INVESTASI AGENSIA HAYATI Bacillus subtilis DAN Streptomyces angustmyceticus PADA MEDIA TANAM PISANG CAVENDISH (Musa acuminata,AAA) UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM

(1)

ABSTRACT

INVESTATION OFBacillus substilisANDStreptomyces angustmyceticusAT PLANTING MEDIUM OF CAVENDISH BANANA (Musa acuminata, AAA)

TO CONTROL FUSARIUM WILT By

RAKHMANSYAH ARIANTO WARDHANA

Fusariumwilt of banana caused byFusarium oxyspoumf. sp.cubense

(Foc) is one of the most important and destructive diseases of banana and cause a significant production loss in banana plantation. The use of biocontrol agents against Foc has been reported to be an effective option for the management of the disease. The aim of this research was to evaluate the effectiveness ofBacillus substilisandStreptomyces angustmyceticusto control Foc in Cavendish banana under suppressive Foc endemic soil.

This research was conducted at PT Nusantara Tropical Farm (PT NTF) experiment station from October 2013 to August 2014. Using a randomized complete block design, 1920 healthy banana plantlets from tissue culture were assigned into 8 equal blocks (20 planlets each) and subjected to 12 different treatments consisted of two factors. The first treatment factor was the place of bioagent investation: application at nursery; application in the field; application at nursery and in the field. The second factor was the type of bioagent applied: without bioagent as the control treatment;B. substilisstrain 140-B; S.


(2)

angustmyceticusstrain L3.1-DW; bothB. substilisstrain 140-B andS.

angustmyceticusstrain L3.1-DW. Following the treatments assigned, all banana plants were maintained under the PT NTF’s standard plantation cultivation techniques.

Results of this experiments showed that the investation of either

B.substilis, S. angustmyceticusor bothB.substilisandS. angustmyceticus, at nursery, in the field or both at nursery and in the field, could not control the disease. In addition, plant growth and production were not significant by difference among treatment. The percentage of Foc disease incidences in all of the treatments assigned were in the range of 46.4% - 60.4%, while the number of hands/bunch in healthy plants was in the range of 9.7-10.7 hands.

Key Words: Cavendish banana,Bacillus substilis,Streptomyces angustmyceticus, biocontrol,Fusariumwilt.


(3)

ABSTRAK

INVESTASI AGENSIA HAYATI

Bacillus subtilis

DAN

Streptomyces angustmyceticus

PADA MEDIA TANAM

PISANG CAVENDISH (

Musa acuminata,

AAA) UNTUK

MENGENDALIKAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM

Oleh

RAKHMANSYAH ARIANTO WARDHANA

Layu fusarium pada tanaman pisng yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f. sp. cubense (Foc) merupakan salah satu penyakit penting dan merusak dan menyebabkan kehilangan hasil pada pertanaman pisang.

Penggunaan agensia hayati melawan Foc telah banyak dilaporkan sebagai pilihan yang efektif untuk mengendalikan penyakit. Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui efikasi agensia hayatiB. subtilis140-B danS. angustmyceticus L.3.1-DW untuk mengendalikan layu fusarium.

Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Blok 83607 stasiun

Departemen Riset dan Pengembangan PT. Nusantara Tropical Farm pada bulan Oktober 2013 sampai dengan Agustus 2014. Bibit pisang Cavendish klon CJ30 yang digunakan sebanyak 1.920 batang berasal dari perbanyakan secara kultur jaringan. Inokulum agensia hayati diproduksi di Puslit Biologi LIPI Cibinong. Percobaan disusun secara faktorial dalam rancangan acak kelompok dengan delapan ulangan. Faktor pertama adalah tiga cara aplikasi agensia hayati:


(4)

investasi agensia hayati di pembibitan, investasi agensia hayati di lahan tanam dan investasi agensia hayati di pembibitan dan lahan tanam. Faktor kedua adalah empat jenis perlakuan agensia hayati: tanpa agensia hayati, B. subtilis140-B,S. angustmyceticus. L.3.1-DW dan B.subtilis140-B +S. angustmyceticus L.3.1-D.W . dengan susunan perlakuan tersebut, seluruh tanamanpisang dipelihara sesuai standar tehnik pertanaman pisang di PT NTF.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa aplikasiB. subtilisdanS. Angustmyceticusbaik tunggal maupun kombinasi yang diaplikasikan di tiga kondisi yaitu lahan, pembibitan dan pembibitan+lahan, tidak dapat mengendalikan penyakit layu fusarium. Pertumbuhan (jumlah daun, panjang daun, lebar daun dan produksi daun) dan produksi buah dari tanaman sehat yang tidak berbeda antar perlakuan. Keterjadian penyakit layu fusarium pada semua perlakuan berkisar antara 46,4% sampai dengan 60,4%. Jumlah sisir buah yang dihasilkan pada semua perlakuan dari tanaman sehat berkisar antara 9,7 sampai dengan 10,7 sisir per tanaman.


(5)

INVESTASI

Bacillus subtilis

DAN

Streptomyces angustmyceticus

PADA MEDIA TANAM PISANG CAVENDISH (

Musa

acuminata,

AAA) UNTUK MENGENDALIKAN

PENYAKIT LAYU FUSARIUM

Oleh :

RAKHMANSYAH ARIANTO WARDHANA

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER SAINS

Pada

Program Pascasarjana Program Studi Magister Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(6)

INVESTASI

Bacillus subtilis

DAN

Streptomyces angustmyceticus

PADA MEDIA TANAM PISANG CAVENDISH (

Musa

acuminata,

AAA) UNTUK MENGENDALIKAN

PENYAKIT LAYU FUSARIUM

(Tesis)

Oleh :

RAKHMANSYAH ARIANTO WARDHANA

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(7)

(8)

(9)

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan petunjuk-Nya jualah seluruh rangkaian kegiatan dalam penyelesaian studi mulai dari perencanaan penelitian sampai penyusunan tesis ini dapat penulis laksanakan.

Selama penelitian dan penulisan tesis, penulis berhutang budi kepada banyak pihak yang telah membantu penulis setulus hati. Melalui kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya disertai ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Cipta Ginting, selaku pembimbing utama yang telah banyak mencurahkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan arahan. 2. Dr. Yusnita, selaku pembimbing kedua yang telah memberikan motivasi,

pemikiran, serta bimbingan selama menyelesaikan pendidikan.

3. Dr. Suskandini Ratih Dirmawati, selaku pembahas dan penguji atas masukan, arahan, saran dan kritik dalam penelitian dan penulisan tesis.

4. Hi. Soewondo, S.E., selaku pimpinan PT. NTF yang telah memberikan kesempatan melanjutkan studi ke strata dua.

5. Ir. Stefanus Manukiley dan Ir. Soetjipto, selaku atasan yang telah

memeberikan keleluasaan dan pengertian dalam menyelesaikan kegiatan perkuliahan dan penelitian.


(11)

6. Staff Biologi LIPI-Cibinong , Dr. Rer. Nat. Sarjiya Antonius, Dra. Dwi Agustiyani, M.Eng., Achirul Nditasari, M.Sc., Entis Sutisna, S.P., atas segala bantuan dan masukan terutama sumber agensia hayati sebagai bahan

penelitian.

7. Istri tercinta Dyah Rina Iswahyuni dan anak-anak tersayang Nadya Farah Rachmarina, Nadhif Faiqarafi Rachmadoni, dan Najma Fadya Rachmadina atas segala cinta, kasih sayang, dukungan dan motivasi yang tiada henti bagi penulis.

8. Ir. Kristian Joko Hartono, Ariyo Nugroho, S.P., Linggar Suprayogi, S.P., Ambar Y. Perdani, M.Si., Gandi Wisnu Putra A.Md, Tugino dan Jamin Mupangat, serta seluruh rekan NTF atas seluruh bantuan dan masukan yang telah diberikan dalam penyelesaian kegiatan penelitian.

9. Teman-teman Program Studi Magister Agronomi angkatan 2012 Badri Burhan, Mulyanto, Saiful Bahri, Yanto , Linggar Suprayogi, Frestika Maharini, Visa Yelisanti Putri dan rekan-rekan lain yang telah memberikan bantuan baik fisik maupun pemikiran yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Karya ilmiah ini adalah hasil usaha terbaik yang dapat penulis persembahkan. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama ilmu penyakit tanaman.

Bandar Lampung, Desember 2014


(12)

(13)

Karya Ini Dipersembahkan kepada

Istri Tercinta dan Anak-anak Tersayang


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 2 April 1963. merupakan anak ketiga dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Soewarno dan Ibu Rasimah. Pada Tanggal 21 Mei 1995 penulis mempersunting Dyah Rina Iswahyuni dan dikaruniai dua putri dan satu putra.

Riwayat pendidikan tinggi penulis diawali dengan menyelesaikan pendidikan sarjana Pertanian Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman di Universitas Padjadjaran, Bandung pada tahun 1989. Pada tahun 2012 penulis berkesempatan melanjutkan studi di Program Studi Magister Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Riwayat kerja penulis dimulai pada tahun 1990 di PT Great Giant Pineapple. Lalu dipindahtugaskan ke PT Nusantara Tropical Farm tahun 1993 hingga sekarang.


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 4

1.3. Kerangka Pemikiran ... 5

1.4. Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pisang Cavendish ... 7

2.1.1. Taxonomi Pisang Cavendish CJ30 ... 7

2.1.2. Botani Pisang Cavendish ... 8

2.1.3. Budidaya Tanaman Pisang di NTF ... 13

2.2. Layu Fusarium ... 18

2.3. Basillus subtilis ... 24

2.4. Streptomyces angustmyceticus ... 27

III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu ... 29

3.2. Alat dan Bahan ... 29

3.3. Metode Penelitian ... 30

3.4. Pelaksanaan Penelitian ... 31

3.4.1. Penyiapan Agensia Hayati ... 31

3.4.2. Penyiapan Media Pembibitan ... 33

3.4.3. Pemilihan Bibit Pisang di Pembibitan ... 33

3.4.4. Perawatan Bibit di Pembibitan ... 34

3.4.5. Penyiapan Lahan Tanam ... 34

3.4.6. Penanaman di Lahan Percobaan ... 35

3.4.7. Aplikasi Perlakuan ... 36

3.4.8. Jadwal Pemupukan Tanaman ... 36

3.5. Pengamatan ... 37

3.5.1. Pengamatan Bahan Organik Kotoran Sapi ... 37


(16)

3.5.3. Pengamatan terhadap Tanaman Tanpa Gejala Layu

Fusarium... 38

3.5.4. Penghitungan Populasi Foc ... 38

3.6. Analisa Data ... 40

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil ... 41

4.1.1. Keterjadian Layu Fusarium pada Tanaman Induk ... 41

4.1.2. Keterjadian Layu Fusarium pada Anakan Pisang Cavendish CJ30 ... 47

4.1.3. Pertumbuhan tanaman sakit ... 52

4.1.4. Pertumbuhan tanaman sehat... 68

4.1.5. Produksi tanaman pisang setelah aplikasi agensia hayati ... 78

4.1.6. Hasil analisis kandungan hara dan klimatologi ... 81

4.1.7. 4.2. Pembahasan ... 85

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91 LAMPIRAN


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

1. Suspensi agensia hayati dan Focin vitro. (A).B. Subtilis140B,

(B).S. angustmyceticusL.3.1.DW,(C). In vitroB. subtilis140B vs Foc, (D).S. angustmyceticusL.3.1.DW vs Foc. ... 32 2. Persentase keterjadian layu fusarium pada tanaman pisang Cavendish

CJ30 induk pada pengamatan enam bulan setelah tanam ... 42 3. Persentase tanaman pisang Cavendish CJ30 induk sehat terhadap

pada pengamatan 6 bulan setelah tanam ... 42 4. Persentase keterjadian layu fusarium pada tanaman pisang Cavendish

CJ30 induk pada pengamatan 6 bulan setelah tanam... 43 5. Tanaman sehat, bergejala layu fusarium danrecovery... 45 6. Pola keterjadian layu fusarium pada tanaman pisang Cavendish

CJ30 induk setelah aplikasi agensia hayati pada umur 5 - 24 minggu setelah tanam... 46 7. Persentase keterjadian layu fusarium pada anakan tanaman pisang

Cavendish CJ30 setelah perlakuan agensia hayati ... 48 8. Persentase keterjadian layu fusarium pada anakan tanaman pisang

Cavendish CJ30 setelah aplikasi agensia hayati ... 49 9. Pola keterjadian layu fusarium pada anakan tanaman pisang

Cavendish CJ30 setelah aplikasi agensia hayati ... 50 10. Jumlah daun tanaman pisang Cavendish CJ30 induk bergejala layu

fusarium pada pengamatan tujuh bulan setelah tanam... 53 11. Jumlah daun tiap tanaman pisang Cavendish CJ30 induk bergejala

layu fusarium setelah aplikasi agensia hayati pada10-30 minggu

setelah tanam... 55 12. Jumlah daun kuning tanaman pisang Cavendish CJ 30 induk

bergejala layu fusarium setelah aplikasi agensia hayati pada tujuh bulan setelah tanam ... 56


(18)

13. Jumlah daun kuning tanaman pisang Cavendish CJ30 bergelaja layu fusarium setelah aplikasi agensia hayati pada umur tanaman 10-30

minggu setelah tanam ... 57

14. Jumlah daun hijau tanaman pisang Cavendish CJ30 bergejala layu fusarium setelah aplikasi agensia hayati pada pengamatan tujuh bulan setelah tanam... 59

15. Jumlah daun hijau tanaman pisang Cavendish CJ30 bergejala layu fusarium setelah aplikasi agensia hayati pada 10-30 Minggu Setelah Tanam... 60

16. Panjang daun ketiga tanaman pisang Cavendish CJ30 setelah aplikasi agensia hayati bergelaja layu fusarium... 64

17. Produksi daun tanaman pisang Cavendish CJ30 setelah aplikasi agensia hayati ... 66

18. Produksi daun tanaman pisang Cavendish CJ30 bergejala layu fusarium setelah aplikasi agensia hayati pada 10-30 Minggu Setelah Tanam ... 67

19. Produksi Daun tanaman pisang Cavendish CJ30 sehat setelah aplikasi agensia hayati ... 71

20. Penambahan panjang daun tanaman pisang Cavendish CJ30 sehat setelah aplikasi agensia hayati ... 73

21. Penambahan lebar daun pada tanaman pisang Cavendish CJ30 sehat setelah aplikasi agensia hayati ... 75

22. Jumlah daun tanaman pisang Cavendish CJ30 sehat setelah aplikasi agensia hayati ... 76

23. Tinggi tanaman dan lingkar batang pada saat keluar jantung setelah aplikasi agesia hayati ... 78

24. Jumlah sisir tiap tandan pisang tanaman Cavendish CJ30 sehat setelah perlakuan agensia hayati ... 79

25. Jumlah sisir tiap tandan pisang Cavendish CJ30 pada tanaman sehat setelah aplikasi agensia hayati ... 80

26. Tata Letak Perlakuan ... 94

27. Lay out Percobaan... 95


(19)

29. Persiapan media pembibitan ... 97

30. Perawatan Bibit ... 98

31. Aplikasi perlakuan di pembibitan ... 98

32. Karakterisasi Klon CJ30... 99

33. Pengolahan Lahan ... 99

34. Persiapan tanam ... 100

35. Kegiatan penanaman ... 100

36. Aplikasi Perlakuan dilahan ... 101

37. Perawatan tanaman ... 101

38. Pengamatan pertumbuhan dan Layu fusarium... 102

39. Gelaja penyakit layu fusarium pada tanaman pisang... 102

40. Gejala layu fusarium pada batang pisang ... 103


(20)

DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

1. Jadwal Pemupukan Tanaman Pisang Cavendish CJ30 ... 37 2. Persentase keterjadian layu fusarium yang sehat kembali pada

pengamatan 7 bulan setelah tanam... 44 3. Populasi total Foc yang dihitung di sekitar perakaran pada tanaman

sehat di akhir percobaan... 51 4. Populasi total Foc yang dihitung di sekitar perakaran pada tanaman

sakit di akhir percobaan ... 51 5. Jumlah daun total tanaman pisang Cavendish CJ30 induk terserang

layu fusarium setelah aplikasi agensia hayati ... 52 6. Jumlah daun kuning tanaman pisang Cavendish CJ30 induk

bergejala layu Fusarium setelah perlakuan agensia hayati ... 54 7. Jumlah daun hijau tanaman pisang Cavendish CJ30 Induk bergelaja

layu fusarium setelah aplikasi agensia hayati ... 58 8. Panjang daun pertama tanaman pisang Cavendish CJ30 induk

bergejala layu fusarium setelah agensia hayati ... 61 9. Panjang daun kedua tanaman pisang Cavendish CJ30 induk

bergejala layu fusarium setelah aplikasi agensia hayati... 62 10. Panjang daun ketiga tanaman pisang Cavendish CJ30 induk

bergejala layu fusarium setelah aplikasi agensia hayati... 63 11. Produksi daun tanaman pisang Cavendish CJ30 induk bergejala

layu fusarium setelah aplikasi agensia hayati ... 65 12. Tinggi tanaman pisang Cavendish CJ30 sehat setelah aplikasi

agensia hayati ... 68 13. Lingkar batang tanaman pisang Cavendish CJ30 sehat setelah


(21)

14. Produksi daun tanaman pisang Cavendish CJ30 sehat setelah

aplikasi agensia hayati... 70 15. Panjang daun tanaman pisang Cavendish CJ30 sehat setelah

aplikasi agensia hayati... 72 16. Lebar daun tiap bulan tanaman pisang Cavendish CJ30 sehat

setelah aplikasi agensia hayati ... 74 17. Jumlah daun tiap bulan tanaman pisang Cavendish CJ30 sehat

setelah aplikasi agensia hayati ... 75

18. Tinggi tanaman dan lingkar batang tanaman pisang Cavendish

CJ30 sehat saat keluar jantung setelah aplikasi agensia hayati... 77 19. Jumlah tanaman sehat yang menghasilkan jantung pisang setelah

aplikasi agensia hayati... 80 20. Perbandingan jumlah sisir pisang Cavendish CJ-30 antara kebun

produksi dan lokasi percobaan yang ditanam pada waktu yang

sama... 81 21. Analisis kandungan hara pada pupuk kandang sapi dan media

pembibitan pada Desember 2013 ... 82 22. Hasil analisis hara tanah di lokasi percobaan sebelum dan periode

pertumbuhan tanaman pada periode Desember 2013 - Juli 2014 ... 83 23. Status pH Tanah Selama Percobaan Berlangsung Dari Desember

2013–Juli 2014 ... 83 24. Analisis Serapan Hara Dalam Jaringan Daun Pisang Cavendish

CJ30 Pada Periode Pertumbuhan Tanaman Februari-Juli 2014... 84 25. Pengamatan Hari dan Curah Hujan di Lokasi Percobaan Periode

Desember 2013 - Agustus 2014 ... 85 26. Pengamatan Hari dan Curah Hujan di Lokasi Percobaan Periode

Desember 2013 Hingga Agustus 2014... 104 27. Deskripsi Tanaman dan Buah Pisang Cavendish CJ 30 ... 104 28. Analisis ragam jumlah daun pada tanaman bergejala layu Fusarium 106 29. Analisis ragam jumlah daun hijau pengamtan pada tanaman


(22)

30. Analisis ragam jumlah daun kuning pengamatan pada tanaman

bergejala layu Fusarium ... 109 31. Analisis ragam panjang daun pertama pada tanaman bergejala layu

Fusarium... 110 32. Analisis ragam panjang daun kedua pada tanaman bergejala layu

Fusarium... 111 33. Analisis ragam panjang daun ketiga pada tanaman bergejala layu

Fusarium... 112 34. Analisis ragam lebar daun pertama pada tanaman bergejala layu

Fusarium... 114 35. Analisis ragam lebar daun kedua pada tanaman bergejala layu

Fusarium... 115 36. Analisis ragam lebar daun ketiga pada tanaman bergejala layu

Fusarium... 116 37. Analisis ragam produksi daun pada tanaman bergejala layu

Fusarium... 117 38. Agronomi tanaman sehat pengamatan ke-1 ... 119 39. Agronomi tanaman sehat pengamatan ke-2 ... 120 40. Agronomi tanaman sehat pengamatan ke-3 ... 122 41. Agronomi tanaman sehat pengamatan ke-4 ... 123 42. Agronomi tanaman sehat pengamatan ke-5 ... 124


(23)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pisang Cavendish merupakan komoditas pisang segar (edible banana) yang mendominasi 95% perdagangan pisang di dunia dan produsen pisang Cavendish banyak berasal dari negara tropis (Robinson dan Sauco, 2010). Produksi pisang Cavendish di Indonesia dapat mencukupi kebutuhan konsumen domestik yang dipasok oleh perkebunan pisang Cavendish PT. Nusantara Tropical Farm (NTF) Lampung Timur. Luas kebun produksi 1.623 ha dan produktivitas bersih mencapai ± 50 ton/ha. Produksi tersebut dipasarkan untuk kebutuhan domestik sebesar 80% dan hanya 20% diekspor ke berbagai negara. Cita rasa yang lezat, tingkat kemanisan 19-210Brix dengan sedikit rasa asam dan tekstur daging buah relatif pulen (NTF, tidak dipublikasikan). Pisang Cavendish semakin diminati, karena kandungan nutrisinya tinggi dan lengkap serta banyak manfaatnya untuk kesehatan (Stover dan Simmonds, 1987).

Peningkatan produktifitas dan penyempurnaan tehnik budidaya terus diupayakan. Kesuburan tanah ditingkatkan melalui pembenaman bahan organik dan

melakukan rotasi tanaman. Peningkatan kapasitas lebung tampungan air hujan untuk mencukupi kebutuhan tanaman akan air terutama pada musim kemarau. Pemanfaatan klon unggul baru hasil seleksi massa positif dan introduksi serta upaya pengendalian hama dan penyakit secara terpadu. Upaya terintegrasi


(24)

2 tersebut diharapkan akan meningkatkan produktivitas dan agribisnis yang

berkesinambungan.

Salah satu faktor pembatas produktivitas pisang Cavendish di dunia adalah adanya penyakit layu fusarium yang disebabkan olehFusarium oxysporumf.sp.cubense

(Foc) (Wardlaw, 1972, Stover, 1972, Jones, 2000, Robinson, 2003). Di NTF terdapat penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh cendawan Foc ras 4 VCG (vegetative compatible group) 01213 dan 01216 berdasarkan survei yang

dilakukan pada tahun 2009 di 10 kecamatan di Lampung (Jumjunidanget al, 2012). Epidemi layu fusarium di Indonesia dan Malaysia disebabkan oleh VCG 01213/16 (Molinaet al., 2007). Pada tahun 2011 di blok 83607 seluas 4 ha terjadi epidemi layu fusarium pada tanaman pisang Cavendish CJ30 sebesar 89.20%.

Foc masuk ke dalam jaringan tanaman melalui akar yang terluka ataupun tanpa luka dan bonggol yang terluka (Wardlaw. 1972., Liet al.,2013). Infeksi Foc pada tanaman pisang mengakibatkan kematian yang relatif cepat yang diawali dengan gejala menguningnya daun terbawah atau tertua dan diikuti dengan menguningnya daun-daun pisang di atasnya (Jones, 2000). Waktu yang dibutuhkan sejak daun tertua menguning hingga seluruh daun pisang menguning sekitar satu bulan. Infeksi dapat terjadi pada semua stadia pertumbuhan tanaman pisang. Tingkat serangan hingga 100% pernah terjadi pada pisang Cavendish klon Valerie di NTF seluas 1.500 ha pada tahun 1993-1995, layu fusarium masih menjadi kendala hingga sekarang walaupun dengan keterjadian yang rendah (NTF, tidak dipublikasikan).


(25)

3 Upaya pengendalian layu fusarium telah dilakukan dengan berbagai cara.

Beberapa cara yang dilakukan adalah dengan persilangan untuk mendapatkan klon yang toleran, tehnik kultur jaringan untuk mendapatkan mutasi somaklonal, seleksi massa, biomolekuler dan tehnik budidaya tanaman dan pemanfaatan agensia hayati. Cara pengendalian lainnya yang selama ini diterapkan yaitu rotasi tanaman, peningkatan kandungan bahan organik, menstabilkan pH tanah pada level 5.5-6.5, pemupukan yang berimbang dan perbaikan tehnik budidaya

tanaman pisang yang meminimalkan terjadinya pelukaan akar. Namun demikian inovasi baru cara pengendalian yang lebih efektif masih diperlukan. Upaya pengendalian layu fusarium di NTF menggunakan agensia hayati diharapkan dapat menyempurnakan upaya penurunan keterjadian layu fusarium.

Salah satu pengendalian penyakit tanaman yang ramah lingkungan dan yang menunjang pertanian berkelanjutan dapat dicapai dengan penggunaan agensia hayati. Penapisan mikroorganisme yang dilakukan pada tahun 2010 di area perakaran tanaman nanas di Great Giant Pineapple Company (GGPC) didapat

Bacillus subtilis. Streptomyces angustmyceticusdidapat dari area perakaran tanaman pisang Rejang di NTF pada tahun 2011. Pengujian kedua

mikroorganisme tersebut secarain vitrodi petridish dapat menekan pertumbuhan Foc, bahkan secarain plantapada tanaman pisang Cavendish di pot percobaan di LIPI Cibinong dapat menurunkan keterjadian layu fusarium (Nurlaili, 2012). Pemanfaatan mikroorganisme sepertiBacillussp. danStreptomycessp. dalam mengendalian layu fusarium dan usaha meningkatkan produksi tanaman pisang merupakan bagian terpadu dari pertanian berkelanjutan (Sudarma dan Suprapta, 2011).


(26)

4

Kepadatan populasi dan keragaman mikroorganisme pada habitat tanaman pisang yang tidak terdapat gejala layu fusarium atau tanah supresif penting dalam

meningkatkan kesehatan dan kualitas tanah. Potensi mikroorganisme antagonis terhadap layu fusarium yang spesifik pada habitat pisang perlu dikaji. Kepadatan populasi mikroorganisme antagonis pada habitat tanaman pisang yang tidak terdapat gejala layu fusarium lebih tinggi dibandingkan dengan habitat yang terdapat gejala layu fusarium, sedangkan jumlah jenisnya hampir sama. (Sudarma dan Suprapta, 2011).

Upaya pengendalian layu fusarium secara hayati dapat dilakukan dengan memanfaatkanB. subtilis140-B danS. angustmyceticusL.3.1-DW. Agensia hayati yang digunakan ini berasal dari daerah yang sama dan zona perakaran pertanaman pisang. Kondisi tersebut diharapkan meningkatkan daya kesesuaian hidup dan pertumbuhkembangan agensia hayati di perakaran pisang. Kinerja agensia hayati yang terjamin diharapkan dapat mendominasi area perakaran pisang Cavendish CJ30 yang dibudidayakan di NTF, sehingga dapat menekan dominasi Foc yang selama ini terjadi.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efikasiB. subtilis140-B danS. angustmyceticusL.3.1-DW untuk mengendalikan layu fusarium pada tanaman pisang Cavendish CJ-30.


(27)

5 1.3. Kerangka Pemikiran

Suatu penyakit tanaman terjadi jika tanaman yang rentan terinfeksi patogen yang virulen pada lingkungan yang mendukung perkembangan penyakit (Ginting, 2013). Pengendalian patogen secara hayati menggunakan mikroorganisme antagonis di alam dapat terjadi dengan menekan populasi patogen. Beberapa penyakit di suatu daerah dapat tidak timbul karena patogen tidak dapat berkembang di tanah supresif. Pada tanah tersebut banyak mengandung

mikroorganisme antagonis atau karena tanaman yang diserang oleh patogen telah lebih dahulu secara alami terinokulasi oleh mikroorganisme antagonis.

Mekanisme penekanan patogen pada tanah supresif dimungkinkan dengan adanya peranan satu atau beberapa mikroorganisme antagonis. Mekanisme antagonisme dapat terjadi melalui antibiotik, toksin, siderofor, induksi ketahanan, atau enzim lisis yang dihasilkan, kompetisi nutrisi dan parasitisme langsung terhadap patogen, sehingga patogen tidak dapat mencapai populasi yang dapat menyebabkan menyakit yang parah (Agrios, 1997, Soesanto, 2013).

Mikroorganisme yang berperan sebagai antagonis terhadapFusariumpada tanah supresif dari golongan bakteri adalahBacillussp.danStreptomycessp. (Agrios, 1997). Bakteri tersebut mampu menjadi antagonis bagiFusariumdengan menghasilkan enzim hidrolitik dan beberapa hormon. B. subtilismenghasilkan enzim protease, amilase dan kitinase yang berfungsi sebagai pengurai dinding sel patogen. B. subtilisjuga menghasilkan antibiotika streptovidin, basitrasin, surfaktin, fengisin, iturin A, polimiksin, dipisidin, subtilin, subtilosin dan mikobasilin. Selain itu, bakteri antagonis ini juga menghasilkan hormon auksin


(28)

6 yang merangsang pertumbuhan akar dan secara tidak langsung membantu

menyediakan atau melarutkan unsur hara dengan bantuan enzim fitase sehingga mudah diserap akar tanaman (Soesanto, 2008). Streptomycesspp. merupakan mikroorganisme tanah secara umum hidup sebagai saprofit, dan menghasilkan antibiotik serta melindungi akar tanaman dari patogen yang masuk melalui akar (Thangavelu dan Mustafa, 2012). S. angustmyceticusL.3.1-DW sebagai agensia hayati meliputi kemampuannya menghasilkan enzim protease, enzim kitinase dan IAA untuk menghambat pertumbuhan Foc (Nurlaili, 2012).

B.subtilis140-B danS. angustmyceticusL.3.1-DW berdasarkan hasil uji secarain vitromampu menekan pertumbuhan Foc dan secarain plantadi pot percobaan pada pisang Cavendish CJ30 terbukti mampu menurunkan keterjadian layu fusarium (Nurlaili, 2012). Kedua agensia hayati tersebut yang diaplikasikan pada lingkungan budidaya pisang diharapkan dapat menjadi solusi pengendalian layu fusarium yang selama ini menjadi salah satu faktor pembatas produksi pisang di NTF.

1.4. Hipotesis

InvestasiB. subtilis140-B danS. angustmyceticusL.3.1-DW menurunkan keterjadian penyakit layu fusarium pada tanaman pisang Cavendish CJ30.


(29)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pisang Cavendish

Jenis pisang yang mempunyai genom A tergolong pada jenis pisang makan “edible banana”. Jenis ini lazim digolongkan dalamMusa acuminata, yang di dalamnya terdapat jenis diploid A, triploid A dan tetraploid A. Pisang olahan “cooking banana” digolongkandalam jenisM. balbisiana. Golongan pisang ini yang mempunyai genom A berkombinasi dengan genom B, yang di dalamnya terdapat jenis diploid AB, triploid B, triploid AAB, triploid ABB dan tetraploid ABBB. Pisang Cavendish termasuk dalam golonganM. acuminatadengan genom AAA (Stover dan Simmonds, 1987).

2.1.1. Taksonomi Pisang Cavendish CJ30 Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Famili : Musaceae

Genus : Musa

Species : Musa acuminata

Ploidi : Triploid A (AAA) Varietas : Cavendish

Klon : CJ30 (Cavendish Jepara 30)

Bagian tanaman pisang yang berada di atas permukaan tanah terdiri atas buah yang berupa rangkaian sisir pisang asli yang lazim disebut tandan, sisir-sisir pisang palsu yang tidak membesar dan jantung pisang. Bagian tanaman lainnya


(30)

8

adalah daun, batang/pseudostem dan yang berada di dalam tanah yaitu bonggol/rhizome dan perakaran.

2.1.2. Botani Pisang Cavendish

Akar. Sistem perakaran pisang merupakan akar serabut, akar diproduksi dari mulai bibit pisang ditanam hingga tanaman mengeluarkan jantungnya. Akar keluar dari bagian bonggol yang berbatasan dengan pangkal batang palsu (Turner, 2003). Akar primer muncul dua hingga empat helai, tetapi umumnya tiga helai dan diameter akar primer berukuran 5-8 mm. Pada saat baru keluar akar terlihat sehat berwarna putih dan berubah warna menjadi abu-abu atau coklat ketika menjadi mati (Robinson, 2003). Akar primer berumur 5-8 bulan dan

perpanjangannya 1,2-4 cm/hari. Pada 3 bulan awal pertumbuhan tanaman sudah diproduksi sebanyak ± 110 akar primer, akar keluar dari bonggol secara

bersamaan 3-4 helai dan akar primer tidak diproduksi lagi pada saat tanaman mengeluarkan jantung. Bonggol pisang dapat mengeluarkan sebanyak 200-500 akar primer (Robinson, 2010).

Umur akar primer antara 4-6 bulan, akar sekunder berumur 8 minggu, akar tersier berumur 5 minggu dan akar rambut berumur ± selama 3 minggu (Robinson, 1987

dalamTurneret al.2003). Akar pisang 90% terdistribusi pada radius 1 m dan ± 70% dari total massa akar terakumulasi di lapisan olah tanah pada kedalaman 0-40 cm. Produktifitas pisang berkaitan dengan kondisi fisik, biologi dan kimia tanah sebagai media tumbuh akar dan berkorelasi dengan iklim dan tehnik budidaya yang diterapkan, kesuburan bagian tanaman di atas tanah mencerminkan banyak dan sehatnya keadaan akar (Turneret al., 2003).


(31)

9

Bonggol (corm). Bonggol pisang merupakan organ batang yang sesungguhnya dari tanaman pisang. Bonggol pisang terdiri atas dua bagian yaitu sentral silinder pada bagian dalam dan korteks merupakan bagian luar yang bersentuhan dengan tanah. Bonggol pisang terus membesar sesuai dengan pertambahan umur

tanaman, pada tanaman pisang dewasa besar bonggol lebarnya mencapai ± 30 cm (Stover dan Simmonds, 1987). Bonggol pisang yang terpendam di dalam tanah merupakan tempat keluarnya akar dan anakan (Nakasone dan Paull, 2010). Tempat keluarnya daun dan buah berasal dari bagian yang berada di atas tanah (Stover dan Simmonds, 1987).

Seluruh bagian bonggol pisang umumnya terbenam di dalam tanah, sehingga semua akar yang keluar dari bonggol akan terfasilitasi pertumbuhan dan

perkembangannya di dalam tanah. Bagian tengah atas bonggol merupakan titik tumbuh. Pada fase vegetatif, titik tumbuh nampak datar dan memasuki fase generatif bagian titik tumbuh meruncing ke atas yang merupakan indikasi bakal bunga mulai terbentuk. (Stover dan Simmonds, 1987).

Batang semu (Pseudostem). Batang pisang yang umum dikenal sebenarnya adalah susunan tangkai daun atau pelepah yang berpangkal pada bonggol dan berujung sebagai lamina daun. Susunan pelepah sangat rapi, saling overlap dari bagian dalam sampai terluar (Nakasone dan Paull, 2010). Konfigurasi antara tiap pelepah daun tersusun melingkar, kompak, rapat dan tebal membentuk batang tanaman yang disebutpseudostematau batang palsu (Stover dan Simmonds, 1987).


(32)

10

Pertambahan tinggi batang sejalan dengan bertambahnya daun, dan tinggi tanaman maksimum terjadi pada saat tanaman mengeluarkan jantung pisang. Batang pisang umumnya mampu memikul beban tandan pisang seberat 50 kg, akan tetapi batang tersebut 95% tersusun dari air, sehingga dibutuhkan

penopangan untuk mencegah roboh akibat hembusan angin kencang (Robinson dan Sauco, 2010). Jumlah pelepah pisang yang membentuk batang pada saat buah siap dipanen tersusun dari sebanyak ± 20 pelepah pisang dan rata-rata lingkar batang yang optimal ± 80 cm. Tinggi batang pisang Cavendish bervariasi dari jenis yang pendek hingga tinggi yaitu berkisar dari 1.5-4 m (NTF, tidak dipublikasikan).

Daun. Daun pisang diproduksi oleh tanaman mulai dari awal tanam hingga keluarnya jantung pisang, daun keluar dari bagian sentral meristem bonggol pisang (Robinson dan Sauco, 2010). Kecepatan keluarnya satu daun dipengaruhi oleh kecepatan fase pertumbuhan tanaman, kesuburan tanah dan musim. Semakin cepat pertumbuhan tanaman, maka akan semakin cepat pula jumlah daun yang diproduksi. Filotaksi daun pisang berubah sesuai dengan pertumbuhan tanaman. Filotaksi pada tanaman anakan kecil mengikuti rumus 1/3, 2/5, dan 3/7,

sedangkan pada tanaman besar 4/9 (Stover dan Simmonds, 1987). Filotaksi daun berhubungan dengan sudut yang terbentuk antar tepi pelepah daun yang berurutan dan sudut yang terbentuk akan semakin besar dengan meningkatnya umur

tanaman (Edisonet al., 1996).

Banyaknya daun pisang yang diproduksi dari tanam hingga keluar jantung pisang sebanyak ± 40-43 helai daun. Produksi daun pada umur 1-2 bulan sebanyak 1,2


(33)

11

lembar daun tiap minggu, umur 3-5 bulan sebanyak 1,5 lembar daun tiap minggu dan di atas 5 bulan diproduksi sebanyak 0,8 daun tiap minggu, sehingga rata-rata produksi daunnya sebanyak 0,9 daun tiap minggu (NTF, tidak dipublikasikan). Perpanjangan daun berkisar antara 0,20-0,86 cm/jam (Edisonet al., 1996). Menurut Stover dan Simmond (1987) umur daun pisang berkisar 130-180 hari. Umur satu helai daun pisang di NTF berkisar 90-105 hari. Faktor yang

mengakibatkan tidak berfungsinya daun adalah infeksi cendawan yang menyebabkan penyakit Sigatoka dan Freckles serta kekurangan nutrisi.

Ukuran daun pisang Cavendish lebar antara 0,7–1,0 m dan panjang 1,5–2,9 m (Robinson dan Sauco, 2010). Stomata pada daun pisang terdapat di kedua

permukaan daun. Jumlah stomata pada permukaan bawah daun sebanyak 168 tiap mm2dan jumlah tersebut 3-4 kali jumlah stomata pada permukaan atas daun pada pisang Ambon yang merupakan kerabat pisang Cavendish (Skutch, 1927dalam

Stover dan Simmond, 1987). Jumlah daun pada saat keluar jantung antara 10-15 helai. Jumlah daun pada saat keluar jantung berkorelasi positif dengan berat tandan pada saat dipanen (Nakasone dan Paull, 2010). Sudut daun antar klon sedikit berbeda, sehingga berpengaruh terhadap populasi tanaman per satuan luas lahan. Indeks luas daun pada tanaman kecil ± 1,5 dan tanaman dewasa ± 2,0 (NTF, tidak dipublikasikan).

Jantung dan tandan (Bud dan Bunch). Bunga jantan pisang Cavendish bersifat steril, sehingga belum pernah ditemukan ada biji di dalam daging buahnya

(Edisonet al.,1996). Primordia bunga atau bakal buah pisang mulai terbentuk pada saat tanaman berumur sekitar 3 bulan setelah tanam. Kondisi ini ditandai


(34)

12

dengan bagian ujung meristem naik dari bagian atas bonggol pisang dan akan terus naik di dalam batang pisang yang berakhir dengan keluarnya jantung pisang. Waktu tercepat yang dibutuhkan dari tanam hingga keluar jantung yaitu 6 bulan (NTF, tidak dipublikasikan). Banyaknya jumlah sisir pisang sudah terbentuk ketika bakal buah masih berada di dalam batang pisang sebelum jantung keluar, dan dilanjutkan dengan pembesaran dan pengisian daging buah (Stover dan Simmond, 1987).

Waktu yang dibutuhkan dari mulai jantung pisang keluar hingga terbukanya sisir pertama membutuhkan waktu 7 hari dan membukanya tiap sisir ± 1,5 sisir tiap hari. Perpanjangan jari pisang terjadi hingga 30 hari setelah sisir pisang terbuka dan pengisian daging buah bertambah secara linier hingga buah siap panen pada umur 12-14 minggu setelah keluar jantung (NTF, tidak dipublikasikan).

Perpanjangan jari pisang mencapai 50-64% hingga 14 hari setelah sisir terbuka dan pengisian daging buah terjadi secara linier hingga buah siap dipanen (Stover dan Simmonds, 1987).

Setiap klon Cavendish mempunyai potensi jumlah sisir yang berbeda. Potensi sisir tertinggi di NTF mencapai 16 sisir tiap tandan. Jumlah jari pisang sebanyak 14-32 buah tiap sisirnya. Buah pisang masak di pohon ± 18 minggu setelah jantung pisang keluar, sedangkan umur panennya yaitu 12-14 minggu setelah jantung pisang keluar (NTF, tidak dipublikasikan). Untuk tujuan komersial, besar buah yang dipanen berukuran 75% dari potensi ukuran maksimal diameter buah (Nakasone dan Paull, 2010). Panjang buah pada saat panen 14-27 cm dan diameternya 2,9-4,0 cm. Klon Cavendish memiliki ukuran sisir teratas dan


(35)

13

terbawah relatif sama dan ada tandannya mengerucut ke bawah. Rasio buah pisang sebesar 62% untuk daging pisangnya dan kulit buah 38% dari total berat satu buah pisang dan tingkat kemanisan buah bervariasi dari 19-210Brix pada saat masak (NTF, tidak dipublikasikan).

Anakan (sucker atau follower). Pada umumnya material tanam pisang berasal dari anakan pedang dan bibit kultur jaringan. Tanaman pisang dari tanam sampai panen dapat menghasilkan hingga 20 anakan pedang. Pertama kali induk

mengeluarkan anakan yaitu pada umur 2 bulan setelah tanam dan akan terus mengeluarkan anakan hingga panen. Anakan yang dihasilkan dari tanaman yang belum panen atau masih di bawah asuhan tanaman induk disebut anakan pedang. Anakan yang keluar dari induk yang telah dipanen atau tidak dibawah asuhan tanaman induk disebut anakan air. Anakan pedang mempunyai ciri-ciri batang semu dari pangkal mengerucut ke ujung, kekar, lamina daun sempit seperti pedang. Anakan air batangnya tidak mengerucut, kurang kokoh dan lamina daunnya lebar. Bonggol anakan pedang lebih besar dibandingkan dengan anakan air. Anakan pedang lazim digunakan sebagai material tanam. Umumnya umur anakan yang digunakan untuk material tanam berumur 1-3 bulan. Anakan dapat langsung ditanam dengan daunnya, menanam bonggolnya saja atau ditanam di polybag terlebih dahulu.

2.1.3. Budidaya Tanaman Pisang di NTF

Secara umum budidaya pisang dibagi menjadi dua tahap umur tanaman. Periode pertumbuhan awal atau belum berbuah disebut perawatan tanaman (plant care) dan periode berbuah disebut perawatan buah (fruit care). Perawatan tanaman


(36)

14

dititikberatkan pada upaya untuk dapat menumbuhkan tanaman seoptimal mungkin. Perawatan buah difokuskan untuk memfasilitasi buah dapat dipanen dengan kualitas yang seoptimal mungkin.

Material tanam. Material tanam yang digunakan untuk penanaman skala masif adalah bibit yang berasal dari perbanyakan secara kultur jaringan dan anakan pedang yang kecil. Bibit kultur jaringan hanya memerlukan anakan dengan jumlah sedikit untuk perbanyakan, anakan dipilih dari tanaman induk yang genjah, produktivitas tinggi dan bebas darivascular diseases. Kelebihan bibit kultur jaringan adalah dapat disiapkan dalam jumlah besar, relatif seragam dan bebas hama penyakit. Kekurangannya adalah memerlukan waktu yang cukup lama untuk mempersiapkannya.

Bibit kultur jaringan lebih diutamakan sebagai material tanam, akan tetapi dalam keadaan kekurangan dapat menggunakan bibit yang berasal dari anakan pedang. Bibit dari anakan dapat pula diupayakan dalam skala masif asalkan terdapat sejumlah besar tanaman induk. Kekurangannya adalah tidak mudah mendapatkan anakan yang berasal dari induk yang berkualitas dalam jumlah banyak, terinfeksi

vascular diseases, daya tumbuh di pembibitan rendah, umur bibit relatif tidak seragam. Kelebihan bibit dari anakan adalah penyiapan bibit relatif lebih cepat, apabila jumlah tanaman induk cukup banyak.

Persiapan lahan. Pengolahan tanah dan pembuatan drainase air. Pemantauan dan pengkondisian tingkat keasaman tanah dengan pengapuran hingga mencapai level pH 6,5. Pengolahan lahan tanam diperlukan untuk menciptakan keremahan lahan tanam hingga kedalaman 40 cm, sehingga 80% massa akar tanaman dapat


(37)

15

tumbuh dan berkembang dengan optimal. Pembuatan drainase disesuaikan dengan kemiringan lahan tanam, sehingga kelebihan air pada musim hujan dapat dengan tuntas dialirkan keluar dari pertanaman pisang. Tahapan pengolahan lahan berturut-turut adalahdiscplow/pembajakan, kemudian cronavator

penyempurnaan bajak danridger/lubang tanam palir (pembuatan lubang tanam menggunakan bajak).

Penanaman. Penanaman sebaiknya dilakukan segera setelah pengolahan tanah selesai, sehingga gulma tidak menjadi masalah di awal pertumbuhan tanaman. Saluran pembuangan air hujan sudah dibuat bersamaan dengan pengolahan tanah, sehingga tidak ada genangan air di sekitar tanaman. Penanaman pisang di satu lokasi tanam harus dilakukan dalam waktu yang relatif singkat, yaitu 1-2 hari saja dan menggunakan bibit yang sudah diseleksi kesehatan dan keseragamannya. Sistem budidaya pisang yang menerapkan satu kali tanam dan satu kali panen, mengharapkan pemanenan pisang dapat dilakukan pada periode waktu yang tidak terlalu lama dalam satu lahan pertanaman. Penggunaan bibit yang seragam, penanaman yang relatif singkat dan perawatan tanaman yang optimal akan menghasilkan pertumbuhan tanaman yang relatif seragam dan berdampak pada waktu keluar jantung dan panen yang relatif berdekatan waktunya dalam satu lokasi tanam.

Perawatan tanaman belum berbuah. Aktifitas perawatan tanaman pada fase vegetatif meliputi pemupukan, pengendalian gulma secara mekanis atau

menggunakan herbisida, irigasi pada musim kemarau, pembuangan anakan, pemotongan daun yang sudah tidak berfungsi, pengendalian hama dan penyakit


(38)

16

(penyakit daun, hama ulat grayak pemakan daun, hama penggulung daun, Thrips, Scabmoth, penggerek bonggol, serangga vektor virus, penyakit yang disebabkan oleh virus pisang, layu fusarium danR. solanacearum). Semua aktifitas dilakukan disesuaikan dengan kebutuhan tanaman.

Perawatan tanaman berbuah. Orientasi perawatan tanaman berbuah lebih mengarah mengantisipasi dan merawat buah pisang, sehingga dapat dipanen dengan kualitas yang prima. Aktifitas perawatan buah yang dilakukan adalah pemasangan bambu penyangga tanaman, penyuntikan insektisida ke dalam jantung pisang, spray fungisida pada sisir pisang yang baru terbuka,

pembungkusan buah pisang pada saat jantung pisang baru merunduk dan pembuangan sesuatu yang mengakibatkan pergesekan dengan buah pisang. Aktifitas rutin lainnya adalah pengendalian rumput menggunakan herbisida, irigasi terutama pada musim kemarau, pengendalian jamur daun, pengendalian hama penggulung daun, eradikasi penyakit yang disebabkan oleh virus, layu fusarium danR. solanacearum,pemotongan daun yang sudah tidak berfungsi dan pembuangan anakan.

Panen. Pemanenan buah dilakukan pada buah yang berumur antara 11-14 minggu setelah keluar jantung atau 9—11 minggu setelah sisir pisang terakhir terbuka dan diameter jari pisang pada sisir kedua dari bawah sudah mencapai diameter 3 cm. Pemanenan dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kerusakan kulit buah pisang, dengan cara tandan pisang yang dipotong dari tanaman langsung ditempatkan padashoulder padyang terbuat dari busa untuk


(39)

17

dibawa kecableway. Buah di bawa secara hati-hati dan sesegera mungkin ke

packing house.

Pengepakan. Buah yang dapat diproses harus memenuhi kriteria berukuran diameter 3-3,4 cm dan panjang 17,8-24 cm, bersih dari kotoran, cacat, luka, gejala penyakit, dan terpotong pisau. Urutan pemprosesan buah pisang hingga siap dijual berturut-turut adalah melepaskan plastik/paperbag, membuang sisa bunga pada ujung buah, melepaskan sisir-sisir buah pisang kemudian dimasukkan ke dalam bak pertama (dehanding tank), pembuatan kelas buah (hand, cluster, double fingerataufinger) kemudian dimasukkan ke dalam bak kedua (floatation tank), penimbangan, penyemprotan larutan fungisida dan alum pada tangkai pisang bekas potongan pisau, pengeringan buah menggunakan kipas angin, pelabelan, pengepakan (kemasan 13 kg/box, 18 kg/box dan 25 kg/box) dan terakhir aktifitas muat ke dalam truk atau kontainer. Buah yang sudah dimuat untuk tujuan domestik, kendaraan langsung berangkat ke tempat tujuan. Sedangkan untuk tujuan ekspor buah dimasukkan ke dalam kontainer dengan temperatur terkontrol dibawa ke pelabuhan untuk dikapalkan.

Pematangan buah. Buah yang sudah dikemas dalam kotak karton dimasukkan ke dalam ruangprecoolingselama 24 jam pada suhu 160C, kemudian buah siap untuk dimatangkan dengan pemberian gasethylenesebanyak 0.1% volume ruang pematangan. Suhu dalam ruang pematangan harus stabil pada 16,6-17,70C dan kelembaban 85-95%. Setelah 24 jam ruangan dibuka satu sampai 2 jam untuk membuang sisa gasethylene. Tiga hari kemudian ruang pematangan dibuka


(40)

18

kembali dan kulit buah pisang sudah terlihat semburat warna kuning (standar kematangan 3) dan buah pisang siap untuk dipasarkan.

2.2. Layu fusarium

Klasifikasi patogen penyebab penyakit layu fusarium adalah: Kingdom : Fungi

Divisi : Deuteromycota/Ascomyceta Subdivisi : Deuteromycotina

Klas : Hyphomycetes/Sardoriomycetes Ordo : Moniliales/Hypocreales

Famili : Turbeculariaceae/Nectriaceae Genus : Fusarium

Species : F.oxypsorum f.sp. cubense (E. F. Sm) .

Ras Foc dan VCG. Menurut klasifkasi lama yang diusulkan Stover (1962) ada tiga ras Foc yang meyebabkan layu fusarium pada tanaman pisang yaitu ras 1, ras 2 dan ras 4, sedangkan ras 3 menyerang pisang hias (heliconia). Saat ini banyak isolat Foc dikumpulkan dari seluruh dunia untuk digunakan dalam uji

kompatibilitas vegetatifnya. Pengujian menggunakan uji DNA dengan penanda RAPD (Randomly Amplified Polymorphic DNA) dan DAF (DNA Amplification Fingerprinting). Pengujian ini bertujuan untuk mengklasifikasian secara VCG (Vegetative Compatibility Groups). Pengujian perbedaan VCG melalui

serangkaian proses pengujian pada medium tertentu untuk mendapatkan keragaman kariotipe (Miao, 1990).

Foc ras 4 memiliki empat VCG berbeda yang menyerang pisang Cavendish yang tersebar di seluruh dunia. Diantara keempat VCG Foc ras 4, ras 4 Tropika merupakan Foc paling destruktif yang penyebarannya terutama di daerah tropis (Robinson, 2010). Jenis pisang dengan genom AA, AAA, AB, AAB dan ABB


(41)

19

semua rentan terhadap Foc ras 4 T. di Asia tenggara VCG 1213 merupakan Foc ras 4 T (Ploetz, 2008dalamRobinson, 2010). Berdasarkan studi terbaru

Buddenhagen (2009), merekomendasikan merubah konsep ras menjadi strain, yang diidentifikasi melalui analisis VCG dan nomor yang diberikan. Berdasarkan klasifikasi modern Foc ras 4 T adalah strain VCG 01213.

VCG 01213-1216 merupakan strain Foc yang berasal dari bagian utara Australia, Indonesia (Halmahera, Irian Barat, Jawa, Sulawesi dan Sumatera), Malaysia bagian barat dan Taiwan. Jenis pisang yang rentan terhadap serangan Foc VCG 01213-1216 adalah : AAA (Pisang Ambon, Valeri, William, Novaria, Grand Nain, Nangka, Raja Udang, Merah, Susu dan Barangan), AAB (Pisang Raja Sereh, Rastali, Raja, Relong), ABB (Pisang Awak, Awak Legor, Saba, Kepok, Caputu, Kosta) (Jones, 2000).

Gejala yang ditimbulkan. Gejala yang terlihat pertama kali dari serangan layu fusarium adalah penguningan tepi daun tua, akan tetapi infeksinya terjadi melalui akar (Robinson, 2003). Selain penguningan lamina daun, gejala lainnya dapat terjadi berupa patahnya petiole daun pada perbatasan dengan batang pisang walaupun daun masih hijau. Nekrosis pada bagian tepi daun yang masih menggulung juga merupakan gejala yang umum terjadi. Gejala lain terkadang batang bagian bawah pecah (Stem Spliting) (Stover, 1972). Terdapat beberapa variasi gejala ekternal, diketahui bahwa strain Foc yang berbeda menghasilkan gejala eksternal yang berbeda, misalnya terjadi penguningan daun atau tidak menguning (Wardlaw, 1972). Meskipun gejala pertama kali terlihat pada daun,


(42)

20

akan tetapi tempat terjadinya infeksi terjadi pada sistem perakaran (Robinson, 2003).

Patogen masuk ke dalam jaringan akar yang luka dan kemudian menyebar melalui jaringan xilem masuk ke bonggol dan batang (Robinson, 2003). Gejala internal diawali dengan terjadinya perubahan warna xilem dari putih menjadi merah kecoklatan di dalam pelepah daun. Gejala serupa tidak muncul pada daging buah pisang. Perubahan warna bonggol pisang terutama pada bagian antara jaringan sentral silinder dan korteks. Pemotongan secara melintang jaringan tanaman pisang akan didapat mikrokonidia Foc pada jaringan xilem (Stover, 1972). Apabila batang dipotong melintang, maka akan terlihat jaringannya berwarna coklat (Wardlaw, 1961). Karakteristik gejala internal dari layu fusarium terjadinya perubahan warna jaringan xilem tanaman menjadi kemerahan atau coklat (Jones, 2000).

Infeksi dapat terjadi pada semua stadia pertumbuhan tanaman, yaitu pada anakan kecil hingga tanaman yang sudah berbuah (Wardlaw, 1961). Pada tanaman yang rentan, serangan awal layu fusarium terjadi pada umur yang relatif lebih muda. Proses penguningan daun lebih cepat, kerusakan jaringan xilem lebih parah dan tanaman roboh lebih cepat dibandingkan dengan tanaman yang lebih toleran (NTF, tidak dipublikasikan). Deteksi dini layu fusarium pada siang hari dapat dilakukan dengan cara memegang lamina daunnya, tanaman pisang yang terserang layu fusarium daun lebih hangat dibandingkan dengan tanaman sehat (Buddenhagen komunikasi personal).


(43)

21

Patogenisitas. Infeksi Foc terutama terjadi pada saat keluarnya akar lateral. Foc tidak dapat masuk menginfeksi akar dengan secara langsung, melalui luka ataupun inokulasi pada bonggol atau batang. Infeksi Foc dapat terjadi melalui luka yang baru pada akar utama. Anakan dapat tertular melalui bonggol yang menyatu dengan induk. Umumnya infeksi Foc terjadi melalui akar. Foc akan tetap di xilem hingga stadium infeksi dan kemudian invasi menuju parenkim. Invasi Foc pada akar lateral dan akar primer dapat dihentikan sebelum mencapai stele bonggol melalui mekanisme pertahanan tanaman. Penyumbatan jaringan xilem oleh gel, tilosis dan hancurnya jaringan tanaman dapat menghambat

perkembangan dan pergerakan spora Foc di dalam xilem. Penghambatan terhadap gerakan Foc pada klon resisten berasosiasi dengan keseimbangan zat kimia dan tanggapan xilem yang menghambat gerakan Foc (Stover dan Simmonds, 1987).

Terbentuknya tilosis dalam xilem distimulasi oleh adanya IAA dan dopamin yang dihasilkan oleh Foc. Gejala merah kecoklatan pada jaringan xilem merupakan terbentuknya senyawa fenol (Stover, 1972). Senyawa fenol yang dihasilkan mengakibatkan jaringan tanaman terjadi lignifikasi yang merupakan mekanisme pertahanan tanaman terhadap invasi Foc (Jones, 2000). Gel yang terbentuk pada tanaman resisten ataupun rentan mengandung senyawa protopektin dan asam pektat yang sama, akan tetapi tanaman yang resisten mempunyai hemiselulosa B yang lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang rentan. Hemiselulosa B berperan sebagai senyawa yang meningkatkan ketahanan tanaman terhadap enzim yang dihasilkan oleh Foc. Selain itu, pada jaringan tanaman yang terserang layu fusarium terjadi perubahan pH cairan sel antara 2,5/3,0–4,5/5,0. Perubahan pH


(44)

22

tersebut dimungkinkan karena adanya perubahan akumulasi CO2dan fiksasi yang mengakibatkan meningkatnya laju respirasi tanaman (Stover, 1972)

Pengaruh secara ekonomi. Foc mengakibatkan hancurnya sebagian besar perkebunan pisang Gros Michel di Amerika Tengah dan Karibia antara tahun 1910 dan 1955 (Stover dan Simmonds, 1987). Kehancuran perkebunan pisang Gros Michel seluas 40.000 ha tersebut diakibatkan oleh Foc ras 1 (Robinson, 2010). Setelah itu varietas pisang Gros Michel digantikan dengan varietas Cavendish yang resisten terhadap Foc ras 1, keduanya secara genetis sama-sama triploid A. Penanaman Cavendish dimulai pada semester awal tahun 1950 an (Stover dan Simmonds, 1987).

Foc ras 4 mulai menghancurkan 6.000 ha varietas Cavendish pada akhir tahun 1965 di Taiwan (Robinson dan Sauco, 2010) dan pada tahun 1970 menyerang kebun-kebun di Queensland Selatan dan di Afrika Selatan. Kemunculan Foc ras 4 di ketiga daerah tersebut terjadi secara terpisah dan tidak terdapat keterkaitan, hal tersebut dimungkinkan seperti Foc ras 1 yang diketahui pertama kali pada tahun 1900 an di Australia dan 1940 terjadi di Afrika Selatan (Stover dan Simmonds, 1987). Serangan Foc ras 4 juga telah menghancurkan pertanaman pisang di Halmahera, Sumatera, Jawa dan Johor Malaysia (Jones, 2000). Di NTF serangan Foc ras 4 telah menghabiskan 1.500 ha pertanaman pisang Cavendish klon Valeri, pada saat ini Filipina dan China juga mengalami masalah Foc ras 4.

Pengendalian layu fusarium di NTF. Gejala layu fusarium pertama kali ditemukan di NTF pada bulan Juni tahun 1993. Pertanaman Cavendish klon Valeri ± 1.500 ha habis terserang layu fusarium pada tahun 1996. Pengendalian


(45)

23

layu fusarium dilakukan dengan cara mengeradikasi tanaman terserang. Langkah yang dilakukan yaitu, tanaman terinfeksi dipotong kecil-kecil kemudian

dimasukkan ke dalam kantong plastik hitam, kemudian dituangkan larutan Formalin 33,3% sebanyak 2 l ke dalamnya, lalu dilakukan penalian yang kuat, sehingga proses fumigasi berlangsung dengan sempurna. Tanah di sekeliling tanaman terinfeksi pada radius 1,5 m2dicangkul, lalu disiram dengan larutan formalin 33,3% sebanyak 2 l secara merata, terakhir tanah tersebut ditutup dengan plastik hitam sehingga proses fumigasi berlangsung dengan sempurna. Sangat dimungkinkan lahan di NTF sebenarnya sudah terdapat Foc, sehingga proses infeksi terjadi sedikit demi sedikit meluas dan menghabiskan semua tanaman pisang Cavendish.

Pada tahun 1995 Dr. S.C. Hwang seorang pemulia tanaman dari TBRI (Taiwan Banana Research Institute) memperkenalkan pisang Cavendish klon GCTCV 119 (DM2) di NTF yang relatif toleran terhadap Foc ras 4. Pada periode tahun 1997 -2004 dilakukan penanaman klon DM2, dengan keterjadian layu fusarium sebesar ± 15%. Pengendalian layu fusarium dilakukan dengan cara menyuntik tanaman terinfeksi menggunakan herbisida Glifosat sebanyak 10 ml/tanaman. Upaya perbaikan sistem budidaya dengan cara : (1) peningkatan kualitas bibit kultur jaringan, (2) penanaman satu kali tanam satu kali panen, (3) peningkatan kandungan bahan organik tanah dengan penambahan kotoran sapi, limbah kulit singkong dan residu tanaman pisang, (4) mengkaji pemupukan yang berimbang, (5) pengupayakan optimalisasi pH tanah.


(46)

24

Pada tahun 2010 hingga kini terjadi penurunan keterjadian layu fusarium secara drastis hingga hanya ± 2.5%, adapun langkah yang dilakukan dengan cara menyempurnakan tehnik budidaya pisang secara terintegrasi yaitu, (1)

penggunaan bibit kultur jaringan yang berasal dari tanaman induk yang genjah, produksi tinggi dan bebas penyakit, (2) pengolahan tanah dengan kedalaman ± 40 cm, (3) pembuangan anakan pisang dipotong tepat di atas permukaan tanah, (4) aktifitas pengendalian rumput secara mekanis hanya diperkenankan pada tanaman pisang yang masih berumur 0-2 bulan, di atas umur dua bulan pengendalian rumput dilakukan dengan herbisida, (5) mengkondisikan pH tanah berada pada kisaran 5,5–6,5 selama pertumbuhan pisang, (6) melakukan pemupukan yang memadai dan berimbang selama pertumbuhan tanaman, cara yang dilakukan dengan memonitoring status hara tanah dan analisis daun secara periodik untuk mengetahui kecukupan nutrisi bagi tanaman, (7) mencukupi kebutuhan air bagi tanaman terutama di musim kemarau, pemberian air sebanyak 7 mm/hari atau setara dengan 7 l air/tanaman/hari, (8) pembuatan saluran pembuangan air di tengah antar baris tanaman, untuk mencegah terjadinya genangan air disekitar tanaman, (9) rotasi tanam pisang dengan tanaman nanasfresh fruit‘Honi Pineapple’.

2.3.Basillus subtilis

Bakteri ini dicirikan sebagai gram positif, berbentuk batang, bersel satu, berukuran (0.5-2.5) x (1.2-10) µm, bersifat aerob atau anaerob fakultatif serta heterotrof, katalase positif. Sel gerak yang membentuk endospora elips lebih tahan dari pada sel vegetatif terhadap panas, kering, dan faktor lingkungan lain


(47)

25

yang merusak. B. subtilismemiliki sistem fisiologi yang berbeda dari bakteri tak patogen, yang relatif mudah dimanipulasi secara genetik dan sederhana dibiakkan (Soesanto, 2013).

Mekanisme penghambatan bakteri antagonisB. subtilisadalah melalui antibiosis, persaingan dan pemacu pertumbuhan. B. subtilismenghasilkan antibiotika yang bersifat racun terhadap mikroorganisme lain. Antibiotika yang dihasilkan antara lain streptovidin, basitrasin, surfaktin, fengisin, iturin A, polimiksin, difisidin, subtilin, subtilosin dan mikrobasilin. Subtilosin merupakan protein, subtilin merupakan senyawa peptida sedangkan surfaktin, fengisin dan iturin A

merupakan lipoprotein. Basitrasin merupakan polipeptida yang efektif terhadap bakteri gram positif dan bekerja menghambat pertumbuhan dinding sel. Bakteri

B. subtilismenghasilkan enzim protease, amilase dan kutinase yang berperan sebagai enzim pengurai dinding sel patogen (Soesanto,2013).

Mekanisme antagonis lainB. subtilisbersaing dengan patogen tular tanah dalam hal ruang untuk hidup dan makanan yang berasal dari eksudat akar atau bahan organik yang ada di dalam tanah. B. subtilisdapat dengan cepat mengoloni akar tanaman, sehingga patogen terhalang untuk mencapai permukaan akar. Selain itu, bakteri antagonis juga menghasilkan hormon auksin yang secara langsung

merangsang pertumbuhan akar, sehingga dikenal sebagai PGPR. B. subtilisjuga secara tidak langsung membantu tanaman menyediakan atau melarutkan unsur hara dengan bantuan enzim fitase, sehingga mudah diserap akar. Fenomena ini membuktikan bahwa bakteri mampu melindungi tanaman dengan jalan mengoloni


(48)

26

daerah perakaran tanaman, serta meningkatkan pertumbuhan tanaman (Soesanto,2013).

B. subtilisRRC101 dapat melindungi tanaman jagung terhadap infeksi patogen sebaik mikroorganisme yang bersifat endofit. B. subtilisRRC101 telah

dipatenkan dengan nomor 5.994.117. Beberapa kasus lain, daya kendaliB. subtilisterhadap patogen dapat mengendalikan karat buncis dipertanaman dan lebih efektif dibandingkan fungisida Mancozeb. Bakteri ini juga mampu

menurunkan pertumbuhanRhizoctonia solanipada ruas daun padi dan menekan perkembangan penyakit hawar pelepah daun, mampu meningkatkan berat kering akar, pembintilan dan cepat berkecambah (Soesanto,2013).

Selain itu,B. subtillismenurunkan keterjadian penyakit yang disebabkan oleh

Rhizoctonia sp., Fusarium sp., Pseudomonas sonalacearum, R. solanacearum, Sclerotium cepivorum, F.solani, F. oxysforumf.sp. lycopersici,Phytophthora capsici, F.moniliforme, Alternaria alternata, Cladosporium herbarum, Colletotrichum graminicola, Diplodia zeae, Helminthosporium carbonum,

Penicillium chrysogeum, Phytiumsp., R. solani, Aspergillus flavus, A. parasiticus.

B. subtilisdipakai sebagai inokulan benih pada kapas dan kacang tanah, karena dapat mendorong peningkatan biomassa akar, pembintilan, dan perkecambahan awal, disamping menurunkan keterjadian penyakit yang diakibatkan oleh

Rhizoctoniasp.danFusariumsp. (Soesanto, 2008).

Perlakuan benih menggunakanB. subtilisstrain A13 atauStreptomycessp. yang dilarutkan dalam air atau tepung pada benih serealia, jagung manis dan wortel dapat melindungi tanaman terhadap serangan patogen akar dan menghasilkan


(49)

27

pertumbuhan tanaman dan hasil panenan yang lebih baik. Penyemprotan daun menggunakanB. subtilisdapat menurunkan intensitas serangan luka daun apel yang diakibatkan olehNectria galligena. Perlakuan pascapanensuspensi B. subtilisdilakukan terhadapstone fruit, namely, peaches, nectarines, apricotdan

plumuntuk mencegah seranganbrown rotyang diakibatkan olehMonilinia fructicoladan dapat mencegah kerusakan alpokat akibat patogen di penyimpanan (Agrios, 1997).

KeefektifanB. subtilisyang dipadukan dengan mikroorganisme antagonis lain untuk mengendalikan patogen terbukti pada penggabunganB. subtilisdanB. pumilusuntuk melindungi tanaman gandum dari penyakit yang disebabkan oleh

Rhizoctoniasp.. Penggabungan tiga PGPR yaituB. pumilus, B. subtilisdan

Curtobacreium falcumfaciensmenghasilkan pengendalian yang jauh lebih besar terhadap beberapa patogen pada mentimun bila dibandingkan dengan penggunaan tunggal. SpeciesBacillustelah terbukti berperan sebagai agensia pengendali hayati yang baik. Kesulitan utama dengan penggunaanBacillusspp.adalah pengendalian sering sangat beragam dengan hasil yang sangat berbeda dan bahkan pada bagian yang berbeda dari lokasi yang sama. Bakteri antagonis ini juga dapat digabung penerapannya dengan fungisida dan dapat meningkatkan hasil hingga 10% dibandingkan dengan penggunaan fungisida tunggal (Soesanto, 2008).

2.4.Streptomyces angustmyceticus

Sterptomycesadalah mikroorganisme tanah yang secara umum perperan sebagai saprofit. Sebagian besar hidupnya sebagai spora dan diketahui sebagai penghasil antibiotik. Sebagian besar antibiotik dihasilkan olehStreptomyces. Antibiotik


(50)

28

merupakan substansi yang bersifat toksik terhadap mikroorganisme lain, sehingga. melindungi akar tanaman dari invasi patogen. Streptomycesdigunakan sebagai agen pengendali hayati beberapa penyakit layu pada tanaman termasuk Foc ras 4.

Streptomyces violaceusnigerstrain G10 yang diisolasi dari akar mangrove memberikan efek antagonisme yang kuat terhadap beberapa penyakit yang diakibatkan oleh jamur (Thangavellu dan Mustafa, 2012).

S. violaceusnigerpada kerapatan 108cfu/ml yang diaplikasikan di lubang tanam dan akar planlet pisang Cavendish Novaria yang diinokulasi dengan spora Foc ras 4 pada tingkat kerapatan 104/ml, menghasilkan penurunan keparahan gejala pada daun dan bonggol pisang yang signifikan dibandingkan dengan kontrol.

Antibiotik yang dihasilkan olehS. violaceusnigermengakibatkan pembengkakan, distorsi, percabangan yang berlebihan dan lisis hifa Foc ras 4 dan menghambat germinasi sporanya. S. griseorubiginosusjuga banyak ditemukan pada daun dan akar tanaman pisang yang sehat dan sakit dan menunjukkan efek antagonis terhadap Foc ras 4. Pada tahun 2005 ditemukan pula strainStreptomycesS96 yang diisolasi dari akar pisang yang menghasilkan siderofor yang mempunyai tingkat antagonis yang kuat terhadap Foc ras 4. (Thangavellu dan Mustafa, 2012).


(51)

29

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Blok 83607 stasiun Departemen Riset dan Pengembangan PT. Nusantara Tropical Farm. Lokasi terletak pada koordinat 5003’ 52” LS dan 105041’ 08” BT di Desa Raja Basa Lama, Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur. Ketinggian tempat ± 50 m di atas permukaan laut dan jenis tanah ialah Ultisol. Blok percobaan merupakan tempat khusus seluas 4 ha untuk melakukan percobaan yang berhubungan dengan pengendalian layu fusarium. Penelitian berlangsung dari Oktober 2013 sampai dengan

September 2014.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah alat pengolah tanah berupaMoldboardyang ditarik dengan traktorJhon Deere6930 untuk membalikkan tanah olah, Cronevatoryang ditarik dengan traktorJhon Deere6100B untuk menghaluskan butiran tanah dan

Ridgeryang ditarik dengan traktorNewhollandTS90 untuk membuat parit antara dua baris tanaman. Aplikasi perlakuan menggunakan drum plastik 200 l, ember, literan, gelas ukur, takaran aplikasi agensia hayati, meteran, kertas dan alat tulis. Budidaya pisang menggunakan alat meteran dari bambu, cangkul, sabit pemotong anakan dan daun, ember dan takaran pupuk,Knapsack sprayer semiautomatic,


(52)

30

alat suntik jantung pisang, alat pengukur curah hujan, instalasi irigasi dan mesin pompa air.

Bahan yang digunakan adalah bibit pisang Cavendish klon CJ30 sebanyak 1.920 batang yang berasal dari perbanyakan secara kultur jaringan. Inokulum agensia hayati yang diproduksi di LIPI Cibinong. Pupuk kandang sapi yang sudah terdekomposisi sebanyak 20 kg/lubang tanam. Pembungkus tandan pisang, insektisida berbahan aktifchlorpirifos,herbisida berbahan aktifparaquat dichlorida,pupuk untuk areal pertanaman berupa Urea, TSP, KCl, Kieserite/Mg sulfat, Zn sulfat, Boron, Gypsum/Ca sulfat dan Dolomite. Pupuk untuk

pembibitan berupa Hiponek, NPK 15:15:15, Urea dan KCl, serta Bayfolan.

3.3. Metode Penelitian

Percobaan disusun secara faktorial dalam rancangan acak kelompok. Faktor pertama adalah tiga cara aplikasi agensia hayati: investasi agensia hayati di pembibitan (C1), investasi agensia hayati di lahan tanam (C2) dan investasi agensia hayati di pembibitan dan lahan tanam (C3). Faktor kedua adalah empat jenis perlakuan agensia hayati: tanpa agensia hayati (A0), B. subtilis140-B(A1),

S. angustmyceticus. L.3.1-DW (A2) dan B.subtilis140-B +S. angustmyceticus

L.3.1-D.W (A3). Berdasar kedua faktor tersebut didapat 12 kombinasi perlakuan. Setiap perlakuan diulang sebanyak delapan kali, sehingga diperoleh 96 satuan percobaan (denah terlampir). Satu unit percobaan di lahan terdiri atas 20 tanaman uji, selama percobaan berlangsung jumlah tanaman per unit percobaan dapat berkurang karena adanya tanamanofftype,terinfeksiR. solanacearum, Erwinia


(53)

31

3.4. Pelaksanaan Penelitian

3.4.1. Penyiapan agensia hayati

Mikroorganisme yang dimanfaatkan dalam penelitian ini adalah B. subtilis140-B danS. angustmyceticusL.3.1-DW dengan kerapatan populasi masing-masing mikroorganisme sebanyak 109CFU/ml (Gambar 1 (a,b)). Gambar 1 (c dan d) menunjukkan hasil uji antagonismeB. subtilisdanS. angustmyceticusterhadap Foc. SuspensiB. subtilis140-B danS. angustmyceticusL.3.1-DW dibuat secara terpisah. Agensia hayati dibuat di Laboratorium Mikrobiologi Puslit Biologi LIPI Cibinong Bogor Jawa Barat.

Metode perbanyakan agensia hayati yang dilakukan di LIPI adalah sebagai berikut:

a. Isolat bakteri agensia hayatiB. subtilis140-B diinokulasi ke dalam 1 l media

nutrient broth(NB) yang terdiri dari 5 g pepton dan 3 gbeef extractdalam 1 l akuades. Kemudian diinkubasi dalamrotary shakerselama 24 jam, dan digunakan sebagai starter untuk perbanyakan di fermentor. Untuk isolat bakteriS. angustmyceticusL.3.1 diinokulasi dalam 1 l media ISP2, yang terdiri atas 4 gyeast extract, 10 gmalt extractdan 4 gdextrosedalam 1 l akuades.

b. Untuk isolatB. subtilis,140-B disiapkan media NB 20 l di dalam fermentor, yang terdiri dari 100 g pepton dan 60 gbeef extract. IsolatS.


(54)

32

80 gdextrosedal suhu 1210C selam c. Setelah proses ste 300C, selanjutnya ditumbuhkan sela d. Setelah 24 jam, kul

uap panas dari ala selama ± 5 menit e. Kultur bakteri dim

alkohol dan sinar f. Hasil perhitungan m

metoda hitungan

Gambar 1. Suspensi a

S. angustm

(D).S. angust

32

dalam 20 l akuades di fermentor. Kemudian dist ama 10 menit.

s sterilisasi selesai, ditunggu sampai suhu media t ya kultur bakteri starter dimasukkan ke dalam f n selama 24 jam pada pH 6,5-7,0.

, kultur bakteri dipanen dari fermentor, dengan m alat pemanas ke saluran keluar cairan dari bejan nit.

dimasukkan dalam jerigen yang sudah disterilisa nar UV dan disimpan dalam lemari pendingin pa ungan mikroba dari kultur yang dipanen dari ferme n cawan (plate count) berkisar dari 108-109CF

nsi agensia hayati dan Focin vitro. (A).B. Subti angustmyceticusL.3.1.DW,(C). In vitroB. subtilis140B

S. angustmyceticusL.3.1.DW vs Foc.

32

n disterilisasi pada

dia turun menjadi fermentor dan

ngan mengalirkan jana fermentor

lisasi dengan n pada suhu 4-70C.

mentor dengan CFU/ml.

Subtilis140B,(B).


(55)

33

Umur formula agensia hayati adalah 1-2 bulan sebelum digunakan dan ditempatkan di Laboratorium Riset dan Pengembangan NTF pada ruangan

berpendingin udara. Perlakuan penggabungan kedua agensia hayati, pencampuran dilakukan di dalam drum pada saat aplikasi dengan perbandingan yang sama.

3.4.2. Penyiapan media pembibitan

Bahan baku media pembibitan adalah pupuk kandang sapi, serbuk gergaji kayu, sekam padi, dan rontokan sabut kelapa dengan perbandingan 25:40:15:20. Untuk mempercepat proses dekomposisi, dalam 1 m3campuran bahan organik

ditambahkan Urea 1 kg, KCl 0,75 kg dan Dolomite 5 kg. Proses dekomposisi media pembibitan dilakukan secara anaerob dengan cara ditutup plastik mulsa hitam. Media dibuka kemudian diaduk seminggu sekali selama dua bulan. Media pembibitan yang sudah didekomposisi disaring untuk mendapatkan keseragaman butiran. Volume polybag untuk media pembibitan sebanyak 0,0215 m3atau seberat 2,5 kg.

3.4.3. Pemilihan bibit pisang di pembibitan

Bibit pisang diseleksi dari hasil perbanyakan secara kultur jaringan yang sudah diaklimatisasi selama 3-4 minggu dalam sungkup plastik di pembibitan. Kriteria bibit yang dipilih yaitu bibit yang paling besar dengan jumlah daun tiga helai dengan ukuran yang relatif seragam, secara visual sehat dan vigor. Jumlah bibit yang dibutuhkan dilebihkan sebanyak dua kali lipat untuk mengantisipasi adanya

offtype,ketidakseragaman bibit pada saat siap tanam, gejala CMV (Cucumber Mosaic Virus) dan BSV (Banana Streak Virus) selama perawatan di pembibitan.


(56)

34

3.4.4. Perawatan bibit di pembibitan

Bibit yang sudah diaklimatisasi kemudian dirawat menggunakan atapshading net

dengan intensitas cahaya 50% selama 3 minggu. Lalu dilanjutkan pada intensitas cahaya 75% selama 1 minggu dan terakhir bibit dirawat tanpashading netselama 2 minggu sebelum di tanam di kebun percobaan. Penanda perlakuan

menggunakan plastik berwarna (ribbon color) yang berukutan 3 x 3 cm dan dilekatkan pada polybag. Pupuk yang digunakan pertumbuhan bibit adalah NPK 15:15:15 diaplikasikan sebanyak 2 g/polybag pada umur 0, 2 dan 4 minggu. Pupuk cair berupa campuran Urea 5 g + KCl 3,75 g/l air diaplikasikan sebanyak 50 ml larutan/polybag pada umur bibit 0-8 minggu dengan frekuensi tiga kali seminggu. Pupuk daun yang digunakan adalah Bayfolan pada konsentrasi 2 ml/l air diaplikasikan dengan dosis 20 ml larutan/bibit dengan frekuensi seminggu dua kali. Pupuk hayati yang diaplikasikan berkonsentrasi 1,25 ml/l air sebanyak 100 ml larutan/polybag pada umur bibit lima dan delapan minggu. Bibit disiram setiap hari apabila tidak turun hujan. Bibit yang memperlihatkan gejalaofftype,

CMV atau BSV dieradikasi, aktifitas ini dilakukan setiap minggu hingga bibit siap tanam. Rumput yang tumbuh di dalam polybag dikendalikan dengan cara dicabut secara manual.

3.4.5. Penyiapan lahan tanam

Lahan percobaan diolah pada kedalaman ± 40 cm dengan urutan aktifitas sebagai berikut: (1) tanah dibalik dengan menggunakanmoldboardyang ditarik dengan

traktor Jhon Deere6930 berkekuatan 170 HP,(2) butiran tanah dihaluskan menggunakancronavatoryang ditarik dengantraktor NewhollandTS90


(57)

35

berkekuatan 90 HP dilakukan dua minggu kemudian, (3) ajir bambu ditancapkan sebagai penanda jalur traktor pembuat parit antar dua baris tanaman, (4) parit dibuat antara dua baris tanaman dengan menggunakanridgeryang ditarik dengan

traktor Jhon Deere6100B berkekuatan 90 HP, (5) tali dan bambu ajir dipasang pada jarak tanam, (6) pembuatan lubang tanam dengan menggunakan cangkul dengan volume lubang tanam 0,18 m3dengan perbandingan ukuran panjang x lebar x dalam adalah 60 x 60 x 50 cm. Pupuk kandang sapi yang sudah

terdekomposisi sebanyak 20 kg/lubang tanam (± 0,072 m3), sehingga kandungan bahan organik di dalam lubang tanam ± 40%. Pupuk kandang sapi diaduk dengan lapisan atas tanah secara bertahap, sehingga dihasilkan campuran yang lebih merata.

3.4.6. Penanaman di lahan percobaan

Tanaman ditanam dalam jarak tanam 2 x 3 m. Penentuan jarak tanam

menggunakan bantuan tali yang dibentangkan sepanjang areal penanaman. Satu unit percobaan terdiri atas 20 tanaman yang disusun dalam satu baris tanaman. Seleksi bibit terakhir dilakukan pada saat sebelum penanaman dengan mengamati bibit yang kurang seragam,offtype, gejala CMV dan BSV.

Pupuk fosfat diaplikasikan dengan cara diaduk rata dengan media tanam hingga kedalaman 20 cm pada tujuh hari sebelum tanam. Pupuk nitrogen dan kalium diaplikasikan sehari setelah tanam. Pupuk-pupuk tersebut ditebar secara merata pada radius 5 cm melingkar batang, kemudian ditutup dengan tanah.


(58)

36

3.4.7. Aplikasi perlakuan

Perlakuan agensia hayati pada tiga kondisi yang berbeda tersusun atas kombinasi sebagai berikut:B. subtilis140-B di pembibitan (C1A1),S. angustmyceticusL. 3.1-DW di pembibitan (C1A2),B. subtilis140-B +S. angustmyceticusL. 3.1-DW di pembibitan (C1A3), tanpa agensia hayati di pembibitan (C1A0),B. subtilis

140-B di lahan (C2A1),S. angustmyceticusL. 3.1-DW di lahan (C2A2),B. subtilis140-B +S. angustmyceticusL. 3.1-DW di lahan (C2A3), tanpa agensia hayati di lahan (C2A0),B. subtilis140-B di pembibitan+lahan (C3A1),S. angustmyceticusL. 3.1-DW di pembibitan+lahan (C3A2),B. subtilis140-B +S. angustmyceticusL. 3.1-DW (C3A3), tanpa agensia hayati di pembibitan+lahan (C3A0).

Dosis investasi agensia hayati tunggal di pembibitan sebanyak 2,5 ml/100 ml air/polybag, sedangkan di lahan sebanyak 0,25 ml/2 l air/tanaman. Perlakuan kombinasi agensia hayati di pembibitan masing-masing sebanyak 2,5 ml dan dicampurkan dengan 100 ml air/polybag, sedangkan di lahan sebanyak 2,5 ml dan dicampurkan dengan 2 l air/tanaman. Aplikasi perlakuan di pembibitan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada umur bibit 4 dan 7 minggu. Aplikasi di lahan

dilakukan satu minggu sebelum tanam lalu diaplikasikan rutin satu minggu sekali selama empat bulan.

3.4.8. Jadwal pemupukan tanaman

Pupuk hayati diaplikasikan dua minggu sekali pada dosis 2,5 ml/2 l air dari mulai tanam hingga tanaman berumur empat bulan. Aplikasi pupuk hayati dilakukan


(59)

37

berselang 3 hari setelah aplikasi perlakuan agensia hayati. Pupuk anorganik pada penelitian ini diaplikasikan sesuai dengan standar perusahaan.

Tabel 1. Jadwal pemupukan tanaman pisang Cavendish CJ30

Waktu Aplikasi

Urea TSP KCl Kiesrite ZnSO4 Gypsum Borak 45% N 46%

P2O5 60% K2O 27% MgO, 23% S 22% Zn, 12% S 22% CaO,

12% S 11% B

(Bulan) ( gram/tanaman )

-1 50 65 50

0 Tanam

1 50 50 35

2 100 43 100 300

3 100 100 320

4 100 125 2

5 75 150 300

6 75 125 320 35

7 50 100

8 50

Total 600 108 900 640 70 600 2

Total

Aplikasi 8 2 9 2 2 2 1

3.5. Pengamatan

Pengamatan yang diuji secara statistik dan tidak diuji secara statistik dilakukan terhadap variabel berikut.

3.5.1. Pengamatan bahan organik kotoran sapi

Kandungan hara lengkap, C/N ratio dan pH, sampel dianalisis di Laboratorium Tanah GGPC. Analisis tanah lengkap, hara makro dan mikro yang dilakukan sebelum tanam dan setelah penelitian berakhir, analisis dilakukan di GGPC. Pengukuran pH tanah sebulan sekali dari awal hingga akhir penelitian, analisis


(60)

38

dilakukan di laboratorium NTF. Analisis C/N ratio, pH dan hara terhadap media pembibitan.

3.5.2. Pengamatan terhadap tanaman bergejala layu fusarium

Keterjadian layu fusarium dan kecepatan perkembangan gejala serangan dari satu daun ke daun selanjutnya diamati seminggu sekali dimulai dari adanya tanaman yang bergejala hingga umur berbuah. Pengamatan pertumbuhan tanaman, yaitu tinggi tanaman, lingkar batang dan kecepatan produksi daun. Analisis serapan hara pada tanaman berumur 2 bulan, 5 bulan dan keluar jantung.

3.5.3. Pengamatan terhadap tanaman tanpa gejala layu fusarium

Pertumbuhan tanaman sehat diamati pada peubah tinggi tanaman, lingkar batang dan kecepatan keluarnya daun. Pengamatan kecepatan waktu keluar jantung dan jumlah sisir pisang. Analisis serapan hara pada tanaman berumur 2, 5 bulan dan saat keluar jantung. Tingkat keterjadian penyakit layu fusarium ditentukan dengan rumus:

KeterjadianPenyakit=∑ tanaman pisang yang diamati∑ layu fusarium X 100%

3.5.4. Penghitungan populasi Foc

A. IsolatF. oxysporum f sp. cubensedan kondisi pertumbuhan. Penghitung-an populasi Foc dilakukPenghitung-an di Laboratorium Biologi LIPI. IsolatF. oxysporumf sp.cubensetropical race 4 yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari setiap petak percobaan. Kultur spora tunggal dari isolat fungi ditumbuhkan pada tabung erlenmeyer 100 ml berisi mediaPotato Dextrose Broth(Difco). Setelah inkubasi


(61)

39

1 minggu, konidia fungi dikuantifikasi dengan cara mengambil suspensi spora 0,25 µl dan meneteskannya pada gelas Haemacytometer dan dihitung di bawah mikroskop. Jika jumlah spora mencapai 107, seri pengenceran spora dibuat dari 107, 106, 105, 104, 103, 102, and 101. Seri pengenceran spora ini kemudian ditransfer ke dalam mikrotubes 1,5 ml untuk isolasi DNA.

B. Ekstraksi DNA. Sampel tanah dari eksperimen lapangan disimpan dalam suhu -20°C. sebelum diekstraksi, tanah dicuci dahulu menggunakanbufferPBS (8 g NaCl, 0,2 g KCl, 1,44 g Na2HPO4,0,24 g KH2PO4, pH 7,4). DNA tanah total diekstraksi menggunakanPowerSoil DNA Isolation Kits (MoBio laboratories Inc., Carlsbad, USA)mengikuti protokol dari produsen. Konsentrasi dan kualitas dari DNA ditentukan menggunakan spektrofotometer.

C. KuantifikasiF. oxysporumf sp.Cubense. Kuantifikasi Foc menggunakan Real Time OCR dilakukan dengan kuantifikasi absolut (metode kurva standar). Pasangan primer yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan fragment DNA 242bp dari fusarium yang merupakan fragment spesifik untuk Foc TR4 menurut Linet al. (2009). Pasangan primer tersebut adalah FocSc-1/FocSc-2(5′

-CAGGGGATGTATGAGGAGGCTAGGCTA / 5′

-GTGACAGCGTCGTCTAGTTCCTTGGAG). Kuantifikasi dari Foc TR4 didasarkan padaplottingkurva standar yang dibuat dengan cara menganalisa pasangan primer dengantemplateDNA dari seri pengenceran suspensi isolat Foc tropical race 4 pada mesin Real Time PCR. Real Time PCR dilakukan pada mesin CFX ConnectTMReal-Time PCR Detection System (BioRad, USA). Kurva standar didapatkan dengan mengeplot jumlah sel spora terhadap nilai Ct


(1)

1 minggu, konidia fungi dikuantifikasi dengan cara mengambil suspensi spora 0,25 µl dan meneteskannya pada gelas Haemacytometer dan dihitung di bawah mikroskop. Jika jumlah spora mencapai 107, seri pengenceran spora dibuat dari 107, 106, 105, 104, 103, 102, and 101. Seri pengenceran spora ini kemudian ditransfer ke dalam mikrotubes 1,5 ml untuk isolasi DNA.

B. Ekstraksi DNA. Sampel tanah dari eksperimen lapangan disimpan dalam suhu -20°C. sebelum diekstraksi, tanah dicuci dahulu menggunakanbufferPBS (8 g NaCl, 0,2 g KCl, 1,44 g Na2HPO4,0,24 g KH2PO4, pH 7,4). DNA tanah total diekstraksi menggunakanPowerSoil DNA Isolation Kits (MoBio laboratories Inc., Carlsbad, USA)mengikuti protokol dari produsen. Konsentrasi dan kualitas dari DNA ditentukan menggunakan spektrofotometer.

C. KuantifikasiF. oxysporumf sp.Cubense. Kuantifikasi Foc menggunakan Real Time OCR dilakukan dengan kuantifikasi absolut (metode kurva standar). Pasangan primer yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan fragment DNA 242bp dari fusarium yang merupakan fragment spesifik untuk Foc TR4 menurut Linet al. (2009). Pasangan primer tersebut adalah

FocSc-1/FocSc-2(CAGGGGATGTATGAGGAGGCTAGGCTA /

5′-GTGACAGCGTCGTCTAGTTCCTTGGAG). Kuantifikasi dari Foc TR4 didasarkan padaplottingkurva standar yang dibuat dengan cara menganalisa pasangan primer dengantemplateDNA dari seri pengenceran suspensi isolat Foc tropical race 4 pada mesin Real Time PCR. Real Time PCR dilakukan pada mesin CFX ConnectTMReal-Time PCR Detection System (BioRad, USA). Kurva standar didapatkan dengan mengeplot jumlah sel spora terhadap nilai Ct


(2)

40 (threshold cycle) yang dihasilkan pada mesin CFX Connect. Pengujian dengan Real Time PCR terdiri dari 20 µl campuran reaksi yang berisi cetakan DNA yang berasal dari sampel tanah, 10 mM pasangan primer, dan 1 kaliSsoAdvanced™ Universal SYBR®Green Supermix (BioRad, USA). Parameter untuk real time PCR adalah sebagai berikut 95°C selama 5 menit (denaturation and hot start activation), 40 siklus pada 95°C selama 10 detik dan 60°C selama 30 detik. Setelah real-time PCR lalu penempatan pada kurva (65°C - 99°C). Semua reaksi dilakukan dengan 3 ulangan. Jumlah sel dari sampel yang diuji dikuantifikasi dengan membandingkan nilai Ct yang didapat dengan kurva standar.

3.6. Analisis Data

Data yang dikumpulkan sebelum dianalisis ragam harus memenuhi asumsi

kehomogenan ragam yang dianalisis menggunakan uji Bartlett. Jika hasil analisis ragam terdapat perlakuan yang signifikan maka pengujian dilanjutkan dengan uji Beda Nilai Jujur (BNJ) pada taraf 5%. Seluruh perlakuan dianalisis menggunakan bantuan perangkat lunak SAS v. 9.3 danStatistic8.


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan data hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa aplikasiB.subtilis140-B, S. angustmyceticusL.1.3-DW secara tunggal atau kombinasi antara keduanya yang diaplikasikan di media pembibitan, lahan, dan pembibitan+lahan tidak dapat menurunkan keterjadian penyakit layu fusarium pada tanaman pisang Cavendish CJ30.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Melakukan pengujian kompatibilitasB. subtilis140-B danS. angustmyceticus L. 1.3-DW dengan suasana eksudat akar pisang Cavendish CJ30

2. Mencari agensia hayati yang spesifik pada pisang Cavendish CJ30 yang dapat mengendalikan Foc, dan

3. Menghitung fluktuasi populasi agensia hayati secara periodik dari awal pengaplikasian agar diketahui dengan pasti efektifitas kinerja agensia hayati tersebut.


(4)

91

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N. 1997.Plant Pathology4thed. Academic Press. San Diego. Calivornia.

Agromedia, R. 2007.Cara Praktis Membuat Kompos. PT. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Dinoto A., Nditasari, A., Saputra, S., Agustiyani, D. 2013. Analisis ekologi molekuler mikroba rizosfer pada perakaran tanaman pisang yang ditanam di lahan terkontaminasi Foc.Laporan LIPI. Bidang Mikrobiologi–Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong Bogor (Publikasi Belum Terbit). Dinoto, A., Saputra, S., Nditasari, A., Agustiyani,D. 2013. Komunitas mikroba

perakaran pada beberapa klon tanaman pisang di lahan yang potensial terkontaminasi Foc.Laporan LIPI. Bidang Mikrobiologi - Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong Bogor (Publikasi Belum Terbit).

Dinoto, A., Saputra, S., Nditasari, A., Agustiyani,D. 2013. Cultivar dependent microbial communities in the roots of banana planted in the field

potentially contaminated with foc wilt pathogen. Microbiology Division, Research Center for Biology LIPI Cibinong Bogor.

Ginting, C., 2012.Ilmu Penyakit Tumbuhan: Konsep dan Aplikasi. Penerbit Lembaga Penelitian. Universitas Lampung. pp136

Hammerschlag, F.A. 1992.Somaclonal Variation in Biotechnology of Parennial Fruit Crops. F.A. Hammerschlag and R.E. Litz.edited. Cab internasional. Wallingford. P 35-55

Jones D.R. 2000.Diseases of Banana, Abaca and Enset. CABI Publishing. New York.

Jumjunidang, Riska, Soemargono, A. 2012. Identification and distribution of foc oxysporumf.sp. cubense isolates through analysis of vegetative

compatibility group in Lampung Province, Indonesia.ARPN Journal of Agriculture and Biology Science. 7 (4) : 279-265.

Kekuda, P. T.R., Manasa, M., Kambar, Y., Pallavi, S., Vivek, M.N., Onkarappa, R. 2013. Biocontrol potential of Streptomyces againstFusarium

oxysporumf.sp. Zingiberi (causal agent of rhizome rot of ginger). Journal of advanced scientific research. 4(4):01—03


(5)

Lin, Y. H., Chang, J.Y., Liu, E. T., Chao, C. P., Huang, J. W., Chang, P. L. 2009. Development of a molecular marker for specific detection ofFusarium oxysporum f. sp. cubenserace 4.Europe Journal Plant Pathology. 123: 353-365

Molina, A.B., Nasdek N.H., Liew, K.W.(Editor).1999. Banana Foc wilt management : toward sustainable cultivation, proceding of the

international workshop on the banana foc wilt disease. INIBAP. Malaysia. Murbandono, L. 2006.Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta. Pp54

Nakasone, H.Y., Paull, R. E. 2010.Tropical Fruits. CAB International. UK. USA. pp432

Nurlaili. 2012. Karakterisasi dan aplikasi bakteri agensia hayati:Bacillus sp. 140-B danStreptomyces sp. L.3.1-DW terhadap kapang patogenFusarium oxysporumSchlecht f. sp.cubensepada tanaman pisang (Musa acuminata) var. Cavendish.Tesis. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Program Pascasarjana. Program Studi Biologi. Universitas Indonesia. Depok.

Parnata, A. S. 2010.Meningkatkan Hasil Panen dengan Pupuk Organik. AgroMedia Pustaka. Jakarta

Robinson J. C. 2003.Bananas and Plantains.CABI. University Press Cambridge. UK.

Robinson, J.C., Sauco, V. G. 2011.Bananas and Plantains.2ndedition. CABI. UK. USA.

Simamora, S., Salundik. 2006.Meningkatkan Kualitas Kompos. PT. Agromedis Pustaka. Jakarta.

Soesanto, L. 2008.Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman. Rajawali Press. Jakarta.

Soesanto, L. 2013.Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman(Edisi ke II). Rajawali Press. Jakarta.

Stover R.H., 1972.Banana, Plantain and Abaca Diseases. Commonwealth Mycological Institute. Kew Surrey. England.

Stover, R.H., Simmonds, N.W. 1987.Bananas (Tropical Agriculture Series). Third Edition. Longman Publishers. Singapore.

Sudarma, I. M., Suprapta, I. D. N. 2011. Diversity of soil microorganisms in banana habitats with and without foc wilt symptom.Journal ISSAAS. 17 (1) : 147-159.


(6)

93 Tamm, L., Thurig, B., Fliessbach, A., Goltlieb, A. E., Karavani, S., Cohen, Y.

2011. Elicitor and soil management ti induce resistance against fugal plant diseases. NJAS-Wegeningen Journal of Life Sciences. 58:131-137 Thangavelu, R., Mustaffa, M.M. 2012. Current advances in the foc wilt disease

management in banana withmphasis on biological control. edited. Cumagun, C.J. Plant Patology. Published online 04 April 2012 Intech Europe University Campus Step RI, Slava Krautzeka 83/A 5100 Rijeka Croaria.

Turner, D. W. 2003. Factors affecting the physiology of the banana root system. dalam. Towards a better understanding for its productive management Turner, D. W., Rosales, F. E. Banana Root System (Editor) :. INIBAP. Costa Rica.

Wardhana, R. A., Pujiono, G., Syarifudin, A., Purba, M. 2001.Deskripsi Klon CJ 20. RND PT. Nusantara Tropical Fruit. Lampung.

Wardlaw, C.W., 1972.Banana Diseases (including plantains and abaca). Second edition. Longman. London.

Yusnita. 2005. Induksi variasi somaklonal dan seleksiin vitrountuk mendapatkan galur kacang tanah resisten penyakit busuk batangSclerotium.Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Zhao, S., Du, C. ., Tian, C. Y. 2012. Supression ofFusarium oxysporumand induced resistance of plants involved in the biocontrol of cucumber fusarium wilt byStreptomyces bikiniensisHD-087.World J. microbial biotechnol. 28: 2919-2927


Dokumen yang terkait

Induksi Tunas Pisang Barangan (Musa acuminata L.) Asal Nias Utara Melalui Kultur Jaringan Dengan Pemberian 2,4-D Dan Kinetin

6 75 58

Potensi Cendawan Endofit Dalam Mengendalikan Fusarium Oxysporum F.SP. Cubense Dan Nematoda Radopholus Similis COBB. Pada Tanaman Pisang Barangan (Musa Paradisiaca) Di Rumah Kaca

0 42 58

Uji Sinergisme F.oxysporum f.sp cubense Dan Nematoda Parasit Tumbuhan Meioidogyne spp. Terhadap Tingkat Keparahan Penyakit Layu Panama Pada Pisang Barangan (Musa sp.) di Rumah Kassa

0 39 72

Uji Efektivitas Pestisida Nabati Terhadap Perkembangan Penyakit Layu Fusarium ( Fusarium oxysporum f.sp cúbense ) Pada Beberapa Varietas Tanaman Pisang ( Musa paradisiaca L. )

2 30 74

Adaptabilitas Pisang Barangan (Musa acuminata L.) Pada Berbagai Jenis Media Aklimatisasi Dan Tingkat Salinitas

0 25 84

Sinergi Antara Nematoda Radopholus similis Dengan Jamur Fusarium oxysporum f.sp. cubense Terhadap Laju Serangan Layu Fusarium Pada Beberapa Kultivar Pisang (Musa sp ) Di Lapangan

3 31 95

Efektivitas Formulasi Bacillus subtilis dan Pseudomonas fluorescens Untuk Mengendalikan Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman Pisang Kepok (Musa balbisiana cv. kepok)

0 5 15

EFEKTIVITAS FORMULASI Bacillus subtilis DAN Pseudomonas fluorescens UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG KEPOK (Musa balbisiana cv. kepok)

0 4 15

Efektivitas Formulasi Bacillus subtilis dan Pseudomonas fluorescens Untuk Mengendalikan Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman Pisang Kepok (Musa balbisiana cv. kepok).

1 4 15

EFEKTIVITAS FORMULASI Bacillus subtilis DAN Pseudomonas fluorescens UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG KEPOK (Musa balbisiana cv. kepok)

0 13 15