1
Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Seiring dengan adanya globalisasi yang berpengaruh pada bidang-bidang kehidupan, maka Indonesia memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas
yang memiliki keterampilan dan daya saing dalam menghadapi persaingan global yang tinggi. Salah satu usaha pengembangan sumber daya manusia di Indonesia
adalah melalui pendidikan. Pendidikan dianggap penting sebagai sarana pengembangan masyarakat
dalam pengetahuan, keterampilan, dan kemandirian. Dalam era globalisasi, pendidikan masih dianggap sebagai kekuatan utama dalam komunitas sosial untuk
mengimbangi laju perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Elhida, 2009. Pendidikan yang disediakan terbagi dalam beberapa jalur pendidikan yaitu
pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan non formal. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 17 Tahun 2010 disebut bahwa
pendidikan formal merupakan jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi
Kemendiknas, 2010. Perhatian terhadap pendidikan ditunjukkan dengan jumlah sekolah
maupun universitas yang bertambah banyak sebagai sarana pengajaran pengetahuan kepada siswa. Berdasarkan hasil rekap data nasional, terdapat
Universitas Kristen Maranatha
345.055 sekolah dari jenjang SD, SMP, SMASMK, hingga perguruan tinggi pada tahun 2011 Rekap Data Nasional, 2011.
Meskipun terdapat jumlah sekolah yang banyak, data dari survei yang dilakukan oleh PERC Political and Economic Risk Consultant pada tahun 2009
menyebutkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia Sampoerna Foundation, 2012. Salah satu indikator
rendahnya kualitas pendidikan terlihat dari banyaknya lulusan sekolah ataupun perguruan tinggi yang belum siap memasuki dunia kerja karena kecakapan yang
dimiliki tidak memadai untuk digunakan secara mandiri Tribunnews.com, 2012. Dalam pembelajaran tidak cukup jika siswa hanya hadir di sekolah namun
perlu memandang pendidikan sebagai hal yang penting dan berarti baginya. Siswa yang memandang pendidikan sebagai hal yang penting akan menampilkan usaha
dalam mempelajari, memahami, ataupun menguasai pengetahuan dan keterampilan. Namun saat ini seringkali ditemui siswa-siswa yang datang ke
sekolah dengan tujuan hanya untuk memperoleh nilai dan bukan untuk menguasai ilmu yang diberikan Rustijono, 2011. Cenderung ditemui siswa-siswa yang
menunjukkan perilaku bermasalah di sekolah seperti membolos, menyontek, tidak mengerjakan tugas yang diberikan, tidak mendengarkan guru, melanggar
peraturan sekolah, dan tidur di dalam kelas Perwitasari, 2012. Perilaku membolos, menyontek, dan perilaku bermasalah lain yang tidak sesuai dengan
tuntutan sekolah dapat dipicu oleh penolakan siswa untuk terlibat dalam kegiatan pembelajaran dan kegiatan akademik lainnya di sekolah Janowitz, 1978; Modell
Elder, 2002 dalam Fredricks, Blumenfeld, Paris, 2004.
Universitas Kristen Maranatha
Menurut Finn 1995 dalam Fredricks et al., 2004, tidak adanya partisipasi siswa dalam kegiatan sekolah, dapat membuat siswa berhadapan pada kegagalan
akademik berupa prestasi yang rendah dan tinggal kelas. Kegiatan sekolah tidak
terbatas hanya pada kegiatan akademik namun juga non-akademik berupa partisipasi siswa pada kegiatan sosial organisasi dan ekstrakurikuler di sekolah.
Organisasi dan kegiatan ekstrakurikuler merupakan wadah yang memberikan kesempatan pada siswa untuk mencapai prestasi di bidang non akademik.
Kegiatan organisasi kesiswaan yang ada di sekolah adalah OSIS, yang terdiri dari siswa-siswa yang terlibat sebagai pengurus dan anggota OSIS. Melalui
organisasi, siswa akan dibina untuk mengembangkan kemampuan diri guna menjalankan organisasi dengan baik, membangun tanggung jawab, dan
membangun relasi yang baik di lingkungan sekolah. Kegiatan pembinaan siswa juga diberikan melalui kegiatan ekstrakurikuler yang dapat membantu
pengembangan siswa sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka. Kegiatan ekstrakurikuler pada umumnya berupa kegiatan dalam bidang olahraga,
dan seni dimana siswa dapat memilih kegiatan yang akan diikuti sesuai keinginan mereka. Kompetensi yang dapat dicapai melalui organisasi maupun kegiatan
ekstrakurikuler adalah meningkatnya kemampuan sosial dimana siswa mampu membangun relasi sosial dan mampu bertanggung jawab secara sosial,
keterampilan yang meningkat sesuai bakat dan minat siswa, dan pengembangan diri sebagai persiapan karir.
Keterlibatan siswa yang beragam dalam menghadapi kegiatan sekolah dapat ditemui salah satunya pada sekolah “X” yang dikenal sebagai salah satu
Universitas Kristen Maranatha
sekolah swasta favorit di Bandung. Sekolah “X” merupakan sekolah swasta yang memiliki akreditasi A dan menghasilkan siswa-siswa yang memiliki prestasi yang
cukup baik. Sekolah “X” memiliki misi untuk unggul dalam pembentukan manusia yang utuh meliputi aspek-aspek intelektual, emosi, psikomotorik,
humaniora dan religiositas. Upaya yang dilakukan sekolah untuk mengembangkan siswa adalah dengan membentuk menjadi siswa yang mandiri disertai dengan
kedisplinan. Contoh salah satu upaya tersebut adalah dengan memberi tugas yang menuntut siswa mencari tahu lebih banyak informasi dari fakta yang ada di
lingkungan sehingga siswa dapat berusaha menambah wawasannya melebihi materi di sekolah. Selain melalui upaya meningkatkan kognitif siswa, SMA “X”
juga mengembangkan siswa dalam segi konatif dimana siswa dapat memahami pentingnya materi dan bagaimana penerapan materi yang diperoleh dengan
memberi kesempatan pada siswa untuk mempresentasikan tugas yang telah dikerjakan.
Selain melalui tugas sekolah, pengembangan siswa dilakukan melalui program sekolah berupa kegiatan ilmu kehidupan, edufair, pekan ilmiah, study
tour dan malam gembira. Kegiatan-kegiatan tersebut ditujukan untuk membimbing siswa dalam berbagai segi mengembangkan relasi, menentukan
tujuan pendidikan pada tahap selanjutnya, dan mengembangkan potensi secara akademik maupun kesenian. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan sekolah
setelah kegiatan dilaksanakan, diketahui siswa tertarik serta terlibat aktif sebagai panitia dalam kegiatan-kegiatan sekolah tersebut, dan hanya ditemukan satu atau
dua siswa yang tidak tertarik. Kegiatan SMA “X” tidak terbatas hanya pada
Universitas Kristen Maranatha
kegiatan rutin, namun juga ekstrakurikuler yang tersedia cukup banyak dan dapat dipilih oleh siswa seperti fotografi, klub komputer, paskibra, basketball,
volleyball, taekwondo, paskibra, paduan suara, sains club, tata boga, softball, PMR dan lainnya.. Siswa kelas X wajib mengikuti satu kegiatan ekstrakurikuler
namun terdapat siswa-siswa yang mengikuti lebih dari satu kegiatan. Menurut guru BP, siswa menyenangi kegiatan ekstrakurikuler dengan rutin hadir dalam
kegiatan meskipun tidak terlepas terkadang siswa merasa tidak puas dengan ekstrakurikuler yang tersedia dan menginginkan kegiatan lain.
Dalam menerapkan kedisiplinan, sekolah “X” memiliki peraturan tertulis yang mengatur serta meliputi sanksi-sanksi bagi yang melanggar. Berdasarkan
informasi dari guru BP SMA “X”, tidak terdapat keringanan dari setiap pelanggaran yang dilakukan siswa dan kebijakan SMA memang disiplin dalam
menerapkan peraturannya. Dengan peraturan tersebut diharapkan siswa dapat menunjukkan kedisiplinan sehingga dapat diperoleh pembelajaran yang optimal.
Namun, ditemukan adanya beberapa pelanggaran yang dilakukan siswa, misalnya pelanggaran yang cukup sering ditemui adalah siswa yang tidak membawa buku
pelajaran dengan sanksi siswa tidak dapat mengikuti pelajaran. Pelanggaran lain yang ditemukan berupa pelanggaran ringan seperti pakaian yang tidak rapi atau
membawa handphone dan akan mendapat teguran. Dengan berbagai upaya yang dilakukan sekolah, diharapkan siswa dapat berkembang sesuai dengan tujuan
sekolah. Untuk memperoleh gambaran mengenai perilaku dan usaha siswa dalam
mengikuti kegiatan di sekolah maka dilakukan survei pada 20 orang siswa. Dari
Universitas Kristen Maranatha
hasil survei pada siswa kelas X sekolah “X” diperoleh sebanyak 20 siswa pernah melanggar peraturan dan mendapat teguran hingga peringatan dari
sekolah. Ketika pelajaran berlangsung di dalam kelas, sebagian besar siswa terkadang menunjukkan aktivitas lain disamping memperhatikan guru seperti
menggambar, mengobrol, tidur, dan melamun yang ditemui pada 70 siswa. Sebagian besar siswa terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler maupun OSIS, dapat
ditemui 90 siswa yang aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler dan 33 diantaranya mengikuti lebih dari satu ekstrakurikuler, selain itu terdapat 55
siswa yang terlibat dalam kegiatan OSIS. Terkait dengan perilaku belajar, diperoleh siswa-siswa yang menunjukkan cara dan perilaku yang beragam untuk
memahami materi pelajaran dan siswa yang menyerah ketika mengalami kesulitan belajar. Hal itu terlihat pada 80 siswa yang berusaha mencari tahu terkait materi
yang dipelajari melalui sumber lain seperti internet, buku, bertanya pada guru, orangtua, dan berdiskusi dengan teman, 25 diantaranya mengulang materi di
rumah hingga dipahami dan 13 diantaranya menyerah jika tidak dapat mengatasi kesulitan dalam memahami materi atau mengerjakan tugas.
Berdasarkan wawancara terkait relasi siswa di sekolah, siswa kelas X memiliki hubungan yang baik dengan sebagian besar guru. Hubungan tersebut
digambarkan seperti hubungan pertemanan dengan tetap memiliki rasa hormat pada guru. Terdapat pula siswa yang tidak menyukai guru karena dipandang galak
atau memiliki cara mengajar yang tidak jelas. Selain terhadap guru, siswa memiliki hubungan yang baik dengan teman-teman sekolah dan cukup sering
berkumpul untuk belajar kelompok. Jika terdapat konflik, hal tersebut seputar
Universitas Kristen Maranatha
kejahilan yang dilakukan siswa laki-laki terhadap siswa perempuan dan siswa yang tidak ingin membantu temannya dalam menyelesaikan tugas.
Hasil survei juga diperoleh siswa-siswa memiliki penghayatan perasaan yang berbeda-beda ketika berhadapan dengan anggota sekolah berupa guru dan
teman, terhadap akademik dan bahkan sekolahnya. Ditemui 95 siswa menyukai sekolahnya karena merasa nyaman dan memiliki fasilitas sekolah yang bagus dan
cukup lengkap. Meskipun sebagian besar siswa menyukai sekolahnya, banyak diantaranya menganggap pelajaran yang diberikan sulit untuk dipelajari dan
dipahami yaitu sebanyak 60 siswa. Siswa juga menampilkan perasaan yang beragam terhadap guru dan temannya yaitu sebanyak 65 siswa merasa senang
dan nyaman untuk berinteraksi dengan teman-teman sekolahnya dan 20 siswa senang terhadap gurunya, dan sebaliknya terdapat 80 siswa merasa tegang dan
takut terhadap guru. Usaha siswa yang tampak melalui partisipasi dan keterlibatan dalam
kegiatan sekolah menunjukkan adanya school engagement. Engagement diartikan sebagai investasi psikologis siswa dan usaha yang dicurahkan pada pembelajaran,
pemahaman, dan penguasaan pengetahuan, keterampilan, atau keahlian untuk meningkatkan tugas akademik Newmann, 1992 dalam Christenson, Reschly,
Wylie, 2012. Pengertian lain menyatakan engagement terdiri dari partisipasi dan identifikasi Finn, 1989 dalam Christenson et al., 2012. Finn menjelaskan
partisipasi sebagai perilaku yang ditunjukkan melalui keterlibatan siswa dalam pembelajaran dan indentifikasi merupakan perasaan siswa sebagai bagian dari
sekolah dan sejauh mana siswa menghargai keberhasilan. Melalui definisinya,
Universitas Kristen Maranatha
engagement terkait dengan usaha baik melalui perilaku, penguasaan pengetahuan maupun perasaan siswa di sekolah. Melalui pengertian-pengertian engagement
yang telah dijabarkan, maka disimpulkan bahwa school engagement adalah besarnya usaha yang dicurahkan dalam proses pembelajaran pada kegiatan
akademik dan non-akademik meliputi perilaku, perasaan, dan kognisi. Fredricks et al. 2004 melihat engagement sebagai konstruk
multidimensional yang melibatkan komponen behavioral, emotional dan cognitive engagement. Behavioral engagement mengacu pada usaha berupa partisipasi
dalam proses pembelajaran dan non-akademik misalnya bertanya kepada guru, mengerjakan tugas, menampilkan perilaku baik di sekolah, berpartisipasi dalam
kegiatan ekstrakurikuler atau organisasi. Emotional engagement mengacu pada usaha berupa reaksi emosi siswa dalam hubungannya dengan guru, teman,
pelajaran, dan sekolah secara positif berupa ketertarikan dan kebahagiaan. Contohnya siswa senang bertemu dan berinteraksi dengan guru serta menjalin
relasi dengan teman dengan bermain dan berdiskusi, dan perasaan senang dalam mengikuti pelajaran.
Cognitive engagement mengacu pada usaha siswa berupa investasi kognitif dimana terdapat perubahan kognitif dan strategi yang digunakan siswa
yang ditunjukkan dengan mengulang pelajaran ketika di rumah, merangkum materi untuk bahan belajar, dan menggunakan kemampuan penyelesaian masalah
yang beragam baik dalam pembelajaran maupun kegiatan non-akademik. Pentingnya engagement siswa di sekolah yang dapat berkontribusi pada
peningkatan akademik maupun kemampuan sosial siswa dan dapat ditemui dalam
Universitas Kristen Maranatha
bentuk keterlibatan yang bervariasi pada setiap siswa dalam komponennya menjadikan engagement sebagai topik yang menarik untuk diteliti. Oleh karena
itu, peneliti ingin mengetahui mengenai school engagement pada siswa kelas X SMA “X” di Bandung.
1.2 Identifikasi Masalah