Pengembangan Metode Produksi, Pengolahan dan Penyimpanan Benih Padi Hibrida

i

PENGEMBANGAN METODE PRODUKSI,
PENGOLAHAN DAN PENYIMPANAN BENIH PADI HIBRIDA

PEPI NUR SUSILAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

iii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pengembangan
Metode Produksi, Pengolahan dan Penyimpanan Benih Padi Hibrida adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Pepi Nur Susilawati
NIM A261100021

RINGKASAN
PEPI NUR SUSIAWATI. Pengembangan Metode Produksi, Pengolahan
dan Penyimpanan Benih Padi Hibrida. Dibimbing oleh MEMEN SURAHMAN
(Ketua), BAMBANG SAPTA PURWOKO (Anggota), TATIEK KARTIKA
SUHARSI (Anggota), SATOTO (Anggota).
Kebutuhan beras terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah
penduduk. Upaya peningkatan produksi beras melalui pendekatan varietas unggul
dapat dilakukan dengan penggunaan padi hibrida. Adanya fenomena heterosis
memungkinkan padi hibrida memberikan kontribusi peningkatan produktivitas 1025%.
Produksi benih padi hibrida di Indonesia selama ini menggunakan sistem tiga
galur dengan melibatkan tetua betina (galur mandul jantan/CMS/A), galur pelestari
(maintainer/B), dan galur pemulih kesuburan (restorer/R). Sistem tiga galur

memiliki kelemahan salah satunya adalah sinkronisasi pembungaan antara tetua
betina dengan tetua jantannya. Hambatan dalam proses serbuk silang juga berakibat
pada pengisian benih yang kurang sempurna. Benih dapat terisi sangat penuh, penuh,
dan setengah penuh. Benih-benih yang tidak terisi sempurna akan mudah terbuang
saat pemisahan benih dari kotoran benih menggunakan blower saat pengolahan benih.
Perlu ada upaya menekan tingkat kehilangan hasil selama pengolahan benih melalui
pengaturan kecepatan blower yang sesuai.
Permasalahan lain pada padi hibrida adalah daya simpan benih yang relatif
lebih singkat dibandingkan dengan padi inbrida. Hal ini karena pada umumnya
secara fisik benih padi hibrida memiliki struktur lemma dan palea tidak tertutup rapat.
Struktur benih seperti ini mengakibatkan butiran padi terbuka atau berongga yang
rawan terhadap perubahan kondisi lingkungan serta serangan hama dan penyakit.
Tujuan penelitian ini adalah untuk : (1) mempelajari perbedaan karakter
bunga dan morfologi tanaman tetua betina (CMS) dan tetua jantan (R) padi hibrida
yang berhubungan dengan perubahan lingkungan, (2) mempelajari waktu berbunga
beberapa tetua padi hibrida dengan pendekatan suhu efektif terakumulasi pada
beberapa waktu tanam, (3) mengetahui konsentrasi dan frekuensi aplikasi GA3 yang
tepat dalam mendukung proses penyerbukan antara tetua jantan dan betina, (4)
mengetahui pengaruh kecepatan blower terhadap kehilangan hasil benih padi hibrida,
(5) mengetahui pengaruh kondisi ruang simpan terhadap mutu fisiologis benih padi

hibrida dan inbrida.
Penelitian dilakukan dalam 5 tahap percobaan : (1) karakterisasi bunga dan
morfologi tanaman tetua padi hibrida selama 4 kali pertanaman, (2) identifikasi
kebutuhan suhu efektif terakumulasi masing-masing pasangan tetua, (3) optimasi
produksi benih padi hibrida menggunakan GA3, (4) pengujian efektifitas kecepatan
blower separator dalam pengolahan benih, (5) identifikasi daya simpan benih hibrida
pada dua suhu AC dan suhu kamar.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa waktu tanam terbaik pada semua galur
CMS adalah pada Juni-Oktober, dimana suhu rata-rata dan lama penyinaran matahari
lebih tinggi, sedangkan kelembaban relatif, curah hujan dan jumlah hari hujan lebih
rendah dibanding dengan waktu tanaman lainnya. Selama empat waktu penanaman
galur restorer menghasilkan karakter yang stabil pada semua variabel yang diamati
(tidak berbeda nyata antar waktu tanam) kecuali durasi membuka bunga yang
dipengaruhi oleh suhu dan lamanya penyinaran matahari. Pasangan tetua padi hibrida
Hipa 8, Hipa 5, Hipa 11 dan Hipa 14 SBU menunjukkan tingkat kesesuaian pada
semua variabel yang diamati. Beberapa wilayah yang memiliki lahan sawah irigasi

iii

teknis dengan kondisi iklim mirip dengan KP Singamerta adalah Kabupaten/Kota

Cilegon, Tangerang, Bekasi, Subang, Karawang, Indramayu dan Cirebon. Daerah
tersebut memiliki curah hujan terendah pada periode Juni sampai Oktober
berdasarkan data curah hujan selama 10 tahun terakhir.
Terdapat variasi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai setiap fase
pertumbuhan tertentu pada empat galur CMS dan tujuh galur restorer. Semua galur
restorer memerlukan waktu berbunga 50 % lebih lama 2 sampai 11 hari dibandingkan
dengan galur CMS, kecuali untuk galur restorer BP51-1 yang waktu berbunganya
lebih pendek 2-5 hari dari CMS A1. Terdapat variasi heat unit baik antar galur
maupun antar waktu penanaman. Variasi antar waktu tanam disebabkan adanya
variasi suhu, kelembaban, curah hujan dan lama penyinaran matahari, sedangkan
variasi antar galur disebabkan faktor genetik. Heat unit pada fase pembungaan 50%
dapat dijadikan acuan dalam menentukan selisih waktu semai antar pasangan tetua
padi hibrida. Semua galur restorer membutuhkan akumulasi suhu efektif lebih tinggi
dibanding galur CMS, kecuali untuk galur BP51-1 menghasilkan akumulasi suhu
efektif lebih rendah (52.3°C) dibandingkan dengan CMS A1 pasangannya, sehingga
CMS A1 harus ditanam lebih dulu dari pada BP51-1 agar terjadi sinkronisasi pada
saat penyerbukan.
Aplikasi GA3 dilakukan dengan cara menyemprotkan larutan GA3 dari bagian
buku dibawah daun bendera sampai dengan ujung daun pada saat 5-10% berbunga.
Konsentrasi GA3 meningkatkan tinggi tanaman, eksersi malai, eksersi stigma, durasi

membuka bunga, sudut membuka bunga dan panjang malai. Konsentrasi GA3 200
ppm menghasilkan produktivitas lebih tinggi pada varietas Hipa 6 (950 kg ha-1), Hipa
Jatim 3 (1450 kg ha-1) dan Hipa 14 SBU (2120 kg ha-1). Produktivitas tertinggi pada
varietas Hipa 8 dicapai pada konsentrasi 300 ppm (1550 kg ha -1) namun tidak berbeda
nyata dengan konsentrasi GA3 200 ppm. Frekuensi aplikasi GA3 meningkatkan tinggi
tanaman, eksersi malai, eksersi stigma dan durasi membuka bunga. Perlakuan dua
kali aplikasi GA3 (10-15% heading dan 3 hari setelahnya) mampu menghasilkan
produktivitas lebih tinggi pada semua varietas yang dihasilkan dibandingkan dengan
frekuensi tiga kali aplikasi dan kontrol.
Kecepatan blower 220 rpm efektif untuk memilah benih pada semua varietas
benih hibrida padi yang diuji kecuali varietas Hipa 14 SBU. Kecepatan blower 145
rpm paling sesuai untuk memilah benih padi hibrida Hipa 14 SBU pada semua
variabel yang diuji. Penggunaan kecepatan blower yang tepat akan mengurangi
kerugian finansial sebesar Rp 4 750 000,- per ton (pada tingkat kehilangan hasil 9.5%
dan harga jual benih padi hibrida 50 000 per kg).
Penurunan viabilitas benih yang ditunjukkan oleh variabel daya berkecambah
dan potensi tumbuh maksimum terjadi pada bulan ke-5 setelah disimpan pada kondisi
suhu ruang. Penurunan vigor benih yang ditunjukkan oleh indeks vigor dan
kecepatan tumbuh terjadi pada bulan ke-4 dan ke-5 setelah disimpan pada kondisi
kamar. Benih padi varietas hibrida dan Inbrida masih memenuhi standar kelulusan

sertifikasi benih sampai dengan akhir penyimpanan (6 bulan) pada kondisi kamar
yang ditunjukkan dengan persentase daya berkecambah diatas 80%.

Kata kunci: aplikasi GA3, daya simpan benih, heat unit, optimasi kecepatan
blower, sinkronisasi pembungaan.

SUMMARY
PEPI NUR SUSIAWATI. Method Development of Hybrid Rice Seed
Production, Processing and Storage. Under direction of MEMEN SURAHMAN
as Chairman, BAMBANG SAPTA PURWOKO, TATIEK KARTIKA
SUHARSI and SATOTO as members of the advisory committee.
Demand on rice increases as population increases. Effort on enhancing
rice productivity can be done by using high yielding variety. It is due to the
heterotic phenomena, which contributes to the higher rice productivity of 10 –
25%.
In Indonesia, the hybrid rice seed production uses a three-line system,
which involve female parental lines (Cytoplasmic Male Sterility/CMS/A),
maintainer line (B), and restorer line (R). The three-line system has a
disadvantage, i.e. the flowering synchronization between the female parent and
male parent. This un-synchronized pollination might also lead to the

imperfection of seed filling and varying results: very full filled, full filled, or half
filled. As the consequence, the imperfect hybrid rice seeds might be easily lost
away when they are separated using a blower. Therefore, a technique needs to be
applied in order to reduce the losses during seed processing. One of them is
through adjusting the suitable blower speed.
Another problem of hybrid rice is the short time storability compared to
the non hybrid rice, mainly caused by the physical appearance of lemma and
palea of the hybrid rice seeds, which are not fully covered. This seed characteristic
leads to a vulnerable condition when the environment is not suitable or disease
and pest attack.
The objectives this research were: (1) to study on differential flowering
characteristics and morphology of the female parents (CMS) and the male parents
(R) of the hybrid rice, at different planting time, (2) to identify of the required
effective accumulated temperature on each parental lines , (3) to determine the
concentration and frequency of GA3 application in term of supporting the
successful pollination between the female and male parents, (4) to investigate the
influence of blower‟s speed on the losses of hybrid rice seeds‟ results, (5) to
investigate the influence of storage room‟s temperature on the physiological
quality of hybrid rice seeds.
The research was conducted in five experimental steps: (1) flower and

morphological characterization of the parental lines (CMS and restorer) during
four planting times, (2) identification of the required effective accumulated
temperature on each parental lines, (3) optimization of hybrid seeds production
using GA3, (4) analysis of effectiveness of the blower separator‟s speed for the
seed processing, (5) identification of the hybrid rice seed storage in two different
temperatures.
Result of the experiment showed that the best time for planting period of
all CMS lines was on June – October, when the average temperature and sunlight
duration were higher, while the relative humidity level and the amount of rainy
days were lower than any other planting periods. During the four planting
periods, restorer lines showed consistent characteristics (not significantly different
among the four planting periods), except the duration of flower‟s opening. This

v

flower‟s opening was highly influenced by temperature and sunlight duration.
Parental lines Hipa 8, Hipa 5, Hipa 11 and Hipa 14 SBU showed suitability with
its respective restorer lines.
Variations on the required growing time for four CMS lines and seven
restorer lines occured. The restorer lines need longer time (2–11 more days) to

reach the 50% flowering phase compared to the CMS lines. However, an
exception was shown by the A1 CMS line which required 2 – 5 more days than
the BP51-1 restorer line. There was also heat unit variation either in the lines or
in the planting period. Different planting period caused variation in temperature,
humidity, rainfall intensity, and sunlight duration, while variations among the
lines was caused by genetic factors. An amount of 50% heat unit in the flowering
phase can be used as a guidance to determine difference on the nursery time
between each pair of hybrid rice parents. All of the restorer lines need higher
accumulation of effective temperature than all the CMS lines, except the BP51-1
line, which was 36oC lower than its pair, the CMS A1 line. Therefore, the CMS
A1 line has to be planted earlier than the BP51-1 line, so that the pollination can
be synchronized.
The treatment of GA3 increased plant height, panicle exertion, stigma
exertion, duration of floret opening and angle of floret opening, and the panicle
length. Concentration of 200 ppm GA3 resulted in higher productivity on the Hipa
6 variety (950 kg/ha), Hipa Jatim 3 (1,450 kg/ha), and Hipa 14 SBU (2,120
kg/ha). The highest productivity of Hipa 8 (1,550 kg/ha) was shown by the
application of 300 ppm GA3. Nevertheless, it was not significantly different from
the application of 200 ppm GA3. Frequency of GA3 application increased the plant
height, panicle exertion, stigma exertion and duration of floret opening. Two

times of GA3 treatment resulted in higher productivity for all varieties compared
to the three times of GA3 application and the control plants.
Speed of blower‟s 220 rpm effective for sorting seeds in all varieties of
hybrid rice were tested except HIPA 14 SBU. Speed of blower‟s 145 rpm most
appropriate sorting of Hipa 14 SBU on all variables tested.
The decrease in seed viability was shown by the variability in germination
and maximum growth potential occured at month 5 after storage. The decline in
seed vigor in “room temperature” shown by the vigor index and speed of
germination occurred in the fourth and fifth month after storage. Hybrid and
inbred rice seeds by the end of storage (after 6 months) still passed the
certification standards as shown by the germination percentage of over 80%.
Keywords : heat units, GA3 application, seed storability, optimization blowers‟s
seed, synchronization of flowering.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGEMBANGAN METODE PRODUKSI,
PENGOLAHAN DAN PENYIMPANAN BENIH PADI HIBRIDA

PEPI NUR SUSILAWATI

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

Penguji pada Ujian Tertutup

:

Penguji pada Ujian Terbuka

:

1. Dr Ir Hajrial Aswidinnoor, MSc
(Staf Pengajar Program Studi Pemuliaan dan
Bioteknologi
Tanaman,
Departemen
Agronomi
dan
Hortikultura,
Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor)
2. Dr Ir Abdul Qodir, MSi
(Staf Pengajar Program Studi Ilmu dan
Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor)
1. Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS
(Kepala Bagian Ilmu dan Teknologi Benih,
Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor)
2. Dr Ir Suwarno MS
(Ahli Peneliti Utama di Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi, Balitbangtan,
Kementrian Pertanian)

Judul Disertasi
Nama
NIM

: Pengembangan Metode Produksi, Pengolahan dan
Penyimpanan Benih Padi Hibrida
: Pepi Nur Susilawati
: A261100021

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Memen Surahman, MSc Agr
Ketua

Prof Dr Ir Bambang S Purwoko, MSc
Anggota

Dr Dra Tatiek Kartika Suharsi, MS
Anggota

Dr Ir Satoto, MS
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Mayor
Ilmu dan Teknologi Benih

Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

PRAKATA
Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan Disertasi ini dapat diselesaikan.
Topik penelitian yang dipilih merupakan salah satu masalah pada produksi benih padi hibrida
yang tingkat produksinya masih rendah dan memerlukan optimasi baik ketika produksi,
pengolahan maupun penyimpanannya.
Selama rentang waktu perkuliahan sampai penyelesaian tugas akhir
Disertasi ini, penulis banyak menerima bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Karenanya dengan ketulusan penulis menyampaikan ucapan terimakasih
dan penghargaan kepada :
1. Prof Dr Ir Memen Surahman, MSc Agr selaku ketua komisi pembimbing,
Prof Dr Ir Bambang S Purwoko, MSc, Dr Dra Tatiek Kartika S, MS dan Dr Ir
Satoto selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberi bimbingan,
koreksi, saran,motivasi, kesabaran kepada penulis sejak perencanaan
penelitian hingga penyelesaian disertasi.
2. Dr Ir Hajrial Asiwidinnoor MSc dan Dr Ir Abdul Qodir MS, selaku penguji
pada ujian tertutup, Prof Dr Satriyas Ilyas MS dan Dr Ir Suwarno, selaku
penguji pada ujian terbuka serta Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc selaku ketua
Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih yang telah memberikan saran dan
koreksi untuk perbaikan disertasi ini.
3. Badan Litbang Kementerian Pertanian, yang telah memberikan kesempatan
dan beasiswa untuk mengikuti program S3 di IPB.
4. Dr Ir Eko Sri Mulyani, MS selaku Kepala BPTP Banten atas bantuan
pemberian izin belajar, penggunaan fasilitas KP dan bantuan kegiatan lainnya
yang diberikan kepada penulis. Ir Mewa Ariani, MS selaku Kepala BPTP
Banten 2010 atas pemberian izin belajar ke IPB.
5. Prof Dr Ir Zulkifli dan Dr Ir Iman Sugema, yang telah memberikan
rekomendasi kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan.
6. Tim kegiatan padi hibrida BPTP Banten bu Zuraida Yursak, SP MSi, Yuti
Giamerti, SP, Pak Ahyani, Pak Adung, Pak H Sutirman, Pak Agus, serta
keluarga besar BPTP Banten terimakasih atas persahabatan, bantuan dan
dukungannya selama penelitian berlangsung.
7. Keluarga Benih 2010, Pak Tjipto, Candra, Reren, Ikrar, Cici, Pak Agus, Pak
Dwi, Uni Noflinda, Anis, Pak Patasija atas kebersamaan dan kekeluargaannya.
8. Sahabat terbaik Bu Siti Maryam, Bu Haliaturahma, Pak Thamrin, Pak Ismail
Maskromo, Pak Awaludin Hipi, Sri Kurniawati, Ratna Wulandari, Eka
Yulisusanti, Noneng, Agus Widjaja, Firmansjah A, Agustiansyah, atas doa,
persahabatan dan bantuannya kepada penulis.
9. Staf administrasi Pasca Sarjana, Pak Udin, Mbak Neng, Bu Mimin, Mas Anto
dan Pak Yani, atas semua bantuan yang diberikan.
10. Kakak dan adik tersayang, Aa iman, Aa lugina, Ceu Neneng, ceu Tatat,
Boboy, De Elis, atas cinta, doa, motivasi dan bantuan dana selama ini. Juga
pada kakak dan adik ipar, teh Nia, aa Adih, mas Karyo, Bi Lilis, Om
Bambang, Cefi, Rima, Deni, Dian, Eri, dan keponakan-keponakan atas
ketulusan doa. Serta untuk Bi Manah dan Teh Minah atas bantuannya menjaga
anak-anak.

11. Ibunda Hj Siti Rumhanah dan Hj Miskiah, atas do‟a-do‟a tulus dalam setiap
munajatnya. Ayahanda Kuswara (Alm) dan Bapak Edi Mulyadi (Alm) atas
perjuangan mereka untuk penulis semasa hidupnya.
12. Andhi Novayadi SP, MSi. suami tercinta yang luar biasa bersedia
mendampingi dan bersabar menjadi teman, pembimbing, pelindung,
pendukung, dan motivator yang tiada lelahnya. Malaikat kecilku tercinta
Daffa Muhammad, Azcka Hamida, Hadiya Awaliyya Ramadhani atas doa dan
pengertiannya.
Karya kecil ini semoga menjadi inspirasi dan motivasi buat anak-anakku,
serta bermanfaat bagi kemajuan padi hibrida di Indonesia.

Bogor, Agustus 2014
Pepi Nur Susilawati

vii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Hipotesis
Manfaat Penelitian

1
1
3
3
4

TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan dan Fenologi Tanaman Padi
Produksi Benih Padi Hibrida
Perlakuan Pembungaan
Penyimpanan Benih

5
5
6
8
9

STUDI KARAKTER BUNGA DAN MORFOLOGI TANAMAN
BEBERAPA VARIETAS TETUA PADI HIBRIDA PADA WAKTU
PENANAMAN BERBEDA
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Keragaman Karakter Galur CMS pada Empat Waktu Tanam
Keragaman Karakter Galur Restorer pada Empat Waktu Tanam
Kesesuaian Karakter Galur CMS dengan Galur Restorer
Kesimpulan
PENGARUH SUHU AKUMULASI EFEKTIF TERHADAP
SINKRONISASI PEMBUNGAAN DALAM PRODUKSI BENIH PADI
HIBRIDA
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
OPTIMASI PRODUKSI BENIH PADI HIBRIDA INDONESIA MELALUI
APLIKASI GA3
Pendahuluan
Bahan dan Metode

10
10
11
14
14
17
20
22

23
23
24
26
30
31
31
32

viii

Hasil dan Pembahasan
Pengaruh Konsentrasi GA3 terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Benih Padi Hibrida
Pengaruh Frekuensi Aplikasi GA3 terhadap Peningkatan
Produksi Benih Padi Hibrida
Kesimpulan
PENGARUH KECEPATAN BLOWER TERHADAP KEHILANGAN
HASIL SELAMA PENGOLAHAN BENIH PADI HIBRIDA
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
PENGARUH SUHU RUANG SIMPAN TERHADAP PERUBAHAN
FISIOLOGIS BENIH PADI HIBRIDA DAN INBRIDA
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Viabilitas dan Vigor Benih Padi Hibrida Selama Enam Bulan
Penyimpanan
Penurunan Viabilitas dan Vigor Benih Padi Hibrida dan Inbrida
Selama Enam Bulan Periode Simpan
Pengaruh Suhu AC dan Suhu Ruang terhadap Viabilitas dan
Vigor Benih Padi Hibrida dan Inbrida selama Penyimpanan
Kesimpulan
PEMBAHASAN UMUM
KESIMPULAN UMUM
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

34
34
38
43
44
44
45
47
50
51
51
52
54
54
60
62
63
65
68
69
70
74

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Kisaran waktu primordia bunga pada beberapa umur kultivar
Durasi pada masing-masing fase perkembangan malai muda
Karakteristik morfologi galur CMS pada empat waktu tanam berbeda
Karakteristik pembungaan galur CMS pada beberapa waktu tanam
berbeda
Karakteristik iklim selama empat kali penanaman

8
9
15
16
17

ix

6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

21

22

23

Karakteristik morfologi galur restorer pada beberapa waktu tanam
berbeda
Karakteristik bunga galur restorer pada beberapa waktu tanam berbeda
Karakteristik hasil galur restorer pada beberapa waktu tanam berbeda
Kesesuaian karakteristik galur CMS dan galur restorer pada beberapa
karakter morfologi dan pembungaan
Jumlah hari yang dibutuhkan untuk mencapai fase perkembangan
tanaman (semai, anakan maksimum, heading, berbunga 50%, panen)
Suhu efektif terakumulasi untuk mencapai fase perkembangan tanaman
(semai, anakan maksimum, heading, berbunga 50%, panen)
Keragaan kondisi iklim selama penelitian
Karakter agronomi empat galur mandul jantan pada beberapa aplikasi
konsentrasi GA3 yang berbeda
Eksersi stigma, durasi membuka bunga, sudut membuka bunga dan
seed set pada beberapa aplikasi konsentrasi GA3 yang berbeda
Karakter agronomi empat galur mandul jantan pada frekuensi aplikasi
GA3 yang berbeda
Eksersi stigma dan durasi membuka bunga empat galur mandul jantan
pada frekuensi aplikasi GA3 yang berbeda
Pengaruh kecepatan blower terhadap variabel bobot benih, daya
berkecambah dan potensi tumbuh maksimum pada L3 dan L4
Pengaruh kecepatan blower terhadap bobot kering kecambah, indeks
vigor dan kecepatan tumbuh
Mutu fisiologis benih sebelum disimpan
Pengaruh suhu ruang simpan (kamar dan AC) dan varietas terhadap
potensi tumbuh maksimum (PTM), daya berkecambah (DB), bobot
kering kecambah normal (BKKN), indeks vigor (IV), kecepatan
tumbuh (KCT) pada bulan ketiga penyimpanan
Pengaruh suhu ruang simpan (kamar dan AC) dan varietas terhadap
potensi tumbuh maksimum (PTM), daya berkecambah (DB), bobot
kering kecambah normal (BKKN), indeks vigor (IV), kecepatan
tumbuh (KCT) pada bulan keempat penyimpanan
Pengaruh suhu ruang simpan (kamar dan AC) dan varietas terhadap
potensi tumbuh maksimum (PTM), daya berkecambah (DB), bobot
kering kecambah normal (BKKN), indeks vigor (IV), kecepatan
tumbuh (KCT) pada bulan kelima penyimpanan
Pengaruh suhu ruang simpan (kamar dan AC) dan varietas terhadap
potensi tumbuh maksimum (PTM), daya berkecambah (DB), bobot
kering kecambah normal (BKKN), indeks vigor (IV), kecepatan
tumbuh (KCT) pada bulan keenam penyimpanan

24 Selisih waktu penanaman tetua Hipa 8 dan Hipa 14 SBU

18
19
20
21
28
29
30
35
36
39
40
48
49
54

56

56

57

57
69

x

DAFTAR GAMBAR
1
2

3
4
5

6

7
8
9
10

11

12

13

Bagan alir penelitian
Skema sistim mandul jantan sitoplasma, tiga galur yang merupakan
komponen utama dalam pembentukan padi hibrida sistem tiga galur
(Galur A: galur mandul jantan/CMS; Galur B: galur maintainer; Galur
R: galur restorer; S: sitoplasma steril; F: sitoplasma fertil; RFRF: gen
di inti fertil; rfrf : gen di inti steril)
Karakteristik bunga galur CMS, (A) sudut membuka bunga, (B) eksersi
stigma dan (C) durasi membuka bunga
Pewarnaan polen dengan IKI 1% (A) polen steril/ tidak terwarnai dan
(B) polen fertile/erwarnai
Unit pengamatan iklim BMKG di KP singamerta (A) alat pengukur
suhu, (B) panci evaporasi dan kecepatan angin dan (C) pengukur lama
penyinaran matahari
Pengaruh konsentrasi GA3 pada tetua Hipa Jatim 3 (A) perbedaan
tinggi kontrol dan 300 ppm pada CMS A6(B) perbedaan tinggi restorer
PK 88 dan CMS A6 pada konsentrasi GA3 200 ppm (C) kecepatan
tumbuh, (D) eksersi malai CMS A6 pada konsentrasi 100, 200 dan 300
ppm
Produktivitas empat varietas padi hibrida pada perlakuan frekuensi
aplikasi GA3
Petak percobaan perlakuan frekuensi aplikasi GA3
Alat pemilah benih tipe blower separator
Pemilahan benih Hipa 8 dengan blower separator, (A) benih Hipa 8
pada bagian L1, (B) benih Hipa 8 pada bagian L2, (C) benih Hipa 8
pada bagian L3 dan (D) benih 8 pada bagian L4 pada kecepatan 220
rpm
Keragaan benih dan kecambah varietas Hipa 8 (A) benih padi Hipa 8,
(B) kecambah pada 7 normal HST, (C) kecambah abnormal pada 7
HST
Viabilitas dan vigor benih padi hibrida dan inbrida pada beberapa
periode simpan (A) potensi tumbuh maksimum, (B) daya berkecambah,
(C) indeks vigor, dan (D) kecepatan tumbuh
Viabilitas dan vigor benih pada kondisi suhu AC dan suhu kamar dalam
beberapa periode simpan (A) potensi tumbuh maksimum, (B) daya
berkecambah, (C) indeks vigor, dan (D) kecepatan tumbuh.

4

7
12
13

25

38
41
42
45

50

59

61

63

xi

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Deskripsi Padi Varietas Hipa 6
Deskripsi Padi Varietas Hipa 8
Deskripsi Padi Varietas Hipa Jatim 3
Deskripsi CMS A2
Deskripsi CMS A1
Deskripsi CMS A6
Deskripsi Restorer R17
Deskripsi Restorer PK21
Deskripsi Restorer PK88

74
75
76
77
78
79
80
81
82

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padi merupakan komoditas yang strategis baik secara ekonomi maupun politik
di Indonesia, karena merupakan bahan pangan pokok masyarakat. Peningkatan jumlah
penduduk akan meningkatkan kebutuhan terhadap pangan terutama beras. Jumlah
penduduk Indonesia tahun 2011 mencapai 237 641 326 jiwa dengan kebutuhan beras
sebesar 33 juta ton/tahun (BPS 2012). Jika laju pertumbuhan penduduk diasumsikan
1.5% per tahun dan konsumsi beras per orang 139 kg/tahun, maka jumlah penduduk
Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan 291 110 624 jiwa dengan kebutuhan beras
mencapai 40.46 juta ton. Setiap tahun akan terjadi peningkatan kebutuhan beras.
Peningkatan produksi padi melalui pendekatan varietas unggul salah satunya
dilakukan dengan penanaman padi hibrida. Padi hibrida diyakini dapat memberikan
peningkatan produktivitas (10-25%) dengan adanya fenomena heterosis. Fenomena ini
terjadi karena benih varietas hibrida yang digunakan untuk pertanaman produksi adalah
benih generasi pertama (F1) yang berasal dari persilangan dua tetua yang berbeda.
Perbedaan dua tetua yang cukup jauh akan menghasilkan heterosis akibat terkumpulnya
gen-gen dominan yang baik (favourable dominant genes) dalam suatu genotipe
(Davenport, 1908 dalam Satoto et al. 2010).
Keberhasilan peningkatan produksi padi melalui penanaman padi hibrida telah
terbukti di China. Menurut You et al. (2006) peningkatan produktivitas padi hibrida di
China mencapai 15-20% lebih tinggi dibandingkan dengan padi inbrida komersial
terbaik, dengan luas tanam mencapai lebih dari 50% total luas areal.
Di Indonesia penelitian padi hibrida sudah dimulai sejak tahun 1983 dengan
adanya kerjasama Kementerian Pertanian RI dengan International Rice Research
Institute (IRRI). Perkembangan padi hibrida tidak secepat padi inbrida. Hal ini
disebabkan beberapa faktor yaitu : (1) masih terbatasnya jumlah varietas padi hibrida
yang telah dilepas; (2) sistem dan teknologi perbenihan yang belum berkembang; (3)
hasil benih belum stabil dan harga benih mahal; (4) kebanyakan padi hibrida yang
sudah dilepas masih rentan terhadap hama dan penyakit; (5) harapan petani yang sangat
tinggi terhadap peningkatan hasil; (6) beberapa varietas memiliki mutu beras yang
kurang baik jika dibandingkan dengan beras premium; (7) keragaan yang tidak stabil
disebabkan oleh manajemen budidaya yang kurang sesuai; (8) ketersediaan benih murni
tetua atau F1 hibrida kurang memadai; (9) hasil penanaman F1 tidak dapat dibenihkan
sedangkan umumnya petani menangkarkan benih sendiri dan (10) perencanaan luas
pertanaman dan produksi benih kurang matang sesuai dengan luas yang ditargetkan
(Satoto et al. 2010).
Sejak tahun 2007 melalui program Peningkatan Produksi Beras Nasional
(P2BN) secara serius Kementerian Pertanian (Kementan) mencanangkan program
penanaman padi hibrida. Selain sebagai cara untuk meningkatkan produksi beras
nasional program ini juga diharapkan mampu mensosialisasikan padi hibrida di tingkat
petani, sehingga percepatan inovasi teknologi padi hibrida dapat terwujud.
Padi hibrida juga dirancang untuk menggantikan posisi padi inbrida unggul baru
yang sudah mengalami kejenuhan peningkatan produktivitas. Peng et al. (2008)
menyatakan bahwa di negara tropis seperti Indonesia potensi hasil padi inbrida tipe

2

indica sudah stagnan, sejak dilepasnya IR8. Padi hibrida yang memiliki fenomena
heterosis merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk peningkatan
produksi beras nasional.
Sebagai langkah nyata tahun 2011 pemerintah mencanangkan luas pertanaman
padi hibrida di areal SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) seluas
288 ribu ha, yang artinya pemerintah harus mampu menyediakan benih padi hibrida
5700 ton. Kondisi perbenihan padi hibrida saat ini menghadapi berbagai kendala antara
lain petani penangkar benih masih sangat terbatas, produsen swasta yang memproduksi
benih hibrida belum banyak, produksi benih padi hibrida belum stabil dan masih rendah
(1.2-1.5 ton/ha). Keadaan tersebut kurang mendukung pencapaian penyediaan benih
hibrida secara mandiri (tidak impor).
Produksi benih padi hibrida di Indonesia selama ini menggunakan sistem tiga
galur dengan melibatkan tetua betina (galur mandul jantan/CMS/A), galur pelestari
(maintainer/B), dan galur pemulih kesuburan (R). Yuan et al. (2003) menyatakan, pada
sistem tiga galur benih padi hibrida merupakan generasi F1 yang merupakan hasil
persilangan antara galur mandul jantan (GMJ) sebagai tetua betina dengan pemulih
kesuburan (restorer/R) sebagai tetua jantan, sehingga sifat-sifat pada F1 sangat
ditentukan oleh sifat kedua tetuanya. Salah satu kelemahan sistem tiga galur adalah
sinkronisasi pembungaan antara tetua betina dengan tetua jantannya. Virmani dan
Sharma (1993) menyebutkan bahwa faktor yang sangat mempengaruhi produksi benih
padi hibrida sistem tiga galur adalah sinkronisasi pembungaan antara tetua jantan dan
betina yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan seperti lokasi, musim dan
teknis budidaya yang semuanya akan mempengaruhi produktivitas benih padi hibrida.
Hambatan dalam proses serbuk silang juga berakibat pada pengisian benih yang
kurang sempurna, sehingga benih dapat terisi sangat penuh, penuh, dan setengah
penuh. Benih-benih yang tidak terisi sempurna akan mudah terbuang saat pemisahan
benih dari kotoran benih menggunakan blower saat pengolahan benih. Diperlukan
upaya untuk menekan tingkat kehilangan hasil selama pengolahan benih melalui
pengaturan kecepatan blower yang sesuai.
Permasalahan lain pada padi hibrida adalah daya simpan benih yang relatif lebih
singkat dibandingkan dengan padi inbrida. Hal ini karena pada umumnya secara fisik
benih padi hibrida memiliki struktur lemma dan palea tidak tertutup rapat. Struktur
benih seperti ini mengakibatkan butiran padi terbuka atau berongga yang rawan
terhadap perubahan kondisi lingkungan serta serangan hama dan penyakit. Hama
gudang seperti Sithopillus sp akan dengan mudah menyerang benih selama benih
disimpan. Hasil penelitian Regalado dan Brena (2006) menunjukkan bahwa benih padi
hibrida varietas Mestizo 1 memiliki struktur unik yang berbeda dengan padi inbrida.
Benih hibrida memiliki kulit benih yang tipis, struktur lemma palea lebih terbuka dan
bobot benih yang lebih ringan sehingga lebih sensitif terhadap proses pengeringan dan
penyimpanan.
Penyimpanan benih sangat penting mendapat perhatian karena setelah di
produksi, benih tidak dapat langsung dipasarkan atau ditanam tetapi harus menunggu
pengolahan benih, sertifikasi, distribusi dan musim tanam. Selama proses penyimpanan
benih akan mengalami kemunduran seiring dengan lamanya benih disimpan. Lama atau
tidaknya benih dapat disimpan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor
internal seperti faktor genetik, kadar air, dan viabilitas awal benih. Faktor eksternal
yang berpengaruh ialah suhu, kelembaban udara, kemasan, dan oksigen. Menurut
Copeland dan McDonald (2001) faktor lingkungan penyimpanan yang mencakup waktu

3

penyimpanan, suhu, kelembaban dan ketersediaan oksigen serta faktor jenis benih yang
disimpan mempengaruhi vigor benih.
Penyimpanan benih juga diperlukan untuk mengumpulkan benih sampai jumlah
yang dibutuhkan pada waktu tertentu tanpa terjadi penurunan viabilitas benih.
Viabilitas benih selama penyimpanan dapat dijaga dengan mengatur kondisi ruang
simpan. Regalado dan Brena (1998) menyatakan bahwa lingkungan penyimpanan
(suhu dan kelembaban) berpengaruh terhadap viabilitas benih padi hibrida Mestizo 1
terutama dalam penyimpanan jangka panjang.
Berdasarkan latar belakang di atas perlu dilakukan serangkaian penelitian yang
sistematis yang mengarah pada optimasi teknik produksi benih padi hibrida serta
penanganannya selama proses penyimpanan. Hasil studi ini diharapkan dapat
menunjang perkembangan padi hibrida di Indonesia.
Penelitian meliputi beberapa aspek yaitu : (1) studi karakter bunga dan
morfologi beberapa varietas tetua padi hibrida; (2) optimasi produksi benih padi hibrida
melalui aplikasi GA3, (3) optimasi kecepatan blower separator selama pengolahan
benih dan (4) studi penyimpanan benih padi hibrida. Bagan alir penelitian disajikan
pada Gambar 1.

Tujuan
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode teknologi
produksi, pengolahan dan penyimpanan benih padi hibrida.
Tujuan spesifik penelitian ini adalah untuk:
1. Mempelajari perbedaan karakter bunga dan morfologi tanaman tetua betina (CMS)
dan tetua jantan (R) padi hibrida yang berhubungan dengan perubahan lingkungan.
2. Mempelajari waktu berbunga beberapa tetua padi hibrida dengan pendekatan suhu
akumulasi efektif pada beberapa waktu tanam.
3. Mengetahui konsentrasi dan frekuensi aplikasi GA3 yang tepat dalam mendukung
proses penyerbukan antara tetua jantan dan betina.
4. Mengetahui pengaruh kecepatan blower terhadap kehilangan hasil benih padi hibrida.
5. Mengetahui pengaruh kondisi ruang simpan terhadap mutu fisiologis benih padi
hibrida dan inbrida.

Hipotesis
1. Terdapat perbedaan karakter bunga dan morfologi tanaman tetua betina dan tetua
jantannya dengan adanya perubahan lingkungan.
2. Terdapat variasi suhub akumulasi efektif yang diperlukan dalam pembungaan
masing-masing tetua pada waktu tanam berbeda.
3. Terdapat konsentrasi dan frekuensi aplikasi GA3 yang tepat dalam mendukung
keberhasilan penyerbukan antara tetua jantan dan betina.
4. Kecepatan blower berpengaruh terhadap kehilangan hasil benih padi hibrida.
5. Ruang AC dengan suhu dan RH terkontrol merupakan ruangan yang dapat
mempertahankan viabilitas benih padi hibrida lebih lama dibandingkan pada suhu
kamar.

4

Manfaat Penelitian
Penelitian dilakukan untuk menjawab permasalahan produksi, pengolahan dan
penyimpanan benih padi hibrida yang banyak mengalami kendala. Kendala produksi
berkaitan dengan rendahnya produktivitas, kendala pengolahan terkait dengan
kehilangan hasil dan kendala penyimpanan terkait daya simpan yang rendah. Penelitian
ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dan rekomendasi praktis dalam
produksi benih padi hibrida khususnya. Hasil penelitian lebih diharapkan dapat
dimanfaatkan oleh BPSB, produsen benih swasta dan pemerintah, petani penangkar
benih, pedagang benih padi hibrida serta stake holders yang berkepentingan dalam
produksi, pengolahan, distribusi dan penyimpanan benih padi hibrida.
Optimasi Produksi Benih Padi Hibrida

I. Studi karakter bunga dan morfologi
tetua padi hibrida dan penetapan
suhu
akumulasi
efektif
untuk
sinkronisasi pembungaan
Luaran :
1. Teridentifikasinya karakter
agromorfologi dan bunga pada
beberapa waktu tanam
2. Penetapan suhu akumulasi efektif
tetua padi hbirida

II. Optimasi produksi benih padi
hibrida melalui aplikasi GA3
Luaran
1. Konsentrasi GA3 yang tepat dalam
mendukung penyerbukan
2. Frekuensi aplikasi GA3 yang tepat
dalam mendukung penyerbukan

IV. Studi Penyimpanan Benih Padi
Hibrida.
Luaran :
1. Hubungan kondisi ruang simpan terhadap
mutu fisiologis benih padi hibrida.
2. Perbandingan penurunan fisiologis benih
padi hibrida Vs Inbrida selama disimpan

III. Pengurangan kehilangan hasil
benih melalui optimasi
kecepatan Blower Separator
Luaran
Hubungan kecepatan blower
dengan kehilangan hasil benih
padi hibrida.

Gambar
1. Bagan
alir penelitian
Metode produksi
dan
penyimpanan
benih padi hibrida
Gambar 1 Bagan alir penelitian

5

2

TINJAUAN PUSTAKA

Pertumbuhan dan Fenologi Tanaman Padi
Padi (Oryza sativa L.) termasuk sub famili Oryzaidae dan famili Gramineae
(Poaceae) yang menyerbuk sendiri (Yoshida 1981). Bentuk batangnya bulat, berongga
dan beruas, daun memanjang, terdiri atas beberapa anakan. Setiap anakan berpotensi
memiliki malai. Malai terdiri atas rangkaian bunga (spikelet), setiap spikelet yang
sempurna terdiri atas enam benang sari (stamen) dan putik (pistil) bercabang dua
(Virmani & Sharma 1993).
Secara umum pertumbuhan tanaman padi dibagi menjadi tiga stadia, yaitu
vegetatif, reproduktif, dan pemasakan biji.
Stadia vegetatif dimulai saat biji
berkecambah atau munculnya plumula (calon daun) dan radikula (calon akar) dari biji
yang sedang berkecambah sampai dengan munculnya primordia bunga. Stadia
reproduktif dimulai dari tahap munculnya primordia bunga sampai berbunga penuh.
Fase pemasakan biji dimulai sejak saat pengisian biji sampai masak (± 30 hari), yang
diawali dengan proses pengisian biji dengan terbentuknya cairan bening yang lama
kelamaan menjadi cairan seperti susu. Fase masak susu berubah menjadi masak padat
(Yoshida 1981).
Keberhasilan produksi benih padi hibrida antara lain ditentukan oleh karakter
bunga, kesesuaian waktu pembungaan kedua tetua, dan karakter morfologi yang lain
yang mempengaruhi transfer tepung sari dari tetua jantan (restorer) ke tetua betina
(CMS) (Widyastuti et al 2007). Rumanti (2012) melaporkan terdapat korelasi yang
positif dan nyata antara jumlah biji terbentuk (seed set) dengan lebar stigma, eksersi
stigma dan sudut membuka lemma dan palea galur mandul jantan, serta dengan panjang
filamen dan sudut pembukaan galur pelestari.
Fenologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan iklim dengan suatu kejadian
tertentu dalam kehidupan tumbuhan dan hewan yang berlangsung secara periodik,
dengan kata lain fenologi adalah kajian fenomena yang berulang dalam kehidupan
hewan dan tumbuhan dan hubungannya dengan cuaca dan iklim (Fewless 2006).
Pertumbuhan tanaman padi terutama dalam proses pembungaan sangat ditentukan oleh
suhu udara. Pembungaan tanaman merupakan salah satu proses pertumbuhan yang
dipengaruhi oleh agroklimat. Menurut Qadir (2012), komponen agroklimat yang
mempengaruhi pertumbuhan terutama adalah radiasi sinar matahari, disamping
komponen lain seperti suhu udara, kelembaban udara, angin dan hujan.
Konsep yang umum digunakan untuk menjelaskan pengaruh suhu terhadap
perkembangan tanaman (fenologi) adalah thermal unit atau disebut juga heat unit.
Konsep ini hanya berlaku untuk tanaman netral (tidak responsif terhadap panjang hari)
seperti tanaman padi. Faktor lain seperti panjang hari tidak berpengaruh, laju
perkembangan tanaman berbanding lurus dengan suhu (T) di atas suhu dasar (T0)
(Handoko 1994).
Satuan panas dikembangkan atas dasar pendekatan klimatologi dan agronomi
untuk menduga laju pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang berhubungan
dengan suhu lingkungan. Hal ini karena kebutuhan radiasi surya tiap fase pertumbuhan
dan perkembangan tanaman padi berbeda-beda. Pada fase vegetatif, intensitas radiasi
surya tidak terlalu besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman sedangkan pada
fase reproduktif dan pemasakan biji semakin berpengaruh. Produksi benih padi yang
tinggi dapat diperoleh apabila pada fase pembungaan kelembaban udara relatif berkisar

6

antara 50-60%, suhu maksimum antara 28-30°C dan suhu minimum 21-22°C serta
kecepatan angin di atas 2.5 m det-1 (Mao & Virmani 2003).
Produksi Benih Padi Hibrida
Benih padi hibrida merupakan generasi pertama (F1) dari suatu persilangan dua
genotipe (tetua) yang berbeda secara genetik. Benih padi hibrida terbentuk bila sel telur
dibuahi oleh serbuk sari dari kepala sari yang berasal dari varietas/galur tanaman padi
yang berbeda (Virmani & Sharma 1993).
Produksi benih padi hibrida dipandang penting dalam peningkatan hasil padi
karena : (1) produktivitas galur-galur inbrida tidak dapat ditingkatkan lagi walaupun
diusahakan secara optimal, (2) lahan dan input energi yang semakin terbatas untuk
mendukung produksi padi, (3) peningkatan jumlah penduduk cenderung meningkatkan
permintaan terhadap beras, (4) varietas padi hibrida memiliki potensi hasil lebih besar
15-20% dibandingkan dengan padi inbrida yang ditanam petani, (5) beberapa varietas
padi hibrida menunjukkan toleransi yang baik terhadap kondisi kekeringan dan salinitas
(Virmani et al. 1997).
Sampai saat ini telah dikenal dua sistem produksi benih padi hibrida yaitu sistem
produksi benih tiga galur dan dua galur. Sistem produksi benih tiga galur menggunakan
tanaman mandul jantan sitoplasma (cytoplasmic-genic male sterility/CMS). Sistem dua
galur menggunakan mandul jantan yang sensitif terhadap cahaya dan atau suhu (photo
dan atau thermo sensitive/PGMS atau TGMS) (Yuan et al. 2003).
Mandul jantan dapat dibedakan berdasarkan sistem pembentuk kemandulannya
yaitu genetic dan non genetic male sterility. Sistem ini terbagi dalam tiga kelompok
yaitu mandul jantan sitoplasma/cytoplasmic male sterility (CMS), mandul jantan karena
lingkungan (EGMS) dan non genetik atau karena perlakuan kimiawi (non genetic or
chemically induced male sterility). Bahan kimia yang digunakan diistilahkan sebagai
chemical hybridizing agents (CHAs). Beberapa CHAs yang pernah dipakai adalah
senyawa ethrel, zinc methylarsenate, sodium methylarsenate dan lain-lain (Virmani et al
2003).
Klasifikasi mandul jantan berdasarkan karakteristik genetik dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu mandul jantan sporofitik (sporophytic male sterile)
dan mandul jantan gametofitik (gamethophytic male sterile). Fertilitas dan sterilitas
polen pada mandul jantan tipe sporofitik dapat dilihat dari genotipe sporofit sedangkan
genotipe gametofit (polen) tidak berpengaruh sama sekali. Galur mandul jantan tipe
WA (wild abortive) seperti yang digunakan pada penelitian ini memiliki tipe sporofitik.
Gugurnya butiran polen pada tipe WA terjadi pada fase awal perkembangan
mikrospora. Polen steril tidak terwarnai dengan larutan IKI dengan antera berwarna
putih susu.
Fertilitas polen pada galur mandul jantan tipe gametofitik secara langsung dapat
ditentukan melalui genotipe gametofit (polen) dan tidak dipengaruhi oleh genotipe
sporofit. Gugurnya polen terjadi pada fase akhir perkembangan mikrospora. Warna
antera umumnya kuning susu dan sedikit terwarnai oleh larutan I2KI. Ciri lainnya
adalah malai sedikit tertutup atau tidak tertutup oleh daun bendera (Yuan et al. 2003).
Produksi benih padi hibrida di Indonesia selama ini menggunakan sistem tiga
galur dengan melibatkan tetua betina (galur mandul jantan/GMJ), galur pelestari GMJ
(B), dan galur pemulih kesuburan (R). Yuan et al. (2003) menyatakan, pada sistem tiga
galur benih padi hibrida merupakan generasi F1 yang merupakan hasil persilangan

7

antara GMJ sebagai tetua betina dengan R sebagai tetua jantan, sehingga sifat-sifat pada
F1 sangat ditentukan oleh sifat kedua tetuanya. Salah satu kelemahan sistem tiga galur
adalah sinkronisasi pembungaan antara tetua betina dengan tetua jantannya. Virmani
dan Sharma (1993) menyebutkan bahwa faktor yang sangat mempengaruhi produksi
benih padi hibrida sistem tiga galur adalah sinkronisasi pembungaan antara tetua jantan
dan betina yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan seperti lokasi, musim
dan teknis budidaya yang semuanya akan mempengaruhi hasil produksi benih.
Produksi benih padi hibrida sangat kompleks, banyak faktor yang
mempengaruhi tingkat hasil dan kualitas benih. Interaksi antara G x E x M (genetik,
lingkungan dan manajemen) merupakan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan
untuk meningkatkan produksi benih padi hibrida. Beberapa strategi yang dapat
dikembangkan untuk meningkatkan produksi benih padi hibrida adalah : menentukan
musim terbaik dan lokasi yang sesuai, penanaman pada wilayah yang bukan endemik
hama dan penyakit, dan sinkronisasi antara tetua jantan dan betina pada saat fase
pembungaan atau pengisian malai (Mao & Virmani 2003).
Gambar 2 memperlihatkan skema hibrida system tiga galur (Satoto et al. 2010) .
Galur mandul jantan (CMS) merupakan tanaman normal yang kemandulannya
dikendalikan pada sitoplasma (S) dan gen inti bersifat resesif (rfrf). Galur mandul
jantan selalu diperbanyak dengan cara menyilangkan dengan galur pelestari (maintainer
line atau B). Galur pelestari memiliki genotipe sama dengan CMS tapi sitoplasma
normal (N). Sitoplasma bersifat maternal (diturunkan dari tetua betina) sehingga sifat
CMS dapat lestari. Pengembangan padi hibrida yang menggunakan sistem mandul
jantan sitoplasmik-genetik diperlukan pula tetua yang dapat memulihkan sifat fertilitas
tepung sari (restorer/R) yang memiliki gen inti normal/dominan (RfRf). Persilangan
antara CMS dengan R ini yang akan menghasilkan benih padi hibrida (F1).

Gambar 2

Skema sistim mandul jantan sitoplasma, tiga galur yang merupakan
komponen utama dalam pembentukan padi hibrida sistem tiga galur (Galur
A: galur mandul jantan/CMS; Galur B: galur maintainer; Galur R: galur
restorer; S: sitoplasma steril; F: sitoplasma fertil; RFRF: gen di inti fertil;
rfrf : gen di inti steril).

8

Perlakuan Pembungaan
Fase pembungaan pada produksi benih padi hibrida merupakan saat yang
penting untuk diperhatikan. Seringkali rendahnya produksi benih padi hibrida
disebabkan terjadinya hambatan dalam proses pembungaan. Hambatan tersebut seperti
tertutupnya malai oleh daun bendera, waktu pembungaan yang singkat ataupun tingkat
serbuk silang yang rendah. Hambatan tersebut dapat diatasi dengan pemberian zat
pengatur tumbuh seperti GA3. Beberapa hasil penelitian memperlihatkan adanya
pengaruh GA3 terhadap pemanjangan pangkal malai pada galur mandul jantan, sehingga
malai dapat keluar penuh dari pelepah daun bendera (Yin et al. 2007), memperbaiki
karakter pertumbuhan dan perilaku bunga yang mendukung kemampuan serbuk silang
alami (Rumanti 2012 dan Tiwari et al. 2011 ).
Asam giberelat (GA3) merupakan zat pengatur tumbuh tanaman yang dapat
memacu pemanjangan batang dan pembelahan sel. Hal ini karena GA mampu memacu
pembelahan sel pada bagian meristematik yang menumbuhkan jalur panjang sel korteks
dan sel empelur. Pertumbuhan sel yang meningkat terjadi karena peningkatan hidrolisis
pati, fruktan dan sukrosa menjadi molekul glukosa dan fruktosa. Pembentukan fruktan
menyebabkan pembentukan dan plastisitas dinding sel. Seperti pada tumbuhan yang
memiliki ruas, pertumbuhan sel mudanya (meristem interkalar) meningkat hebat
sehingga terjadi pemanjangan batang (Salisbury dan Ross 1995).
Waktu aplikasi GA3 diperkirakan atas dasar munculnya primordia bunga/inisiasi
malai. Pada semua kultivar padi, pemunculan primordia bunga dimulai dari saat
pembentukan anakan maksimum. Pemunculan primordia bunga berbeda antar kultivar
tergantung dari umur kultivar, sedangkan waktu berbunga sama untuk semua kultivar
padi yang terjadi 30 hari setelah munculnya primordia bunga. Fase primordia bunga
dapat terlihat dengan kaca pembesar dengan perkiraan seperti yang dikemukakan oleh
Virmani dan Sharma (1993) pada Tabel 1.
Tabel 1 Kisaran waktu munculnya primordia bunga pada beberapa umur kultivar
Umur kultivar (hari)
95-100
105-110
115-120
125-130
Sumber : Virmani dan Sharma (1993).

Primordia bunga (hari setelah sebar)
40-45
50-52
60-62
65-70

Menurut Virmani dan Sharma (1993) fase primordia berbunga dapat dilihat
dengan mudah dengan cara sebagai berikut : (1) memotong bagian dasar anakan yang
paling tinggi (anakan utama), pada bagian sambungan antara batang dengan akar; (2)
kemudian batang dibelah memanjang/membujur dari bawah sampai bagian paling atas
dari anakan; (3) terakhir adalah dengan membuka bagian ruas teratas sehingga
pertumbuhan bunga dapat diamati, pada umumnya primordia malai berukuran sekitar 1
mm. Perlakuan GA3 dimulai ketika dari setiap rumpun tanaman sudah memperlihatkan
pembungaan 15-20%, diperkirakan aplikasi GA3 dilakukan 30 hari setelah fase
pembentukan primordia bunga.
Pembentukan malai mengalami sepuluh fase perkembangan, sebelum tunas
muncul keluar dari pelepah daun bendera. Fase tersebut disajikan pada Tabel 2.

9

Tabel 2 Durasi pada masing-masing fase perkembangan malai muda
Fase pertumbuhan
Durasi setiap fase (hari) Hari sebelum heading
Primordia malai
2
27-32
Cabang primer
3-4
25-30
Cabang sekunder
5-6
22-26
Primordia stamen dan pistil
4-5
17-20
Pembentukan sel induk polen
3
13-15
Pembelahan meosis sel induk
3-4
10-12
polen
VII
Fase pembesaran polen
5-6
7-8
VIII Fase pematangan polen
2
2
Sumber : Yuan et al. (2003).
Fase
I
II
III
IV
V
VI

Pengamatan fase pembungaan sangat diperlukan untuk melihat sinkronisasi
antara fase pembungaan bunga jantan dan betina. Umumnya jika ditemukan perbedaan
antara bunga jantan dengan bunga betina lebih dari 1 fase maka dilakukan aplikasi urea
atau fosfor. Penyemprotan urea 2% melalui daun dilakukan jika tetua betina lebih cepat
p