Evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman sengon, Paraserianthes falcataria (L) Nielsen pada beberapa satuan kelas lereng studi kasus di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN
SENGON (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen)
PADA BEBERAPA SATUAN KELAS LERENG
(Studi Kasus di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung, Jawa Barat)

Oleh :

MUHAMAD YUSUF HIDAYAT
E14202058

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

RINGKASAN
Muhamad Yusuf Hidayat. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Sengon
(Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) Pada Beberapa Satuan Kelas Lereng. Di
bawah bimbingan Dr.Ir. Basuki Wasis, MS dan Dr. Ir. Sukarman, MS.

Kayu sengon (Paraserianthes falcataria) merupakan kayu yang bernilai

ekonomis tinggi karena merupakan kayu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai
penggunaan, baik sebagai kayu pertukangan maupun sebagai kayu penghara.
Namun pengembangan penanaman Sengon dalam skala luas masih membutuhkan
adanya informasi mengenai kesesuaian penggunaan lahan serta tindakan
pengelolaan yang diperlukan agar hasil serta produktifitas yang diharapkan dapat
ditingkatkan. Untuk itu diperlukan adanya evaluasi sumberdaya lahan untuk
mengetahuai kemungkinan dapat dikembangkan jenis pohon Sengon tersebut.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kelas kesesuaian lahan jenis
tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria) pada beberapa Kelas Lereng di
Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Penelitian ini dilakukan dengan sistem matching antara persyaratan
penggunaan

lahan

atau

persyaratan

tumbuh


tanaman

dengan

data

kualitas/karakteristik lahan dari suatu wilayah. Kelas kesesuaian lahan ditentukan
oleh faktor fisik (karakteristik/kualitas lahan) pembatas terberat dalam menilai
kelas kesesuaian lahan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kelas kesesuaian lahan aktual tanaman
Sengon (Paraserianthes falcataria). Untuk Satuan Kelas Lereng 1 adalah S3-oa1,
nr3, Satuan Kelas Lereng 2 adalah S3-nr3, Satuan Kelas Lereng 3 adalah S3-wa1,
oa1, nr3, Satuan Kelas Lereng 4 adalah S3-wa1, nr1, Satuan Kelas Lereng 5
adalah S3-wa1, eh1, eh2 dan Satuan Kelas Lereng 7 adalah S3-nr3 ,eh1, eh2.
Secara garis besar menujukan kelas kesesuaian lahan Sesuai Marginal (S3). Lahan
memiliki

faktor


pembatas

yang

berat

dan

mempengaruhi

terhadap

produktivitasnya. Sedangkan pada Satuan Kelas Lereng 6 adalah N-eh1, eh2,
Satuan Kelas Lereng 8 adalah N-rc3 dan Satuan Kelas Lereng 9 adalah N-rc3,
eh1, lp2. Secara garis besar kelas kesesuaian lahan aktual termasuk ke dalam kelas

i

Tidak Sesuai (N). Lahan memiliki faktor pembatas yang berat dan/atau sulit untuk
diatasi.

Kelas kesesuian lahan potensial untuk Satuan Kelas Lereng 1 dan Satuan
Kelas Lereng 2 adalah S2-wa1. Satuan Kelas Lereng 3, Satuan Kelas Lereng 4
dan Satuan Kelas Lereng 5 adalah S3-wa1. Serta Satuan Kelas Lereng 7 adalah S1
Untuk Satuan Kelas Lereng 6 adalah N-eh1, eh2. Satuan Kelas Lereng 8
adalah N-rc3 dan Satuan Kelas Lereng 9 adalah N-rc3, eh1, lp2. Pada ketiga
Satuan Kelas Lereng tersebut akan sulit dilakukan perbaikan pada karakteristik
lahannya, sebab tergolong ke dalam ordo Tidak Sesuai (N). Lahan memiliki
karakteristik lahan yang sangat berat/sulit untuk diatasi.
Pada lahan-lahan yang tergolong ordo Sesuai (S), peluang untuk
pengembangan jenis tanaman Sengon masih dapat ditingkatkan hasilnya, jika
sebelum penanaman dilakukan perbaikan-perbaikan pada karakteristik lahannya.
Daerah-daerah yang sesuai untuk pengembangan jenis tanaman tersebut
terletak pada kecamatan Cipatat di sebelah tengah dan utara. Antara lain desa
Sumurbandung, Nyalindung, Cirawamekar, Kertamukti dan sebagian desa
Citatah.

ii

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN
SENGON (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen)

PADA BEBERAPA SATUAN KELAS LERENG
(Studi Kasus di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung, Jawa Barat)

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor

Oleh:
MUHAMAD YUSUF HIDAYAT
E14202058

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

iii

SKRIPSI


Judul Skripsi

: EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK
TANAMAN SENGON (Paraserianthes falcataria (L)
Nielsen) PADA BEBERAPA SATUAN KELAS
LERENG (Studi Kasus di Kecamatan Cipatat,
Kabupaten Bandung, Jawa Barat)

Nama Mahasiswa

: Muhamad Yusuf Hidayat

NRP

: E14202058

Program Studi

: Budidaya Hutan


Menyetujui:
Dosen Pembimbing Ke-1

Dosen Pembimbing Ke-2

(Dr.Ir. Basuki Wasis, MS)
NIP.131.950.983

(Dr. Ir. Sukarman, MS)
NIP.080.056.207

Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan

(Prof. Dr .Ir . Cecep Kusmana, MS)
NIP.131.430.799

Tanggal Lulus:


iv

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cimahi pada tanggal 24 Juni 1984. Ayah bernama
Dr. Ir. H. Achmad Hidayat, MSc dan ibu Ir. Hj Tatit Sugiarti, MS sebagai anak ke
empat dari empat bersaudara.
Penulis menempuh pendidikan di TK IKAWATI Bogor lulus tahun 1990,
SD Negeri Polisi 5 Bogor lulus tahun 1996, SLTP Negeri 4 Bogor lulus tahun
1999 dan SMU Negeri 1 Bogor lulus tahun 2002. Pada tahun yang sama, penulis
lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian
Bogor dan diterima pada Jurusan Manajemen Hutan Program Studi Budidaya
Hutan.
Selama menempuh studi di Fakultas Kehutanan penulis aktif menjadi
pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan periode 2003-2004,
Kepala Departemen Human Resources Development International Forestry
Student Association periode 2004-2005. Selain itu penulis juga aktif sebagai
Asisten Praktikum mata kuliah Klimatologi Hutan pada Tahun Ajaran 2004-2005
dan sebagai Asisten Praktikum mata kuliah Kesuburan Tanah Hutan pada Tahun
Ajaran 2005-2006.


v

PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini yang berjudul Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman
Sengon (Paraserianthes falcataria) Pada Beberapa Satuan Kelas Lereng (Studi
Kasus di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung, Jawa Barat), sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir.
Basuki Wasis, MS serta Bapak Dr. Ir. Sukarman, MS masing-masing sebagai
dosen pembimbing pertama dan dosen pembimbing kedua yang telah banyak
membimbing dan memberikan arahan serta masukan selama penulisan skripsi.
Ucapan yang sama disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Agus Hikmat, MSc selaku
penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata serta
Bapak Effendi Tri Bahtiar, S.Hut selaku penguji dari Departemen Hasil Hutan
atas segala saran yang diberikan. Dekan Fakultas Kehutanan Bapak Prof. Dr. Ir.
Cecep Kusmana, MS yang telah memberikan kesempatan belajar kepada penulis.
Ucapan terima kasih juga disampaikan Saudari Teti Suryanti atas bantuan

dalam pengolahan data serta penyelesaian penyusunan peta. Pada kesempatan ini
pula, ucapan terima kasih dan kasih sayang disampaikan kepada kedua orang tua
serta ketiga kakakku yang telah memberikan pengertian dan dorongan, sehingga
studi dapat diselesaikan dengan baik.
Semoga semua amal kebaikan tersebut mendapat balasan yang setimpal dari
Allah SWT Akhir kata semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Juni 2006

Penulis

vi

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

Latar Belakang ............................................................................................ 1
Tujuan ......................................................................................................... 2
Manfaat Penelitian ...................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 3
Tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria) ............................................ 3
Evaluasi Lahan ........................................................................................... 4
Pengertian Evaluasi Kesesuaian Lahan ............................................ 4
Kaidah Klasifikasi kesesuaian Lahan............................................... 5
Prosedur Evaluasi Lahan .................................................................. 6
Kelas Kesesuiaan Lahan .................................................................. 7
Struktur Klasifikasi Kesesuaian Lahan ............................................ 7
Kualitas Lahan dan Karakteristik Lahan .......................................... 11
Persyaratan Penggunaan Lahan/Tumbuh ......................................... 11
BAHAN DAN METODE PENELITIAN ........................................................... 13
Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 13
Variabel yang Diamati dalam Penelitian ................................................... 13
Bahan dan Alat Penelitian.......................................................................... 13
Metode Penelitian ...................................................................................... 14
KEADAAN UMUM WILAYAH ....................................................................... 17
Lokasi Geografis ...................................................................................... 17
Bentuk Wilayah......................................................................................... 17
Penduduk .................................................................................................. 18
Penggunaan Lahan .................................................................................... 18
Iklim .......................................................................................................... 19
Geologi dan Bahan Induk.......................................................................... 21

vii

Jenis Tanah ............................................................................................... 21
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 23
Kualitas dan Karakteristik Lahan .............................................................. 23
Kesesuaian Lahan Aktual .......................................................................... 25
Analisis Karakteristik Lahan .................................................................... 28
Kesesuaian Lahan Potensial ...................................................................... 29
Perbaikan Karakteristik/Kualitas Lahan .................................................... 30
Potensi Pengembangan ............................................................................. 34
Arahan Penggunaan Lahan ...................................................................... 36
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 37
Kesimpulan .............................................................................................. 37
Saran ......................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 38

viii

DAFTAR TABEL
teks
No

Halaman

1. Kualitas dan Karakteristik Lahan yang Digunakan Sebagai
Parameter dalam Evaluasi Lahan................................................................... 12
2. Penggunaan Lahan di Kecamatan Cipatat…………………………............... 18
3. Data Curah Hujan di Daerah Penelitian dan Sekitarnya…………...........….. 20
4. Temperatur Rata-rata, Maksimum dan Minimum Daerah Cirata................... 20
5. Suhu Udara Rata-rata Berdasarkan Rumus Braak (1928).............................. 20
6. Data Karakteristik Lahan (data fisik, kimia, dan lingkungan)
dari Setiap Satuan Kelas Lereng yang Diamati.............................................. 24
7. Hasil Penilaian Kesesuaian Lahan Aktual...................................................... 27
8. Hasil Penilaian Kesesuaian Lahan Potensial………………………............... 31

DAFTAR GAMBAR
teks
No

Halaman

1. Skema Kegiatan-Kegiatan Dalam Evaluasi Lahan......................................... 7
2. Alur Logika Kesesuaian Lahan ...................................................................... 10
3. Parit-Parit untuk Memperbaiki Drainase Tanah ............................................. 30
4. Bentuk Penanaman Countour Strip Cropping…………............……………. 33
5. Bentuk-Bentuk Teras Kredit.………………………………...............…… .. 33
6. Bentuk-Bentuk Teras Bangku…………………………………...............….. 34
7. Bentuk-Bentuk Teras Gulud…………………………………...............….… 34

DAFTAR LAMPIRAN
teks
No

Halaman

1. Uraian Satuan Kelas Lereng……………………………………….................. 40
2. Data Analisa Kimia Tanah di Daerah Penelitian.............................................. 43

ix

3. Persyaratan Penggunaan Lahan untuk Sengon
(Paraserianthes falcataria)............................................................................... 44
4. Peta Administratif Kecamatan Cipatat.............................................................. 45
5. Penggunaan Lahan Kecamatan Cipatat............................................................. 46
6. Peta Kelas Lereng Kecamatan Cipatat.............................................................. 47
7. Peta Kesesuaian Lahan Aktual.......................................................................... 48
8. Peta Kesesuaian Lahan Potensial ..................................................................... 49

x

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan kehutanan merupakan suatu keharusan bagi bangsa
Indonesia, karena dari sektor kehutanan memberikan kontribusi yang besar bagi
pembangunan nasional. Fungsi dan manfaat yang bisa diperoleh dari sumber daya
alam hutan telah menempatkan hutan dalam peranan yang cukup besar dalam
perolehan devisa negara, perluasan kesempatan kerja, kesempatan berusaha,
pemerataan pembangunan, kesejahteraan masyarakat serta kelestarian lingkungan
(Burhaman et al., 1990). Salah satunya yaitu perkembangan industri kehutanan
baik dalam skala besar maupun dalam skala industri kecil menengah.
Adanya perkembangan ini juga diiringi dengan peningkatan kebutuhan
akan pasokan kayu yang meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah
permintaan dari konsumen. Pasokan kayu yang selama ini diperoleh dari hutan
alam menjadi semakin tidak mencukupi dan membutuhkan alternatif lain untuk
pemenuhan tersebut. Salah satu alternatif pemenuhan kebutuhan akan pasokan
kayu tersebut yaitu dengan adanya hutan yang dikelola oleh masyarakat, seperti di
daerah Jawa Barat yang ketersediaan hutan alamnya sudah semakin terbatas.
Menurut Awang (2001) keberadaan hutan rakyat telah memberikan
sumbangan yang tidak sedikit. Setidaknya menurut Yuniandra (1998 dalam
Awang, 2001) sekitar 70% konsumsi kayu di Pulau Jawa dipenuhi dari hutan
rakyat. Sementara itu menurut Simon (1994 dalam Awang, 2001) disebutkan
bahwa sumbangan hutan rakyat terhadap pembangunan masyarakat antara lain
peningkatan produksi kayu dan hasil ikutan lainnya. Dari segi ekologi juga
meningkatkan proteksi permukaan tanah dari bahaya erosi, menyediakan habitat
yang baik bagi satwa, mengurangi kadar CO2 dan polutan lainnya di udara.
Pemilihan jenis tanaman untuk ditanam pada hutan rakyat sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya kesesuaian lahan, riap pertumbuhan, ketersediaan
tenaga kerja, harga jual dan kemudahan pemeliharaan. Salah satu jenis kayu yang
ditanam di hutan rakyat yaitu jenis tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria).
Kayu sengon (Paraserianthes falcataria) merupakan kayu yang bernilai
ekonomis tinggi, karena merupakan bahan yang baik untuk peti kemas, papan
dinding, perabot rumah tangga, plywood, kertas, pulp serta kerajinan tangan dan

1

memiliki riap pertumbuhan yang cukup tinggi. Namun pengembangan penanaman
Sengon dalam skala luas masih membutuhkan adanya informasi mengenai potensi
lahan, kesesuaian penggunaan lahan serta tindakan pengelolaan yang diperlukan
agar hasil serta produktifitas yang diharapkan dapat ditingkatkan.
Untuk itu diperlukan adanya evaluasi sumberdaya lahan untuk
mengetahuai kemungkinan dapat dikembangkan jenis pohon Sengon tersebut,
khususnya di Kabupaten Bandung. Pada prinsipnya evaluasi sumberdaya lahan
dilakukan dengan cara membandingkan antara persyaratan yang diperlukan untuk
suatu penggunaan lahan tertentu dengan karakterisitik sumberdaya yang ada pada
lahan tersebut.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelas kesesuaian lahan aktual
dan potesial jenis tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria) pada beberapa
Satuan Kelas Lereng di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung.

Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini berupa tabel dan peta kesesuaian lahan untuk
tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria) pada beberapa Satuan Kelas Lereng
di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung. Tabel kesesuaian lahan tersebut dapat
dijadikan pedoman untuk pengembangan dan penelitian jenis tanaman Sengon di
masa yang akan datang, khususnya pada daerah yang dijadikan sebagai daerah
penelitian.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Sengon ( Paraserianthes falcataria )
Sengon Paraserianthes falcataria (L) Nielsen.syn.Albizia falcataria (L)
Fosberg dan Albizia falcata Baclur termasuk ke dalam famili Mimosaceae (petepetean). Sengon mempunyai nama daerah bermacam-macam, antara lain Albizia,
Jeungjing (Jawa Barat). Di luar Jawa sengon dikenal dengan nama tedehu pute
(Sulawesi), di Maluku dikenal dengan nama rawe, selawoku merah, seka, sika,
sika bot, sikahm, atau tawasela. Di Irian Jaya terkenal dengan nama bae, bai,
wahagon, wai atau wiie (Martawijaya et al., 1989).
Berdasarkan habitusnya, Sengon (Paraserianthes falcataria) mempunyai
tinggi pohon sampai 40 meter dengan panjang batang bebas cabang 10-30 meter.
Diameter rata-rata batang pohon sampai 80 cm dengan kulit luar berwarna putih
atau kelabu, tidak beralur, tidak mengelupas dan tidak berbanir (Martawijaya et
al., 1989).
Kayu sengon termasuk kelas awet IV/V dengan daya tahan terhadap rayap.
Kayu kering termasuk kelas III. Selain itu, tingkat ketahanan kayu Sengon
terhadap jamur pelapuk kayu termasuk ke dalam kelas II-IV. Selanjutnya
Martawijaya et al. (1989) menyatakan bahwa kayu Sengon banyak digunakan
oleh penduduk Jawa Barat untuk bahan perumahan (papan, balok, tiang, kaso dan
sebagainya). Selain itu dapat juga dipakai untuk pembuatan peti, venir, pulp,
papan semen, wol kayu, papan serat, papan partikel, korek api (tangkai dan
kotak), kelom dan kayu bakar.
Sengon dapat tumbuh pada tanah yang tidak subur dan agak sarang, tanah
kering , becek atau agak asin. Tanaman muda tahan terhadap kekurangan zat asam
sampai 31,5 hari. Jenis ini menghendaki iklim basah sampai agak kering, pada
dataran rendah hingga ke pegunungan sampai ketinggian 1.500 m dpl
(Martawijaya et al., 1989).
Bagian terpenting yang mempunyai nilai ekonomis pada tanaman Sengon
adalah kayunya. Pada dasarnya Sengon dapat tumbuh pada sembarang tempat,
baik di tanah tegalan atau pekarangan maupun tanah-tanah hutan yang baru
dibuka bahkan di tanah tandus pun masih bisa tumbuh. Dari pengamatan di

3

lapangan, tanaman Sengon dapat tumbuh baik pada tanah Regosol, Aluvial,
Latosol. Tanah-tanah tersebut bertekstur lempung berpasir atau lempung berdebu
dan kemasaman tanah sekitar pH 6-7 (Santoso, 1993).

Evaluasi Lahan
Evaluasi lahan adalah proses dalam menduga kelas kesesuaian lahan dan
potensi lahan untuk penggunaan tertentu, baik untuk pertanian maupun non
pertanian (Djaenudin et al., 2000).

Pengertian Evaluasi Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan
untuk suatu penggunaan tertentu. Kelas kesesuaian suatu areal dapat berbeda
tergantung daripada tipe penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan.
Berbeda dengan evaluasi kesesuaian lahan, evaluasi kemampuan pada umumnya
ditujukan untuk penggunaan yang lebih luas seperti penggunaan untuk pertanian,
perkotaan, dan sebagainya. Penilaian kesesuian lahan pada dasarnya dapat berupa
pemilihan lahan yang sesuai untuk tanaman tertentu (Sitorus, 1985).
Evaluasi kesesuaian lahan mempunyai penekanan yang tajam, yaitu mencari
lokasi yang

mempunyai sifat-sifat positif dalam hubungannya dengan

keberhasilan produksi atau penggunaannya, sementara evaluasi kemampuan
sering dinyatakan dalam hubungan dengan pembatas-pembatas negatif, yang
dapat menghalangi beberapa atau sebagian penggunaan lahan yang sedang
dipertanyakan/dipertimbangkan (Sitorus, 1985).
Klasifikasi kesesuaian lahan menurut metode FAO (1976 dalam Djaenudin
et al., 2000) dapat dipakai untuk klasifikasi kesesuaian lahan kuantitatif maupun
kualitatif, tergantung dari data yang tersedia. Klasifikasi lahan kuantitatif adalah
kesesuaian lahan yang ditentukan berdasar atas penilaian karakteristik (kualitas)
lahan secara kuantitatif (dengan angka-angka) dan biasanya dilakukan juga
perhitungan-perhitungan ekonomi (biaya dan pendapatan), dengan memperhatikan
aspek pengolahan dan produktifitas lahan (Hardjowigeno, 2003).
Kesesuaian lahan kualitatif adalah kesesuaian lahan yang ditentukan
berdasar atas penilaian karakteristik (kualitas) lahan secara kualitatif (tidak

4

dengan angka-angka) dan tidak ada perhitungan-perhitungan ekonomi. Biasanya
dengan cara memadankan (membandingkan) kriteria masing-masing kelas
kesesuaian lahan dengan karakteristik (kualitas) lahan yang dimilikinya. Kelas
kesesuaian lahan ditentukan oleh faktor fisik (karakteristik/kualitas lahan) yang
merupakan faktor penghambat terberat (Hardjowigeno, 2003).

Kaidah Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Kaidah klasifikasi kesesuaian lahan adalah aturan yang harus diikuti dalam
evaluasi lahan. Aturan tersebut disusun menjadi suatu sistem dalam evaluasi
lahan. Sistem yang ditetapkan merupakan kesepakatan tentang kaidah yang akan
dipakai dalam evaluasi lahan. Kaidah-kaidah tersebut dapat dirubah, tetapi harus
didasarkan pada alasan-alasan yang tepat dan disepakati oleh para pakar evaluasi
lahan yang berasal dari beberapa disiplin ilmu seperti perencanaan pertanian, ahli
tanah, ahli agronomi, dan lain-lain (Hardjowigeno, 1994 dalam Suprihartono,
2003).
Selanjutnya

(Hardjowigeno,

1994

dalam

Suprihartono,

2003)

menyebutkan beberapa kaidah yang perlu ditetapkan dalam evaluasi lahan sebagai
berikut:
-

Jumlah kelas kesesuaian lahan

-

Pengharkatan masing-masing kelas kesesuaian lahan

-

Jumlah dan parameter yang dinilai

-

Pengharkatan terhadap parameter yang dinilai. Kisaran produksi yang
diharapkan dari masing-masing kelas kesesuaian lahan pada tingkat
pengelolaan tertentu, serta produksi optimalnya.

-

Sistem dan prosedur dalam evalusi lahan.

-

Asumsi-asumsi (data, tingkat pengelolaan, dan lain-lain)
Dalam evaluasi lahan perlu ditetapkan asumsi-asumsi yang menjelaskan

tentang ruang lingkup, kondisi dan tingkat manajemen yang akan ditetapkan serta
arah dari evaluasi ( Hardjowigeno, 1994 dalam Suprihartono, 2003).
Beberapa hal yang perlu diterapkan dalam evaluasi lahan semi detil antara
lain:
-

Prosedur evaluasi lahan: secara fisik kuantitatif atau yang lainnya

5

-

Data: merupakan data tapak, atau rata-rata dari Satuan Peta Tanah (SPT)

-

Kependudukan, sosial budaya: tidak diperhitungkan

-

Prasarana dan aksesibilitas: tidak diperhitungkan

-

Pemilikan tanah: tidak diperhitungkan

-

Tingkat pengolahan tanah: dibedakan atas rendah, sedang, dan tinggi

-

Diterangkan kriteria masing-masing tingkat dan usaha perbaikan yang
dapat dilakukan untuk mencapai kesesuaian lahan potensial

-

Aspek ekonomi: hanya dipertimbangkan secara garis besar, termasuk
dalam aspek ekonomi adalah aspek pemasaran, nilai input-output, serta
keuntungan bersih.

Kegiatan utama dalam evaluasi lahan menurut FAO (1976, dalam Djaenudin et
al., 2000) dapat dilihat pada Gambar 1.

Prosedur Evaluasi Lahan
Menurut FAO (1976, dalam Djaenudin et

al., 2000) kegiatan utama dalam

evaluasi lahan adalah sebagai berikut:
1. Konsultasi pendahuluan: meliputi pekerjaan-pekerjaan persiapan antara
lain penetapan yang jelas tujuan evaluasi, jenis data yang akan digunakan,
asumsi yang digunakan dalam evaluasi, daerah penelitian, serta intensitas
dan skala survei.
2. Penjabaran (deskripsi) dari jenis penggunaan lahan yang sedang
dipertimbangkan dan persyaratan- persyaratan yang diperlukan.
3. Deskripsi satuan peta lahan (land mapping units) dan kemudian kualitas
lahan (land qualities) berdasarkan pengetahuan tentang persyaratan yang
diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dan pembataspembatasnya.
4. Membandingkan jenis penggunaan lahan dengan tipe-tipe lahan sekarang.
Ini merupakan proses penting dalam evaluasi lahan, dimana data lahan,
penggunaan

lahan

dan

informasi-informasi

ekonomi

digabungkan dan dianalisa secara bersama- sama.
5. Hasil dari butir ke 4 adalah klasifikasi kesesuaian lahan.
6. Penyajian dari hasil-hasil evaluasi.

6

dan

sosial

Konsultasi Pendahuluan
- Tujuan
- Data dan Asumsi
- Rencana Kerja
Jenis Penggunaan Lahan
- Jenis Umum
- Secara Terperinci

Satuan Peta Tanah
( SPT )

Persyaratan tumbuh
Masing-masing Penggunaan Lahan

Kualitas Lahan

Perbandingan syarat-syarat
penggunaan Lahan dengan
kualitas Lahan
- Perbandingan
- Analisis Sosial Ekonomi
- Analisis Dampak

Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Penyajian Hasil
- Peta
- Laporan

Gambar 1. Skema Kegiatan-kegiatan dalam Evaluasi Lahan ( FAO, 1976 dalam
Djaenudin et al., 2000)

7

Kelas Kesesuaian Lahan
Kelas kesesuaian lahan dapat dibedakan menjadi dua, sesuai waktu dan
penggunaannya, yaitu kesesuaian lahan aktual dan kesesuaian lahan potensial.
Kelas kesesuaian lahan aktual (saat sekarang), menunjukan kesesuaian lahan
terhadap penggunaan lahan yang ditentukan dalam keadaan sekarang, tanpa ada
perbaikan yang berarti. Sedangkan kesesuaian lahan potensial menunjukkan
kesesuaian terhadap penggunaan lahan yang ditentukan dari satuan lahan dalam
keadaan yang akan datang setelah diadakan perbaikan utama tertentu yang
diperlukan. Dalam hal ini perlu dirinci faktor-faktor ekonomis yang disertakan
dalam menduga biaya yang diperlukan untuk perbaikan-perbaikan tersebut. Alur
logika penilaian kesesuaian lahan (FAO, 1976 dalam Djaenudin et al., 2000)
dapat dilihat pada Gambar 2.

Struktur Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Kerangka evaluasi lahan menurut FAO ini dapat dipakai untuk klasifikasi
kuantitatif maupun kualitatif tergantung dari data yang tersedia. Struktur dari
sistem klasifikasi kesesuaian lahan ini terdiri atas kategori-kategori yang
merupakan tingkat generalisasi yang bersifat menurun yaitu:
Kesesuaian lahan pada tingkat ordo menunjukkan apakah lahan sesuai atau
tidak untuk penggunaan tertentu. Oleh karena itu ordo kesesuaian lahan dibagi
dua, yaitu:
a) Ordo S : Sesuai (Suitable)
Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang dapat
digunakan untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari,
tanpa atau dengan sedikit resiko kerusakan terhadap
sumberdaya lahannya. Keuntungan yang diharapkan dari
hasil pemanfaatan lahan ini akan melebihi masukan yang
diberikan.
b) Ordo N: Tidak sesuai (Not Suitable)
Lahan yang termasuk ordo ini mempunyai pembatas
sedemikian rupa sehingga mencegah suatu penggunaan
secara lestari.

8

Kesesuaian lahan pada tingkat kelas
a) Lahan yang tergolong Sesuai (S) dibedakan antara lahan yang Sangat
Sesuai (S1), Cukup Sesuai (S2), dan Sesuai Marjinal (S3).


Kelas S1, Sangat Sesuai: lahan tidak mempunyai faktor
pembatas

yang

nyata

terhadap

penggunaan

secara

berkelanjutan, atau faktor pembatas yang bersifat minor dan
tidak akan mereduksi produktifitas lahan secara nyata.


Kelas S2, Cukup Sesuai: lahan mempunyai faktor pembatas,
dan faktor pembatas ini berpengaruh terhadap produktifitasnya,
memerlukan tambahan (input) masukan. Pembatas tersebut
biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri.



Kelas S3, Sesuai Marginal: lahan mempunyai faktor pembatas
yang berat, dan faktor pembatas ini berpengaruh terhadap
produktifitasnya, memerlukan tambahan input yang lebih besar
dari pada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor
pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu
adanya bantuan atau campur tangan pemerintah atau pihak
swasta.

Tanpa

bantuan

tersebut

pertani

tidak

mampu

mengatasinya.
b) Lahan yang tergolong Tidak Sesuai (N)


Kelas N, Tidak Sesuai: lahan yang tidak sesuai (N) karena
mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan/atau sulit
diatasi.

Kesesuaian Lahan pada tingkat sub kelas: kelas kesesuaian lahan
dibedakan menjadi sub kelas berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan yang
merupakan faktor pembatas terberat bergantung peranan faktor pembatas pada
masing-masing sub kelas. Kemungkinan kelas kesesuaian lahan yang
dihasilkan ini bisa diperbaiki dan ditingkatkan kelasnya sesuai dengan input
atau masukan yang diperlukan. Contoh S3oa yaitu termasuk kelas sesuai
marginal dengan sub kelasnya oa atau ketersediaan oksigen tidak memadai.
Dengan perbaikan drainase yang sesuai akan menaikkan kelasnya sampai
kelas terbaik.

9

BMG/GIS

Survei Tanah

Data iklim

Kualitas Lahan

Penelitian Dasar

Data Persyaratan Agroekologi Tanaman

Matching

Kesesuaian Lahan
Aktual/fisik
Manajemen Produksi

Kendala Agro-ekologi

Kesesuaian Lahan Potensial
Pada Tingkat Manajemen
Produksi tertentu

Gambar 2. Alur Logika Kesesuaian Lahan (FAO, 1976 dalam Djaenudin et al.,
2000)

10

Kualitas Lahan dan Karakteristik Lahan
Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup
pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi dan
keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan
berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976 dalam Djaenudin et al.,
2000).
Kualitas lahan adalah sifat-sifat atau attribute yang bersifat kompleks dari
sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan (performance) yang
berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu. Kualitas lahan ada
yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada
umumnya ditetapkan dari pengertian karakteristik lahan (FAO, 1976 dalam
Djaenudin et al., 2000).
Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi.
Contohnya lereng, curah hujan, tekstur tanah, kapasitas air tersedia, kedalaman
efektif dan sebagainya. Setiap satuan peta lahan yang dihasilkan dari kegiatan
survei dan/atau pemetaan sumberdaya lahan, karakteristik lahan dirinci dan
diuraikan yang mencakup keadaan fisik lingkungan dan tanah. Data tersebut
digunakan untuk keperluan interpretasi dan evaluasi lahan bagi komoditas tertentu
(Djaenudin et al., 2000).

Persyaratan Penggunaan Lahan/Tumbuh Tanaman
Semua jenis komoditas tanaman yang berbasis lahan untuk dapat tumbuh
atau hidup dan berproduksi memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu, yang
kemudian antara satu dengan yang lainnya berbeda. Persyaratan tersebut terutama
yang terdiri atas energi radiasi, temperatur/suhu, kelembaban, oksigen, dan hara.
Persyaratan temperatur dan kelembaban umumnya digabungkan, dan selanjutnya
disebut sebagai periode pertumbuhan (FAO, 1983 dalam Djaenudin et al., 2000).
Persyaratan tumbuh tanaman lainnya yang tergolong sebagai kualitas lahan adalah
media perakaran. Media perakaran ditentukan oleh drainase, tekstur, struktur dan
konsistensi tanah serta kedalaman efektif.
Persyaratan tumbuh atau persyaratan penggunaan lahan yang diperlukan
oleh masing-masing komoditas (pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan)

11

mempunyai batasan kisaran minimum, optimum, dan maksimum. Untuk
menentukan kelas kesesuaian lahan, maka persyaratan tersebut dijadikan dasar
dalam menyusun kriteria kelas kesesuaian lahan, yang dikaitkan dengan kualitas
dan karakteristik lahan (Djaenudin et al., 2000).
Tabel 1. Kualitas dan Karakteristik Lahan yang Digunakan Sebagai Parameter
dalam Evaluasi Lahan
Simbol
Kualitas Lahan
Karakteristik Lahan
tc

Temperatur

1. Temperatur rerata (o C ) atau elevasi (m)

wa

Ketersediaan air

1. Curah Hujan (mm)
2. Lamanya masa kering (bulan)
3. Kelembaban udara

oa

Ketersediaan oksigen

1. Drainase

rc

Media Perakaran

1. Tekstur
2. Bahan kasar (%)
3. Kedalaman tanah
4 Ketebalan gambut
5. Kematangan gambut

nr

Retensi Hara

1. KTK Liat (cmol(+)/kg)
2. Kejenuhan Basa (%)
3. pH H2O
4. C-Organik

xc

Toksisitas

1. Aluminium
2. Salinitas/DHL (ds/m)

xn

Sodisitas

1. Alkalinitas (%)

xs

Bahaya sulfidik

1. Pyrit (Bahan Sulfidik)

eh

Bahaya erosi

1. Lereng (%)
2. Bahaya erosi

fh

Bahaya Banjir

1. Genangan

lp

Penyiapan Lahan

1. Batuan di permukaan (%)
2. Singkapan batuan (%)

Sumber : Djaenudin et al. (2000).

12

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada beberapa tempat yang berada di
Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung.
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari 2006 sampai dengan April
2006.
Variabel yang Diamati dalam Penelitian
Variabel yang diamati dalam penelitian penyusunan kelas kesesuaian
lahan untuk tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria) ini adalah sifat kimia
dan fisik tanah daerah penelitian serta faktor lingkungan, yaitu pH tanah,
kandungan C-Organik tanah, kandungan P2O5 tersedia, Ca, Mg, K, Na tukar,
Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah, Kejenuhan Basa (KB), tekstur tanah, data
curah hujan dan temperatur udara daerah penelitian serta kelas kelerengan.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Peta topografi Kabupaten Bandung skala 1 : 25.000.
2. Peta penggunaan lahan (land use) skala 1 : 50.000.
3. Data iklim selama 10 tahun (Data Curah Hujan dan Suhu Udara).
4. Tabel kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman Sengon (Paraserianthes
falcataria).
7. Data kondisi fisik lingkungan.
8. Literatur-literatur pendukung.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1.

Komputer untuk membantu penyusunan tabel Kelas Kesesuaian Lahan yang
dihasilkan dari hasil penelitian.

2.

Blanko isian untuk mencatat hasil pengamatan data primer.

3.

Spidol, alat tulis serta karton untuk membuat labeling.

4.

Bor tanah (auger/core) tipe belgi untuk mengebor tanah dan mengambil
sample tanah.

13

5.

Pisau belati untuk membantu dalam pengambilan contoh.

6.

Kamera dan video untuk dokumentasi.

Metode Penelitian
Penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu:
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan meliputi pengumpulan data yang berkaitan dengan
penelitian, seperti penelaahan peta topografi, peta penggunaan lahan, data
sekunder seperti data iklim, suhu udara dan hasil survei. Hasil penelaahan ini
digunakan sebagai referensi dalam penentuan lokasi yang dijadikan areal
pengamatan penelitian. Observasi lapangan secara langsung dilakukan untuk
verifikasi lapangan.
2. Tahap Penentuan Areal Pengamatan Penelitian
Penentuan lokasi pengamatan dilakukan atas dasar bentuk wilayah/kelas
kelerengannya. Tahapan yang dilakukan dalam penentuan titik pengamatan
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Menentukan lokasi yang dijadikan sebagai daerah penelitian. Daerah yang
dideliniasi merupakan areal yang ditanami dengan jenis tanaman Sengon
(Paraserianthes falcataria), informasi ini diambil dari peta penggunaan
lahan Kabupaten Bandung.
b. Hasil dari deliniasi tersebut kemudian dioverlaykan dengan peta topografi
untuk mengetahui kelas-kelas lerengnya.
c. Kelas lereng ditentukan dari garis kontur pada peta topografi dan
pengukuran di lapangan menggunakan ”Abney level”
d. Dari hasil overlay tersebut dapat diketahui jumlah kelompok kelas-lereng
yang ada, dimana titik pengamatan pada peta penggunaan lahan tersebut
ditentukan.
3. Tahap Pengambilan Contoh Tanah
Tahapan pemilihan lokasi pengambilan contoh tanah dilakukan mengacu
pada Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian
Tanah (2004).

14

Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara:
a. Memperhatikan wilayah sekitar untuk mengenal keadaan wilayah sambil
melakukan pemboran untuk mengetahui penyebaran dan homogenitas
sifat-sifat tanah dari lokasi tersebut.
b. Menetapkan lokasi yang representatif dengan cara melakukan pemboran
sedalam 1 m di 2-3 tempat berjarak 1 m di sekitar lokasi/site yang akan
diambil contohnya untuk mengetahui kehomogenan tanah. Jika pada 2-3
pengeboran tersebut menunjukkan keadaan yang sama, maka tempat
pengambilan contoh tanah sudah dianggap cukup representatif.
c. Contoh tanah diambil dari kedalaman 0-25 cm dan 25-50 cm, masingmasing sekitar 1 kg.
4. Tahap Analisis Tanah
Analisis tanah dilakukan di laboratorium kimia Balai Penelitian Tanah dan
mengacu pada Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk
yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah,(2005). Parameter-parameter yang
dianalisis disesuaikan dengan tujuan penelitian, yaitu parameter-parameter yang
berkaitan dengan kesesuaian lahan.
Parameter-parameter tanah yang diamati adalah :
a. Tekstur tanah (metode pipet).
b. Kemasaman Tanah (pH) terdiri dari pH-H2O dan pH-KCl dengan rasio
(1:5) yang diukur dengan pH meter elektrode.
c. Carbon organik (C-organik) menggunakan Spektrofotometer.
d. Kandungan P2O5 tersedia menggunakan metode Olsen (Fosfat dalam
suasana netral/alkali) dan metode Bray-1 (Fosfat dalam suasana asam).
e. Penetapan susunan kation, Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan Kejenuhan
Basa (KB) ditetapkan dengan pengekstrak NH4OAc pH-7.
5. Tahap Pengolahan Data
Tahapan pengolahan data yang dilakukan yaitu:
a. Penilaian kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Sengon (Paraserianthes
falcataria) dilakukan dengan sistem matching antara persyaratan
penggunaan lahan atau persyaratan tumbuh tanaman dengan data
kualitas/karakteristik lahan dari suatu wilayah. Kelas kesesuaian lahan

15

ditentukan oleh faktor fisik (karakteristik/kualitas lahan) pembatas terberat
dalam menilai kelas kesesuaian lahan.
b. Penentuan kelas kesesuaian lahan aktual dilakukan dengan cara:
1. Data karakteristik/kualitas lahan pada masing-masing Satuan Kelas
Lereng dihubungkan (matching) dengan data persyaratan tumbuh
tanaman yang mengacu pada buku Kriteria Kesesuiaan Lahan
Djaenudin et al. (2000). Kemudian masing-masing Satuan Kelas
Lereng digolongkan apakah termasuk Ordo Sesuai (S) atau Tidak
sesuai (N).
2. Pada masing masing Ordo yang tergolong ke dalam Ordo Sesuai,
kemudian ditentukan apakah tergolong ke dalam kelas Sangat
Sesuai (S1), Cukup Sesuai (S2) atau Sesuai Marjinal (S3).
3. Masing-masing kelas ditentukan sub kelasnya berdasarkan
karakteristik lahan yang merupakan faktor pembatas terberatnya
secara berurutan berdasarkan urutan karakteristik lahan pada tiaptiap kualitas lahan.
4. Hasil yang didapatkan dari evalusi kesesuaian tersebut di atas
berupa tabel data dan peta kesesuaian lahan aktual yang
menunjukan Ordo, Kelas dan Sub kelasnya.
c. Untuk mendapatkan data kesesuaian lahan potensial didapatkan dengan
cara menentukan upaya-upaya perbaikan karakteristik/kualitas lahan yang
diperlukan untuk menaikkan kelas kesesuaian lahannya berdasarkan
input/masukan yang diperlukan. Sehingga kelas kesesuaian lahan
potensialnya akan meningkat pada kelas yang terbaik, faktor pembatasnya
hanya dibatasi oleh faktor permanen yang tidak dapat dilakukan usahausaha perbaikan.
6. Tahap Penyajian Hasil
Tahap penyajian hasil berupa tabel data dan peta hasil kelas kesesuaian
lahan untuk tanaman Sengon hasil dari sistem matching antara persyaratan
penggunaan

lahan

atau

persyaratan

tumbuh

kualitas/karakteristik lahan dari suatu wilayah.

16

tanaman,

dengan

data

KEADAAN UMUM WILAYAH

Lokasi Geografis
Daerah Penelitian terletak di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung,
Propinsi Jawa Barat. Kecamatan Cipatat terbagi menjadi 12 Desa yaitu Desa
Ciptaharja, Cipatat, Rajamandala Kulon, Nyalindung, Kertamukti, Mandalawangi,
Gunungmasigit,

Citatah,

Cirawamekar,

Mandalasari,

Sumurbandung

dan

Sarimukti.
Secara geografis daerah penelitian terletak antara 06o46’25” – 06o53’28”
Lintang Selatan dan 107o19’00” – 107o27’15” Bujur Timur. Sedangkan secara
administratif termasuk wilayah Kabupaten Bandung. Luas daerah penelitian
125,4966 km2 (BPS Kabupaten Bandung, 2001). Batas-batas administratifnya
adalah di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Cipeundeuy dan Cikalong
Wetan, di sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Padalarang, di sebelah
selatan berbatasan dengan Kecamatam Batujajar, dan di sebelah barat berbatasan
dengan Kabupaten Cianjur.
Kecamatan Cipatat terletak pada wilayah lereng-lereng pegunungan yang
membujur dari timur ke barat yaitu Gunung Ketu (561 meter), Gunung Masigit
(754 meter), Gunung Halimun (972 meter) serta Gunung Sanghiangtikoro (397
meter).

Bentuk Wilayah
Daerah penelitian mempunyai bentuk wilayah datar sampai bergelombang.
Ketinggian tempat bervariasi mulai dari ketinggian ± 250 m dpl sampai ketinggian
± 1000 m dpl. Memiliki kelerengan yang bervariasi mulai dari 0-8%, 8-15%, 1525% dan yang memiliki kelerengan curam yaitu lebih dari 45% (Fakultas
Pertanian Universitas Padjajaran, 2004).
Wilayah-wilayah yang merupakan daerah perbukitan terdapat di Kecamatan
Cipatat sebelah selatan yaitu pada wilayah desa Ciptaharja, Citatah, serta Gunung
Masigit. Sedangkan pada wilayah Kecamatan Cipatat di sebelah utara pada
umumnya mempunyai bentuk wilayah datar, bergelombang, berombak dan

17

berbukit, yaitu pada wilayah desa Sumur Bandung, Nyalindung, Cirawamekar
serta sebagian Desa Kertamukti.

Penduduk
Jumlah penduduk di Kecamatan Cipatat yaitu 99.838 jiwa dan kepadatan
penduduk 796 jiwa/km2 (BPS Kabupaten Bandung, 2001). Berdasarkan
Monografi Kecamatan Cipatat, (2004) rasio antara jumlah laki-laki dan
perempuan wilayah kecamatan Cipatat yaitu, laki laki 48.508 jiwa sedangkan
perempuan 51.339 jiwa.

Penggunaan Lahan
Tabel 2. Penggunaan Lahan di Kecamatan Cipatat
Penggunaan lahan
Luas (Ha)

%

Sawah irigasi semi teknis

1

0,012

Sawah irigasi sederhana

217

2,71

Tegalan (palawija)

329

4,11

Kebun campuran (tegalan, pekarangan)

1143

14,28

Kebun campuran (Sengon, bambu, belukar)

2342

29,26

Perkebunan karet

543

6,78

Perkebunan kakao

555

6,93

Perkebunan teh

21

0,26

Kebun campuran dan jati

104

1,29

Jati

130

1,62

Jati dan pisang

403

5,03

Kebun pisang

591

7,38

Semak belukar dan singkapan batuan

176

2,19

Hutan sekunder

150

1,87

Kota, pemukiman pekarangan dan lain-lain

1298

16,21

Jumlah

8003

100

Sumber: Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran (2004)
Berdasarkan literatur (Tabel 2) serta hasil verifikasi di lapangan,
penggunaan lahan di daerah penelitian didominasi oleh kebun campuran. Kebun

18

campuran (Sengon, Bambu, belukar) meliputi 29,26% luas wilayah Kecamatan
Cipatat yang tersebar di wilayah sebelah utara, selatan serta timur Kecamatan
Cipatat. Kebun campuran (tegalan, pekarangan) meliputi 14,28% luas wilayah.
Sedangkan sisanya berupa kota, pemukiman pekarangan, dan lain-lain 16,21%,
kebun pisang 7,38%, perkebunan kakao 6,93%, perkebunan karet 6,78%, jati dan
pisang 5,03%, tegalan (palawija) 4,11%, sawah irigasi sederhana 2,71%, semak
belukar dan singkapan batuan 2,19%, hutan sekunder 1,87%, jati 1,62%, kebun
campuran dan jati 1,29%, perkebunan teh 0,26% serta sawah irigasi semi teknis
0,012%.

Iklim
Data iklim yang digunakan menggunakan data yang dikumpulkan oleh PT.
Pembangkit Tenaga Listrik Jawa Bali Unit Pembangkit Saguling dan Cirata.
Untuk wilayah Cirata lama pengamatan selama 11 tahun pengamatan (tahun 1993
– 2003) dan untuk wilayah Saguling selama 5 tahun pengamatan (tahun 1999 –
2003) .
Curah hujan
Berdasarkan data curah hujan di daerah penelitian, rata-rata curah hujan
tahunan bervariasi antara 1.747 sampai 2.954 mm/tahun (Tabel 3). Dimana curah
hujan

tertinggi tercatat pada stasiun Cipeundeuy dan terendah pada stasiun

Bandung. Secara keseluruhan curah hujan tahunan pada daerah penelitian
memiliki curah hujan yang tinggi (lebih dari 2000 mm/tahun).
Temperatur udara
Data temperatur udara diperoleh dari stasiun pengamatan Cirata yang
tercatat selama periode 1993- 2003 (Tabel 4). Temperatur udara rata-rata tahunan
di daerah penelitian ±26oC. Nilai rata-rata temperatur udara tertinggi tahunan
tercatat pada bulan September yaitu sebesar 27,2 oC dan terendah pada bulan
Januari sebesar 25 oC. Fluktuasi antara rata-rata bulan terpanas dan terdingin
sebesar 2 oC.
Dalam pendugaan suhu udara pada masing-masing Satuan Kelas Lereng
digunakan rumus Braak (1928) dalam Djaenudin et al.(2000) yaitu 26,3oC- (0,01
x elevasi dalam meter x 0,6oC) (Tabel 5). Dimana suhu udara pada ketinggian

19

± 400 m dpl sebesar 23,60C, pada ketinggian ±700 m dpl sebesar 21,80C dan suhu
udara pada ketinggian ± 1000 m dpl sebesar 200C.
Tabel 3. Data Curah Hujan di Daerah Penelitian dan Sekitarnya.
Bulan
Cilakong wetan Cipeundeuy
Januari
314
315
Februari
290
356
Maret
296
297
April
246
204
Mei
264
205
Juni
157
231
Juli
100
51
Agustus
175
155
September
185
188
Oktober
246
300
November
284
223
Desember
202
229
Jumlah
2.758
2.954
Ketinggian tempat (m dpl)
650
300
Sumber: Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran (2004)

Cirata
259
208
275
233
170
101
69
66
88
177
164
210
2.120
250

Bandung
214
143
277
211
154
62
58
56
48
95
249
181
1.747
700

Tabel 4. Temperatur Rata-rata, Maksimum dan Minimum Daerah Cirata
(1000 m dpl).
Temperatur (oC)
Bulan
Rata-rata
Maksimum
Minimun
Januari
25,0
28,5
21,6
Februari
25,1
29,1
21,0
Maret
26,5
30,9
22,0
April
25,5
29,7
22,1
Mei
26,0
30,6
21,8
Juni
25,4
29,9
20,9
Juli
26,1
30,6
21,6
Agustus
26,9
31,9
21,8
September
27,2
32,7
21,9
Oktober
26,3
31,1
21,6
November
26,1
30,5
21,8
Desember
25,7
29,6
21,8
Rata-rata
26,0
30,4
21,7
Sumber: Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran (2004)
Tabel 5. Suhu Udara Rata-rata Berdasarkan Rumus Braak (1928 dalam
Djaenudin et al. 2000).
Suhu Udara rata-rata pada ketinggian (oC)
400 mdpl
700 mdpl
1000 mdpl
23,6
21,8
20

20

Geologi dan Bahan Induk
Daerah penelitian diliputi oleh dua lembar Peta Geologi Bersistem
Indonesia skala 1 : 100.000, yaitu : (1) Peta Geologi Lembar Bandung
(Silitonga,1973, dalam Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran, 2004).
Menurut Silitonga (1973, dalam Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran,
2004) secara geologis daerah penelitian disusun oleh lima belas batuan utama, dan
dapat dipisahkan menjadi 4 berdasarkan umur pembentukannya.
(1). Batuan berumur Holosen (Kuarter)
(2). Batuan berumur Pliosen (Tertier akhir)
(3). Batuan berumur Miosen (Tertier tengah)
(4). Batuan berumur Oligosen (Tertier awal)
Bahan induk merupakan bahan anorganik atau organik yang nenurunkan
komponen-komponen tanah baik berupa bahan mineral maupun organik.
Sebagian besar bahan induk yang menyusun tanah-tanah di daerah penelitian
berupa bahan anorganik, berasal dari lapukan batuan induk. Penetapan bahan
induk yang menyusun tanah di daerah penelitian didasarkan kepada pola keadaan
formasi geologi serta hasil pengamatan di lapangan. Menurut Fakutas Pertanian
Universitas Padjajaran (2004) bahan induk di daerah penlitain terdiri dari: (1)
Aluvium, (2) Koluvium, (3) Batuan andesit, (4) Breksi, (5) Batuliat, (6)
Batugamping/marmer. Keenam jenis bahan induk tersebut dapat hanya terdiri satu
macam jenis bahan induk atau berupa gabungan atau kompleks.

Jenis Tanah
Menurut Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran (2004) tanah-tanah
didaerah penelitian sebagian besar didominasi oleh jenis-jenis tanah Ultisols,
Mollisols, Alfisols dan Inceptisols.

Tanah-tanah yang berkembang dari batuan andesit cukup luas di daerah
penelitian, penyebarannya dijumpai pada relief berombak, bergelombang sampai
berbukit yang hampir mendominasi daerah penelitian. Tanah bervariasi dari agak
dalam sampai sangat dalam, berdrainase baik, dan reaksi tanah masam sampai
agak masam. Diklasifikasikan sebagai tanah Ultisols dan Inceptisols.

21

Tanah-tanah

yang

berkembang

dari

batu

gamping

dan

kapur

penyebarannya di sekitar Cipatat dan Gunung Masigit, pada relief bergelombang
sampai berbukit. Tanah bervariasi dari dangkal sampai sangat dalam, berdrainase
baik, reaksi tanah umumnya netral sampai basa. Diklasifikasikan sebagai tanah
Inceptisols, Alfisols dan Mollisols.

22

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas dan Karakteristik Lahan
Temperatur, Ketersediaan Air serta Oksigen
Pada Tabel 6 memperlihatkan karateristik lahan di daerah penelitian
bervariasi berdasarkan lokasi serta ketinggian tempat. Suhu udara di daerah
penelitian berkisar antara 200C - 23,60C, semakin tinggi ketinggian tempat maka
suhu udara menunjukan penurunan. Curah hujan pada daerah penelitian
menunjukan variasi yang berbeda-beda yaitu antara 1.747 hingga 2.758
mm/tahun. Drainase tanah pada daerah penelitian sebagian besar memiliki
drainase yang baik. Hanya dua Satuan Kelas Lereng yang memiliki drainase
terhambat.
Media Perakaran
Media perakaran pada beberapa Satuan Kelas Lereng banyak dibatasi oleh
karakteristik kedalaman tanah (Tabel 6). Kedalaman tanah bervariasi dari tanah
dengan kedalaman yang dalam hingga tanah yang dangkal. Sedangkan tekstur
tanah pada daerah penelitian secara keseluruhan relatif sama yaitu bertekstur
halus.
Retensi Hara
Retensi hara pada beberapa Satuan Kelas Lereng juga dibatasi oleh pH
tanah yang rendah (Tabel 6). pH tanah berkisar antara 4,5 hingga 7,63. pH tanah
yang rendah ini terdapat pada delapan Satuan Kelas Lereng. Pada daerah
penelitian, KTK tanah dan Kejenuhan Basa memiliki nilai yang sedang hingga
sangat tinggi, sedangkan C-Organik memiliki nilai sangat rendah sampai sedang.
Bahaya Erosi
Kelerengan lahan pada daerah penelitian bervariasi mulai dari kemiringan
yang agak landai (0-8%) hingga kemiringan yang sangat curam (>45%) (Tabel 6).
Kemiringan lahan ini sangat mempengaruhi adanya bahaya erosi pada daerah
penelitian. Daerah-daerah yang memiliki kemiringan lahan yang curam, pada
umumnya memiliki bahaya erosi yang cukup be