Kajian Pengelolaan Hutan Rakyat Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen): Kasus Desa Kesenet, Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara

(1)

KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT

JENIS SENGON (

Paraserianthes falcataraia

) (L) Nielsen):

KASUS DESA KESENET BANJARMANGU

KABUPATEN BANJARNEGARA

ABDUL ARIS

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kajian Pengelolaan Hutan Rakyat Jenis Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen): Kasus Desa Kesenet Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Abdul Aris

NRP E14062652

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait.


(3)

RINGKASAN

ABDUL ARIS. Kajian Pengelolaan Hutan Rakyat Jenis Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen): Kasus Desa Kesenet Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara. Dibimbing oleh EMI KARMINARSIH

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sistem pengelolaan dan pengembangan hutan rakyat jenis sengon, menduga potensinya serta menghitung kontribusi tanaman kayu sengon dan tanaman pertanian atau perkebunan terhadap total pendapatan masyarakat tani hutan rakyat sengon di Desa Kesenet Kecamatan Banjarmagu Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan untuk mengukur dimensi tegakan sengon dan tanaman pertanian atau perkebunan pada 60 plot contoh berupa lingkaran (0,1 ha) yang ditentukan secara purposive sampling

dengan intensitas sampling 3,10%. Metode kualitatif dilakukan untuk menganalisis sistem pengelolaan hutan rakyat melalui wawancara dengan bantuan kuesioner pada 60 petani hutan rakyat pemilik sample plot terpilih serta studi literatur.

Secara umum pengelolaan hutan rakyat di Desa Kesenet menerapkan kegiatan penyediaan lahan dan pengelolaan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran. Tahapan kegiatan tersebut masih belum sepenuhnya dapat dicapai pada kegiatan pengelolaannya karena sistem yang ada masih bersifat tradisional secara turun temurun.

Potensi sengon per hektar di desa Kesenet diduga rata-rata 79,27 m3/ha atau berkisar antara 50,99 m3/ha - 107,55 m3/ha, dengan luas total hutan rakyat desa Kesenet 193,86 ha, maka total potensi sengon desa Kesenet mencapai 15.368,24 m3 atau berkisar antara 9.863,66 m3 - 20.872,83 m3.

Kontribusi pendapatan petani dari kegiatan usaha kayu sengon terhadap pendapatan total petani sebesar 4,37%, sedangkan besarnya pendapatan sebagai komoditi utama pertanian seperti salak pondoh sebanyak 84,68%. Hal ini menggambarkan bahwa usaha hutan rakyat sengon masih merupakan usaha sampingan bagi masyarakat desa Kesenet.

Usaha-usaha yang sebaiknya dilakukan untuk meningkatkan pengelolaan usaha hutan rakyat sengon adalah intensifikasi penyuluhan dan pelatihan mengenai teknik pengelolaan sengon. Selain itu juga informasi pasar dalam menjamin keseimbangan harga pasar yang pasti sehingga masyarakat tani hutan rakyat memiliki posisi tawar yang lebih baik serta penanggulangan serangga, hama dan penyakit karat puru yang sampai saat penelitian telah menyerang sekitar 80% tanaman sengon di kabupaten Banjarnegara perlu mendapat perhatian dan penanganan yang serius, khususnya untuk menjamin kelanjutan pengembangan usaha masyarakat di bidang hutan rakyat sengon.

Kata-kata kunci: hutan rakyat, pengelolaan hutan, agroforestri, sengon,


(4)

ABSTRACT

ABDUL ARIS. The Study of Community Forest Management of Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen): in Kesenet Village, Banjarmangu District, Banjarnegara Residence. Supervised by EMI KARMINARSIH.

This research aims to study the management and cultivation of sengon community forest, to presume its potential, and also to calculate the contribution of sengon and other agroforestry plants toward the farmer’s total income in Kesenet Village, Banjarmagu District, Banjarnegara Residence of Central Java. The methods of the data collection used were quantitative and qualitative method. The quantitative method was used to measure the dimension of sengon and other agroforestry plants with sixty sampling plots in 0,1 hectare of circle shape which were determined by using purposive sampling with 3,10% sampling intensity. The qualitative method was used to analyze the forest management by interviewing through questionnaires to the sixty chosen farmers who own sampling plots and by studying literature. In general, the forest management in Kesenet Village applied the land preparation and management, seeding, planting, cultivation, harvesting and marketing. The stages of the management activities have not been completely achieved because of the traditional hereditary system which was still used. The potency of sengon per hectare in Kesenet Village was estimated on the average of 79,27 m3/ha or between 50,99 m3/ha to 107,55 m3/ha. The total area of sengon in Kesenet village was 193,86 ha and then the total wood of sengon was achieved 15.368,24 m3 or between 9.863,66 m3 to 20.872,83 m3. The income contribution of sengon 4,37% and 84,68 % of salak pondoh of total income forest farmer was illustrated that the sengon cultivation still becomes a secondary business for Kesenet villagers. The efforts that should be done to develop the management of sengon community forest are both by intensifying counseling and training the sengon management technique gradually. Besides that, the market information in warranting the stability of a certain cost can make the farmers easier in bargaining position. The countermeasure of the insects, pests, and karat puru disease which have been attacking 80% sengon plants up until now needs to get a serious attention, especially to warrant the developmental continuation of society business in community forest of sengon.


(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(6)

(7)

KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT

JENIS SENGON (

Paraserianthes falcataraia

) (L) Nielsen):

KASUS DESA KESENET KECAMATAN BANJARMANGU

KABUPATEN BANJARNEGARA

ABDUL ARIS

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(8)

Judul Skripsi: Kajian Pengelo]aan Hutan Rakyat Sengon (Paraserianthes ta/ca/aria (L) Nielsen): Kasus Desa Kesenet, Kecamatan

Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara

Nama : Abdul Aris

NIM : E14062652

Disetujui oleh

, /

Dr. Jr. Emi Karminarsih. MS

Pembimbing


(9)

Judul Skripsi : Kajian Pengelolaan Hutan Rakyat Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen): Kasus Desa Kesenet, Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara

Nama : Abdul Aris NIM : E14062652

Disetujui oleh

Pembimbing

Dr. Ir. Emi Karminarsih, MS

Diketahui oleh

Ketua Departemen Manajemen Hutan Dr. Ir. Didik Suharjito, MS


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2010 ini berjudul Kajian Pengelolaan Hutan Rakyat Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen): Kasus Desa Kesenet, Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Emi Karminarsih, MS selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Bapak Turah sebagai Kepala Desa Kesenet serta Bapak Samzani, Arif Sujarno, Napung Sadewo, Yanto Sutomo dan Samingan sebagai perangkat Desa Kesenet yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman asrama Sylvalestari, asrama Sylvapinus dan teman-teman kostan Semeru yang telah memberikan semangat, motivasi dan saran kepada penulis

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013


(11)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iii

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan ... 3

2.2 Hutan Rakyat ... 3

2.3 Industri Kayu ... 6

2.4 Sengon ... 7

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 13

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 13

3.3 Sumber dan Jenis Data ... 13

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 14

3.5 Analisis Data ... 14

4 KONDISI UMUM PENELITIAN 4.1 Letak dan Iklim ... 17

4.2 Luas Wilayah Menurut Penggunaan ... 17

4.3 Potensi Sumber Daya Manusia ... 18

4.4 Sarana dan Prasarana Desa ... 18

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sejarah Perkembangan Hutan Rakyat di Desa Kesenet ... 19

5.2 Sosial Ekonomi Petani Hutan Rakyat ... 19

5.2.1 Sebaran Umur Petani Hutan Rakyat ... 19

5.2.2 Pendidikan ... 20

5.2.3 Mata Pencaharian ... 20

5.3 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Desa Kesenet ... 21

5.3.1 Pengadaan Bibit ... 21

5.3.2 Penanaman ... 22

5.3.3 Pemeliharaan ... 22

5.3.4 Pemanenan ... 23

5.3.5 Pemasaran ... 23

5.3.6 Penyuluhan ... 24

5.3.7 Harapan Petani Hutan Rakyat ... 25

5.4 Potensi Hutan Rakyat Desa Kesenet ... 25


(12)

ii

DAFTAR ISI (lanjutan)

5.4.2 Potensi Non Kayu Hutan Rakyat Sengon ... 26

5.5 Ratio Potensi Kayu dan Non Kayu Hutan Rakyat ... 28

6 SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan ... 30

6.2 Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31


(13)

iii

DAFTAR TABEL

1. Jenis Hama dan Penyakit Tanaman Sengon ... 8

2. Populasi Tujuh Jenis Pohon Hutan Rakyat ... 11

3. Luas Penggunaan Lahan di Wilayah Desa Kesenet ... 17

4. Kelompok Umur Responden (Petani Hutan Rakyat) di Ketiga Dusun Contoh Desa Kesenet ... 19

5. Tingkat Pendidikan Responden (Petani Hutan Rakyat) Desa Kesenet ... 20

6. Mata Pencaharian Responden (Petani Hutan Rakyat) Desa Kesenet Tahun 2010 ... 21

7. Jumlah Responden (Petani Hutan Rakyat) Berdasarkan Luas Kepemilikan Lahan Pada Masing-Masing Dusun di Desa Kesenet Tahun 2010 ... 21

8. Pendapatan Per Hektar Dari Hasil Usaha Pada Agroforestri Lahan Petani HR di Desa Kesenet Per Hektar ... 29

DAFTAR GAMBAR

1. Diagram Jumlah Responden (Petani Hutan Rakyat) Berdasarkan Jenis-Jenis Usaha Non Kayu Yang Ditanam di Lahan Milik di Desa Kesenet ... 26

2. Tanaman Salak Pondoh ... 27

3. Pohon Sengon yang Diselingi Tanaman Kapulaga ... 28

DAFTAR LAMPIRAN

1. Data Perhitungan Statistika ... 34

2. Hasil Pengukuran Hutan Rakyat Sengon ... 35

3. Data Potensi Hutan Rakyat Sengon Desa Kesenet ... 37

4. Peta Kecamatan Banjarmangu ... 39

5. Pohon Sengon yang Diselingi Tanaman Kapulaga dan Pisang ... 40


(14)

iv

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 27 November 1986 bertempat di Jakarta Barat. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Tardjan dan Armah (Alm). Penulis menempuh pendidikan formal di SDN 05 Petang Meruya Selatan, SMPN 206 Meruya Selatan dan SMUN 112 Meruya Utara yang kemudian diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2006 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan pada tahun 2007 masuk ke Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi kampus, di antaranya sebagai pengurus PCSI IPB (Pengurus Cabang Sylva Indonesia) periode 2008-2009, FMSC (Forest Management Student Club) periode 2007-2008, aktif dalam kepengurusan Asrama Sylvalestari periode 2008-2010, dan Ketua Kine Klub Sylvalestari pada tahun 2010. Selain itu penulis pernah melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di KPH Sancang dan Kamojang pada tahun 2008. Kegiatan Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat dilakukan pada tahun 2009 dan Praktek Kerja Lapang dilakukan di IUPHHK Hanurata Fakfak pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2010.


(15)

1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan rakyat (HR) adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak milik. Dalam pengelolaannya HR dapat dilakukan oleh warga masyarakat baik secara individu maupun bersama-sama/berkelompok atau dalam bentuk suatu badan hukum/mitra usaha.

Penggunaan lahan untuk tanaman kehutanan sudah disadari masyarakat sejak nenek moyang yang secara turun temurun dengan pengetahuan tata cara pengurusannya secara sederhana/tradisional dan bagi beberapa dusun adat HR dimanfaatkan atas dasar kearifan lokal. Dengan berjalannya waktu akhir-akhir ini masyarakat desa memanfaatkan HR sebagai alternatif sumber pendapatan melalui manfaat hasil hutan kayu disamping non kayu, manfaat ekologi dan lingkungan hidup. Sistem “tebang butuh” merupakan ciri umum masyarakat tani HR dalam memanfaatkan hasil kayunya, dalam memenuhi kebutuhan insidental seperti biaya masuk sekolah anak mereka.

Perniagaan kayu rakyat sampai saat ini cukup stabil, bahkan dengan kondisi ekonomi saat ini HR dengan potensinya yang ada dapat menjadi alternatif penanggulangan kekurangan kayu secara nasional. Pemanfaatan kayu yang berasal dari HR sebagai bahan baku industri cenderung meningkat seiring dengan semakin berkurangnya bahan baku untuk industri yang berasal dari hutan alam.

Berdasarkan data Ditjen RLPS (Rehabilitasi Lahan Perhutanan Sosial) Kementerian Kehutanan dalam Maulana (2009) menyatakan bahwa luas total HR pada tahun 2009 di Indonesia mencapai 3.589.343 hektar. Sementara itu HR terluas berada di provinsi Jawa Tengah seluas 469.195 hektar dengan penanaman dari tahun 2005-2009 seluas 149.125 ha atau sekitar 21,15% dari total penanaman HR di Indonesia.

Luas HR di kabupaten Banjarnegara sekitar 22.321 ha. Dari luas tersebut jenis sengon merupakan salah satu tanaman kehutanan yang cukup potensial berkembang dan pada tahun 2008 luasnya telah mencapai 19.000 ha atau sekitar 85,12% dari luas HR dengan produksi rata-rata perbulan 30.000 m3.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka peneliti ingin mengetahui lebih jauh melalui kegiatan penelitian dengan judul: Kajian Pengelolaan Hutan Rakyat Jenis


(16)

2

Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen): Kasus Desa Kesenet Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara. Dalam penelitian ini juga mengkaji karakteristik masyarakat tani HR yang bersangkutan.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah, antara lain untuk: 1. Mempelajari sistem pengelolaan dan pengembangan HR sengon di Desa

Kesenet, Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara. 2. Menduga potensi HR sengon di Desa Kesenet.

3. Menghitung kontribusi pendapatan masing-masing komoditi pada sistem agroforestri di lokasi penelitian.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi sebagai bahan pertimbangan dalam usaha peningkatan pengembangan kegiatan usaha di bidang kayu rakyat Desa Kesenet Kecamatan Banjarmangu khususnya dan di seluruh Kabupaten Banjarnegara umumnya.


(17)

3

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan

Hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedangkan kehutanan ialah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999).

Pengurusan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dan lestari untuk kemakmuran rakyat yang meliputi:

a. Perencanaan kehutanan (inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan dan penyusunan rencana kehutanan). b. Pengelolaan hutan (kegiatan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan

hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan serta perlindungan hutan dan konservasi alam)

c. Penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan serta penyuluhan kehutanan.

d. Pengawasan Kehutanan.

Sektor kehutanan memiliki potensi besar untuk berperan nyata dalam pembangunanan yang berkelanjutan dan berkeadilan dengan memberdayakan masyarakat yang selama ini telah “dekat” dengan SDH sebagai pelaku utama/mitra utama dalam pengelolaan hutan. Untuk itu diperlukan dukungan kelembangaan yang berkualitas dan investasi yang memadai.

Menurut Wollenberg dan Colfer (1996) dalam Munggoro, D.W. et al. (2001), dikatakan bahwa kesejahteraan rakyat dari hutan dalam aspek-aspek ekonomi, sosial dan budaya dari kehidupan manusia erat kaitannya dari suatu sistem pengelolaan hutan. Pengelolaan sumberdaya hutan dalam hal ini bertujuan untuk memberikan manfaat kepada manusia.

2.2 Hutan Rakyat

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 ditegaskan bahwa berdasarkan pemiliknya, hutan di Indonesia di kelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu hutan negara dan hutan hak. Hutan hak ialah hutan yang


(18)

4

berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Hutan hak yang berada pada tanah yang dibebani hak milik lazim disebut hutan rakyat. Dengan demikian, HR merupakan hutan yang tumbuh atau ditanam di atas tanah milik masyarakat dan hutan tersebut dapat dimiliki oleh warga masyarakat, baik secara individu maupun bersama-sama atau badan hukum (Indriyanto 2008).

Selanjutnya ditambahkan pula bahwa hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah hak milik ataupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0,2 ha dan penutupan tajuk kayu-kayunya lebih dari 50%. Pola pengembangan kegiatan hutan rakyat pun disesuaikan dengan kondisi dan situasi sosial budaya daerah setempat. Lebih jauh disebutkan bahwa HR dapat dibangun pada lahan hak milik dan hak-hak lainnya serta pada kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi yang tidak berhutan (Kementerian Kehutanan 2004).

Awalnya HR diarahkan sebagai upaya rehabilitasi lahan dan konservasi tanah, ternyata hasilnya yang berupa kayu telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sebagai tambahan penghasilan. Dengan makin tingginya peluang pasar bagi hasil HR yaitu untuk menunjang kebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu, pembangunan usaha HR merupakan peluang bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan sekaligus memperbaiki lingkungan hidup dimana mereka tinggal.

Peningkatan pemanfaatan potensi kayu HR dan kayu asal peremajaan perkebunan pun yang diikuti dengan ekstensifikasi. Peningkatan produktifitas hutan tanaman termasuk HR juga perlu segera dilakukan untuk mengatasi permasalahan kekurangan kayu.

Permasalahan pengelolaan HR dapat dikategorikan dalam lima aspek, yaitu: sistem produksi, pengolahan, pemasaran, kelembagaan dan SDM. Kelima aspek tersebut perlu dikaji dan dikembangkan untuk mewujudkan pembangunan dan kelestarian HR dengan mengedepankan manfaat yang diterima oleh pemiliknya. Selain itu kegiatan pendidikan dan pelatihan untuk petani HR perlu digiatkan untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam membangun dan mengelola HR (Darusman dan Hardjanto 2006).

Untuk mengatasi krisis penyediaan kayu pada masa yang akan datang, Kementerian Kehutanan telah menetapkan rencana strategis pada tahun


(19)

2005-5

2009 dengan target realisasi penanaman pada akhir tahun 2009. Kegiatan tersebut diharapkan dapat dicapai untuk HTI 5 juta ha dan HR 2 juta ha. Hasil penelitian menunjukkan kita baru memanfaatkan sekitar 20% dari potensi kayu dari HR dan apabila sumberdaya ini dimanfaatkan akan dapat membantu menanggulangi defisit kebutuhan kayu secara nasional.

Berdasarkan data statistik Kementerian Kehutanan 2010, pengembangan HR di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 618%, yaitu 33.162 ha pada tahun 2006 sampai dengan 237.969 ha pada tahun 2010 dan peningkatan tajam terjadi pada tahun 2007 sebesar 104.393 ha. Selama kurun waktu tersebut wilayah yang terbesar dalam pembangunan atau pengembangan HR adalah di pulau Jawa dan provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi terluas yang memiliki HR secara nasional.

Menurut Sukadaryati (2006) HR yang dikelola oleh pemilik lahan di beberapa daerah tingkat pertumbuhannya masih rendah dan masih dirasakan sulit dalam pengendalian kegiatan penebangan. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa untuk mengatasinya perlu memperhatikan hal-hal seperti:

- Penetapan model pengelolaan hutan yang tepat sesuai dengan kondisi sosial ekonomi lokal.

- Pengelolaan bisa dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok tani untuk memenuhi persyaratan perolehan investasi.

- Penyediaan bibit tanaman yang berkualitas yang disubsidi dari pemerintah. - Pengesahan peraturan Pemerintah Daerah tentang pengaturan pola

pemanenan.

- Sosialisasi proses perizinan penebangan kayu serta penyuluhan bagi kelompok tani.

Hutan rakyat di pulau Jawa mempunyai karakteristik yang berbeda baik dari segi budidaya maupun status kepemilikannya dibanding di luar pulau Jawa. Budidaya dan pengelolaan HR di Jawa relatif lebih intensif dan lebih baik dibanding di luar Jawa. Status kepemilikannya dan tata batas lebih jelas, luas lahan lebih sempit dengan kondisi-kondisi pasar, informasi dan aksesibilitas yang lebih baik juga (Darusman dan Hardjanto 2006).


(20)

6

2.3 Industri Kayu

Industri kehutanan berbasis kayu rakyat terus tumbuh dan berkembang. Kondisi ini didukung dengan tingginya tingkat permintaan investasi pendirian pabrik kayu olahan (kayu rakyat) dan diharapkan bisa meningkatkan penyerapan tenaga kerja, kesejahteraan masyarakat serta perbaikan lingkungan. Hal tersebut mendorong peningkatan kebutuhan dan penyediaan hasil hutan berupa kayu. Seiring penyediaan bahan baku industri kayu dari hasil hutan alam yang semakin berkurang, memberi peluang bagi pemilik lahan untuk memanfaatkan lahannya sebagai lahan HR yang bisa mengatasi kekurangan bahan baku tersebut.

Industri kayu olahan yang padat tenaga kerja dapat menciptakan peluang kerja dan dapat pula menahan daya beli (konsumsi) di daerah perusahaan ekspor tersebut berada. Hal ini bisa mengakibatkan subsektor memproduksi komponen kayu untuk pasar ekspor ini mempunyai prospek bisnis yang sangat baik karena bahan baku, tenaga kerja maupun sebagian besar dari faktor produksi lain berasal dari dalam negeri.

dikembangkan oleh perusahaan di Indonesia pada tahun 1986 sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah yang melarang ekspor kayu bulat dan hanya mengizinkan ekspor kayu gergajian maupun kayu olahan lainnya, seperti "furniture, laminating board, wood panel" dan lain sebagainya.

Permintaan di luar negeri atas perabot rumah tangga maupun barang komponen dari kayu tersebut cukup banyak dan meningkat dari tahun ke tahun, dimana pengiriman ke para pembeli di luar negeri dari pelabuhan-pelabuhan di kota besar pulau Jawa, yaitu dari Jakarta, Cirebon, Semarang dan Surabaya. Keadaan ini dapat membuat Indonesia memiliki prospek pengembangan mesin impor dari berbagai negara terutama Jepang, Taiwan, China, Malaysia, Jerman, dan Italia. Hal ini menggambarkan mesin pengolahan kayu di Indonesia masih lemah yang dapat diatasi dengan kerjasama kepada negara-negara tersebut.

Uraian ini menunjukkan bahwa budidaya HR dengan hasil utama kayu berkembang karena adanya pasar untuk peralatan rumah tangga, peti kemas, pulp dan lain-lain. Pasar itulah yang menetukan pilihan jenis tanaman penghasil kayu


(21)

7

yang sesuai penggunaannya. Kayu sengon lebih banyak digunakan untuk peti kemas, pulp, perabot rumah tangga, bahan bangunan sedangkan kayu jati lebih utama digunakan untuk perabot rumah tangga dan bahan bangunan yang tergolong mewah. Hasil penting lainnya dari HR adalah kayu bakar yang banyak dikonsumsi oleh industri-industri kecil (Suharjito 2000)

2.4 Sengon

Nama ilmiah sengon adalah Paraserianthes falcataria (L) Nielsen yang termasuk famili Memosaceae. Nama lokalnya seperti albizia, bae, bai, jeungjing laut, jing laut, rare, salawaku merah, salawaku putih, salawoku, sekat, sengon laut, sengon sabrang, sika, sika bot, sikas, tawa sela, wai, wahagom, wiekkie yang tersebar di pulau Jawa, Maluku dan Irian (Martawijaya dan Kartasujana 1977).

Tanaman tersebut bertekstur agak kasar dan merata dengan arah serat lurus, bergelombang lebar atau terpadu. Permukaan kayu agak licin atau licin dan agak mengkilap dimana kayu yang masih segar berbau petai. Kayu sengon termasuk kelas awet IV/V dan kelas kuat IV-V dengan berat jenis 0,33 (0,24-0,49). Kayunya lunak dan mempunyai nilai penyusutan dalam arah radial dan tangensial berturut-turut 2,5 persen dan 5,2 persen (basah sampai kering).

Kayu teras pohon sengon berwarna hampir putih atau coklat muda pucat (seperti daging). Warna kayu gubal umumnya tidak berbeda dengan kayu teras serta dapat mencapai tinggi 45 m dan diameter 10 cm. Batang tak berbanir, bulat memanjang agak lurus, bebas cabang sampai 20 m. Daur yang paling baik pada umumnya kurang dari 10 tahun untuk menghindari busuk akar. Jenis tanaman ini tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 1.600 mdpl, namun ketinggian optimal pada umumnya adalah 0 - 800 mdpl, dengan suhu berkisar antara 22° sampai dengan 29° C (Dishutbun Provinsi Jambi 2010).

Sebagai salah satu pohon dengan pertumbuhan tercepat di dunia, pohon sengon mudah dalam pengelolaannya. Sengon mampu menyesuaikan diri dengan tanah yang miskin unsur hara dan bersaing dengan alang-alang atau gulma lainnya. Hal yang perlu diperhatikan dan diwaspadai khususnya bagi sistem penanaman monokultur adalah kendala yang paling utama seperti serangan hama penyakit (Tabel 1).


(22)

8

Tabel 1 Jenis hama dan penyakit tanaman sengon

No.

Bagian tanaman yang diserang

Jenis hama dan penyakit

Nama hama dan penyakit umum Keterangan 1 Menggerek batang

Xystrocera festiva(Coleoptera, Ceramycidae)

X. globosa

Hama boktor

2 Pemakan daun Pteroma plagiophleps

(Lepidoptera,Psychidae) Eurema blanda (Lepidoptera, Pieridae) Ulat kantong kecil Ulat kupu-kupu kuning Serangan spradis

3 Pemakan akar Beberapa spesies (Coleoptera,

Scarabaeidae)

Ulat putih Menyerang

sapling

4 Pemakan kulit

batang Indarbela quadrinotata (Lepidoptera, Indarbelidae) Ulat kulit batang 5 Penggerek batang Xylosandrus morigerus (Coleoptera, Scolytidae) Kumbang sisik

6 Damping-off Pythium sp.

Phytoptora sp. Rhizoctonia sp. Lodoh akar/batang Menyerang semai 7 Penyakit Antraknosa

Colletotrichum sp. Antraknosa Menyerang

semai

8 Busuk akar Botryo diplodia sp.

Ganoderma sp. Ustulina sp. Rosellinia sp.

Jamur akar Menyerang

tanaman muda

9 Kanker karat/

puru

Uromycladium tepperianum Jamur karat Menyerang

semua umur

sumber: Nair (2000)

Berikut ini dijelaskan beberapa jenis hama dan penyakit yang berpotensi besar kerusakannya;

1. Penyakit Karat Puru

Penyakit karat tumor/karat puru (gall rust), merupakan salah satu penyakit yang berbahaya pada tanaman sengon. Dampak penyakit meluas pada semai sampai tanaman dewasa, mulai dari menghambat pertumbuhan sampai mematikan tanaman.

Sebaran geografis penyakit ini adalah di Australia, New Coledonia, Papua New Guinea 1984, Maluku 1988/1989, Afrika Selatan 1992, Sabah 1993,


(23)

9

Philipina 1997, Timor-Timur mulai tahun 1998 dan pulau Jawa mulai 2003 yang juga merupakan salah satu pusat penghasil kayu sengon terbesar di Indonesia. Beberapa sentra sengon yang diketahui telah terserang penyakit karat tumor/karat puru di pulau Jawa antara lain: Lumajang, Jember, Banyuwangi, Probolinggo, Malang, Boyolali, Salatiga, Sleman dan Wonogiri.

Penyebab penyakit karat tumor/karat puru pada tanaman sengon diidentifikasi sebagai jamur karat (Uromycladium tepperianum Sace.McAlp.). Jamur karat hanya memerlukan satu inang saja yaitu tanaman sengon laut untuk menyelesaikan seluruh siklus hidupnya. Jamur ini hanya membentuk satu macam spora yang mudah diterbangkan oleh angin dari satu tempat ke tempat lain atau dari tanaman sengon satu ke tanaman sengon yang lain.

Serangan karat tumor/karat puru ditandai dengan terjadinya pada ranting/cabang, pucuk-pucuk ranting, tangkai daun dan helai daun. Penyakit ini penyebarannya sangat cepat dengan menyerang tanaman sengon mulai dari persemaian sampai lapangan pada semua tingkatan umur.

Serangan karat tumor/puru di persemaian harus segera dicabut dan dimusnahkan/dibakar. Pencegahan perluasannya perlu dilakukan pengawasan yang ketat dari daerah yang telah terserang penyakit ini ke daerah yang belum terserang dan pemeliharaan tanaman dengan pemberian pupuk dan penjarangan tanaman.

Secara kimiawi pengendaliannya dilakukan dengan membersihkan bagian tanaman yang terserang dengan cara mengelupas pembengkakan tersebut dari batang, cabang dan pucuk yang dioleskan dengan spirtus/larutan garam/larutan belerang. Secara mekanis dapat dikendalikan dengan memotong dan mengumpulkan pucuk serta cabang atau ranting yang ditumbuhi pembengkakan kemudian menyemprotkan atau menyiram dengan sprirtus atau larutan garam atau larutan belerang. Memendam atau membakar cabang, ranting yang mengalami pembengkakan juga dapat dilakukan secara mekanis.

2. Hama Ulat Kantong

Hama ulat kantong (Pteroma plagiophleps: Lepidoptera, Psychidae) menyerang daun-daun tanaman sengon. Hama ini tidak memakan seluruh bagian daun, hanya parenkim daun yang lunak; menyisakan bagian daun yang berlilin.


(24)

10

Daun-daun tajuk yang terserang terdapat bercak-bercak coklat bekas aktivitas ulat. Dimana populasi ulat tinggi dapat menyebabkan kerugian yang serius (Jumali 2009).

3. Hama Boktor (Xystrocera festiva, ordo Coleoptera)

Serangan awal hama boktor adalah adanya luka pada batang. Umumnya telur diletakkan pada celah luka di batang. Telur baru ditandai utuh, belum berlubang-lubang. Telur sudah berlubang-lubang kemungkinan telur itu sudah menetas.

Pengendalian secara silvikultur dilakukan dengan: pemuliaan, penebangan, mencongkel kelompok telur boktor pada permukaan kulit batang sengon, menyeset kulit batang tepat pada titik serangan larva boktor sehingga larva boktor terlepas dari batang dan jatuh ke lantai hutan, membelah batang sengon yang terserang boktor, membakar batang yang terserang boktor, membenaman batang yang terserang ke dalam tanah, membiakkan serta penggunaan peranan musuh alami berupa parasitoid, predator atau patogen yang dapat menyerang hama boktor. Menebang pohon yang terserang, kemudian batang yang terserang tersebut segera dibakar atau dibelah agar tidak menjadi sumber infeksi bagi pohon yang belum terserang pun perlu dilakukan.

Secara biologis pengendalian yang pernah dicoba dengan cara penggunaan parasitoid telur boktor (kumbang pengebor kayu/Macrocentrus ancylivorus), jamur parasit (Beauveria bassiana), dan predator boktor (kumbang kulit kayu/Clinidium sculptilis).

4. Penyakit Jamur Akar Merah (Ganoderma sp.)

Serangan penyakit jamur akar merah menyebabkan kematian pohon-pohon di tegakan sengon. Gejalanya seperti menipisnya daun-daun di tajuk sengon kemudian pohon mengering. Tanda keberadaan jamur dapat diamati pada pangkal pohon yang terserang; pada pangkal batang/leher akar keluar tubuh buah jamur Ganoderma berwarna merah kecoklatan, terutama pada musim penghujan. Keluarnya tubuh jamur mengindikasikan bahwa serangan pada pohon telah berlangsung lama, tingkat serangan sudah parah. Jamur ini menyebabkan busuknya perakaran pohon sehingga tanaman mati. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan cara pembersihan tonggak pohon-pohon pada


(25)

11

lokasi yang telah terserang, pembuatan parit isolasi, serta penggunaan pestisida (Rahayu 1999).

Kebutuhan bahan baku kayu yang semakin meningkat, sementara pasokan kayu dari hutan alam sudah tidak mencukupi, tentunya akan membuka peluang pasar bagi hasil HR sengon. Selain cocok untuk tanaman penghijauan, kayu sengon cukup bernilai ekonomi karena merupakan bahan yang baik untuk peti kemas, bahan pembuat triplek, bahan korek api, konstruksi ringan di bawah atap serta memenuhi syarat untuk bahan-bahan pulp dan kertas. Hal ini menjadikan tanaman sengon mempunyai prospek yang baik untuk di kembangkan dalam bentuk hutan tanaman skala besar.

Lahan yang ditanami sengon akan lebih tahan erosi karena daun-daun sengon yang jatuh ke permukaan tanah berperan sebagai pupuk hijau sehingga dapat menggemburkan tanah sekaligus memperbaiki tata air di permukaan tanah. Hal tersebut membuat Kemenhut melakukan kegiatan sengonisasi pada tahun 1989 untuk merehabilitasi lahan kritis yang dikenal dengan program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) dan sampai pada akhir tahun 1990 telah melakukan penanaman sengon pada lahan kritis seluas 35.039 ha dari total yang direncanakan 300.000 ha (Atmosuseno 1998).

Sengon merupakan jenis pohon terbanyak kedua yang ditanam di HR di pulau Jawa setelah jati dan terkonsentrasi di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan hasil sensus BPS tahun 2003 (Tabel 2).

Tabel 2 Populasi tujuh jenis pohon HR

No Jenis Pohon

Potensi di Daerah

Jumlah (batang) Siap Tebang (batang) Jawa (batang) Luar Jawa (batang)

1 Akasia 22.661.068 9.409.011 32.020.079 2.069.695

2 Bambu 29.139.388 8.786.890 37.926.278 6.721.780

3 Jati 50.119.621 29.592.858 79.712.479 18.446.024

4 Mahoni 39.990.730 5.268.811 45.259.541 9.497.192

5 Pinus 3.521.107 2.302.757 5.823.301 2.715.576

6 Sengon 50.075.525 9.758.776 59.834.301 34.613.228

7 Sonokeling 2.008.272 344.379 2.352.651 742.543

Jumlah 197.465.711 65.463.482 262.929.193 74.806.038


(26)

12

Sengon dalam perkembangannya menjadikan jenis pohon yang paling diminati pengusaha bisnis perkayuan terutama di Jawa Tengah. Salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang sudah nampak jelas industri perkayuannya adalah Kabupaten Banjarnegara. Hal tersebut terlihat dengan adanya penggergajian kayu yang tersebar di pelosok desa dan juga berdirinya dua perusahaan yang cukup besar seperti PT. Serayu Makmur Kayu Indo dan Falcata Jaya Makmur Industri. Permasalahan bahan baku di Banjarnegara sebetulnya tidak mengalami kendala karena produksi tiap bulan rata-rata 30.000 m3 dari total luas HR ± 19.000 ha, sedangkan kebutuhan bahan baku industri hanya sebanyak 15.000 m³/tahun (Dishutbun Kabupaten Banjarnegara 2009).


(27)

13

3. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai dengan bulan Mei 2010, di Desa Kesenet, Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang diteliti berupa tegakan HR Desa Kesenet sengon serta peta geografi kecamatan Banjarmangu skala 1:50.000 tahun 2008. Alat untuk menduga potensi sengon terdiri dari alat ukur tinggi pohon (hagameter) dan alat ukur diameter pohon (pita ukur), tally sheet, kamera, serta perangkat lunak Microsof Word, Software Microsof Excel serta SPPS 20 untuk mengolah data.

3.3 Sumber dan Jenis Data

Data yang dikumpulkan diperoleh dari berbagai sumber, yaitu:

1. Petani HR untuk mengetahui persepsi petani terhadap sistem pengelolaan HR sengon melalui wawancara.

2. Instansi-instansi terkait untuk mengetahui luasan desa, luasan HR sengon, pengembangan serta persebarannya.

3. Monografi desa dan BPS Kecamatan dalam angka 2010. Data yang dikumpulkan berupa:

1. Data Primer

a. Dimensi tegakan sengon untuk menduga potensi tegakan (diameter setinggi dada, tinggi bebas cabang dan angka bentuk).

b. Data hasil wawancara terhadap petani HR sengon untuk mengetahui pandangan mereka terhadap manajemen usaha serta harapan masyarakat tani dalam membangun usaha berbasis HR.

c. Hasil wawancara langsung dengan pejabat instansi terkait seperti Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Banjarnegara, Penyuluh Pertanian tingkat kecamatan dan perangkat desa serta para stakeholder lainnya. 2. Data Sekunder

Studi litelatur di berbagai sumber informasi di perpustakaan Fakultas Kehutanan IPB dan LSI-IPB serta browsing internet untuk memperoleh informasi hasil-hasil penelitian tentang HR sengon. Selain itu untuk mengetahui kondisi


(28)

14

sosial ekonomi masyarakat diperoleh dari laporan kabupaten dalam angka, kecamatan dalam angka serta monografi desa contoh.

3.4Metode Pengumpulan Data

Setiap dusun yang ada di Desa Kesenet, yaitu Dusun Kesenet, Silambur dan Sarang Panjang masing-masing dipilih 20 responden sebagai pemilik HR, sehingga total responden seluruhnya 60 orang. Masing-masing pemilik lahan terpilih sebagai responden dibuat satu sample plot berbentuk lingkaran ukuran 0,1 ha untuk menduga potensi tegakan sengon sehingga total sample plot sebanyak 60 buah.

3.5 Analisis Data

Metode analisis data disesuaikan dengan jenis data yang dikumpulkan sebagai berikut:

a) Data sosial ekonomi responden (petani HR) diolah berdasarkan sistem tabulasi dan dianalisis secara deskriptif.

b) Pendugaan potensi kayu sengon, dianalisis berdasarkan metode statistik sederhana dengan bantuan alat softwareMicrosoft Excel.

Rumus statistik untuk pendugaan potensi HR menurut Tiryana (2003): - Volume kayu berdasarkan rumus volume pohon berdiri:

V = ¼

π

. d². t . b

Keterangan:

V = volume (m³)

d = diameter setinggi dada (m) t = tinggi bebas cabang (m)

b = angka bentuk (0,7) (Dephut 1992)

- Volume tegakan perluas plot contoh (01, ha) dapat dihitung menggunakan rumus:

Keterangan:

V per plot contoh = volume tegakan pada luasan plot contoh(m³/0,1 ha)

= volume pohon ke-i (m³)


(29)

15

- Volume tegakan per hektar:

Keterangan:

= Volume tegakan per hektar (m3/ha)

- Rata-rata/nilai tengah potensi tegakan per hektar:

Keterangan:

= Rata-rata Vper hektar dari seluruh plot contoh (m3/ha) = Vper hektar (m3/ha)

j = 1, 2, 3, 4,..,..,..,..,..,..,..,..,N (N = banyaknya plot contoh)

- Ragam rata-rata volume per-ha dari seluruh plot contoh tegakan ( ):

dimana 1 2 1 1 2 −       = − = ∑ ∑ n n n i y n i y i i

- Selang kepercayaan (1-α).100% bagi rata-rata potensi tegakan

- Penduga total potensi tegakan ( ): = N.

- Ragam dugaan bagi total populasi ( ):

faktor koreksi populasi terbatas (fpc: finite population corrector) tersebut biasanya diabaikan apabila f = < 5% (n = 6,00 ha , N = 193,86 ha, f = 3,10%)


(30)

16

- Selang kepercayaan (1-α).100% bagi total populasi Y = Ŷ

atau dapat dihitung dari selang kepercayaan bagi rata-rata sebagai berikut berikut Ŷ = N .

Ŷ = N

- Kesalahan penarikan contoh (sampling error, SE)

Catatan:

= ragam peubah ( y ) yang akan diukur (misal volume tegakan)

= nilai tabel t-student dimana untuk kepraktisan digunakan nilai = 2 (untuk n = 60 sampel)


(31)

17

4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Iklim

Desa Kesenet merupakan bagian dari Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Kecamatan Banjarmangu memiliki 17 Desa, antara lain desa: Jenggawur, Banjakulon, Banjarmangu, Kesenet, Rejasari, Paseh, Sigeblog, Sipedang, Pekandangan, Kendaga, Kalilunjar, Sijeruk, Prendengan, Beji, Majatengah, Sijenggung dan Gripit.

Batas wilayah Desa Kesenet secara administratif adalah sebagai berikut: 1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Gripit, Desa Kendaga dan Desa

Kalilunjar.

2. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Kalilunjar dan Sungai Merawu. 3. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Banjarmangu dan Sungai Merawu. 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Rejasari dan Desa Banjarmangu.

Desa Kesenet terdiri dari tiga dusun, yaitu Dusun Kesenet, Dusun Sarang Panjang dan Dusun Silambur. Desa ini terletak pada ketinggian 340 - 800 mdpl, beriklim sedang dengan bulan basah pada bulan Oktober - bulan Mei dan bulan kering pada bulan Juni - September dengan temperatur antara 24 sampai dengan 28 oC (Pemerintah Daerah Desa Kesenet dalam Monografi Desa Kesenet2010).

4.2 Luas Wilayah Menurut Penggunaan

Desa Kesenet memiliki luas wilayah 315,26 ha dan dikelola untuk berbagai penggunaan lahan seperti tersaji pada Tabel 3 di bawah ini:

Tabel 3 Luas penggunaan lahan di wilayah desa Kesenet

Sumber: Monografi Desa Kesenet

Jenis penggunaan lahan Luas

(ha)

Persentase (%)

Sawah tadah hujan 7,04 2

Bangunan/pekarangan 95,55 30

Hutan rakyat 193,86 61

Hutan negara - -

Kolam 1,95 1

Lain-lainnya 16,86 5


(32)

18

4.3 Potensi Sumber Daya Manusia

Jumlah penduduk Desa Kesenet adalah 3.490 terdiri dari 1.736 orang laki-laki dan 1.754 orang perempuan. Kepala keluarga di desa ini berjumlah 1.007 KK dengan tingkat pendidikan kepala keluarganya sebagian besar tamatan SD-SLTP sebanyak 564 orang atau 56% dari total kepala keluarga yang ada.

Penduduk desa Kesenet 871 orang bermatapencaharian sebagai petani pemilik lahan, sebagai buruh tani 128 orang, buruh industri 147 orang, pedagang 147 orang dan sisanya bekerja sebagai PNS, supir, pensiunan, TNI, Polri dan kontraktor. Mereka umumnya pemeluk agama Islam 3.486 orang dan pemeluk agama Kristen 4 orang. Desa Kesenet memiliki tiga Kelompok Tani Hutan Rakyat (KTHR) yaitu Sida Reja I, Sida Reja II dan Sida Mukti.

4.4 Sarana dan Prasarana Desa

Sarana pendidikan yang tersedia di Desa Kesenet berupa 1 PAUD, 2 TK, 4 SD, 1 Sekolah Menengah Pertama. Sarana kesehatan terdiri dari 1 Puskesmas dan 1 Polindes. Fasilitas ibadah yang tersedia hanya 10 masjid dan 7 musholla. Sebagian besar penduduk telah memiliki TV (689 orang) yang digunakan sebagai sarana informasi dan hiburan.

Sarana usaha penggergajian kayu sudah dibangun dan beroperasi ada 2 perusahaan di dusun Sarang Panjang dan dusun Kesenet. Dalam hal penyelenggaraan usaha HR tercatat ada 2 orang penyuluh lapang kehutanan, 7 orang penyuluh pertanian, 1 mantri statistik, 1 orang pengamat hama dan penyakit, 1 orang petugas tanaman pangan dari kecamatan. Petugas ini berasal dari pemerintah Kecamatan Banjarmangu yang melayani semua desa dalam kecamatan tersebut karena sebagian besar desa yang ada belum memiliki petugas maupun penyuluh kehutanan dan perkebunan sendiri namun Desa Kesenet memiliki 2 penyuluh kehutanan yang melakukan kegiatan secara swadaya.


(33)

19

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Sejarah Perkembangan HR di Desa Kesenet

Sejarah penanaman sengon untuk HR di Desa Kesenet sudah ada sejak tahun 1950-an, namun tanaman sengon mulai marak ditanam sebagai pohon andalan pada tahun 2000, dan dilakukan hampir serempak oleh petani. Kegiatan penanaman sengon terakhir dilakukan pada tahun 2007.

Semua petani HR desa Kesenet menggunakan sistem agroforestri yang umumnya dilaksanakan melalui sistem tumpang sari antara tanaman kehutanan dan tanaman salak pondoh (agroforestri). Terdapat kondisi yang menggambarkan jumlah petani yang mengandalkan sengon sebagai sumber pendapatan pokok (68,3%), sementara yang menyatakan sengon sebagai sumber pendapatan sampingan (23,3%) dan sisanya (8,4%) menanam sengon untuk kepentingan lingkungan. Petani yang menjadikan sengon sebagai sumber pendapatan sampingan mengandalkan sumber pendapatan pokoknya dari salak pondoh (84,68%). Tanaman pertanian lainnya yang juga menjadi andalan petani adalah pisang, kapulaga dan kelapa (10,96%).

5.2 Sosial Ekonomi Petani HR 5.2.1 Sebaran Umur Petani HR

Sebaran umur petani HR berdasarkan hasil responden terpilih berkisar antara 27 tahun sampai dengan 72 tahun, sedangkan yang berada pada kisaran umur produktif yaitu antara umur 26 tahun sampai dengan 55 tahun (76,67%). Secara rinci sebaran umur responden dapat disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Kelompok umur responden (petani HR) di ketiga dusun contoh desa Kesenet

sumber: Hasil penelitian di lapang tahun 2010

Nama dusun Kelas umur responden (orang)

16-25 26-35 36-45 46-55 56-65 66-75 > 75 Jumlah

Kesenet - 1 12 2 4 1 - 20

Sarang Panjang - 3 5 8 3 1 - 20

Silambur - 1 6 8 3 2 - 20

Jumlah 0 5 23 18 10 4 0 60


(34)

20

Kondisi tersebut menunjukan bahwa jumlah minat masyarakat berumur muda sebagai pengelola HR masih kecil (8,33%). Hal tersebut erat sekali bila dihubungkan dengan jaminan keberlanjutan pengusahaan HR di masa yang akan datang sebagai generasi penerus.

5.2.2 Pendidikan

Umumnya tingkat pendidikan masyarakat petani HR hanya mencapai lulusan SD (58,33%) dan yang mencapai tingkat pendidikan SMP (15%), SMA (11.67%), Perguruan Tinggi (3.33%) dan yang tidak bersekolah sebesar (11,67%).

Tabel 5 Tingkat pendidikan responden (petani HR) desa Kesenet

sumber: Hasil penelitian di lapang tahun 2010

Suatu gambaran menunjukkan bahwa walaupun tingkat pendidikan petani HR rendah bila memperhatikan sebaran umur produktif mereka cukup besar dan inovasi mereka cukup tinggi dalam usaha mengembangkan lahan pertanian mereka ke arah sistem agroforestri. Satu hal yang penting perlu diperhatikan adalah perlu adanya kegiatan penyuluhan tentang budidaya HR yang lebih intensif yang mudah dimengerti dan diterima sebagai harapan masyarakat petani HR. 5.2.3 Mata Pencaharian

Mata pencaharian masyarakat Desa Kesenet sebagai petani HR murni (78,33%), sedangkan sisanya (21,67%) merangkap sebagai pedagang, pegawai BUMN, pensiunan, perangkat desa dan PNS seperti yang tersaji pada Tabel 6. Nama dusun

Pendidikan terakhir (orang) Tidak

sekolah SD SMP SMA

Perguruan

tinggi Jumlah

Kesenet - 8 3 7 2 20

Sarang Panjang 1 14 5 - - 20

Silambur 6 13 1 - - 20

Jumlah 7 35 9 7 2 60


(35)

21

Tabel 6 Mata pencaharian reponden (petani HR) desa Kesenet tahun 2010

Nama dusun

Mata pencaharian (orang)

Petani Petani +

pedagang Petani + pegawai BUMN Petani + pensiunan Petani + perangkat desa Petani + PNS Jumlah

Kesenet 15 - 1 2 1 1 20

Sarang Panjang 17 2 - - 1 - 20

Silambur 15 2 - - 2 1 20

Jumlah 47 4 1 2 4 2 60

Persentase 78.33% 6.67% 1.67% 3.33% 6.67% 3.33% 100%

sumber: Hasil penelitian di lapang tahun 2010

Petani HR Desa Kesenet rata-rata memiliki luas areal antara 0,25 sampai dengan 0,50 ha (35%), luas lahan 0,50 ha sampai dengan 0,75 ha (17%), dan luas lahan 0,75 ha sampai dengan 1,00 ha (22%) sedangkan yang memiliki luas lahan lebih dari satu hektar sebanyak 27%. Kondisi tersebut menunjukkan minat masyarakat petani untuk mengembangkan usaha di bidang HR secara umum cukup tinggi.

Tabel 7 Jumlah responden (petani HR) berdasarkan luas kepemilikan lahan pada masing-masing dusun di desa Kesenet tahun 2010

Nama dusun

Luas 0,25 - 0,50

ha (orang)

0,50 - 0,75 ha (orang)

0,75 - 1,00 ha (orang) > 1 ha (orang) Jumlah (orang)

Kesenet 5 1 8 6 20

Sarang Panjang 6 5 3 6 20

Silambur 10 4 2 4 20

Jumlah 21 10 13 16 60

Persentase 35% 17% 22% 27% 100%

sumber: Hasil penelitian di lapang tahun 2010

5.3 Sistem Pengelolaan HR Desa Kesenet 5.3.1 Pengadaan Bibit

Sebagain besar bibit yang diperoleh petani diperoleh dengan membeli bibit di penjual bibit. Petani yang memperoleh bibit melalui kegiatan pembibitan


(36)

22

sendiri hanya 10%. Untuk mendorong petani HR lebih mandiri dalam pengadaan tanaman perlu pelatihan untuk pembibitan yang sederhana dan murah.

5.3.2 Penanaman

Kegiatan penanaman sengon di HR desa Kesenet cukup bervariasi ada yang melaksanakan dengan cara sekaligus di lahan yang mereka miliki (23,3%), dengan cara sesuai kebutuhan (23,3%), dengan cara tambal sulam (15%) dan dengan cara lainnya (18,3%). Jarak tanam yang diterapkan cukup bervariasi, sebagian besar menerapkan jarak tanam (3x4) m (30,0%), selebihnya tidak tentu yaitu dengan jarak tanam (5x5) m, (4x5) m, (4x4) m dan (3x3) m.

5.3.3 Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan petani HR sengon meliputi pemupukan, pendangiran serta pengendalian terhadap hama penyakit sengon. Sebagian besar pupuk yang digunakan petani adalah pupuk kandang dari kotoran sapi dan kambing yang mereka peroleh dari kandang hasil peternakan sendiri serta pupuk anorganik seperti urea dan NPK yang mereka beli di toko pupuk tanaman. Pemupukan ini rutin dilakukan tiap bulan pada tahun pertama penanaman sengon. Pemupukan pada tanaman pertanian atau perkebunan yang di sela-sela tanaman sengon dilakukan setelah 1 tahun pemupukan sengon.

Pendangiran pada saat tanaman sengon berumur 0 - 2 tahun dilakukan tiap satu bulan sekali. Saat tanaman berumur dua tahun ke atas pendangiran dilakukan tiap enam bulan sekali. Penjarangan ranting atau dahan dilakukan tiap enam bulan sekali.

Pengendalian hama sengon terhadap ulat kantong yang menyerang daun sengon dilakukan dengan cara tradisional seperti mengasapi tanaman sengon dari pengapian semak-semak yang sengaja dibakar di sekitar tanaman sengon dan penyemprotkan atau menyuntikan cairan insektisida.

Pengendalian penyakit sengon berupa karat puru yang hampir menyerang semua tanaman sengon di Desa Kesenet dilakukan dengan cara memotong bonggolan karat puru yang biasanya berbentuk tumor atau memangkas bagian cabang, ranting atau dahan yang terkena karat puru. Serangan yang paling vital terjadi saat karat puru menyerang bagian batang utama pohon sengon karena menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan sengon sangat lambat. Biasanya


(37)

23

petani terpaksa harus memotong batang utama agar bisa mengoptimalkan waktu untuk ditambal sulam lagi dengan bibit yang baru.

5.3.4 Pemanenan

Kegiatan pemanenan dilaksanakan berdasarkan daur butuh dan banyaknya pohon yang dipanen disesuaikan dengan kebutuhan petani saat tertentu, tetapi ada juga memanenan berdasarkan daur tebang 6-7 tahun. Pemanenan tersebut dilakukan saat diameter batang sudah mencapai 23,33 cm sampai dengan 31,50 cm atau sudah mencapai ukuran permintaan pasar.

Alat dalam kegiatan pemanenan menggunakan kapak, gergaji kayu atau gergaji mesin dan tambang. Pengadaan alat menjadi tanggung jawab pembeli dan hasil yang diperoleh umumnya dalam bentuk batang kayu gelondongan (log).

Petani menganggap kayu sengon lebih menguntungkan daripada kayu jati, mereka beralasan jenis sengon, lebih cepat tumbuh, lebih cepat panen dan lebih mudah pemasarannya. Dengan kata lain petani ingin lebih cepat memperoleh pendapatan dari lahan pertaniannya dan dirangsang oleh banyaknya tengkulak dan keberadaan industri pengolahan kayu sengon yang tersebar di setiap desa yang ada di wilayah kabupaten Banjarnegara.

5.3.5 Pemasaran

Dalam hal pemasaran, petani HR langsung menjual ke tengkulak, baik dalam bentuk log maupun pohon yang masih berdiri di lahan milik mereka. Biasanya dalam pelaksanaannya sebagian besar para tengkulak mendatangi para petani HR sengon untuk bernegosiasi dahulu. Sebagian petani HR menawarkan sendiri dengan cara mendatangi tengkulak dalam kondisi mendesak menjual kayunya.

Harga jual kayu sengon sangat beragam. Biasanya penetapan harga berasal dari penawaran tengkulak. Harga kayu sengon berkisar Rp. 30.000 - 700.000 per batang dengan ukuran keliling batang pohonnya 40 cm - 100 cm. Harga jual per-m3 yang ditetapkan tengkulak sekitar Rp. 100.000 per m3 - Rp. 630.000 per m3. Beberapa tengkulak juga ada yang menetapkan harga borongan untuk semua tanaman sengon pada lahan petani. Penetapkan harganya oleh tengkulak biasa dilakukan dengan mensurvei terlebih dahulu untuk memperkirakan potensi tiap tegakan kayu sengon di lahan tersebut.


(38)

24

Harga jual yang cukup bervariasi tersebut dikarenakan petani HR tidak memiliki posisi tawar akibat sistem tebang butuh dan juga disebabkan petani kurang mengetahui harga pasaran yang berlaku. Sehingga dalam kondisi tersebut pihak petani HR belum sebagai pihak yang diuntungkan akan peran tengkulak dalam menentukan harga kayu sengon masih sepihak.

Tingkat kepuasan para petani dalam usaha HR sengon memiliki berbagai alasan. Sebagian petani ada yang sudah merasakan puas bila kebutuhan mereka baik yang mendesak maupun yang tidak mendesak sudah terpenuhi dari hasil penjualan kayu sengon (25%), sedangkan sebagian lagi ada yang beralasan bahwa harga yang biasa mereka terima adalah sudah cukup menguntungkan (20%) dan (12%) cukup puas hanya karena kayu sengon mampu memberikan pendapatan tambahan sebagai usaha sampingan mereka.

Ratio kontribusi pendapatan petani HR antara hasil dari penjualan kayu sengon terhadap pendapatan hasil dari tanaman pertanian 3:17. Hal ini dikarenakan faktor periode waktu panen tanaman pertanian lebih pendek dibandingkan untuk jangka waktu panen kayu sengon.

5.3.6 Penyuluhan

Kegiatan penyulahan yang pernah dilaksanakan terkait dengna kegiatan HR adalah oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Pertanian (PPL). Hasil dari wawancara menyatakan (71,7%) petani tidak tahu adanya kegiatan penyuluhan sehingga menyatakan tidak pernah ikut penyuluhan. Ini menunjukkan sistem informasi dan komunikasi penyelenggaraan kegiatan penyuluhan HR belum serta penyelenggaraannya juga tidak dilakukan secara rutin adapun materi penyuluhannya yang pernah diterima masyarakat tani HR adalah tentang pembibitan, cara tanam serta masalah penanggulangan hama penyakit sengon.

Pada tahun 2008 tercatat adanya kegiatan penyuluhan bertema “perempuan menanam” melalui pengenalan bibit jenis sengon, mahoni, petai dan durian yang difasilitasi penyuluh kehutanan tingkat kecamatan. Pada tahun 2009 juga terdapat kegiatan penanaman satu pohon satu orang (One Man One Tree) di Desa Kesenet seluas lima hektar dengan pohon sengon sebanyak 2.000 bibit dan petai sebanyak 50 bibit yang juga di fasilitasi penyuluh kehutanan kecamatan. Bibit ini difungsikan untuk peningkatan ekonomi (pendapatan petani) dan fungsi


(39)

25

lingkungan seperti pelestarian tanah serta air yang pengelolaannya nanti diserahkan ke masyarakat petani pemilik lahan HR.

5.3.7 Harapan Petani HR

Masyarakat tani HR mengharapkan kegiatan penyuluhan yang berkaitan dengan pembangunan HR dapat dilakukan secara periodik dan materi yang disampaikan tidak hanya mengenai bagaimana cara menangani serangga, hama dan penyakit sengon, tetapi kebutuhan yang lebih urgen yaitu bagaimana usaha untuk menjaga tanaman sengon untuk dapat bertahan hidup melalui cara pengobatan yang lebih mudah, cepat serta murah dan aspek kegiatan pengelolaan secara umum.

Akibatnya saat ini sebagian petani menjadi mulai cenderung kembali kepada usaha awal untuk mengkonversi lahannya dengan tanaman salak pondoh atau tanaman lainnya yang menurut pertimbangan mereka lebih prospek. Oleh karena itu dukungan berbagai pihak (stakeholder) dalam usaha meningkatkan pengembangan HR pun sangat diharapkan masyarakat petani HR supaya usaha sistem agroforestri yang ada dapat lebih produktif dengan jaminan sistem pemasaran yang lebih kondusif.

Dari segi ekonomi, petani HR berharap dapat sejahtera melalui sistem ini untuk pemenuhan kebutuhan alternatif keluarga mereka dalam hal pangan, sandang, papan dapat meningkat penghasilan tambahan dari kayu sengon.

Ditinjau dari aspek ekologi, petani berharap suatu saat program gerakan menanam sengon seluas 30% dari luas wilayah desa dan program “tebang satu pohon tanam lima pohon” dapat dilaksanakan lebih lanjut, melalui terciptanya manfaat ekologi kayu sengon dengan tujuan pencegah longsoran pada tepian sungai, pencegah banjir dan sumber air tanah dapat dipertahankan.

5.4 Potensi HR Desa Kesenet 5.4.1 Potensi Kayu HR Sengon

Hasil pendugaan potensi tegakan sengon di Desa Kesenet berdasarkan intensitas sampling 3,10% dan sampling error (35,82%) berkisar antara 50,99 sampai dengan 107,55 m3/ha atau rata-rata 79,27 m3/ha. Sehingga dari luas HR 193,86 ha produksi total kayu sengon desa Kesenet mencapai kisaran atau rata-rata 15.368,24 m3.


(40)

26 58% 37% 30% 78% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%

Kapulaga Kelapa Pisang Salak Pondoh

P e rs e n ta se J u ml a h R e sp o n d e n P et a n i D es a K es en et Tanaman Perkebunan

5.4.2 Potensi Non Kayu HR Sengon

Sistem agroforestri pada lahan responden umumnya merupakan kombinasi antara kayu sengon dengan salak pondoh, selain itu juga dikombinasi dengan jenis kapulaga, kelapa dan atau pisang. Berikut dapat dijelaskan frekuensi petani HR Desa Kesenet yang mengusahakan jenis non kayu tersebut dan disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram jumlah responden (petani HR) berdasarkan jenis-jenis usaha non kayu yang ditanam di lahan milik di desa Kesenet

Histogram di atas menunjukkan jumlah petani dari 60 responden yang mengusahakan jenis tanaman non kayu. Salak pondoh merupakan tanaman pertanian yang paling banyak diminati (78%) dibandingkan tiga jenis tanaman non kayu lainnya, kemudian diikuti tanaman jenis kapulaga (58%), kelapa (37%) dan pisang (30%).

Petani mengandalkan salak pondoh sebagai pendapatan mingguan karena petani memanennya tiap 14 - 15 hari sekali. Harga jual yang mereka tawarkan ke tengkulak pun bervariasi antara Rp. (2.500 - 4.000)/kg.


(41)

27

Gambar 2 Tanaman salak pondoh

Tanaman pisang dipanen setiap 5 bulan sampai 12 bulan sekali. Hasil panennya mereka jual ke tengkulak atau dijual sendiri ke pasar tradisional. Harga yang biasa mereka tawarkan berkisar Rp. 10.000 sampai dengan Rp. 30.000 per tandannya.

Pohon kelapa juga banyak ditanam petani HR untuk di ambil buahnya dan harga jualnya Rp. 700 - Rp 1.000 per buah. Petani biasanya memanen setiap satu bulan sampai tiga bulan sekali dimana pemasarannya bisa langsung ke pasar tengkulak yang datang ke lahan kebun. Sebagian memanfaatkan niranya untuk dijadikan gula merah.


(42)

28

Tanaman kapulaga merupakan tanaman dominan kedua dan biasa dipanen sekitar 2,5 bulan sampai dengan 3 bulan sekali. Harga jualnya bervariasi dari Rp. 22.000 per kg sampai dengan Rp. 45.000 per kg tergantung siapa yang membeli dan kemana dijual.

Gambar 3 Pohon sengon yang diselingi tanaman kapulaga

5.5 Ratio Potensi Kayu dan Non Kayu HR

Hasil penghitungan berdasarkan 60 responden petani HR, diperoleh jumlah pendapatan per hektar petani HR di desa Kesenet, seperti yang tersaji pada pada Tabel 8.


(43)

29

Tabel 8 Pendapatan per hektar dari hasil usaha pada agroforestri lahan petani HR di desa Kesenet per hektar

Jenis komoditi

Total pendapatan/ha ((m3, kg, tandan,

buah)/ha)

Nilai pendapatan (Rp/ha)

Persentase (%) Kayu sengon 4.756,50 (m3/ha) 35.673.727,00 4,37 Salak pondoh 62.668,70 (kg/ha) 691.022.990,90 84,68

Pisang 3.291,20 (tandan/ha) 38.750.174,60 4,75

Kapulaga 1.289,00 (kg/ha) 33.853.675,20 4,15

Kelapa 33.179,30 (buah/ha) 16.787.078,40 2,06

Total pendapatan 816.087.646,10 100

Tabel 8 menunjukkan bahwa kontribusi pendapatan petani dari HR berupa kayu sengon terhadap pendapatan total petani per hektar hanya mencapai 4,73%. Hal tersebut tidaklah mengherankan karena hasil kayu sengon masih bersifat hasil sampingan dan dengan besar hasil dari salak pondoh yang menjelaskan bahwa pertanian masih merupakan komoditi utama dari usaha pertanian mereka, dimana salak pondoh sudah cukup lama menjadi budaya usaha lokal desa Kesenet. Serangan penyakit pada tanaman sengon juga termasuk salah satu penyebab kecilnya kontribusi hasil kayu.


(44)

30

6. SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

1. Pengelolaan HR di desa Kesenet sudah mengenal tahapan kegiatan pengelolaan seperti penyediaan lahan dan pengelolaan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran, namun kegiatan tersebut masih belum sepenuhnya dapat dicapai sebagai gambaran umum untuk masyarakat petani HR di tingkat desa. Hal ini dikarenakan sistem informasi yang ada hanya bisa diterima sebagian kecil masyarakat dan sistem kelembagaan belum banyak mendukung perangkat kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan usaha di bidang HR.

2. Berdasarkan Intensitas Sampling (IS) sebesar 3,10% diperoleh dugaan potensi HR sengon desa Kesenet rata-rata 79,27 m3/ha atau berkisar antara 50,99 m3/ha - 107,55 m3/ha dan dari luas total HR 193,86 ha diperoleh total potensi kayu sengon di Desa Kesenet rata-rata sebesar 15.368,24 m3 atau berkisar antara 9.863,66 m3 - 20.872,83 m3.

3. Tingkat kontribusi pendapatan petani dari HR untuk jenis kayu sengon terhadap pendapatan total petani HR per hektar Rp. 35.673.727,00/ha (4,37%), sedangkan pendapatan dari salak pondoh sebagai komoditi utama pertanian Rp. 691.022.990,00/ha (84,68%). Hal ini menggambarkan bahwa usaha HR sengon masih merupakan kegiatan usaha sampingan bagi masyarakat petani HR desa Kesenet.

6.2 Saran

Peningkatan intensifikasi penyuluhan, pelatihan serta pendampingan oleh pemerintah daerah setempat mengenai teknik pengelolaan sengon serta informasi pasar dalam menjamin keseimbangan harga pasar yang jelas akan sangat membantu bagi masyarakat tani HR untuk memiliki peluang posisi tawar yang lebih baik. Selain itu untuk menjamin kelanjutan usaha di bidang HR sengon perlu perhatian lebih dalam penanggulangan hama dan penyakit karat puru di kabupaten Banjarnegara.


(45)

31

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistika, Kabupaten Banjarnegara. 2008. Data Dasar Profil Desa/Kelurahan, Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara 2008. Banjarnegara (ID): Badan Pusat Statistika Kabupaten Banjarnegara. [CIFOR] Center for International Forestry Research. 2004. Launching Model

Forest Indonesia. Bogor (ID): CIFOR.

[Dishutbun] Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Kabupaten Banjarnegara. 2009.

Statistik Kehutanan kabupaten Banjarnegara 2009. Banjarnegara (ID): Dishutbun Kabupaten Banjarnegara.

[Dishutbun] Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Provinsi Jambi. 2010. Teknik Pembuatan Tanaman Sengon [Internet]. [diunduh 2010 April 12]. Tersedia pada: Atmosuseno BS. 1998. Budidaya, Kegunaan, dan Prospek Sengon. Bogor (ID):

Penebar Swadaya.

Darusman D, Hardjanto. 2006. Tinjauan Ekonomi Hutan Rakyat. Di dalam: Tinambunan D, Dulsalam, Balfas J, Tampubolon AP, Suhariyanto, Krisdianto, Sudarmalik, editor. Kontribusi Hutan Rakyat Dalam Kesinambungan Industri Kehutanan. Seminar Litbang Hasil Hutan; 2006 Sept 21; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Puslitbang Hasil Hutan. hlm 4-13. Darusman D. 2000. Ketika Rakyat Mengelola Hutan (Pengalaman Dari Jambi).

Bogor (ID): KPSHK.

Hieronnymus BS. 1992. Budidaya Sengon. Yogyakarta (ID): Kanisius. Indriyanto. 2008. Pengantar Budi Daya Hutan. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Intan P. 2009. Peran Hutan Rakyat Dalam Perekonomian Masyarakat Desa (Studi

Kasus di Desa Wangunjaya Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Jumali. 2009. Penyakit Karat Tumor/Karat Puru Pada Sengon Laut

(Uromycladium spp.). Artike

[diunduh 2010 April 12]; 214. Tersedia

pada:

Kementerian Kehutanan. 2011. Statistik Kehutanan 2010. Jakarta (ID): Kementerian Kehutanan.

Martawijaya A, Kartasujana I. 1977. Ciri Umum, Sifat dan Kegunaan Jenis-Jenis Kayu Indonesia. Bogor (ID): Lembaga Peneletian Hasil Hutan.

Maulana F. 2009. Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Jenis Sengon(Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) di Desa Burat, Kecamatan Kepil, Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.


(46)

32

Menteri Kehutanan. 2004. Peraturan Menteri Kehutanan No. P03/Menhut-V/2004. Jakarta (ID): Kementerian Kehutanan.

Munggoro DW, Ariang W, Mustafa A. 2001. Hutan Kemasyarakatan: (Prinsip, Kriteria dan Indikato). Bogor (ID): LATIN.

Nair KSS. 2000. Insect Pests and Diseases in Indonesian Forests: An Assasement of The Major Treath, Research, Efforts and Literature. Bogor (ID): Center for International Forestry Research (FORCI).

Pasar Sengon Sangat Cerah. 2009. Pasar Sengon Sangat Cerah [Internet]. [diunduh 2010 April 09]. Tersedia pada: http:/ Pemerintah Daerah Desa Kesenet. 2010. Monografi Desa Kesenet. Kesenet (ID):

Pemerintah Daerah Desa Kesenet.

Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Jakarta (ID): Sekretaris Negara.

Pengembangan Albasia. 2005. Pengembangan Albasia [Internet]. [diunduh 2010 Maret 09]. Tersedia pada:

Rahayu S. 1999. Penyakit Tanaman Hutan di Indonesia: Gejala, Penyebab dan Teknik Pengendaliannya. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Ratnaningrum A. 2009. Studi Distribusi Keuntungan Dalam Pemasaran Kayu Rakyat (Kasus di Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Tanggerang, Wilayah Cianjur Selatan Kabupaten Cianjur) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Suharjito D. 2000. Hutan Rakyat di Jawa: Perannya dalam Perekonomian Desa. Bogor (ID): Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM)

Sukadaryati. 2006. Potensi Hutan Rakyat di Indonesia dan Permasalahannya. Di dalam: Kontribusi Hutan Rakyat Dalam Kesinambungan Industri Kehutanan. Seminar Litbang Hasil Hutan; 2006 Sept 21; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Puslitbang Hasil Hutan. hlm 45-57. [No abstr tidak diketahui].

Tiryana T. 2003. Teknik Inventarisasi Sumberdaya Hutan. Bogor (ID): Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB.


(47)

(48)

34

Data perhitungan statistika IS

(%)

Total

(m3)

Rata-rata

(m3/plot)

Rata-rata

(m3/ha)

S2y

(m3/plot)

S2

(m3/plot)

S2

(m3/ha)

3,10 15.368,24 7,93 79,27 475,65 11.133,97 124,80 2,02 201,56

Rata-rata volume per ha (m3/ha) 50,99 - 107,55

Total volume tegakan (m3) 15.368,24

Rata-rata volume tegakan (m3) 9.863,66 - 20.872,83

Intensitas sampling (%) 3,10


(49)

35

Hasil pengukuran hutan rakyat sengon pada salah satu plot contoh Bapak Akhmad Junaidi

Umur (Tahun) Keliling (cm) Diameter (cm) Tbc (m) Volume (m3)

5 30.0 9.55 10.0 0.07

5 33.0 10.50 10.0 0.09

5 37.0 11.77 10.5 0.11

5 38.0 12.09 10.0 0.11

5 29.0 9.23 9.0 0.06

5.5 47.0 14.95 9.5 0.17

5.5 33.0 10.50 10.0 0.09

6 48.0 15.27 8.0 0.15

6 31.0 9.86 8.0 0.06

6 37.0 11.77 10.0 0.11

6 56.0 17.82 10.0 0.25

6 47.0 14.95 11.0 0.19

6.5 38.0 12.09 8.0 0.09

6 41.0 13.05 8.0 0.11

6 57.0 18.14 7.0 0.18

6 58.0 18.45 7.5 0.20

6 70.0 22.27 9.0 0.35

5 73.0 23.23 10.0 0.42

5 71.0 22.59 9.0 0.36

5 60.0 19.09 8.0 0.23

5 72.0 22.91 8.0 0.33

6 61.0 19.41 9.0 0.27

6 32.0 10.18 10.0 0.08

6 39.0 12.41 8.5 0.10

6 48.0 15.27 7.0 0.13

6 46.0 14.64 6.0 0.10

5 33.0 10.50 6.5 0.06

5 41.0 13.05 5.5 0.07

5 43.0 13.68 6.0 0.09

5 37.0 11.77 6.5 0.07

5 32.0 10.18 8.0 0.07

5 42.0 13.36 8.5 0.12


(50)

36

(lanjutan) Hasil pengukuran hutan rakyat sengon Bapak Akhmad Junaidi

Umur (Tahun)

Keliling (cm)

Diameter (cm)

Tbc (m)

Volume (m3)

5 43.0 13.68 9.0 0.13

6 46.0 14.64 9.0 0.15

6 47.0 14.95 8.0 0.14

6 39.0 12.41 9.0 0.11

6 41.0 13.05 9.0 0.12

6 50.0 15.91 10.0 0.20

6 53.0 16.86 9.0 0.20


(51)

37

Data potensi hutan rakyat sengon desa Kesenet

Nama Dusun Potensi

(m3/plot)

Jumlah pohon dalam plot (batang) yi2 (m3/plot) Kesenet

6.075 40 36.90

33.537 11 1124.74

3.670 83 13.47

3.155 6 9.95

0.585 12 0.34

1.568 8 2.46

2.817 14 7.94

1.777 9 3.16

2.220 20 4.93

3.542 9 12.55

3.179 15 10.10

2.650 15 7.02

1.039 36 1.08

0.412 12 0.17

0.828 9 0.69

0.549 12 0.30

1.273 17 1.62

24.868 50 618.44

1.967 8 3.87

5.164 56 26.67

Sarang Panjang

21.160 21 447.75

28.327 61 802.42

1.706 23 2.91

0.687 13 0.47

1.583 28 2.51

0.981 3 0.96

1.530 25 2.34

0.544 7 0.30

16.307 24 265.93

1.152 18 1.33

8.865 12 78.59

5.753 13 33.09

0.589 23 0.35

1.575 22 2.48


(52)

38

(lanjutan) Data potensi hutan rakyat sengon desa Kesenet

Nama Dusun Potensi

(m3/plot)

Jumlah pohon dalam plot

(batang)

yi2

(m3/plot)

6.357 24 40.41

1.306 11 1.71

Sarang Panjang 4.287 26 18.38

0.440 9 0.19

0.821 15 0.67

Silambur

28.051 39 786.85

0.710 9 0.50

3.482 26 12.12

0.712 46 0.51

16.796 34 282.10

10.973 49 120.41

8.248 7 68.02

0.676 16 0.46

0.539 18 0.29

6.130 40 37.58

11.488 63 131.98

23.625 40 558.15

3.926 40 15.42

54.896 72 3013.57

15.416 34 237.64

2.829 42 8.00

1.828 32 3.34

16.596 25 275.41

24.930 26 621.53

36.973 51 1366.99


(53)

39

Peta Kecamatan Banjarmangu Desa Terpilih


(54)

40


(55)

41


(1)

36

(lanjutan) Hasil pengukuran hutan rakyat sengon

Bapak Akhmad Junaidi

Umur

(Tahun)

Keliling

(cm)

Diameter

(cm)

Tbc

(m)

Volume

(m

3

)

5

43.0

13.68

9.0

0.13

6

46.0

14.64

9.0

0.15

6

47.0

14.95

8.0

0.14

6

39.0

12.41

9.0

0.11

6

41.0

13.05

9.0

0.12

6

50.0

15.91

10.0

0.20

6

53.0

16.86

9.0

0.20


(2)

37

Data potensi hutan rakyat sengon desa Kesenet

Nama Dusun Potensi

(m3/plot)

Jumlah pohon dalam plot (batang) yi2 (m3/plot) Kesenet

6.075 40 36.90

33.537 11 1124.74

3.670 83 13.47

3.155 6 9.95

0.585 12 0.34

1.568 8 2.46

2.817 14 7.94

1.777 9 3.16

2.220 20 4.93

3.542 9 12.55

3.179 15 10.10

2.650 15 7.02

1.039 36 1.08

0.412 12 0.17

0.828 9 0.69

0.549 12 0.30

1.273 17 1.62

24.868 50 618.44

1.967 8 3.87

5.164 56 26.67

Sarang Panjang

21.160 21 447.75

28.327 61 802.42

1.706 23 2.91

0.687 13 0.47

1.583 28 2.51

0.981 3 0.96

1.530 25 2.34

0.544 7 0.30

16.307 24 265.93

1.152 18 1.33

8.865 12 78.59

5.753 13 33.09

0.589 23 0.35

1.575 22 2.48


(3)

38

(lanjutan) Data potensi hutan rakyat sengon desa Kesenet

Nama Dusun Potensi

(m3/plot)

Jumlah pohon dalam plot

(batang)

yi2 (m3/plot)

6.357 24 40.41

1.306 11 1.71

Sarang Panjang 4.287 26 18.38

0.440 9 0.19

0.821 15 0.67

Silambur

28.051 39 786.85

0.710 9 0.50

3.482 26 12.12

0.712 46 0.51

16.796 34 282.10

10.973 49 120.41

8.248 7 68.02

0.676 16 0.46

0.539 18 0.29

6.130 40 37.58

11.488 63 131.98

23.625 40 558.15

3.926 40 15.42

54.896 72 3013.57

15.416 34 237.64

2.829 42 8.00

1.828 32 3.34

16.596 25 275.41

24.930 26 621.53

36.973 51 1366.99


(4)

39

Peta Kecamatan Banjarmangu


(5)

40


(6)

41