Pemanfaatan Bakteri Pseudomonas fluorescens RH-4003 dan Asam Askorbat untuk Mempertahankan Viabilitas Benih Padi Hibrida Selama Penyimpanan.

(1)

VIABILITAS BENIH PADI HIBRIDA SELAMA

PENYIMPANAN

OLEH:

ANAK AGUNG KESWARI KRISNANDIKA

A24080027

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(2)

RINGKASAN

ANAK AGUNG KESWARI KRISNANDIKA. Pemanfaatan Bakteri Pseudomonas fluorescens RH-4003 dan Asam Askorbat untuk Mempertahankan Viabilitas Benih Padi Hibrida Selama Penyimpanan. (Dibimbing oleh ENY WIDAJATI dan ABDJAD ASIH NAWANGSIH).

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh penggunaan bakteri Pseudomonas fluorescens RH-4003 dan asam askorbat dalam seedcoating untuk mempertahankan viabilitas benih padi hibrida di penyimpanan.

Penelitian menggunakan Rancangan Petak Tersarang dengan tiga ulangan, petak utama adalah periode simpan yang terdiri atas enam taraf (0, 3, 6, 9, 12 dan 15 minggu), anak petak adalah formula coating yang terdiri dari tiga taraf (coating menggunakan polimer dan bakteri P. fluorescens RH-4003, coating menggunakan polimer dan asam askorbat serta tanpa coating). Penelitian terdiri atas tiga percobaan dengan metode dan rancangan yang sama dilakukan terhadap tiga varietas padi hibrida yaitu DG-1, SL-8 dan Intani-2. Pengamatan viabilitas dan vigor benih dilakukan terhadap tolok ukur daya berkecambah, potensi tumbuh maksimun, kecepatan tumbuh, indeks vigor, berat kering kecambah normal dan kadar air.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan coating menggunakan asam askorbat pada periode simpan 6 minggu nyata meningkatkan IV benih padi hibrida DG-1. IV tertinggi diperoleh pada perlakuan coating menggunakan asam askorbat yaitu sebesar 90%. Interaksi periode simpan dan perlakuan ini juga meningkatkan secara nyata viabilitas dan vigor benih padi hibrida SL-8. Pada periode simpan 9 minggu, perlakuan asam askorbat menghasilkan IV tertinggi yaitu sebesar 73.33%, DB sebesar 92.67% serta KCT sebesar 21.33% KN per

etmal. Perlakuan coating benih padi hibrida SL-8 menggunakan bakteri P. fluorescens pada saat 6 minggu penyimpanan juga terbukti secara nyata

meningkatkan IV benih sebesar 89.33% dan KCT benih yaitu 22.48% KN per etmal.


(3)

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu coating menggunakan bakteri P. fluorescens dapat mempertahankan vigor benih padi hibrida SL-8 di penyimpanan berdasarkan tolok ukur IV dan KCT. Coating menggunakan asam askorbat dapat mempertahankan viabilitas benih padi hibrida SL-8 berdasarkan tolok ukur DB. Coating menggunakan asam askorbat juga terbukti dapat mempertahankan vigor benih padi hibrida DG-1 dan SL-8 di penyimpanan berdasarkan tolok ukur IV dan KCT benih. Perlakuan coating maupun periode simpan sampai 15 minggu tidak berpengaruh terhadap viabilitas dan vigor benih padi hibrida Intani-2. Viabilitas dan vigor benih padi hibrida Intani-2 masih tetap tinggi sampai dengan periode simpan 15 minggu dengan rataan DB sebesar 86.89% dan IV sebesar 79.78%.


(4)

PEMANFAATAN BAKTERI

Pseudomonas fluorescens

RH-4003

DAN ASAM ASKORBAT UNTUK MEMPERTAHANKAN

VIABILITAS BENIH PADI HIBRIDA SELAMA

PENYIMPANAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

ANAK AGUNG KESWARI KRISNANDIKA A24080027

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(5)

Judul :

PEMANFAATAN

BAKTERI

Pseudomonas

fluorescens

RH-4003 DAN ASAM ASKORBAT

UNTUK

MEMPERTAHANKAN VIABILITAS

BENIH PADI HIBRIDA SELAMA

PENYIMPANAN

Nama

:

ANAK AGUNG KESWARI KRISNANDIKA

NIM :

A24080027

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Eny Widajati, MS Dr. Ir. Abdjad Asih N., M.Si NIP. 19610106 198503 2 002 NIP. 19650621 198910 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr. NIP. 19611101 198703 1 003


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Juli 1990 di Denpasar, Bali. Penulis merupakan anak kedua dari Bapak I Gusti Ketut Bagus Aryawan dan Ibu Anak Agung Ayu Mirah Adi.

Penulis lulus dari SDK Santo Yoseph 2 Denpasar pada tahun 2002, kemudian pada tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan di SMPN 6 Denpasar. Tahun 2008, penulis lulus dari SMAN 3 Denpasar dan diterima melalui jalur USMI di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Tahun 2012, penulis menjadi asisten mata kuliah Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. Penulis juga aktif di Organisasi Daerah Bali di Bogor dan Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma, Institut Pertanian Bogor.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kekuatan dan rahmat-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian pemanfaatan bakteri P. fluorescens dan asam askorbat untuk seed coating benih padi di penyimpanan dilaksanakan, terdorong oleh keinginan untuk mengetahui cara mempertahankan viabilitas benih padi hibrida di penyimpanan.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Eny Widajati, MS dan Dr. Ir. Abdjad Asih N., M.Si yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Endang Murniati, MS selaku penguji serta semua pihak yang telah memberikan bantuan selama penelitian dan penyusunan skripsi. Kepada kedua orang tua dan adik yang telah memberikan dorongan yang tulus baik moril maupun materiil, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga penelitian ini berguna bagi yang memerlukan.

Bogor, Agustus 2012 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Padi Hibrida ... 4

Penyimpanan dan Coating Benih ... 7

Antioksidan ... 11

Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) ... 13

BAHAN DAN METODE... 19

Waktu dan Tempat... 19

Bahan dan Alat... 19

Metode... 19

Pelaksanaan ... 20

Pengamatan ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN. ... 27

Hasil ... 27

Pembahasan ... 35

KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

Kesimpulan ... 40

Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41


(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Coating dan

Periode Simpan pada Beberapa Tolok Ukur Viabilitas dan Vigor

Benih Padi Hibrida DG-1 ... 27 2. Pengaruh Faktor Tunggal Periode Simpan pada Benih Padi Hibrida DG-1 terhadap Tolok Ukur Kecepatan Tumbuh Benih ... 28 3. Pengaruh Faktor Tunggal Perlakuan Coating pada Benih Padi Hibrida

DG-1 terhadap Tolok Ukur Kadar Air ... 28 4. Interaksi Perlakuan Coating dengan Periode Simpan terhadap Tolok Ukur Indeks Vigor pada Benih Padi Hibrida DG-1 ... 29 5. Interaksi Perlakuan Coating dengan Periode Simpan terhadap Tolok Ukur Berat Kering Kecambah Normal pada Benih Padi Hibrida DG-1 ... 29 6. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Coating dan

Periode Simpan pada Beberapa Tolok Ukur Viabilitas dan Vigor

Benih Padi Hibrida Intani-2 ... 30 7. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Coating dan

Periode Simpan pada Beberapa Tolok Ukur Viabilitas dan Vigor

Benih Padi Hibrida SL-8 ... 33 8. Pengaruh Faktor Tunggal Perlakuan Coating pada Benih Padi Hibrida

SL-8 terhadap Tolok Ukur Berat Kering Kecambah Normal ... 34 9. Interaksi Perlakuan Coating dengan Periode Simpan terhadap

Tolok Ukur Daya Berkecambah pada Benih Padi Hibrida SL-8 ... 34 10. Interaksi Perlakuan Coating dengan Periode Simpan terhadap Tolok Ukur Kecepatan Tumbuh pada Benih Padi Hibrida SL-8 ... 34 11. Interaksi Perlakuan Coating dan Periode Simpan terhadap tolok ukur


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Lemma dan Palea ... 4

2. Plumula dan Radikula ... 4

3. Fase-Fase Perkecambahan Benih Padi ... 5

4. Persiapan Formula Bakteri dalam Kondisi Aseptik ... 21

5. Penyimpanan Benih Padi Hibrida ... 22

6. Pengecambahan Benih Padi pada APB IPB 73 2A/B ... 23

7. Fase-fase Perkecambahan Benih Padi ... 25

8. Kriteria Penilaian Kecambah Normal Benih Padi ... 26

9. Nilai Tengah Perlakuan Coating terhadap Tolok Ukur Kadar Air Benih Padi Hibrida Intani-2 selama Periode Simpan 15 Minggu ... 30

10. Nilai Tengah Perlakuan Coating terhadap Tolok Ukur Viabilitas Benih Padi Hibrida Intani-2 selama Periode Simpan 15 Minggu ... 31

11.Nilai Tengah Perlakuan Coating terhadap Tolok Ukur Vigor Benih Padi Hibrida Intani-2 selama Periode Simpan 15 Minggu ... 32


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Perlakuan Coating terhadap Tolok Ukur Daya Berkecambah Benih

Padi Hibrida DG-1 ... 48 2. Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Perlakuan Coating

terhadap Tolok Ukur Kecepatan Tumbuh Benih

Padi Hibrida DG-1 ... 48 3. Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Perlakuan Coating

terhadap Tolok Ukur Indeks Vigor Benih Padi Hibrida DG-1 ... 48 4. Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Perlakuan Coating

terhadap Tolok Ukur Potensi Tumbuh Maksimum Benih

Padi Hibrida DG-1 ... 49 5. Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Perlakuan Coating

terhadap Tolok Ukur Berat Kering Kecambah Normal Benih

Padi Hibrida DG-1 ... 49 6. Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Perlakuan Coating

terhadap Tolok Ukur Kadar Air Benih Padi Hibrida DG-1 ... 49 7. Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Perlakuan Coating

terhadap Tolok Ukur Daya Berkecambah Benih

Padi Hibrida Intani-2 ... 50 8. Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Perlakuan Coating

terhadap Tolok Ukur Kecepatan Tumbuh Benih

Padi Hibrida Intani-2 ... 50 9. Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Perlakuan Coating

terhadap Tolok Ukur Indeks Vigor Benih Padi Hibrida Intani-2 ... 50 10.Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Perlakuan Coating

terhadap Tolok Ukur Potensi Tumbuh Maksimum Benih

Padi Hibrida Intani-2 ... 51 11.Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Perlakuan Coating

terhadap Tolok Ukur Berat Kering Kecambah Normal Benih

Padi Hibrida Intani-2 ... 51 12.Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Perlakuan Coating

terhadap Tolok Ukur Kadar Air Benih Padi Hibrida Intani-2 ... 51 13. Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Perlakuan Coating

terhadap Tolok Ukur Daya Berkecambah Benih


(12)

14. Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Perlakuan Coating terhadap Tolok Ukur Kecepatan Tumbuh Benih

Padi Hibrida SL-8 ... 52

15. Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Perlakuan Coating terhadap Tolok Ukur Indeks Vigor Benih Padi Hibrida SL-8 ... 52

16. Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Perlakuan Coating terhadap Tolok Ukur Potensi Tumbuh Maksimum Benih Padi Hibrida SL-8 ... 53

17. Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Perlakuan Coating terhadap Tolok Ukur Berat Kering Kecambah Normal Benih Padi Hibrida SL-8 ... 53

18. Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Perlakuan Coating terhadap Tolok Ukur Kadar Air Benih Padi Hibrida SL-8 ... 53

19. Deskripsi Varietas Benih Padi hibrida DG-1 ... 54

20. Deskripsi Varietas Benih Padi hibrida Intani-2 ... 55


(13)

Latar Belakang

Padi termasuk dalam komoditi pangan utama di Indonesia. Manusia membutuhkan karbohidrat kompleks yang terkandung dalam padi sebagai sumber energi. Keunggulan padi lainnya yaitu memiliki protein yang tinggi karena mengandung delapan asam amino esensial untuk memperkuat otot dan sumber nutrisi penting lainnya seperti thiamin, riboflavin, niasin, fosfor, besi, dan kalium. Asam lemak jenuh dan sodium tidak terkandung dalam padi sehingga sehat untuk dikonsumsi (American Rice Inc., 2004). Kebutuhan akan padi semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk.

Padi hibrida merupakan teknologi alternatif yang dapat meningkatkan produksi padi hingga 15-20% dibandingkan dengan padi inbrida (Deptan, 2007). Penggunaan padi hibrida diharapkan dapat memenuhi kebutuhan beras nasional di tengah keterbatasan lahan pertanian. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan padi hibrida saat ini yaitu ketersediaan benih padi hibrida berkualitas tinggi dengan harga terjangkau belum mencukupi kebutuhan petani. Hal ini terkait dengan masalah produksi dan penyimpanan benih.

Rekayasa genetik pada tetua padi hibrida melalui sistem Cytoplasmic Male Sterile (CMS), menyebabkan benih padi hibrida yang dihasilkan memiliki glume yang terbuka sehingga mendukung pertumbuhan jamur di penyimpanan serta mempercepat laju kemunduran mutu benih (Srivastava et al., 2008). Padi hibrida juga memiliki mutu fisik yang kurang tahan terhadap serangan hama penyakit (Dadang et al., 2009). Viabilitas benih padi hibrida sekitar 85% dalam suhu kamar hanya dapat dipertahankan sampai tiga bulan, selanjutnya akan menurun secara signifikan (Pablico, 2006).

Kemunduran mutu benih di penyimpanan tidak dapat dicegah namun dapat diperlambat melalui seed treatment (Giang dan Gowda, 2007). Seed treatment khusus seperti priming (osmoconditioning atau matriconditioning), coating dan pelleting biasanya digunakan untuk meningkatkan perkecambahan atau melindungi benih dari patogen (Ilyas, 2006). Seed coating juga memberikan


(14)

peluang untuk pelapisan yang lebih baik dengan beberapa material yang dapat memperbaiki perkecambahan benih (Kunkur et al., 2007).

Dewasa ini, seed coating tidak hanya digunakan untuk mempertahankan viabilitas dan vigor benih saja tetapi juga dapat diintegrasikan dengan penambahan antioksidan maupun mikroba untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah proses oksidasi lipid, dimana penghambatan oksidasi ini berperan penting dalam mempertahankan mutu benih di penyimpanan (Priambodo, 2009). Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menetralisir radikal bebas. Radikal bebas dapat merusak sel apabila kekurangan zat antioksidan, merusak membran sel, merubah zat kimia serta merusak dan menonaktifkan protein. Hal ini menyebabkan cepatnya terjadi proses penuaan (Rachmawati, 2010). Lumbanraja (2006) membuktikan bahwa perendaman benih pepaya dengan asam askorbat 350 ppm mampu secara nyata meningkatkan vigor kekuatan tumbuh benih dengan tolok ukur T50. Pada periode awal simpan, benih tanpa perlakuan memiliki T50 sebesar 11.64 HST sementara benih yang diberi perlakuan asam askorbat memiliki T50 sebesar 9.63 HST. Setelah 12 minggu penyimpanan, benih tanpa perlakuan memiliki T50 sebesar 12.98 HST sementara benih yang diberi perlakuan asam askorbat memiliki T50 sebesar 10.94 HST.

Pseudomonas fluorescens merupakan salah satu mikroba yang dapat digunakan untuk memacu pertumbuhan tanaman, merevegetasi lahan, serta agen biokontrol beberapa jenis patogen. Penelitian yang dilakukan oleh Khakipour et al. (2008) menunjukkan dari 23 strain P. fluorescens yang diuji tentang sekresi senyawa auksin, 18 strain mampu memproduksi IAA dengan kisaran 0.04-7.08 mg/l. Jeon (2003) menyatakan inokulasi P. fluorescens dapat digunakan untuk merevegatasi lahan terganggu melalui produksi beberapa fitohormon, termasuk indole-3-asam asetat (auksin). Hasil penelitian Kazempour (2004) menunjukkan P. fluorescens juga berpotensi sebagai agen biokontrol Rhizoctonia solani dengan memproduksi siderofor yang menghambat pertumbuhan miselium R. solani. Paul dan Sarma (2005) mengemukakan aplikasi P. fluorescens strain IISR-6, IISR-8, IISR-11, IISR-13 dan IISR-51 dengan konsentrasi 1010 cells/ml mampu memacu peningkatan empat enzim pertahanan yaitu Peroksidase (PO),


(15)

Katalase, Phenylalanin Amonia Liase (PAL) dan Poli Phenol Oksidase (PPO) serta sintesis senyawa bio-fenolik dan lignin (30-100% melebihi kontrol) pada black pepper (vatietas Karimunda). Sintesis tersebut merupakan penentu utama dalam menginduksi resistensi sistemik (hingga 85%) terhadap penyakit busuk akar (Phytophthora capsici). Penelitian yang dilakukan oleh Anita dan Samiyappan (2012) juga menunjukkan bahwa P. fluorescens (Pf) dapat menghasilkan 4 enzim pertahanan serta kitin dan fenol yang terbukti mampu menurunkan populasi nematoda Meloidogyne graminicola sebesar 40.7%, 68.4% dan 75.1% pada 7, 14 dan 21 hari setelah inokulasi nematoda 200 J2/tanaman pada padi (varietas CO47) yang sudah diberi perlakuan bakteri PF1 (9x108 cfu/ml) pada benih dan tanahnya.

Seed coating menggunakan bakteri P. fluorescens diharapkan dapat menjadi solusi untuk mempertahankan mutu benih di penyimpanan, memacu pertumbuhan bibit, serta bioprotectant yang lebih aman bagi lingkungan. Pemberian asam askorbat sebagai antioksidan pada benih padi hibrida juga diharapkan dapat memperlambat laju kemunduran mutu benih di penyimpanan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penggunaan bakteri P. fluorescens dan asam askorbat dalam seed coating, untuk mempertahankan viabilitas benih padi hibrida di penyimpanan.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penggunaan bakteri dan asam askorbat untuk formula coating dapat mempertahankan viabilitas benih padi hibrida selama penyimpanan

2. Terdapat pengaruh periode simpan terhadap viabilitas benih padi hibrida

3. Terdapat interaksi periode simpan dan formula coating terhadap viabilitas benih padi hibrida.


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Padi Hibrida

Benih padi (Oryza sativa) merupakan benih dari famili Poaceae yang bertipe single caryopsis (jenis buah yang memiliki kulit buah yang tipis, dan berlekatan menyatu dengan kulit biji). Pada beberapa spesies, caryopsis seperti padi tertutup lemma dan palea sedangkan gandum dan jagung memiliki caryopsis terbuka (Kusumawardana dan Dina, 2012). Lemma merupakan bagian glume yang lebih besar sementara bagian glume yang lebih kecil disebut palea (Gambar 1) (Senthil dan Gowri, 2008).

Gambar 1. Lemma dan Palea (Sumber : Senthil dan Gowri, 2008)

Senthil dan Gowri (2008) menyatakan bahwa benih padi terdiri dari endosperm dan embrio, dimana embrio terdiri dari plumula (calon daun) dan radikula (calon akar primer) (Gambar 2). Kusumawardana dan Dina (2012) menambahkan radikula dilindungi oleh koleoriza sementara plumula dilindungi oleh koleoptil.

Gambar 2. Plumula dan Radikula (Sumber : Senthil dan Gowri, 2008)


(17)

Gambar 3 menunjukkan fase-fase perkecambahan benih padi diawali dengan pecahnya kulit benih oleh koleoriza, radikula, kemudian kolepotil diikuti dua atau lebih akar seminal (Senthil dan Gowri, 2008).

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 3. Fase-Fase Perkecambahan Benih Padi (Sumber : Senthil dan Gowri, 2008)

Padi hibrida merupakan salah satu inovasi yang meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani padi (Fatiwati et al., 2008). Pengembangan teknologi tanaman hibrida dilandasi oleh fenomena genetik yang disebut heterosis, yaitu kecenderungan tanaman F1 untuk tampil lebih baik dibanding kedua tetuanya. Tanaman padi menyerbuk sendiri, sehingga penyerbukan silang pada dua tanaman padi yang berbeda untuk menghasilkan hibrida hanya dimungkinkan bila bunga jantan pada tanaman betina bersifat mandul atau dibuat tidak berfungsi, dengan cara membentuk galur mandul jantan yang hanya berfungsi sebagai bunga betina(Satoto dan Suprihatno, 2008).

Perakitan padi hibrida di Indonesia dilakukan dengan menggunakan metode tiga galur (untuk membentuk padi hibrida diperlukan tiga galur tetua) yaitu galur mandul jantan (GMJ atau CMS atau A), galur pelestari (B), dan galur pemulih kesuburan atau restorer (R). Galur pelestari (B) dan galur pemulih kesuburan (R) memiliki tepung sari yang normal (fertil) sehingga mampu menghasilkan benihnya sendiri. GMJ bersifat mandul jantan sehingga hanya


(18)

mampu menghasilkan benih bila diserbuki oleh tepung sari dari tanaman lain. GMJ bila diserbuki oleh galur B pasangannya menghasilkan benih GMJ lagi, sedangkan bila diserbuki oleh galur R akan menghasilkan benih F1 hibrida/benih hibrida (Fatiwati et al., 2008). Galur mandul jantan tidak dapat memproduksi serbuk sari yang berfungsi (viable) karena adanya interaksi antara gen-gen sitoplasma dengan gen-gen inti sehingga disebut juga Cytoplasmic Male Steril (CMS), galur pelestari juga sama seperti galur mandul jantan hanya saja mempunyai serbuk sari yang hidup (viable) sehingga digunakan sebagai pollinator/penyerbuk untuk melestarikan galur CMS (Hidajat, 2006).

Keunggulan padi hibrida antara lain: 1) hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil padi unggul inhibrida, 2) vigor lebih baik sehingga lebih kompetitif terhadap gulma, 3) aspek fisiologi meliputi aktivitas perakaran dan area fotosintesis lebih luas, intensitas respirasi yang lebih rendah dan translokasi asimilat lebih tinggi, 4) keunggulan pada beberapa karakteristik morfologi seperti sistem perakaran yang lebih kuat, anakan lebih banyak, jumlah gabah per malai lebih banyak dan bobot 1000 butir gabah isi yang lebih tinggi (Fatiwati et al., 2008).

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan padi hibrida di Indonesia saat ini antara lain: (1) ketersediaan benih murni tetua dan F1 hibrida kurang memadai, (2) hasil belum stabil dan harga benih mahal (Satoto dan Suprihatno (2008); Fatiwati et al. (2008)), (3) sistem dan teknologi perbenihan belum berkembang, (4) varietas padi hibrida yang telah dilepas pada umumnya masih rentan terhadap hama dan penyakit utama, (5) beberapa varietas padi hibrida mempunyai mutu beras kurang baik dibandingkan dengan beras premium, (6) keragaan benih tidak stabil akibat manajemen budidaya yang kurang tepat (Suprihatno, 2009), (7) jumlah polen tanaman restorer dan stigma CMS yang kurang reseptif menjadi kendala dalam fertilisasi sehingga menyebabkan tingginya biji hampa dan rendahnya produksi benih F1 (Suharsi, 2009), (8) petani harus membeli benih yang baru setiap tanam, karena benih hasil sebelumnya tidak dapat dipakai untuk pertanaman berikutnya, (9) tidak setiap galur atau varietas dapat dijadikan sebagai tetua padi hibrida (Fatiwati et al., 2008).


(19)

Penyimpanan dan Coating Benih

Viabilitas benih adalah kemampuan benih untuk berkecambah dan berproduksi normal. Viabilitas benih menunjukkan benih itu hidup, aktif bermetabolisme serta mampu memproduksi enzim yang sesuai dengan reaksi metabolisme untuk perkecambahan dan pertumbuhan benih. Perkecambahan benih merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk melihat viabilitas benih (Copeland dan McDonald, 2001). Viabilitas benih selain ditentukan oleh faktor genetik juga ditentukan oleh faktor lingkungan seperti lokasi produksi, cedera mekanik benih, mutu awal benih, perlakuan benih, material kemasan dan kondisi penyimpanan (Patil dan Shekhargouda, 2007).

Penuaan atau penurunan mutu benih adalah proses yang tidak bisa balik lagi (ireversibel) dan tak terelakkan. Penurunan persentase perkecambahan selama periode penyimpanan mungkin disebabkan efek penuaan (menipisnya cadangan makanan dan penurunan aktivitas sintetik embrio terlepas dari hilangnya viabilitas dan kondisi penyimpanan) (Kunkur et al., 2007). Penyimpanan benih merupakan tempat yang dapat memberikan perlindungan terhadap mutu benih sampai benih tersebut terjual/ditanam, dengan tujuan memperlambat laju deteriorasi benih, namun penyimpanan tidak meningkatkan mutu benih (Nugraha et al., 2009).

Kerusakan benih dimulai segera setelah masak fisiologis yang tercermin dari menurunnya viabilitas dan vigor benih. Namun, proses penuaan benih bisa diperlambat baik dengan menyimpan benih dalam kondisi yang terkendali atau dengan mengunakan perawatan tertentu pada benih (Copeland dan McDonald, 2001). Seed treatment khusus seperti priming (osmoconditioning atau matriconditioning), coating, pelleting biasa digunakan untuk meningkatkan perkecambahan atau melindungi benih dari patogen (Ilyas, 2006). Seed treatment menggunakan air, mineral maupun bahan organik mampu mengurangi waktu perkecambahan, meningkatkan persentase perkecambahan dan vigor, meningkatkan resistensi dengan biaya rendah, mudah dimengerti dan sederhana (Kulkarni dan Chittapur, 2003).

Pelapisan benih dengan polimer (coating) merupakan salah satu pra-perlakuan penyimpanan yang dapat digunakan baik secara tunggal atau dalam kombinasi dengan pestisida lainnya untuk melindungi benih terhadap serangan


(20)

hama dan penyakit. Coating benih merupakan pelapisan benih menggunakan material tertentu yang bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan perkecambahan benih tanpa merubah bentuk dasar benih tersebut. Tujuan dari pelapisan ini adalah untuk mengaplikasikan manfaat dari suatu zat terhadap benih seperti insektisida, fungisida, hara mikro dan komponen lainnya yang dapat membantu mengoptimumkan perkecambahan benih di semua kondisi lingkungan (Copeland dan McDonald, 2001). Coating juga dapat memperlambat penurunan mutu benih yang ditunjukkan dengan vigor benih yang tinggi (Giang dan Gowda, 2007) serta dapat mengurangi dampak kerusakan lingkungan akibat penggunaan fungisida di lapang dan dapat digunakan untuk menggabungkan manfaat bahan kimia dan biologi (Kaufman, 1991). Seed coating memberikan peluang untuk pelapisan yang lebih baik dengan beberapa material yang dapat memperbaiki perkecambahan dan pertumbuhan benih (Kunkur et al., 2007). Coating benih merupakan salah satu pendekatan yang paling ekonomis untuk meningkatkan kinerja benih (Copeland dan McDonald, 2001).

Tetua betina padi hibrida memiliki kendala di penyimpanan karena masalah sistem pemandulan jantan (Patil dan Shekhargouda, 2007). Genetik padi hibrida telah direkayasa melalui sistem CMS, sehingga benih padi yang dihasilkan memiliki glume yang terbuka. Hal ini mendukung pertumbuhan jamur di penyimpanan dan pada akhirnya akan mempengaruhi kesehatan dan daya simpan benih. Akibatnya, laju kemunduran mutu benih di penyimpanan menjadi cepat (Srivastava et al., 2008). Padi hibrida juga memiliki mutu fisik yang kurang tahan terhadap serangan hama penyakit (dapat mencapai 30%) (Dadang et al., 2009). Viabilitas benih padi hibrida sekitar 85% dalam suhu kamar hanya dapat dipertahankan sampai tiga bulan, selanjutnya akan menurun secara signifikan (Pablico, 2006).

Kadar air merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan juga dalam penyimpanan dimana kadar air akhir yang diharapkan untuk benih padi adalah 11% (penyimpanan dalam suhu kamar selama satu tahun) atau di bawah 9% untuk penyimpanan lebih lama. Makin rendah kadar air benih, makin tinggi pula daya simpannya namun semakin peka benih terhadap kerusakan mekanis (Nugraha et al., 2009).


(21)

Penelitian terhadap pengaruh perlakuan benih yang diberikan maupun tempat penyimpanan benih terhadap kadar air dan viabilitas benih di penyimpanan juga dilakukan oleh Giang dan Gowda (2007) dimana benih padi hibrida (KRH-2) yang di-coating menggunakan polimer (W Yellow)+kaptan+thiaram+gouch+ super red 1 ml/kg pada 10 bulan penyimpanan, memiliki kadar air yang lebih aman (<13%) dengan daya berkecambah 85.70% sementara benih yang disimpan dalam kain mengalami peningkatan kadar air yaitu sebesar 14.30% serta penurunan viabilitas yang ditunjukkan dengan rendahnya daya berkecambah yaitu 62.00%. Nugraha, et al. (2009) menambahkan bila penyimpanan benih yang diperlukan hanya sekitar enam bulan, maka pengeringan sampai kadar air 11-12% sudah memadai, kemudian harus dikemas dengan kantong polyethilen/ polypropylene 0.08 mm (grade 8) kedap udara agar viabilitas benih dapat dipertahankan tetap tinggi.

Sebelumnya, penelitian sejenis juga dilakukan oleh Nghiep dan Gaur (2005) pada benih padi hibrida dan tetuanya (PRH 10, P6-A, P6-B, PRR-78, DRRH1, IR28025-A, IR28025-B, IR40750-R) yang diberi perlakuan 2.50 g/kg, Vitavax, Thiram dan Mancozeb terbukti dapat mempertahankan perkecambahan diatas standar minimum sertifikasi benih (>80%) setelah 6 bulan penyimpanan dalam plastik polyethylene karena mampu mengurangi cendawan terbawa benih seperti Bipolaris oryzae, Alternaria padwickii, Curvularia lunata dan lainnya. Residu kimia Vitavax, Thiram dan Mancozeb tersebut juga masih aktif setelah penyimpanan 6 bulan dibuktikan melalui tes zona penghambatan yaitu sebesar 87.50%, 82.50% dan 65.90%

Thobunluepop et al. (2008) melaporkan coating menggunakan polimer biologis kitosan-lignosulphonate (CL) dan eugenol yang dimasukkan dalam kitosan-lignosulphonate polimer (E+CL) dapat mempertahankan daya simpan benih padi varietas Khao Dawk Mali 15 hingga 12 bulan penyimpanan, serta merangsang dan memperbaiki perkecambahan benih. Perbaikan ini berkaitan dengan pertahanan cadangan nutrisi dan aktivitas dehidrogenase dalam benih. Perlakuan kitosan juga diduga menginduksi aktivitas fitohormon di dalam benih yang mempengaruhi perkecambahan. Sementara E+CL berfungsi sebagai antifungal yang melindungi benih dari infeksi selama di penyimpanan.


(22)

Pada benih jagung, penelitian serupa dilakukan oleh Sangamnathrao (2009) yang membuktikan penyimpanan benih jagung hibrida NAH-2049 (Nityashree) dalam plastik polyethylene selama 12 bulan menunjukkan persentase perkecambahan lebih baik (88.70%) dibanding penyimpanan dalam kantong kain (84.90%). Hal ini mungkin dipengaruhi plastik yang kedap udara sehingga mampu mengurangi pengaruh lingkungan seperti fluktuasi kelembaban dan suhu. Selain itu, seed coating menggunakan polimer (polykote 3 ml/kg biji) + fungisida +insektisida juga terbukti mempengaruhi perkecambahan benih selama penyimpanan (98.20% - 90.70%) dibanding kontrol (95.70% - 83.40%) dan priming (97.80 - 82.50) serta mempengaruhi keberadaan penyakit pada benih yaitu (0.00% - 4.35%) untuk seed coating menggunakan polimer (polykote 3 ml/kg biji)+ fungisida+insektisida, (0.20% - 9.48%) kontrol dan (0.07% - 11.63%) pada priming. Coating menggunakan polimer+fungisida dan insektisida diduga mengurangi efek enzim-enzim penuaan (seperti katalase dan peroksidase) dan memproteksi benih dari serangan jamur serangga maupun fisiologis sehingga viabilitas benih di penyimpanan dapat dipertahankan.

Coating juga sudah diterapkan pada beberapa jenis benih lain seperti pada benih kacang panjang, Sari (2009) menyatakan perlakuan coating arabic gum 0.25 g/ml+TD-L2 mampu menghasilkan nilai indeks vigor tertinggi setelah disimpan selama dua belas minggu yaitu 85.00%. Kunkur et al. (2007) menyatakan benih kapas yang dilapisi dengan thiram 1.50 g/kg benih dan imidacloprid 7.50 g/kg benih terbukti secara signifikan menghasilkan perkecambahan lebih tinggi (77.40%) dibandingkan dengan kontrol (52.00%). Sementara Setiyowati et al. (2007) menemukan bahwa perlakuan coating dengan benomil 2.5 g/l dan tepung curcuma 1 g/l mampu menekan tingkat infeksi Colletotrichum capsici secara nyata hingga 2% pada benih cabai sementar kontrol 26%, setelah berkecambah tingkat infeksi penyakit C. Capsici ini pun mampu ditekan hingga 0% dibandingkan kontrol (25.87%).


(23)

Antioksidan

Daya tahan benih terhadap laju kemunduran juga dipengaruhi oleh aktivitas enzim oksidasi. Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi antioksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid. Penghambatan oksidasi oleh antioksidan berperan penting dalam mempertahankan mutu produk dari berbagai kerusakan seperti ketengikan, perubahan warna dan aroma, serta kerusakan fisik lain (Priambodo et al., 2009). Antioksidan adalah substansi yang diperlukan untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkannya dengan melengkapi kekurangan elektrolit yang dimiliki radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif (Rachmawati, 2010).

Kemunduran benih disebabkan oleh terjadinya perubahan srtuktur sel yang akhirnya menyebabkan sel kehilangan fungsinya. Peroksidasi lipid merupakan penyebab utama terjadinya degenerasi sel melalui radikal bebas yang menyerang struktur dan molekul sel yang penting seperti mitokondria, enzim dan membran (Ahmed et al., 2009). Radikal bebas merupakan jenis oksigen yang memiliki tingkat reaktif tinggi dan secara alami ada sebagai hasil dari reaksi biokimia. Selain itu, radikal bebas juga terdapat di lingkungan akibat polusi udara, asap tembakau, penguapan alkohol yang berlebihan, bahan pengawet dan pupuk, sinar ultra violet, x-rays dan ozon. Radikal bebas dapat merusak sel apabila kekurangan zat antioksidan, merusak membran sel merubah zat kimia serta merusak dan menonaktifkan protein. Hal ini menyebabkan cepatnya terjadi proses penuaan (Rachmawati, 2010).

Vitamin C atau asam askorbat merupakan senyawa antioksidan alami, dan larut dalam air yang dapat melindungi sel dari stres ekstraselular, sifat antioksidan tersebut berasal dari gugus hidroksil dari nomor C dua dan tiga, yang mendonorkan ion H+ bersama-sama dengan H elektronnya menuju ke berbagai senyawa oksidan seperti radikal bebas dengan gugus oksigen atau nitrogen, peroksida dan superoksida (Wikipedia, 2011). Pada benih Helianthus annus L. dan Brassica napus L., Dolatabadian dan Modarressanavy


(24)

(2008) membuktikan pemberian 10 ml asam askorbat dan piridoksin (konsentrasi 100, 200 dan 400 ppm) pada benih dapat meningkatkan persentase perkecambahan, panjang tunas dan akar serta berat kering kecambah dibanding kontrol secara nyata. Asam askorbat dan piridoksin diduga mampu mencegah degradasi protein dan peroksidasi lipid pada kecambah.

Penelitian mengenai pengaruh aplikasi asam askorbat pada benih untuk meningkatkan toleransi benih terhadap cekaman sudah banyak dilakukan seperti Shalata dan Neumann (2001) yang melaporkan bibit tomat yang diberi perlakuan selama 9 jam dengan 300 mM NaCl dan 0,5 mM asam askorbat menunjukkan pemulihan yang cepat dari kelayuan hingga 50% dibanding perlakuan tanpa asam askorbat (0%). Peningkatan ketahanan tanaman terhadap cekaman garam dikaitkan dengan kegiatan anti-oksidan asam askorbat dan penghambatan sebagian garam yang disebabkan peningkatan peroksidasi lipid dengan spesies oksigen aktif.

Ahmad et al. (2012) menambahkan priming dengan 20 ml/l H2O2, 20 mg/l salisilat dan 20 mg/l askorbat dapat meningkatkan toleransi terhadap suhu dingin pada perkecambahan benih jagung hibrida ditunjukkan dengan kecepatan perkecambahan, tunas dan pertumbuhan akar yang baik serta tingginya aktivitas enzim antioksidan. Sementara, Hamama dan Murniati (2010) memperoleh hasil perlakuan asam askorbat konsentrasi 55 mM mampu meningkatkan viabilitas dan vigor benih jagung varietas Arjuna dan Bisma yang ditanam pada kondisi tekanan osmotik -0.6 Mpa (cekaman kekeringan) ditandai dengan meningkatnya daya berkecambah, kecepatan tumbuh, indeks vigor, panjang akar primer 5 dan 7 hari setelah tanam, panjang dan jumlah akar seminal, panjang pucuk, tinggi bibit, jumlah dan luas daun hingga umur 4 minggu setelah cekaman.

Asam askorbat juga bertindak sebagai penangkap radikal bebas dan berperan dalam menjaga kestabilan tingkat kemasaman membran sel untuk menjaga stabilitas kinerja enzim antioksidan dan enzim metabolisme selama periode simpan. Lumbanraja (2006) menyatakan bahwa perendaman benih dengan asam askorbat diduga dapat merangsang pembentukan AsA (Ascorbic acid) dan aktivitas AsC (Ascorbate) peroksida dalam benih sehingga memiliki potensi berkecambah lebih baik karena peningkatan pertumbuhan dan pembesaran sel.


(25)

Hal ini dibuktikan dengan perlakuan perendaman benih pepaya sebelum peyimpanan dengan asam askorbat memiliki nilai potensi tumbuh maksimum (PTM) tertinggi pada 0 minggu sebesar 81.33%, minggu ke-6 dan ke-9 sebesar 92.00% dengan nilai daya berkecambah (DB) 69.33% lebih tinggi dibanding kontrol, dan viabilitas benih sebesar 74.67% dapat dipertahankan sampai pada minggu ke-9.

Ekmekci dan Karaman (2012) menyimpulkan asam askorbat meningkatkan sintesis protein dalam perkecambahan benih, termasuk sintesis dari protein baru protein dan akumulasi protein yang sudah ada. Ini menunjukkan bahwa pemberian asam askorbat pada tanaman dapat memicu beberapa proses fisiologis yang tidak diketahui dan kemudian memacu perkecambahan benih, pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR)

PGPR merupakan bakteri pemacu pertumbuhan tanaman yang hidup di rizosfer tanaman serta dapat digunakan sebagai agen pengendali hayati beberapa jenis patogen. Perlakuan benih dengan PGPR dapat meningkatkan mekanisme pertahanan tanaman seperti lipopolisakarida, siderofor dan asam salisilat. Sifat endofitik (menjajah dan bertahan dalam ruang antar sel epidermis) menyebabkan PGPR tepat digunakan saat vegetatif tanaman karena dapat mengurangi kebutuhan untuk aplikasi lebih lanjut jika bagian-bagian vegetatif yang sama digunakan sebagai bahan propagatif (Ramamoorthy et al. 2000).

PGPR juga menghasilkan senyawa promotor pertumbuhan tanaman termasuk enzim 1-aminocyclopropane-1-carboxylate (ACC) deaminase yang dapat digunakan untuk memanfaatkan ACC sebagai sumber nitrogen tunggal dalam metabolisme amonia dan á-ketobutyrate. PGPR yang mengandung ACC deaminase, ketika terikat dengan kulit benih dari bibit yang berkembang, melakukan mekanisme untuk memastikan dosis etilen tidak meningkat ke titik di mana pertumbuhan akar terganggu. Etilen diperlukan banyak tanaman untuk perkecambahan biji tetapi konsentrasi yang tinggi dari etilen dapat menghambat pertumbuhan tanaman (Abbaspoor et al., 2009). Selain memacu pertumbuhan tanaman, bakteri penghasil ACC deaminase yang merupakan enzim sitoplasma


(26)

juga berperan dalam meningkatkan daya tahan tanaman terhadap cekaman (stress) yang ditimbulkan oleh berbagai faktor biotik (serangan patogen) maupun abiotik (lingkungan). Bakteri ini mampu mengurangi tingkat cekaman tanaman dengan mengendalikan pembentukan hormon etilen yang dipicu oleh berbagai faktor biotik dan abiotik ekstrim (Husen, 2012).

Mekanisme pertahanan bakteri terhadap patogen tanaman dijelaskan juga oleh Asrul et al. (2004) yaitu di dalam rhizosfer perakaran, eksudat yang dikeluarkan oleh akar tanaman terutama ujung akar merupakan sumber nutrisi penting bagi bakteri sehingga bakteri akan terangsang untuk bergerak, bermultiplikasi dan mengkolonisasi daerah perakaran tanaman. Kolonisasi bakteri ini memberikan perlindungan khususnya di daerah perakaran tanaman karena menyebabkan kompetisi dan mekanisme antagonis (produksi antibiosis) terhadap patogen sehingga patogen sulit melakukan penetrasi ke tanaman.

Pseudomonas fluorescens merupakan bakteri aerob yang bersifat gram negatif, berbentuk batang dengan ukuran 0.50-1.00 – 1.50-4.00 m serta mampu membentuk siderofor (pigmen kuning kehijauan) pada media yang kekurangan ion Fe seperti King’s B. Koloni bakteri ini berbentuk bulat, rata dan fluidal. Tumbuh baik pada kisaran suhu 20 - 410C, dengan pH optimum pada kisaran 6-7 dan suhu optimum pada 300 C. Bakteri P. fluorescens juga tidak bersifat patogen terhadap tumbuhan sehingga dapat digunakan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman / plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) dan sebagai agens antagonis terhadap patogen tanaman (Arwiyanto et al., 2007).

Khakipour et al. (2008) menyatakan bakteri Pseudomonas, khususnya P. fluorescens dan P. putida adalah jenis yang paling penting dari PGPR karena mampu memproduksi IAA. Uji sekresi senyawa auksin yang dilakukan pada 23 strain P. fluorescens menunjukkan 18 strain bakteri ini mampu memprouksi IAA dengan kisaran 0.04-7.08 mg/l. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sutariati et al. (2006) memperoleh hasil Bacillus sp., Pseudomonas sp., dan Serratia sp. merupakan PGPR yang dapat menghasilkan IAA, Bacillus sp. memproduksi IAA dengan kisaran konsentrasi antara 25.99-34.97 mg/ml filtrat, sedangkan kelompok Pseudomonas sp. antara 28.51-100.56 mg/ml filtrat, dan Serratia sp. antara 24.16-27.98 mg/ml filtrat, auksin tertinggi dihasilkan oleh


(27)

P. fluorescens Pf01 sebesar 100.56 mg/ml. Penelitian serupa yang dilakukan Wahyudi et al. (2011) menunjukkan Pseudomonas spp. mampu menghasilkan auksin dengan kisaran bervariasi antara 0.33 ppm hingga 23.04 ppm.

P. fluorescens juga terbukti memegang peranan penting dalam memacu pertumbuhan tanaman pada benih padi varietas Basmati tipe-3 yang direndam menggunakan bakteri P. fluorescens AK1 dan P. aeruginosa AK2. Kemampuan perakaran padi yang diberi perlakuan bakteri pada benihnya dalam mensekresikan auksin pada perakaran secara nyata berbeda dengan kontrol, yaitu P. fluorescens AK1 sebesar 2.30 pmol/ml, P. aeruginosa AK2 sebesar 2.10 pmol/ml) sementara kontrol sebesar 1.60 pmol/ml (Karnwal, 2009). Kombinasi aplikasi P. fluorescens (10 g/kg benih) untuk pelapisan benih padi (ADT 43) kemudian aplikasi pada tanah sebesar 30 DAS (50 kg) dan aplikasi semprot (0.20%) 60-75 DAS efektif mengurangi penyakit bakteri leaf blight/Xanthomonas oryzae pv. oryzae (1.11%) dibanding kontrol (60%) serta meningkatkan hasil panen (4.10 t/ha) dibanding kontrol (1.20 t/ha) (Jeyalakshmi et al., 2010).

Tanggapan gandum dan kacang polong yang diinokulasi dengan bakteri strain Pseudomonas, Bacillus, Kocuria, dan Microbacterium, dan spesies Cellulomonas, memberikan respon positif secara signifikan atas kontrol pada pertumbuhan akar dan tunas, serta peningkatan nodulasi kacang polong, hal ini mungkin disebabkan strain bakteri menghasilkan indole-3 asam asetat (IAA), yang paling mungkin menyumbang efek sinergis keseluruhan pada pertumbuhan kacang polong dan gandum (Egamberdieva, 2008). Perlakuan benih dengan berbagai isolat rizobakteri (16 isolat Bacillus sp., 5 isolat Pseudomonas sp. dan 4 isolat Serratia sp.) memberikan dampak positif terhadap perkecambahan benih dan pertumbuhan bibit cabai (Tit Super) pada 6 dan 8 minggu setelah pindah tanam (msp) hingga 66 dan 87%, jumlah daun pada 6 dan 8 msp hingga 39 dan 68%, serta biomasa kering bibit pada 8 msp hingga 347% dibandingkan perlakuan standar (Sutariati, 2006). Seed coating menggunakan 20% arabic gum dan bakteri P. putida strain R-168, P. fluorescens strain R-93, P. fluorescens DSM 50090, P. putida DSM 291, A. brasilense DSM 1690 (108 cfu/ml) pada benih jagung (SC 647) mampu menstimulasi perkecambahan dan vigor benih jagung hingga 18.50% dibanding benih tanpa perlakuan, diduga hal ini karena peningkatan


(28)

sintesis hormon seperti giberelin dan aktivitas enzim promotor pertumbuhan seperti amilase (Gholami et al., 2009).

P. fluorescens berpotensi juga sebagai agen biokontrol beberapa jenis patogen seperti Rhizoctonia solani dengan memproduksi siderofor yang menghambat pertumbuhan miselium R. solani (Kazempour, 2004). Siderofor yang disekresikan berikatan dengan Fe3+ yang tersedia di rizosfer dan dengan demikian secara efektif mencegah pertumbuhan patogen di wilayah itu (Kumar et al., 2002). Bacillus subtilis (BSCBE4), P. chlororaphis (PA23), P. fluorescens endophytic (ENPF1) dapat menghambat pertumbuhan miselia patogen hawar batang Corynespora casiicola (Berk dan Curt) dengan memproduksi hydroxamate dan jenis karboksilat siderofor. Siderofor yang maksimal diperoleh dari isolasi ENPF1. Aplikasi BSCBE4, PA23 dan ENPF1 juga menyebabkan peningkatan enzim pertahanan terkait seperti peroksidase, polifenol oksidase, kitinase dan b-1, 3 glukanase pada Phyllanthus amarus (Mathiyazhagan, 2004).

Strain P. fluorescens juga mampu memacu peningkatan empat enzim pertahanan yaitu Peroksidase (PO), katalase, Fenilalanin Amonia liase (PAL) dan Fenol Poli oksidase (PPO) dalam black pepper dan dapat dispekulasikan bahwa kegiatan enzim yang diinduksi P. fluorescens ini mungkin berhubungan dengan sintesis senyawa bio-fenolik dan lignin yang telah dianggap sebagai penentu utama dalam menginduksi resistensi sistemik terhadap penyakit busuk akar (Phytophthora capsici) (Paul dan Sarma, 2005). Coating menggunakan bakteri P. fluorescens (Pf-1) pada benih kapas sebanyak 10 g/kg benih terbukti mampu menurunkan populasi Amrasca devatsans sebesar 53.34% dibanding kontrol, P. fluorescens juga terbukti mampu meningkatkan perkecambahan hingga 42.78% dibanding kontrol, hal ini mungkin berhubungan dengan kemampuan Pseudomonas dalam memproduksi senyawa-senyawa yang berhubungan dengan mekanisme pertahanan maupun pertumbuhan tanaman (Murugesan dan Kavitha, 2009).

Hidayah (2010) menambahkan P. fluorescens banyak digunakan sebagai agen hayati yang potensial karena: habitat alami bakteri ini adalah pada partikel bahan organik dan rizosfer, P. fluorescens menggunakan sejumlah besar bahan organik dan eksudat akar yang dapat menstimulasi pertumbuhannya, laju


(29)

pertumbuhan P. fluorescens relatif cepat dibanding bakteri lain di rizosfer, kebutuhan nutrisi yang mudah, pengkoloni akar yang agresif, menghasilkan berbagai macam senyawa penghambat serta dapat mempengaruhi ketahanan tanaman. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Arwiyanto et al. (2007) menunjukkan P. fluorescens Pf 22, 23, 30, 42, 51 dan 83, tidak menimbulkan reaksi hipersensitifitas (nekrosis) pada daun tembakau. Keenam isolat bakteri tersebut mampu menghambat pertumbuhan Meloidogyne incognita dengan membentuk enzim gelatinase yang mampu menghidrolisis gelatin (bahan tipis penyelimut massa telur nematoda). P. fluorescens Pf 23, Pf 30 dan Pf 83 juga mampu menghambat pertumbuhan Ralstonia solanacearum in vitro melalui mekanisme penghambatan bakteriostatik dengan zona hambatan (mm) 7.50, 11.00 dan 3.30. Hal ini menandakan isolat P. fluorescens dapat digunakan sebagai calon agensia pengendalian hayati patogen tumbuhan yang tidak bersifat patogen terhadap tumbuhan. Hasil penelitian Asrul et al. (2004) menunjukkan coating pada benih tomat menggunakan bakteri antagonis Pf-20 Wildtype atau mutan Pf-20 NalRif dapat mengurangi keparahan penyakit layu bakteri dengan indeks penyakit sebesar 61.10 - 70.36%.

Inokulasi P. fluorescens dapat digunakan untuk merevegetasi lahan terganggu melalui produksi beberapa fitohormon, termasuk indole-3-asam asetat (auksin). Selain itu, P. fluorescens strain B16 dan M45 juga memproduksi 502.40 dan 206.10 mg/l fosfat terlarut dari Ca3(PO4)2 dan hydroxyapati (Jeon et al. 2003). Pseudomonas sp. juga dapat diinokulasikan pada tanah salin sebagai fitoremidiasi yang layak dan efektif, terbukti dari hasil penelitian yang menunjukkan penurunan salinitas tanah secara signifikan pada selang 5% setelah diinokulasi P. fluorescens strarin 153 dan 169, P. putida strain 108 dan 4 dengan indikator hasil panen sorghum meliputi hasil biji, berat kering (hasil biologis), gabah per malai, berat 1000-butir dan jumlah anakan (Abbaspoor et al., 2009).

Kemampuan bertahan hidup bakteri dalam formula coating dipengaruhi oleh lingkungan dan bahan pembawanya. Asrul et al. (2004) menjelaskan bakteri P. putida (Pf-20 wildtype) yang di-coating pada benih tomat dengan bahan perekat arabic gum 1% mampu bertahan hidup hingga 28 hari pada suhu dan kelembaban udara ruang simpan 27-280C dan 52-55%, diduga suhu dan


(30)

kelembaban udara juga mempengaruhi ketahanan hidup bakteri, suhu lingkungan yang tinggi dapat menyebabkan bakteri cepat mengalami penurunan viabilitas akibat membran sitoplasma bakteri yang mengalami koagulasi dan denaturasi protein.

Wuryandari (2004) menyatakan penyalutan benih tembakau varietas Deli-4 menggunakan bakteri P. putida strain Pf-20 dengan konsentrasi 1010 cfu/ml dalam formula gambut+talk sebagai pembawa dan CMC+arginin sebagai perekat/aditif mampu mempertahankan populasi hidup bakteri hingga tiga bulan. Kader et al. (2012) mengemukakan coating benih sayuran (tomat, timun, melon dan lada) menggunakan bakteri antagonis P. fluorescens 105-106 cfu/ml dengan bahan pembawa (2:1 untuk pembawa dan suspensi bakteri) serbuk gergaji dan 1 gr serbuk gergaji+0.1 gr CMC, mampu mempertahankan viabilitas bakteri hingga 10 bulan (34.4 cfu/gr-23.8 cfu/gr) dan (34.4 cfu/gr-34.0 cfu/gr). Namun jumlah populasi bakteri yang tinggi tidak signikan bila dibandingkan dengan kemampuan antagonis bakteri terhadap kemampuan mengendalikan jamur-jamur penyebab busuk akar (Fusarium solani, Rhizoctonia solani, Sclerotium rolfsii, Sclerotinia sclerotiorum and Pythium yaitu hanya berkurang pada kisaran (0.70-7.80 %) dan (0.10-6.60 %) bila dibandingkan dengan perlakuan 1 gr serbuk gergaji+0.5 gr bedak bubuk+0.5 ml kitosan yang populasinya (34.40 cfu/gr-8.40 cfu/gr) tetapi mampu mengurangi jamur perakaran hingga 15.50-36.20 %. Hal ini mungkin karena jumlah populasi tidak mempengaruhi kemampuan antagonis bakteri, tidak dipengaruhi jumlah populasi melainkan kemampuan aktif bakteri.


(31)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Juli 2012. Perbanyakan bakteri dilakukan di Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga Bogor. Coating dikerjakan di PT. East West Seed Indonesia, Purwakarta. Penyimpanan dan pengujian benih dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Dramaga Bogor.

Bahan dan Alat

Benih padi hibrida yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas DG-1 (tanggal panen 16 September 2011), SL-8 (tanggal panen 26-27 September 2011), dan Intani-2 (tanggal panen 02 November 2011). Biakan murni bakteri P. fluorescens (RH-4003) diperoleh dari rhizosfer perakaran tanaman tomat yang dilakukan oleh Tjahjono et al. (2003). Media King’s B untuk peremajaan bakteri dan polimer sintetik sebagai perekat, asam askorbat 350 ppm, aquades, alkohol 70%, kertas label, plastik bening dan kertas merang untuk media perkecambahan. Alat yang digunakan yaitu cawan petri, cawan porselen, pinset, bunsen, hand sprayer, tabung erlenmeyer, tabung reaksi, rak tabung, autoklaf, mikropipet, laminar air flow, rotary coater, timbangan analitik, oven, desikator, alat pengepres kertas, alat pengecambah benih (APB) IPB 73-2 A/B, gelas ukur, spatula, blender dan alat tulis.

Metode

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini ialah Rancangan Petak Tersarang. Petak utama adalah periode simpan yang terdiri dari enam taraf yaitu:

P0 = 0 minggu P3 = 9 minggu P1 = 3 minggu P4 = 12 minggu P2 = 6 minggu P5 = 15 minggu


(32)

Faktor kedua, formula coating sebagai anak petak terdiri dari tiga taraf, yaitu :

C0 = kontrol (tanpa coating)

C1 = Polimer + isolat P. fluorescens RH-4003 C2 = Polimer + asam askorbat 350 ppm

Penelitian ini menggunakan 3 ulangan, sehingga didapatkan kombinasi 54 satuan percobaan. Penelitian menggunakan rancangan percobaan yang sama dilakukan secara terpisah pada 3 varietas padi hibrida sehingga secara keseluruhan terdapat 162 unit satuan percobaan.

Berikut merupakan model rancangan dalam penelitian ini : Yijk = μ + τi + (ατ)ij + βk + (τβ)ik + εijk Dimana:

Yijk = respon pengamatan faktor 1 perlakuan ke-i, faktor 2 perlakuan ke- j, ulangan ke-k

μ = nilai rataan umum

τi = petak utama perlakuan ke-i

(ατ)ij = ulangan tersarang dalam penyimpanan

Βk = komposisi coating isolat P. fluorescens perlakuan ke-j

(τβ)ik = interaksi penyimpanan dengan komposisi coating isolat P. fluorescens εijk = pengaruh galat penelitian (experimental error)

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis ragam (uji F) dan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5 %.

Pelaksanaan

Persiapan formula coating bakteri P. fluorescens dan asam askorbat

Peremajaan isolat bakteri P. fluorescens RH-4003 dilakukan pada media padat King’s B secara aseptik, kemudian diinkubasi pada suhu ruang (270C - 280C) selama 48 jam untuk mendapatkan koloni tunggal. Koloni tunggal hasil peremajaan kemudian digores penuh pada cawan petri steril baru yang telah berisi media padat King’s B, kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu ruang.


(33)

Setelah 48 jam bakteri siap dipindahkan ke media cair (NB) dengan cara: memasukkan 5 ml air steril ke dalam cawan petri yang telah digores penuh dengan bakteri P. fluorescens dan bebas dari kotaminan, bakteri yang terbentuk kemudian dilepaskan dari media padat menggunakan jarum ose agar bakteri tercampur dalam air. Suspensi bakteri tersebut diambil sebanyak 400 μ (0.4 ml) dan dimasukkan ke dalam media cair Nutrienth Broth (NB) 250 ml dalam erlenmeyer. Erlenmeyer kemudian ditutup menggunakan aluminium foil dan direkatkan menggunakan seal-tape lalu diinkubasikan sambil dikocok menggunakan shaker dengan kecepatan 100 rpm selama 48 jam. Formula siap digunakan (Gambar 4). Formula coating asam askorbat 350 ppm dibuat dengan cara melarutkan 389 mg asam askorbat 90% dalam 1 liter aquades.

(a) Koloni Tunggal Bakteri (b) Koloni Bakteri di Media Padat (c) Suspensi Bakteri

Gambar 4. Persiapan Formula Bakteri dalam Kondisi Aseptik Kerapatan Bakteri

Kerapatan awal bakteri dihitung secara aseptik dengan metode pencawanan berseri yaitu

1. Pengenceran: suspensi bakteri pada media cair NB (telah dishaker selama 48 jam) diambil sebanyak 100μ (0.1 ml), kemudian dimasukkan ke tabung berisi 9 ml air steril dan dihomogenkan menggunakan vortex (tabung 1 pengenceran 101). Suspensi bakteri yang sudah homogen (tabung 1) kemudian diambil kembali sebnyak 1 ml untuk kemudian dimasukkan ke tabung 2 yang berisi 9 ml air steril, setelah dihomogenkan diperoleh tabung 2 dengan pengenceran 102 begitu seterusnya hingga diperoleh pengenceran 108.

2. Platting dilakukan menggunakan dua ulangan untuk setiap pengenceran 101, 103, 105 , 106, 107, 108, dengan cara mengambil 0.1 ml suspensi bakteri dari masing-masing tingkat pengenceran, kemudian disebar menggunakan gelas


(34)

penyebar pada petri yang berisi media padat King’s B. Cawan petri kemudian direkatkan menggunakan seal dan diletakkan dalam posisi terbalik untuk mencegah uap air yang dapat menimbulkan kontaminan. Pengamatan terhadap koloni yang tumbuh dilakukan setelah inkubasi selama 24 jam dan 48 jam pada suhu kamar.

Coating

Pelapisan benih padi hibrida dilakukan sesuai dengan taraf perlakuan. Suspensi bakteri yang digunakan memiliki kerapatan berkisar antara 109-1010 cfu/ml. Perbandingan antara suspensi bakteri atau larutan asam askorbat dengan polimer yaitu 10:19. Coating dilakukan menggunakan alat Rotary Coater. Benih yang telah dilapisi kemudian dikeringkan kembali sampai kadar air aman untuk disimpan yaitu <11%. Benih selanjutnya dikemas ke dalam kemasan plastik poliethylen dan direkatkan (seal) untuk kemudian disimpan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih selama 0, 3, 6, 9, 12 dan 15 minggu (Gambar 5).

(a) Benih dalam Kemasan (b) Benih di Penyimpanan

Gambar 5. Penyimpanan Benih Padi Hibrida PengujianViabilitas Benih

Viabilitas potensial diuji menggunakan tolok ukur daya berkecambah dan bobot kering kecambah normal. Viabilitas total diukur dengan melihat potensi tumbuh maksimum. Vigor kekuatan tumbuh benih diuji menggunakan tolok ukur indeks vigor dan kecepatan tumbuh. Pengujian dilakukan dengan cara mengecambahkan benih pada media kertas merang menggunakan metode Uji Kertas Digulung didirikan dalam plastik (UKDdp). Benih kemudian


(35)

dikecambahkan menggunakan alat pengecambah benih IPB 73 2A/B (Gambar 6). Setiap perlakuan terdiri atas tiga ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 50 butir benih.

Gambar 6. Pengecambahan Benih Padi pada APB IPB 73 2A/B

Pengamatan

Tolok ukur yang diamati untuk mengukur daya simpan benih padi hibrida meliputi: kadar air benih (KA), daya berkecambah (DB), berat kering kecambah normal (BKKN), potensi tumbuh maksimum (PTM), kecepatan tumbuh (KCT) dan indeks vigor (IV).

1. Kadar Air (KA)

Kadar air benih diukur setiap periode simpan. Pengukuran dilakukan dengan menghaluskan benih padi dari masing-masing kantong penyimpanan menggunakan blender kemudian diayak dan ditimbang (berat bersih sekitar 1 gram) lalu dioven pada suhu 1050C selama ±17 jam. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus:

KA =

(M2-M1) - (M3-M1)

X 100% (M2-M1)


(36)

M1 : berat cawan (gram)

M2 : berat cawan dan benih (gram) M3 : berat benih setelah dioven (gram) 2. Daya Berkecambah (DB)

Daya Berkecambah merupakan tolok ukur yang mengindikasikan viabilitas potensial (Vp). Penghitungan DB diperoleh dari persentase kecambah normal (KN) pada pengamatan 1 (hari ke-5) dan pengamatan 2 (hari ke-7). Rumus yang digunakan:

DB =

Σ KN hitungan I + Σ KN hitungan II

X 100% Σ benih yang dikecambahkan

Dimana:

ΣKN = jumlah kecambah normal

3. Berat Kering Kecambah Normal (BKKN)

Berat kering kecambah (BKKN) adalah salah satu tolok ukur yang mengindikasikan viabilitas potensial (Vp) dengan menggambarkan laju pertumbuhan kecambah. Produksi berat kering dari pertumbuhan kecambah merefleksikan kondisi fisiologis benih.

Bagian biji yang masih menempel pada kecambah dihilangkan, kemudian kecambah normal berumur 7 HST dimasukkan dalam amplop dan dioven pada suhu 600C selama 72 jam. Selanjutnya, amplop+kecambah dimasukkan dalam desikator ± 30 menit, kecambah kering kemudian ditimbang dengan timbangan dua digit.

4. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)

Potensi tumbuh maksimum (PTM) mengindikasikan viabilitas total. Penghitungan PTM didasarkan pada benih yang tumbuh (berkecambah) sampai hari ke-7 setelah tanam. Rumus untuk menghitung PTM adalah:

PTM = Σ KN + Σ KAb X 100% Σ benih yang ditanam


(37)

Dimana : ΣKN = jumlah kecambah normal sampai akhir pengamatan ΣKAb = jumlah kecambah abnormal sampai akhir pengamatan 5. Kecepatan Tumbuh (KCT)

Kecepatan tumbuh (KCT) merupakan tolok ukur yang mengindikasikan vigor kekuatan tumbuh. Perhitungan kecepatan tumbuh didasarkan pada akumulasi kecepatan tumbuh harian dalam unit tolok ukur persentase per hari dengan rumus:

KCT =

% KN ke-2

+…..+

% KN ke-n

etmal etmal Dimana: 1 et mal = 24 jam

% KN = persentase kecambah normal

Gambar 7 menunjukkan proses perkecambahan benih padi pada 1 HST, 2 HST, 3 HST hingga menjadi kecambah normal pada 4 HST.

(a) Hari ke-1 (b) Hari ke-2 (c) Hari ke-3 (d) Hari ke-4 Gambar 7. Fase-fase Perkecambahan Benih Padi


(38)

6. Indeks Vigor (IV)

Perhitungan didasari pada persentase kecambah normal (KN) di hitungan pertama pada uji daya berkecambah yaitu 5 HST untuk benih padi, dengan rumus:

IV =

Σ KN hitungan I

X 100% Σ benih yang ditanam

Dimana: Σ KN = persentase kecambah normal

Benih yang dikecambahkan dibedakan menjadi tiga kategori yaitu kecambah normal, kecambah abnormal dan benih mati (Gambar 8).

(a) kecambah normal (b) Benih mati (c) kecambah abnormal


(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Percobaan 1. Pengaruh Perlakuan Coating terhadap Daya Simpan Benih Padi Hibrida DG-1

Interaksi faktor tunggal periode simpan dan perlakuan coating berpengaruh nyata terhadap IV benih dan sangat nyata terhadap BKKN. Periode simpan secara nyata mempengaruhi tolok ukur KCT dan BKKN, sementara perlakuan coating berpengaruh nyata terhadap tolok ukur KA dan sangat nyata terhadap tolok ukur BKKN (Tabel 1). Faktor tunggal periode simpan dan perlakuan coating maupun interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap DB dan PTM benih. Pada akhir penyimpanan DB benih masih tetap tinggi dengan kisaran 96.00-98.67% dan PTM berkisar antara 98.00-98.67%.

Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Coating dan Periode Simpan pada Beberapa Tolok Ukur Viabilitas dan Vigor Benih Padi Hibrida DG-1

Tolok ukur

Perlakuan dan interaksinya

PS P PSXP KK (%)

DB tn tn tn 4.02

KCT * tn tn 6.00

IV tn tn * 13.77

PTM tn tn tn 1.60

BKKN * ** ** 12.08

KA tn * tn 10.99

Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata, * = berpengaruh nyata pada taraf 5% DMRT, **= berpengaruh nyata pada taraf 1% DMRT, KK = koefisien keragaman

Tabel 2 menunjukkan KCT benih padi secara nyata mengalami peningkatan terutama pada periode simpan 15 minggu. Rata-rata KCT di setiap periode simpannya berkisar antara 18.44-22.06% KN per etmal.


(40)

Tabel 2. Pengaruh Faktor Tunggal Periode Simpan pada Benih Padi Hibrida DG-1 terhadap Tolok Ukur Kecepatan Tumbuh Benih

Perlakuan coating

Periode simpan (minggu)

Rata-rata

0 3 6 9 12 15

(% KN per etmal)

Bakteri 19.07 18.72 20.51 20.31 18.53 22.01 19.86

Asam askorbat 18.43 18.75 22.56 21.35 18.28 21.27 20.11

Tanpa coating 18.43 17.86 20.06 19.94 20.33 22.90 19.92

Rata-rata 18.64c 18.44c 21.04ab 20.53b 19.05c 22.06a

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan analisis DMRT.

Perlakuan coating menggunakan bakteri memberikan pengaruh yang nyata terhadap KA benih. Rataan nilai tengah masing-masing perlakuan menunjukkan perlakuan coating menggunakan bakteri dapat mempertahankan KA tetap rendah dibandingkan dengan perlakuan tanpa coating (Tabel 3).

Tabel 3. Pengaruh Faktor Tunggal Perlakuan Coating pada Benih Padi Hibrida DG-1 terhadap Tolok Ukur Kadar Air

Perlakuan coating

Periode simpan (minggu)

Rata-rata

0 3 6 9 12 15

(%)

Bakteri 10.33 9.33 9.33 9.33 9.00 9.33 9.44b

Asam askorbat 9.33 9.33 9.33 9.67 10.00 9.67 9.56ab

Tanpa coating 10.00 10.00 10.67 10.00 10.00 10.00 10.11a

Rata-rata 9.89 9.56 9.78 9.67 9.67 9.67

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan analisis DMRT.

IV tetap dapat dipertahankan sampai dengan akhir penyimpanan baik dengan rataan 94.00%. Pada periode simpan 6 minggu, perlakuan coating menggunakan asam askorbat menghasilkan IV yang nyata lebih tinggi yaitu 90.00% (Tabel 4). Perlakuan tanpa coating sampai dengan periode simpan 15 minggu mampu mempertahankan IV tetap tinggi yaitu 98%.


(41)

Tabel 4. Interaksi Perlakuan Coating dengan Periode Simpan terhadap Tolok Ukur Indeks Vigor pada Benih Padi Hibrida DG-1

Perlakuan coating

Periode simpan (minggu)

0 3 6 9 12 15

(%)

Bakteri 81.33a-d 65.33def 71.33c-f 79.33a-e 80.00a-e 93.33ab

Asam askorbat 65.33def 53.33f 90.00abc 92.00ab 68.67def 92.00ab Tanpa coating 76.67b-e 72.00c-f 61.33ef 82.67a-d 82.67a-d 98.00a Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

pada taraf 5% berdasarkan analisis DMRT.

Tabel 5 menunjukkan pada periode akhir penyimpanan, perlakuan coating maupun tanpa coating tidak berbeda nyata berdasarkan tolok ukur BKKN. Selama periode simpan terjadi peningkatan BKKN terutama pada periode simpan 15 minggu.

Tabel 5. Interaksi Perlakuan Coating dengan Periode Simpan terhadap Tolok Ukur Berat Kering Kecambah Normal pada Benih Padi Hibrida DG-1

Perlakuan coating

Periode simpan (minggu)

0 3 6 9 12 15

(gram)

Bakteri 0.28def 0.19g 0.19g 0.29c-f 0.31b-e 0.39a

Asam askorbat 0.26ef 0.22fg 0.36abc 0.35a-d 0.31b-e 0.38ab Tanpa coating 0.31b-e 0.28c-f 0.34a-e 0.32a-e 0.34a-e 0.39a Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

pada taraf 5% berdasarkan analisis DMRT.

Percobaan 2. Pengaruh Perlakuan Coating terhadap Daya Simpan Benih Padi Hibrida Intani-2

Faktor tunggal periode simpan, faktor tunggal perlakuan coating maupun interaksi kedua faktor tunggal tidak berpengaruh nyata terhadap semua tolok ukur viabilitas dan vigor benih serta KA benih (Tabel 6).


(42)

Tabel 6. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Coating dan Periode Simpan pada Beberapa Tolok Ukur Viabilitas dan Vigor Benih Padi Hibrida Intani-2

Tolok ukur

Perlakuan

PS P PSXP KK (%)

DB tn tn tn 7.64

KCT tn tn tn 7.39

IV tn tn tn 16.84

PTM tn tn tn 5.88

BKKN tn tn tn 3.82

KA tn tn tn 11.13

Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata KK = Koefisien keragaman

Pada periode simpan 15 minggu benih masih memiliki viabilitas dan vigor yang tinggi (Gambar 10 dan Gambar 11). KA benih selama penyimpanan juga masih dapat dipertahankan dibawah 11% terutama pada perlakuan coating menggunakan asam askorbat (Gambar 9).

0

5

10

15

0

3

6

9

12

15

Periode simpan

KA (

%

)

Bakteri

Vit. C

Kontrol

Gambar 9. Nilai Tengah Perlakuan Coating terhadap Tolok Ukur Kadar Air Benih Padi Hibrida Intani-2 selama Periode Simpan 15 Minggu


(43)

70 75 80 85 90 95

0 3 6 9 12 15

Periode simpan

DB ( % ) Bakteri Vit. C Kontrol (a) 80 85 90 95 100

0 3 6 9 12 15

Periode simpan PT M ( % ) Bakteri Vit. C Kontrol (b)

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0

3

6

9

12

15

Periode simpan

B

KKN (

g

)

Bakteri

Vit. C

Kontrol

(c)

Gambar 10. Nilai Tengah Perlakuan Coating terhadap Tolok Ukur Viabilitas Benih Padi Hibrida Intani-2 selama Periode Simpan 15 Minggu


(44)

0

20

40

60

80

100

0

3

6

9

12

15

Periode simpan

IV

(%

)

Bakteri

Vit. C

Kontrol

(d) 0 5 10 15 20 25

0 3 6 9 12 15

Periode simpan K C T ( % /e tma l) Bakteri Vit. C Kontrol (e)

Gambar 11. Nilai Tengah Perlakuan Coating terhadap Tolok Ukur Vigor Benih Padi Hibrida Intani-2 selama Periode Simpan 15 Minggu

Percobaan 3. Pengaruh Perlakuan Coating terhadap Daya Simpan Benih Padi Hibrida SL-8

DB, KCT dan IV dipengaruhi sangat nyata oleh faktor tunggal perlakuan coating, periode simpan dan interaksinya. Faktor tunggal periode simpan berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur BKKN. PTM dan KA tidak dipengaruhi oleh faktor tunggal perlakuan coating, periode simpan maupun interaksinya (Tabel 7).


(45)

Tabel 7. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Coating dan Periode Simpan pada Beberapa Tolok Ukur Viabilitas dan Vigor Benih Padi Hibrida SL-8

Tolok ukur

Perlakuan

PS P PSXP KK (%)

DB ** ** ** 3.98

KCT ** ** ** 4.08

IV ** ** ** 11.74

PTM tn tn tn 3.18

BKKN ** tn tn 12.90

KA tn tn tn 15.65

Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata, * = berpengaruh nyata pada taraf 5% DMRT, ** = berpengaruh nyata pada taraf 1% DMRT, KK = koefisien keragaman

Tabel 8 menunjukkan periode simpan berpengaruh sangat nyata terhadap BKKN. Pada periode simpan 15 minggu, BKKN memiliki nilai rataan yang lebih tinggi dibandingkan periode simpan lainnya.

Pada periode simpan 9 minggu perlakuan coating menggunakan asam askorbat memberikan pengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur DB (Tabel 9). Perlakuan coating menggunakan asam askorbat juga menghasilkan DB tertinggi pada periode simpan 3 dan 12 minggu. Sementara, perlakuan coating menggunakan bakteri menghasilkan DB tertinggi pada periode simpan 15 minggu Tolok ukur KCT menunjukkan peningkatan di akhir penyimpanan baik pada perlakuan coating maupun tanpa coating. Perlakuan bakteri berpengaruh sangat nyata pada KCT benih terutama pada periode simpan 6 minggu (Tabel 10).


(46)

Tabel 8. Pengaruh Faktor Tunggal Perlakuan Coating pada Benih Padi Hibrida SL-8 terhadap Tolok Ukur Berat Kering Kecambah Normal

Perlakuan coating

Periode simpan (minggu)

Rata-rata 0 3 6 9 12 15

(gram)

Bakteri 0.26 0.19 0.34 0.31 0.32 0.37 0.30

Asam askorbat 0.31 0.21 0.27 0.35 0.34 0.40 0.31

Tanpa coating 0.31 0.17 0.28 0.37 0.33 0.40 0.31

Rata-rata 0.29d 0.19e 0.30cd 0.34b 0.33bc 0.39a

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan analisis DMRT.

Tabel 9. Interaksi Perlakuan Coating dengan Periode Simpan terhadap Tolok Ukur Daya Berkecambah pada Benih Padi Hibrida SL-8

Perlakuan

coating

Periode simpan (minggu)

0 3 6 9 12 15

(%)

Bakteri 86.00de 72.00g 94.67abc 79.33f 88.67cd 96.67a

Asam askorbat 93.33abc 94.00abc 93.33abc 92.67a-d 94.00abc 92.00a-d Tanpa coating 88.67cd 92.67a-d 89.33bcd 82.00ef 96.67a 96.00ab Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

pada taraf 5% berdasarkan analisis DMRT

Tabel 10. Interaksi Perlakuan Coating dengan Periode Simpan terhadap Tolok Ukur Kecepatan Tumbuh pada Benih Padi Hibrida SL-8

Perlakuan coating

Periode simpan (minggu)

0 3 6 9 12 15

(% KN per etmal)

Bakteri 19.03c 16.52e 22.48a 17.17de 18.08cd 21.86ab

Asam askorbat 19.40c 19.14c 19.36c 21.33ab 18.82c 20.92b

Tanpa coating 18.43cd 18.07cd 17.33de 18.15cd 18.78c 21.16ab Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata


(47)

Tabel 11 menunjukkan perlakuan coating menggunakan bakteri memberikan IV yang nyata tertinggi pada periode simpan 6 minggu. Sementara pada periode simpan 9 minggu perlakuan coating menggunakan asam askorbat menghasilkan IV tertinggi secara nyata.

Tabel 11. Interaksi Perlakuan Coating dan Periode Simpan terhadap tolok ukur Indeks Vigor pada Benih Padi Hibrida SL-8

Perlakuan coating

Periode simpan (minggu)

0 3 6 9 12 15

(%)

Bakteri 68.00def 40.67h 89.33ab 60.67efg 65.33d-g 93.33a

Asam askorbat 78.00bcd 77.33bcd 76.00b-e 73.33cde 73.33cde 87.33abc Tanpa coating 76.67bcd 68.67def 54.00fgh 50.67gh 80.67a-d 86.67abc Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

pada taraf 5% berdasarkan analisis DMRT

Pembahasan

Viabilitas dan vigor benih padi hibrida yang diberi perlakuan coating maupun tanpa coating masih tinggi sampai akhir penyimpanan. Hal ini diduga karena KA benih yang masih terjaga selama periode simpan dan masih dalam batas aman penyimpanan sampai akhir periode simpan dengan rataan 9.70%. Selama periode simpan kemasan penyimpanan yang digunakan adalah plastik poliethylen yang resisten terhadap uap air sehingga KA benih tetap terjaga dan viabilitas benih dapat dipertahankan.

Benih bersifat higroskopis, dimana KA benih akan selalu berkesetimbangan dengan kondisi lingkungan, sementara KA benih merupakan salah satu faktor penting yang dapat menyebabkan kemunduran mutu benih. KA benih yang tinggi maupun berfluktuasi dapat mempercepat laju kemunduran mutu benih. Oleh sebab itu, penting untuk mempertahankan kesetimbangan KA benih, salah satu caranya adalah dengan menggunakan kemasan kedap udara seperti plastik polyethylen, hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir pengaruh lingkungan yang berfluktuasi terhadap KA benih. Penelitian yang dilakukan oleh Giang dan Gowda (2007) menunjukkan bahwa benih padi hibrida (KRH-2) yang


(48)

di-coating menggunakan polimer (W Yellow) + kaptan+thiaram+gouch+super red 1 ml/kg pada 10 bulan penyimpanan, memiliki KA yang lebih aman (<13%) dengan DB 85.70% sementara benih yang disimpan dalam kain mengalami peningkatan KA yaitu sebesar 14.30% serta penurunan viabilitas yang ditunjukkan dengan rendahnya DB yang dihasilkan yaitu 62.00%.

Seed coating menggunakan polimer dan bakteri P. fluorescens RH-4003 serta polimer dan asam askorbat 350 ppm pada tiga varietas padi hibrida selama penyimpanan memiliki respon yang berbeda terhadap masing-masing tolok ukur viabilitas dan vigor. Coating pada benih padi hibrida varietas Intani-2 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada semua tolok ukur viabilitas dan vigor benih, sebaliknya benih padi hibrida varietas DG-1 dan SL-8 memberikan respon yang nyata baik terhadap perlakuan coating, periode simpan maupun interaksinya pada beberapa tolok ukur. SL-8 lebih responsif terhadap penyimpanan dan perlakuan yang diberikan dibandingkan DG-1 dan Intani-2.

Pada SL-8 perlakuan asam askorbat menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan IV, KCT serta DB pada periode simpan 9 minggu. Perlakuan coating menggunakan bakteri juga menunjukkan pengaruh yang nyata lebih tinggi terhadap IV dan KCT benih terutama pada periode simpan 6 minggu.

Perbedaan respon ini mungkin terkait dengan genetik masing-masing varietas yang berbeda akibat faktor genetik yang diturunkan dari masing-masing tetua yang berbeda. Perbedaan genetik ini ada yang tercermin langsung pada fisik benih, namun ada juga yang tidak terlihat. Copeland (1976) menyatakan perbedaan genetik dapat menyebabkan perbedaan komposisi kimia yang terkandung dalam benih, yang dapat mempengaruhi viabilitas dan vigor benih. Gambar 12 (a) menunjukkan perbedaan fisik benih padi hibrida Intani-2 dibandingkan dua varietas lainnya (yaitu glume yang terbuka dan benih yang lebih kurus), sementara Gambar 12 (b) menunjukkan perubahan warna yang terjadi pada benih akibat diberi perlakuan coating.

Penelitian yang dilakukan oleh Mettananda et al. (2001) menunjukkan faktor genetik mempengaruhi perbedaan toleransi viabilitas 6 varietas padi terhadap kondisi lingkungan yang ditunjukkan dengan perbedaan DB benih setelah mengalami penyimpanan. Benih padi varietas Bg 379-2, Bg 403 dan


(49)

At 353 mampu mempertahankan viabilitas (>85%) pada penyimpanan yang memiliki RH cukup tinggi (fluktuasi hingga 30%) sampai 8 bulan penyimpanan sementara tiga varietas lainnya (Bg 300, 400 dan 352) hanya mampu mempertahankan viabilitas sampai 5 bulan penyimpanan (ketika 6 bulan penyimpanan DB berada di kisaran 40-60%).

Intani-2 DG-1 SL-8 (a) Benih Padi Hibrida Sebelum di-coating

Intani-2 DG-1 SL-8

(b) Benih Padi Hibrida Setelah di-coating Gambar 12. Penampakan Fisik Benih Padi Hibrida

Gambar 12 menunjukkan padi hibrida Intani-2 memiliki glume yang lebih terbuka dibandingkan dua varietas lainnya dan mungkin mempengaruhi viabilitas dan vigor benih padi ini. Meskipun dipanen satu bulan lebih lama dibandingkan varietas lainnya, viabilitas dan vigor benih padi hibrida Intani-2 lebih cepat mengalami kemunduran daripada varietas SL-8 maupun DG-1. Hal ini terlihat pada semua tolok ukur viabilitas dan vigor benih di awal penyimpanan dimana Intani-2 memiliki nilai tengah terendah dibandingkan varietas lainnya. Namun demikian, pada akhir penyimpanan, terlihat bahwa semua varietas benih termasuk Intani-2 tidak mengalami penurunan viabilitas dan vigor benih, hal ini menandakan kondisi penyimpanan maupun perlakuan coating mampu


(50)

mempertahankan viabilitas dan vigor ketiga varietas benih padi hibrida yang digunakan.

Srivastava et al. (2008) menyatakan glume yang terbuka merupakan salah satu faktor sulitnya mempertahankan viabilitas benih padi hibrida di penyimpanan. Glume yang terbuka akan menyebabkan penyakit maupun hama gudang akan mudah menyerang langsung pada endosperm benih. Hal ini semakin menegaskan bahwa selain faktor genetik, kondisi lingkungan penyimpanan yang baik berperan penting dalam mempertahankan viabilitas benih padi hibrida di penyimpanan. Plastik yang kedap udara dan kondisi awal benih yang disimpan menyebabkan sulit bagi hama dan penyakit untuk menyerang benih, sehingga perlakuan coating tidak memberikan pengaruh yang nyata. Selain itu, dapat disimpulkan juga bahwa perlakuan coating yang diberikan tidak bersifat merusak atau meracuni benih padi hibrida Intani-2.

Perlakuan coating menggunakan asam askorbat 350 ppm dalam penelitian ini terbukti mampu meningkatkan viabilitas dan vigor benih padi hibrida di penyimpanan. Pada Intani-2 perlakuan asam askorbat mampu mempertahankan KA tetap rendah yaitu 9.67%. Selain itu, perlakuan ini juga menghasilkan DB, KCT dan IV tertinggi walaupun tidak nyata berbeda. Pada SL-8 perlakuan asam askorbat menghasilkan DB (92.67%), KCT (21.33% KN per etmal) dan IV (73.33%) yang nyata lebih tinggi pada periode simpan 9 minggu. Pada DG-1 perlakuan ini mampu menghasilkan IV tertinggi secara nyata yaitu 90%.

Pemberian asam askorbat sebagai antioksidan pada benih diduga mampu memperlambat laju kemunduran benih di penyimpanan karena mampu menangkal radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkannya dengan melengkapi kekurangan elektrolit yang dimiliki radikal bebas sehingga menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif (Rachmawati, 2010).

Hasil serupa pernah dilaporkan oleh Dey et al. (2012) yang menyatakan bahwa perlakuan menggunakan asam askorbat 100 μg/ml pada benih padi IR-64 di penyimpanan (7 bulan) mampu secara nyata meningkatkan DB yaitu 100% dibanding kontrol 70%. Asam askorbat berpotensi meminimalkan kerusakan membran benih padi yang dibuktikan dengan lebih tingginya aktivitas enzim


(51)

dehidrogenase pada benih yang diberi perlakuan asam askorbat (sekitar 1.50) dibandingkan kontrol (0.08).

Pada periode simpan 6 minggu perlakuan coating menggunakan bakteri untuk benih padi hibrida SL-8 mampu secara nyata meningkatkan vigor benih. Perlakuan bakteri mampu meningkatkan KCT sebesar 22.48% KN per etmal sementara perlakuan tanpa coating 17.33% KN per etmal, begitu pula dengan IV pada perlakuan bakteri lebih tinggi (89.33%) dibandingkan tanpa coating (54.00%). Peningkatan ini mungkin terkait dengan kemampuan bakteri P. fluorescens dalam memproduksi IAA yang berfungsi dalam perkembangan tunas, perpanjangan sel-sel batang serta akar. Kemampuan perlakuan coating menggunakan bakteri dalam mempengaruhi tolok ukur viabilitas yang berfluktuasi selama periode simpan mungkin disebabkan polimer yang digunakan tidak mengandung cukup nutrisi sehingga populasi bakteri tidak stabil. Kusumowardani (2008) menyatakan pertumbuhan populasi pada media LB sebagai kontrol lebih stabil dibandingkan dengan media alternatif lainnya, karena media ini mengandung banyak nutrisi yang dapat mendukung pertumbuhan P. fluorescens. Kader et al. (2012) menambahkan coating benih menggunakan bakteri P. fluorescens 105-106 cfu/ml dengan bahan pembawa serbuk gergaji+cmc mampu mempertahankan viabilitas bakteri hingga 10 bulan (34.40 cfu/gr - 34.00 cfu/gr).

Selain itu, efektifitas bakteri Pseudomonas diduga kurang terlihat pada kondisi lingkungan yang tidak tercekam. Penelitian yang dilakukan oleh Husen (2012) menunjukkan inokulasi Pseudomonas pada tanah non steril memiliki bobot tanaman yang nyata lebih tinggi dibandingkan inokulasi pada tanah steril di pertanaman kedelai. Kemungkinan lainnya adalah auksin dalam dosis tertentu merupakan hormon pertumbuhan, dimana konsentrasi auksin yang berlebihan justru dapat menyebabkan terhambatnya petumbuhan sel-sel batang maupun akar. Populasi bakteri yang berfluktuasi mungkin mempengaruhi konsentrasi auksin yang dihasilkan, sehingga data yang diperoleh terhadap beberapa tolok ukur viabilitas dan vigor benih menjadi tidak stabil. Terhambatnya pertumbuhan kecambah dapat menyebabkan banyaknya kecambah abnormal yang terbentuk sehingga menurunkan nilai DB, IV dan KCT benih.


(1)

Lampiran 16. Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Perlakuan

Coating terhadap Tolok Ukur Potensi Tumbuh Maksimum Benih Padi Hibrida SL-8

Sumber keragaman db JK KT F hit Pr > F Periode simpan (PS) 5 60.32 12.06 1.29 tn 0.29

Ulangan 6 58.67 9.78 1.05 tn 0.42

Perlakuan coating (C) 2 17.33 8.67 0.93 tn 0.41 Interaksi PS-C 10 51.11 5.11 0.55 tn 0.84 KK = 3.18%

Lampiran 17. Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Perlakuan

Coating terhadap Tolok Ukur Berat Kering Kecambah Normal Benih Padi Hibrida SL-8

Sumber keragaman db JK KT F hit Pr > F Periode simpan (PS) 5 0.06 0.01 8.30** <.0001

Ulangan 6 0.03 0.004 2.71* 0.03

Perlakuan coating (C) 2 0.002 0.001 0.59 tn 0.56 Interaksi PS-C 10 0.02 0.002 1.50 tn 0.19 KK = 12.90%

Lampiran 18. Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Perlakuan

Coating terhadap Tolok Ukur Kadar Air Benih Padi Hibrida SL-8

Sumber keragaman db JK KT F hit Pr > F Periode simpan (PS) 5 3.58 0.72 0.34 tn 0.88

Ulangan 6 1.50 0.25 0.12 tn 0.99

Perlakuan coating (C) 2 4.33 2.17 1.04 tn 0.37 Interaksi PS-C 10 12.11 1.21 0.58 tn 0.82 KK = 15.65%

Keterangan :

* = berpengaruh nyata pada taraf 5 % ** = berpengaruh nyata pada taraf 1 % tn = tidak berpengaruh nyata


(2)

Lampiran 19. Deskripsi Varietas Benih Padi Hibrida DG-1

Tetua : DRH 310A x DRH 323

Golongan : Indica

Umur tanaman : ± 116 hari Bentuk tanaman : tegak

Tinggi tanaman : ± 107 cm

Anakan produktif : ± 15 batang

Warna kaki : hijau

Warna telinga daun : tidak berwarna Warna lidah daun : tidak berwarna

Warna daun : hijau

Permukaan daun : kasar

Posisi daun : tegak

Posisi daun bendera : tegak

Warna batang : hijau

Kerebahan : sedang

Kerontokan : sedang

Bentuk gabah : ramping

Warna gabah : kuning jerami, kadang berbulu Jumlah gabah per malai : ± 242 butir

Rata – rata hasil : 8.60 ton/ha GKG

Potensi hasil : 10.60 ton/ha GKG

Berat 1000 butir : ± 25.00 gram

Tekstur nasi : sedang

Kadar amilosa : ± 23.30 %

Ketahanan terhadap hama : agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2 tetapi peka terhadap biotipe 3

Ketahanan terhadap penyakit : agak tahan penyakit hawar daun bakteri strain III, agak peka penyakit hawar daun strain IV dan VIII, serta peka terhadap penyakit tungro

Keterangan : baik dibudidayakan di lahan sawah irigasi dataran rendah – sedang dengan ketinggian di bawah 700 mdpl. Daerah non endemic hama wereng coklat, penyakit hawar daun strain IV dan VIII, serta peka terhadap penyakit tungro


(3)

Lampiran 20. Deskripsi Varietas Benih Padi Hibrida Intani-2

Tetua : 03 A X K10

Rataan Hasil : 8.36-9.90 ton/ha gabah kering giling Pemulia : PT. Benih Inti Subur Intani (BISI)

Golongan : cere

Umur tanaman : 108-116 hari

Bentuk tanaman : tegak

Tinggi tanaman : 86.10-110.30 cm Anakan produktif : 11-18 batang

Warna kaki : hijau

Warna batang : hijau

Warna telinga daun : tidak berwarna Warna lidah daun : tidak berwarna Warna helai daun : hijau

Muka daun : agak halus

Posisi daun : tegak

Daun bendera : tegak

Bentuk gabah : silinder

Warna gabah : kuning bersih

Kerontokan : sedang

Kerebahan : agak tahan

Tekstur nasi : pulen

Bobot 1000 butir : 23.70-28.80 gram

Kadar amilosa : 24.64 %

Ketahanan terhadap hama : agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 3 (skala : 3.67), agak peka wereng coklat biotipe SU (skala : 4.3)

Ketahanan terhadap penyakit : agak tahan terhadap BLB strain III dan IV, peka terhadap BLB strain VIII


(4)

Lampiran 21. Deskripsi Varietas Benih Padi Hibrida SL-8

Golongan : Indica / Japonica

Umur tanaman : 112 – 115 hari Bentuk tanaman : tegak

Tinggi tanaman : 107 – 115cm Anakan produktif : 11 – 12 batang

Warna kaki : hijau

Warna batang : hijau

Kekuatan batang : kuat

Warna telinga daun : tidak berwarna Warna lidah daun : tidak berwarna Warna daun : hijau tua

Muka daun : kasar

Posisi daun : tegak

Daun bendera : tegak Bentuk gabah : sedang Warna gabah : kuning jerami Jumlah gabah per malai : 212 – 217 butir Presentasi gabah isi : 83 %

Kerontokan : sedang

Kereahan : sedang

Tekstur nasi : sedang Bobot 1000 butir gabah : 26 – 27 gram Kadar amilosa : 25.50 %

Potensi hasil : 14.83 ton / ha gabah kering giling

Rata-rata hasil : 8.89 ton / ha gabah kering giling pada musim hujan hingga 11.90 ton/ha gabah kering pada

musim kering

Ketahanan terhadap hama : agak peka terhadap wereng coklat biotipe 1, 2 dan 3 serta hawar daun bakteri strain IV dan VIII Ketahanan terhadap penyakit : agak peka terhadap hawar daun bakteri strain III.


(5)

RINGKASAN

ANAK AGUNG KESWARI KRISNANDIKA. Pemanfaatan Bakteri

Pseudomonas fluorescens RH-4003 dan Asam Askorbat untuk

Mempertahankan Viabilitas Benih Padi Hibrida Selama Penyimpanan. (Dibimbing oleh ENY WIDAJATI dan ABDJAD ASIH NAWANGSIH).

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh penggunaan bakteri Pseudomonas fluorescens RH-4003 dan asam askorbat dalam seedcoating

untuk mempertahankan viabilitas benih padi hibrida di penyimpanan.

Penelitian menggunakan Rancangan Petak Tersarang dengan tiga ulangan, petak utama adalah periode simpan yang terdiri atas enam taraf (0, 3, 6, 9, 12 dan 15 minggu), anak petak adalah formula coating yang terdiri dari tiga taraf (coating menggunakan polimer dan bakteri P. fluorescens RH-4003, coating

menggunakan polimer dan asam askorbat serta tanpa coating). Penelitian terdiri atas tiga percobaan dengan metode dan rancangan yang sama dilakukan terhadap tiga varietas padi hibrida yaitu DG-1, SL-8 dan Intani-2. Pengamatan viabilitas dan vigor benih dilakukan terhadap tolok ukur daya berkecambah, potensi tumbuh maksimun, kecepatan tumbuh, indeks vigor, berat kering kecambah normal dan kadar air.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan coating menggunakan asam askorbat pada periode simpan 6 minggu nyata meningkatkan IV benih padi hibrida DG-1. IV tertinggi diperoleh pada perlakuan coating menggunakan asam askorbat yaitu sebesar 90%. Interaksi periode simpan dan perlakuan ini juga meningkatkan secara nyata viabilitas dan vigor benih padi hibrida SL-8. Pada periode simpan 9 minggu, perlakuan asam askorbat menghasilkan IV tertinggi yaitu sebesar 73.33%, DB sebesar 92.67% serta KCT sebesar 21.33% KN per

etmal. Perlakuan coating benih padi hibrida SL-8 menggunakan bakteri

P. fluorescens pada saat 6 minggu penyimpanan juga terbukti secara nyata meningkatkan IV benih sebesar 89.33% dan KCT benih yaitu 22.48% KN per


(6)

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu coating

menggunakan bakteri P. fluorescens dapat mempertahankan vigor benih padi hibrida SL-8 di penyimpanan berdasarkan tolok ukur IV dan KCT. Coating

menggunakan asam askorbat dapat mempertahankan viabilitas benih padi hibrida SL-8 berdasarkan tolok ukur DB. Coating menggunakan asam askorbat juga terbukti dapat mempertahankan vigor benih padi hibrida DG-1 dan SL-8 di penyimpanan berdasarkan tolok ukur IV dan KCT benih. Perlakuan coating

maupun periode simpan sampai 15 minggu tidak berpengaruh terhadap viabilitas dan vigor benih padi hibrida Intani-2. Viabilitas dan vigor benih padi hibrida Intani-2 masih tetap tinggi sampai dengan periode simpan 15 minggu dengan rataan DB sebesar 86.89% dan IV sebesar 79.78%.