1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suku bangsa merupakan suatu golongan manusia yang memiliki ikatan atas kesadaran dan identitas akan “kesatuan kebudayaan”. Dimana kesatuan
kebudayaan tersebut ditentukan oleh warga budaya tersebut Koentjaraningrat, 2002. Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa yang ada di Indonesia.
Nama Batak itu sendiri identik dengan beberapa suku bangsa yang bermukim di wilayah yang sangat luas di Sumatera Utara. Suku Batak dikategorikan kedalam
enam subsuku yaitu Batak Angkola, Batak Karo, Batak Mandailing, Batak Pakpak, Batak Simalungun, dan Batak Toba Wikipedia.org. Dari keenam
subsuku Batak tersebut, masyarakat Batak Toba merupakan subsuku yang memiliki jumlah penduduk terbesar. Penduduk bersuku Batak Toba mendiami
wilayah yang cukup luas di Sumatera Utara, mencakup wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara dan
Kabupaten Toba Samosir wikipedia.org. Suku Batak Toba merupakan salah satu suku yang identik dengan aktivitas
merantau. Guru Besar Antropologi Universitas Negeri Medan, Bungaran Antonius Simanjuntak mengemukakan bahwa kebiasaan orang Batak untuk mencoba
peruntungan di luar Bona Pasogit didorong oleh pandangan hagabeon kesejahteraan, hasangapon kehormatan, dan hamoraon kekayaan dalam
Universitas Sumatera Utara
2 Simanjuntak, 2006. Adanya pandangan di atas, dapat diyakini sebagai prinsip
dasar yang turut mendorong suku Batak Toba untuk mencoba peruntungannya di tanah perantuan. Hal tersebut semakin dikuatkan berdasarkan sebuah percakapan
yang dilakukan oleh peneliti dengan orang tua peneliti yang pernah merantau kurang lebih selama 25 tahun sebelum kembali ke Bona Pasogit:
“Dulu banyak orang Batak merantau itu karena mau nyari kerja. Jadi setelah tamat dulu SMA, banyak naposo pemuda pergi
merantau nyari kerja, karena ngga mungkin mangula bekerja di
sawah terus.” Komunikasi personal, Maret 2015
Adanya pandangan masyarakat mengenai kehidupan yang mungkin lebih baik hagabeon di tanah perantauan, membuat orang Batak Toba memiliki hasrat
yang kuat untuk merantau. Dengan harapan suatu saat dia akan berhasil dan memiliki kemampuan ekonomi yang baik hamoraon di tanah perantauannya.
Perantau juga memiliki harapan agar dapat memberikan kebanggaan hasangapon bagi sanak keluarga yang tetap tinggal di kampung halaman.
Suku Batak Toba merupakan suku yang sangat mempertahankan nilai-nilai dalam budayanya. Budaya itu sendiri dapat didefenisikan sebagai hal yang
disebarkan, dipelajari dan menjadi symbol dari nilai, kepercayaan dan sikap yang membentuk persepsi dan perilaku seseorang dan menolong mereka untuk
menghadapi dunianya dan dengan orang lain Bates and Plog, 2003. Contoh budaya yang masih tetap dipertahankan oleh Batak Toba yaitu budaya tolong
menolong ketika ada keluarga atau orang terdekat yang sedang mengadakan pesta, maka sebagai Batak Toba berkewajiban untuk turut menyukseskan kegiatan pesta
adat tersebut.
Universitas Sumatera Utara
3 Berbicara mengenai adat yang ada dalam kehidupan masyarakat Batak
Toba, adat merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Adat itu sendiri telah menjadi kebiasaan yang dilakukan oleh Batak Toba dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi individu yang terlahir sebagai Batak Toba, sejak individu tersebut lahir hingga akhirnya mati telah diatur dalam tatanan adat Batak Toba. Sehingga
merupakan sebuah kewajiban bagi generasi muda Batak Toba untuk tetap menjaga eksistensi adat yang ada saat ini. Dalam melaksanakan adat Batak Toba,
setiap individu membutuhkan peran dari kerabatnya. Adapun peran tersebut sesuai dengan posisi mereka berdasarkan dalihan na tolu. Bagi individu atau kelompok
yang tidak melaksanakan adat, masyarakat Batak Toba mencapnya sebagai jolma naso maradat orang yang tidak beradat.
Dalam Batak
Toba, untuk
menunjukkan identitas
diri dan
mempertahankan budayanya maka Batak Toba secara turun temurun menggunakan marga. Marga yang terdapat dalam Suku Batak ini diambil dan
berkembang dari nama-nama keturunan Si Raja Batak Siahaan, 1964. Marga sendiri bagi orang Batak merupakan identitas yang menunjukkan silsilah asal
keluarganya. Orang Batak menggunakan kata marga untuk menunjukkan sebuah kesatuan yang lebih kecil maupun yang lebih besar, dan juga kelompok yang
paling besar Vergouwen, 1986. Batak Toba dalam mempertahankan eksistensinya menganut sistem
kekerabatan patrineal. Sistem patrineal merupakan suatu budaya masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ayah. Marga akan terus berkembang
Universitas Sumatera Utara
4 ketika anak laki-lakinya telah menentukan pasangannya dan membentuk keluarga
kecil sendiri Sadar Sibarani, 2006. Bagi generasi muda Batak Toba yang berada di perantauan, tentu memiliki
lingkungan sosial budaya yang berbeda dengan yang berada di Bona Pasogit sehingga menghasilkan pengalaman yang berbeda mengenai budaya Batak Toba.
Hasil dari pengalaman yang berbeda tersebut juga menghasilkan identitas etnik yang berbeda pada masing-masing individu. Sebagai seorang Batak Toba yang
tumbuh besar di perantauan, tentu memiliki memiliki perbedaan pengetahuan mengenai budaya yang dimilikinya dibandingkan dengan mereka yang tinggal di
daerah Bona Pasogit. Namun hal ini tentu dapat berbeda apabila proses sosialisasi yang dilakukan oleh orang tua mengenai budayanya dapat berjalan dan diterima
dengan baik. Dalam hal ini membuat orang tua memiliki peran awal yang sangat
berpengaruh untuk mengenalkan atau mensosialisasikan budaya Batak Toba kepada anaknya. Budaya diturunkan dari generasi ke generasi melalui proses
belajar Bates and Plog, 2003. Melalui sosialisasi mengenai budaya yang dilakukan oleh orang tua, diharapkan generasi berikutnya memiliki pengetahuan
mengenai budaya Batak Toba. Tidak jarang di dalam keluarga yang masih memegang teguh budaya Batak Toba ketika berada di perantauan mengalami
konflik berkaitan dengan pemilihan pasangan, ini sering dikarenakan perbedaan agama, nilai-nilai dan kepercayaan untuk menghormati gender dan seksualitas,
dan sistem patrineal dalam keluarga Triandis, 1995. Hal ini semakin diperkuat
Universitas Sumatera Utara
5 dengan wawancara interpersonal dengan seorang ibu Batak Toba yang juga
merupakan Inang Tua kakak dari ibu penulis yang tinggal di Jakarta: “Inang Tua sih pengennya ntar kakakmu nikah sama Batak Toba
aja. Kan udah dari sononya, biar kagak repot ntar dikemudian hari.”
Komunikasi personal, Oktober 2015 Keberhasilan dari sosialisasi yang dilakukan oleh orang tua tentu memiliki
pengaruh baik terhadap pemahaman seseorang mengenai budayanya. Dengan memahami seperti apa budayanya, tentu akan menimbulkan identitas etnik yang
jelas bagi seseorang. Identitas etnik memiliki peran dalam penentuan pemilihan pasangan yang menjembatani antara nilai budaya yang telah ia peroleh dari proses
sosialisasi maupun nilai yang telah ia miliki Hyne, Lalonde Lee, 2006. Memilih pasangan merupakan keputusan krusial yang diambil oleh seorang
berusia dewasa Price Vandenberg, 1980. Pemilihan pasangan ini dapat dikatakan sebagai keputusan krusial, karena dalam hal ini seseorang akan
menentukan siapa nantinya yang akan mendampingi dirinya hingga akhir hayatnya. Seperti dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Pdt. Daniel Taruli Asi
Harahap dalam rumametmet.com, terdapat sebuah curhatan seorang wanita Batak Toba kelahiran Jakarta, demikian isi curhatannya:
“Aku Uli, seorang wanita Batak, umur 22 tahun. Amang, aku mau tanya: kenapa orang batak harus menikah dengan orang batak?
Orangtuaku sangat disiplin soa l adat, kenapa seperti itu amang?”
Dikutip dari rumametmet.com Dalam artikel Pdt. Daniel Taruli Asi Harahap memberikan pendapat
bahwa sesungguhnya tidak ada keharusan atau kewajiban bagi Batak Toba untuk menikah dengan sesama Batak Toba Dalam iman Kristen juga mengatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
6 manusia itu setara dihadapan Tuhan, sama-sama diciptakan sebagai pribadi yang
mencitrakan gambar Tuhan, mulia dan berharga. Gereja HKBP sebagai gereja yang memegang teguh budaya Batak Toba, dalam pelaksanaannya tidak
mengharuskan atau menghambat anggotanya ketika ingin menikah dengan seorang yang berasal dari suku, bangsa atau negara berbeda.
Bagi suku Batak Toba sendiri, proses dari pemilihan pasangan hingga akhirnya resmi sebagai pasangan suami istri akan melalui banyak proses adat.
Proses ini diawali dengan adanya niat baik dari kedua calon mempelai untuk mempersatukan hubungan mereka dalam pernikahan. Kegiatan yang dilakukan
berikutnya adalah mempertemukan kedua keluarga calon mempelai untuk menyepakati bersama mengenai pernikahan ini, dalam proses ini akan diperoleh
kesepakatan mengenai di kediaman siapa pesta pernikahan ini akan diadakan. Proses berikutnya adalah marhata sinamot yaitu keluarga mempelai menyepakati
mengenai jumlah sinamot mahar pernikahan yang akan diberikan oleh pihak paranak kepada pihak parboru. Setelah adanya kesepakatan mengenai besarnya
sinamot, kegiatan berikutnya adalah martumpol atau penandatanganan persetujuan nikah dihadapan penatua gereja bagi suku Batak Toba beragama Kristen. Bagi
umat nasrani, kegiatan pengesahan pernikahan dilakukan sesuai ketentuan dari gerejanya.
Setelah resmi menjadi suami istri menurut agama, masih ada pesta adat Batak Toba dan juga proses lainnya untuk menunjukkan rasa syukur atas
pernikahan tersebut. Dengan proses yang cukup panjang ini, suku Batak Toba memaknai pernikahan bukan hanya sebatas mempersatukan dua orang individu
Universitas Sumatera Utara
7 sebagai pasangan suami istri, namun pernikahan merupakan pemersatuan dua
keluarga besar pihak anak dan pihak boru dalam kekerabatan dalihan na tolu. Perbedaan antara budaya-budaya yang ada juga turut mempengaruhi
seseorang dalam menentukan referensi pasangan bagi seorang suku Batak Toba. Contohnya dalam pernikahan, masing-masing budaya tentu memiliki tata cara
sendiri dalam melaksanakan adat pernikahannya. Perbedaan ini kerap dianggap sebagai perbedaan yang cukup sulit disatukan karena masing-masing individu
tentu akan berusaha untuk mempertahankan budayanya masing-masing. Identitas etnik yang dimiliki oleh seseorang juga dapat berperan dalam menentukan
preferensi pasangan yang diinginkan seseorang maupun keluarganya Hyne, Lalonde Lee, 2006.
Bagi suku Batak Toba yang hidup di Jakarta tentu merupakan tantangan tersendiri, dimana penduduk Jakarta yang terdiri dari berbagai macam latar
belakang budaya tentu dapat mempengaruhi identitas etnik Batak Toba seseorang. Walaupun Jakarta pada saat ini dapat dikatakan sebagai daerah yang sangat
majemuk, namun di Jakarta sendiri sesungguhnya memiliki kebudayaan tersendiri yaitu budaya Betawi.
Bagi Suku Batak Toba yang berada di usia dewasa awal yang lahir di Jakarta, tentu memiliki hubungan yang lebih intens dengan berbagai macam suku,
hal ini membuat mereka memiliki kebebasan untuk menjalin hubungan dengan siapa saja baik dari Suku Batak Toba maupun dari suku lainnya. Dengan
mengenali bagaimana budaya orang lain tentu dapat mempengaruhi bagaimana seseorang dalam memilih pasangannya kelak.
Universitas Sumatera Utara
8 Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, peneliti merasa tertarik untuk
melihat gambaran identitas etnik dan pemilihan pasangan Batak Toba, melihat hubungan antara identitas etnik dengan pemilihan pasangan pada Batak Toba
kelahiran Jakarta, dan untuk mengetahui gambaran peran keluargaorang tua dan pertimbangan seorang Batak Toba kelahiran Jakarta dalam memilih pasangan.
B. Rumusan Masalah