada skala laboratorium maupun skala lapang (Ekasari 2008; Hari et al., 2004; De Schryver dan Verstraete 2009).

Teknologi bioflok merupakan salah satu alternatif baru dalam mengatasi masalah kualitas air dalam akuakultur yang diadaptasi dari teknik pengolahan limbah domestik secara konvensional (Avnimelech, 2007; De Schryver et al., 2008 dalam Ekasari, 2008). Bioflok merupakan istilah bahasa slang dari istilah bahasa baku

Activated Sludge” (Lumpur Aktif) yang diadopsi dari proses pengolahan biologis air limbah (biological wastewater treatment ), yaitu pemanfaatan bakteri pembentuk flok (flocs forming bacteria) untuk pengolahan limbah dengan meningkatkan C/N. Salah satu bakteri yang dapat membentuk bioflok adalah genera Bacillus (Aiyushirota, 2009).

Bioflok dapat digunakan sebagai sumber pakan alami berprotein tinggi, yakni 37-38% (Purnomo, 2012), sehingga berpotensi sebagai pakan alternatif bagi ikan. Salah satu ikan yang dapat memanfaatkan bioflok adalah ikan nila, karena ikan nila dihabitat aslinya (alam) memanfaatkan mikroba seperti plankton dan perifiton (Ghufran, 2010). Ikan nila juga memiliki kelebihan lain diantaranya: mudah di budidayakan, pertumbuhan relatif cepat, mudah berkembang biak, dan relatif


(22)

3

tahan terhadap penyakit (Purnomo, 2012). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan air buangan budidaya lele dumbo untuk dijadikan bioflok sebagai pakan ikan nila.

B.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pengaruh penambahan bioflok yang dibentuk dari air buangan budidaya lele dumbo terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup (SR) benih ikan nila.

C.Manfaat

Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru tentang pemanfaatan air buangan budidaya lele dumbo menjadi bioflok yang ditambahkan ke dalam media pemeliharaan benih ikan nila sekaligus mengurangi dampak pencemaran lingkungan.

D.Kerangka Pikir

Air buangan budidaya lele dumbo secara intensif menimbulkan masalah dikalangan para pembudidaya karena dalam air buangan tersebut banyak terkandung limbah seperti N dan NH3 yang dihasilkan dari sisa pakan dan feses.

Apabila air buangan budidaya tersebut dibuang begitu saja maka akan menyebabakan pencemaran lingkungan di sekitar lokasi budidaya. Oleh karena itu perlu dicari upaya penanggulangan limbah budidaya lele dumbo secara intensif. Salah satu cara penanggulangan yang banyak digunakan saat ini adalah dengan mengkonversi air buangan budidaya menjadi bioflok.


(23)

4

Bioflok terbentuk dari bakteri heterotrof yang mengasimilasi total amoniak (TAN) secara cepat dalam perairan dan dikonversi menjadi protein bakteri, jika terdapat keseimbangan C/N yang optimal untuk pertumbuhannya yaitu 10-30 (Avnimelech, 1999: Montoya dan Velasco, 2000; Brune et al., 2003; De Schyver

et al., 2008).

Pada budidaya intensif pakan buatan yang diberikan mengandung protein tinggi menyebabkan C/N dalam media budidaya rendah (<10), sehingga perlu penambahan C-organik untuk menumbuhkan bakteri heterotrof pembentuk bioflok. Bakteri heterotrof akan tumbuh maksimal melalui peningkatan C/N (1:15 sampai 1:20) dengan menambahkan sumber karbon organik secara kontinyu seperti molase, tepung terigu dan tepung tapioka (Avnimelech 1999; Ebeling et al., 2006; Hari et al., 2004).

Bioflok merupakan campuran heterogen tersusun atas berbagai partikel, koloid, polimer organik dan kation yang saling berintegrasi cukup baik dalam air untuk tetap bertahan dari agitasi (goncangan) air yang moderat. Selain itu dalam bioflok ditemukan berbagai organisme seperti protozoa, rotifer dan oligochaeta (Azim et al., 2007). Flok mikroba ini mengandung nutrisi seperti protein 19-58%, lemak 2-39%, karbohidrat 27-59% dan abu 2-17% yang cukup baik bagi ikan atau udang budidaya (Verstraete et al., 2000, Crab et al., 2009).

Salah satu jenis ikan yang dapat memanfaatkan bioflok sebagai pakan adalah ikan nila. Nila dapat memanfaatkan plankton dan perifiton serta dapat mencerna Blue


(24)

5

Green Alga dan ikan nila juga mempunyai sifat omnivora (pemakan nabati maupun hewani) (Ghufran, 2010), sehingga tepat sekali jika bioflok ditambahkan pada media pemeliharaan benih ikan nila.

Alur Penelitian

Gambar 1. Alur penelitian

Budidaya ikan lele dumbo

Air buangan budidaya

Uji C/N

Penambahan C-organik hingga C/N 15

Bioflok

Pertumbuhan dan SR ikan nila

Pakan benih nila hitam


(25)

6

E. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

H0 : Diduga tidak ada pengaruh penambahan bioflok terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup (SR) benih ikan nila.

H1 : Diduga ada pengaruh penambahan bioflok terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup (SR) benih ikan nila.


(26)

7

II.TINJAUAN PUSTAKA A. Air Limbah

Cairan buangan yang berasal dari rumah tangga dan industri serta tempat-tempat umum lainnya dan mengandung bahan atau zat yang dapat membahayakan kesehatan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan hidup (Kusnoputranto, 1985). Limbah dapat berwujud padat, gas maupun cair. Dalam dunia perikanan, limbah cair merupakan wujud limbah yang paling mudah mencemari lingkungan terutama pada kegiatan budidaya. Hal ini di karenakan dalam kegiatan budidaya perikanan, air merupakan media hidup organisme yang akan dibudidayakan, sehingga limbah dalam wujud cair akan lebih cepat menyebar dan memiliki efek langsung terhadap organisme budidaya (peraturan daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali, 1988 dalam Darmawan, 2010).

1. Klasifikasi limbah

Menurut Ayuwanjani (2008), klasifikasi air limbah berdasarkan tingkat penguraian dan kandungan nitrogennya, adalah sebagai berikut:

a. Limbah rendah penguraian dan rendah nitrogen, yang termasuk kelompok ini adalah limbah-limbah berserat tinggi dan limbah-limbah tanaman tua, diantaranya seperti jerami, sekam, serat sawit, kulit buah coklat dan kulit luar biji-bijian.


(27)

8

b. Limbah rendah penguraian tetapi tinggi kandungan nitrogen. Limbah industri pangan sering menghasilkan limbah dengan kategori ini seperti limbah kopi.

c. Limbah tinggi kandungan energi tetapi rendah nitrogen. Limbah industri gula (molase) dan limbah industri hortikultura termasuk kategori limbah dengan kandungan energi tinggi tetapi rendah kandungan nitrogen.

d. Limbah tinggi kandungan energi dan tinggi kandungan nitrogen. Limbah yang termasuk kategori ini mayoritas lebih cenderung sebagai bahan pakan ternak monogasterik seperti tepung darah, limbah pemotong ternak, tepung ikan, bungkil dan beberapa limbah sayuran.

2. Karakteristik air limbah

Air limbah adalah kelompok air yang memiliki karakteristik sebagai berikut: Air bekas yang tidak terpakai lagi, hasil dari berbagai kegiatan manusia sehari-hari, pada umumnya air limbah tersebut sering dibuang ke dalam tanah atau badan air seperti sungai, danau dan laut.

3. Sumber dan jenis air limbah

Menurut Ayuwanjani (2008), berdasarkan sumbernya air limbah dibagi menjadi 3, yaitu:

a. Air limbah rumah tangga (domestik), adalah air limbah yang berasal dari kegiatan hunian, seperti rumah tinggal, hotel, sarana pendidikan, perkantoran, pasar dan fasilitas pelayanan. Air limbah domestik dapat


(28)

9

dikelompokan menjadi, air buangan kamar mandi, air buangan WC dan air buangan dapur atau cucian.

b. Air limbah industri, adalah air limbah yang berasal dari kegiatan industri, seperti pabrik kertas logam, tekstil, kulit, pangan (makanan dan minuman), industri kimia, perikanan dan lainnya.

c. Air limbah atau rembesan air hujan, adalah air limbah yang melimpas di atas permukaan tanah dan meresap ke dalam tanah sebagai akibat terjadinya hujan.

4. Kualitas air limbah

Kualitas air limbah pada umumnya mengandung banyak kotoran-kotoran yang tersuspensi maupun terlarut dalam air yang secara alami dapat mengganggu penggunaan air untuk tujuan-tujuan tertentu. Parameter-parameter yang digunakan untuk pengukuran kualitas air, meliputi parameter kimia, fisika dan biologi. Parameter fisika merupakan parameter kualitas air yang dapat diamati secara langsung, seperti kekeruhan, warna air, bau dan suhu. Parameter kimia meliputi, alkalinitas, keasaman, karbohidroksida, kesadahan, ammonia, nitrat, fosfor dan nitrogen. Sedangkan parameter biologi pada air limbah dilakukan dengan pengamatan populasi organisme mikro, seperti tumbuhan perintis, bakteri, protozoa dan ganggang hijau (Ayuwanjani, 2008).


(29)

10

B.Air Buangan Lele Dumbo

Air buangan (wastewater) dari kegiatan pembesaran ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) secara intensif pada umumnya berdampak negatif terhadap perairan disekitarnya, karena adanya akumulasi bahan organik yang berasal dari sisa pakan maupun feses ikan lele dumbo tersebut. Pakan yang kaya protein yang diberikan pada ikan lele dumbo merupakan penyumbang terbesar bahan organik yang terkandung dalam air buangan (Darmawan, 2010). Berdasarkan hasil uji kualitas air buangan dari kegiatan pembesaran ikan lele dumbo adalah sebagai berikut :

Table 1. Hasil pengukuran parameter kualitas air dari buangan pembesaran ikan lele dumbo

No. Parameter Satuan Hasil Metode

1. NH3 ppm 2,27 Spektrometri

2. NO3 ppm ttd Spektrometri

3. NO2 ppm 0,25 Kjadahl

4. P ppm 5,74 Spektrometri 5. N-total ppm 4,02 Spektrometri 6. C-organik ppm 1,26 Titrimetri Keterangan: ttd (tidak terdeteksi/di bawah limit Spektro Uv-Vis ).

Sumber : Laboratorium Fakultas MIPA Biologi Universitas Lampung dalam

(Darmawan, 2010).

Table 2. Hasil analisis kualitas air buangan pembesaran ikan lele dumbo pada kolam ukuran 6 x 8 meter sebanyak 1000 ekor.

No. Parameter Satuan Hasil Metode

1. N-total ppm 154.00 Kjadahl

2. C-organik ppm 39.03 Walkley-Black Sumber : Laboratorium Ilmu Tanah Universitas Lampung tanggal 22 Mei 2013.


(30)

11

C.Gula Pasir atau Gula Tebu

Tebu (Saccharum officinarum L) merupakan salah satu tanaman yang hanya bisa ditaman di daerah yang memiliki iklim tropis. Di Indonesia, perkebunan tebu menempati luas areal ± 321 ribu hektar yang 64,74% diantaranya terdapat dipulau Jawa. Perkebunan tersebut tersebar di Medan, Lampung, Semarang, Solo dan Makassar. Dari seluruh perkebunan tebu yang ada di Indonesia, 50% diantaranya adalah perkebunan rakyat, 30% perkebunan swasta dan hanya 20% perkebunan negara (Misran, 2005).

Tebu adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tebu ini termasuk jenis rumput-rumputan. Tanaman tebu dapat tumbuh hingga 3 meter di kawasan yang mendukung. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Tebu dipanen dengan cara manual atau menggunakan mesin-mesin pemotong tebu. Daun kemudian dipisahkan dari batang-batang tebu, kemudian baru dibawa ke pabrik untuk diproses menjadi gula. Tahapan-tahapan dalam proses pembuatan gula dimulai dari penanaman tebu, proses ektrasi, pembersihan kotoran, penguapan, kritalisasi, afinasi, karbonasi, penghilangan warna, dan sampai proses pengepakan sehingga sampai ketangan konsumen (Sugar Knowledge International, 1998).


(31)

12

Tabel 3. Komponen-komponen dalam batang tebu

komponen jumlah (%)

Monosakarida 0,5-1,5

Sukrosa 11-19

Zat-zat organik 0,5-1,5 Zat-zat anorganik 0,15 Sabut 11-19 Air 65-75 Bahan-bahan lain 12

sumber: (Misran, 2005)

Ada beberapa jenis karbohidrat yang dapat digunakan sebagai sumber karbon (C) untuk pembentukan bioflok seperti tepung tapioka, molase, tepung singkong dan gula pasir. Gula pasir merupakan karbohidrat dengan C, H dan O sebagai unsur pembentuknya. Gula pasir juga biasa disebut sukrosa (C12H22O11) dan termasuk

golongan disakarida yang berasa manis, memiliki kandungan C sebesar 42.39% (Purnomo, 2012).

D.Bioflok

Bioflocs adalah pemanfaatan bakteri pembentuk flok (flocs forming bacteria) untuk pengolahan limbah. Tidak semua bakteri dapat membentuk bioflocs dalam air, seperti dari genera Bacillus hanya dua spesies yang mampu membentuk bioflok (Aiyushirota, 2009). Salah satu ciri khas bakteri pembentuk bioflok adalah kemampuannya untuk mensintesa senyawa Polihidroksi alkanoat ( PHA ),

terutama yang spesifik seperti poli β‐hidroksi butirat. Senyawa ini diperlukan sebagai bahan polimer untuk pembentukan ikatan polimer antara substansi substansi pembentuk bioflok (Aiyushirota, 2009).


(32)

13

Prinsip kerja yang sama yang melibatkan PHA sebagai polimer pembentuk ikatan kompleks mikroorganisme dengan bahan organik dan anorganik adalah seperti pembentukan natta de coco, natta de soya dan klekap di tambak. Bioflocs terdiri atas partikel serat organik yang kaya akan selulosa, partikel anorganik berupa kristal garam kalsium karbonat hidrat, biopolymer (PHA), bakteri, protozoa, detritus (dead body cell), ragi, jamur dan zooplankton (Aiyushirota, 2009). Bakteri yang mampu membentuk bioflocs diantaranya:

Zooglea ramigera Escherichia intermedia

Paracolobacterium aerogenoids Bacillus subtilis

Bacillus cereus Flavobacterium

Pseudomonas alcaligenes Sphaerotillus natans

Tetrad dan Tricoda (Aiyushirota, 2009).

Pemanfaatan bioflok adalah salah satu jenis alternatif terbaru dalam mengatasi masalah kualitas air dalam akuakultur yang diadaptasi dari teknik pengolahan limbah domestik secara konvensional (Avnimelech, 2006; de Schryver et al.,2008 dalam Ekasari, 2008). Prinsip utama yang dipakai dalam teknologi ini yaitu manajemen kualitas air yang didasarkan pada kemampuan bakteri heterotrof untuk memanfaatkan N organik dan anorganik yang terdapat dalam air. Secara teoritis,


(33)

14

pemanfaatan N oleh bakteri heterotrof dalam sistem akuakultur dapat digambarkan dalam reaksi kimia berikut:

NH4+ + 1,18C6H12O6 + HCO3- + 2,06O2 C5H7O2N+ 6,06H2O + 3,07CO2

Dari persamaan tersebut dapat dilihat secara teoritis untuk mengkonversi setiap gram N dalam bentuk amoniak diperlukan 6,07 gram karbon organik dalam bentuk karbohidrat, 0,86 karbon anorganik dalam bentuk alkalinitas dan 4,71 gram oksigen terlarut. Dari persamaan tersebut juga diperoleh bahwa C/N yang diperlukan bakteri heterotrof adalah sekitar 6, dalam sistem bioflok perbandingan antara unsur karbon (C) dengan nitrogen (N) atau dikenal dengan C/N sangat penting. Nilai ideal C/N untuk bioflok adalah 1:15 sampai 1:20 atau minimal 1:12 artinya ada 1 molekul karbon untuk setiap 12 molekul nitrogen. (Aiyushirota, 2009).

1. Pembentukan Bioflok Skala Kecil ( Bioflocs booster )

Pembibitan bioflok skala kecil dilakukan secara in door, dalam wadah fermentasi tertentu baik dalam drum atau bak fiber. Tambahkan ke dalam air bersih ( tawar atau asin ) pakan udang dengan konsentrasi 1% , berikut 1% nutrien bakteri yang berupa campuran buffer pH, osmoregulator berupa garam isotonik, vitamin B1, B6, B12 , hormon pembelahan sel dan prekursor aktif yang merangsang bakteri untuk mengeluarkan secara intensif enzim, metabolit sekunder dan bakteriosin selama fermentasi berlangsung (nutrient Bacillus spp.) serta bibit bakteri baik dari isolat lokal atau bakteri produk komersil berbasis Bacillus spp. yang pasti diketahui mengandung paling tidak Bacillus subtilis, sebagai salah satu bakteri


(34)

15

pembentuk bioflok. Campuran diaerasi dan diaduk selama 24‐48 jam, diusahakan pH bertahan antara 6,0 ‐7,2 sehingga Bacillus tetap dalam fasa vegetatifnya, bukan dalam bentuk spora dan PHA tidak terhidolisis oleh asam, sehingga ukuran partikel bioflok yang dihasilkan berukuran besar, paling tidak berukuran sekitar

100 μm (Aiyushirota, 2009).

2. Pembentukan Bioflok Skala Besar

Pada pengolahan limbah cair industri biasanya dosis awal penambahan Bioflock booster sekitar 200 ppm setiap hari selama 1‐2 minggu berturut turut, selanjutnya ketika COD/BOD sudah turun, seiring penambahan massa sludge/”bioflocs”

terjadi ( mencapai volume SSV 200 ke atas, penambahan Bioflock booster

dilakukan 1 kali seminggu saja dengan dosis 100 ppm. Pada budidaya udang (shrimp aquaculture) penambahan Bioflock booster dapat dilakukan plate 3‐5 ppm per hari sejak pertama masuk air hingga menjelang panen, atau dapat menerapkan dosis lebih besar di 30 hari pertama budidaya dan selanjutnya dengan dosis normal 3‐5 ppm pasca 30 hari pertama untuk mempercepat pembentukan bioflok. Pada pengolahan limbah industri yang sedikit menggunakan bahan organik, seperti limbah tekstil, logam, pabrik gas ammonia, pabrik pupuk kimia, ditambahkan sumber karbon tambahan berupa molase, tepung kanji/tapioka, gula pasir, urea dan TSP untuk pemupukan bakteri nitrifikasi. Untuk Industri yang berbasis pengolahan bahan organik tentu tidak diperlukan, seperti pabrik gula, pabrik tapioka, pengolahan ikan, bahan makanan (Aiyushirota, 2009). Berikut adalah gambar fase-fase pembentukan bioflok, 1) tahap inisialisasi awal pembentukan yaitu flok yang terbentuk masih berupa gumpalan-gumpalan kecil


(35)

16

dan keanekaragaman mikroorganisme belum melimpah, 2) tahap pembentukan dominan / stabilisasi awal yaitu keadaan flok sudah membentuk gumpalan besar dan keanekargaman mikroorganisme mulai melimpah, 3) tahap dominan / stabil, pada tahap ini gumpalan flok sudah terlihat jelas dan besar, mikroorganisme melimpah, dapat dilihat pada gambar 2.

a b

c d

Gambar 2. Tahap pembentukan bioflok, a). Perkembangan bioflok tahap inisialisasi awal pembentukan, b). Perkembangan bioflok tahap pembentukan dominan / stabilisasi awal, c). Perkembangan bioflok tahap dominan / stabil, d). Bioflok dalam gelas ukur (Aiyushirota, 2009).


(36)

17

3. Aplikasi Teknologi Bioflok Dalam Akuakultur

Kemampuan bioflok dalam mengontrol konsentrasi amoniak dalam sistem akuakultur secara teoritis maupun aplikasi telah terbukti sangat tinggi. Secara teoritis Ebeling et al., (2006) dan Mara (2004) menyatakan bahwa immobilisasi amoniak oleh bakteri heterotrof 40 kali lebih cepat dibanding oleh bakteri nitrifikasi. Secara aplikasi De Sechryper et al., (2009) menemukan bahwa bioflok yang ditumbuhkan dalam bioreaktor dapat mengkonversi N dengan konsentrasi 110 mg NH4 /L hingga 98% dalam sehari.

4. Kondisi yang Mendukung Pembentukan Bioflok

a. Aerasi dan pengadukan (pergerakan air oleh aerator)

Oksigen jelas diperlukan untuk pengoksidasian bahan organik (COD/BOD), kondisi optimum sekitar 4-5 ppm oksigen terlarut. Pergerakan air harus sedemikian rupa, sehingga daerah arus mati (death zone) tidak terlalu luas, hingga daerah yang memungkinkan bioflok jatuh dan mengendap relatif kecil. b. Karbon dioksida (CO2)

Karbon dioksida menjadi salah satu kunci terpenting bagi pembentukan dan pemeliharaan bioflok. Bakteri gram negatif non patogen seperti bakteri pengoksidasi sulfide menjadi sulfat (Thiobacillus, photosynthetic bacteria

seperti Rhodobacter), bakteri pengoksidasi besi dan mangan (Thiothrix) dan bakteri pengoksidasi amonium dan amonia (Nitrosomonas dan Nitrobacter) memerlukan karbon dioksida untuk pembentukan selnya, mereka tidak mampu mengambil sumber karbon dari bahan organik semisal karbohidrat, protein atau lemak. Termasuk juga Zooglea, Flavobacterium, Tetrad/Tricoda dan bakteri


(37)

18

pembentuk bioflok lainnya. Bahkan Bacillus sendiri, sebagai pemanfaat karbon dari bahan organik dan menghasilkan gas karbon dioksida sebagai hasil oksidasinya, memerlukan karbondioksida dalam pernafasan anaerobnya ketika melangsungkan reaksi denitrifikasi.

E.Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Morfologi ikan nila (Oreochromis niloticus) sebagai berikut:

Gambar 3. Ikan nila (Oreochromis niloticus) (Anonim, 2010).

1. Taksonomi Ikan Nila

Kelas : Osteichthyes Sub-kelas : Acanthoptherigii Ordo : Percomorphi Sub-ordo : Percoidea Family : Cichlidae Genus : Oreochromis


(38)

19

2. Ciri-Ciri Ikan Nila

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan spesies yang berasal dari kawasan Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya di Afrika. Bentuk tubuh memanjang, pipih kesamping dan warna putih kehitaman. Spesies tersebut mempunyai garis vertikal berwarna hijau kebiruan. Pada sirip ekor terdapat garis melintang yang ujung-ujungnya berwarna kemerah-merahan (Ghufran, 2009 dalam Dewi, 2012). Warna tubuh yang dimiliki ikan nila adalah hitam keabu-abuan pada bagian punggungnya dan semakin terang pada bagian perut ke bawah (Cholik, 2005). Ikan nila juga memiliki mata besar dan menonjol (Wiryanta et al., 2010).

3. Habitat Ikan Nila

Habitat ikan nila adalah perairan tawar, seperti sungai, danau, waduk dan rawa-rawa, tetapi karena toleransi yang cukup tinggi terhadap salinitas (euryhaline) sehingga dapat pula hidup dengan baik di air payau (Ghufran, 2009 dalam Dewi 2012).

4. Pakan dan Kebiasaan Makan Ikan Nila

Pakan ikan nila di habitat asli berupa plankton, perifiton, dan tumbuh-tumbuhan lunak seperti hydrilla dan ganggang. Ikan nila tergolong dalam hewan omnivora (pemakan segala hewan / tumbuhan) cenderung herbivora. Secara umum, jumlah pakan yang dikonsumsi seekor ikan rata-rata berkisar antara 5-6% dari berat tubuhnya per hari. Namun, jumlah pakan yang dikonsumsi dapat berubah, karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi seperti suhu lingkungan yang akan berpengaruh pada aktivitas metabolisme. Komsumsi pakan juga dipengaruhi oleh


(39)

20

ukuran ikan, ukuran ikan yang masih kecil (benih) membutuhkan makanan lebih banyak karena pertumbuhannya sangat pesat. Pada masa pemeliharaan benih, ikan nila dapat diberi pakan buatan (pelet) yang mengandung protein anatara 20-25% (Ghufran, 2009 dalam Dewi 2012), bentuk pakan buatan dapat disesuaikan dengan umur dan ukuran benih. Benih muda ukuran kecil (2-3 cm) diberi pakan berbentuk tepung. Pakan buatan untuk benih dapat diramu dari campuran tepung ikan, minyak ikan, mineral, dan vitamin. Pada masa pemeliharaan benih tersebut ikan nila sangat responsif terhadap pakan buatan baik pelet terapung maupun pelet tenggelam (Cholik, 2005). Pemberian pakan untuk benih ikan nila dilakukan 3-4 kali dalam sehari, yaitu pada pagi, siang dan malam hari sebanyak 4-6% dari berat total tubuh benih ikan yang berukuran 5-7 cm (Ghufran, 2010) .

5. Laju Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Nila

Ikan nila jantan memiliki laju pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan ikan nila betina. Laju pertumbuhan ikan nila jantan rata-rata 2,1 gram/hari, sedangkan laju pertumbuhan ikan nila betina 1,8 gram /hari (Ghufran, 2009 dalam Dewi, 2012). Selain pertumbuhannya cepat ikan nila juga memiliki tingkat kelangsungan hidup yang tinggi pada masa pemeliharaan benih. Wiryanta et al., (2010) dalam

Dewi ( 2012) menjelaskan bahwa tingkat kelangsungan hidup ikan nila dalam kegiatan pembenihan adalah 80%, sedangkan untuk pembesaran adalah 65-75%.

Tingkat kelangsungan hidup benih ikan nila dipengaruhi oleh faktor genetik, kualitas air, pakan, hama dan penyakit (Ghufran, 2009 dalam Dewi, 2012). Kualitas benih ikan nila akan menurun bila berasal dari indukan yang memiliki


(40)

21

umur lebih dari 2 tahun. Pertumbuhan benih nila akan lambat jika kandungan protein dalam pakan rendan dan jumlah pakan yang diberikan tidak sesuai dengan biomassa harian. Faktor kualitas air (pH, DO, kekeruhan, suhu) jika telah melebihi batas toleransi benih nila maka akan menyebabkan benih mati, selain itu juga hama dan penyakit juga menjadi faktor penentu kelulushidupan benih nila (Wiryanta et al., 2010).

6. Kualitas Air

Parameter kualitas air yang harus diperhatikan dan tetap harus dijaga agar pertumbuhan dan perkembangan benih ikan nila berjalan dengan baik dan optimal, diantaranya suhu yang bisa ditoleransi benih nila adalah 15-370C, ikan nila akan tumbuh optimal pada suhu 25-300C. Derajat keasaman (pH) yang dapat ditolerir ikan nila adalah 6-9. Pertumbuhan benih ikan nila akan optimal pada pH 7-8. Oksigen terlarut (DO) yang dibutuhkan untuk benih ikan nila agar pertumbuhannya optimal adalah 3 ppm (Dewi, 2012). Menurut Popma dan Messer (2005), batas konsentrasi kandungan amoniak yang dapat mematikan ikan nila


(41)

22

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013, bertempat di Laboratorium Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan adalah Akuarium ukuran 40 x 30 x 35 cm3 sebanyak 12 buah, instalasi aerasi, kain kasa, termometer, DO meter, pH meter, timbangan digital, scoop net, alat tulis, ember plastik, selang sipon, penggaris, kertas label. Bahan yang digunakan adalah benih ikan nila berukuran 2-3 cm dengan bobot rata-rata 1-1,5 g sebanyak 200 ekor (stok benih ikan nila dari lokasi yang sama, yaitu dari pembudidaya nila komersil di wilayah Wayhui Bandar Lampung), air tawar, gula pasir (kandungan karbon 42.39%) dan air buangan budidaya lele dumbo.

C. Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL), yang terdiri atas satu kontrol dan tiga perlakuan yang masing-masing tiga kali ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah:


(42)

23

1. Perlakuan A (kontrol) = 100 % pelet

2. Perlakuan B = penambahan bioflok 5 ml / liter air + pelet 3. Perlakuan C = penambahan bioflok 10 ml / liter air + pelet 4. Perlakuan D = penambahan bioflok 15 ml / liter air + pelet

Denah pengacakan akuarium:

Gambar 4. Denah pengacakan akuarium.

Model linear yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan uji Annova yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yij = µ + τi + ∑ij

Keterangan :

i : Perlakuan A, B, C, D j : Ulangan 1, 2, dan 3

Yij : Nilai pengamatan dari penambahan bioflok dengan dosis yang berbeda ke-i terhadap pertumbuhan dan survival rate (SR) ikan nila pada ulangan ke-j µ : Nilai tengah umum

τi : Pengaruh penambahan bioflok dengan dosis yang berbeda ke-i terhadap pertumbuhan dan survival rate (SR) ikan nila

A2 C3 D1 A3 C1 D2 B1 C2 A1 D3

B2


(43)

24

∑ij : Pengaruh galat percobaan pada penambahan bioflok dengan dosis yang berbeda ke-i terhadap pertumbuhan ikan nila dan survival rate (SR) pada ulangan ke-j

D.Prosedur Penelitian 1. Pembuatan Bioflok

Pada pembuatan bioflok, dimasukan 25 liter air buangan budidaya lele dumbo ke dalam akuarium ukuran 60 x 40 x40 m3, kemudian ditambahkan gula pasir ke dalam air buangan budidaya lele dumbo tersebut sebanyak 5.357 g perliter air buangan lele dumbo hingga jumlah C/N menjadi 15 kemudian diberi aerasi kuat, penambahan gula pasir dilakukan setiap 5 hari.

2. Pelaksanan Percobaan

2.1 Persiapan Wadah dan Ikan Uji

Wadah yang akan digunakan berupa akuarium berukuran 40 x 30 x 35 cm3 dengan jumlah 12 unit. Akuarium dibersihkan dan dikeringkan selama dua hari kemudian disusun dan diberi label. Selanjutnya akuarium diisi air tawar sebanyak 25 liter dan masing-masing akuarium diberi aerasi selama 24 jam. Setelah akuarium siap, maka benih ikan nila dimasukan ke dalam akuarium tersebut dengan jumlah 15 ekor setiap akuarium. Kondisi benih ikan nila yang digunakan dalam keadaan sehat yaitu secara morfologi benih ikan nila tidak terdapat luka di bagian tubuhnya dan ikan dapat berenang aktif. Sebelum dimasukan ke dalam akuarium benih ikan nila direndam dalam larutan garam sebanyak 5 ml/l selama 5 menit untuk menghilangkan ektoparasit yang mungkin menempel.


(44)

25

2.2 Pemeliharaan Ikan Uji

Penelitian ini dilakukan selama 40 hari, dengan tahap awal 15 ekor benih ikan nila dimasukan pada masing akuarium dan ditambahkan bioflok pada masing-masing akuarium sesuai perlakuan yang sudah ditentukan. Kepadatan bioflok dijaga agar selalu tetap hingga akhir pemeliharaan, untuk mengetahui kepadatan bioflok pada media pemeliharaan maka dilakukan pengukuran kepadatan bioflok setiap 3 hari sekali. Jika kepadatan bioflok meningkat dari jumlah yang ditentukan maka dilakukan pengenceran ( Sopian et al., 2011). Benih ikan nila diberi pakan sebanyak 3 kali sehari pada pukul 09.00, 13.00 dan 16.00 WIB dengan FR 5%. Untuk menjaga kualitas air saat pemeliharaan ikan uji, maka penyiponan dilakukan pada perlakuan A (kontrol) jika air sudah terlihat mulai kotor dan apabila kondisi air pemeliharaan sudah tidak layak untuk pemeliharaan maka dilakukan pergantian air kurang lebih hingga 30%.

Rumus Penambahan Bioflok

Penambahan bioflok pada media budidaya dihitung dengan rumus ( Sopian et al., 2011).

Y (liter) = xV M

A D

Keterangan :

Y = Volume bioflok yang ditambahkan (liter) D = Kepadatan bioflok yang diinginkan (ml/l)


(45)

26

M = Kepadatan bioflok pada media produksi bioflok (ml/l) V = Volume wadah pemeliharaan larva (liter)

2.3 Pengukuran kualitas air

Parameter kualitas air yang diukur selama penelitian meliputi suhu, pH dan DO yang dilakukan setiap 3 hari sekali dan uji amoniak pada awal dan akhir

pemeliharaan.

3. Pengambilan Data 3.1 Pertumbuhan Mutlak

Pertumbuhan mutlak dihitung dengan menggunakan rumus (Effendi, 1997):

Keterangan:

W = pertumbuhan mutlak

Wt = bobot atau panjang akhir biota dalam selang waktu tertentu Wo = bobot atau panjang awal biota

3.2 Laju Pertumbuhan Harian (LPH)

Laju pertumbuhan harian dihitung dengan menggunakan rumus (Purnomo, 2012):

t Wo Wt GR


(46)

27

Keterangan :

GR : Laju pertumbuhan harian (g/hari) Wt : Bobot rata-rata ikan pada hari ke-t (g) Wo : Bobot rata-rata ikan pada hari ke-0 (g) t : Waktu pemeliharaan (hari)

3.3 Kelangsungan Hidup(SR)

Kelangsungan hidup (SR) adalah tingkat perbandingan jumlah ikan yang hidup dari awal hingga akhir penelitian. Kelangsungan hidup dapat dihitung dengan rumus (Purnomo, 2012) :

Keterangan :

SR : Kelangsungan hidup (%) Nt : Jumlah ikan akhir (ekor) No : Jumlah ikan awal (ekor)

E.Analisis Data

Pengaruh perlakuan terhadap parameter pengamatan dianalisis dengan mengunakan analisis ragam (Anova), dengan selang kepercayaan 95%. Apabila hasil uji antar perlakuan berbeda nyata maka akan dilakukan uji lanjut Duncan.


(47)

41

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian kisaran laju pertumbuhan ikan nila yaitu 0,21g-0,24g dan kisaran tingkat kelangsungan hidup ikan nila hitam yaitu 57%-88%, sehingga dapat disimpulkan bahwa penambahan bioflok tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup (SR) ikan nila hitam (Oreochromis niloticus ).

B. Saran

Saran yang dapat diberikan bagi penelitian selanjutnya yaitu:

1. Melakukan penelitian tentang pemeliharaan ikan dalam media bioflok dengan FR yang berbeda.

2. Melakukan pengukuran kepadatan bakteri pada media bioflok. 3. Melakukan analisa proksimat pada bioflok yang dihasilkan.

4. Perlu adanya persiapan teknis yang lebih baik untuk meminimalisir kurangnya aerasi pada media bioflok.


(48)

42

DAFTAR PUSTAKA

Aiyushirota. 2009. Konsep Budidaya Udang Sistem Bakteri Heterotrof dengan Bioflocs. Dikutif dari www.aiyushirota.comdiakses pada 9 februari 2013.

Anonim. 2010. Budidaya Flora Dan Fauna. Dikutif dari http://budidayafloradan fauna.blogspot.com/. diakses pada tanggal 14 Februari 2013.

Aulia. 2011. Pengembangan Sistem Zero Water Dischange Berbasis Teknologi Bioflok (Bakteri Nitrifikasi dan Chaetoceros gracilis) dan Teknologi Probiotik Indigen Halomonas Aquamarina Pada Tahap Nursery Udang Putih. Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati. ITB. Ayuwanjani, R. W. 2008. Budidaya Lele Dumbo Sebagai Alternatif Pengolahan

Limbah Cair Rumah Tangga. SMK Negeri 1 Selong, Lombok Timur. 21 hal.

Avnimelech, Y. 1999. Carbon/Nitrogen Ratio As A Control Element In Aquaculture Systems. Aquaculture 176: 227-235.

Avnimelech, Y. 2006. Bio-Filter: The Need Fot An New Comprehensive Approach. Aquaculture Engineering. 34 (3):172-178.

Avnimelech,Y., 2007, Feeding with microbial flocs by tilapia in minimal discharge bio-flocs technology ponds. Aquaculture 264,140-147. Azim, M.E., D.C. Little dan .I.E. Bron. 2007. Microbial protein production in

activated suspension tanks manipulating C/N ratio in feed and implications for fish culture. Bioresource Technology 99, 3590-3599.

Boyd, C.E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. New York: Elsevier Scientific Publishing Company.

Boyd, C. E. 1990.Water Quality in Ponds for Aquaculture. Birmingham Publishing Co. Birmingham. Alabama.

Brune, D.E., G. Schwartz, A.G. Eversole, J.A. Collier dan T.E. Schwedler. 2003.

Intensification Of Pond Aquaculture And High Rate Photosynthetic System. Aquaculture Engineering28: 65-86.


(49)

43

Cholik, F. 2005. Akuakultur Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa. Diterbitkan atas Kerjasama Masyarakat Perikanan Nusantara dan Taman Mini Indonesia Indah. Jakarta.

Crab, R.B., W. Kochva, Verstraete dan Y. Avnimelech. 2009. Bio-Flocs Technology Application In Over-Wintering Of Tilapia. Aquacultural Engineering. 40:105-112. Dewi, R.R.S.P.S,. B. Iswano, N. LIsiyowati, and W. Hadie, 2006. Laporan Teknis. Darmawan, W. P. J. 2010. Pemanfatan Air Buangan Lele Dumbo Sebagai Media

Budidaya Daphnia sp. (skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 56 Hal.

Darti dan Iwan. 2006. Oksigen Terlarut. Jakarta: Penebar Swadaya.

De Schryver, P., R. Crab, T. Defoirdt, N. Boon, dan W. Verstraete. 2008. The Basics of Bio-Flocs Technology: The Added Value for Aquaculture. Aquaculture, 277: 125–137.

De Schryver P dan W. Verstraete. 2009. Nitrogen Removal From Aquaculture Pond Water By Heterotrophic Nitrogen Assimilation In Lab-Scale Sequencing Batch Reactors. Bioresource Technology 100: 1162-1167.

Dewi, E.N. 2012. Pengaruh Kepadatan Azolla Sp. Terhadap Kualitas Air, Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Kan Nila (Oreochromis niloticus) Pada Sistem Pemeliharaan Tanpa Ganti Air.(Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 72 Hal. Direktorat Jenderal Perikanan.1991. Petunjuk Teknis Budidaya Ikan Nila. Bekerja

sama dengan IDRC (International Development Resarch Centre) Canada .

Ebeling, J.M., M.B. Timmons, J.J. Bisogni. 2006. Engineering Analysis Of The Stoichiometry Of Photoautotrophic, Autotrophic, And Heterotrophic Removal Of Ammonia-Nitrogen In Aquaculture Systems. Aquaculture257: 346-358.

Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan pustaka nusantara. Bogor.163 hal.

Ekasari. J. 2008. Bio-Flocs Technology: The Effect Of Different Carbon Source, Salinity And The Addition Of Probiotics On The Primary Nutritional Value Of The Bio-Flocs [Tesis]. Gent: Faculty Of Bioscience Engineering. Ghent University. [FAO] Food and Agricultural Organization. 2007. The State of World Fisheries.


(50)

44

Floyd, R.F, Watson C., Petty D., dan Pouder D.B. 2009. Amonia in aquatic system. http://defishery.files.wordpress.com/2009/11/sistem-ammonia-di-perairan.pdf [01 November 2012]

Ghufran. 2010. Panduan Lengkap Memelihara Ikan Air Tawar Di Kolam Terpal. Ed. 1. Lily Publisher. Yogyakarta. Hal 8-15.

Gross A. dan C.E. Boyd. 2000. Nitrogen Transformations And Balance In Chanel Catfish Ponds. Aquaculture Engineering24: 1-14.

Halver, J.E. 2002. In Fish nutrition. 3rd Chapter 2: The Vitamins. Edited by J.E. Halver and R.W. Hardy. Academic Press. San Diego. CA.PP 62-143.

Hargreaves, J.A. 2006. Photosynthetic Suspended-Growth Systems In Aquaculture. Aquaculture Engineering. 34: 344-363.

Hari, B., B.M Kurup., J.T. Varghese, J.W. Schrama dan M.C.J. Verdegem. 2004. Effect Of Carbohydrate Addition On Production In Extensive Shrimp Culture Systems. Aquaculture241: 179-194.

Husada, B. 1995. Pelatihan Penyehatan Air. Jakarta : Departemen Kesehatan RIIlhad.2008. Makalah kimia lingkungan. http://ilhadblogspot.com. Diakses pada tanggal 10 Januari 2014.

Kodoatie, R.J. 2005.Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Andi. Yogyakarta. Kusnoputranto, H. 1985. Kesehatan Lingkungan. FKM UI. Jakarta.

Mara, D. 2004. Domestic Wastewater Treatmen in Devoloping Countries.

Earthscan. London.

Mason, C. F. 1979. Biology Of Freshwater Pollution. Longman Group, Ltd. London. pp 31-34.

Merryanto, Y. 2000. Struktur Komunitas Ikan dan Asosiasinya dengan Padang Lamun di Perairan Teluk Awur Jepara (Tesis). Perogram Pasca Sarjana, IPB. Bogor.

Misran, E. 2005. Industri Tebu Menuju Zero Waste Industry. Medan. Program Studi Teknik Kimia. Fakultas Teknik Universitas Sumatra Utara. Hal 10.

Montoya, R. and M. Velasco, 2000. Role of bacteria on nutritional and management strategies in aquaculture systems. Global Aquaculture Alliance, The Advocate, Vol. 3, Issue 2, April 2000, p:35-38.


(51)

45

Popma dan Messer. 1999. Tilapia Life History and Biology. Publication was supported in part by the Southern Regional Aquaculture Center through Grant No. 94-3800-0045 from the United States Departement of Agriculture, Cooperative States Research, Education, and Extension Service.

Purnomo, P.D. 2012. Pengaruh Penambahan Karbohidrat Pada Media Pemeliharaan Terhadap Produksi Budidaya Intensif Nila (Oreochromis niloticus). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro. Halaman 161-179.

Saanin, H. 1984. Taksonomi Dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid 1 Dan 2. Bina Cipta. Bandung.

Sopian, A., K. Ikhsan, A. Fajar. 2011. Aplikasi Sistem Heterotrof Pada Pendederan Udang Galah (macrobrachium Rosenbergii). (makalah hasil penelitian). PUSLITBANG perikanan budidaya. Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Sukamandi. Subang.

Stickney. R.R. 2005. Aquculture: An Introductory Text. USA: CABI Publishing. Sugar Knowledge International (SKIL). 1998. How Sugar Is Made- an

Intruduction. Dikutif dari http://www.sucrose.com . Diakses pada 9 Februari 2013.

Suryaningrum, M. F. 2012. Aplikasi Teknilogi Bioflok Pada Pemeliharaan Benih Ikan Nila (Oreochromis nilotics) (Tesis). Universitas terbuka. Jakarta. 110 Hal.

Unisa, R. 2000. Pengaruh padat penebaran terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan lele dumbo dalam sistem resirkulasi dengan debit air 33LPM/M3. (skripsi). Institut Pertanian Bogor. 50 Hal.

Van Wyk, P. and Y. Avnimelech. 2007. Management of nitrogen cycling and microbial populations in biofloc-based aquaculture sistems. Presented in World Aquaculture Society Meeting, San Antonio, Texas, USA. February 26 to March 2,2007.

Verstraete, W. Verschuere, L. Rombaut, G dan Sorgeloos, P. 2000. Probiotic Bacteria As Biological Control Agents in Aquaculture.

Microbiology and Molecular Biology Reviews. 64: 655-671. Wiryanta, Sunaryo, Astuti dan Kurniawan. 2010. Budidaya Ikan Nila dan Bisnis


(1)

Keterangan :

GR : Laju pertumbuhan harian (g/hari) Wt : Bobot rata-rata ikan pada hari ke-t (g) Wo : Bobot rata-rata ikan pada hari ke-0 (g) t : Waktu pemeliharaan (hari)

3.3 Kelangsungan Hidup (SR)

Kelangsungan hidup (SR) adalah tingkat perbandingan jumlah ikan yang hidup dari awal hingga akhir penelitian. Kelangsungan hidup dapat dihitung dengan rumus (Purnomo, 2012) :

Keterangan :

SR : Kelangsungan hidup (%) Nt : Jumlah ikan akhir (ekor) No : Jumlah ikan awal (ekor)

E.Analisis Data

Pengaruh perlakuan terhadap parameter pengamatan dianalisis dengan mengunakan analisis ragam (Anova), dengan selang kepercayaan 95%. Apabila hasil uji antar perlakuan berbeda nyata maka akan dilakukan uji lanjut Duncan.


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian kisaran laju pertumbuhan ikan nila yaitu 0,21g-0,24g dan kisaran tingkat kelangsungan hidup ikan nila hitam yaitu 57%-88%, sehingga dapat disimpulkan bahwa penambahan bioflok tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup (SR) ikan nila hitam (Oreochromis niloticus ).

B. Saran

Saran yang dapat diberikan bagi penelitian selanjutnya yaitu:

1. Melakukan penelitian tentang pemeliharaan ikan dalam media bioflok dengan FR yang berbeda.

2. Melakukan pengukuran kepadatan bakteri pada media bioflok. 3. Melakukan analisa proksimat pada bioflok yang dihasilkan.

4. Perlu adanya persiapan teknis yang lebih baik untuk meminimalisir kurangnya aerasi pada media bioflok.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Aiyushirota. 2009. Konsep Budidaya Udang Sistem Bakteri Heterotrof dengan Bioflocs. Dikutif dari www.aiyushirota.comdiakses pada 9 februari 2013.

Anonim. 2010. Budidaya Flora Dan Fauna. Dikutif dari http://budidayafloradan fauna.blogspot.com/. diakses pada tanggal 14 Februari 2013.

Aulia. 2011. Pengembangan Sistem Zero Water Dischange Berbasis Teknologi Bioflok (Bakteri Nitrifikasi dan Chaetoceros gracilis) dan Teknologi Probiotik Indigen Halomonas Aquamarina Pada Tahap Nursery Udang Putih. Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati. ITB. Ayuwanjani, R. W. 2008. Budidaya Lele Dumbo Sebagai Alternatif Pengolahan

Limbah Cair Rumah Tangga. SMK Negeri 1 Selong, Lombok Timur. 21 hal.

Avnimelech, Y. 1999. Carbon/Nitrogen Ratio As A Control Element In Aquaculture Systems. Aquaculture 176: 227-235.

Avnimelech, Y. 2006. Bio-Filter: The Need Fot An New Comprehensive Approach. Aquaculture Engineering. 34 (3):172-178.

Avnimelech,Y., 2007, Feeding with microbial flocs by tilapia in minimal discharge bio-flocs technology ponds. Aquaculture 264,140-147. Azim, M.E., D.C. Little dan .I.E. Bron. 2007. Microbial protein production in

activated suspension tanks manipulating C/N ratio in feed and implications for fish culture. Bioresource Technology 99, 3590-3599.

Boyd, C.E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. New York: Elsevier Scientific Publishing Company.

Boyd, C. E. 1990.Water Quality in Ponds for Aquaculture. Birmingham Publishing Co. Birmingham. Alabama.

Brune, D.E., G. Schwartz, A.G. Eversole, J.A. Collier dan T.E. Schwedler. 2003. Intensification Of Pond Aquaculture And High Rate Photosynthetic System. Aquaculture Engineering 28: 65-86.


(4)

Cholik, F. 2005. Akuakultur Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa. Diterbitkan atas Kerjasama Masyarakat Perikanan Nusantara dan Taman Mini Indonesia Indah. Jakarta.

Crab, R.B., W. Kochva, Verstraete dan Y. Avnimelech. 2009. Bio-Flocs

Technology Application In Over-Wintering Of Tilapia.

Aquacultural Engineering. 40:105-112. Dewi, R.R.S.P.S,. B.

Iswano, N. LIsiyowati, and W. Hadie, 2006. Laporan Teknis. Darmawan, W. P. J. 2010. Pemanfatan Air Buangan Lele Dumbo Sebagai Media

Budidaya Daphnia sp. (skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 56 Hal.

Darti dan Iwan. 2006. Oksigen Terlarut. Jakarta: Penebar Swadaya.

De Schryver, P., R. Crab, T. Defoirdt, N. Boon, dan W. Verstraete. 2008. The Basics of Bio-Flocs Technology: The Added Value for Aquaculture. Aquaculture, 277: 125–137.

De Schryver P dan W. Verstraete. 2009. Nitrogen Removal From Aquaculture Pond Water By Heterotrophic Nitrogen Assimilation In Lab-Scale

Sequencing Batch Reactors. Bioresource Technology 100:

1162-1167.

Dewi, E.N. 2012. Pengaruh Kepadatan Azolla Sp. Terhadap Kualitas Air, Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Kan Nila (Oreochromis niloticus) Pada Sistem Pemeliharaan Tanpa Ganti Air.(Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 72 Hal. Direktorat Jenderal Perikanan.1991. Petunjuk Teknis Budidaya Ikan Nila. Bekerja

sama dengan IDRC (International Development Resarch Centre) Canada .

Ebeling, J.M., M.B. Timmons, J.J. Bisogni. 2006. Engineering Analysis Of The

Stoichiometry Of Photoautotrophic, Autotrophic, And

Heterotrophic Removal Of Ammonia-Nitrogen In Aquaculture Systems. Aquaculture 257: 346-358.

Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan pustaka nusantara. Bogor.163 hal.

Ekasari. J. 2008. Bio-Flocs Technology: The Effect Of Different Carbon Source, Salinity And The Addition Of Probiotics On The Primary Nutritional Value Of The Bio-Flocs [Tesis]. Gent: Faculty Of

Bioscience Engineering. Ghent University. [FAO] Food and


(5)

Floyd, R.F, Watson C., Petty D., dan Pouder D.B. 2009. Amonia in aquatic system. http://defishery.files.wordpress.com/2009/11/sistem-ammonia-di-perairan.pdf [01 November 2012]

Ghufran. 2010. Panduan Lengkap Memelihara Ikan Air Tawar Di Kolam Terpal. Ed. 1. Lily Publisher. Yogyakarta. Hal 8-15.

Gross A. dan C.E. Boyd. 2000. Nitrogen Transformations And Balance In Chanel Catfish Ponds. Aquaculture Engineering 24: 1-14.

Halver, J.E. 2002. In Fish nutrition. 3rd Chapter 2: The Vitamins. Edited by J.E. Halver and R.W. Hardy. Academic Press. San Diego. CA.PP 62-143.

Hargreaves, J.A. 2006. Photosynthetic Suspended-Growth Systems In Aquaculture. Aquaculture Engineering. 34: 344-363.

Hari, B., B.M Kurup., J.T. Varghese, J.W. Schrama dan M.C.J. Verdegem. 2004. Effect Of Carbohydrate Addition On Production In Extensive Shrimp Culture Systems. Aquaculture 241: 179-194.

Husada, B. 1995. Pelatihan Penyehatan Air. Jakarta : Departemen Kesehatan RIIlhad.2008. Makalah kimia lingkungan. http://ilhadblogspot.com. Diakses pada tanggal 10 Januari 2014.

Kodoatie, R.J. 2005.Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Andi. Yogyakarta. Kusnoputranto, H. 1985. Kesehatan Lingkungan. FKM UI. Jakarta.

Mara, D. 2004. Domestic Wastewater Treatmen in Devoloping Countries. Earthscan. London.

Mason, C. F. 1979. Biology Of Freshwater Pollution. Longman Group, Ltd. London. pp 31-34.

Merryanto, Y. 2000. Struktur Komunitas Ikan dan Asosiasinya dengan Padang Lamun di Perairan Teluk Awur Jepara (Tesis). Perogram Pasca Sarjana, IPB. Bogor.

Misran, E. 2005. Industri Tebu Menuju Zero Waste Industry. Medan. Program Studi Teknik Kimia. Fakultas Teknik Universitas Sumatra Utara. Hal 10.

Montoya, R. and M. Velasco, 2000. Role of bacteria on nutritional and management strategies in aquaculture systems. Global Aquaculture Alliance, The Advocate, Vol. 3, Issue 2, April 2000, p:35-38.


(6)

Popma dan Messer. 1999. Tilapia Life History and Biology. Publication was supported in part by the Southern Regional Aquaculture Center through Grant No. 94-3800-0045 from the United States Departement of Agriculture, Cooperative States Research, Education, and Extension Service.

Purnomo, P.D. 2012. Pengaruh Penambahan Karbohidrat Pada Media Pemeliharaan Terhadap Produksi Budidaya Intensif Nila (Oreochromis niloticus). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro. Halaman 161-179.

Saanin, H. 1984. Taksonomi Dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid 1 Dan 2. Bina Cipta. Bandung.

Sopian, A., K. Ikhsan, A. Fajar. 2011. Aplikasi Sistem Heterotrof Pada Pendederan Udang Galah (macrobrachium Rosenbergii). (makalah hasil penelitian). PUSLITBANG perikanan budidaya. Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Sukamandi. Subang.

Stickney. R.R. 2005. Aquculture: An Introductory Text. USA: CABI Publishing. Sugar Knowledge International (SKIL). 1998. How Sugar Is Made- an

Intruduction. Dikutif dari http://www.sucrose.com . Diakses pada 9 Februari 2013.

Suryaningrum, M. F. 2012. Aplikasi Teknilogi Bioflok Pada Pemeliharaan Benih Ikan Nila (Oreochromis nilotics) (Tesis). Universitas terbuka. Jakarta. 110 Hal.

Unisa, R. 2000. Pengaruh padat penebaran terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan lele dumbo dalam sistem resirkulasi dengan debit air 33LPM/M3. (skripsi). Institut Pertanian Bogor. 50 Hal.

Van Wyk, P. and Y. Avnimelech. 2007. Management of nitrogen cycling and microbial populations in biofloc-based aquaculture sistems. Presented in World Aquaculture Society Meeting, San Antonio, Texas, USA. February 26 to March 2,2007.

Verstraete, W. Verschuere, L. Rombaut, G dan Sorgeloos, P. 2000. Probiotic Bacteria As Biological Control Agents in Aquaculture. Microbiology and Molecular Biology Reviews. 64: 655-671.

Wiryanta, Sunaryo, Astuti dan Kurniawan. 2010. Budidaya Ikan Nila dan Bisnis Ikan Nila. PT Agromedia Pustaka: Jakarta. 210 Hal.