BAB II DESKRIPSI UMUM KONDISI EKONOMI NEGARA RUSIA

BAB II

DESKRIPSI UMUM KONDISI EKONOMI NEGARA RUSIA

Berbicara mengenai negara Rusia, maka yang menjadi gambaran terhadap
negara tersebut adalah sebuah negara yang berdaulat dan memiliki luas wilayah yang
besar. Rusia atau nama resminya Republik Federasi Rusia (Rossiyaskaya Federatsiya)
merupakan negara besar dengan luas wilayah terbesar diseluruh dunia, baik dari masa
Uni Soviet maupun sekarang saat telah menjadi negara federasi dari post-Uni Soviet.
Rusia merupakan negara besar dengan pasar konsumen lebih dari 140 juta orang,
sumber daya alam yang luas, tenaga kerja yang berpendidikan tinggi, kemajuan
teknologi dalam bidang penelitian dan kemampuan produksi.

Rusia merupakan salah satu negara terkaya di dunia dalam penyediaan bahan
baku dan industri. Rusia menyumbang sekitar 20 % dari produksi dan memiliki
cadangan besar minyak dunia dan gas alam dimana menurut pemerintah Rusia,
Produksi gas alam di Rusia diperkirakan tumbuh 10,7% dari tahun ke tahun yakni
646.000.000.000 meter3 dan angka ekspor gas tumbuh dari 22,1% menjadi 205,7
bcm. Selain itu, Rusia memiliki potensi sumber daya alam dan mineral yang besar,
terbukti bahwa seperlima dari semua hutan di dunia termasuk ke dalam wilayah Rusia
(Sagita, 2009).


22

Negara Rusia yang merupakan bagian terbesar sekaligus ahli waris dari Uni
Soviet memiliki 50% jumlah penduduk, 2/3 luas wilayah, dan lebih kurang 50% aset
dari perekonomian dan militer (persenjataan). Pada tahun 1991 merupakan sebuah
momentum atas berakhirnya pemerintahan Uni Soviet (komunisme) yang telah
berkuasa kurang lebih 70 tahun. Pasca Uni Soviet atau berakhirnya komunisme yang
ada di Rusia, bentuk pemerintahan negara ini kemudian berubah menjadi federasi
dimana pemerintahan dipilih berdasarkan faktor domestik dan global. Rusia
(Republik Federasi Rusia) dipimpin oleh seorang Presiden dengan kepala
pemerintahannya dipegang oleh Perdana Menteri dimana dalam masa pemerintahan
masing-masing pemimpin tersebut memiliki kebijakan tersendiri dalam hal
memajukan perekonomian Negara Rusia. Di dalam sejarah, presiden pertama yang
memimpin negara ini pasca komunisme adalah Boris Yeltsin (1993-1996, 19961999), selanjutnya Vladimir Vladimirovich Putin (1999-2000, 2000-2004, 20042008), Dmitry Medvedev (2008-2012), Vladimir Vladimirovich Putin (2012-2018)
(Sunaryono, Rusia Pasca Komunisme : Jalan Panjang Menuju Perubahan, 2012).
1.

Kondisi Negara Rusia di Era Komunisme (Uni Soviet)
Era Uni Soviet merupakan sebuah periode yang relatif singkat karena hanya


berlangsung sekitar 70 tahun yang mana pada masa ini isu tentang anti Tsar, anti
feodalisme dan perbudakan merupakan tema utama dalam pemikiran pada akhir abad
ke-19. Sistem kekaisaran Rusia yang rapuh tidak lagi mampu untuk menahan gerakan
yang menginginkan adanya perubahan sistem, seperti halnya aksi demontrasi dan
23

pemberontakan yang terjadi digunakan sebagai alat atau media revolusi yang
dilakukan secara bertubi-tubi untuk menghantam sistem yang dipimpin oleh Tsar
tersebut.
Gerakan revolusioner yang telah terjadi di Rusia sejak awal abad ke-19
digunakan secara umum untuk menentang kekaisaran Rusia yang dipelopori oleh
kaum revolusioner dari berbagai kalangan (Raznochintsy) yang terjadi sebelum
adanya pemerintahan komunis di Rusia serta terbentuknya Uni Soviet. Pada masa itu,
rakyat Rusia disuguhkan oleh adanya beberapa bentuk revolusi, seperti : Revolusi
1905, Revolusi Februari 1917 dan Revolusi Oktober 1917 yang mana revolusi
tersebut

digunakan


untuk

menghancurkan

sistem

kekaisaran

Rusia

dan

menggantikannya dengan sistem komunisme (Lestari, 2013).
Revolusi Februari 1917 yang terjadi pada masa itu juga dikenal sebagai
Revolusi Bolshevik yang merupakan revolusi komunis pertama di dunia dan
digunakan untuk mengakhiri kekuasaan monarki di Rusia serta garis kekuasaan dari
keturunan Dinasti Romanov, sekaligus memberikan jalan bagi nilai demokratis agar
terealisasi di dalam kehidupan masyarakat sesuai dengan tuntutan lingkungan pada
awal abad ke-20. Pada tanggal 2 Maret 1917, Tsar Nicholas II mengundurkan diri
dari tahtanya dan untuk mengisi kekosongan kekuasaan pada saat itu, maka

dibentuklah Pemerintahan Sementara (Vremennoye Pravitelstov), kemudian Pada
tanggal 25 Oktober 1917 diumumkan tentang pemindahan kekuasaan dari Pemerintah
Sementara ke komite Militer Revolusioner (VRK).
24

Pada tanggal 25-27 Oktober 1917 dilaksanakan Sidang Soviet seluruh Rusia II
yang mana di dalam sidang tersebut, Pemerintahan Soviet yang dikenal dengan
Soviet Komisaris Rakyat (SKN) diketuai oleh Vladimir Ilyich Lenin sebagai kepala
negara. Sidang tersebut membentuk Komite Sentral Eksekutif Seluruh Rusia (VTsIK)
yang diketahui oleh Lev Kamenev sebagai Kepala Pemerintahan.
Pada masa ini ditandai dengan adanya kebijakan NEP (New Economic Policy)
dan dibawah kepemimpinan Lenin, terjadi sebuah rencana “komunisme perang” yang
dimaksud untuk menghapus perusahaan swasta. Pada pertengahan Januari 1918 di
dalam sidang III Dewan Pekerja, Militer dan Petani di Petrogard, Kaum Bolshevik
meresmikan berdirinya Republik Soviet Rusia yang telah diproklamirkan pada sidang
sebelumnya serta mengubah nama menjadi RFSR (Republik Soviet Sosialis Federasi
Rusia) (Lestari, 2013).
Setelah

Bolshevik


mengkudeta

Pemerintahan

Sementara

Rusia

dan

mendirikan badan pemerintahan berbasis komunisme (Soviet) dibeberapa Provinsi
Rusia, tidak lama setelah hal tersebut kemudian terjadi berbagai aksi pemberontakan
dan pertentangan. Perbedaan cara pandang ini mengakibatkan adanya polarisasi
kekuatan di dalam 2 kubu yang saling bertentangan, yakni kubu Merah (Bolshevik)
dan kubu Putih (kelompok Sosialis lainnya). Situasi kemudian diperburuk dengan
masuknya intervensi asing (Amerika Serikat, Inggris, Perancis dan Jepang) yang
bertujuan untuk mengembalikan kapitalisme karena merasa tidak senang terhadap
kemenangan rezim komunis yang anti-kapitalis di Rusia. Kondisi tersebut
25


mengakibatkan terjadinya Perang Saudara yang berlangsung sekitar dua tahun dan
menelan tujuh setengah juta korban jiwa
Perang ini diakhiri dengan kemenangan kaum Bolshevik atas Kubu Putih dan
sekutu, serta mundurnya Jerman, Turki Ottoman dan Austria-Hungaria dari wilayah
konflik dan juga kemerdekaan Polandia, Finlandia dan negara-negara kawasan Baltik.
Setelah perang saudara, terbentuklah 6 republik (Soviet) yakni Ukraina, Belarusia,
Azerbaijan, Armenia dan Georgia atas dukungan kekuatan dari Tentara Merah.
Deklarasi tentang pembentukan Uni Soviet (USSR) yang merupakan sebuah
negara federasi diresmikan pada tanggal 30 Desember 1922 di dalam sidang I seluruh
Soviet dan hal itu menjadikan negara tersebut berada dibawah payung komunisme.
Pada tahun 1924 Uzbekistan dan Turkmenistan bergabung kedalam Uni Soviet,
kemudian Tadjikistan pada tahun1929, Kyrgyzstan dan Kazakhstan di tahun (1936)
dan kemudian disusul oleh negara-negara Baltik, seperti : Lithuania, Estonia, dan
Latvia yang bergabung pada tahun 1940.
Pada tahun 1924 Vladimir Ilyich Ulyanov (Vladimir Lenin) meninggal dan
digantikan oleh Joseph Stalin. Negara yang semula berideologi komunis akhirnya
berganti menjadi sebuah negara yang totaliter, dimana kepemimpinan memiliki
kontrol penuh atas Negara. Ketotaliteran tersebut dirasakan oleh rakyat Uni Soviet
dikala kepemimpinan Joseph Stalin, dimana Stalin semasa kekuasaannya sering


26

menindas dan menghilangkan semua saingan politiknya seperti Leon Trotsky
(Sunaryono, Rusia Pasca Komunisme : Jalan Panjang Menuju Perubahan, 2012).
Joseph Stalin menghentikan NEP secara mendadak pada tahun 1929 yang
ditandai dengan nasionalisasi perusahaan swasta, pembatalan semua konsesi asing,
penyitaan modal asing dan pemberlakuan kembali sensor ketat terutama pada media
massa, dan digantikan dengan mencanangkan gagasan Repelita pada tahun 1928.
Selanjutnya Joseph stalin mendirikan camp konsentrasi (kontslager) dan camp kerja
paksa (Gulag) sebagai tempat bagi orang-orang yang membahayakan kekuasaannya.
Proyek yang dicanangkan Stalin harus menelan korban manusia yang mencapai
ribuan bahkan jutaan serta kemerosotan kualitas barang-barang konsumsi terutama
pangan (Sunaryono, Rusia Pasca Komunisme : Jalan Panjang Menuju Perubahan,
2012). Pada tahun 1938 terjadi pembersihan yang sangat terkenal dalam sejarah dan
politik Uni Soviet yakni The Great Terror dan The Great Purge yakni pembersihan
besar-besaran terhadap ribuan anggota Partai Komunis (PKUS).
Sesaat setelah Stalin mampu mempertahankan kekuasaannya, Pada tahun
1952 Stalin mengubah nama Partai Uni Serikat Komunis (PUSK) menjadi Partai
Komunis Uni Soviet (PKUS) dan Stalin menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PKUS

hingga tahun 1953. Stalin memiliki kemampuan berpolitik yang hebat, yang mana
karena kemampuannya tersebut menjadikan dia sebagai seorang diktator yang mampu
mengantarkan Uni Soviet menjadi negara komunis terkuat di dunia, namun pada
masa Stalin telah terjadi bentuk-bentuk dan tindakan-tindakan ketidakadilan, seperti
27

adanya perbedaan upah antara kaum Stakhanovis (lapisan atas kelas pekerja) dengan
kaum buruh. Didalam kurun waktu beberapa bulan setelahnya memunculkan sebuah
fenomena kategorisasi dari satu lapisan pekerja yang disebut juga sebagai “orangorang seribuan” karena upah ataupun pendapatan yang mereka terima lebih dari
seribu rubel dalam sebulan, bahkan ada yang mendapatkan upah lebih dari dua ribu
dalam satu bulan, tetapi dilain sisi buruh dari kategori rendah seringkali hanya
mendapatkan upah kurang dari seratus rubel dalam satu bulan.
Setelah berakhirnya kepemimpinan Stalin, Uni Soviet selanjutnya dipimpin
oleh Nikita Kruschev yang menghentikan sistem komando atas administrasi-birokrasi
yakni politik de-Stalinisasi yang disahkan dalam kongres PKUS ke-20 tahun 1956.
Nikita Kruschev mengeluarkan tahanan-tahanan politik gulag dan juga mengeluarkan
sebuah kebijakan tentang penghapusan gulag serta keberaniannya untuk menyimpang
dari tafsir resmi Marxisme-Leninisme (Komunisme) dan Stalinisme. Pada masa
Kruschev banyak sekali keberhasilan yang terjadi, seperti halnya pengiriman astronot
pertama ke luar angkasa, keterbukaan diplomasi negara dengan negara-negara yang

berada di wilayah Eropa dan Asia, serta dimulainya perundingan antara Uni Soviet
dan Amerika Serikat meskipun perundingan tersebut tidak membuahkan hasil yang
baik, namun selain itu beberapa langkah kebijakan Kruschev dinilai salah sehingga
menimbulkan permasalahan seperti kegagalan panen yang menimbulkan kekecewaan
dari para petani, timbulnya konflik diantara para petinggi PKUS karena penataan

28

kembali organisasi partai, terlalu meminggirkan China dalam hubungan luar
negerinya serta terjadinya krisis peluru kendali di Cuba.
Nikita Kruschev mundur dari kursi kepemimpinan pada tahun 1964, Kruschev
digantikan oleh Leonid Breznev, dengan perdana menteri Kosygin. Breznev berkuasa
cukup lama, yaitu dari tahun 1964 sampai 1982. Kosygin mencoba suatu sistem
kebijakan ekonomi pedesaan, akan tetapi kebijakannya tersebut berdampak
sebaliknya. Pada awalnya, kebijakan ekonomi tersebut mampu meningkatkan
pertumbuhan sebesar 3% antara tahun 1960-1970, akan tetapi setelah itu terjadi
kemunduran yang cukup signifikan. Terjadi urbanisasi besar-besaran dari desa ke
kota. Sedangkan Breznev membuat kebijakan Dekruschevisasi yang merupakan
sebuah kebijakan yang kontra Kurschev. Dia berusaha untuk menguatkan sistem
birokrasi pemerintahan, pada saat Uni Soviet di bawah kendalinya, Negara

mengalami kemunduran di segala bidang. Tingkat pertumbuhan ekonomi menurun
drastis, korupsi merajalela, produk pertanian kurang variatif, sektor jasa menurun,
dan berbagai kemunduran lainnya. Dan hal ini merupakan awal dari kehancurannya
(Sunaryono, Rusia Pasca Komunisme : Jalan Panjang Menuju Perubahan, 2012).
Penerus pemerintahan Uni Soviet harus mewarisi kerusakan dan kemacetan
ekonomi dari Brezhnev. Sepeninggal Brezhnev munculah dari Yuri Andropov (19821984), ke Konstantin Chernenko (1984-1985) yang memegang tampuk kekuasaan,
Kemudian kepimpinan diambil alih oleh Mikhail Gorbachev sejak 11 Maret 1985.
Mikhail Mikhail Gorbachev menyadari bahwa penerapan marxisme telah menyeret
29

negara ke ambang kemunduran. Sistem politik yang dijalankan itu ternyata gagal
membawa Uni Soviet ke dalam kehidupan yang makmur seperti di negara-negara
Eropa Barat dan Amerika Serikat. Oleh karena itu, sejak berkuasa, Mikhail
Gorbachev menghadapi tantangan kemacetan ekonomi yang tidak boleh dibiarkan
berlarut-larut. Ia ingin memulihkan kondisi politik dan ekonomi Uni Soviet melalui
suatu reformasi.
Kemudian pada Januari 1987, Mikhail Gorbachev menyerukan diadakannya
demokratisasi yaitu memperkenalkan unsur-unsur demokratis seperti misalnya
pemilu dengan banyak kandidat di dalam proses politik Soviet. Pada Juni 1988,
dalam Konferensi Partai ke-19 dari PUKS Mikhail Gorbachev meluncurkan

pembaruan-pembaruan radikal yang dimaksudkan untuk mengurangi kontrol partai
terhadap aparat-aparat pemerintahan. Pada desember 1988, Dewan Soviet Tertinggi
Soviet menyetujui dibentuknya suatu Kongres Deputi Rakyat yang sebelumnya telah
ditetapkan oleh amandemen konstitusi sebagai dewan legislative Uni Soviet yang
baru. Pemilihan umum untuk anggota kongres diadakan di seluruh Uni Soviet pada
Maret dan April 1989. Pada 15 Maret 1990 Mikhail Gorbachev terpilih sebagai
presiden eksekutif pertama Uni Soviet.
Untuk merealisasikan ambisinya, Mikhail Gorbachev melontarkan ide
reformasi berupa Perestroika (keterbukaan politik), Glasnost (restrukturisasi
ekonomi), dan demokratizatsiia (demokrasi). Inflasi dan kekurangan pasokan yang
terjadi dan diperparah oleh semakin meningkatnya pasar gelap yang terbuka
30

menjadikan memperburuk ekonomi saat itu. Selain itu, biaya militer, KGB serta
subsidi bagi negara-negara client dinilai sangat besar. Gelombang baru industrialisasi
yang melanda berdasarkan pada teknologi informasi saat itu membuat Uni Soviet
mendapatkan teknologi barat dan kredit untuk mengatasi keterbelakangannya yang
kian jauh. Glasnost yang diterapkan oleh Mikhail Gorbachev justru memberikan
kebebasan berbicara yang lebih besar terkhususnya bagi Pers atau media massa dan
membebaskan ribuan tahanan politik bahkan banyak pembangkang, padahal tujuan
utama Mikhail Gorbachev dalam mengadakan Glasnost adalah untuk menekan kaum
konservatif yang menentang kebijakan-kebijakan restrukturisasi ekonominya
(Perestroika), selain itu terjadi beberapa tantangan dalam perealisasian Perestroika,
yakni Rasisme antar etnis dan nasionalisme serta tantangan dari kelompok pamyat
dan Ultra Nasionalis.
Mikhail Gorbachev berusaha membawa Uni Soviet kepada kehidupan yang
lebih baik melalui reformasi politik dan ekonomi, salah satu kebijakan ekonomi
Gorbachev yakni perubahan sistem kerja dari “Dari tiap-tiap orang dituntut untuk
bekerja sesuai dengan kemampuannya” dan akan diberikan kepada maasing-masing
orang apa yang menjadi kebutuhannya (from each according to his ability, to each
according to his need) menjadi sistem ekonomi pengupahan “Dari tiap-tiap orang
dituntut untuk bekerja sesuai dengan kemampuannya” akan diberikan kepada masingmasing orang menurut hasil prestasi yang dicapai (from each according to his ability,
to each according to his work) (Sunaryono, Rusia Pasca Komunisme : Jalan Panjang

31

Menuju Perubahan, 2012), akan tetapi kebijakan tersebut justru menimbulkan
pertentangan sosial dalam masyarakat, bahkan melahirkan kelompok-kelompok
masyarakat yang saling bersaing untuk memperebutkan pengaruh dan kekuasaan,
yakni kelompok moderat, konservatif, dan radikal.
Pada tanggal 19 Agustus 1991 kelompok konservatif di bawah pimpinan
Wakil Presiden Gennadi Yanayef melancarkan kudeta terhadap Mikhail Gorbachev.
Akan tetapi usaha perebutan kekuasaan ini dapat digagalkan Boris Yeltsin, pemimpin
kelompok radikal. Mikhail Gorbachev dapat diselamatkan dan nama Yeltsin mulai
melambung di pentas politik Uni Soviet.
Pasca tragedi kudeta yang gagal menimpa Mikhail Gorbachev, Dia memiliki
permasalahan yang lebih serius yakni harus menghadapi kesulitan ekonomi dalam
negeri yang semakin parah. Selain itu, kelompok militer mulai terpecah-pecah dan
negara-negara bagian semakin banyak yang menuntut kemerdekaan. Pada saat itulah
seakan-akan timbul kekosongan pimpinan pusat dan negara berada dalam Vacum of
Power. Apalagi hal ini kemudian disusul dengan pernyataan pengunduran diri
Mikhail Gorbachev sebagai Sekjen PKUS dan sekaligus mengeluarkan dekrit
pembubaran PKUS pada 24 Agustus 1991.
Sehari sesudah peristiwa itu, Boris Yeltsin mengambil alih kekuasaan. Sangat
disayangkan sekali tindakan Boris Yeltsin tidak didukung semua negara bagian di
Uni Soviet dan dengan leluasa justru memanfaatkan momen tersebut itu untuk

32

melepaskan diri dari Uni Soviet yang mengakibatkan runtuhnya negara adidaya
tersebut. Uni Soviet secara resmi dibubarkan pada tanggal 8 Desember 1991.
Sehingga Uni Soviet pun bubar secara resmi pada 25 Desember 1991. Bendera Uni
Soviet diturunkan dan dikibarkanlah bendera Rusia. Dengan runtuhnya kekuasaan
Uni Soviet ke 15 negara yang tergabung dalam Uni Soviet mengikat diri membentuk
Commonwealth of Independent States (CIS) pada tanggal 19 Desember 1991
dibawah pimpinan Rusia. Rusia membentuk negara berdaulat sesuai dengan hasil
kongres wakil rakyat. Mayoritas dari anggota sidang sepakat untuk melahirkan
sebuah uni baru yang berdaulat hasil akhir dari sidang kongres antara lain adalah
pengakuan hak-hak individu di atas hak negara. Termasuk di dalamnya adalah
persamaan hak, kebebasan beragama dan berbicara serta kebebasan memilih
pekerjaan. Ini merupakan awal dari hubungan yang bersifat demokratis dan seimbang
antara republik-republik yang berdaulat yang dahulu terikat dalam Uni Soviet.
Faktor lain yang menjadi penyebab keruntuhan dari Uni Soviet adalah
keberhasilan dari Liberalisme dimana negara-negara yang mengikuti bentuk
liberalisme mengalami kemajuan yang pesat. Berbeda halnya dengan sistem
sosialisme yang dianut oleh Uni Soviet di mana telah melahirkan stagnasi ekonomi
yang berdampak buruk bagi Uni Soviet itu sendiri.
Uni Soviet runtuh dan menjadikan negara-negara berdaulat. Rusia bersama
negara-negara lainnya (selain negara Balkan) yang merupakan bekas raksasa komunis
membentuk sebuah “Uni” baru dengan hubungan yang lebih longgar yang menjamin
33

kedaulatan masing-masing. RSFSR yang kemudian merupakan sebuah Federasi
Rusia adalah pecahan terbesar dari bekas negara Adikuasa tersebut yang juga
memiliki hak sebagai pewaris dari kekuasaan Uni Soviet.
Keruntuhan Uni Soviet tersebut sekaligus menandai berakhirnya Perang
Dingin, tidak hanya itu beberapa negara yang dulunya merupakan negara-negara
komunis mengubah haluan negara dan menjadi sekutu bagi Amerika Serikat. Negaranegara tersebut adalah Hongaria, Polandia, dan Republik Czech yang bergabung
menjadi anggota dari NATO, dan Ukraina, Uzbekistan, dan Kyrgyzstan menjadi
sekutu terdekat Amerika Serikat dalam “global war on terrorism” (GWOT).
2.

Kondisi Negara Rusia Pasca Runtuhnya Komunisme
Keruntuhan Uni Soviet jelas menggambarkan ketidakmampuan komunisme

untuk bertahan dan melawan berbagai perubahan. Negara komunis yang sebelumnya
merupakan sebuah negara adikuasa ini hanya meninggalkan sisa kejayaan.
Komunisme Uni Soviet tidak mampu menahan arus reformasi yang menginginkan
adanya perubahan didalam sebuah negara, baik pemerintahan maupun masyarakat.
Satu hari sesudah Mikhail Gorbachev mengundurkan diri pada tanggal 25
Desember 1991 secara resmi juga negara Uni Soviet dinyatakan bubar, berdasarkan
Keputusan Dewan Tertinggi RSFSR (Republik Soviet Sosialis Federasi Rusia).
Untuk memulai sebuah negara yang baru dan berdaulat, hal pertama yang menjadi
fokus kebijakan adalah pemulihan didalam sektor ekonomi. Boris Yeltsin yang

34

merupakan presiden pertama yang terpilih pasca bubarnya Uni Soviet harus mewarisi
sisa krisis ekonomi Uni Soviet (Sunaryono, Rusia Pasca Komunisme : Jalan Panjang
Menuju Perubahan, 2012). Konstitusi Federasi mendeklarasikan Rusia sebagai negara
hukum berbentuk federasi, yang mana hal tersebut disahkan pada tanggal 12
Desember 1993 dan menjadikan negara Rusia yang pada awalnya merupakan negara
komunis berubah menjadi sebuah negara federasi baru, sehingga menjadikan Rusia
mengalami berbagai perubahan dalam bidang ekonomi, budaya dan politik, Tetapi di
lain hal Rusia masih tetap mempertahankan ciri khas negara sosialis yang
mempertahankan kontrol pemerintah terhadap negara, meskipun telah mengadopsi
sistem ekonomi pasar. Di dalam negara mengizinkan untuk terjadinya Investasi,
namun terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi.
Banyak perubahan yang terjadi pada masa transisi dari masa pasca Uni Soviet
menuju Federasi Rusia. Perubahan itu meliputi hampir semua aspek di dalam
kehidupan masyarakat, seperti halnya di dalam aspek kehidupan sosial. Beberapa isu
yang di ajukan di dalam tatanan masyarakat Rusia, seperti : Liberalisme, HAM,
Demokrasi, Kapitalisme, Pasar Bebas, Masyarakat Terbuka, Pluralisme, dan Negara
Hukum. Dalam hal politik, pihak-pihak yang pernah berkuasa di Pemerintahan seperti
anggota Politbiru dan para apparatik birokrat dari partai komunis masih tetap dapat
memiliki kekuasaan, namun dengan menyesuaikan status quo dengan situasi transisi
yang sedang berjalan. Dan negara masih mengontrol aktivitas media massa,
organisasi politik dan lembaga keagamaan.

35

Kepemimpinan Yeltsin secara umum menunjukkan ciri transisional dari
sistem Uni Soviet menuju sebuah negara yang demokratis. Pada masa ini hubungan
antar organ kekuasaan belum tertata secara tegas, sehingga sering timbul konflik
politik. Proses swastanisasi yang dilaksanakan pada masa pemerintahannya
merupakan konsekuensi logis dari upaya Rusia untuk menuju sistem ekonomi pasar.
Proses ini lalu melahirkan kelompok baru dalam masyarakat Rusia, yakni orangorang yang berhasil menguasai perusahaan yang dahulu dikuasai oleh pemerintah.
Pada masa pemerintahan Yeltsin ini kelompok tersebut mendapatkan ruang gerak
yang sangat luas dan Yeltsin sendiri dikenal dekat dengan kelompok tersebut karena
pada dasarnya keluarganya merupakan bagian dari kelompok kecil yang diuntungkan
oleh negara. Pemerintahan Yeltsin cenderung oligarkis karena kelompok konglomerat
seperti itu meraih keuntungan yang luar biasa dari adanya masa transisi ini.
Pasca runtuhnya rezim komunis di negara Rusia, banyak terjadi perubahan
dan kemunduran. Salah satunya adalah kemunduran dalam bidang ekonomi yang
ditandai dengan kondisi kas negara yang minim dan warisan hutang yang besar pada
masa Uni Soviet yang menjadikan perekonomian negara ini benar-benar terpuruk.
Pada saat itu pemerintah tidak mampu membayar para pegawai negeri secara tepat
waktu termasuk juga dana pensiun, bahkan para tentara hanya menerima gaji berupa
sayur-sayuran hasil dari pertanian kolektif. Pemerintah pada masa itu telah
melakukan berbagai macam cara untuk memperbaiki kondisi perekonomian negara.
Alih-alih untuk mencapai keberhasilan, namun yang justru terjadi keadaan

36

perekonomian semakin memburuk hingga menyebabkan negara tersebut mengalami
defisit.
Dalam menghadapi krisis tersebut, Boris Yeltsin melakukan sebuah program
yang cepat dengan tujuan agar krisis tersebut tidak berkepanjangan dan mengambil
langkah yang direkomendasikan oleh AS dan IMF. Keputusan presiden Boris Yeltsin
untuk meniru program terapi kejut (shock therapy) (Sunaryono, Rusia Pasca
Komunisme : Jalan Panjang Menuju Perubahan, 2012) yang direkomendasikan oleh
AS dan IMF yang mana program tersebut merupakan sebuah program perubahan
sistem ekonomi dari sistem terencana menuju mekanisme pasar dengan jalur cepat
yang berhasil diterapkan di Polandia, justru merupakan sebuah langkah yang fatal
bagi Rusia. Hal tersebut dikarenakan ketidaksiapan masyarakat Rusia untuk beralih
dari sistem ekonomi yang terpusat dan diatur penuh oleh pemerintah seperti halnya
pada masa Uni Soviet menjadi sistem ekonomi pasar bebas, Perealisasian program
yang dilakukan secara instan, Dan juga tidak adanya institusi serta infrastruktur yang
merupakan syarat utama sistem ekonomi pasar bebas turut menyebabkan gagalnya
program tersebut dan justru menyebabkan krisis yang semakin parah. Padahal untuk
mengubah sistem terencana menuju sistem mekanisme pasar bebas ini membutuhkan
waktu yang bertahap dan memerlukan waktu untuk beradaptasi.
Kebijakan Presiden Boris Yeltsin lainnya yang juga semakin memperburuk
perekonomian di Rusia, yakni program privatisasi terhadap perusahaan milik negara.
Program ini melahirkan kaum oligarki yang kaya raya dari hasil merampok aset
37

negara yang sekaligus semakin menyuburkan praktek korupsi di negara tersbeut.
Tercatat beberapa skandal sehubungan dengan program ini yang melibatkan keluarga
dan kolega dari Presiden Boris Yeltsin dan yang paling terkenal adalah skandal
Fimaco (Finance Investment Management Company) dan Yukos yang merupakan
perusahaan minyak swasta terbesar di Rusia.
Kemiskinan di negara ini meningkat menjadi 50 % dan ketimpangan status
sosial ekonomi semakin meningkat yang mengakibatkan tingkat inflasi negara
semakin membesar, Selain kesalahan kebijakan Presiden Boris Yeltsin, hal lain yang
juga memperburuk kondisi perekonomian negara adalah adanya campur tangan dari
pihak asing, yakni AS dan IMF. Dalam hal ini, IMF dianggap telah memberikan
solusi yang keliru bagi perbaikan perekonomian di Rusia karena IMF tidak melihat
adanya perbedaan struktur ekonomi dan masyarakat di Rusia yang tentunya sangat
berbeda dengan negara lain yang pada saat itu juga sedang mengalami krisis
ekonomi. Kondisi buruk terus berlangsung hingga tahun 1998 bahkan mencapai titik
puncak pada bulan desember 1998 saat pemerintah Rusia menyatakan bahwa tidak
lagi mampu untuk membayar hutang luar negeri yang jumlahnya sangat besar. Hal ini
juga disebabkan oleh efek domino dari adanya krisis ekonomi yang terjadi di wilayah
Asia Timur dan Asia Tenggara pada tahun 1998 yang memicu jatuhnya permintaan
dan harga minyak dunia. Padahal sektor minyak adalah penyumbang terbesar devisa
untuk negara Rusia. Kemudian hal ini juga diperparah dengan terjadinya kemerosotan

38

nilai mata uang Rusia, rubel terhadap mata uang utama dunia pada bulan Agustus
1998.
Devaluasi pada tahun 1998 sangat menyulitkan kehidupan Rakyat Rusia tetapi
pada awal tahun 1999 perekonomian Rusia mulai bangkit kembali. Menjelang
pergantian tahun 2000, pada tanggal 31 Desember 1999 Presiden Boris Yeltsin
mengundurkan diri sebelum masa jabatannya yang kedua berakhir (1996-2000).
Yeltsin menyerahkan jabatan kepresidenannya kepada Vladimir Putin yang saat itu
menjabat sebagai Perdana Menteri di masa transisi sebelum diadakannya pemilu.
Pada awalnya kepemimpinan dari Vladimir Putin menimbulkan beberapa spekulasi
negatif yang menyatakan bahwa kepemimpinan Putin tidak akan memberikan
perubahan bagi Rusia, namun realitanya adalah Putin berhasil menangani krisis
nasional yang sebelumnya telah terjadi saat dia belum memerintah.
3.

Perkembangan Negara Federasi Rusia
Era Vladimir Putin dimulai dengan kemenangan Putin pada saat pemilihan

presiden Rusia periode 2000-2004 dengan perolehan suara 52,77 %. Vladimir Putin
memperlihatkan arah kebangkitan Rusia dari keterpurukan dengan salah satunya
mengembalikan Chechnya ke Rusia. Sebagai presiden Rusia yang memimpin 4 tahun
kedepan, Putin mengalami tantangan akan ketidakstabilan perekonomian dan politik
di Rusia karena reformasi yang terdahulu dinilai membawa kehancuran (Sunaryono,
Rusia Pasca Komunisme : Jalan Panjang Menuju Perubahan, 2012).

39

Dalam pidato kenegaraan tanggal 8 Juli tahun 2000, prioritas ekonomi Putin
dijabarkan kedalam Enam prinsip utama untuk mengatasi krisis ekonomi Rusia
(Sunaryono, Rusia Pasca Komunisme : Jalan Panjang Menuju Perubahan, 2012).
Enam prinsip prioritas tersebut adalah sebagai berikut :
1.

Guaranteeing property high

2.

Stopping the preferential treatment of some business over others and
ending unnecessary state intervention in business

3.

Lowering the tax burden

4.

Simplifying the customs sistem

5.

Developing banks and other economic infrastructur

6.

Reorganizing the welfare sistem by reducing the number of benefits

Saat menjabat sebagai kepala pemerintahan negara Rusia, Putin berkeinginan
untuk menciptakan tatanan dunia baru yang lebih kuat dan berimbang. Hal ini
dilakukan Putin dengan mulai merangkul banyak negara demi terciptanya dunia yang
aman dan stabil, bahkan membina hubungan dengan Uni Eropa, mendekatkan diri ke
Asia khususnya India dan China, serta menjadi anggota resmi G-8. Dengan
selesaianya permasalahan domestik negara Rusia, maka Rusia akan memiliki power

40

sebagai negara yang berperan penting secara positif bagi negara-negara lain dan
dalam hal memperkuat diri.
Kebijakan Luar Negeri Putin memang lebih tampak dibanding era
sebelumnya. Pada era Putin, Prioritas utama Rusia mengarah kepada pada negaranegara terdekat (near abroad policy) yang ditujukan untuk menjamin keamanan
Rusia secara geopolitis pasca runtuhnya Uni Soviet. Melalui payung CIS, Rusia
gencar menjalankan kerjasama dengan negara-negara bekas Uni Soviet, termasuk
penyelesaian bersama atas konflik yang terjadi di negara-negara CIS.
Pada dasarnya, Konstitusi di Rusia membatasi seseorang hanya bisa
memangku jabatan sebagai presiden di Rusia sebanyak dua kali berturut-turut, artinya
Putin yang telah terpilih sebagai presiden melalui pemilihan umum selama dua
periode tidak dapat mencalonkan diri lagi sebagai kepala pemerintahan negara Rusia.
Dukungan Putin kepada Dmitry Medvedev untuk menjadi Presiden
menjadikan Medvedev mengangkat Putin menjadi Perdana Menteri dimana hampir ¾
pemilih Medvedev merupakan pendukung Putin, sehingga kekuatan terbesar bagi
Medvedev adalah Putin. Naiknya Medvedev sebagai Presiden menjadikan Putin
sebagai perdana menteri pada periode ini sekaligus langkah untuk mendominasi
politik di Rusia.
Pada masa pemerintahan Medvedev, yakni tahun 2008 itu juga, Rusia seperti
negara lainnya ikut terbawa ke dalam arus krisis ekonomi domestik AS yang

41

menjelma menjadi krisis ekonomi global. Bencana finansial yang melanda AS itu
membuat harga minyak turun sangat tajam. Harga yang semula bisa mencapai 150
dollar AS turun drastis ke angka 40 dollar per barel. Padahal, ekonomi Rusia sangat
bergantung pada produksi dan ekspor minyak ke luar negeri. Situasi krisis juga
mengakibatkan turunnya jumlah permintaan, begitu juga dengan mata uang Rusia,
Rubel juga ikut melemah. Banyak perusahaan besar yang mengurangi investasinya.
Krisis menyentuh hanpir semua bentuk bisnis dan 34 pekerja. Perusahaan-perusahaan
mengurangi jam kerja, gaji, bahkan mengurangi jumlah karyawan. Kondisi ini lalu
direspon pemerintah Rusia dengan menggunakan lebih dari satu triliun rubel, atau 40
miliar dollar AS untuk menyelamatkan bank-bank negara, membentuk sebuah
program stimulus dengan skala besar, meminjamkan lebih dari 50 miliar dollar AS
agar sejumlah perusahaan bertahan. Hasilnya, tidak ada satupun bank utama yang
collapse, sejumlah permasalahan perusahan-perusahaan besar dapat diatasi dengan
cara yang efektif. Situasi ekonomi Russia kembali stabil pada tahun 2009, namun
pertumbuhan ekonomi baru benar-benar terjadi lagi pada tahun 2010.
Pada masa pemerintahan Medvedev juga terjadi hal yang berpengaruh pada
sistem pemerintahan yang ada di Rusia, yakni adanya kebijakan untuk
mengamandemen konstitusi Rusia. Perubahan tersebut berupa perpanjangan masa
jabatan presiden dan Duma dari empat tahun menjadi enam tahun. Dalam sebuah
pidato kenegaraan pada 5 November 2008, Medvedev menjelaskan alasan
amandemen ini. Dia mengatakan bahwa kebebasan dan demokrasi akan sukses hanya

42

jika Presiden dan Duma bisa menjaga otoritas pada level yang tinggi tidak hanya
dalam janji-janji di saat kampanye, melainkan juga dengan hasil dari pekerjaannya,
dan jika mereka memiliki waktu yang cukup, maka mereka dapat membuktikan janjijanji dengan memperlihatkan hasilnya kepada masyarakat. Dengan diperpanjangnya
periode jabatan ini lalu juga akan mempertahankan stabilitas politik sehingga fokus
kepada banyak permasalahan negara bisa lebih diperhatikan, tetapi para jurnalis di
Rusia justru berspekulasi bahwa diperpanjangnya periode pemerintahan adalah upaya
awal dari rencana kembalinya Putin yang akan mencalonkan diri sebagai presiden
untuk periode selanjutnya, sehingga memiliki waktu yang lebih lama untuk berkuasa.
Sifat ambisius Putin tidak hilang saat Rusia dipimpin oleh Medvedev. Salah
satunya, Rusia menggunakan kedekatan mereka dengan Nikaragua dan Venezuela di
bidang persenjataan untuk mempengaruhi kedua negara tersebut untuk ikut mengakui
Ossetia Selatan dan Abkhazia sebagai negara terpisah dari Georgia. Peristiwa besar
yang terjadi pada periode ini adalah konflik berkepanjangan yang muncul kembali
pada tahun 2008 antara Georgia dengan dua daerah separatisnya, Ossetia Selatan dan
Abkhazia. Konflik ini dikenal dengan Perang Ossetia Selatan atau ada yang
menyebutnya Perang Russo-Georgian karena perang tersebut melebar dan melibatkan
Rusia yang mendukung separatisme Ossetia Selatan dan Abkhazia. Keterilibatan
Rusia berawal dari serangan Georgia dilucurkan pada malam 7-8 Agustus ke Ossetia
Selatan dengan lebih dari 10 ribu pasukan dan 75 tank. Sejumlah pasukan perdamaian
Rusia terbunuh dalam serangan itu, termasuk banyak penduduk Ossetia Selatan yang

43

berkewarganegaraan Rusia. Sejumlah pihak mengatakan bahwa invasi Rusia ke
wilayah Georgia adalah harga yang harus dibayar Georgia karena kebijakannya yang
pro barat. Rusia memang telah lama melakukan intervensi pada konflik ini dengan
memberikan kewarganegaraan bagi warga Ossetia Selatan yang meninginginkannya.
Warga negara itulah yang menurut Rusia harus mereka lindungi keberadaannya.
Rusia pada akhirnya mengakui kemerdekaan Ossetia Selatan dan Abkhazia,
sementara PBB tidak. Georgia pun lalu menyatakan keluar dari CIS setelah peristiwa
tersebut.
Rusia juga memiliki hubungan pasang surut dengan NATO. Pada tahun 2010,
Medvedev menyetujui doktrin militer yang menentukan keputusan negara dalam
bidang militer. Dalam doktrin ini, melanjutkan strategi keamanan nasional 2009,
Rusia menyebut NATO sebagai bahaya karena ekspansi terhadap negara yang
berbatasan dengan Rusia, seperti Ukraina dan Georgia. Rusia lalu memperkuat aliansi
militernya dengan beberapa negara bekas Soviet dalam CSTO untuk mengimbangi
NATO. Aliansi ini menyepakati bahwa serangan terhadap salah satu anggota CSTO
merupakan serangan terhadap seluruh negara anggota, termasuk juga peningkatan
anggaran militer.
Meskipun pengaruh Putin di pemerintahan Medvedev dikatakan sangat besar,
tidak semua kebijakan Medvedev sejalan dengan yang dilakukan Rusia pada dua
periode sebelumnya. Misalnya terhadap hubungan negara tersebut dengan Iran.
Selama ini Iran menjadi salah satu negara yang dekat dengan Rusia dan memiliki
44

andil membangkitkan kembali ekonomi Rusia. Namun, di saat Iran dikecam Uni
Eropa dan AS karena pengembangan nuklir, Rusia justru ikut mendukung pemberian
sanksi terhadap pengembangan nuklir tersebut oleh PBB, sehingga hubungan Rusia
dan Iran sempat merenggang. Sementara itu, pada akhir 2011, setelah negosiasi
panjang yang memakan waktu lebih dari 15 tahun, Rusia akhirnya bergabung dengan
WTO dan Keputusan ini diratifikasi pada tahun 2012.
Pada tahun 2012 Putin kembali terpilih menjadi pemimpin negara Rusia.
Sejak Putin naik takhta menjadi seorang presiden, Rusia memang terlihat menjadi
sebuah negara yang sangat ambisius. Rusia berupaya untuk memperbesar kekuatan
negaranya di dalam segala bidang yang digunakan untuk mempengaruhi negara lain.
Dengan kekuatan yang dimiliki tersebut, Rusia berani menekan negara lain demi
kepentingan negara Rusia di negara tersebut bahkan agar negara tersebut mendukung
kebijakan yang dilakukan Rusia terhadap negara lainnya. Selain itu, pada masa
pemerintahan ini Vladimir Putin memiliki kebijakan yang kuat dalam hal ekonomi
dan politik yang positif karena kondisi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat
Rusia mengalami perubahan positif. Vladimir memiliki kebijakan outlooking dalam
memajukan ekonomi-politik dari Rusia. Pada masa ini, dalam hal ekspor dan GDP
negara Rusia mengalami peningkatan dan tingkat inflasi dapat ditekan. Namun,
dalam hal kebijakan luar negeri Putin dipandang memiliki ciri khas tersendiri dan
berani menawarkan salah satu konsep perekonomian paling dinamis yang
berkembang dan menarik di dunia dengan membentuk Uni Ekonomi Eurasia.

45