Umur dan Perbandingan Jantan-Betina

16 Menjelang masa bertelur, kelamin sekunder telah mulai terlihat dan telur-telur kecil atau abnormal mulai keluar, sebagai tanda awal masa bertelur tiba. Kegiatan bertelur itu akan wajar dan berjalan rutin beberapa hari kemudian. Setelah masa bertelur selesai, selesai pula masa produksi tahun pertama. Kalkun dapat dijual atau dikenakan force molting. Setelah selesai di force molting kalkun masuk pada masa produksi tahun ke-2. Produksi telur 20 lebih rendah dari pada produksi telur tahun pertama dan daya tetasnya lebih rendah Rasyaf dan Amrullah, 1983. Rasyaf 1991 menyatakan bahwa perbedaan pada fase produksi telur pertama dan fase produksi telur kedua adalah dari segi besarnya telur, pada fase produksi kedua telur lebih besar daripada fase produksi pertama North dan Bell 1990, menambahkan bagi ayam petelur yang memasuki periode fase produksi telur kedua, ukuran telurnya semakin besar sehingga mempunyai kerabang yang lebih tipis daripada fase produksi telur pertama karena kerabang harus tersebar ke area permukaan telur yang lebih luas.

C. Umur dan Perbandingan Jantan-Betina

Menurut Kurtini dan Riyanti 2003, umur induk merupakan salah satu faktor penting dalam menghasilkan telur tetas yang berkualitas. Dengan umur induk yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua akan menghasilkan telur tetas dengan fertilitas dan daya tetas yang tinggi, sehingga semakin tua umur induk maka fertilitas yang dihasilkan semakin menurun. Fertilitas yang baik diperoleh dari pejantan yang berumur 6 bulan dan tidak lebih dari 2 tahun. 17 Menurut Sudaryani dan Santosa 2000, bentuk telur terkait dengan umur induk, induk kalkun yang berumur 33 minggu umumnya baru pertama kali belajar memproduksi telur sehingga telur yang dihasilkan kecil dan cenderung lonjong, sedangkan induk yang berumur lebih dari 33 minggu telur yang dihasilkan besar dan cenderung bulat telur oval. Meningkatnya umur induk menyebabkan kemampuan fungsi fisiologis alat reproduksi semakin menurun. Semakin tua umur induk maka semakin besar telur yang dihasilkan semakin berat Romanoff dan Romanoff, 1975. Menurut Suprijatna 2008, telur pertama yang dihasilkan oleh induk lebih kecil daripada yang dihasilkan berikutnya. Ukuran telur tetas secara bertahap meningkat sejalan dengan mulai teraturnya induk bertelur. Namun, ukuran telur yang dihasilkan tidak merata. Umur induk memengaruhi besar telur, begitu umur induk bertambah, ukuran telur, bobot kering, dan persentase yolk meningkat. Sebaliknya, persentase kerabang, albumen, dan albumen padat berkurang. Menurut Rasyaf dan Amrullah 1983, kalkun jantan dan betina yang telah dewasa kelamin akan menghasilkan telur tetas dan anak kalkun yang memuaskan. Dengan pemeliharaan yang sempurna anak kalkun yang diperoleh bobot badan pada umur 16--24 minggu akan sama seperti yang dihasilkan oleh bibit yang lebih tua. Begitu juga dengan fertilitas dan daya tetasnya. Pejantan muda sanggup melayani 20 induk. Untuk tipe berat jumlahnya lebih sedikit yaitu berkisar dari 14--16 ekor, sedangkan untuk tipe medium dan tipe kecil berturut-turut adalah 18 ekor dan 20 ekor. 18 Umur induk sangat berpengaruh terhadap fertilitas. Berdasarkan penelitian dengan meningkatnya umur induk, akan mengakibatkan produksi telur menurun sehingga fertilitas ikut menurun. Telur tetas yang digunakan berasal dari induk yang masih produktif antara 26--60 minggu. Telur yang berasal dari induk yang terlalu muda tidak baik untuk ditetaskan karena akan menghasilkan DOT yang berkualitas rendah, hal ini disebabkan kondisi telur yang belum stabil pada saat awal bertelur Suprijatna, et al., 2008. D. Fertilitas Fertilitas adalah persentase telur yang memperlihatkan adanya perkembangan embrio dari sejumlah telur yang dieramkan tanpa memperhatikan apakah telur itu dapat atau tidak dapat menetas Card dan Neshiem, 1979. Fertilitas adalah persentase telur yang fertil dari seluruh telur yang digunakan dalam suatu penetasan Suprijatna, et al., 2008. Fertilitas yang tinggi diperlukan untuk menghasilkan dan meningkatkan daya tetas, walaupun tidak selalu mengakibatkan daya tetas yang tinggi pula North dan Bell, 1990. Menurut Nuryati et al. 2000, fertilitas adalah persentase telur yang fertil dari seluruh telur yang digunakan dalam suatu penetasan. Agar telur dapat menetas jadi anak, telur tersebut harus dalam keadaan fertil yang disebut dengan telur tetas. Telur tetas merupakan telur yang telah dibuahi oleh sel kelamin jantan. Menurut Sutrisno 2012, faktor yang memengaruhi fertilitas yaitu sperma, ransum, hormon, respon cahaya, umur dan daya tetas : 19 a. Sperma : Sperma normal gerakannya lincah dan sanggup membuahi dengan fertilitas yang tinggi. Sperma yang tidak normal, bentuk dan gerakan tidak singkron, biasanya daya fertilitasnya rendah dan tidak dapat menurunkan genetik yang bagus. b. Ransum : Ransum kurang baik kwalitasnya akan memengaruhi mutu sperma. Diperlukan asupan Vitamin E dalam jumlah besar untuk menjaga kualitas sperma. c. Hormon : Kelenjar-kelenjar penghasil hormon endokrin, sangat mempertinggi fertilitas telur. Jika hormon endokrin tidak bisa diproduksi oleh kelenjar pituitari semaksimal mungkin, akan menurunkan fertilitas, d. Respon cahaya : 12 jam waktu yang di butuhkan seekor pejantan untuk mendapatkan cahaya terang paparan sinar matahari, agar menghasilkan sperma yang bagus. Induk betina untuk pembentukan sebutir telur memperlukan cahaya terang sinar matahari selama 16 jam. e. Umur : Pada periode tahun pertama biasanya waktu terbaik untuk terjadinya perkawinan. f. Daya bertelur : Induk betina yang produksi telurnya tinggi akan menghasilkan telur tetas yang fertilitasnya lebih tinggi, jika dibandingkan dengan induk betina yang produksi telurnya rendah. Berdasarkan hal ini maka pemuliabiakan untuk mempertinggi telur sekaligus berarti juga mempertinggi fertilitas telur. 20 Seperti pendapat Suprijatna, et al. 2008 faktor yang menentukan fertilitas antara lain yaitu perbandingan sex ratio, umur semakin tua fertilitas semakin rendah, lama penyimpanan telur, manajemen pemeliharaan, pakan dan musim. Untuk mengetahui telur yang fertil pada suatu penetasan dilakukan dengan cara meneropong telur pada suatu alat yang dilengkapi dengan sumber cahaya, alat ini disebut candler Suprijatna, et al., 2008. Menurut Kartasudjana dan Suprijatna 2006, untuk membedakan telur fertil dapat dengan candling setelah 27 jam telur dalam inkubasi. Telur yang fertil mempunyai spot yang gelap pada yolk dengan beberapa pembuluh darah yang tersebar dari area spot. Menurut Jull 1982, fertilitas telur kalkun tipe berat sebesar 74 sedangkan kalkun tipe medium sebesar 78. Hasil penelitian Hale 1953 menyatakan bahwa fertilitas pada kalkun sangat dipengaruhi oleh sex ratio. Pada sex ratio 1:24 dengan kandang yang berukuran 10 x 16 m menghasilkan fertilitas sebesar 86,8, sedangkan pada sex ratio 1:24 dengan kandang yang berukuran 20 x 16 m menghasilkan fertilitas sebesar 77,6. Sex Ratio1:4 menunjukkan fertilitas yang tinggi 83,8 dengan kandang yang berukuran 10 x 16 m. Hasil penelitian Nugroho 2003 menunjukkan bahwa fertilitas pada perlakuan kisaran bobot telur kalkun dengan bobot telur 81,00--83,99 g adalah sebesar 63,33, bobot telur 75,00--77,99 g fertilitas 60,00 dan bobot telur 69,00-- 71,99 g fertilitas 53,33. Secara umum fertilitas yang dihasilkan masih sangat rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Slamet 2000 sebesar 67,50 dan hasil penelitian Sugiarsih, et al. 1985 sebesar 66,20. 21 Hal ini diduga disebabkan oleh perbandingan jantan dan betina yang digunakan pada penelitian ini lebih tinggi yaitu 1:5 dibandingkan dengan hasil penelitian Slamet 2000 yaitu 1:4, sehingga kesempatan sperma pada 1:4 untuk membuahi sel telur yang lebih banyak dari pada 1:5 karena kesempatan betina untuk dikawinkan oleh pejantan lebih tinggi.

E. Susut Tetas Weight Loss