commit to user
42
d. Periode Pemerintah Daerah Kota Praja Surakarta, yang dimulai dengan
berlakunya UU No. 1 tahun 1957 sampai dengan berlakunya UU No. 18 tahun 1965 tanggal 1 September 1965.
e. Periode Pemerintahan Kotamadya Surakarta yang dimulai dengan
berlakunya UU No. 18 tahun 1965 tanggal 1 September 1965, sampai dengan berlakunya UU No. 5 tahun 1974.
f. Periode Pemerintahan Kotamadya daerah tingkat II Surakarta yang
dimulai dengan berlakunya UU No. 5 tahun 1954 sampai dengan berlakunya UU No. 22 1999, tanggal 4 Mei 1999.
g. Periode Pemerintahan Kota Surakarta yang dimulai dengan berlakunya
UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sampai sekarang.
2. Letak Geografi Kota Surakarta
Secara geografis Kota Surakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian ±92 meter diatas permukaan laut. Tereletak ditengah-tengah
pulau Jawa, tepatnya 11045’ 15”-11045’ 35” Bujur Timur dan 70’ 36”-70’ 56” Lintang Selatan dengan batas wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan
Kabupaten Boyolali. b.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar.
c. Sebelah Selatan berbatasan Kabupaten Sukoharjo.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan
Karanganyar.
commit to user
43
3. Demografi Kota Surakarta
Kota yang sekarang dikenal dengan slogan The Spirit Of Java ini di belah dan dialiri 3 sungai besar yaitu Sungai Bengawan Solo, Kali
Jenes, dan Kali Pepe. Kota yang lebih dikenal dengan sebutan Kota Solo ini mendaulat diri sebagai Kota Budaya. Dengan luas wilayah 44,06 Km
2
Surakarta terbagi menjadi 5 Kecamatan dan 51 Kelurahan. Lima Kecamatan tersebut yaitu Kecamatan Banjarsari, Kecamatan Jebres,
Kecamatan Laweyan, Kecamatan Pasar Kliwon, dan Kecamatan Serengan. Berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus 2005 tahun 2009 penduduk
Kota Surakarta mencapai 528.202 jiwa. Agar lebih jelas berikut tabel jumlah penduduk Kota Surakarta menurut jenis kelamin dari tahun 2000-
2009 :
commit to user
44
Tabel 2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Tahun 2000-2009
Tahun Jenis kelamin
Jumlah Rasio jenis
kelamin Laki-laki
Perempuan 2000
238.158 252.056
490.214 94,49
2003 242.591
254.643 497.234
95,27 2004
249.278 261.433
510.711 95,35
2005 250.868
283.672 534.540
88,44 2006
254.259 258.639
512.898 98,31
2007 246.132
269.240 515.372
91,42 2008
247.245 275.690
522.935 89,68
2009 249.287
278.915 528.202
89,38 Sumber: Surakarta Dalam Angka, 2009
Dari data diatas dapat dijelaskan bahwa jumlah penduduk menurut jenis kelamin yang tertinggi adalah tahun 2005, yang berjumlah
534.540 88,44 yang terdiri dari laki-laki 250.868 dan perempuan yang berjumlah 283.672. Sedangkan tahun 2000 sebanyak 490.214 94,49
yang terdiri dari laki-laki berjumlah 238.158 dan perempuan berjumlah 252.056. Sedangkan tahun 2003 sebanyak 497.234 95,27 yang terdiri
dari laki-laki berjumlah 242.591 dan perempuan berjumlah 254.643. sedangkan tahun 2004 sebanyak 510.711 95,35 yang terdiri dari laki-
laki berjumlah 249.278 dan perempuan berjumlah 261.433. Sedangkan
commit to user
45
tahun 2006 sebanyak 512.898 98,31 yang terdiri dari laki-laki yang berjumlah 254.259 dan perempuan yang berjumlah 258.639. Sedangkan
tahun 2007 sebanyak 515.372 91,42 yang terdiri dari laki-laki 246.132 dan perempuan yang berjumlah 269.240. Sedangkan tahun 2008 sebanyak
522.935 89,68 yang terdiri dari laki-laki berjumlah 247.245 dan perempuan berjumlah 275.690. Sedangkan tahun 2009 sebanyak 528.202
89,38 yang terdiri dari laki-laki 249.287 dan perempuan yang berjumlah 278.915.
Dan berdasarkan etnisnya, penduduk Surakarta terdiri dari 3 etnis besar, yaitu etnis Jawa, Cina, dan Arab. Mereka hidup berkelompok sesuai
dengan etnisnya. Pada umumnya etnis Cina menempati kawasan-kawasan strategis di jalur-jalur utama kota, seperti di Jl. Slamet Riyadi, Jl. Urip
Sumoharjo, Jl. Coyudan, Jl. Yos Sudarso dan lain-lain. Sedangkan etnis Arab umumnya menempati perkampungan Arab yang ada di Pasar
Kliwon, Kedung Lumbu, dan sebagian lagi di Kauman. Ditilik dari pola perilaku dan karakteristiknya masyarakat
Surakarta, tergolong masyarakat perkotaan. Meskipun tergolong masyarakat perkotaan masyarakat Surakarta masih memegang adat budaya
Jawa yang telah mendarah daging dan diturunkan dari generasi ke generasi sebagai falsafah hidup dan nilai kehidupan sehari-hari. Sistem nilai dan
norma yang terbentuk oleh budaya inilah yang akan membentuk perilaku seorang individu.
commit to user
46
Budaya Surakarta memiliki keunikan tersendiri dari budaya lain. Hal ini dapat dilihat dari kentalnya unsur religius keislaman masyarakat
Jawa. Namun uniknya Islam Jawa memiliki ciri Islam sinkretisme yang juga ada pada ciri keislaman budaya masyarakat Surakarta. Hal ini terjadi
tidak lepas dari ada sejarah budaya Jawa yang didominasi oleh budaya kerajaan Jawa Hindu-Budha yang kental dengan unsur animisme,
dinamisme, maka agama lain yang masukpun mengalami akulturasi dengan budaya Jawa yang telah ada. Islam dapat berkembang dengan baik
berakulturasi dengan budaya sinkretis yang telah ada. Tanpa adanya penyesuaian tersebut, Islam tidak akan berkembang dengan begitu pesat di
Surakarta. Bentuk-bentuk simbolisme dalam budaya Jawa sangat dominan di
segala bidang. Hal ini terlihat dari kehidupan sehari-hari orang Jawa yang sangat dominan dalam segala hal, yaitu dari pandangan dan sikap
hidupnya yang berganda. Bentuk-bentuk simbolis itu bisa dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu simbolis dalam religi, simbolis dalam tradisi
dan simbolis dalam kesenian. Ketiga hal tersebuit menyatu menjadi satu cerminan, seperti acara sekaten, grebeg mulud, dan suronan. Perilaku
religi orang Jawa dilakukan secara khusus dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Falsafah religi Jawa lazim disebut dengan kejawen atau dalam kesusastraan Jawa dinamakan ilmu kesempurnaan jiwa. Kesempurnaan ini
termasuk juga dalam hal ilmu kebatinan yang dalam filsafah Islam disebut
commit to user
47
dengan tasawuf atau sufisme. Sedangkan orang Jawa sendiri menyebutnya suluk atau mistik. Budaya Jawa yang bersumber dari kraton Surakarta
mengartikan istilah kejawen adalah pandangan hidup orang Jawa yang nampak melalui perilaku dan pemahaman yang ada dalam batin dan yang
dilahirkan. Nilai kejawen memiliki penekanan pada falsafah “manunggaling kawula lan Gusti” yang berarti penyatuan antara manusia
dengan Tuhannya, atau antara penguasa dengan rakyatnya. Paham ini menitikberatkan pada cara hidup yang selalu menjaga keseimbangan, yang
menekankan pada religiusitas, yang bertujuan untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Slogan “Solo Kota Budaya” telah mendarah daging di sanubari masyarakat kota Solo. Slogan tersebut tidak hanya slogan yang nampak
pamer belaka tanpa adanya realitas yang sesuai. Fakta telah membuktikan bahwa Surakarta telah menjadi pusat kebudayaan sejak jaman kerajaan
Mataram yang diperintah oleh Raja Pakubuono II. Pada zaman itu kota Surakarta telah dikenal sebagai kota yang sangat menjunjung tinggi
kebudayaanya. Adat merupakan wujud riil dari kebudayaan. Wujud itu disebut
adat tata kelakuan, karena adat berfungsi sebagai pengatur kelakuan. Secara umum budaya masyarakat Surakarta sama seperti budaya Jawa
pada umumnya. Sebagai salah satu kota dengan budaya Jawa, maka masyarakat Kota Surakarta dengan sendirinya masih lekat dengan sejarah
dan warisan para leluhurnya.
commit to user
48
Keraton sebagai pusat kebudayaan Jawa memiliki andil dalam pembentukan kondisi sosial budaya masyarakat. Budaya Jawa yang
“adi luhung” tidak lepas dari proses-proses pembenaman sifat-sifat feodal dari
para bangsawan kraton yang dalam hal ini sebagai pencipta budaya dan pelaku terhadap rakyat jelata. Social gap atau kesenjangan sosial dari
kaum bangsawan dan kaum jelata memunculkan dominasi kelas. Sehingga apapun yang dilakukan oleh kaum darah biru adalah sesuatu yang bernilai
dan berbudaya. Dengan begitu kraton merupakan produsen nilai dan budaya yang dianut dan dilembagakan oleh masyarakat Surakarta. Hingga
saat ini dimana kekuasaan kraton dan karisma raja Surakarta telah pudar di mata masyarakat Surakarta modern. Unsur-unsur sakral dan mistis, pesona
keanggunan budaya Surakarta tidak dapat dipungkiri oleh siapapun, bahkan masyarakat manca negara sekalipun.
B. DISKRIPSI PASOEPATI DI SURAKARTA